Anda di halaman 1dari 45

FITOTERAPI

DIABETES MELITUS

Dosen : Dr. Eka Fitrianda, M.Farm, Apt

Oleh

Kelompok 2

Venny Yuliani (3050018)

Meta Adenia Safitri (3005025)

M. Irfan Juliano (3005024)

Noverta Muharni (3005064)

Susi Handayani (3005069)

Cania Mela Putri (3005073)

SEKOLAH TINGGI FARMASI INDONESIA

YAYASAN PERINTIS

PADANG

2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik
dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja
insulin atau kedua-duanya (ADA, 2015). Diabetes merupakan salah satu penyakit
kronis dengan prevalensi yang terus meningkat dan menjadi ancaman kesehatan
global. Badan Kesehatan Dunia (WHO) memprediksi kenaikan jumlah penderita
Diabetes Melitus (DM) di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar
21,3 juta pada tahun 2030. Laporan ini menunjukkan adanya peningkatan jumlah
penderita DM sebanyak 2 - 3 kali lipat pada tahun 2035 (Kemenkes RI, 2019).
Penyakit diabetes membutuhkan penatalaksanaan terapi yang tepat untuk
mencapai target pengobatan dan mencegah berkembangnya penyakit menjadi
komplikasi yang serius. Penanganan penyakit diabetes memerlukan kolaborasi
tenaga kesehatan. Apoteker menyediakan obat yang aman dan bermutu,
mendampingi, memberikan konseling dan bekerja sama dengan pasien, khususnya
dalam terapi obat yang merupakan salah satu tugas profesi kefarmasian.
Apoteker berperan penting dalam penatalaksanan terapi diabetes khususnya
dalam mencegah masalah terapi obat dengan cara memberikan konseling dan
edukasi, meningkatkan kepatuhan pasien serta melaksanakan pemantauan terapi
obat. Pelayanan informasi obat ke pasien, dokter dan tenaga kesehatan lain
merupakan bagian dari pelayanan farmasi klinis
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Diabetes Melitus


2.1.1 Definisi Diabetes Melitus
Penyakit diabetes melitus (DM) yang juga dikenal sebagai penyakit kencing
manis atau penyakit gula darah adalah golongan penyakit kronis yang ditandai
dengan peningkatan kadar gula dalam darah sebagai akibat adanya gangguan sistem
metabolisme dalam tubuh, dimana organ pankreas tidak mampu memproduksi
hormon insulin sesuai kebutuhan tubuh. American Diabetes Association (ADA)
Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin
atau kedua-duanya (ADA, 2015).
Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis
dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat. Jika telah berkembang
secara klinis, maka diabetes mellitus ditandai dengan hiperglikemia puasa dan
prospandial, arterosklerotik dan penyakit vaskular mikroangiopati dan neuropati
(Price & Wilson, 2014).
2.1.2 Anatomi Fisiologi pancreas
Pankreas diidentifikasi oleh dokter bedah Yunani Herophilus yang hidup di tahun
335-280 SM. Pankreas dapat didefinisikan sebagai organ kelenjar yang hadir dalam
endokrin dansistem pencernaan dari semua vertebrata. Pankreas seperti spons dengan
warna kekuningan.Bentuk pankreas menyerupai seperti ikan. Pankreas ini sekitar
panjang 15 cm dan sekitar 3,8cm lebar. Pankreas meluas sampai ke bagian belakang
perut, di belakang daerah perut danmelekat ke bagian pertama dari usus yang disebut
duodenum. Sebagai kelenjar endokrin,menghasilkan hormon seperti insulin,
somatostatin dan glukagon dan sebagai kelenjareksokrin yang mensintesis dan
mengeluarkan cairan pankreas yang mengandung enzim penceraan yang
selanjutnya di teruskan ke usus kecil. Enzim-enzim pencernaan berkontribusi pada
pemecahan dari karohidratt, lemak dan protein yang hadir paruh maknanan yang di
cerna.
2.1.3 Klasifikasi Diabetes Melitus
Secara umum, diabetes melitus terbagi menjadi beberapa tipe. Pembagian ini
penting karena penyebab naiknya kadar gula yang mengarah pada diabetes bisa
berbeda pada setiap individu. Berikut ini adalah tipe-tipe diabetes melitus
berdasarkan Konsensus Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) Tahun
2015, yaitu:
Tabel 1. Klasifikasi penyakit diabetes
2.1.4 Etiologi Diabetes Melitus
Penyakit diabetes melitus tidak bisa menular, melainkan di turunkan oleh orang
tua kepada anak, anggota keluarga yang menderita diabetes melitus memiliki
kemungkinan lebih besar terserang dibandingkan dengan keluarga yang tidak pernah
terserang penyakit diabetes melitus.
Diabetes mellitus tipe 1 terjadi karena kerusakan sel langerhans sehingga
mengakibatkan produksi insulin berhenti atau hanya dapat diproduksi sedikit sekali.
Pada diabetes melitus tipe 1 glukosa darah tidak dapat dimanfaatkan sebagai energi,
akibatnya terjadi proses perangsangan lipolisis dan peningkatan kadar asam lemak
dan gliserol darah, sehingga terbentuknya produk-produk keton, yang dijumpai pada
urin penderita diabetes melitus tipe 1 (Ganiswara, 2004; Nugroho, 2012).
Diabetes melitus tipe 1 juga dapat disebabkan oleh penyakit autoimun akibat
kerusakan imunologik sel-sel yang memproduksi insulin (Ganiswara, 2004).
Sedangkan pada diabetes melitus tipe 2 disebabkan karena penurunan respon
jaringan insulin (resisitensi insulin) serta penurunan regulasi insulin, akibat dari
sekresi insulin pada sel langerhans terganggu terjadi penumpukan glukosa dalam
darah (Nugroho, 2012; Price & Wilson, 2014).
Penderita diabetes melitus tipe 2 dapat disebabkan pula karena obesitas atau
kelebihan makanan. Akibatnya sel langerhans merespon dengan meningkatkan
produksi insulin (hiperinsulinemia), namun kelebihan insulin tersebut membuat
reseptor insulin melakukan pengaturan sendiri dengan menurunkan jumlahnya (down
regulation), penurunan reseptor insulin tersebut mengakibatkan resistensi insulin
(Nugroho, 2012).
2.1.5 Patofisiologi Diabetes Melitus
Tubuh manusia memerlukan energi untuk dapat beraktivitas secara baik.
Energi tersebut berasal dari makanan, terutama zat karbohidrat. Contoh makanan
yang mengandung karbohidrat antara lain nasi, jagung, gandum, kentang, tepung dan
lainnya. Karbohidrat diuraikan dalam tubuh menjadi glukosa, sedikit galaktosa dan
fruktosa. Glukosa yang ada dalam darah tidak dapat langsung masuk ke dalam sel-sel
tubuh. Untuk dapat masuk ke dalam sel tubuh dibutuhkan hormon yang diproduksi
oleh kelenjar ludah perut (pankreas), hormon tersebut dikenal dengan insulin. Bila
insulin tidak dihasilkan karena kerusakan pada sel beta kelenjar pankreas, atau
jumlah insulin cukup tetapi aktivitasnya tidak memadai (resistensi insulin), maka
akan menyebabkan terjadinya peningkatan kadar glukosa darah (Kemenkes RI,
2019).

