Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN UPAYA KESEHATAN MASYARAKAT

MINI PROJECT

Pola Diet Diabetes Melitus

Disusun oleh :
dr. Dasarina Rizqi Amalia

Dokter pembimbing :
dr. Didik Sulistyanto

PROGRAM DOKTER INTERNSIP


PUSKESMAS KEPANJEN KABUPATEN MALANG
JAWA TIMUR
2021
DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN 2
BAB 2 ANALISIS MASALAH 5
BAB 3 PEMECAHAN MASALAH 15
BAB 4 HASIL PELAKSANAAN 17
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 21
DAFTAR PUSTAKA 23

1
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tujuan diadakannya Program Internsip Dokter Indonesia adalah untuk
menerapkan kompetensi yang diperoleh selama pendidikan, secara terintegrasi,
komprehensif, mandiri serta menggunakan pendekatan kedokteran keluarga dalam
rangka pemahiran dan penyelarasan antara hasil pendidikan dengan praktik di lapangan.
Salah satu bagian dari proses internsip dalah dengan melaksanakan kegiatan UKP
dan UKM Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas). Dengan diadakannya kegiatan ini,
para dokter internsip diharapkan dapat menerapkan kompetensinya dalam alur pelayanan
primer di puskesmas, pengelolaan program pelayanan kesehatan di Puskesmas, cara
melakukan pendidikan kesehatan kepada masyarakat, sistem pelaporan di Puskesmas,
serta melatih diri untuk mengetahui tata cara pemecahan suatu masalah kesehatan.

Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu penyakit menahun yang ditandai dengan
kadar glukosa darah (gula darah) melebihi normal yaitu kadar gula darah sewaktu sama
atau lebih dari 200 mg/dl, dan kadar gula darah puasa di atas atau sama dengan 126
mg/dl1. DM dikenal sebagai silent killer karena sering tidak disadari oleh
penyandangnya dan saat diketahui sudah terjadi komplikasi. DM dapat menyerang
hampir seluruh sistem tubuh manusia, mulai dari kulit sampai jantung yang
menimbulkan komplikasi2.

International Diabetes Federation (IDF) menyebutkan bahwa prevalensi


diabetes mellitus di dunia adalah 1,9% dan telah menjadikan DM sebagai penyebab
kematian urutan ke tujuh di dunia sedangkan tahun 2013 angka kejadian diabetes di
dunia adalah sebanyak 382 juta jiwa dimana proporsi kejadian DM tipe 2 adalah 95%
dari populasi dunia1. Data WHO tahun 2011 didapatkan jumlah penduduk dunia yang
menderita Diabetes Mellitus cenderung meningkat dari tahun ke tahun, hal ini
dikarenakan jumlah populasi meningkat, rendahnya pengetahuan dalam mengelola gaya
hidup sehat, prevalensi obesitas meningkat dan kegiatan fisik kurang3.

Diabetes merupakan penyakit yang jumlah penderitanya mengalami peningkatan


di Indonesia. Menurut data WHO, Indonesia menempati peringkat ke-4 dengan penderita
DM terbanyak di dunia. Sedangkan hasil wawancara yang dilakukan Riset Kesehatan
Dasar / RISKESDAS (2013), menyatakan bahwa pada tahun 2013 terjadi peningkatan
penderita DM dua kali lipat dibandingkan pada tahun 2007. Diperkirakan penderita DM
akan meningkat pada tahun 2030 sebesar 21,3 juta orang4.

Data laporan WHO tahun 2003 menunjukkan hanya 50% pasien DM di negara
maju mematuhi pengobatan yang diberikan. Pada DM yang tidak terkendali dapat terjadi
komplikasi. Timbulnya komplikasi mempengaruhi kualitas hidup dan mempengaruhi
perekonomian1. Dampak yang dapat terjadi pada penderita DM terbagi menjadi 2 antara
lain, jangka pendek yang terdiri dari hipoglikemia, hiperglikemi, dan jangka panjang
terjadi pada mata, jantung, ginjal, otak, saraf, dan kaki3.
Penanganan perawatan diabetes pada umumnya dilakukan seperti pengaturan
diet dan pengetahuan mengenai perlunya diet ketat, latihan fisik, konsumsi obat, serta
pengetahuan mengenai komplikasi, pencegahan, maupaun perawatannya. Penderita
diabetes merupakan orang yang mempunyai masalah pada pengaturan kadar gula dalam
tubuhnya. Oleh karena itu, terapi yang dilakukan untuk mengatasi hal tersebut salah
satunya mengkonsumsi jenis karbohidrat, protein, dan lemak yang tepat, mengkonsumsi
makanan tinggi serat, dan menghindari konsumsi garam. Pada semua penderita diabetes
dianjurkan melakukan latihan fisik atau olahraga secara teratur setiap harinya kurang
lebih 30 menit. Olahraga yang di lakukan cukup berupa olahraga ringan seperti jalan
kaki, namun harus di lakukan dengan rutin. Pada penderita diabetes, penting dilakukan
penyuluhan kesehatan dan harus sering diberikan oleh dokter atau perawat kepada
penderita diabetes3. Hal ini mendorong penulis untuk menemukan solusi untuk
meningkatkan pengetahuan terhadap pola diet diabetes melitus.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, rumusan masalahnya adalah:


