Anda di halaman 1dari 77

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

WHO melaporkan bahwa 60% penyebab kematian semua umur di dunia karena

penyakit tidak menular dan Diabetes Melitus berada di peringkat ke 6 sebagai penyebab

kematian. Sekitar 1,3 juta orang meninggal akibat diabetes, dan 4% meninggal sebelum usia

70 tahun. (Konsensus Nasional DM tahun 2012).

Di Indonesia, prevalensi Diabetes Mellitus (DM) mencapai 15,9-32,73%, dimana

diperkirakan sekitar 5 juta lebih penduduk Indonesia menderita DM. Di masa mendatang,

diantara penyakit degeneratif diabetes adalah salah satu diantara penyakit tidak menular yang

akan meningkat jumlahnya di masa mendatang. WHO membuat perkiraan bahwa pada tahun

2000 jumlah pengidap diabetes di atas umur 20 tahun berjumlah 150 juta orang dan dalam

kurun waktu 25 tahun kemudian, pada tahun 2025 jumlah tersebut akan membengkak

menjadi 300 juta orang (Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III, 2006).

Menurut American Diabetes Association (ADA) 2003, diabetes melitus merupakan

suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena

kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada

diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, dan disfungsi beberapa organ

tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah. Berbagai penelitian

epidemiologi menunjukkan adanya kecendrungan peningkatan angka insidensi dan

prevalensi DM Tipe 2 diberbagai penjuru dunia. WHO memprediksikan kenaikan jumlah

penyandang Diabetes mellitus di Indonesian dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar

21,3 juta pada tahun 2030.

1
Mengingat bahwa Diabetes Mellitus akan memberikan dampak terhadap kualitas

sumber daya manusia dan peningkatan biaya kesehatan yang cukup besar, maka semua pihak

baik masyarakat maupun pemerintah, sudah seharusnya ikut serta dalam usaha

penanggulangan Diabetes Mellitus, khususnya dalam upaya pencegahan.

Gambar 1.1 Insidensi Diabetes Melitus (IDF Diabetes Atlas, 2012)

Menurut perkiraan, sekitar 50% penduduk dunia dan indonesia tidak terdiagnosis

menderita DM tipe 2 (underdiagnosed condition). Hal ini disebabkan tidak adanya gejala

atau dengan gejala ringan bagi mereka yang menderita DM tipe 2 (IDF Diabetes

Atlas, 2012). Sehingga sebagian besar penderita DM tipe 2 tidak mengetahui

serta memperdulikan penyakitnya dan kemudian mendapatkan komplikasi

makroangiopati maupun mikroangiopati yang ireversibel (Pramono et al , 2010).

2
1.2. RUMUSAN MASALAH

Prevalensi diabetes mellitus makin meningkat pada usia lanjut. Di Indonesia,

prevalensi DM mencapai 15,9-32,73%, dimana diperkirakan sekitar 5 juta lebih

penduduk Indonesia menderita diabetes mellitus. Menurut penelitian epidemiologi yang

sampai saat ini dilaksanakan di Indonesia, kekerapan diabetes di Indonesia berkisar

antara 1,4 dengan 1,6%. Terjadi tendensi kenaikan kekerapan diabetes secara global

terutama disebabkan oleh karena peningkatan kemakmuran suatu populasi, maka dengan

demikian dapat dimengerti bila suatu saat atau lebih tepat lagi dalam kurun waktu 1 atau

2 dekade yang akan datang kekerapan DM di Indonesia akan meningkat dengan drastis.

Indonesia akan menempati peringkat nomor 5 sedunia dengan jumlah pengidap diabetes

sebanyak 12,4 juta orang pada tahun 2025, naik 2 tingkat dibanding tahun 1995.

Menurut penjelasan di buku Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Bab Diabetes Mellitus di

Indonesia, dikatakan bahwa dalam jangka waktu 30 tahun penduduk Indonesia akan naik

sebesar 40% dengan peningkatan jumlah pasien diabetes yang jauh lebih besar yaitu 86-

138% yang disebabkan oleh karena :

a) Faktor demografi

b) Gaya hidup yang kebarat-baratan

c) Berkurangnya penyakit infeksi dan kurang gizi

d) Meningkatnya pelayanan kesehatan hingga umur pasien diabetes semakin panjang

Mengingat jumlah pasien yang akan membengkak dan besarnya biaya perawatan

diabetes yang terutama disebabkan oleh karena komplikasinya, maka upaya yang baik

adalah pencegahan. Menurut WHO tahun 1994, upaya pencegahan pada diabetes ada tiga

jenis, antara lain :

3
a) Pencegahan primer. Semua aktivitas yang digunakan untuk mencegah timbulnya

hiperglikemia pada inividu yang beresiko mengidap diabetes mellitus atau pada

populasi.

b) Pencegahan sekunder. Menemukan pengidap DM sedini mungkin, misalnya

dengan tes penyaringan. Dengan demikian pasien diabetes yang sebelumnya tidak

terdiagnosis dapat terjaring.

c) Pencegahan tersier. Semua upaya untuk mencegah komplikasi atau kecacatan

akibat komplikasi tersebut.

Strategi pencegahan yang dapat dilakukan adalah dengan melalui pendekatan

masyarakat yang bertujuan untuk mengubah perilaku masyarakat umum dan pendekatan

individu beresiko tinggi yang dilakukan pada individu yang beresiko mengidap diabetes

(Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III, 2006).

1.3. TUJUAN KEGIATAN

Tujuan yang ingin dicapai pada mini project ini, meliputi :

1. Mengetahui tingkat pengetahuan masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Cidahu

terhadap diabetes mellitus sehingga dapat dilakukan promosi kesehatan sebagai

pencegahan primer atau sekunder bagi masyarakat yang tidak menderita diabetes

mellitus tetapi memiliki faktor resiko ataupun untuk masyarakat yang menderita

diabetes mellitus tetapi tidak berobat rutin

4
2. Mengetahui pola aktivitas dan makan masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Cidahu

yang menjadi faktor resiko diabetes mellitus sehingga dapat dilakukan promosi

kesehatan terutama secara individual.

1.4. MANFAAT KEGIATAN

1. Bagi penulis, mini project ini menjadi pengalaman yang berguna dalam menerapkan

ilmu pengetahuan yang diperoleh sebelum internship.

2. Bagi masyarakat, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan tentang

pentingnya pencegahan diabetes mellitus dan perlunya mengenali diabetes mellitus

lebih dini untuk menekan prevalensi penyakit diabetes mellitus di masyarakat.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

DIABETES MELLITUS

2.1. DEFINISI

Menurut Ammerican Diabetes Assosiation (ADA) 2005, diabetes mellitus merupakan

suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemik yang terjadi

Karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Sedangkan menurut

WHO 1980 dikatakan bahwa diabetes mellitus merupakan sesuatu yang tidak dapat

dituangkan dalam satu jawaban yang jelas dan singkat tapi secara umum dapat dikatakan

sebagai suatu kumpulan problema anatomic dan kimiawi yang merupakan akibat dari

sejumlah faktor dimana didapat defisiensi insulin absolute atau relatif dan gangguan fungsi

insulin. Tampaknya terapat pada keluarga tertentu, berhubungan dnegan aterosklerosis

yang dipercepat, dan merupakan predisposisi untuk terjadinya kelainan mikrovaskular

spesifik seperti retinopati, nefropati dan neuropati.

Para pakar di Indonesia pun bersepakatan melalui PERKENI (Perkumpulan

Endokrinologi Indonesia) pada tahun 1993 untuk membicarakan standar pengelolaan

diabetes mellitus, yang kemudian melakukan revisi konsensus tersebut pada tahun 1998,

2002 dan 2006 dengan menyesuaikannya dengan perkembangan baru.

2.2. ETIOLOGI

Beberapa ahli berpendapat bahwa dengan meningkatnya umur, maka

intoleransi terhadap glukosa juga meningkat. Peningkatan kadar glukosa darah

pada usia lanjut dapat disebabkan oleh :

a) Fungsi sel pankreas dan sekresi insulin yang berkurang

6
b) Resistensi insulin

c) Aktivitas fisik yang berkurang, banyak makan, badan kegemukan.

d) Keberadaan penyakit lain, sering menderita stress, operasi.

e) Sering menggunakan bermacam-macam obat-obatan.

f) Adanya faktor keturunan

2.3. EPIDEMIOLOGI

Secara epidemiologik, diabetes sering tidak terdeteksi dan dikatakan onset atau

terjadinya diabetes adalah 7 tahun sebelum diagnosis ditegakkan, sehingga morbiditas dan

mortalitas dini terjadi pada kasus yang tidak terdeteksi ini. Penelitian lain menyatakan

bahwa dengan adanya urbanisasi, populasi diabetes tipe 2 akan meningkat 5-10 kali lipat

karena terjadi perubahan perilaku tradisional menjadi urban. Faktor resiko yang berubah

secara epidemiologik diperkirakan adalah bertambahnya usia, lebih banyak dan lebih

lamanya obesitas, distribusi lemak tubuh, kurangnya aktivitas jasmani dan

hiperinsulinemia. Semua faktor ini berinteraksi dengan beberapa faktor genetik yang

berhubungan dengan DM tipe 2.

2.4. KLASIFIKASI

Klasifikasi etiologis DM menurut ADA tahun 2005 sebagai berikut :

1. DM Tipe 1 : Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut

disebabkan oleh autoimun atau idiopatik.

2. DM Tipe 2 : Bervariasi, mulai yang dominan resistensi insulin disertai defisiensi

insulin relatif sampai yang dominan defek sekresi insulin disertai resistensi insulin.

3. DM Tipe lain :

 Defek genetik fungsi sel beta

7
 Defek genetik kerja insulin

 Penyakit eksokrin pancreas

 Endokrinopati

 Karena obat atau zat kimia

 Infeksi

 Sebab imunologi yang jarang

 Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM

4. DM Gestasional : Diabetes melitus pada kehamilan.

2.5. PATOFISIOLOGI

Pada DM tipe 1 terjadi kelainan sekresi insulin oleh sel beta pankreas. Pada DM tipe

2 jumlah insulin normal tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel

yang kurang sehingga glukosa yang masuk ke dalam sel sedikit dan glukosa dalam darah

menjadi meningkat.

2.5.1. Diabetes melitus tipe 1

Pada DM tipe I ( DM tergantung insulin (IDDM), sebelumnya disebut diabetes

juvenilis), terdapat kekurangan insulin absolut sehingga pasien membutuhkan suplai

insulin dari luar. Keadaan ini disebabkan oleh lesi pada sel beta pankreas karena

mekanisme autoimun, yang pada keadaan tertentu dipicu oleh infeksi virus. DM tipe I

terjadi lebih sering pada pembawa antigen HLA tertentu (HLA-DR3 dan HLA-DR4), hal

ini terdapat disposisi genetik. Diabetes mellitus tipe 1, diabetes anak-anak (bahasa

Inggris: childhood-onset diabetes, juvenile diabetes, insulin-dependent diabetes mellitus,

IDDM) adalah diabetes yang terjadi karena berkurangnya rasio insulin dalam sirkulasi

8
darah akibat defek sel beta penghasil insulin pada pulau-pulau Langerhans pankreas.

IDDM dapat diderita oleh anak-anak maupun orang dewasa, namun lebih sering didapat

pada anak – anak.

2.5.2 Diabetes Melitus tipe 2

Pada DM tipe II (DM yang tidak tergantung insulin (NIDDM), sebelumnya

disebut dengan DM tipe dewasa) hingga saat ini merupakan diabetes yang paling sering

terjadi. Pada tipe ini, disposisi genetik juga berperan penting. Namun terdapat defisiensi

insulin relatif; pasien tidak mutlak bergantung pada suplai insulin dari luar. Pelepasan

insulin dapat normal atau bahkan meningkat, tetapi organ target memiliki sensitifitas

yang berkurang terhadap insulin. Sebagian besar pasien DM tipe II memiliki berat badan

berlebih. Obesitas terjadi karena disposisi genetik, asupan makanan yang terlalu banyak,

dan aktifitas fisik yang terlalu sedikit. Ketidakseimbangan antara suplai dan pengeluaran

energi meningkatkan konsentrasi asam lemak di dalam darah. Hal ini selanjutnya akan

menurunkan penggunaan glukosa di otot dan jaringan lemak. Akibatnya, terjadi resistensi

insulin yang memaksa untuk meningkatan pelepasan insulin. Akibat regulasi menurun

pada reseptor, resistensi insulin semakin meningkat. Obesitas merupakan pemicu yang

penting, namun bukan merupakan penyebab tunggal diabetes tipe II. Penyebab yang lebih

penting adalah adanya disposisi genetic yang menurunkan sensitifitas insulin. Sering kali,

pelepasan insulin selalu tidak pernah normal. Beberapa gen telah di identifikasi sebagai

gen yang menigkatkan terjadinya obesitas dan DM tipe II. Diantara beberapa factor,

kelaian genetic pada protein yang memisahkan rangkaian di mitokondria membatasi

penggunaan substrat. Jika terdapat disposisi genetik yang kuat, diabetes tipe II dapat

terjadi pada usia muda. Penurunan sensitifitas insulin terutama mempengaruhi efek

9
insulin pada metabolisme glukosa, sedangkan pengaruhnya pada metabolisme lemak dan

protein dapat dipertahankan dengan baik. Jadi, diabetes tipe II cenderung menyebabkan

hiperglikemia berat tanpa disertai gangguan metabolisme lemak.