2.1.6 Faktor-Faktor Resiko Diabetes Melitus


Menurut sudoyo (2006), faktor-faktor resiko terjadinya diabetes melitus antara lain :
1. Faktor keturunan (genetik)
Riwayat keluarga dengan DM tipe 2, akan mempunyai peluang menderita DM
sebesar 15 % dan resiko mengalami intoleransi glukosa yaitu ketidakmampuan
dalam metabolisme karbohidrat secara normal sebesar 30 %. Faktor genetik
dapat lansung mempengaruhi sel beta dan mengubah kemampuannya untuk
mengenali dan menyebarkan ransang sekretoris insulin. Keadaan ini
meningkatkan kerentanan individu tersebut tehadap faktor-faktor lingkungan
yang dapat mengubah integritas dan fungsi sel beta pankreas.
2. Obesitas
Obesitas atau kegemukan yaitu kelebihan berat badan ≥ 20 % dari berat ideal
atau BMI (body massa index) ≥ 27 kg/m². Kegemukan menyebabkan
berkurangnya jumlah reseptor insulin yang dapat bekerja di dalam sel pada otot
skeletal dan jaringan lemak. Hal ini dinamakan resistensi insulin perifer.
3. Usia
Faktor usia yang resiko menderita DM tipe 2 adalah usia diatas 30 tahun, hal ini
dikarenakan adanya perubahan anatomis, fisiologis dan biokimia.
4. Tekanan darah
Seseorang yang beresiko menderita DM adalah yang mempunyai tekanan darah
tinggi (Hipertensi) yaitu tekanan darah ≥ 140/90 mmHg pada umummnya pada
diabetes melitus menderita juga hipertensi. Patogenesis pada DM tipe 2 sangat
kompleks, banyak faktor yang berpengaruh pada peningkatan tekanan darah.
Pada DM faktor tersebut adalah resistensi insulin, kadar gula darah plasma,
obesitas selain faktor lain autoregulasi pengaturan tekanan darah.
5. Aktivitas fisik
Aktivitas fisik berdampak terhadap aksi insulin padaorang yang beresiko DM.
Kurangnya aktivitas fisik merupakan salah satu faktor yang ikut berperan
menyebabkan resistensi insulin pada DM tipe 2. Mekanisme aktivitas fisik dalam
mencegah atau menghambat perkembangan DM tipe 2 yaitu :
1) Penurunan resistensi insulin/peningkatan sensitifitas insulin
2) Peningkatan toleransi glukosa
3) Penurunan lemak adiposa tubuh secara menyeluruh
4) Pengurangan lemak sentral
5) Perubahan jaringan otot
6. Kadar kolesterol
Kadar abnormal lipid darah erat kaitanya dengan obesitas dan DM tipe 2. Pada
kondisi ini perbandingan antara HDL (High Density Lipoprotein) dengan LDL
(Low Density Lipoprotein) cenderung menurun, dimana kadar trigliserida secara
umum meningkat sehingga memperbesar resiko artherogenesis.
7. Stres
Stres muncul ketika ada ketidakcocokan antara tuntutan yang dihadapi dengan
kemampuan yang dimiliki. Diabetasi yang mengalami stres dapar merubah pola
makan, latihan, penggunaan obat yang biasanya dipatuhi dan hal ini
menyebabkan terjadinya hiperglikemia. Stres memicu reaksi biokimia tubuh
melaui 2 jalur, yaitu neural dan neuroendokrin. Reaksi pertama respon stres yaitu
sekresi sistem saraf simpatis untuk mengeluarkan norepinefrin yang
menyebabakan peningkatan frekuensi jantung. Kondisi ini menyebabkan glukosa
darah meningkat guna sumber energi untuk perfusi.
8. Riwayat diabetes gestasional
Wanita yang mempunyai riwayat diabetes gestasional atau melahirkan bayi
dengan berat badan lebih dari 4 kg mempunyai resiko untuk menderita DM tipe
2. DM tipe ini terjadi ketika ibu hamil gagal mempertahankan euglikemia (kadar
glukosa darah normal). Faktor resiko DM gestasional adalah riwayat keluarga,
obesitas dan glikosuria (Damayanti, 2015).
2.1.7 Gejala Klinis Diabetes Melitus
Gejala klinis DM tergantung dari tingkat hiperglikemik yang dialami oleh
pasien. Gejala klinis khas yang sering dirasakan oleh penderita diabetes mellitus
yaitu poliuria (sering buang air kecil), polidipsi (sering haus), polifagia (banyak
makan atau mudah lapar). Keluhan lain yang sering muncul seperti penglihatan
kabur, kesemutan pada tangan dan kaki, koordinasi gerak tubuh anggota badan
terganggu, dan sering timbul gatal-gatal (pruritus) dan berat badan menurun tanpa
sebab yang jelas. Pada diabetes melitus tipe 1 gejala yang sering muncul yaitu
poliuria, polifagia, dan polidipsi serta penurunan berat badan, cepat merasa lelah
(fatigue), iritabilitas dan pruritus (gatal-gatal pada kulit) (Nugroho, 2012).
Pada diabetes melitus tipe 2 gejala yang dirasakan sulit untuk diduga. Diabetes
melitus tipe 2 sering kali muncul tanpa diketahui dan penanganan baru dimulai
ketika penyakit sudah berkembang dan komplikasi sudah terjadi. Penderita diabetes
melitus tipe 2 pada umumnya lebih mudah terserang infeksi, sukar sembuh dari luka,
daya penglihatan yang semakin memburuk, serta munculnya gejala poliuria,
polidipsia, letargi dan nokturia (Nugroho, 2012; Erlin Yulinah Sukandar et al.,
2013).
2.1.8 Diagnosis
Tabel Kadar Glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan
diagnosis DM (Kemenkes RI, 2019). :
Tabel 2. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa
Seseorang dikatakan diabetes melitus jika kadar glukosa melebihi normal dan
menunjukkan gejala klasik
2.1.9 Penatalaksanaan Diabetes Melitus
Tujuan utama terapi diabetes adalah menormalkan aktivitas insulin dan kadar
glukosa darah untuk mengurangi komplikasi yang ditimbulkan akibat DM. Caranya
yaitu menjaga kadar glukosa dalam batas normal untuk memeliharakualitas hidup
yang baik. Penatalaksaan diabetes melitus terbagi menjadi dua yaitu terapi
farmakologi dan terapi non farmakologi.
1. Terapi farmakologi
Adapun terapi farmakologi yang dapat digunakan pada penderita diabetes
melitus yaitu :
1) Terapi insulin
Insulin merupakan hormon yang dihasilkan oleh pankreas, yang
bertanggung jawab dalam mempertahankan kadar gula darah normal. Insulin
membantu transport glukosa dari darah kedalam sel sehingga bisa
menghasilkan energi atau disimpan sebagai cadangan energi, insulin juga
mempengaruhi pada proses metabolisme, karena itu gangguan fungsi insulin
dapat mempangaruhi pada berbagai organ dan jaringan tubuh lainnya
(Ganiswara, 2004).
Prinsip terapi insulin yaitu (Ganiswara, 2004) :
a. Semua penderita Diabetes Melitus Tipe 1 memerlukan insulin eksogen

karena produksi insulin endogen oleh sel sel pankreas tidak ada atau
hampir tidak ada.
b. Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 tertentu kemungkinan membutuhkan
terapi insulin apabila terapi lain tidak dapat mengendalikan kadar glukosa
darah.
c. Keadaan stress berat, seperti infeksi berat, tidakan pembedahan, infark
miokard akut atau stroke.
d. Diabetes Melitus Gestasional dan penderita Diabetes Melitus yang hamil
membutuhkan terapi insulin apabila terapi lain tidak dapt mengendalikan
glukosa darah.
e. Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat.
f. Kontra indikasi atau alergi terhadap obat hipoglikemik oral.

Berdasarkan lama kerjanya, insulin terbagi menjadi 6 jenis yaitu (medical


mini notes. 2017) :

a. Insulin kerja cepat (rapid acting insulin).


b. Insulin manusia kerja pendek = insulin reguler (short acting insulin).
c. Insulin manusia kerja menengah (intermediet acting insulin).
d. Insulin kerja panjang (long acting insulin).
e. Insulin manusia campuran (human premixed insulin).
f. Insulin analog campuran

2) Terapi Obat Hipoglikemik Oral


Hipoglikemik oral terutama ditujukan kepada penderita Diabetes Melitus
Tipe 2, pemilihan hipoglikemik oral yang tepat sangat menentukan
keberhasilan terapi pengobatan, penggunaan hipoglikemik oral dapat
digunakan satu jenis obat atau kombinasi dari dua jenis obat (Kemenkes, RI,
2019).
1. Golongan Sulfonilurea
Kerja utama sulfonilurea adalah meningkatkan sekresi insulin
sehingga efektif hanya jika masih ada aktivitas sel beta pankreas; pada
pemberian jangka lama sulfonilurea juga memiliki kerja di luar pankreas.
Semua golongan sulfonilurea dapat menyebabkan hipoglikemia, tetapi hal
ini tidak biasa terjadi dan biasanya menandakan kelebihan dosis.
Hipoglikemia akibat sulfonilurea dapat menetap berjam-jam dan pasien
harus dirawat di rumah sakit.
a. Glibenklamid
 Indikasi: diabetes melitus tipe 2. Peringatan: sulfonilurea dapat
meningkatkan berat badan dan diresepkan hanya jika kontrol buruk
dan gejala tidak hilang walaupun sudah melakukan upaya diet yang
memadai. Hati-hati digunakan pada pasien lansia dan pada pasien
dengan gangguan fungsi hati dan ginjal ringan hingga sedang karena
bahaya hipoglikemia.
 Kontraindikasi: sulfonilurea sedapat mungkin dihindari pada
gangguan fungsi hati; gagal ginjal dan pada porfiria. Sulfonilurea
sebaiknya tidak digunakan pada ibu menyusui dan selama kehamilan
sebaiknya diganti dengan terapi insulin. Sulfonilurea
dikontraindikasikan jika terjadi ketoasidosis.
 Efek Samping: umumnya ringan dan jarang, diantaranya gangguan
gastrointestinal seperti mual, muntah, diare dan konstipasi.
Sulfonilurea dapat menyebabkan gangguan fungsi hati, yang mungkin
menyebabkan jaundice kolestatik, hepatitis dan kegagalan fungsi hati
meski jarang. Dapat terjadi reaksi hipersensitivitas, biasanya pada
minggu ke 6-8 terapi, reaksi.
 Dosis: dosis awal 2,5 - 5 mg sehari; diminum secepatnya sebelum
makan pagi atau makan siang, disesuaikan dengan respon, dosis
maksimum harian 20 mg; sampai 15 mg dapat diberikan sebagai dosis
tunggal, lebih tinggi dalam dosis terbagi.