Bagaimana meningkatkan pengetahuan pada masyarakat terhadap pola diet
diabetes melitus?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum

Meningkatkan pengetahuan pada masyarakat terhadap pola diet diabetes melitus

1.3.2 Tujuan Khusus

1) Meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang diabetes melitus dan


pencegahannya

2) Meningkatkan kepatuhan masyarakat terhadap pola diet diabetes melitus

3) Memberikan sarana kepada mayarakat dalam melaksanakan pola hidup sehat

1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Untuk Masyarakat Kepanjen
1) Menjadi informasi bagi masyarakat mengenai penyakit DM
2) Mengurangi angka kejadian penyakit DM

1.4.2 Manfaat Untuk Dokter Internsip

1) Mengembangkan kemampuan komunikasi verbal maupun non verbal dokter


internsip di bidang promotif dan preventif kesehatan masyarakat.
2) Meningkatkan pengetahuan dokter internsip tentang usaha kesehatan
masyarakat.
3) Meningkatkan pengetahuan dokter internsip tentang pengendalian DM di
tingkat puskesmas.
BAB 2

ANALISIS MASALAH

2.1 Diabetes Mellitus


2.1.1 Definisi
Diabetes Mellitus adalah suatu keadaan peningkatan gula dalam darah akibat
kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Peningkatan gula dalam darah
yang tidak terkontrol dalam jangka panjang mengakibatkan timbulnya komplikasi
diantaranya, penyakit serebrovaskular, penyakit jantung koroner, penyakit pembuluh
darah tungkai, gangguan pada mata, ginjal dan syaraf5.
American Diabetes Association (2016) menggolongkan diabetes mellitus
menjadi empat golongan, yaitu: diabetes mellitus tipe 1 yang disebabkan oleh kerusakan
sel β pankreas, diabetes mellitus tipe 2 dengan karakteristik gangguan sekresi insulin
hingga berakibat resistensi insulin, diabetes mellitus gestasional pada wanita hamil yang
didiagnosis diabetes saat usia kehamilan trimester kedua atau ketiga, dan obat yang
menginduksi diabetes (misalnya penggunaan glukokortikoid untuk terapi HIV/AIDS
atau setelah transplantasi organ)5.

2.1.2 Epidemiologi
Menurut Riskesdas (2013) menunjukkan bahwa penderita diabetes di Indonesia
pada tahun 2013 mengalami peningkatan sekitar dua kali lipat dibandingkan tahun 2007.
Angka kejadian diabetes melitus di Indonesia sebesar 6,9 %, toleransi glukosa terganggu
(TGT) sebesar 29,9% dan glukosa darah puasa (GDP) terganggu sebesar 36,6%. Jumlah
penderita diabetes mellitus di pedesaan hampir sama dengan penduduk di perkotaan.
Angka kejadian diabetes mellitus meningkat dari 1,1 % (2007) menjadi 2,1 % (2013)6.

2.1.3 Klasifikasi

Menurut American Diabetes Association/ADA (2013), DM dikelompokkan menjadi :

1. Diabetes tipe 1 (kerusakan sel beta pankreas, umumnya kearah defisiensi insulin
absolut)

a) Immune mediated

b) Idiopatik

2. Diabetes tipe 2 (beragam dari predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin
yang relatif sampai dengan predominan gangguan sekresi dengan resistensi insulin)

3. Tipe spesifik lain

a) Kelainan genetik dari fungsi sel beta

b) Kelainan genetik dari fungsi insulin

c) Gangguan penyakit eksokrin pankreas


 Pankreatitis

 Trauma/pankreatektomi

 Neoplasia

 Kista fibrotik

 Hemokromatosis dan lain-lain

d) Gangguan penyakit endokrin

 Akromegali

 Sindroma Cushing

 Glucagonoma

 Hypertiroidisme

 Somatostatinoma dan lain-lain

e) Obat-obatan atau zat toksik

 Vacor

 Pentamidine

 Asam nikotin

 Glukokortikoid

 Diazoxide

 ß-Adrenergic agonist

 Thiazides

 Dilantin

 γ-Interferon dan lain-lain

f) Infeksi

 Rubella kongenital

 Sitomegalovirus dan lain-lain

g) Immune-mediated diabetes yang tidak normal

 Sindroma Stiff-man

 Antibodi reseptor anti-insulin dan lain-lain.

h) Sindroma genetik lain yang kadang disertai diabetes

 Sindroma Down
 Sindroma Klineferter
 Sindroma Turner

 Sindroma Wolfram

 Ataksia Friedreich dan lain-lain.