2.5.3 Diabetes tipe lain

Defisiensi insulin relative juga dapat disebabkan oleh kelainan yang sangat jarang

pada biosintesis insulin, reseptor insulin atau transmisi intrasel. Bahkan tanpa ada

disposisi genetic, diabetes dapat terjadi pada perjalanan penyakit lain, seperti pancreatitis

dengan kerusakan sel beta atau karena kerusakan toksik di sel beta. Diabetes mellitus

ditingkatkan oleh peningkatan pelepasan hormone antagonis, diantaranya, somatotropin

(pada akromegali), glukokortikoid (pada penyakit Cushing atau stress), epinefrin (pada

stress), progestogen dan kariomamotropin (pada kehamilan), ACTH, hormone tiroid dan

glucagon. Infeksi yang berat meningkatkan pelepasan beberapa hormone yang telah

disebutkan di atas sehingga meningkatkan pelepasan beberapa hormone yang telah

disebutkan diatas sehingga meningkatkan manifestasi diabetes mellitus. Somatostatinoma

dapat menyebabkan diabetes karena somatostatin yang diekskresikan akan menghambat

pelepasan insulin. (Silabernagi,2002)

2.3.4 Diabetes Gestasional

Kehamilan merupakan satu “keadaan diabetogenik” dengan meningkatnya

resistensi insulin dan ambilan glukosa perifer yang menurun (akibat hormone plasenta

yang memiliki aktivitas anti insulin). Adaptasi ini berlangsung untuk menjamin agar janin

dapat menerima asupan gulkosa secara kontinyu.

10
Pada Diabetes Melitus Gestasional, selain terjadi perubahan-perubahan fisiologis

hormonal dan metabolic yang normal pada kehamilan, didapatkan keadaan jumlah/fungsi

insulin ibu yang tidak optimal. Serta terjadi juga perubahan kinetika insulin dan resistensi

terhadap efek insulin. Akibatnya adalah komposisi sumber energi dalam plasma ibu

berubah (kadar gula darah tinggi, sementara itu kadar insulin tetap tinggi).

Melalui difusi terfasilitasi dalam membrane plasenta, pada sirkulasi janin juga

ikut terjadi komposisi sumber energy yang abnormal yang dapat menyebabkan

kemungkinan terjadi berbagai komplikasi. Selain itu terjadi juga hiperinsulinemia,

hipokolosemia, hiperbilirubinemia, dan sebagainya). Dalam hal ini terjadi berbagai

kelainan yang menyebabkan pelbagai komplikasi pada ibu dan janin. Pada intinya,

Diabetes Melitus pada kehamilan dapat terjadi karena proses kehamilan itu sendiri,

Namun juga dapat terjadi karena Diabetes Melitus tipe 1 atau 2 yang baru diketahui pada

saat hamil. Bila Diabetes Melitus terjadi karena proses kehamilan itu sendiri, setelah

melahirkan kadar gula darahnya akan kembali menjadi normal dan dalam beberapa tahun

kemudian kemungkinan baru akan benar-benar menetap menjadi Diabetes Melitus.

Diabetes Melitus pada kehamilan dapat terjadi karena perubahan metabolik

fisiologik yang terjadi pada saat kehamilan. Perubahan tersebut mengarah pada terjadinya

resistensi insulin. Bila sel beta pankreas tidak dapat mengimbangi perubahan tersebut,

maka akan terjadi Diabetes Melitus pada kehamilan. Setelah melahirkan, karena

perubahan fisiologis pada saat hamil telah hilang, maka ibu akan menjadi normal

kembali. Namun sebaliknya, bila ibu sebelumnya sudah menyandang Diabetes Melitus

dan baru diketahui Diabetes Melitus pada saat hamil, maka setelah melahirkan ibu tetap

akan menderita Diabetes Melitus.

11
2.6. MANIFESTASI KLINIS

Keluhan klasik DM berupa: Poliuria, polldipsia, polifagia dan penurunan berat badan

yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.

Keluhan lain yang dapat ditemukan antara lain :

a) Gangguan penglihatan: katarak

b) Kelainan kulit: gatal dan bisul-bisul

c) Kesemutan, rasa baal

d) Kelemahan tubuh

e) Luka atau bisul yang tidak sembuh-sembuh

f) Infeksi saluran kemih. Kelainan kulit berupa gatal, biasanya terjadi di daerah genital

ataupun daerah lipatan kulit akibat jamur.

g) Penurunan berat badan yang drastis sering terjadi pada gejala awal.

2.7. DIAGNOSIS

Diagnosis DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah dan tidak

dapat ditegakkan hanya atas dasar adanya glukosuria saja. Dalam menentukan diagnosis

DM harus diperhatikan asal bahan darah yang diambil dan cara pemeriksaan yang dipakai.

Untuk diagnosis DM, pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa darah

dengan cara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Untuk memastikan diagnosis

DM, pemeriksaan glukosa darah seyogyanya dilakukan di laboratorium klinik yang

terpercaya (yang melakukan program pemantau kendali mutu secara teratur). Walaupun

demikian, sesuai dengan kondisi setempat dapat juga dipakai bahan darah utuh (whole

12
blood), vena ataupun kapiler dengan memperhatikan angka-angka kriteria diagnosis yang

berbeda sesuai pembakuan oleh WHO. Untuk pemantauan hasil pengobatan dapat

diperiksa glukosa darah kapiler.

Ada perbedaan antara uji diagnostik DM dan pemeriksaan penyaring. Uji diagnostik

DM dilakukan pada mereka yang menunjukkan gejala/tanda DM, sedangkan pemeriksaan

penyaring bertujuan untuk mengidentifikasi mereka yang tidak bergejala, yang mempunyai

resiko DM.

Pemeriksaan penyaring dilakukan pada kelompok dengan salah satu resiko DM

sebagai berikut:

 Usia > 45 tahun

 Usia lebih muda, terutama dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) >23 kg/m2,

 Kebiasaan tidak aktif

 Turunan pertama dari orang tua dengan DM

 Riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir bayi >4000 gram, atau riwayat DM

gestasional

 DM (> 140/90)

 Kolesterol HDL < 35 mg/dl dan atau trigliserida > 250 mg/dl

 Menderita polycystic ovarial syndrome (PCOS) atau keadaan klinis lain yang terkait

dengan resistensi insulin

 Adanya riwayat toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu

(GDPT) sebelumnya

 Memiliki riwayat penyakit kardiovaskuler

13
Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa darah

sewaktu aau kadar glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti dengan tes toleransi

glukosa oral (TTGO) standar.

Pemeriksaan penyaring berguna untuk menjaring pasien DM, TGT dan GDPT,

sehingga dapat ditentukan langkah yang tepat untuk mereka. Pasien dengan TGT dan

GDPT merupakan tahapan sementara menuju DM. Setelah 5-10 tahun kemudian 1/3

kelompok TGT akan berubah menjadi DM, 1/3 lainnya tetap TGT, dan 1/3 lainnya kembali

normal. Adanya TGT sering berkaitan dengan resistensi insulin. Pada kelompok TGT ini

resiko terjadinya aterosklerosis lebih tinggi dibandingkan kelompok normal. TGT sering

bertkaitan dengan penyakit kardiovaskular, DM dan dislipidemia.

Tabel. Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa Sebagai Patokan Penyaring dan
Diagnosis DM (mg/dl)

Bukan DM Belum Pasti DM


DM

Kadar Plasma <100 100-199 > 200


GDS vena

Darah <90 90-199 > 200


kapiler

Kadar Plasma <100 100-199 > 126


GDP vena

Darah <90 90-199 >100


kapiler

(Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM tipe 2 di Indonesia,PERKENI, 2006)

14
Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara :

a. Jika keluhan klasik ditemukan, maka dilakukan pemeriksaan glukosa plasma

sewaktu ≥200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM.

b. Dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa yang lebih mudah dilakukan, mudah

diterima oleh pasien serta murah, sehingga pemeriksaan dianjurkan untuk diagnosis

DM.

c. Dengan TTGO (Tes Toleransi Glukosa Oral). Meskipun TTGO dengan beban 75 g

glukosa lebih sensitif dan spesifik dibanding dengan dengan pemeriksaan glukosa

plasma puasa, namun memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan

berulang-utang dan dalam praktik sangat jarang dilakukan.

Langkah diagnostik DM dan TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) dapat dilihat pada

gambar berikut :

Sumber : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV jilid III FK UI, 2006

15
Kriteria diagnosis DM untuk dewasa tidak hamil sebagai beikut :

1. Gejala klasik DM disertai glukosa plasma sewaktu ≥ 200rng/dL (11.1 mmol/L).

Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa

memperhatikan waktu makan terakhir, atau

2. Gejala klasik DM disertai kadar glukosa plasma puasa ≥ 126 mgldL

(7.0 mmol/L). Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8

jam, atau

3. Kadar glukosa plasma 2 jam pada TTGO 200mg/dL (11.1 mmol/L). TTGO dilakukan

dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 g glukosa

anhidrus yang dilarutkan ke dalam air.

Apabila hasil perneriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, maka dapat digolongkan

ke dalam kelompok TGT atau GDPT (Glukosa Darah Puasa Terganggu) tergantung dari

hasil yang diperoleh :

 TGT: Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO didapatkan glukosa

plasma 2 jam setelah beban antara 140-199 mg/dL (7.8-11.0 mmol/L)

 GDPT: Diagnosis GDPT ditegakkan pemeriksaan glukosa plasma puasa didapatkan

antara 100-125mg/dL(5.6-6.9 mmol/L)

Adapun Cara pelaksanaan TTGO (WHO ,1994) yaitu sebagai berikut :

1. 3 hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari (dengan karbohirat

yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa.

2. Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaaan minum air

putih tanpa glukosa tetap diperbolehkan.

3. Diperiksa kadar glukosa darah puasa.

16
4. Diberikan glukosa 75 gram ( orang dewasa), atau 1,75 gram/kgBB (anak-anak),

dilarutkan dalam air 250mL dan diminum dalam waktu 5 menit.

5. Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah

minum larutan glukasa selesai.

6. Diperiksa kadar glukosa darah 2(dua) jam sesudah beban glukosa.

7. Selama proses pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap lstirahat dan tidak merokok.

Kriteria Diagnosis DM:

1. Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl

atau

2. Gejala klasik DM + kadar glukosa plasma puasa >126 mg/dl

atau

3. Kadar glukosa plasma 2 jam pada TTGO >200 mg/dl

2.8. PENATALAKSANAAN

Diperkirakan 25-50 % dari DM lanjut usia dapat dikendalikan dengan baik hanya

dengan diet saja, 3 % membutuhkan insulin dan 20-45 % dapat diobati dengan anti diabetik

oral dan diet saja. Para ahli berpendapat bahwa sebagian besar DM pada lanjut usia adalah

tipe II dan dalam penatalaksanaannya perlu diperhatikan secara khusus, baik cara hidup

pasien, keadaan gizi dan kesehatannya, penyakit lain yang menyertai serta ada atau

tidaknya komplikasi DM.

17
Pedoman penatalaksanaan diabetes antara lain :

a) Menilai penyakitnya secara menyeluruh dan memberikan pendidikan kepada pasien dan

keluarganya.

b) Menghilangkan gejala-gejala akibat hiperglikemia.

c) Lebih bersifat konservatif, usahakan agar glukosa darah tidak terlalu tinggi (200-220

mg/dl) dan tidak terlampau rendah karena bahaya terjadinya hipoglikemia

d) Mengendalikan glukosa darah dan berat badan sambil menghindari resiko hipoglikemi.

e) Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani selama 2-4

minggu jika tidak terkontrol glukosa darahnya maka diberikan obat anti diabetes oral.

f) Pilar Pengelolaan DM

Pada dasarnya, pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan disertai dengan

latihan jasmani yang cukup selama beberapa waktu (2-4 minggu). Bila setelah itu kadar

glukosa darah masih belum dapat memenuhi kadar sasaran metabolik yang diinginkan,

baru dilakukan intervensi farmakologik dengan obat-obat anti diabetes oral atau

suntikan insulin sesuai dengan indikasi. Dalam keadaan dekompensasi metabolik berat,

misalnya ketoasidosis, DM dengan stres berat, berat badan yang menurun dengan cepat,

insulin dapat segera diberikan. Pada keadaan tertentu obat-obat anti diabetes juga dapat

digunakan sesuai dengan indikasi dan dosis menurut petunjuk dokter. Pemantauan

kadar glukosa darah bila dimungkinkan dapat dilakukan sendiri di rumah, setelah

mendapat pelatihan khusus untuk itu.

Pilar pengelolaan DM antara lain :

18
2.8.1. Edukasi

Diabetes Tipe 2 biasa terjadi pada usia dewasa, suatu periode dimana telah

terbentuk kokoh pola gaya hidup dan perilaku. Pengelolaan mandiri diabetes secara

optimal membutuhkan partisipasi aktif pasien dalam merubah perilaku yang tidak

sehat. Tim kesehatan harus mendampingi pasien dalam perubahan perilaku tersebut,

yang berlangsung seumur hidup. Keberhasilan dalam mencapai perubahan perilaku,

membutuhkan edukasi, pengembangan keterampilan (skill), dan motivasi yang

berkenaan dengan:

 Makan makanan sehat

 Kegiatan jasmani secara teratur

 Menggunakan obat-obat diabetes secara aman, teatur dan pada waktu-waktu yang

spesifik

 Melakukan pemantauan glukosa darah mandiri dan memanfaatkan berbagai informasi

yang ada

 Melakukan perawatan kaki secara berkala

 Mengelola diabetes dengan tepat

 Dapat menggunakan fasilitas perawatan kesehatan

Edukasi (penyuluhan) secara individual dan pendekatan berdasarkan penyelesaian

masalah merupakan inti perubahan perilaku yang berhasil. Perubahan perilaku

hampir sama dengan proses edukasi dan memerlukan penilaian, perencanaan,

implementasi, dokumentasi, dan evaluasi.