2. Golongan Meglitinid

Nateglinid dan repaglinid menstimulasi pelepasan insulin. Kedua obat


ini mempunyai mula kerja cepat dan kerja singkat, dan diminum dekat
sebelum tiap kali makan. Repaglinid diberikan sebagai monoterapi pada
pasien yang tidak kelebihan berat badan atau pada pasien yang kontraindikasi
atau tidak tahan dengan metformin, atau dapat diberikan kombinasi dengan
metformin. Nateglinid hanya disetujui digunakan bersama metformin.
a. Repaglinid
 Indikasi: diabetes melitus tipe 2 (tunggal atau dikombinasikan dengan
metformin jika metformin tunggal tidak tepat).
 Peringatan: pemberian insulin selama penyakit intercurrent (seperti
infark miokardia, koma infeksi dan trauma) dan selama pembedahan
(abaikan nateglinide pada pembedahan pagi hari dan berikan sewaktu
makan dan minum normal), pasien lemah dan tidak berdaya,
gangguan fungsi ginjal.
 Kontraindikasi: ketoasidosis, gangguan fungsi hati berat, kehamilan
dan menyusui.
 Efek Samping: nyeri perut, diare, konstipasi, mual, muntah,
hipoglikemia (jarang terjadi), reaksi hipersensitifitas termasuk
pruritus, kemerahan, vaskulitis, urtikaria dan gangguan penglihatan.
 Dosis: awal 500 mcg, diberikan 30 menit sebelum makan (1 mg jika
mendapat obat hipoglikemik oral lain) disesuaikan dengan respons
pada interval 1-2 minggu, sampai 4 mg diberikan dosis tunggal, dosis
maksimal 16 mg sehari, anak, remaja dibawah 18 tahun dan lanjut
usia diatas 75 tahun tidak dianjurkan.
b. Nateglinid
 Indikasi: diabetes melitus tipe 2 dikombinasikan dengan metformin,
jika metformin tunggal tidak cukup.
 Peringatan: pemberian insulin pada diabetes melitus yang disertai
penyakit lain (seperti infark miokardia, koma infeksi dan trauma) dan
selama pembedahan (hentikan nateglinid pada pembedahan pagi hari
dan diberikan kembali setelah makan dan minum normal), lanjut usia,
pasien lemah dan tidak berdaya, gangguan fungsi hati sedang (hindari
jika berat).
 Kontraindikasi: ketoasidosis, kehamilan dan menyusui. Efek Samping:
hipoglikemia, reaksi hipersensitif termasuk pruritus, kemerahan dan
urtikaria.
 Dosis: awal 60 mg tiga kali sehari diberikan 30 menit sebelum makan,
disesuaikan dengan respon, dosis maksimal 180 mg tiga kali sehari,
anak dan remaja di bawah 18 tahun tidak dianjurkan.

3. Golongan Biguanid

Kerja utama adalah menurunkan glukoneogenesis dan meningkatkan


penggunaan glukosa di jaringan. Karena kerjanya hanya bila ada insulin
endogen, maka hanya efektif bila masih ada fungsi sebagian sel islet
pankreas. Metformin merupakan obat pilihan pertama pada pasien diabetes
melitus tipe 2 termasuk pasien dengan berat badan berlebih dalam kondisi
diet ketat gagal untuk mengendalikan diabetes, jika sesuai bisa juga
digunakan sebagai pilihan pada pasien dengan berat badan normal. Juga
digunakan untuk diabetes yang tidak dapat dikendalikan dengan terapi
sulfonilurea.

a. Metformin[
 Indikasi diabetes melitus tipe 2, terutama untuk pasien dengan berat badan
berlebih (overweight), apabila pengaturan diet dan olahraga saja tidak dapat
mengendalikan kadar gula darah. Metformin dapat digunakan sebagai
monoterapi atau dalam kombinasi dengan obat antidiabetik lain atau insulin
(pasien dewasa), atau dengan insulin (pasien remaja dan anak >10 tahun).
 Peringatan: tentukan fungsi ginjal (menggunakan metoda sensitif yang sesuai)
sebelum pengobatan sekali atau dua kali setahun (lebih sering pada atau bila
keadaan diperkirakan memburuk).
 Kontraindikasi: gangguan fungsi ginjal, ketoasidosis, hentikan bila terjadi
kondisi seperti hipoksia jaringan (sepsis, kegagalan pernafasan, baru mengalami
infark miokardia, gangguan hati), menggunakan kontras media yang
mengandung iodin (jangan menggunakan metformin sebelum fungsi ginjal
kembali normal) dan menggunakan anestesi umum (hentikan metformin pada
hari pembedahan dan mulai kembali bila fungsi ginjal kembali normal), wanita
hamil dan menyusui.
 Efek Samping: anoreksia, mual, muntah, diare (umumnya sementara), nyeri
perut, rasa logam, asidosis laktat (jarang, bila terjadi hentikan terapi), penurunan
penyerapan vitamin B12, eritema, pruritus, urtikaria dan hepatitis.
 Dosis: dosis ditentukan secara individu berdasarkan manfaat dan tolerabilitas.
Dewasa & anak > 10 tahun: dosis awal 500 mg setelah sarapan untuk sekurang-
kurangnya 1 minggu, kemudian 500 mg setelah sarapan dan makan malam untuk
sekurang-kurangnya 1 minggu, kemudian 500 mg setelah sarapan, setelah makan
siang dan setelah makan malam. Dosis maksimum 2 g sehari dalam dosis
terbagi.

4. Golongan Tiazolidindion

Tiazolidindion dan pioglitazon, menurunkan resistensi insulin perifer,


menyebabkan penurunan kadar glukosa darah. Obat ini juga digunakan tunggal
atau kombinasi dengan metformin atau dengan sulfonilurea (jika metformin
tidak sesuai), kombinasi tiazolindindion dan metformin lebih baik dari
kombinasi tiazolidindion dan sulfonilurea terutama pada pasien dengan berat
badan berlebih. Respon yang tidak memadai terhadap kombinasi metformin dan
sulfonilurea menunjukkan kegagalan pelepasan insulin, pemberian pioglitazon
tidak begitu penting pada keadaan ini dan pengobatan dengan insulin tidak boleh
ditunda. Kontrol glukosa darah dapat memburuk sementara jika tiazolindindion
diberikan sebagai pengganti obat antidiabetik oral yang sebelumnya digunakan
dalam bentuk kombinasi dengan antidiabetik lain. Keuntungan penggunaan
jangka panjang tiazolidindion belum diketahui.

a. Pioglitazon
 Indikasi: terapi tambahan pada diet dan olahraga pada diabetes melitus tipe 2
(dual kombinasi dengan sulfonilurea atau metformin, dan triple kombinasi
dengan metformin dan sulfonilurea).
 Peringatan: retensi cairan, gagal jantung, peningkatan berat badan, udem, pantau
fungsi hati, hentikan jika terjadi ikterus, pantau nilai hemoglobin dan hematokrit,
hipoglikemia, fraktur pada penggunaan jangka panjang, wanita hamil dan
menyusui.
 Kontraindikasi: hipersensitivitas, gagal jantung atau memiliki riwayat gagal
jantung, kerusakan hati, ketoasidosis diabetik, kanker kandung kemih atau
riwayat kanker kandung kemih, penggunaan bersama insulin.
 Efek Samping: umum: gangguan penglihatan, ISPA, peningkatan berat badan,
peningkatan kreatinin kinase (kreatinin fosfokinase), hipoastesia. Tidak umum:
sinusitis, insomnia.
 Dosis: untuk dewasa dosis awal 15 mg atau 30 mg satu kali sehari, dosis dapat
ditingkatkan hingga 45 mg satu kali sehari.

5. Golongan Penghambat α-glikosidase

Akarbosa, merupakan penghambat alpha-glukosidase intestinal, yang


memperlambat absorbsi karbohidrat dan sukrosa. Akarbosa mempunyai efek kecil
tapi bermakna dalam menurunkan glukosa darah dan dapat digunakan tunggal
atau sebagai penunjang terapi jika metformin atau sulfonilurea tidak memadai.
Hiperglikemia postprandial pada diabetes tipe 1 (tergantung insulin) dapat
dikurangi dengan akarbosa, tetapi sekarang jarang digunakan. Terjadinya
flatulensi menghalangi penggunaan akarbosa walaupun efek samping ini
cenderung menurun dengan waktu.

a. Akarbosa
 Indikasi: diabetes melitus yang tidak dapat diatur hanya dengan diet atau diet
dengan obat antidiabetik oral.
 Peringatan: pemantauan fungsi hati; dapat meningkatkan efek hipoglikemia
insulin dan sulfonilurea (episode hipoglikemia dapat diobati dengan glukosa
oral tapi tidak dengan sukrosa).
 Kontraindikasi: wanita hamil, wanita menyusui, anak, inflammatory bowel
disease (seperti ulserativa kolitis, Crohn's disease), obstruksi usus halus
sebagian (atau predisposisi), gangguan fungsi hati, gangguan fungsi ginjal,
hernia, riwayat bedah perut.
 Efek Samping: flatulensi, tinja lunak, diare (mungkin perlu pengurangan
dosis atau penghentian), perut kembung dan nyeri, mual (jarang), reaksi pada
kulit dan fungsi hati yang tidak normal. Ada laporan ileus, udema, ikterus,
dan hepatitis. Dosis: dosis perlu disesuaikan oleh dokter secara individu
karena efikasi dan tolerabilitas bervariasi.
 Dosis rekomendasi adalah: awal 3x1 tablet 50mg/hari, dilanjutkan dengan
3x1/2 tablet 100 mg/hari. Dilanjutkan dengan 3x2 tablet 50 mg atau 3x1-2
tablet 100 mg. Peningkatan dosis dapat dilakukan setelah 4-8 minggu, bila
pasien menunjukkan respon tidak adekuat. Tak perlu penyesuaian dosis pada
usia lanjut (>65 tahun). Tidak dianjurkan untuk anak dan remaja di bawah 18
tahun.
 Konseling: Tablet dikunyah bersama satu suapan pertama makanan atau
ditelan utuh dengan sedikit air segera sebelum makan. Untuk mengantisipasi
kemungkinan efek hipoglikemia, pasien yang mendapat insulin atau suatu
sulfonilurea atau akarbosa harus selalu membawa glukosa (bukan sukrosa
karena akarbosa mempengaruhi absorpsi sukrosa). Keterangan: akarbosa
bekerja menghambat alpha-glukosidase sehingga memperlambat dan
menghambat penyerapan karbohidrat.