4. Diabetes Mellitus Gestasional (pada wanita hamil yang didiagnosis diabetes saat usia
kehamilan trimester kedua atau ketiga)

2.1.4 Faktor Resiko

1. Berat badan lebih dan obese (IMT ≥ 25 kg/m2)

2. Riwayat penyakit DM di keluarga

3. Mengalami hipertensi (TD ≥ 140/90 mmHg atau sedang dalam terapi hipertensi)

4. Riwayat melahirkan bayi dengan BBL >4000 gram atau pernah didiagnosis DM
Gestasional, perempuan dengan riwayat PCOS (polycistic ovary syndrome)

5. Riwayat GDPT (Glukosa Darah Puasa Terganggu)/TGT (Toleransi Glukosa


Terganggu)

6. Aktifitas jasmani yang kurang

2.1.5 Patofisiologi Diabetes Mellitus Tipe II


Diabetes mellitus tipe 2 berkaitan erat dengan gangguan sekresi insulin dan
resistensi insulin7. Faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya diabetes mellitus tipe 2
yaitu faktor genetik dan lingkungan, diantaranya obesitas, kurang olahraga, stress, dan
penuaan. Genome wide association study (GWS) mengidentifikasi adanya mutasi dari
gen KCNQ1 yang menyebabkan gangguan sekresi insulin. Obesitas, kurang aktifitas
fisik, dan distrofi otot akibat penuaan berkontribusi terhadap terjadinya resistensi
insulin8.

Gambar 1. Etiologi dan patofisiologi Diabetes Mellitus tipe 2


Gambar di atas menunjukkan bahwa diabetes merupakan penyakit
multifaktorial yang dipengaruhi oleh genetik dan faktor lingkungan. Diabetes mellitus
tipe 2 ditandai
dengan penurunan sekresi insulin dan atau resistensi insulin sehingga kerja insulin
menjadi inadekuat, mekanisme ini berkembang menjadi hipertensi. SNS;sympathetic
nervous system, RAAS; renin-angiotensin-aldosterone system, VSMC; ascular smooth
muscle cell.Dikutip dari Mugo MN, Stump CS, Rao PG, Sowers JR. Chapter 34:
Hypertension and Diabetes Mellitus. Hypertension: A Companion to Braunwald’s Heart
Disease. CopyrightElsevier, 2007 [113])

Insulin berfungsi sebagai uptake glukosa pada jaringan adiposa dan otot, serta
menekan produksi glukosa pada hepar. Insulin yang berikatan pada reseptor insulin
memicu respon intraseluler yang mempengaruhi jalur metabolik hingga memfasilitasi
uptake glukosa7.
Resistensi insulin merupakan gangguan fungsi insulin dalam metabolisme
glukosa, lipid, dan protein serta fungsi endotel dan vaskuler. Faktor genetik dan
lingkungan (hiperglikemia, asam lemak bebas, mekanisme inflamasi, dll.)
mempengaruhi mekanisme molekuler dari kerja insulin. Resistensi insulin akan
menyebabkan penggunaan glukosa yang diperantarai oleh insulin di jaringan perifer
berkurang8.
Sel β-pankreas awalnya akan melakukan kompensasi untuk merespon keadaan
hiperglikemi dengan memproduksi insulin dalam jumlah banyak dan kondisi ini
menyebabkan hiperinsulinemia. Kegagalan sel β dalam merespon kadar glukosa darah
yang tinggi, akan menyebabkan abnormalitas jalur transduksi sinyal insulin pada sel β
dan terjadi resistensi insulin8.
Gangguan sekresi insulin dimulai dengan resistensi insulin yang menyebabkan
meningkatnya kompensasi dari sel β dan produksi insulin. Akibat dari kompensasi sel β
menurunkan massa sel β sebesar 20% - 50%, sehingga sel β tidak mampu mengatasi
kegagalan sekresi insulin yang distimulasi glukosa7. Gangguan sekresi insulin umumnya
progresif dan perkembangannya melibatkan toksisitas glukosa dan lipotoksisitas.
Pengaruh dari gangguan sel-β pankreas sangat mempengaruhi kontrol jangka panjang
dari glukosa darah. Tahap awal penyakit menunjukkan peningkatan glukosa darah
postprandial akibat dari peningkatan resistensi insulin dan penurunan sekresi insulin
pada tahap lanjut8.