19
2.8.2. Perencanaan Makan

Diabetes tipe 2 merupakan suatu penyakit dengan penyebab heterogen,

sehingga tidak ada satu cara makan khusus yang dapat mengatasi kelainan ini

secara umum. Perencanaan makan harus disesuaikan menurut masing-masing

individu. Pada saat ini yang dimaksud dengan karbohidrat adalah glukosa, tepung

dan serat, sedang istilah glukosa sederhana/simpel, karbohidrat kompleks dan

karbohidrat kerja cepat tidak digunakan lagi.

Penelitian pada orang sehat maupun mereka dengan risiko diabetes mendukung

akan perlunya dimasukannya makanan yang mengandung karbohidrat terutama

yang berasal dari padi-padian, buah-buahan, dan susu rendah lemak dalam menu

makanan orang dengan diabetes. Banyak faktor yang berpengaruh pada respons

glikemik makanan, termasuk didalamnya adalah macam glukosa: (glukosa,

fruktosa, sukrosa, laktosa), bentuk tepung (amilose, amilopektin dan tepung

resisten), cara memasak, proses penyiapan makanan, dan bentuk makanan serta

komponen makanan lainnya (lemak, protein).

Pada diabetes tipe 1 dan tipe 2, pemberian makanan yang berasal dari berbagai

bentuk tepung atau sukrosa, baik langsung maupun 6 minggu kemudian ternyata

tidak mengalami perbedaan repons glikemik, bila jumlah karbohidratnya sama.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa jumlah total kalori dari makanan lebih penting

daripada sumber atau macam makanannya.

Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang

dalam hal karbohidrat, protein, dan lemak, sesuai dengan kecukupan gizi baik

20
sebagai berikut: Karbohidrat: 60-70%, Protein: 10-15%, Lemak: 20-25%.Jumlah

kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stres akut, dan kegiatan

jasmani untuk mencapai dan mempertahankan berat badan idaman.

Jumlah kalori yang diperlukan dihitung dari berat badan idaman dikalikan

kebutuhan kalori basal (30 kcal/kgBB untuk laki-laki; 25 kcal/kgBB untuk wanita).

Kemudian ditambah dengan kebutuhan kalori untuk aktivitas (10-3%); untuk atlet

dan pekerja berat dapat lebih banyak lagi sesuai dengan kalori yang dikeluarkan

dalam kegiatannya), koreksi status gizi (bila gemuk, dikurangi; bila kurus,

ditambah) dan kalori yang dibutuhkan menghadapi stres akut (misalnya infeksi,

dsb.) sesuai dengan kebutuhan. Untuk masa pertumbuhan (anak dan dewasa muda)

serta ibu hamil diperlukan perhitungan tersendiri.

Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut di atas dibagi

dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), siang (30%) dan sore (25%) serta 2-3

porsi makanan ringan (10-15%) di antaranya. Pembagian porsi tersebut sejauh

mungkin disesuaikan dengan kebiasaan pasien untuk kepatuhan pengaturan

makanan yang baik. Untuk pasien DM yang mengidap pula penyakit lain, pola

pengaturan makan disesuaikan dengan penyakit penyertanya. Perlu diingatkan

bahwa pengaturan makan pasien DM tidak berbeda dengan orang normal, kecuali

jumlah kalori dan waktu makan yang terjadwal.

Untuk kelompok sosial ekonomi rendah, makanan dengan komposisi

karbohidrat sampai 70-75% juga memberikan hasil yang baik.Jumlah kandungan

kolesterol <300 mg/hari. Diusahakan lemak dari sumber asam lemak tidak jenuh

dan menghindari asam lemak jenuh. Jumlah kandungan serat + 25 g/hari.

21
Diutamakan serat larut (soluble fibre).

Pasien DM dengan glukosa darah yang normal masih diperbolehkan

mengkonsumsi garam seperti orang sehat, kecuali bila mengalami DM, harus

mengurangi konsumsi garam. Pemanis buatan dapat dipakai secukupnya. Glukosa

sebagai bumbu masakan tetap diizin-kan. Pada keadaan kadar glukosa darah

terkendali, masih diperbolehkan untuk mengkonsumsi sukrosa (glukosa pasir)

sampai 5% kalori. Untuk mendapatkan kepatuhan ter- hadap pengaturan makan

yang baik, adanya pengetahuan mengenai bahan penukar akan sangat membantu

pasien.

2.8.3. Latihan jasmani

Latihan jasmani mempunyai peran yang sangat penting dalam penatalaksanaan

diabetes tipe 2. Latihan jasmani dapat memperbaiki sensitifitas insulin, sehingga

akan memperbaiki kendali glukosa dan selain itu dapat pula menurunkan berat

badan. Di samping kegiatan jasmani sehari-hari, dianjurkan juga melakukan latihan

jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang lebih 30 menit. Kegiatan

yang dapat dilakukan adalah jalan atau bersepeda santai, bermain golf atau

berkebun. Bila hendak mencapai tingkat yang lebih baik dapat dilakukan kegiatan

seperti, dansa, jogging, berenang, bersepeda menanjak atau mencangkul tanah di

kebun, atau dengan cara melakukan kegiatan sebelumnya dengan waktu yang lebih

panjang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur, kondisi sosial

ekonomi, budaya dan status kesegaran jasmaninya.

22
2.8.4. Farmakologis

Jika pasien telah menerapkan pengaturan makan dan latihan jasmani yang

teratur namun sasaran kadar glukosa darah belum tercapai dipertimbangkan

penggunaan obat-obat anti diabetes oral sesuai indikasi dan dosis menurut petunjuk

dokter. Untuk dapat mencegah terjadinya komplikasi kronik, diperlukan

pengendalian DM yang baik. Diabetes mellitus terkendali baik tidak berarti hanya

kadar glukosa darahnya saja yang baik, tetapi harus secara menyeluruh kadar

glukosa darah, status gizi, tekanan darah, kadar lipid/ lemak dan A1c.

A. Macam-macam obat anti hiperglikemik oral

1. Golongan insulin sensitizing

a. Biguanid

Yang banyak dipakai saat ini adalah metformin. Metformin terdapat dalam

konsentrasi yang tinggi di usus dan hati, tidak dometabolisme, tapi secara cepat

dikeluarkan melalui ginjal. Karena cepatnya proses tersebut, maka metformin

diberikan 2-3x/hari kecuali dalam bentuk extended release. Pengobatan dengan

dosis maksimal dapat menurunkan A1c 1-2%. Efek samping yang terjadi adalah

asidosis laktat, dan sebaiknya tidak digunkaan apada pasien dengan gangguan

fungsi ginjal (creatinin >1,3 mg/dl pada perempuan dan >1,5 mg/dl pada laki-laki)

atau pada gangguan fungsi hati dan gagal jantung, serta harus diberikan dengan

hati-hati pada lansia.

Mekanisme kerja. Metformin menurunkan kadar glukosa darah melalui

pengaruhnya terhadap kerja insulin pada tingkat seluler, distal reseptor insulin dan

23
menurunkan produksi glukosa hati. Metformin meningkatkan pemakaian glukosa

oleh sel usus sehingga menurunkan glukosa darah dan juga diduga menghambat

absorbsi glukosa di usus seusai makan. Setelah diberikan peroral, metformin akan

mencapai kadar tertinggi dalam darah setelah 2 jam dan diekskresi lewat urin dalam

keadaan utuh.

Metformin akan menurunkan kadar glukosa darah tapi tidak menyebabkan

hipoglikemi, sehingga tidak dinyatakan sebagai obat hipoglikemik, tapi sebagai

obat anti hiperglikemik. Pada pemakaian kombinasi dengan sulfonilurea,

hipoglikemik bisa terjadi akibat pengaruh sulfonilurea. Pada keadaan tunggal

metformin dapat menurunkan kadar glukosa darah sampai 20% dan konsentrasi

insulin plasma pada keadaan basal juga turun. Metformin tidak menyebabkan

kenaikan berat badan seperti pada penggunaan sulfonilurea.

Pemakaian kombinasi dengan sulfonilurea sudah dapat dianjurkan sejak awal

pengelolaan diabetes dan hanya 50% pasien DM tipe 2 yang kemudian dapat

dikendalikan dengan pengobatan tunggal metformin atau sulfonilurea sampai dosis

maksimal.

Kombinasi insulin dengan metformin dapat dipertimbangkan pada pasien

gemuk dengan kadar glikemia yang sukar dikendalikan. Kombinasi insulin dengan

sulfonilurea lebih baik daripada kombinasi insulin dengan metformin. Peneliti lain

ada yang mendapatkan kombinasi insulin dengan metformin lebih baik daripada

hanya insulin saja.

24
Efek samping gastrointestinal sering ditemukan pada pemakaian awal

metformin dan bisa dikurangi dengan memberikan obat dimulai dengan dosis

rendah dan diberikan bersamaan dengan makanan.

Disamping berpengaruh pada glukosa darah, metformin juga berpengaruh pada

komponen lain resistensi insulin yaitu lipid, tekanan darah dan plasminogen

activator inhibitor (PAI-I).

Penggunaan dalam klinik. Metformin dapat digunakan sebagai monoterapi dan

sebagai kombinasi dengan SU, repaglinid, nateglinid, penghambat alfa glikosidase

dan glitazone. Efektivitas insulin menurunkan kadar glukosa pada orang gemuk

sebanding dengan SU. Karena kemampuannya mengurangi resistensi insulin,

mencegah penambahan berat badan dan memperbaiki profil lipid, maka metformin

sebagai monoterapi pada awal pengelolaan DM pada orang gemuk dengan

dislipidemi dan resistensi insulin berat merupakan pilihan pertama. Bila monoterapi

tidak berhasil, dapat dilakukan kombinasi dengan SU atau obat anti diabetik lain.

b. Glitazone

Golongan Thiazolidinediones atau glitazone adalah golongan obat yang juga

memiliki efek farmakologis untuk meningkatkan sensitivitas insulin. Obat ini dapat

diberikan secara oral, kimiawi maupun fungsional tidak berhubungan dengan obat

oral lainnya. Monoterapi dengan glitazon dapat memperbaiki konsentrasi glukosa

darah puasa hingga 59-80 mg/dl dan A1c 1,4-2,6% dibanding dengan plasebo.

Mekanisme kerja. Glitazon merupakan agonist peroxisome proliferator-

activated receptor gamma (PPAR) yang sangat selektif dan poten. Reseptor PPAR

gamma terdapat di dalam jaringan target kerja insulin seperti jaringan adiposa, otot

25
skelet dan hati, sedang reseptor pada organ tersebut merupakan reglukosator

homeostasis lipid, diferensiasi adiposit dan kerja insulin.

Glitazone dapat merangsang ekspresi beberapa protein yang dapat

memperbaiki sensitivitas insulin dan memprebaiki glikemia (GLUT-1, GLUT-4,

dll) selain itu dapat mempengaruhi ekspresi dan pelepasan mediator resistensi

insulin, seperti TNF alfa, leptin, dll.

Glitazone diabsorbsi dengan cepat dan konsentrasi tertinggi terjadi setelah 1-2

jam dan makanan tidak tidak mempengaruhi farmakokinetik obat ini. Penggunaan

dalam klinik.. Rosiglitazone dan pioglitazon dapat digunakan sebagai monoterapi

maupun kombinasi dengan metformin dan sekretagok insulin.

2. Golongan sekretagok insulin

Sekretagok insulin mempunyai efek hipoglikemi dengan cara stimulasi sekresi insulin

oleh sel beta pankreas. Golongan ini meliputi sulfonilurea dan glinid.

a. Sulfonilurea

Sulfonilurea telah digunakan untuk pengobatan DM tipe 2 sejak tahun 1950-an.

Obat ini digunakan sebagai terapi farmakologis pada awal pengobatan DM dimulai.

Terutama bila konsentrasi glukosa tinggi dan sudah terjadi gangguan sekresi

insulin.

Mekanisme kerja. Efek hipoglikemi sulfonilurea adalah dengan merangsang

channel K yang tergantung pada ATP dari sel beta pankreas. Bila sulfonilurea

terikat pada reseptor channel tersebut, maka akan terjadi penutupan. Keadaan ini

akan menyebabkan terjadinya penurunan permeabilitas K pada membran sel beta,

terjadi depolarisasi membran dan membuka channel Ca tergantung voltase, dan

26
penyebabkan peningkatan Ca intrasel, ion Ca akan terikat pada Calmodulin dan

menyebabkan eksositosis granul yang mengandung insulin.

Golongan ini bekerja dengan merangsang sel beta pankreas untuk melepaskan

insulin yang tersmpan. Karena itu hanay bermanfaat pada pasien yang masih dapat

mengeluarkan insulin.Untuk mengurangi hipoglikemi terutama pada pasien tua,

dipilih obat yang masa kerjanya paling singkat. Obat sulfonilurea dengan masa

kerja panjang sebaiknya tidak dipakai pada usia lanjut. Selain pada orang tua,

hipoglikemi juga sering terjadi pada pasien gagal ginjal, gangguan fungsi hati berat

dan pasien dengan asupan makanan yang kurang dan jika digunakan bersama obat

sulfa.