6. Golongan Inhibitor Dipeptidyl Peptidase - 4 (DPP-IV)

a. Sitagliptin

 Indikasi: sebagai monoterapi, terapi tambahan pada diet dan olahraga pada
pasien NIDDM (tipe 2), dalam kombinasi dengan metformin atau agonis
PPAR-gamma (misal: tiazolidindion) dimana monoterapi yang disertai
dengan diet dan olahraga tidak menghasilkan kontrol glikemik yang
adekuat, dalam kombinasi dengan metformin dan sulfonilurea dimana
monoterapi yang disertai dengan diet dan olahraga tidak menghasilkan
kontrol glikemik yang adekuat.
 Peringatan: tidak boleh digunakan pada diabetes melitus tipe 1 atau diabetes
ketoasidosis, penggunaan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal
memerlukan penyesuaian dosis. Kontraindikasi: ketoasidosis, gangguan
fungsi ginjal (hindari, jika GFR kurang dari 50 mL/menit/1,73 m2),
kehamilan, menyusui.
 Efek Samping: infeksi saluran nafas atas, sakit kepala, nasofaringitis, telah
dilaporkan reaksi hipersensitivitas termasuk anafilaksis, angioedema, ruam,
urtikaria, cutaneous vasculitis, exfoliative skin termasuk sindrom Stevens-
Johnson, peningkatan enzim hepatik, pankreatitis akut termasuk pankreatitis
necrotizing dan hemoragik yang fatal dan tidak fatal, konstipasi, muntah,
sakit kepala, perburukan fungsi ginjal termasuk gagal ginjal akut (kadang
memerlukan dialisis). Dosis: dewasa diatas 18 tahun, 100 mg sekali sehari,
sebagai monoterapi atau kombinasi.
b. Vildagliptin
 Indikasi: tambahan terhadap diet dan latihan fisik untuk meningkatkan
kontrol gula darah pada diabetes melitus tipe 2 baik dalam bentuk tunggal
maupun kombinasi dengan metformin, sulfonilurea, atau golongan
tiazolidindion bila diet, latihan fisik dan terapi tunggal tidak cukup
memadai. Peringatan: bukan merupakan pengganti insulin pada pasien
yang memerlukan insulin.
 Kontraindikasi: diabetes melitus tipe 1, ketoasidosis diabetik, hipersensitif,
gangguan fungsi ginjal sedang atau berat, gangguan fungsi hati,
kehamilan, menyusui. Efek Samping: pusing, nasofaringitis, hipertensi,
tremor, sakit kepala, astenia, peningkatan berat badan, edema perifer,
konstipasi, mual, diare.
 Dosis: monoterapi: 50 mg sekali sehari pada pagi hari, atau 100 mg per
hari dalam dua dosis terbagi, 50 mg pada pagi dan malam hari. Tidak
dianjurkan penggunaan pada anak-anak.
c. Linagliptin
 Indikasi: terapi tambahan selain diet dan olahraga pada pasien dewasa
dengan diabetes melitus tipe 2 yang tidak dapat dikendalikan dengan
metformin dan/atau sulfonilurea. Digunakan dengan metformin dan/atau
sulfonilurea.
 Peringatan: tidak dapat digunakan pada pasien diabetes melitus tipe 1 atau
untuk pengobatan ketoasidosis diabetik, hipoglikemi, hentikan penggunaan
jika muncul gejala pankreatitis akut (nyeri abdomen parah dan persisten),
tidak direkomendasikan untuk anak di bawah 18 tahun.
 Kontraindikasi: hipersensitivitas, kehamilan, menyusui. Efek Samping:
sangat umum: hipoglikemi pada pemberian bersama dengan metformin
dan sulfonilurea; tidak umum: nasofaringitis, hipersensitivitas, dan batuk
pada pemberian bersama dengan metformin.
 Dosis: 5 mg satu kali sehari.
d. Saksagliptin
 Indikasi: diabetes melitus tipe 2 pada pasien dewasa, sebagai terapi
kombinasi dengan metformin, atau sulfonilurea, atau tiazolidindion.
Kombinasi dilakukan apabila penggunaan obat tunggal disertai dengan diet
dan olah raga tidak cukup mengontrol glikemik.
 Peringatan: gangguan fungsi ginjal, gangguan fungsi hati, lansia, gangguan
pada kulit, gagal jantung, pasien immunocompromised, Pasien dengan
galactose intolerance, Lapp Lactas deficiency dan glucose
galactosemalabsorption. Saksagliptin tidak dapat digunakan pada pasien
diabetes melitus tipe 1 atau untuk pengobatan ketoasidosis diabetik.
Khasiat dan keamanan penggunaan pada anak, remaja, kehamilan dan
menyusui, serta pengaruh terhadap kesuburan belum diketahui pasti.
Diperlukan penurunan dosis sulfonilurea bila digunakan bersama
saksagliptin untuk mengurangi resiko hipoglikemik.
 Kontraindikasi: hipersensitif.
 Efek Samping: sangat sering: hipoglikemi (pada terapi kombinasi dengan
sulfonilurea); sering: ruam, infeksi saluran pernapasan atas, infeksi saluran
kemih, gastroenteritis, sinusitis, sakit kepala, muntah, pusing, kelelahan,
nasofaringitis (pada terapi kombinasi dengan metformin), udem perifer
(pada terapi kombinasi dengan tiazolidindion).
 Dosis: 5 mg sekali sehari sebagai terapi kombinasi dengan metformin,
tiazolidindion atau sulfonilurea.

7. Golongan Penghambat Sodium-Glucose Lo-transporter-2 (SGLT2)

a. Dapagliflozin

 Indikasi: terapi kombinasi pada diabetes melitus tipe 2 yang tidak teratasi
dengan diet dan olahraga.
 Peringatan: diabetes melitus tipe 1 atau terapi diabetik ketoasidosis,
kerusakan hati, gagal ginjal sedang hingga berat (CrCl <60 mL/min atau
eGFR <60 mL/min/1,73 m2), pasien dengan risiko deplesi volume,
hipotensi dan/atau ketidakseimbangan elektrolit: dapagliflozin
meningkatkan diuresis yang berkaitan dengan penurunan tekanan darah.
Terapi pielonefritis atau urosepsis: penghentian penggunaan sementara,
lansia ≥75 tahun, meningkatkan hematokrit dan menghasilkan positif pada
tes glukosa urin, kehamilan dan menyusui, anak <18 tahun.
 Kontraindikasi: hipersensitivitas.
 Efek Samping: sangat umum: hipoglikemia. umum: vulvovaginitis,
balanitis dan infeksi terkait genital, infeksi saluran kemih, pusing, nyeri
punggung, disuria, poliuria, peningkatan hematokrit, penurunan klirens
kreatinin ginjal, dislipidemia. Tidak umum: infeksi jamur, deplesi volume,
haus, konstipasi, mulut kering, nokturia, kerusakan ginjal, pruritus
vulvovaginal, pruritus genital, peningkatan kreatinin darah, peningkatan
urea darah, peningkatan berat badan.
 Dosis: terapi kombinasi 10 mg sekali sehari dengan metformin,
tiazolidindion, dan sulfonilurea. Bila bersama sulfonilurea, dosis
sulfonilurea diturunkan untuk mengurangi risiko hipoglikemia.
2. Terapi Non Farmakologi

1. Pengaturan Makan

Diet yang baik merupakan kunci keberhasilan penatalaksanaan


diabetes. Diet yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang
seimbang dalam hal karbohidrat, protein dan lemak, sesuai dengan
kecukupan gizi yang baik. Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan,
status gizi, umur, stres akut dan kegiatan fisik, yang pada dasarnya
ditujukan untuk mencapai dan mempertahankan berat badan ideal.
Penurunan berat badan telah dibuktikan dapat mengurangi resistensi
insulin dan memperbaiki respons sel-sel β terhadap stimulus glukosa.

Salah satu penelitian melaporkan bahwa penurunan 5% berat badan


dapat mengurangi kadar HbA1c sebanyak 0,6% (HbA1c adalah salah satu
parameter status DM), dan setiap kilogram penurunan berat badan
dihubungkan dengan 3-4 bulan tambahan waktu harapan hidup. Selain
jumlah kalori, pilihan jenis bahan makanan juga perlu diperhatikan.
Masukan kolesterol tetap diperlukan, namun jangan melebihi 300 mg per
hari. Sumber lemak diupayakan yang berasal dari bahan nabati yang
mengandung lebih banyak asam lemak tak jenuh dibandingkan asam
lemak jenuh. Sebagai sumber protein sebaiknya diperoleh dari ikan, ayam
(terutama daging dada), tahu dan tempe karena tidak banyak mengandung
lemak. Masukan serat sangat penting bagi penderita diabetes, paling tidak
25 g per hari. Selain menghambat penyerapan lemak, makanan berserat
yang tidak dapat dicerna oleh tubuh juga dapat membantu mengatasi rasa
lapar yang kerap dirasakan penderita DM tanpa risiko masukan kalori yang
berlebih. Disamping itu makanan sumber serat seperti sayur dan buah-
buahan segar umumnya kaya akan vitamin dan mineral.

Prinsip pengaturan makan pada penyandang DM hampir sama dengan


anjuran makan untuk masyarakat umum, yaitu makanan yang seimbang
dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu.
Penyandang DM perlu diberikan penekanan mengenai pentingnya
keteraturan jadwal makan, jenis dan jumlah kandungan kalori, terutama
pada mereka yang menggunakan obat yang meningkatkan sekresi insulin
atau terapi insulin itu sendiri. Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65%
total asupan energi. Terutama karbohidrat yang berserat tinggi.