2.1.6 Manifestasi Klinis


Gejala klasik diabetes meliputi poliuria (peningkatan buang air kecil), polidipsia
(banyak minum), polifagia (banyak makan) dan penurunan berat badan. Poliuria
disebabkan oleh hiperglikemia berat yang mengakibatkan diuresis osmotik sehingga
meningkatnya pengeluaran urin dan timbul rasa haus atau polidipsia. Polifagia terjadi
akibat hilangnya glukosa bersama urin dan pasien mengalami keseimbangan kalori
negatif dan berat badan berkurang9.
Gejala lain yang juga sering ditemukan pada pasien diabetes adalah kesemutan
(parasthesia), mudah capai, mengantuk, luka yang lambat sembuh, melemahnya
kemampuan seksual, dan mata kabur9.

2.1.7 Diagnosis
Diagnosis Klinis

a. Kriteria diagnostik DM dan gangguan toleransi glukosa:

1. Gejala klasik DM (poliuria, polidipsia, polifagi) + glukosa plasma sewaktu ≥ 200


mg/dL (11,1 mmol/L). Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan
sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir ATAU

2. Gejala Klasik DM+ Kadar glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dl. Puasa diartikan
pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam ATAU

3. Kadar glukosa plasma 2 jam pada tes toleransi glukosa oral (TTGO)> 200 mg/dL
(11,1 mmol/L) TTGO dilakukan dengan standard WHO, menggunakan beban
glukosa anhidrus 75 gram yang dilarutkan dalam air. Apabila hasil pemeriksaan
tidak memenuhi kriteria normal atau DM, maka dapat digolongkan ke dalam
kelompok Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) atau Gula Darah Puasa Teranggu
(GDPT) tergantung dari hasil yang diperoleh

b. Kriteria gangguan toleransi glukosa:

1. GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa plasma puasa didapatkan


antara 100–125 mg/dl (5,6–6,9 mmol/l)

2. TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO kadar glukosa plasma 140–199
mg/dl pada 2 jam sesudah beban glukosa 75 gram (7,8 -11,1 mmol/L)

3. HbA1C 5,7 -6,4%


Gambar 2. Algoritma Diabetes Mellitus Tipe 2

2.1.8 Komplikasi
Diabetes mellitus merupakan penyakit kronis dengan progresifitas penyakit yang terus
berjalan seumur hidup pasien dan menimbulkan komplikasi. Komplikasi diabetes
melitus dibagi menjadi komplikasi akut dan kronis8.
Komplikasi akut yang dapat terjadi pada DMT-2 adalah hiperglikemi. Hiperglikemia
berbahaya terhadap berbagai sel dan sistem organ karena pengaruhnya terhadap sistem
imun, dapat bertindak sebagai mediator inflamasi, mengakibatkan respon vaskular, dan
respon sel otak. Pada keadaan hiperglikemia mudah terjadi infeksi karena adanya
disfungsi fagosit8.
Keaadaan hiperglikemi yang berkepanjangan tidak ditangani maka akan merujuk
kegawatdaruratan komplikasi diabetes mellitus seperti; ketoasidosis diabetik, dan koma
hiperosmolar non-ketotik. Faktor resiko yang menyebabkan komplikasi diatas adalah
penyakit akut atau komorbiditas seperti penyakit kardiovaskular, infeksi, obat dan
kesalahan saat pemberian obat8.
Hipoglikemi terjadi apabila kadar gula turun sampai 60 mg/dL. Keluhan pada
hipoglikemi biasanya terjadi akibat otak tidak mendapat kalori yang cukup sehingga
mengganggu fungsi intelektual dan keluhan akibat efek samping hormon lain yang
berusaha meningkatkan kadar glukosa darah8.
Kondisi diabetes dapat disertai gangguan profil lipid yang disebabkan oleh
gangguan resistensi insulin sehingga proses lipolisis meningkat yang menyebabkan
kadar trigliserida tinggi dan HDL menjadi rendah. Asam lemak bebas yang dihasilkan
oleh proses lipolisis akan diambil oleh hepar dan dirubah menjadi peroksidasi lipid.
Selain kondisi hiperglikemia, peroksidasi lipid yang dihasilkan akan meningkatkan ROS
dan berlanjut kepembentukan benda keton sehingga terjadi ketoasidosis8.
Komplikasi kronik vaskuler dibagi menjadi mikrovaskuler (retinopati, neuropati,
dan nefropati) dan makrovaskuler (penyakit jantung koroner, penyakit vaskuler perifer,
dan penyakit serebrovaskuler)8.