Glibenklamid menurunkan glukosa darah puasa lebih besar (36%) daripada

glukosa setelah makan (21%).Penggunaan dalam klinik. Pada pemakaian

sulfonilurea umumnya selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk menghindari

kemungkinan hipoglikemi. Bila kadar glukosa darah sangat tinggi dapat diberikan

sulfonilurea dengan dosis yang lebih besar dengan perhatian khusus bahwa

beberapa hari sudah dapat diperoleh efek klinis yang jelas dan dalam satu minggu

sudah terjadi penurunan kadar glukosa yang cukup bermakna.

Dosis permulaan tergantung pada beratnya hiperglikemi. Bila konsentrasi

glukosa puasa <200 mg/dl sebaiknya dimulai dengan dosis kecil dan dititrasi

bertahap setelah 1-2 minggu sehingga tercapai kadar GDP 90-130 mg/dl. Bila GDP

>200 mg/dl bisa diberikan dosis awal yang lebih besar. Obat sebaiknya diberikan ½

jam sebelum makan karena diserap dengan baik. Pada obat yang diberikan satu kali

27
setiap hari sebaiknya diberikan saat makan pagi atau saat makan porsi besar.

Kombinasi sulfonilurea dengan insulin lebih baik daripada insulin sendiri dan dosis

insulin yang dibutuhkan pun lebih rendah.

b. Glinid

Sekretagok insulin yang baru, bukan merupakan sulfonilurea. Kerjanya juga

melalui reseptor sulfonilurea, memiliki kemiripan struktur dengan sulfonilurea

namun berbeda efeknya. Repaglinid dan nateglinid keduanya diabsorbsi dengan

cepat setelah pemberian secara oral dan cepat dikeluarkan melalui metabolisme

dalam hati hingga diberikan 2-3 x/hari. Repaglinid bisa menurunkan kadar glukosa

darah puasa mesk masa paruhnya singkat karena menempel pada reseptor

sulfonilurea. Nateglinid mempunyai masa tinggal yang lebih singkat dan tidak

menurunkan kadar glukosa darah puasa. Keduanya merupakan sekretagok yang

khusus menurunkan kadar glukosa postprandial dengan efek hipoglikemik yang

minimal. Kekuatan untuk menurunkan kadar A1c tidak begitu kuat.

3. Penghambat alfa glukosida

Obat ini menghambat enzim alfa glukosidase di dalam saluran cerna sehingga

dapat meurunkan penyerapan glukosa dan menurukan hiperglikemi postprandial. Obat

ini bekerja di lumen usus, tidak menyebabkan hipoglikemi dan tidak berpengaruh pada

kadar insulin.

Acarbose merupakan penghambat kuat enzim alfa glukosidase yang terdapat pada

dinding enterosit yang terletak pada bagian proksimal usus halus. Secara klinis akan

28
terjadi hambatan pembentukan monosakarida intraluminal, menghambat dan

memperpajang peningkatan glukosa darah postprandial dan mempengaruhi respon

insulin plasma. Ebagai monoterapi tidak dapat merangsang sekresi insuli dan tidak

menyebabkan hipoglikemi. Efek samping pada GI tract seperti meteorismus,

flatulence dan diare.

Penggunaan dalam klinik bisa digunakan sebagai monoterapi atau

kombinasidengan insulin, metformin, glitazone, atau sulfonilurea. Untuk efek

maksimal, obat harus diberikan segera saat makan utama. Monoterapi dengan acarbose

menurunkan rata-rata glukosa postprandial 40-60 mg/dl dan GDP10-20 mg/dl, A1c

sebesar 0,5-1%. Dengan terapi kombinasi dengan sulfonilurea, metformin atau insulin,

acarbose bisa menurunkan lebih banyak A1c sebesar 0,3-0,5% dan rata-rata glukosa

post prandial 20-30 mg/dl dari keadaan sebelumnya.

B. Terapi Insulin Pada Pasien Diabetes Melitus

Pengaruh fisiologis insulin dan indikasi penggunaannya

a. Insulin adalah hormon yang diproduksi oleh sel beta dari pulau langerhans pankreas.

Isulin dibentuk dari proinsulin yang kemudian distimulasi terutama oleh peningkatan

kadar glukosa darah.

b. Insulin memiliki beberapa pengaruh terhadap jaringan tubuh yaitu menstimulasi

pemasukan asam amino ke dalam sel dan kemudian meningkatkan sintesa protein.

Insulin meningkatkan penyimpanan lemak dan mencegah penggunaan lemak sebagai

bahan energi. Insulin juga menstimulasi pemasukan glukosa ke dalam sel ntuk

digunakan sebagai sumber energi dan membantu penyimpanan glikogen di dalam sel

otot dan hati.

29
c. Insulin endogen adalah insulin yang dihasilkan oleh pankreas sedangkan insulin

eksogen adalah insulin yang disuntikka dan merupakan suatu produk farmasi.

Indikasi terapi insulin

a. Semua orang dengan DM tipe 1.

b. Orang dengan DM tipe 2 tertentu mungkin memerlukan insulin bila terapi jenis lain

tidak dapat mengendalikan kadar glukosa darah atau bila mengalami stres fisiologis

seperti pada tindakan pembedahan.

c. Orang dengan DM gestasi membutuhkan insulin bila diet saja tidak dapat

mengendalikan kadar glukosa darah.

d. Pada DM dengan ketoasidosis.

e. Pasien DM yang mendapat nutrisi parenteral atau yang memerlukan suplemen tinggi

kalori, untuk memenuhi kebutuhan energi yang meningkat, secara bertahap akan

memerlukan insulin eksogen untuk mempertahankan kadar glukosa darah mendekati

normal selama periode resistensi insulin atau ketika terjadi peningkatan kebutuhan

insulin

f. Pada pasien DM dengan komplikasi akut berupa koma hiperosmolar non ketotik

Memulai alur pemberian insulin

a. Pada pasien DM tipe 1 terapi insulin dapat diberikan segera setelah diagnosis

ditegakkan. Pada pasien ini terapi yang dianjurkan adalah injeksi harian multipel untuk

mencapai kendali kadar glukosayang baik. Selain itu pemberian bisa juga dilakukan

dengan pompa insulin.

30
b. Menurut PERKENI 2006 dan Konsensus ADA-EASD tahun 2006, sebagai pegangan,

jika kadar glukosa darah tidak terkontrol dengan baik (A1c>6,5%) dalam jangka

awaktu 3 bulan dengan 2 obat oral, maka sudah ada indikasi untuk memulai terapi

kombinasi obat antidiabetik oral dan insulin.

C. Terapi Kombinasi

Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk

kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa darah.

Bersamaan dengan pengaturan diet dan kegiatan jasmani, bila diperlukan dapat

dilakukan pemberian OHO tunggal atau kombinasi OHO sejak dini. Terapi dengan

OHO kombinasi (secara terpisah ataupun fixed-combination dalam bentuk tablet

tunggal), harus dipilih dua macam obat dari kelompok yang mempunyai mekanisme

kerja berbeda. Bila sasaran kadar glukosa darah belum tercapai, dapat pula diberikan

kombinasi tiga OHO dari kelompok yang berbeda atau kombinasi OHO dengan

insulin. Pada pasien yang disertai dengan alasan klinis di mana insulin tidak

memungkinkan untuk dipakai, terapi dengan kombinasi tiga OHO dapat menjadi

pilihan. Untuk kombinasi OHO dan insulin, yang banyak dipergunakan adalah

kombinasi OHO dan insulin basal (insulin kerja menengah atau insulin kerja panjang)

yang diberikan pada malam hari menjelang tidur. Dengan pendekatan terapi tersebut

pada umumnya dapat diperoleh kendali glukosa darah yang baik dengan dosis insulin

yang cukup kecil. Dosis awal insulin kerja menengah adalah 6-10 unit yang diberikan

sekitar jam 22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan menilai kadar

glukosa darah puasa keesokan harinya. Bila dengan cara seperti di atas kadar glukosa

31
darah sepanjang hari masih tidak terkendali, maka OHO dihentikan dan diberikan

terapi kombinasi insulin. (PERKENI,2011)

2.9. KOMPLIKASI

Komplikasi diabetes mellitus yang dapat ditemukan, antara lain :

a) Hipoglikemia. Merupakan salah satu komplikasi akut yang tidak jarang terjadi dan

ditandai dengan kadar glukosa darah di bawah 50-60 mg/dl.

b) Infeksi. Pengidap diabetes, cenderung terkena infeksi karena bakteri tumbuh baik jika

kadar glukosa darah tinggi dan pertahanan tubuh rendah.

c) Komplikasi kronis penyakit jantung dan pembuluh darah.

d) Kerusakan pada ginjal (Nefropati). Adanya gagal ginjal dibuktikan dengan kenaikan

kadar kreatinin atau ureum serum yang berkisar antara 2% sampai 7,1% pasien diabetes

melitus. Adanya proteinuria yang persisten tanpa adanya kelainan ginjal yang lain

merupakan salah satu tanda awal nefropati diabetik.

e) Kerusakan saraf (Neuropati)

f) Kerusakan pada mata (Retinopati)

2.10. STRATEGI PENCEGAHAN

Dalam jangka waktu 30 tahun penduduk Indonesia akan naik sebesar 40% dengan

peningkatan jumlah pasien diabetes yang jauh lebih besar yaitu 86-138% yang

disebabkan oleh karena :

a) faktor demografi, antara lain :

32
 jumlah penduduk meningkat

 penduduk usia lanjut bertambah banyak

 urbanisasi makin tak terkendali

b) gaya hidup yang kebarat-baratan

 penghasilan per kapita tinggi dan restoran siap santap

 sedentary life style

c) berkurangnya penyakit infeksi dan kurang gizi

d) meningkatnya pelayanan kesehatan hingga umur pasien diabetes semakin panjang

Mengingat jumlah pasien yang akan membengkak dan besarnya biaya perawatan diabetes

yang terutama disebabkan oleh karena komplikasinya, maka upaya yang baik adalah

pencegahan. Menurut WHO tahun 1994, upaya pencegahan pada diabetes ada tiga jenis,

antara lain :

a. Pencegahan primer. Semua aktivitas yang digunakan untuk mencegah timbulnya

hiperglikemia pada inividu yang beresiko mengidap diabetes mellitus atau pada

populasi.

b. Pencegahan sekunder. Menemukan pengidap DM sedini mungkin, misalnya dengan tes

penyaringan. Dengan demikian pasien diabetes yang sebelumnya tidak terdiagnosis

dapat terjaring.

c. Pencegahan tersier. Semua upaya untuk mencegah komplikasi atau kecacatan akibat

komplikasi tersebut. Usaha ini meliputi :

 mencegah timbulnya komplikasi

 mencegah progresi dari komplikasi

33
 mencegah kecacatan tubuh

Strategi pencegahan yang dapat dilakukan adalah dengan melalui pendekatan masyarakat

yang bertujuan untuk mengubah perilaku masyarakat umum dan pendekatan individu

beresiko tinggi yang dilakukan pada individu yang beresiko mengidap diabetes.

a) Pendekatan populasi/masyarakat

Bertujuan untuk mengubah perilaku masyarakat umum, antara lain mendidik

masyarakat agar menjalankan cara hidup sehat dan menghindari cara hidup beresiko.

Upaya ini ditujukan tidak hanya untuk mencegah diabetes tetapi untuk mencegah

penyakit lain sekaligus. Upaya ini sangat berat karena target populasinya sangat luas,

oleh karena itu harus dilakukan tidak hanya oleh profesi tetapi juga oleh seluruh lapisan

masyarakat.

b) Pendekatan individu beresiko tinggi

Semua upaya pencegahan yang dilakukan pada individu yang beresiko mengidap

diabetes mellitus. Antara lain :

a. umur > 40 tahun

b. gemuk

c. DM

d. riwayat keluarga DM

e. riwayat melahirkan bayi >4 kg

f. riwayat DM pada saat kehamilan

g. dislipidemia

34
Pencegahan primer adalah cara yang paling sulit karena yang menjadi sasaran adalah

orang-orang yang belum sakit artinya mereka masih sehat. Cakupannya menjadi sangat

luas. Yang bertanggung jawab bukan hanya profesi tetapi seluruh lapisan masyarakat. Pada

pencegahan sekunder, penyuluhan tentang perilaku sehat seperti pada pencegahan primer

pun harus dilakukan, ditambah dengan peningkatan pelayanan kesehatan primer di pusat-

pusat pelayanan kesehatan mulai dari rumah sakit sampai puskesmas. Pada tahun 1994,

WHO menyatakan bahwa pendeteksian pasien baru dengan cara skrining dimasukkan ke

dalam upaya pencegahan sekunder agar supaya bila diketahui lebih dini komplikasi dapat

dicegah. (Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III, 2006).

2.11. MASALAH-MASALAH PADA PENYAKIT DIABETES MELITUS

2.11.1 Diabetes dengan Infeksi

Adanya infeksi pada pasien sangat berpengaruh terhadap pengendalian glukosa


darah. Infeksi dapat memperburuk kendali glukosa darah, dan kadar glukosa darah yang
tinggi meningkatkan kemudahan atau memperburuk infeksi. Infeksi yang banyak terjadi
antara lain:

 Infeksi saluran kemih (ISK)


 Infeksi saluran nafas: pneumonia, TB Paru
 Infeksi kulit: furunkel, abses
 Infeksi rongga mulut: infeksi gigi dan gusi
 Infeksi telinga: otitis eksterna maligna
 ISK merupakan infeksi yang sering terjadi dan lebih sulit dikendalikan. Dapat
mengakibatkan terjadinya pielonefritis dan septikemia. Kuman penyebab yang sering
menimbulkan infeksi adalah: Escherichia coli dan Klebsiella. Infeksi jamur spesies
kandida dapat menyebabkan sistitis dan abses renal. Pruritus vagina adalah manifestasi
yang sering terjadi akibat infeksi jamur vagina.