2. Latihan Jasmani

Latihan jasmani merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DMT2


apabila tidak kontraindikasi. Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan
jasmani dilakukan secara secara teratur sebanyak 3-5 kali perminggu
selama sekitar 30-45 menit, dengan total 150 menit perminggu. Jeda antar
latihan tidak lebih dari 2 hari berturut-turut. Dianjurkan untuk melakukan
pemeriksaan glukosa darah sebelum latihan jasmani. Apabila kadar
glukosa darah <100 mg/dL pasien harus mengkonsumsi karbohidrat
terlebih dahulu dan bila >250 mg/dL dianjurkan untuk menunda latihan
jasmani. Kegiatan sehari-hari atau aktivitas sehari-hari bukan termasuk
dalam latihan jasmani meskipun dianjurkan untuk selalu aktif setiap hari.

Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat


menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga
akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang dianjurkan
berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik dengan intensitas sedang (50-
70% denyut jantung maksimal) seperti: jalan cepat, bersepeda santai,
jogging, dan berenang. Denyut jantung maksimal dihitung dengan cara
mengurangi angka 220 dengan usia pasien. Pada penderita DM tanpa
kontraindikasi (contoh: osteoartritis, hipertensi yang tidak terkontrol,
retinopati, nefropati) dianjurkan juga melakukan resistance training
(latihan beban) 2-3 kali/perminggu sesuai dengan petunjuk dokter. Latihan
jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani.
Intensitas latihan jasmani pada penyandang DM yang relatif sehat dapat
ditingkatkan, sedangkan pada penyandang DM yang disertai komplikasi
intesitas latihan perlu dikurangi dan disesuaikan dengan masing-masing
individu.

3.1 Fitoterapi Diabetes Melitus

1. Penggunaan Pare (Momordica charantia.) sebagai obat diabetes melitus

Gambar 1. Pare (Momordica charantia.)


a. Klasifikasi :Tanaman Pare
Kingdom : Plantae
Devisio : Spermatophyta
Sub-Devisio : Angiospermae
Classis : Dicotyledoneae
Ordo : Cucurbitales
Familia : Cucurbitaceae
Genus : Momordica
Spesies : Momordica charantia L.

b. Nama latin dan nama daerah


 Nama latin dari pare adalah Momordica charantia.
 Nama daerah dari pare adalah seperti di Sumatera (Prieu, Peria, Papare,
Pariu), Jawa (Peria, Pare), Madura (Papareh, Pareya), Nusa Tenggara (Paye,
Paria, Kuwok, Pania), Sulawesi (Boleng gede pane), Ternate (Papare),
Maluku (Periana, Periene, pepore).
c. Khasiat dan Cara pengolahan secara tradisional
Khasiat Pare
 Pemanfaatan buah pare bagi masyarakat Jepang bagian selatan sebagai pbat
pencahar, laktasif dan obat cacing.
 Di India, ekstrak buah pare digunakan sebagai antidiabetik, obat rhematik,
obat gout, obat penyakit liver dan penyakit limfa.
 Di Indonesia, buah pare selain dikenal sebagai sayuran, juga secara
tradisional digunakan sebagai peluruh dahak, obat penurun panas dan
penambah nafsu makan.
Pengolahan Pare
1. Jus Pare
Salah satu jenis sayuran untuk diabetes seperti pare juga dapat diolah menjadi
jus. Jus pare inilah yang banyak digunakan sebagai obat karena mudah
pengolahan dan penggunaannya.
 Anda bisa mencuci bersih pare secukupnya.
 Kemudian blender hingga teksturnya benar-benar lembut bersama dengan 1/2
gelas air matang.
 Sesudah halus, maka segera minum jus tersebut sebanyak 2 kali setiap hari.
2. Sayur Pare
Jika hendak mengonsumsi sebagai sayur pare, maka pare bisa Anda konsumsi
langsung bila berani dengan rasa pahitnya. Sebagian orang suka dengan pare
mentah di mana mereka mengonsumsinya sebagai lalapan. Jika ingin
mengolahnya menjadi tumisan pare pun tidak masalah atau bahkan
mengukusnya lebih dulu sebelum dinikmati.
d. Kandungan konsituen kimia :
Kandungan buah pare yang berguna untuk menurunkan glukosa darah adalah
charantin, polypeptide-P insulin dan lektin. Kandungan saponin, flavonoid, polifenol,
dan vitamin C buah pare berfungsi sebagai antioksidan yang bertujuan untuk
menangkal radikal bebas yang dapat mengganggu kelangsungan hidup sel Leydig
akibat penyakit diabetes mellitus (Subahar, 2004; Agoes, 2010).
e. Mekanisme kerja kandungan konstituen kimia
Kandungan buah pare yang berguna dalam penurunan gula darah adalah
charantin, momorsidin dan polyeptide-P insulin (polipeptida yang mirip insulin)
yang memiliki komponen yang menyerupai sulfonylurea (obat antidiabetes paling
tua dan banyak dipakai). Mekanisme kerja dari charantin adalah menstimulasi sel
beta kelenjar pancreas untuk memproduksi insulin lebih banyak, dan meningkatkan
cadangan glikogen di hati. Sedangkan polyeptide-P insulin menurunkan kadar
glukosa darah secara langsung (Pratama, 2011).
f. Efiden
Berdasarkan penelitian Wicaksono (2014) ekstrak etanol buah pare dengan
dosis 250 mg/Kg BB lebih baik dibandingkan dengan metformin pada dosis 90
mg/KgBB dalam menurunkan kadar gula darah tikus. Selain itu, jus pare dengan
dosis 20 mL/KgBB yang diberikan selama 28 hari pada tikus dapat menurunkan
kadar gula darah sebesar 48,1%.

g. Sediaan yang beredar :

Gambar 2. Kapsul pare


Sumber : https://elfatastore.com/produk/kapsul-pare/
Nama produk : Kapsul pare
Ijin edar BPOM : POM TR. 173 302 921
Isi : 60 kapsul/botol
Khasiat Kegunaan:
 Membantu mengatasi diabetes (menurunkan kadar gula dalam darah)
 Membantu melancarkan Air Susu Ibu (ASI)
 Meningkatkan kekebalan tubuh terhadap penyakit dan mencegah kanker
Buah pare berkhasiat mengobati penyakit antiradang, meluruhkan dahak, obat
kencing manis, memperlancar, pencernaan, merangsang nafsu makan, obat
demam, dan bisul meradang, demam, malaria, sakit kuning, sembelit
komposisi: EKSTRAK Momordica charantia fructus (ekstrak buah pare)
harga: Rp 55.000
Aturan pakai : diminum 3 kali sehari @2 kapsul

2. Penggunaan buncis (Phaseolus vulgaris L.) sebagai obat diabetes melitus

Gambar 3. Buncis

a. Klasifikasi tanaman buncis

Sub Kingdom : Viridiplantea

Infra Kingdom : Streptophyta

Super Devisi : Embryophyta

Devisi : Tracheophyta
Sub Devisi : Spermatophytina

Kelas : Mangnoliopsida

Super Ordo : Rosanae

Ordo : Fabales

Famili : Fabaceae

Genus : Phaseolus L.

Spesies : Phaseolus vulgaris L.

b. Nama latin dan nama daerah

Nama latin
Nama latin dari buncis adalah : Phaseolus vulgaris L.
Nama daerah
Nama daerah dari buncis adalah : kacang buncis (sunda), buncis (jawa)

c. Khasiat dan Cara pengolahan secara tradisional


Khasiat Buncis
 Di Indonesia, buncis digunakan untuk sayuran, diet dan menyehatkan
saluran pencernaan karena mengandung banyak serat.
Pengolahan Buncis
Pengolahan buncis secara tradisional (BPOM RI, 2011),
caranya :
- Komposisi : buncis ½ kg
- Cara pembuatan : buncis direbus dengan air sampai mendidih
- Cara pemakaian : buncis yang sudah direbus langsung dimakan
tanpa nasi, ½ kg untuk 1 hari, dan kosumsi selama 2 bulan

d. Kandungan kimia buncis


 Kandungan kimia yang terdapat di dalam buncis adalah Alkaloid,
flavonoid, saponin, triterpenoid, steroida, sitosterol, stigmasterin,
trigonelin, arginin, as amino, asparagin, kholina, fasin, zat pati, vit dan
mineral.
 Kandungan kimia buncis yang berkhasiat sebagai antihiperglikemik adalah
Fitosterol dan stigmasterol yang mampu meransang pankreas
menghasilkan insulin, menyebabkan berjalannya proses metabolisme
glukosa oleh insulin sehingga terjadi penurunan kadar gula darah dalam
tubuh, (Jannah H dkk, 2013).
 Kandungan kimia buncis yang berkhasiat sebagai antihiperglikemik adalah
- Fitosterol ( β- sitosterol )

Gambar struktur β- sitosterol (Desai and Tatke, 2015)


- Stigmasterol

Gambar struktur stigmasterol (Desai and Tatke, 2015)

e. Mekanisme kerja kandungan konstituen kimia


Mekanismenya terhadap DM yaitu mampu meransang pankreas
menghasilkan insulin, menyebabkan berjalannya proses metabolisme glukosa
oleh insulin sehingga terjadi penurunan kadar gula darah dalam tubuh, (Jannah
H dkk, 2013).
Agen antidiabetik berupa fitosterol (β- sitosterol) dan stigmasterol pada
buncis dapat meransang sekresi insulin dari pangkreasmekanismenya adalah
menghambat kerja glukosa-6-fosfatase dalam hari yang merupakan enzim utama
untuk konversi karbohidrat menjadi gula darah sehingga kandungan ini dapat
menjadi agen hipoglkemik dalam mengontrol gula darah pasien diabetes melitus,
(Amin MN, 2014).

f. Efiden
Hasil penelitian Rachmawani (2017) membuktikan adanya pengaruh
pemberian buncis pada tikus jantan galur wistar yang terbebani glukosa dengan
sediaan berupa jus buncis. Hasil yang didapat pada penelitian tersebut
dibandingkan dengan kerja dari glibenklamid 5 mg. Hal ini berdasarkan hasil
pemberian jus buncis dosis I (22,5 g/kgBB) dan dosis II (50,85 g/kgBB) mampu
menurunkan kadar glukosa darah tikus sebaik glibenklamid namun belum
mampu menurunkan kadar glukosa darah hingga mencapai normal.
g. Sediaan yang beredar
selain itu juga sudah ada produk yang beredar yang berbahan aktifkan
buncis, salah satunya adalah, DMPHAS
Gambar 4. Kapsul DMPHAS
Merupakan produk herbal (jamu) yang dibuat dalam bentuk sediaan kapsul,
berbahan aktif ekstrak buncis 270 mg/kapsul dan berkhasiat sebagai
antihiperglikemik.
Cara penggunaanya:
- Untuk mengobati diabetes : 2x2 kapsul / hari
- Untuk pencegahan : 1x2 kapsul/hari
- Dikosumsi 30 menit sebelum makan.