2.1.9 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan diabetes mellitus, khusunya diabetes melitus tipe 2
dilaksanakan dengan tujuan menjaga kadar gula darah tetap stabil dan meminimalkan
terjadinya komplikasi10. Penatalaksanaan terbagi menjadi jangka pendek dan panjang.
Penatalaksanaan jangka pendek bertujuan menghilangkan keluhan diabetes dan
menstabilkan kadar gula darah. Sedangkan penatalaksaan jangka panjang bertujuan
menghambat progresifitas komplikasi9.

2.1.9.1 Non Medikamentosa DMT 2


Terapi non farmakologi pada pasien diabetes melitus tipe 2 (DMT-2) sangat
berpengaruh dalam pencapain terapi. Berikut merupakan terapi non farmakologi pasien
diabetes melitus tipe 2, yang mencakup edukasi, terapi gizi medis dan latihan jasmani9.
Edukasi berupa perilaku hidup sehat, cara memantau glukosa darah secara
mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia serta cara mengatasinya. Dalam hal ini,
pemberdayaan pasien dan keluarga amat penting untuk optimalisasi penatalaksanaan
DMT-29.
Prinsip pengaturan makan pada pasien DMT-2 adalah makanan yang seimbang,
sesuai dengan kebutuhan kalori masing-masing individu, dengan memperhatikan
keteraturan jadwal makan, jenis dan jumlah makanan. Persentase karbohidrat yang
dianjurkan yaitu sebesar 45-65% dari total asupan kalori. Sukrosa yang dikonsumsi tidak
boleh melebihi 5% dan tidak boleh memberikan fruktosa karena dapat mempengaruhi
jumlah lipid. Lemak yang dianjurkan sekitar 20-25% dan protein 10-20%. Asupan
natrium dibatasi kurang dari 3gram, dan diet cukup serat sekitar 25gram/hari. Jumlah
kandungan kolesterol disarankan <300 mg/hari. Diusahakan lemak berasal dari sumber
asam lemak tidak jenuh (MUFA = Mono Unsaturated Fatty Acid), dan membatasi
PUFA (Poly Unsaturated Fatty Acid) dan asam lemak jenuh. Jumlah kandungan serat +
25 g/hari, diutamakan serat larut9.
Latihan jasmani bertujuan untuk merubah sedentary life style menjadi pola hidup
yang lebih sehat. Latihan jasmani dapat dilakukan sebanyak 3-4 kali seminggu secara
teratur, selama kurang lebih 30 menit. Kegiatan sehari-hari seperti berjalan kaki ke
pasar, menggunakan tangga, berkebun, harus tetap dilakukan9.
2.1.9.2 Medikamentosa DMT 2
Terapi farmakologi dapat diberikan bersama dengan pengaturan pola makan, dan
latihan jasmani. Sediaan terapi farmakologi ini berupa obat oral dan bentuk suntikan
insulin9.
1. Biguanid
Oral antidiabetik golongan biguanid memiliki efek utama menurunkan
pengeluaran glukosa hepar dan kadar gula darah puasa. Efek samping yang ditimbulkan
dapat berupa penurunan berat badan dan dikontraindikasikan pada pasien dengan
disfungsi ginjal karena dapat menimbulkan asidosis laktat. Salah satu contoh Oral
Antidiabetik (OAD) golongan biguanid yang sering digunakan di seluruh dunia yaitu
metformin11. Metformin diberikan sebelum/pada saat/sesudah makan.
2. Sulfonylurea
Obat golongan sulfonylurea memilik 2 generasi OAD. Pada generasi pertama
terdapat beberapa obat yaitu tolbutamide, chlorpropamide, dan tolazamide, sedangkan
pada generasi kedua diantaranya glyburide, glipizide, dan glimepiride. Mekanisme kerja
dari OAD golongan sulfonylurea yaitu meningkatkan sekresi insulin. Efek samping yang
ditimbulkan adalah hipoglikemia dan peningkatan berat badan12. Sulfonylurea diberikan
15-30 menit sebelum makan.
3. Glinid
Mekanisme kerja dari glinid sama sepereti sulfonylurea, yaitu dengan
menstimulasi sekresi insulin, tetapi di reseptor yang berbeda. Glinid harus diberikan
dalam frekuensi yang lebih sering karena waktu paruhnya yang pendek. Contoh OAD
golongan ini yaitu repaglinide dan nateglinide. Efek samping yang timbul seperti
peningkatan berat badan, dan hipoglikemia tetapi tidak seberata pada sulfonylurea11.
4. α- Glukosidase dan α- Amilase inhibitor
Akarbosa merupakan obat penghambat enzim α-amilase dan α-glukosidase.
Mekanisme kerja OAD ini adalah memperlambat absorbsi polisakarida di intestinal,
sehingga dapat mencegah peningkatan glukosa plasma pada pasien normal dan pasien
diabetes12. Efek samping yang ditimbulkan yaitu peningkatan produksi gas dan
gangguan Gastrointestinal Tract (GIT) seperti diare dan nyeri abdomen karena adanya
karbohidrat yang tidak tercerna di kolon, yang kemudian mengalami peragian menjadi
asam-asam lemak rantai pendek yang membebaskan gas11,12. Acarbose diberikan
bersama makan suapan pertama.
5. Thiazolidinedione
Thiazolidinedione (TZD) merupakan modulator Peroxisome Proliferator-
Activated Receptor Gamma (PPAR-γ) yang dapat meningkatkan sensitivitas jaringan
otot, adiposa, dan hepar terhadap insulin eksogen dan endogen. Thiazolidinedione
memiliki 2 jenis obat yaitu pioglitazone dan rosiglitazone13. Efek samping dari TZD
yaitu peningkatan berat badan dan retensi cairan. Contoh obat golongan TZD adalah
pioglitazone dan rosiglitazone11.
6. Glucagon-like Peptide-1 Agonists (Exenatide)
Mekanisme kerja dari GLP-1 agonis adalah dengan cara meningkatkan sekresi
insulin, menurunkan sekresi glukagon, dan motilitas lambung. Efek samping yang sering
timbul yaitu gangguan GIT11.
7. Amylin Agonists (Pramlintide)
Pramlintide merupakan analog sintetik dari hormon amylin pada sel-β.
Mekanisme kerja pramlintide yaitu dengan menurunkan produksi glukagon dan
menurunkan kadar glukosa post-prandial. Efek samping dari OAD golongan ini yaitu
gangguan GIT11.
8. Dipeptidyl Peptidase-IV (DPP-IV) Inhibitor
Penghambat DPP-IV memilki 3 jenis obat yaitu saxagliptin, linagliptin, dan
sitagliptin. Mekanisme kerja obat ini menghambat DPP-IV sehingga mencegah
degradasi GLP-1. Efek samping yang ditimbulkan rhinitis dan sakit kepala12.
9. Insulin
Preparat insulin dapat dibagi berdasarkan lama kerja (kerja cepat, sedang dan
panjang). Suntikan insulin dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti intravena,
intramuskuler dan pada penggunaan jangka panjang melalui subkutan12.