35
 Pneumonia pada diabetes biasanya disebabkan oleh: streptokokus, stafilokokus, dan
bakteri batang gram negatif. Infeksi jamur pada pernapasan oleh aspergillosis, dan
mucormycosis juga sering terjadi.
 Penyandang diabetes lebih rentan terjangkit TBC paru. Pemeriksaan rontgen dada,
memperlihatkan pada 70% penyandang diabetes terdapat lesi paru-paru bawah dan
kavitasi. Pada penyandang diabetes juga sering disertai dengan adanya resistensi obat-
obat Tuberkulosis.
 Kulit pada daerah ekstremitas bawah merupakan tempat yang sering mengalami infeksi.
Kuman stafilokokus merupakan kuman penyebab utama. Ulkus kaki terinfeksi biasanya
melibatkan banyak mikro organisme, yang sering terlibat adalah stafilokokus,
streptokokus, batang gram negatif dan kuman anaerob.
 Angka kejadian periodontitis meningkat pada penyandang diabetes dan sering
mengakibatkan tanggalnya gigi. Menjaga kebersihan rongga mulut dengan baik
merupakan hal yang penting untuk mencegah komplikasi rongga mulut.
pada penyandang diabetes, otitis eksterna maligna sering kali tidak terdeteksi sebagai
penyebab infeksi.
2.11.2. Diabetes dengan Nefropati Diabetik

 Sekitar 20-40% penyandang diabetes akan mengalami nefropati diabetik


 Didapatkannya albuminuria persisten pada kisaran 30-299 mg/24 jam (albuminuria
mikro) merupakan tanda dini nefropati diabetik
 Pasien yang disertai dengan albuminuria mikro dan berubah menjadi albuminuria makro (
>300 mg/24 jam), pada akhirnya sering berlanjut menjadi gagal ginjal kronik stadium
akhir.
Diagnosis
 Diagnosis nefropati diabetik ditegakkan jika didapatkan kadar albumin > 30 mg
dalam urin 24 jam pada 2 dari 3 kali pemeriksaan dalam kurun waktu 3- 6 bulan,
tanpa penyebab albuminuria lainnya.

Penatalaksanaan

 Kendalikan glukosa darah

36
 Kendalikan tekanan darah
 Diet protein 0,8 gram/kgBB per hari. Jika terjadi penurunan fungsi ginjal yang
bertambah berat, diet protein diberikan 0,6 – 0,8 gram/kg BB per hari.
 Terapi dengan obat penyekat reseptor angiotensin II, penghambat ACE, atau
kombinasi keduanya. Jika terdapat kontraindikasi terhadap penyekat ACE atau
reseptor angiotensin, dapat diberikan antagonis kalsium non dihidropiridin.
 Apabila serum kreatinin >2,0 mg/dL sebaiknya ahli nefrologi ikut dilibatkan
 Idealnya bila klirens kreatinin <15 mL/menit sudah merupakan indikasi terapi
pengganti (dialisis, transplantasi).

2.11.3. Diabetes dengan Disfungsi Ereksi (DE)

 Prevalensi DE pada penyandang diabetes tipe 2 lebih dari 10 tahun cukup tinggi dan
merupakan akibat adanya neuropati autonom, angiopati dan problem psikis.
 DE sering menjadi sumber kecemasan penyandang diabetes, tetapi jarang disampaikan
kepada dokter oleh karena itu perlu ditanyakan pada saat konsultasi.
 Pengelolaan DE pada diabetes dapat mengacu pada Penatalaksanaan Disfungsi Ereksi
(Materi Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan, IDI, 1999). DE dapat didiagnosis dengan
menggunakan instrumen sederhana yaitu kuesioner IIEF5 (International Index of Erectile
Function 5).
 Upaya pengobatan utama adalah memperbaiki kontrol glukosa darah senormal mungkin
dan memperbaiki faktor risiko DE lain seperti dislipidemia, merokok, obesitas dan
hipertensi.
 Perlu diidentifikasi berbagai obat yang dikonsumsi pasien yang berpengaruh mterhadap
timbulnya atau memberatnya DE.
 Pengobatan lini pertama ialah terapi psikoseksual dan obat oral antara lain sildenafil dan
vardenafil.

2.11.4. Diabetes dengan Kehamilan/Diabetes Melitus Gestasional

37
 Diabetes melitus gestasional (DMG) adalah suatu gangguan toleransi karbohidrat (TGT,
GDPT, DM) yang terjadi atau diketahui pertama kali pada saat kehamilan sedang
berlangsung.
 Penilaian adanya risiko DMG perlu dilakukan sejak kunjungan pertama untuk
pemeriksaan kehamilannya
 Faktor risiko DMG antara lain: obesitas, adanya riwayat pernah mengalami DMG,
glukosuria, adanya riwayat keluarga dengan diabetes, abortus berulang, adanya riwayat
melahirkan bayi dengan cacat bawaan atau melahirkan bayi dengan berat > 4000 gram,
dan adanya riwayat preeklamsia. Pada pasien dengan risiko DMG yang jelas perlu segera
dilakukan pemeriksaan glukosa darah. Bila didapat hasil glukosa darah sewaktu ≤ 200
mg/dL atau glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dL yang sesuai dengan batas diagnosis untuk
diabetes, maka perlu dilakukan pemeriksaan pada waktu yang lain untuk konfirmasi.
Pasien hamil dengan TGT dan GDPT dikelola sebagai DMG.
 Diagnosis berdasarkan hasil pemeriksaan TTGO dilakukan dengan memberikan beban 75
gram glukosa setelah berpuasa 8–14 jam. Kemudian dilakukan pemeriksaan glukosa
darah puasa, 1 jam dan 2 jam setelah beban.
 DMG ditegakkan apabila ditemukan hasil pemeriksaan glukosa darah puasa ≤ 95 mg/dL,
1 jam setelah beban < 180 mg/dL dan 2 jam setelah beban ≤ 155 mg/dL. Apabila hanya
dapat dilakukan 1 kali pemeriksaan glukosa darah maka lakukan pemeriksaan glukosa
darah 2 jam setelah pembebanan, bila didapatkan hasil glukosa darah ≥ 155 mg/dL, sudah
dapat didiagnosis sebagai DMG.
 Hasil pemeriksaan TTGO ini dapat digunakan untuk memprediksi terjadinya DM pada
ibu nantinya
 Penatalaksanaan DMG sebaiknya dilaksanakan secara terpadu oleh spesialis penyakit
dalam, spesialis obstetri ginekologi, ahli diet dan spesialis anak.
 Tujuan penatalaksanaan adalah menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu, kesakitan
dan kematian perinatal. Ini hanya dapat dicapai apabila keadaan normoglikemia dapat
dipertahankan selama kehamilan sampai persalinan.
 Sasaran normoglikemia DMG adalah kadar glukosa darah puasa ≤ 95 mg/dL dan 2 jam
sesudah makan ≤ 120 mg/dL. Apabila sasaran kadar glukosa darah tidak tercapai dengan
pengaturan makan dan latihan jasmani, langsung diberikan insulin.

38
2.11.5. Diabetes dengan Ibadah Puasa

 Penyandang diabetes yang terkendali dengan pengaturan makan saja tidak akan
mengalami kesulitan untuk berpuasa. Selama berpuasa Ramadhan, perlu dicermati
adanya perubahan jadwal, jumlah dan komposisi asupan makanan.
 Penyandang diabetes usia lanjut mempunyai kecenderungan dehidrasi bila berpuasa, oleh
karena itu dianjurkan minum yang cukup. Perlu peningkatan kewaspadaan pasien
terhadap gejala-gejala hipoglikemia. Untuk menghindarkan terjadinya hipoglikemia pada
siang hari, dianjurkan jadwal makan sahur mendekati waktu imsak/subuh, kurangi
aktivitas fisik pada siang hari dan bila beraktivitas fisik dianjurkan pada sore hari.
 Penyandang diabetes yang cukup terkendali dengan OHO dosis tunggal, juga tidak
mengalami kesulitan untuk berpuasa. OHO diberikan saat berbuka puasa. Hati-hati
terhadap terjadinya hipoglikemia pada pasien yang mendapat OHO dengan dosis
maksimal.
 Bagi yang terkendali dengan OHO dosis terbagi, pengaturan dosis obat diberikan
sedemikian rupa sehingga dosis sebelum berbuka lebih besar dari pada dosis sahur.
 Untuk penyandang diabetes DM tipe 2 yang menggunakan insulin, dipakai insulin kerja
menengah yang diberikan saat berbuka saja.
 Diperlukan kewaspadaan yang lebih tinggi terhadap terjadinya hipoglikemia pada
penyandang diabetes pengguna insulin. Perlu pemantauan yang lebih ketat disertai
penyesuaian dosis dan jadwal suntikan insulin. Bila terjadi gejala hipoglikemia, puasa
dihentikan.
 Untuk pasien yang harus menggunakan insulin dosis multipel dianjurkan untuk tidak
berpuasa dalam bulan Ramadhan.
 Sebaiknya momentum puasa Ramadhan ini digunakan untuk lebih meningkatkan
pengetahuan dan ketaatan berobat para penyandang diabetes. Dengan berpuasa
Ramadhan diharapkan adanya perubahan psikologis yang menciptakan rasa lebih sehat
bagi penyandang diabetes.

2.11.6. Diabetes pada Pengelolaan Perioperatif

39
 Tindakan operasi, khususnya dengan anestesi umum merupakan faktor stres pemicu
terjadinya penyulit akut diabetes, oleh karena itu setiap operasi elektif pada penyandang
diabetes harus dipersiapkan seoptimal mungkin sasaran kadar glukosa darah puasa <150
mg/dL, PERKENI 2002)

2.11.7. Dislipidemia pada Diabetes

Dislipidemia pada penyandang diabetes lebih meningkatkan risiko timbulnya penyakit

kardiovaskular.

 Perlu pemeriksaan profil lipid pada saat diagnosis diabetes ditegakkan. Pada pasien
dewasa pemeriksaan profil lipid sedikitnya dilakukan setahun sekali dan bila dianggap
perlu dapat dilakukan lebih sering. Sedangkan pada pasien yang pemeriksaan profil lipid
menunjukkan hasil yang baik (LDL<100mg/dL; HDL>50 mg/dL (laki-laki >40 mg/dL,
wanita >50 mg/dL); trigliserid <150 mg/dL), pemeriksaan profil lipid dapat dilakukan 2
tahun sekali.
 Gambaran dislipidemia yang sering didapatkan pada penyandang diabetes adalah
peningkatan kadar trigliserida, dan penurunan kadar kolesterol HDL, sedangkan kadar
kolesterol LDL normal atau sedikit meningkat.
 Perubahan perilaku yang tertuju pada pengurangan asupan kolesterol dan penggunaan
lemak jenuh serta peningkatan aktivitas fisik terbukti dapat memperbaiki profil lemak
dalam darah.
 Dipertimbangkan untuk memberikan terapi farmakologis sedini mungkin bagi
penyandang diabetes yang disertai dislipidemia

Target terapi:

 Pada penyandang DM, target utamanya adalah penurunan LDL

 Pada penyandang diabetes tanpa disertai penyakit kardiovaskular: LDL <100


mg/dL (2,6 mmol/L)

 Pasien dengan usia >40 tahun, dianjurkan diberi terapi statin untuk menurunkan
LDL sebesar 30- 40% dari kadar awal

40
 Pasien dengan usia <40 tahun dengan risiko penyakit kardiovaskular yang gagal
dengan perubahan gaya hidup, dapat diberikan terapi farmakologis

Pada penyandang DM dengan penyakit AcuteCCoronary Syndrome (ACS) atau


telah diketahui penyakit pembuluh darah lainnya atau mempunyai banyak faktor risiko
maka :

 LDL <70 mg/dL (1,8 mmol/L)

 Semua pasien diberikan terapi statin untuk menurunkan LDL sebesar 30-40%.

 Trigliserida < 150 mg/dL (1,7 mmol/L)

 HDL > 40 mg/dL (1,15 mmol/L) untuk pria dan >50 mg/dL untuk wanita

 Setelah target LDL terpenuhi, jika trigliserida ≥ 150 mg/dL (1,7 mmol/L) atau
HDL ≤ 40 mg/dL (1,15 mmol/L) dapat diberikan niasin atau fibrat

 Apabila trigliserida ≥ 400 mg/dL (4,51 mmol/L) perlu segera diturunkan dengan
terapi farmakologis untuk mencegah timbulnya pankreatitis.

 Terapi kombinasi statin dengan obat pengendali lemak yang lain mungkin
diperlukan untuk mencapai target terapi, dengan memperhatikan peningkatan
risiko timbulnya efek samping.