3. Penggunaan kayu manis (Cinnamomum burmannii) sebagai obat diabetes


melitus

Gambar 5. Kayu Manis (Cinnamomum burmannii (Ness.) Bl)

a. Klasifikasi Tanaman

Kingdom : Plantae
Divisio : Spermathophyta
Sub divisio : Angiospermae
Classis : Dicotyledonae
Ordo : Ranales
Familia : Lauraceae
Genus : Cinnamomum
Spesies : Cinnamomum burmannii (Ness.)
b. Nama latin dan nama daerah
Nama latin dari kayi manis adalah : (Cinnamomum burmannii)
Nama daerah dari kayu manis adalah : kacang buncis (sunda), buncis (jawa)
c. Cara penggunaan secara tradisional :
Khasiat Kayu Manis
 India dan China menggunakan kayu manis untuk nyeri perut, obat
batuk, pilek dan obat kanker
 Di Indonesia digunakan untuk mengontrol gula darah, meringankan
sakit pada penderita rematik

Pengolahan Kayu Manis

1) Minum Teh Kayu Manis Atau Kopi

Buat teh yang dibumbui dengan sedikit bubuk kayu manis atau tambahkan
ke kopi. Rasa kayu manis yang unik, ditambah berbagai khasiatnya yang
bermanfaat bagi kesehatan akan meningkatkan rasa yang lebih nikmat.

d. Kandungan kimia kayu manis


Kandungan kimia : alkohol sinamat, kumarin, asam sinamat, sinamaldehid,
antosinin dan minyak atsiri dengan kandungan gula, protein, lemak
sederhana, pektin dan lainnya.
Kandungan utama :Cinnamomum burmannii Blume dengan senyawa
utamanya trans-cinnamaldehyde (TCA)
e. Mekanisme kerja konstituen kimia
Tumbuhan kayu manis jenis Cinnamomum burmannii Blume yang banyak
ditemukan di Indonesia memiliki aktifitas antidiabetes. Ekstrak kulit batang atau
daunnya berpotensi dimanfaatkan untuk mengatasi DM tipe II yang ditandai dengan
resistensi insulin dan defisiensi insulin. Aktifitas antidiabetes yang ditunjukkannya
berbeda-beda antara lain pada penurunan kadar gula darah, penghambatan terhadap
aktifitas enzim αGlukosidase dan pengendalian metabolisme glukosa pada orang
dewasa nondiabetes selama periode postprandial. Meskipun masih diperdebatkan,
diduga kemampuan antidiabetes pada kayu manis disebabkan kandungan senyawa
bioaktif yang terkandung didalamnya. Senyawa utama antidiabetesnya antara lain
Methylhidroxy Calcone Polymer (MHCP), sinamaldehid, dan polimer procyanidin
type-A polymers atau proanthocyanidin (Emilda, 2018).

f. Efiden

Ngadiwiyana dkk (2011) telah membuktikan bahwa senyawa sinamaldehid


hasil isolasi dari minyak kayu manis mempunyai nilai IC50 sebesar 27,96 ppm
terhadap enzim α-glukosidase sehingga sangat potensial sebagai senyawa
penghambat aktivitas enzim α-glukosidase. Sinamaldehid secara signifikan
menurunkan tingkat gula puasa, meningkatkan sensitifitas insulin dan memperbaiki
morfologi islet serta fungsi pada tikus db/db.

g. Sediaan yang beredar

Gambar 6. Sediaan dari kayu manis

Sumber : https://www.farmasi-id.com/sinachol/
Kandungan dan Komposisi Sinachol, Tiap kapsul mengandung:
 Cinnamon ekstrak 150 mg
 Chromium picolinat 200 mcg
Bahan tambahan : Corn starch, collodial silicon dioxide

Indikasi : Membantu memelihara kesehatan bagi penderita


diabetes. Sinachol dengan kandungan Cinnamon yang mengandung substansi
biologi aktif yaitu polifenol larut air yang disebut Methylhydroxychalcone
polymer (MHCP) yang mempunyai aktifitas seperti insulin yang dapat
mengaktifkan reseptor & bekerja secara sinergis dengan insulin dalam sel
sehingga dapat mengatur metabolisme glukosa sehingga dapat digunakan untuk
membantu penderita DM tipe 2. Sedangkan Chromium adalah mineral esensial
yang membantu dalam metabolisme glukosa, pengaturan insulin & menjaga
kadar kolesterol & lipid yang lain.
Peringatan dan Perhatian
 Hanya untuk penderita kencing manis yang telah ditetapkan oleh dokter
 Selama penggunaan konsultasikan pada dokter secara berkala
 Apabila gejala berlanjut konsultasikan kepada tenaga medis/dokter
 Suplementasi chromium tidak dianjurkan digunakan secara rutin
Petunjuk Penggunaan : 1 kapsul 1 x sehari
Cara Penyimpanan : Simpan pada suhu dibawah 30°C, terlindung dari
cahaya
Kemasan dan Sediaan : Dus @ 5 strip @ 6 kapsul
Izin BPOM : SD081334831
Harga Sinachol : Rp 413.000/dus, 5 strip @ 6 kapsul
Produsen Sinachol : Erlimpex
4. Penggunaan Sambiloto Andrographis paniculate (burm.f.) wall. Ex Ness sebagai
obat diabetes melitus

Gambar 7. Daun sambiloto Andrographis paniculate (burm.f.) wall. Ex


Ness

a. Klasifikasi sambiloto
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas : Asteridae
Ordo : Scrophulariales
Famili : Acanthaceae
Genus : Andrographis
Spesies : Andrographis paniculata Nees

b. Nama latin dan nama daerah sambilito


nama latin : Andrographis paniculate (burm.f.) wall. Ex Ness
nama daerah : sambiloto dikenal dengan berbagai nama antara lain, sambilata
(melayu), ampadu tanah (sumatera barat) ; sambiloto, ki pait, bidara, andiloto (jawa
tengah) ; ki oray (sunda) ; pepaitan (madura).
c. Khasiat dan Cara Pengolahan secara tradisional
Khasiat Daun Sambiloto
 Di Jawa digunakan untuk mengobati gigitan serangga dan ular berbisa,
disentri, kencing manis.
Pengolahan Sambiloto
 Siapkan daun sambiloto segar sebanyak 5 gram, cuci bersih dan seduh dalam
1 gelas air panas.
 Tunggu beberapa saat hingga dingin, lalu saring.
 Minum ramuan tersebut sebanyak 2 kali, setiap pagi dan sore setalah makan.
d. Kandungan kimia
kandungan kimia : kandungan orthosiphon glukosa, minyak atsiri, saponin,
polifenol, flavonoid, sapofonin, garam kalium dan myonositol.
kandungan utama : Andrografolid merupakan kandungan utama dari herbal
sambiloto yang dapat meningkatkan penggunaan glukosa otot.
e. Mekanisme kerja konstituen kimia
Daun sambiloto (Andrographis paniculata) adalah salah satu jenis obat herbal
yang telah diteliti mampu menurunkan kadar glukosa dalam darah. Andrografolid
merupakan kandungan utama dari herbal sambiloto yang dapat meningkatkan
penggunaan glukosa otot pada tikus yang dibuat diabetes dengan streptozotosin
(STZ) melalui stimulasi glucose transporter-4 (GLUT4) sehingga menurunkan kadar
glukosa plasma tikus (Paramitha & Rahamanisa, 2016).
f. Efiden
Pada penelitian hidayah (2007) menyatakan bahwa terjadi penurunan kadar
glukosa darah dengan perlakuan Hewan coba mencit putih (Rattus norvegicus strain
Wistar) untuk mengetahui efek lama pemberian ekstrak daun sambiloto
(Andrographis paniculata Nees) dengan dosis pemberian ekstrak adalah 2,1 g/kg bb
terhadap kadar gula darah yang diinduksi Aloksan monohidrat dosis berulang 64
mg/kg bb.
g. Sediaan yang beredar
Gambar 8. Sediaan dari sambiloto Andrographis paniculate (burm.f.) wall. Ex NessSumber :
www.farmasi-id.com › herbadiabs)

Kandungan dan Komposisi Herbadiabs


 Leucaena glauca 200 mg
 Andrographis p 100 mg
 Physallis peruviana 100 mg
 Centella asiatica 100 mg

Indikasi Herbadiabs : Secara tradisional digunakan untuk membantu meringankan


kencing manis.