Gambar 3. Algoritma Tatalaksana DM tipe 2 Tanpa Dekompensasi


Gambar 4. Algoritma Penanganan Diabetes Melitus tipe 2 berdasar HbA1c

2.1.10 Rencana Tindak Lanjut

Gambar 5. Kriteria Pengendalian Diabetes Mellitus


BAB 3
PEMECAHAN MASALAH

3.1 Usulan Strategi Kegiatan Pemecahan Masalah


Untuk masalah kesehatan kurangnya kepatuhan masyarakat terhadap pola diet diabetes
melitus dimana masalah terletak pada minimnya pengetahuan masyarakat terhadap diabetes
melitus, media penyuluhan yang monoton sehingga kurang memberi retensi, instrumen yang
digunakan untuk sosialisasi masih belum cukup, dan kesulitan untuk menyediakan sarana yang
mendukung untuk menjalankan protokol kesehatan. dan berdasarkan sumberdaya :
a. Orang : Bidan desa, perawat desa, kader, dan 30 orang
b. Waktu : Mei 2021
c. Tempat : Wilayah kerja Puskesmas Kepanjen (Desa Dilem)
serta mempertimbangkan program terkait, yaitu tracing dan pemantauan pasien diabetes
melitus, maka tujuan miniproject ini adalah :
Meningkatkan pengetahuan pada masyarakat terhadap pola diet diabetes melitus di wilayah
kerja Puskesmas Kepanjen.

Dengan mempertimbangkan program terkait yang telah berjalan di Puskesmas Kepanjen


mengenai upaya pencegahan dan pengendalian penyakit serta upaya promosi kesehatan, maka
penulis mengusulkan miniproject berupa :
3.2.1 Kegiatan
Membuat leaflet edukasi dan melakukan penyuluhan tentang pencegahan diabetes
melitus sebagai sarana untuk mendukung dilaksanakannya pola hidup sehat di wilayah
kerja Puskesmas Kepanjen.

3.2.2 Metode

1) Membuat leaflet edukasi tentang pola diet diabetes melitus.