 Niasin merupakan salah satu obat alternatif yang dapat digunakan untuk
meningkatkan HDL, namun pada dosis besar dapat meningkatkan kadar glukosa
darah

 Pada wanita hamil penggunaan statin merupakan kontra indikasi

2.11.8. Hipertensi pada Diabetes

 Indikasi pengobatan : Bila TD sistolik >130 mmHg dan / atau TD diastolik >80 mmHg.
 Sasaran (target penurunan) tekanan darah: Tekanan darah <130/80 mmHg Bila disertai
proteinuria ≥ 1gram / 24 jam : < 125/75 mmHg

41
Pengelolaan:

 Non-farmakologis: Modifikasi gaya hidup antara lain: menurunkan berat badan,


meningkatkan aktivitas fisik, menghentikan merokok dan alkohol, serta mengurangi
konsumsi garam
 Farmakologis: Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memilih obat anti-hipertensi
(OAH):

 Pengaruh OAH terhadap profil lipid

 Pengaruh OAH terhadap metabolisme glukosa

 Pengaruh OAH terhadap resistensi insulin

 Pengaruh OAH terhadap hipoglikemia terselubung

Obat anti hipertensi yang dapat dipergunakan:

 Penghambat ACE

 Penyekat reseptor angiotensin II

 Penyekat reseptor beta selektif, dosis rendah

 Diuretik dosis rendah

 Penghambat reseptor alfa

 Antagonis kalsium

 Pada pasien dengan tekanan darah sistolik antara 130-139 mmHg atau tekanan diastolik
antara 80-89 mmHg diharuskan melakukan perubahan gaya hidup sampai 3 bulan. Bila
gagal mencapai target dapat ditambahkan terapi farmakologis
 Pasien dengan tekanan darah sistolik >140 mmHg atau tekanan diastolik >90 mmHg,
dapat diberikan terapi farmakologis secara langsung
 Diberikan terapi kombinasi apabila target terapi tidak dapat dicapai dengan monoterapi.

Catatan

42
- Penghambat ACE, penyekat reseptor angiotensin II (ARB = angiotensin II receptor blocker)
dan antagonis kalsium golongan non-dihidropiridin dapat memperbaiki mikroalbuminuria.

- Penghambat ACE dapat memperbaiki kinerja kardiovaskular.

- Diuretik (HCT) dosis rendah jangka panjang, tidak terbukti memperburuk toleransi glukosa.

- Pengobatan hipertensi harus diteruskan walaupun sasaran sudah tercapai.

- Bila tekanan darah terkendali, setelah satu tahun dapat dicoba menurunkan dosis secara
bertahap.

- Pada orang tua, tekanan darah diturunkan secara bertahap.

2.11.9. Obesitas pada Diabetes

 Prevalensi obesitas pada DM cukup tinggi, demikian pula kejadian DM dan gangguan
toleransi glukosa pada obesitas cukup sering dijumpai
 Obesitas, terutama obesitas sentral secara bermakna berhubungan dengan sindrom
dismetabolik (dislipidemia, hiperglikemia, hipertensi), yang didasari oleh resistensi
insulin
 Resistensi insulin pada diabetes dengan obesitas membutuhkan pendekatan khusus

2.11.10. Gangguan koagulasi pada Diabetes

 Terapi aspirin 75-160 mg/hari diberikan sebagai strategi pencegahan sekunder bagi
penyandang diabetes dengan riwayat pernah mengalami penyakit kardiovaskular dan
yang mempunyai risiko kardiovaskular lain.
 Terapi aspirin 75-160 mg/hari digunakan sebagai strategi pencegahan primer pada
penyandang diabetes tipe 2 yang merupakan faktor risiko kardiovaskular, termasuk
pasien dengan usia > 40 tahun yang memiliki riwayat keluarga penyakit kardiovaskular
dan kebiasaan merokok, menderita hipertensi, dislipidemia, atau albuminuria

43
 Aspirin dianjurkan tidak diberikan pada pasien dengan usia di bawah 21 tahun, seiring
dengan peningkatan kejadian sindrom Reye
 Terapi kombinasi aspirin dengan antiplatelet lain dapat dipertimbangkan pemberiannya
pada pasien yang memiliki risiko yang sangat tinggi.
 Penggunaan obat antiplatelet selain aspirin dapat dipertimbangkan sebagai pengganti
aspirin pada pasien yang mempunyai kontra indikasi dan atau tidak tahan terhadap
penggunaan aspirin. (PERKENI, 2011)

2.12. PROGNOSIS

Prognosis pada penderita diabetes tipe 2 bervariasi. Namun pada pasien diatas

prognosisnya dapat baik apabila pasien bisa memodifikasi (meminimalkan) risiko timbulnya

komplikasi dengan baik. Serangan jantung , stroke, dan kerusakan saraf dapat terjadi.

Beberapa orang dengan diabetes mellitus tipe 2 menjadi tergantung pada hemodialisa akibat

kompilkasi gagal ginjal. Ada banyak hal yang dapat dilakukan untuk meminimalkan risiko

komplikasi;

 Makan makanan yang sehat / gizi seimbang (rendah lemak, rendah gula), perbanyak

konsumsi serat (buncis 150gr/hari, pepaya, kedondong, salak, tomat, semangka,

dainjurkan pisang ambon namun dalam jumlah terbatas)

 Gunakan minyak tak jenuh / PUFA (minyak jagung)

 Hindari konsumsi alcohol dan olahraga yang berlebihan

 Pertahankan berat badan ideal

44
 Kontrol ketat kadar gula darah, HbA1c, tekanan darah, profil lipid

 Konsumsi aspirin untuk cegah ateroskelrosis (pada orang dalam kategori prediabetes)

BAB III

METODE MINI PROJECT

3.1. Rancangan Mini proyek

Mini proyek ini dilakukan dengan pengumpulan data melalui data rekam medis

elektronik maupun fisik di Puskesmas, serta kuesioner yang diberikan kepada responden

Penderita Diabetes mellitus di poli umum puskesmas Cidahu.

3.2. Waktu dan Tempat Mini proyek

Mini proyek ini dilaksanakan pada bulan September 2015 di Puskesmas Cidahu.

3.3. Populasi Mini proyek

Populasi mini proyek adalah masyarakat umum dan penderita diabetes mellitus yang

berkunjung ke poli umum puskesmas Cidahu.

45
3.4. Subjek Mini proyek

Subjek mini proyek adalah Penderita Diabetes Mellitus yang berkunjung ke poli umum

puskesmas cidahu.

BAB IV

HASIL PENELITIAN

Profil Komunitas Umum

Nama Puskesmas : UPTD Puskesmas DTP Cidahu

Kabupaten : Kuningan

Dengan/tanpa perawatan : Dengan perawatan

Nama Kepala Puskesmas : Drg. Fahmi Nurdin

4.1.1Data Geografis Wilayah Kerja Puskesmas Cidahu

PETA WILAYAH :

Gambar 2.1.1.1.1
Peta Wilayah Kerja UPTD Puskesmas DTP Cidahu

46
LUAS, BATAS DAN WILAYAH ADMINISTRATIF

a. Luas wilayah :

La
kebun Pen Huta Hut Lai
da Perk
N saw Pekar / gan n an Kol n- Juml
Desa ng/ ebun
o ah angan Tegal gon Rak Neg am Lai ah
Hu an
an an yat ara n
ma

Cihideung 39.88 19.90 5.7 132.


46 5 0 3.1 0 12 1.2
1 girang 1 4 82 867

Cihideung 131.3 6.5 251.


22 69.74 6 0 5.2 0 10 1
2 hilir 38 98 876

7.8 257.
56 28.11 89.29 4 0 7.2 0 5 1
3 Nanggela 53 453

4 Cidahu 41 24.59 29.81 5 0 2.45 0 22 0.5 2.1 168.

47
6 2 87 307

Kertawina 14.0 4.9 131.


25 17.44 4.192 5 0 0 36.4 0.5
5 ngun 5 7 522

5.0 21. 262.


54 21.5 65.69 5 4 0 30 1
6 Datar 5 089 275

187.6 2.2 275.


30 7.261 4 1.5 6.25 0 6 0
7 Bunder 39 4 626

37.90 271.9 23. 664.


104 5 21 32.1 0 64 0
8 Cieurih 8 31 876 418

46.32 150 18. 579.


108 38.47 7 20 8.6 75 0
9 Cibulan 9 00 6 997

1 45.30 2.7 18.5 84.1 10. 371.


101 101 8 0 0
0 Legok 8 5 5 35 627 37

1 16.83 81.14 168.


29 1 0 6 0 24 0 11
1 Cikeusik 1 5 976

313
32.54 48.7 5.1 478.
1 40 24.5 8 0 .18 6 0
8 5 5 133
2 Jatimulya 5

463
371.5 1405. 50. 156. 400. 173 3764
Jumlah Kec. 656 63 .18 5.2
45 79 3 25 4 .15 .82
Cidahu 5

Sumber data: UPT BP3K Cidahu 2014

b. Batas-Batas

1. Sebelah utara : Kab. Cirebon

48
2. Sebelah Timur : Kab. Cirebon

3. Sebelah Barat : Kec.Kalimanggis

4. Sebelah Selatan : Kecamatan Luragung

c. Jumlah Desa dan Wilayah Administrasi

Jumlah Desa pada wilayah kerja Puskesmas Cidahu berjumlah 12 desa yang terdiri dari :

- Desa Cihidenggirang - Desa Datar

- Desa Cihideunghilir - Desa Bunder

- Desa Nanggela - Desa Cieurih

- Desa Cidahu - Desa Cibulan

- Desa Kertawinangun - Desa Legok

- Desa Cikeusik - Desa Jatimulya

2.1.1.2 Kependudukan / Demografi

1) Komposisi dan Jumlah Penduduk

Kecamatan Cidahu pada tahun 2014 mempunyai Jumlah penduduk sebanyak 44.179 orang,
terdiri dari 22.832 laki-laki dan 21.347 orang perempuan, dengan jumlah KK sebanyak 12.472
KK. kepadatan penduduk di kecamatan Cidahu 11,74 jiwa/Km2. Jumlah Penduduk menurut
golongan umur dan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel berikut ini

49
Tabel 2.1.1.2.1.1. Jumlah Penduduk Laki-laki Berdasarkan Kelompok Umur
KELOMPOK UMUR

10- 15- 20- 25- 30- 35- 40- 45- 50- 55- 60-
No DESA / KEL. 0-4 5-9 29 65+
14 19 24 34 39 44 49 54 59 64
Th Th Th
Th Th Th Th Th Th Th Th Th Th Th

1 2 3 4 5 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18

1 Cihideunggirang 188 207 215 255 217 180 183 129 90 92 90 80 73 157

2 Cihideung hilir 354 365 448 307 279 282 228 262 269 187 227 261 221 665

3 Nanggela 218 216 233 211 192 170 159 161 141 70 54 49 34 75

4 Cidahu 123 201 277 173 175 163 138 147 95 96 73 39 39 90

5 Kertawinangun 114 135 133 126 111 123 124 95 92 110 55 35 37 83

6 Datar 75 58 221 158 220 167 171 154 125 168 124 68 52 28

7 Bunder 95 86 85 94 52 46 43 49 31 40 32 38 35 47

8 Cieurih 235 167 138 264 195 302 186 157 154 117 179 112 68 130

50
9 Cibulan 129 144 151 118 100 98 120 110 119 78 77 75 62 144

10 Legok 190 174 160 150 181 171 187 166 152 135 121 191 198 184

11 Cikeusik 141 147 144 145 90 143 118 107 96 75 64 83 38 52

12 Jatimulya 111 150 150 175 158 163 149 152 150 151 169 162 98 96

JUMLAH 1973 2050 2355 2176 1970 2008 1806 1689 1514 1319 1265 1193 955 1751

UPTD Puskesmas Cidahu


Sumber Data : Bides PKM cdh Tahun 2014

Tabel 2.1.1.2.1.2 Jumlah Penduduk Perempuan Berdasarkan Kelompok Umur UPTD


Puskesmas Cidahu
KELOMPOK UMUR

60
N DESA / 10- 15- 20- 25- 30- 35- 40- 45- 50- 55- - 65
o. KEL. 0-4 5-9
14 19 24 29 34 39 44 49 54 59 64 +
Th Th
Th Th Th Th Th Th Th Th Th Th T Th
h

1 2 3 4 5 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18

Cihideungg 16 25 23 26 18 16 14 11 15
1 67 68 62 78 75
irang 1 4 1 3 8 7 7 7 7

Cihideung 31 23 22 18 25 26 27 28 26 26 19 21 13 44
2
hilir 7 2 4 3 3 6 2 0 5 1 0 0 4 9

3 Nanggela 22 20 20 23 17 16 17 14 10 59 56 41 38 76
6 0 0 4 7 8 4 6 7

51
11 20 26 14 13 13 13 16 12 12 11
4 Cidahu 85 67 48
7 0 1 0 4 6 2 5 5 9 2

Kertawinan 10 10 10 10 12 10 10 10
5 84 96 90 47 38 37
gun 7 7 3 7 6 3 2 3

23 13 22 23 18 16 13 14 13
6 Datar 84 78 78 44 30
8 2 4 2 2 6 0 7 3

7 Bunder 74 76 77 87 52 43 52 50 40 48 32 37 37 49

19 15 11 25 13 21 17 26 15 13 19 10
8 Cieurih 43 77
8 7 7 5 3 7 8 5 2 6 8 9

14 15 12 11 10 11 11 11 11 10 11 10 19
9 Cibulan 98
4 1 6 6 0 5 0 4 2 8 0 7 0

16 14 16 14 13 16 17 17 14 13 10 10 20
10 Legok 90
7 9 8 1 1 5 1 1 3 7 8 1 8

11 14 14 14 15 11 10
11 Cikeusik 88 99 77 75 81 38 43
4 9 8 8 1 3 9

12 14 14 15 15 17 14 15 15 14 14 14 14 11
12 Jatimulya
6 4 4 5 5 1 9 0 5 8 0 6 4 3

18 18 20 19 17 19 17 18 14 14 12 10 83 16
JUMLAH
35 97 37 61 19 40 88 25 99 12 34 96 5 07

Sumber Data : Bides PKM cdh Tahun 2014

Bila dilihat dari komposisi umurnya, penduduk laki-laki dan Perempuan di Wilayah
UPTD Puskesmas DTP Cidahu terbanyak pada golongan umur muda ( 10- 14 ). Kelompok umur
tersebut merupakan beban ekonomi bagi kelompok usia produktif. Hal ini akan berpengaruh pada
tingkat pemeliharaan kesehatan masyarakatnya. Semakin banyak tanggungan keluarga semakin

52
besar pula beban yang dipikul oleh masyarakat. Tapi hal ini pengaruhnya tidak sebesar pada
penduduk laki-laki karena laki-laki merupakan tulang punggung keluarga.