Perhatian Khusus
Untuk penderita yang telah ditetapkan oleh dokter dan konsultasikan pada dokter
secara berkala kencing manisnya.

Aturan Minum : 3 x 2 kapsul sehari.


Kemasan dan Sediaan
Botol plastik @ 30 & 50 kapsul

Izin BPOM : TR103319851


Harga Herbadiabs :Rp 180.000/botol plastik @ 50 kapsul
Produsen Herbadiabs : CV Herbaltama Persada

5. Penggunaan Jambu Biji (Psidium guajava) sebagai obat diabetes melitus

Gambar 9. Jambu biji


a. Klasifikasi Jambu Biji
Berdasarkan penggolongan dan tata nama tumbuhan, tanaman jambu biji
termasuk ke dalam klasifikasi sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Myrtales
Famili : Myrtaceae
Genus : Psidium
Spesies : Psidium guajava Linn ( Parimin, 2005).
b. Nama latin dan nama daerah
Nama latin dari jambu biji ialah Psidium guajava
Nama daerah : berbagai daerah buah ini memiliki nama-nama khas tersendiri seperti
Sumatera: glima breueh (Aceh), galiman (Batak Karo), masiambu (Nias), biawas,
jambu krutuk, jambu krikil, jambu biji, jambu klutuk (Melayu). Jawa: jambu klutuk
(Sunda), hambu bhender (Madura). Sotong (Bali), guawa (Flores), goihawas (Sika).
Sulawesi: gayawas (Manado), dambu (Gorontalo), jambu paratugala (Makasar).
Maluku: luhu hatu (Ambon), gayawa (Ternate, Halmahera) (Hapsoh dan Hasanah,
2011).
c. Khasiat dan Cara Pengolahan secara tradisional

 Pada umumnya di Indonesia air rebusan daun jambu biji digunakan untuk
menurunkan gula darah (Lampung, Semarang).

Beberapa Cara Pemakaian Daun Jambu untuk Obat


1. Obat Diare

Daun Jambu Biji banyak mengandung quercetin yang dapat membantu


sebagai anti-diare. Pemanfaatan daun untuk pengobatan diare dapat dilakukan
dengan beberapa cara, antara lain :

a. Daun jambu segar sebanyak kurang lebih 30 g, dan segenggam tepung beras
digongseng sampai kuning. Selanjutnya direbus dalam dua gelas air sampai
mendidih (selama 15 menit). Setelah dingin, di saring dan air saringannya
diminum. Cara ini dilakukan 2-3 kali dalam sehari.

b. Sebanyak 30 g daun jambu segar yang telah dicuci ditumbuk sampai lumat.
Selanjutnya ditambahkan dengan garam seujung sendok, dan setengah
cangkir air panas, lalu diaduk samapai rata. Setelah dingin, di peras dan
saring. Air saringannya diminum sekaligus. Jika penderita masih diare,
pengobatan ini diulang 2-3 kali sehari.

c. Seganggam daun jambu yang masih muda dan segar dicuci , kemudian
direbus dalam tiga gelas air sampai tersisa separonya. Air rebusan ini
digunakan untuk menyeduh satu sendok teh daun teh hijau, dan di minum
selagi hangat. Pengobatan ini dilakukan 2-3 kali sehari sampai sembuh.

2. Obat Perut Anak Kembung

Tiga lembar daun jambu biji muda dan segar, lima butir adas, dan 1/2 jari kulit
batang pulosari yang dipotong kecil-kecil, lalu cuci sampai bersih. Bahan-bahan
tersebut direbus dalam 2 cangkir air sampai tersisa satu cangkir. Setelah dingin,
disaring dan air saringannya digunakan sebagai obat. Cara pemakaiannya, bayi umur
3 bulan 5-7 kali sehari (masing-masing satu sendok), bayi umur enam bulan 3 kali
sehari (masing masing satu sendok makan), anak umur 3 tahun 3 kali sehari (masing-
masing 2 sendok makan), dan anak diatas 3 tahun 1 kali sehari (satu cangkir).

3. Obat Penurun Kadar Kolesterol Darah yang tinggi

Sebanyak 7 lembar daun jambu biji, 2 genggam daun ceremai dan 10 lembar daun
sirih (ketiganya herba segar),dicuci sampai bersih. Bahan-bahan tersebut direbus
dalam 3 gelas air sampai tersisa separonya. Pada saat merebud panci harus ditutup.
Setelah dingin, disaring, dan air saringannya diminum pagi dan malam hari, masing-
masing ¾ gelas.
4. Obat Sering Buang Air Kecil (Anyang-anyangan)

Kurang lebih segenggam daun jambu segar dan tepung beras digongseng sampai
kuning. Selanjutnya direbus dalam 3 gelas air sampai air rebusannya tersisa
separonya. Setelah dingin, disaring, dan air saringannya diminum sehari 3 kali,
masing-masing aetengah gelas.

5. Luka dan Luka Berdarah dan Sariawan

Daun jambu biji yang baru dipetik diambil secukupnya, kemudian dicuci.
Selanjuntnya ditempelkan pada luka, dan dibalut dengan perban. Perban dan ramuan
tersbut diganti 3 kali sehari sampai lukanya sembauh. Untuk pemakaian luar, daun
yang masih segar direbus, dan air rebusannya digunakan untuk mencuci luka. Cara
lain, giling daun segar sampai halus, lalu bubuhkan pada luka berdarah akibat
kecelakaan dan benda tajam atau borok disekitar tulang.

6. Sariawan, larutan kumur atau sakit gigi

Untuk Sariawan diambil 1 genggam daun jambu biji dan 1 potong kulit batang
jambu biji lalu direbus bersama dengan 2 gelas air sampai mendidih. Selanjutnya
disaring untuk diambil airnya. Ramuan ini diminum 2 kali sehari. Untuk sebagai
larutan kumur mulut, ramuan ditunggu dingin lalu langsung digunakan untuk
dikumur. Untuk sakit gigi, kunyah daun jambu biji yang sudah dicuci.

7. Demam Berdarah

Untuk demam berdarah, Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik


menyebutkan bahwa pemberian ekstrak kering daun jambu biji selama 5 hari
mempercepat pencapaian jumlah trombosit >100.000/µl, pemberian ekstrak kering
setiap 4-6 jam meningkatkan jumlah trombosit >100.000/µl setelah 12-14 jam, tanpa
menimbulkan efek samping yang berarti. Dengan demikian, ekstrak daun jambu biji
dapat digunakan untuk pengobatan kuratif demam berdarah. Untuk meraciknya, di
ambil daun Jambu Biji sebanyak 3-5 lembar, di rebus dengan air sebanyak 2 gelas
lalu diminum setiap 4 jam.

d. Kandungan Kimia
Kandungan kimia dalam daun jambu biji terdapat metabolit sekunder terdiri dari
pektin, tanin, polifenolat, flavonoid, menoterpenoid, siskulterpen, kuinon dan
saponin. Dalam daun jambu biji juga terdapat minyak atsiri, alkaloid, berbagai
macam asam (asam oleanolat, psidiolat, ursolat, kratogolat, guajaverin) dan vitamin
(Kurniawati, 2006). Berikut adalah penjelasan kandungan dari daun jambu biji.

 Pektin

Merupakan salah satu serat yang larut dalam air. Pektin berguna sebagai penurun
kolesterol dengan mengikat kolesterol dan asam empedu di dalam tubuh serta
membantu proses sekresi dan dapat menghambat absorbsi kadar glukosa darah
dan lemak yang bersumber dari makanan dan membuangnya ke luar tubuh
(Dalimartha, 2008).

 Kalium

Berguna untuk meningkatkan irama jantung, mengaktifkan kontraksi otot,


mengirim zat gizi ke sel-sel tubuh, menurunkan tekanan darah dan kadar
kolesterol total (Wijaya, 2010).

 Kalsium

Kalsium berkerja dengan cara memberikan stimulus atau menaikkan


pembebasan/produksi insulin dari sel ß pada pulau langerhans pankreas (Simon,
2002).

 Tanin

Tanin menimbulkan rasa sepat yang berkhasiat melancarkan saluran cerna,


sirkulasi dan menyerang virus. Zat pahit polifenol yang sangat baik dan cepat
mengikat protein yang mengganggu enzim a-glukosidase sehingga memperlambat
pelepasan glukosa di dalam darah setelah makan sehingga menghambat kondisi
hiperglikemia post prandial (Anastasia, 2004).

 Flavonoid

Berperan penting dalam aktivitas antidiabetes, yaitu menurunkan kadar glukosa


darah secara signifikan (Meshram dkk, 2013). Flavonoid merupakan senyawa
yang mampu meregenerasi sel beta pankreas dan membantu merangsang sekresi
insulin (Dheer & Bhatnagar, 2010).

 Alkaloid

Merupakan senyawa organik detoksikan berfungsi menetralisir racun di dalam


tubuh.