2) Koordinasi dengan Koordinator Desa untuk pelaksanaan homecare mengenai pola
diet untuk mencegah diabetes melitus.
3) Melakukan pemeriksaan gula darah acak pada masyarakats
4) Melakukan penyuluhan mengenai pola diet untuk mencegah diabetes melitus saat
homecare.
5) Menyerahkan leaflet ke Koordinator Desa untuk digunakan sebagai media
penyuluhan
6) Pembuatan laporan kegiatan

3.2.3 Periode
Dilakukan selama Mei 2021.
3.2.4 Sasaran
Masyarakat Desa yang hadir saat diadakan Homecare.

3.2.5 Pelaksana
Bidan desa dan perawat desa di wilayah kerja Puskesmas Kepanjen
3.2.6 Penanggung Jawab
Penanggung jawab Program Promosi Kesehatan di Puskesmas Kepanjen
3.2.7 Dana
Dana desa dari wilayah kerja Puskesmas Kepanjen, dengan alokasi dana sebagai berikut:
a. Pembuatan leaflet berukuran A4 Rp. 300 x 50 buah = Rp. 15.000
3.2.8 Indikator Capaian
Peningkatan pengetahuan terhadap pola diet diabetes melitus dalam kurun waktu 1
bulan.
3.2.9 Cara Pengukuran
1. Evaluasi dari penanggungjawab program
2. Observasi yang dilakukan oleh bidan desa dan perawat desa
3.2.10 Waktu Evaluasi
Setiap 1 bulan sekali
BAB 4
HASIL PELAKSANAAN
4.1 Pembuatan Leaflet
Leaflet himbauan untuk menerapkan pola diet diabetes melitus

19
4.2 Pemeriksaan gula darah acak ke masyarakat pada Homecare di Desa Dilem
pada 18 Mei 2021

No Nama Usia Alamat Gula Darah Acak

1 Fauzan 65 tahun 98
Jl. Sidoluhur 70 RT
2 Indah Wati 58 tahun 07/ RW 01 Dilem 187

Jl. Sidoluhur RT 07/ 108


3 Yuni Nurhabibah 29 tahun
RW 01 Dilem
Jl. Sidoluhur RT 07/ 81
4 Yuliasri 57 tahun
RW 01 Dilem
5 Muhammad Jamburi 54 tahun 87
Jl. Sidoluhur RT 07/
6 Mujiati 51 tahun RW 01 Dilem 342

7 Munawar 57 tahun 202


Jl. Sidoluhur 62 RT
8 Siti Aminah 52 tahun 07/ RW 01 Dilem 113

Jl. Sidoluhur RT 07/ 118


9 Kalimatus S. 35 tahun
RW 01 Dilem
10 Mohamad Sholeh 52 tahun 381
Jl. Sidoluhur RT 07/
11 Ririn Indariyati 54 tahun RW 01 Dilem 155

12 Geebhson Comova 40 tahun 105


Jl. Sidoluhur RT 07/
13 Rixana Salvia 30 tahun RW 01 Dilem 160

14 Afan Siswanto 44 tahun 116


Jl. Sidoluhur RT 07/
15 Juanah 43 tahun RW 01 Dilem 83

Jl. Sidoluhur RT 07/ 116


16 Sutomo 66 tahun
RW 01 Dilem
17 Mahmudi 53 tahun 126
Jl. Sidoluhur 72 RT
18 Jumanah 49 tahun 07/ RW 01 Dilem 78

Jl. Sidoluhur RT 07/ 138


19 Istiqomah 45 tahun
RW 01 Dilem
20 Yasuki 70 tahun 185
Jl. Sidoluhur 74 RT
21 Suliati 64 tahun 07/ RW 01 Dilem 205
22 Sukris Winarto 55 tahun 117
Jl. Sidoluhur 76 RT
23 Shofiyah 53 tahun 07/ RW 01 Dilem 382

24 Mustaji 42 tahun 90
Jl. Sidoluhur RT 07/
25 Ruri Krisnawati 34 tahun RW 01 Dilem 64

Jl. Sidoluhur RT 07/ 140


26 Katamah 69 tahun
RW 01 Dilem
27 Wasri 77 tahun 106
Jl. Sidoluhur 78B RT 96
28 Suwandi 58 tahun
07/ RW 01 Dilem
29 Lilik Kusnawati 55 tahun 377

Jl. Sidoluhur 75A RT 150


30 Paini 71 tahun
07/ RW 01 Dilem

Dari 30 warga yang dilakukan pemeriksaan gula darah acak didapatkan 6 diantaranya
mengalami peningkatan gula darah acak, dan 5 orang diantaranya memiliki riwayat diabetes
melitus dan rutin mengkonsumsi obat diabetes melitus. Berdasarkan data yang diperoleh dari
observasi dan juga survei, ditemukan masih ada beberapa warga yang belum mengetahui pola
diet diabetes melitus.
4.3 Penyuluhan ke masyarakat pada Homecare di Desa Dilem pada 18 Mei 2021

BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan

Berdasarkan observasi dan survei yang dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Kepanjen
mengenai pencegahan diabetes melitus, ditemukan masih adanya gap, concern, dan
responsibility sehingga dapat dijadikan sumber permasalahan untuk program kegiatan di
Puskesmas Kepanjen selanjutnya. Berdasarkan data yang diperoleh dari observasi dan juga
survei, ditemukan masih ada beberapa warga yang belum mengetahui pola diet diabetes
melitus. Puskesmas dapat melakukan peningkatan kapasitas mitra melalui pembekalan
materi, metode dan teknik promosi kesehatan.

Melihat rangkaian permasalahan di atas, beberapa usulan strategi kegiatan pemecahan yang
penulis sajikan untuk masalah kesehatan mengenai kurangnya pengetahuan masyarakat
terhadap pola diet diabetes melitus antara lain:

 Pembuatan leaflet edukasi tentang pola diet diabetes melitus.


 Melakukan pemeriksaan gula darah acak kepada masyarakat.
 Melakukan penyuluhan mengenai pola diet untuk mencegah diabetes melitus saat
homecare.
Dari program ini, diharapkan dapat membantu meningkatkan pengetahuan masyarakat
terhadap pola diet diabetes melitus di wilayah Puskesmas Kepanjen dengan evaluasi berupa
hasil observasi yang dilakukan oleh petugas kesehatan di desa setelah pelaksaanan program.
5.2 Saran
Komunikasi dan koordinasi yang baik, serta kerjasama lintas sektor dalam program ini
sangat diperlukan agar tercapai harapan dari program ini. Tidak lupa juga, melihat
perkembangan yang selalu terjadi dalam masyarakat kita, setiap ide dan masukan yang ada
dalam masyarakat penting sekali untuk diperhatikan. Oleh karena itu, program ini perlu
dimatangkan pelaksanaannya melalui penguatan kerjasama dengan pihak terkait untuk
memberikan pelayanan yang terbaik dan selalu diperbaharui menjadi lebih baik bagi
masyarakat (camat, lurah/kepala desa, tokoh agama, Babinsa, Bhabinkamtibmas, ketua
penggerak PKK, Karang Taruna, dsb). Penulis menyadari banyaknya kekurangan dalam
penyampaian dan pelaksanaan mini project ini, misalnya adalah waktu yang terbatas,
sehingga
perlu dievaluasi dalam bulan-bulan berikutnya mengenai kendala dan hal-hal yang bisa
ditingkatkan agar lebih efektif.

Kepanjen, Mei 2021

Pendamping Internsip Pelaksana

dr. Didik Sulistyanto dr. Dasarina Rizqi Amalia


DAFTAR PUSTAKA

1. Hestiana, DP. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan dalam pengelolaan diet
pada pasien rawat jalan diabetes mellitus tipe 2 di kota semarang. Semarang. JHE 2(2).
2017.
2. Kemenkes RI. (2014). Profil Kesehatan Indonesia 2014. Jakarta: Kemenkes RI
3. Yitno & Asep WR. Pengaruh jalan kaki ringan 30 menit terhadap penurunan kadar gula
daeah pada lansia penderita diabetes mellitus tipe 2. Tulungagung. STRADA Jurnal Ilmiah
Kesehatan. 6(2). 2017.
4. RISKESDAS. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta. Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Kemenkes RI. 2013.
5. American Diabetes Association. Diagnosis and classification of diabetes mellitus.
Diabetes care. 2010 Jan 1;33(Supplement 1):S62-9.
6. Dasar RK. RISKESDAS 2013. Badan Penelitian dan Pengembangan Badan
Kesehatan Kementerian Republik Indonesia. 2013
7. Foster, D.W. Diabetes Mellitus. In Harrison’s Principles of Internal Medicine. Singapore:
McGraw-Hill Book Co.1994.
8. Kohei KA. Pathophysiology of type 2 diabetes and its treatment policy. JMAJ. 2010
Jan;53(1):41-6.
9. PERKENI KP. Pencegahan Diabetes Melitus Tipe II di Indonesia, Jakarta: PB
10. Depkes RI. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Diabtes Mellitus. Departemen
Kesehatan RI.2005.
11. Nathan, DM., Delahanty LM. 2010. Menaklukkan Diabetes. Jakarta: Bhuana Ilmu Populer
12. Katzung, BG. 2012. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta: Salemba Medika. P479-489.

Anda mungkin juga menyukai