Tabel. 2.1.1.2.1.3
Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin
UPTD Puskesmas DTP Cidahu
Tahun 2014

53
No KELOMPOK JUMLAH PENDUDUK
UMUR
LAKI-LAKI PEREMPUAN LAKI-LAKI +
(TAHUN) PEREMPUAN

1. 0–4 1973 1835 3808

2. 5–9 2050 1897 3947

3. 10 – 14 2355 2037 4392

4. 15 – 19 2176 1961 4137

5. 20 – 24 1970 1719 3689

6. 25 – 29 2008 1940 3948

7. 30 – 34 1806 1788 3594

8. 35 – 39 1689 1825 3514

9. 40 – 44 1514 1499 3013

10. 45 – 49 1319 1412 2731

11. 50 – 54 1265 1234 2499

12. 55 – 59 1193 1096 2289

13. 60 – 64 955 835 1790

14. 65 – 69 848 684 1532

15. 70 – 74 618 579 1197

16. 75 + 369 436 805

JUMLAH 24108 22777 46885


(PUSKESMAS)

54
Sumber Data : Data Real Bides PKM cdh Tahun 2014

2) Kepadatan Penduduk
Dibahas kepadatan penduduk dan persebarannya serta akibat/dampak dari
kepadatan persebaran tersebut.

Tabel 2.1.1.2.2.1
Luas Wilayah, Jumlah dan Persebaran Penduduk
Di Wilayah UPTD Puskesmas DTP Cidahu Tahun 2014

JUMLAH JUMLA
No. DESA/ LUA RATA- KEPADAT
PENDUDUK H
S RATA AN
KEL
WIL RUMAH JIWA/RU PENDUDU
AYA MAH K (KM2)
LAK PERE JML TANGG
H TANGGA
I- MPU A
(KM
LAK AN
2)
I

Cihideung 132.8 1997 1857 3854 871 4,42 0,03


1
girang 67

Cihideung 273.8 3782 3235 7017 1442 4,87 0,03


2
hilir 46

257.4 1855 1780 3635 904 4,02 0,01


3 Nanggela
53

168.3 2030 1866 3896 672 5,80 0,02


4 Cidahu
07

Kertawina 131.5 1473 1326 2799 674 4,15 0,02


5
ngun 22

6 Datar 262.2 1823 1820 3643 826 4,41 0,01

55
75

275.6 796 784 1580 355 4,45 0,01


7 Bunder
26

664.4 2261 2152 4413 802 5,50 0,01


8 Cieurih
18

579.9 1560 1455 3015 812 3,71 0,01


9 Cibulan
97

371.3 1883 1807 3690 831 4,44 0,10


10 Legok
7

168.9 1618 1527 3145 621 5,06 0,02


11 Cikeusik
76

478.1 1754 1738 3492 836 4,18 0,01


12 Jatimulya
33

JUMLAH 3.764 2288 21347 44179 9646 4,58 0.03


.6 32

Sumber : Data PKM Cdh Tahun 2014

3) Sosial Ekonomi
a).Penduduk Tercakup Jaminan Kesehatan Nasional

Jumlah penduduk yang tercakup Jaminan Kesehatan Nasional di wilayah UPTD


puskesmas tahun 2014

Tabel 2.1.1.2.3.1
Jumlah Penduduk, Penduduk di Cakup BPJS
Di UPTD Puskesmas DTP Cidahu Tahun 2014

56
Sasaran %
Nama Jml Total Penduduk
No
Puskesmas Penduduk PBI ASKES Mandiri Peserta di cakup
BPJS

1 Cidahu 44.179 19.965 804 1670 22.497 50,92

Sumber : Data PKM Cdh Tahun 2014

b). Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan penduduk di wilayah kerja puskesmas dapat terlihat pada


tabel di bawah ini

Tabel 2.1.1.2.3.2
Jumlah Penduduk Laki-Laki Menurut Tingkat Pendidikan Yang Ditamatkan
Di UPTD Puskesmas DTP Cidahu Tahun 2014

JUMLAH PENDUDUK

LAKI – LAKI

NO DESA/ KEL PERGU


PRA DIPL AKA RUAN
SD SLTP SLTA JML
SD OMA DEMI TINGG
I

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Cihideunggira
1 271 1233 272 141 17 11 13 2196
ng

2 Cihideung hilir 354 461 230 159 20 20 40 1284

3 Nanggela 238 626 277 69 10 0 9 1329

4 Cidahu 35 360 135 68 5 3 14 820

57
5 Kertawinangun 63 606 195 122 7 29 23 936

6 Datar 126 999 305 320 7 3 5 1765

7 Bunder 35 371 125 60 5 3 13 612

8 Cieurih 0 1274 312 201 17 12 24 1840

9 Cibulan 136 140 35 15 4 3 1 334

10 Legok 499 1030 401 260 7 5 15 2232

11 Cikeusik 143 947 208 122 2 0 20 1299

12 Jatimulya 1477 300 149 101 5 0 8 2040

JUMLAH 3377 8347 2644 1638 106 89 185 16687

Sumber : Data PKM Cdh Tahun 2014

Tabel 2.1.1.2.3.3
Jumlah Penduduk Perempuan Menurut Tingkat Pendidikan Yang Ditamatkan
Di UPTD Puskesmas DTP Cidahu Tahun 2014

JUMLAH PENDUDUK

PEREMPUAN
DESA/
NO
KEL PERGURU
PRA SLT SLT DIPL AKADE
SD AN JML
SD P A OMA MI
TINGGI

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 Cihideunggi 573 1008 289 155 21 18 24 2121

58
rang

Cihideung
2 317 527 223 160 30 25 20 1302
hilir

3 Nanggela 265 641 290 75 8 0 7 1286

4 Cidahu 35 450 130 70 2 2 5 694

Kertawinan
5 68 557 186 118 5 25 15 909
gun

6 Datar 231 916 420 331 10 6 8 1922

7 Bunder 45 372 115 61 3 4 7 607

8 Cieurih 0 1291 275 152 11 9 10 1748

9 Cibulan 154 138 36 20 3 1 1 350

10 Legok 447 1003 387 250 4 3 18 2050

11 Cikeusik 520 634 160 197 8 1 10 909

12 Jatimulya 1410 368 151 106 8 0 4 2047

JUMLAH 1594
4065 7905 2662 1695 113 94 129
5

Sumber : Data PKM Cdh Tahun 2014

Tabel 2.1.1.2.3.3
Jumlah Penduduk Usia 10 Tahun Keatas
Menurut Tingkat Pendidikan Yang Ditamatkan
Di Wilayah UPTD Puskesmas DTP Cidahu
Tahun 2014

PENDIDIKAN JENIS 2010 2011 2012 2013 2014

59
YANG KELAMI
DITAMATKAN N JM JM JM JM JM
% % % % %
L L L L L

LAKI- 91 1.9 92
2.7
LAKI 5 6 9
TIDAK/BELUM
PEREMP 12 2.7 14
PERNAH 3.8
UAN 89 6 12
SEKOLAH
231 5,2 399 0,0 411 8,8 54 11. 55 12.
JUMLAH
2 9 4 9 8 8 27 60 50 3

LAKI- 73 1.5 85 2.0


LAKI 6 7 9 5

TIDAK/BELUM PEREMP 77 1.6 89 2,4


TAMAT SD UAN 3 5 6 1

2.47 5,6 5.38 0,1 555 37 7.9 38 8.9


JUMLAH 12
1 6 3 2 0 37 9 60 2

LAKI- 24 5.1 25 6.3


LAKI 08 5 31 2

PEREMP 25 5.4 26
SD/MI .44
UAN 28 0 51

106 24, 170 0,3 176 37, 66 14. 67 15.


JUMLAH
36 38 82 8 07 96 23 16 46 75

SEKOLAH LAKI- 53 1.1 56 2.9


LANJUTAN LAKI 7 5 2 0
TINGKAT
PEREMP 55 1.1 58 1.4
PERTAMA
UAN 8 9 3 5

60
333 7,6 498 0,1 356 7,6 24 5.3 25 7.2
JUMLAH
(SLTP) 6 4 2 1 8 9 99 4 24 0

LAKI- 29 0.6 31
3,2
LAKI 2 2 7
SEKOLAH
LANJUTAN PEREMP 32 0.7 35 1.8
TINGKAT ATAS UAN 6 0 1 9
(SLTA)
193 4,4 346 0,0 0,5 15 3.3 15 4.2
JUMLAH 247
6 3 1 8 3 50 1 75 2

LAKI- 0.0 1.3


21 46
LAKI 4 2

PEREMP 0.0 0.3


AKADEMI 16 41
UAN 3 3

0,4 0,0 0,8 19 0.4 22 0.4


JUMLAH 189 240 391
3 1 4 7 2 2 2

LAKI- 0.1 10 1.9


75
LAKI 6 0 9
PERGURUAN
PEREMP 0.1 1.7
TINGGI/UNIVER 52 77
UAN 1 9
SITAS
0,0 0,9 21 0.4 24 1.2
JUMLAH 220 0,5 379 450
1 7 8 7 3 3

Sumber : Data PKM Cdh Tahun 2014

61
4.2. Laporan Kasus Baru Penderita Diabetes Melitus Tidak Spesifik terhadap Golongan

Umur

Berdasarkan pengumpulan data melalui data rekam medis elektronik maupun fisik

di Puskesmas Cidahu didapatkan jumlah penderita Diabetes Melitus Tidak Spesifik terhadap

golongan umur adalah sebagai berikut :

Table 4.1. Jumlah kasus baru penderita penyakit kelainan endokrin, gizi, dan metabolik
menurut golongan umur bulan Januari 2015

Berdasarkan jumlah kasus baru penyakit diabetes melitus menurut golongan umur pada

bulan Januari 2015 adalah umur 20-44 tahun sebanyak 2 orang laki-laki, umur 45-54 tahun

sebanyak 6 orang laki-laki dan 14 orang perempuan, umur 55-59 tahun sebanyak 2 orang laki-

laki dan 3 orang perempuan, umur 60-69 tahun sebanyak 1 orang laki-laki dan 1 orang

perempuan, sedangkan yang berusia lebih dari 70 tahun adalah 1 orang laki-laki dan 2 orang

perempuan. Sehingga jumlah penderita diabetes melitus pada bulan januari 2015 adalah 22

orang.

62
Table 4.2. Jumlah kasus baru penderita penyakit kelainan endokrin, gizi, dan metabolik
menurut golongan umur bulan Februari 2015

Berdasarkan jumlah kasus baru penyakit diabetes melitus menurut golongan umur pada

bulan Februari 2015 tidak ditemukan adanya penderita diabetes mellitus.

Table 4.3. Jumlah kasus baru penderita penyakit kelainan endokrin, gizi, dan metabolik
menurut golongan umur bulan Maret 2015

63
Berdasarkan jumlah kasus baru penyakit diabetes melitus menurut golongan umur pada

bulan Maret 2015 adalah umur 20-44 tahun sebanyak 1 orang laki-laki dan 2 orang perempuan,

umur 45-54 tahun sebanyak 3 orang laki-laki dan 7 orang perempuan, umur 55-59 tahun

sebanyak 3 orang laki-laki dan 8 orang perempuan, umur 60-69 tahun sebanyak 2 orang laki-laki

dan 3 orang perempuan, sedangkan yang berusia lebih dari 70 tahun adalah 2 orang laki-laki dan

4 orang perempuan. Sehingga jumlah penderita diabetes melitus pada bulan maret 2015 adalah

21 orang.

Table 4.4. Jumlah kasus baru penderita penyakit kelainan endokrin, gizi, dan metabolik
menurut golongan umur bulan April 2015

Berdasarkan jumlah kasus baru penyakit diabetes melitus menurut golongan umur pada

bulan April 2015 adalah umur 45-54 tahun sebanyak 2 orang laki-laki dan 2 orang perempuan,

umur 55-59 tahun sebanyak 3 orang laki-laki dan 3 orang perempuan, umur 60-69 tahun

sebanyak 5 orang laki-laki dan 4 orang perempuan, sedangkan yang berusia lebih dari 70 tahun

adalah 5 orang laki-laki dan 6 orang perempuan. Sehingga jumlah penderita diabetes melitus

pada bulan April 2015 adalah 21 orang.

64
Table 4.5. Jumlah kasus baru penderita penyakit kelainan endokrin, gizi, dan metabolik
menurut golongan umur bulan Mei 2015

Berdasarkan jumlah kasus baru penyakit diabetes melitus menurut golongan umur pada

bulan mei 2015 tidak ditemukan adanya kasus baru penderita diabetes mellitus tidak spesifik.

Table 4.6. Jumlah kasus baru penderita penyakit kelainan endokrin, gizi, dan metabolik
menurut golongan umur bulan Juni 2015

65
Berdasarkan jumlah kasus baru penyakit diabetes melitus menurut golongan umur pada

bulan Juni 2015 adalah umur 45-54 tahun sebanyak 2 orang laki-laki dan 3 orang perempuan,

umur 55-59 tahun sebanyak 5 orang laki-laki dan 10 orang perempuan, umur 60-69 tahun

sebanyak 5 orang laki-laki dan 15 orang perempuan, Sehingga jumlah penderita diabetes melitus

pada bulan juni 2015 adalah 19 orang.