 Saponin

Senyawa saponin berpotensi sebagai antidiabetes. Saponin dapat meregenerasi


pancreas sehingga menyebabkan adanya peningkatan jumlah sel ß serta pulau
langerhans sehingga a

5. Efiden

1) Berdasarkan penelitian Hani (2017) tentang sebelum pemberian air rebusan daun
jambu biji di dapatkan 10 (100%) responden gula darahnya tidak normal yaitu rata
– rata ≥ 200 mg/dl. Data sesudah pemberian air rebusan daun jambu biji di
dapatkan 6 (60%) responden yang gula darahnya normal dan 4 (40%) respon yang
gula darahnya tidak normal dari 10 (100%) responden. Setelah pemberian air
rebusan daun jambu biji 10 lembar selama 7 hari. Hasil analisa dengan
menggunakan uji Mc. Nemar diperoleh nilai signifikasi 0,031 yang berarti lebih
kecil dari α = 0,05 yang berarti bahwa ada pengaruh yang bermakna antara
glukosa darah sebelum pemberian air rebusan daun jambu biji terhadap kadar
glukosa darah pada penderita diabetes mellitus tipe II di wilayah kerja Puskesmas
Pekkabata Kabupaten Polewali Mandar.

2) Pemberian ekstrak etanol daun jambu biji dengan dosis 100 mg/kg BB, 200 mg/kg
BB dan 400 mg/kg BB dapat menurunkan kadar glukosa darah pada tikus yang
diinduksi aloksan secara signifikan menurunkan kadar serum glukosa pada jam
ke-2, ke-4, dan ke-6 (Yadav et al., 2008).

e. Mekanisme kerja kandungan kimia

Kandungan terpenting pada ektrak etanol daun jambu bji (Psidium guajava,
Linn) sebagai antidiabetik adalah tannin dari polifenol sebagai antioksidan yang
dapat meningkatkan konsentrasi insulin dalam plasma. Senyawa polifenol akan
mengalami oksidasi dan polimerisasi menghasilkn epikatekin dan epikatekin galat
yang memiliki aktivitas antioksidan Antioksidan herkeria melindungi sel dan
iaringan sasaran dengan cara mengurangi reaktivitas ROS secara enzimatik dengan
reaksi kimia langsung yaitu dengar menyumbangkan atom H, mengurangi
pembentukan ROS, mengikat ion logam yang terlibat dalam pembentukan spesies
reaktif, memperbaiki kerusakan sasaran, dan menghancurkan molekul vang rusak
dan menggantinya dengan yang baru (Shen et al, 2008)

f. Sediaan Beredar

Gambar 10 sediaan teh herbal jambu biji


Khasiat Daun Jambu Biji
Menurut Dietary Fiber Foods•com, teh daun jambu telah lama digunakan
dalam pengobatan tradisional untuk mengobati berbagai penyakit. Daun berwarna
gelap dan berbagai ukuran dari 5 sampai 15 cm dapat dikeringkan dan direbus
untuk membuat teh daun jambu biji. Konsultasikan pada dokter, sebelum
mengkonsumsi ramuan apapun.

1) Teh daun jambu biji efektif menurunkan kadar glukosa darah. Menurut
sebuah penelitian yang diterbitkan pada jurnal tahun 2010 dalam "Nutrisi dan
Metabolisme oleh Yakult Central Institute untuk Riset Mikrobiologi di
Tokyo, Jepang, menyebutkan konsumsi teh daun jambu menghambat enzim
alpha - glucosidase. Penghambatan enzim ini bermanfaat mengurangi kadar
glukosa dalam darah, penting dalam pencegahan diabetes tipe 2.

2) Ramuan daun jambu biji juga mencegah sukrosa dan maltosa diserap ke
dalam tubuh, sehingga membantu menurunkan kadar gula darah dan
menurunkan berat badan. Mereka yang minum teh daun jambu biji selama 12
minggu, bahkan disebut memiliki kadar gula darah yang lebih rendah, tanpa
meningkatkan produksi insulin.

3) Daun jambu juga merupakan bahan ramuan yang populer sebagai obat diare.
Diare disebabkan oleh racun yang dihasilkan oleh kuman pada lapisan saluran
usus.
DAFTAR PUSTAKA

ADA. (2015). American Diabetes Association Standar Of Medical Care In Diabetes. Journal
of the American Society of Nephrology, 38(January).

Amin MN, 2014, Sukses bertani buncis : sayuran obat kaya manfaat, Garudhawaca : Jakarta.

Anastasia, B. 2004. Uji Penurunan Kadar Glukosa Darah Ekstrak Etanol Daun Jambu Biji
Pada Tikus Jantan yang Diinduksi Aloksan. Skripsi. Surakarta: Program Studi Farmasi
UMS.

Atc hibri, Ocho-Anin AL, Brou KD, Kouakou TH, Kouadio YJ and Gnakri D, 2010,
Screening for antidiabetic activity and phytochemical constitients of common bean
(phaseolus vulgaris L.) seeds, J Medicinal Plants research.

Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2011, Formularium Ramuan Obat
Tradisional Indonesia, Ramuan etnomedisin, volume 1, Jakarta.

Dalimartha, Setiawan. 2004. Deteksi Dini Kanker & Simplisia Antikanker. Jakarta: Penebar
Swadaya

Damayanti, S. (2015). diabetes mellitus dan penatalaksanaan keperawatan. Nuha Medika.

Dheer, R. & Bhatnagar, P. 2010. A Study of The Antidiabetic Activity of Barleria.

Emilda, E. (2018). Efek Senyawa Bioaktif Kayu Manis Cinnamomum Burmanii Nees Ex.Bl.)
Terhadap Diabetes Melitus: Kajian Pustaka. Jurnal Fitofarmaka Indonesia, 5(1), 246–
252.

Hapsoh dan Hasanah, Y. (2011). Budidaya Tanaman Obat dan Rempah. Medan: USU.

Kurniawati, A. 2006. Formulasi Gel Antioksidan Daun Jambu Biji (Psidium guajava L.)
dengan Menggunakan Aquapec HV-505. Bandung: Jurusan Farmasi FMIPA UNPAD.

Ganiswara, S. G. (2004). Farmakologi dan Terapi Edisi IV. Bagian Farmakologi Universitas
Kedokteran Universitas Indonesia : Jakarta.

Hidayah, R. 2007. Pengaruh Lama Pemberian Ekstrak Sambiloto (Andrograhics paniculata


Ness.) Terhadap Glukosa Darah dan Gambaran Darah dan Gambaran Histologi Pankreas
Tikus (Rattus norvegicus) Diabetes. Skripsi Jurusan Biologi. Malang: Universitas Islam
Negeri Malang.

Jannah H, Sudarma IM, Andayani Y, 2013, Analisis Senyawa Fitosterol dalam ekstrak buah
buncis (Phaseolus vulgaris L.), J Chemistry Progress, 6(2):70-5.

Kemenkes RI, Pedoman Pelayanan Kefarmasian Pada Diabetes Melitus.2019.

Maharani, Rosalina, & Puwaningsih, P. 2013. Pengaruh Pemberian Air Rebusan Daun Jambu
Biji (Psidium guajava) Terhadap Kadar Glukosa Darah Pada Penderita Diabetes Melitus
Tipe II. Jurnal Keperawatan Medikal. (1): 119126.

Medical mini notes. 2017. Basic pharmacology and drug notes edisi 2017. MMN Publishing
: Makasar.

Ngadiwiyana dkk. 2011. Potensi Sinamaldehid Hasil Isolasi Minyak Kayu Manis sebagai
Senyawa Antidiabetes. Majalah Farmasi Indonesia, 22 (1), 9-14.

Nugroho, A. E. (2012). Farmakologi. Pustaka Pelajar : Yogyakarta.

Paramitha, M. D., & Rahamanisa, S. (2016). Ekstrak etanol herba sambiloto (Andrographis
paniculata) sebagai antidiabetik terhadap mencit wistar terinduksi aloksan. Majority,
5(5), 75–79.

Price, S. A., & Wilson, L. M. (2014). Patofisiologi : Proses-Proses Penyakit Edisi 6. Penerbit
Buku Kedokteran EGC : Jakarta.

Parimin, 2005. Jambu Biji. Budi Daya dan Ragam Pemanfaatannya. Jakarta: Penebar
Swadaya.

Rachmawani, N. R. and Oktarlina, R. Z. 2017. Khasiat Pemberian Buncis (Phaseolus


vulgaris L.) sebagai Terapi Alternatif Diabetes Melitus Tipe 2. Majority, 6(1).

Shen SC, Cheng FC, Wu NJ. Effect Of Guava (Psidium Guajava Linn.) Leaf Soluble On
glucose Metabolism In Type 2 Daibetic Rats. Pytother Res ; 2008, Nov ; 22 (11) : 1458-
1464.

Simon W. C. 2002. STAT5 Activity in Pancreatic Beta-Cells Influences the Severity of


Diabetes in Animal Models type 1 and 2 diabetes. Diabetes. 55(10): 2705-2712.
Sukandar, E. Y., Andrajati, R. S., Sigit, joseph I., Adnyana, I. K., Setiadi, A. A. P., &
Kusnandar. (2013). Iso Farmakoterapi.

Waluyo N. dan Djuariah D, 2013, Varietas-varietas buncis (Phaseolus vulgaris L.) yang telah
dilepas oleh balai penelitian tanaman sayuran, IPTEK tanaman sayuran, 2 (1) : 2-4.

Wicaksono, B., Sugiyanta, Azham Purwandhono. 2014. Efek Ekstrak Buah Pare (Momordica
charantia) dan Metformin terhadap Kadar Glukosa Darah Tikus Wistar yang Diinduksi
Aloksan: Perbandingan Terapi Kombinasi dan Terapi Tunggal. Artikel Ilmiah. Jember:
Fakultas Kedokteran Universitas Jember.

Wijaya, D. S. 2010. Efek Penurunan Kadar Gula Darah Ekstrak Etanol DaJambu Biji
(Psidium guajava L.) pada Kelinci yang Dibebani Glukosa Skripsi Tidak Diterbitkan.
Surakarta: Fakultas Farmasi UMS.

Anda mungkin juga menyukai