Table 4.7. Jumlah kasus baru penderita penyakit kelainan endokrin, gizi, dan metabolik
menurut golongan umur bulan Juli 2015

Berdasarkan jumlah kasus baru penyakit diabetes melitus menurut golongan umur pada

bulan Januari 2015 adalah umur 45-54 tahun sebanyak 3 orang laki-laki dan 9 orang perempuan,

umur 55-59 tahun sebanyak 2 orang laki-laki dan 3 orang perempuan, umur 60-69 tahun

sebanyak 4 orang laki-laki dan 3 orang perempuan, sedangkan yang berusia lebih dari 70 tahun

adalah 2 orang laki-laki dan 4 orang perempuan. Sehingga jumlah penderita diabetes melitus

pada bulan januari 2015 adalah 29 orang.

66
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan

1. Tingkat pengetahuan masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Cidahu terhadap diabetes

mellitus belum merata. Oleh karena itu, diperlukan adanya promosi kesehatan sebagai

upaya pencegahan primer dan sekunder terhadap kejadian penyakit diabetes mellitus,

tidak hanya oleh petugas kesehatan melainkan juga masyarakat umum.

2. Pola aktivitas dan makan sebagian masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Cidahu

menjadi faktor resiko diabetes mellitus. Oleh karena itu, promosi kesehatan primer

nampaknya akan lebih bermanfaat jika dilakukan secara individual (seperti konseling)

dibandingkan jika dilakukan melalui pendekatan populasi.

7.2. Saran

Jumlah pasien diabetes dalam kurun waktu 25-30 tahun yang akan datang akan

sangat meningkat akibat kemakmuran, perubahan pola demografi, dan urbanisasi.

Pencegahan baik perimer, sekunder, ataupun tersier merupakan upaya yang paling tepat

dalam mengantisipasi ledakan jumlah ini dengan melibatkan berbagai pihak, tidak hanya

petugas kesehatan melainkan juga masyarakat umum. Di wilayah sekitar Puskesmas Cidahu

perlu dilakukan promosi kesehatan terutama sebagai upaya pencegahan primer dan sekunder

dalam masyarakat terhadap penyakit diabetes mellitus.

• Petugas kesehatan di puskesmas Cidahu perlu lebih banyak melakukan tindakan promotif

di wilayah sekitar Puskesmas Cidahu sebagai upaya pencegahan primer dan sekunder

dalam masyarakat terhadap penyakit diabetes mellitus upaya untuk menekan jumlah

67
penderita diabetes mellitus yang baru dan pencegahan terjadinya komplikasi diabetes

mellitus dengan melibatkan berbagai pihak, tidak hanya petugas kesehatan melainkan

juga masyarakat umum.

• Petugas kesehatan di puskesmas Cidahu diharapkan mampu memahami pilar dasar

diabetes mellitus pada saat melakukan upaya promotif, preventif dan kuratif

68
DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI, 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III
Edisi IV. Jakarta : Penerbit FK UI.
2. Ikatan Dokter Indonesia, 2011. Indonesian Doctor’s Compendium. Jakarta : CV Matoari
Citra Media.
3. Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI, 2000. Penatalaksanaan Kedaruratan di
Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Penerbit FK UI.
4. PERKENI. 2011. Konsesus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes mellitus Tipe 2 di
Indonesia. Jakarta.
5. Soegondo, Sidartawan. Soewondo, Pradana. Subekti, Imam. 1995. Penatalaksanaan
Diabetes Melitus Terpadu. Cetakan kelima, 2005. Jakarta:Balai Penerbit FKUI.
6. Fauci, Anthony S. Braunwald, Eugene. Kasper, Dennis L. Hauser, Stephen L. Harrison’s
Principle of Internal Medicine. 17th Edition. The McGraw-Hill Companies. 2008.
7. Boon, Nicholas A. Walker, Brian. Davidson’s Principles and Practice of
Medicine. 20th Edition. Elsevier. 2006.
8. Sudoyo, Aru W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jilid III. Edisi IV. Jakrta: IPD FKUI. 2006.

69
LAMPIRAN

Tanggal wawancara : ………………….

No. : ………………….

1. IDENTITAS RESPONDEN
Nama Lengkap : ……………….…………………………….
Pekerjaan : ……………………………………………..
Tempat / Tanggal Lahir : ………….………………………………….
Alamat : ……………….…….....……………………
………………………………………….......
Nomor Telepon
- Rumah : …….……………………………………….
- Hp : ………….………………………………….
2. KARAKTERISTIK RESPONDEN
Jenis kelamin anda.? 1. Laki-laki 2. Perempuan
Berapa usia anda saat ini? …………...... th
Berapa berat badan anda saat ini? …………….. kg
Berapa tinggi badan anda saat ini? …………….. cm

Bagaimana status gizi anda?


1. Kurus (underweight), IMT ≤ 17.0 – 18.4
2. Normal (ideal), IMT 18.5 – 25.0
3. Gemuk (overweight), IMT > 25.0 (di isi oleh peneliti)
Apakah di keluarga anda ada yang gemuk? 1. Ya 2. Tidak
Apakah di lingkungan tempat tinggal / tempat bekerja
1. Ya 2. Tidak
anda tersedia banyak tempat makan?
Apakah anda sering mengkonsumsi soft drink? 1. Ya 2. Tidak
Apakah anda sering mengkonsumsi makanan cepat
1. Ya 2. Tidak
saji?
Apakah anda memakai KB hormonal?
1. Ya 2. Tidak
(pil, suntik atau implan)
Berapakah lingkar perut anda?
♂ : 1. ≥ 90 cm 2. ≤ 90 cm ♂

70
♀ : 1. ≥ 80 cm 2. ≤ 80 cm ♀ …………….. cm
Apakah anda pernah di diagnosis menderita DM atau,
1. Ya 2. Tidak
sedang mengkonsumsi obat-obatan anti DM?
Berapa tekanan darah anda?
1. <140/90 mmHg
2. ≥140/90 mmHg …………….. mmHg
Apakah anda pernah didiagnosis menderita
hiperlipidemia atau sedang mengkonsumsi obat- 1. Ya 2. Tidak
obatan anti kolesterol?
3. PENDIDIKAN & PENGETAHUAN
Apakah pendidikan terakhir anda?
1. Tidak sekolah – tamat SD
2. Tamat SMP – tamat SMA
3. Perguruan tinggi
Menurut anda tahu apa yang dimaksud dengan
Diabetes Mellitus?
1. Glukosa darah yang tinggi
2. Glukosa darah yang rendah
3. Tidak tahu
Menurut anda keadaan mana yang dimaksud dengan
Diabetes Melitus?
1. Glukosa darah sewaktu >200
2. Glukosa darah sewaktu <200
3. Tidak tahu
Menurut anda apakah faktor keturunan berpengaruh
terhadap diabetes melitus?
1. Ya
2. Tidak
3. Tidak tahu
Manakah hal yang dapat mencegah diabetes melitus?
1. Diet tinggi lemak
2. Diet rendah garam
3. Diet tinggi karbohidrat
4. Tidak tahu
Menurut anda apakah status gizi yang obesitas

71
mempermudah terkena diabetes melitus?
1. Ya
2. Tidak
3. Tidak tahu
Menurut anda apakah faktor makanan
mempermudah terkena diabetes melitus?
1. Ya
2. Tidak
3. Tidak tahu
Menurut anda apakah dengan mengkonsumsi glukosa
(glukosa) berlebih mempermudah terkena diabetes
melitus?
1. Ya
2. Tidak
3. Tidak tahu
Diabetes Mellitus bisa menyebabkan ketajaman
penglihatan berkurang?
1. Ya
2. Tidak
3. Tidak tahu
Menurut anda apakah merokok mempermudah
terkena diabetes melitus?
1. Ya
2. Tidak
3. Tidak tahu
Apa tanda dan gejala Diabetes Melitus yang anda
ketahui?
1. Ya
2. Tidak
3. Tidak tahu
Berikut ini manakah yang termasuk obat diabetes
melitus?
1. Prednison
2. Metformin
3. HCT
4. Tidak tahu

72
Berapakah pendapatan anda per bulan?
1. 1.000.000,- sampai 2.000.000,-
2. 2.000.000,- sampai 5.000.000,-
3. >5.000.000,-
Berapa persen pengeluaran anda untuk makan tiap
bulan?
1. >50%
2. 40 – 50%
3. <20 – 30%

4. FAKTOR KETURUNAN
Apakah anda memiliki riwayat penyakit DM?
1. Ya
2. Tidak
3. Tidak tahu
Jika Ya, sudah berapa lama anda menderita DM?
1. > 4 tahun
2. 3 – 4 tahun
3. 1 - 2 tahun
Apakah di keluarga anda ada yang menderita DM?
1. Ya
2. Tidak
3. Tidak tahu
Jika Ya, siapa diantara keluarga anda yang menderita
DM?
1. Kakak / adik / keduanya (kandung)
2. Ayah / kakek / keduanya
3. Ibu / nenek / keduanya

5. MAKANAN
Dalam sehari anda makan berapa kali?
1. 1 - 2 kali
2. 3 kali
3. Lebih dari 3 kali
Berapa banyak porsi nasi yang anda makan dalam 1
kali makan? (1 porsi mangkuk kecil = 250 gr nasi)
1. Kurang dari 1 porsi

73
2. 1 porsi
3. Lebih dari 1 porsi
Apakah anda suka minum minuman yang manis?
1. Ya 2. Tidak
(contoh: teh)
Dalam sehari anda minum teh berapa kali?
1. 1 kali
2. 2 kali
3. Lebih dari 2 kali
Jika minum teh berapa banyak glukosa pasir yang
anda gunakan?
1. ½ - 2 sendok teh
2. 2 ½ – 4 sendok teh
3. Lebih dari 4 sendok teh
Apakah anda memiliki kebiasaan mengkonsumsi
1. Ya 2. Tidak
kopi?
Jika Ya, berapa cangkir anda mengkonsumsi kopi?
1. ≤ 3 cangkir
2. ≥ 3 cangkir
Apakah anda memiliki kebiasaan mengkonsumsi
1. Ya 2. Tidak
alkohol?
Jika Ya, berapa botol yang anda konsumsi.?
1. ≤ 1 botol
2. ≥ 1 botol
Apakah anda suka makan camilan? (selain makanan
1. Ya 2. Tidak
pokok)

6. OLAH RAGA
Bila dibandingkan orang yang sebaya dengan saya,
aktivitas saya selama waktu lenggang ?
1. Sangat lebih banyak
2. Lebih banyak
3. Sama banyak
4. Kurang
5. Sangat kurang

74
Selama waktu senggang, apakah anda berkeringat?
1. Sangat sering
2. Sering
3. Kadang-kadang
4. Jarang
5. Tidak pernah
Selama waktu senggang, apakah anda berolahraga?
1. Tidak pernah
2. Jarang
3. Kadang-kadang
4. Sering
5. Selalu
Apakah anda berolahraga? 1. Ya 2. Tidak
Jika Ya, Termasuk dalam apakah olahraga tersering
yang anda lakukan?
1. Intensitas rendah (0.76)
2. Intensitas medium (1.76) (di isi oleh peneliti)
3. Intensitas tinggi (2.76)
Berapa jam anda berolahraga dalam seminggu?
1. < 1 jam (0.5)
2. 1-2 jam (1.5)
3. 2-3 jam (2.5)
4. 3-4 jam (3.5) (di isi oleh peneliti)
5. >4 jam (4.5)
Berapa bulan anda berolahraga dalam setahun?
1. < 1 bulan (0.04)
2. 1-3 bulan (0.17)
3. 4-7 bulan (0.42)
4. 7-9 bulan (0.67) (di isi oleh peneliti)
5. >9 bulan (0.92)
Hitung skor olahraga anda?
1. Skor olahraga = > 12
2. Skor olahraga 8-12
3. Skor olahraga 4-8
4. Skor olahraga 0,01-4
5. Skor olahraga = 0 (di isi oleh peneliti)
6. Tidak olahraga = 0

75
7. MEROKOK
Apakah anda merokok? 1. Ya 2. Tidak
Rokok apa yang paling sering anda hisap?
1. Filter
2. Kretek
Apakah anda merasa kecanduan dengan rokok? 1. Ya 2. Tidak
Apakah anda mengetahui akibat buruk dari asap
1. Ya 2. Tidak
rokok bagi perokok?
Berapa banyak anda merokok dalam satu hari?
1. < 10 batang
2. 10-20 batang
3. > 20 batang
Kapan anda mulai merokok?
1. Usia < 20 tahun
2. Usia 20-40 tahun
3. Usia > 40 tahun
Berapa lama anda ingin merokok setelah selesai
makan?
1. Langsung ingin merokok
2. < 1 jam
3. > 1 jam
4. Tidak ingin merokok
Berapa lama anda ingin merokok setelah bangun
tidur?
1. Langsung ingin merokok
2. < 1 jam
3. > 1 jam
4. Tidak ingin merokok
Apakah anda berpikir untuk berhenti merokok akhir-
1. Ya 2. Tidak
akhir ini?
Apakah anda memiliki keluhan gangguan pernapasan
dalam satu tahun terakhir?
(bisa diisi lebih dari satu jawaban)
1. Sering Sesak Nafas
2. Sering Batuk-batuk tanpa sebab

76
3. Sering Nyeri dada
4. Sering cepat lelah ketika beraktivitas dan
berolahraga
5. Tidak memiliki keluhan

77

Anda mungkin juga menyukai