KASUS : 2
STROKE HEMORAGIK
Disusun oleh:
Kelompok 1
1. Nurul Safitri Ana (207116001)
2. Rahayu Pancarini (207116002)
3. Liyanti Esa F (207116003)
4. Agus Surela (207116004)
5. Lilian Pingky S (207116005)
b. Stroke Embolik
Yaitu Tertutupnya pembuluh arteri oleh bekuan darah.
c. Hipoperfusion Sistemik
Yaitu Berkurangnya aliran darah ke seluruh bagian tubuh karena adanya gangguan denyut
jantung (Feigin, 2004).
2. Stroke Pendarahan (Hemoragik)
Sejumlah 12% stroke adalah stroke pendarahan dan termasuk pendarahan subarakhnoid,
pendarahan intra serebral, dan hematomassubdural. Pendarahan subarakhnoid dapat terjadi dari
luka berat atau rusaknya aneurisme intrakranial atau cacat arteriovena. Pendarahan intra serebral
terjadi ketika pembuluh darah rusak dalam parenkim otak menyebabkan pembentukan
hematoma. Hematoma subdural kebanyakan terjadi karena luka berat (Chirztoper, 2007).
Adanya darah dalam parenkim otak menyebabkan kerusakan pada jaringan sekitar
melalui efek masa dan komponen darah yang neurotoksik dan produk urainya. Penekanan
terhadap jaringan yang dikelilingi hematomas dapat mengarah pada iskhemia sekunder.
Kematian karena stroke pandarahan kebanyakan disebabkan oleh peningkatan kerusakan dalam
penekanan intakranial yang mengarah pada herniasi dan kematian (Sukandar et al., 2008).
Gejala stroke secara umum, antara lain(Harsono, 1996, hal 67) :
- muntah
- penurunan kesadaran (konfusi, delirium, letargi, stuporataukoma)
- gangguan berbicara (afasia) atau bicara pelo (disastria)
- wajah tidak simetris atau mencong
- kelumpuhan wajah / anggota badan sebelah (hemiperase) yang timbul secara mendadak.
- Gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan.
- gangguan penglihatan, penglihatan ganda (diplopia)
- vartigo, mual, muntah, dan nyerikepala
Beberapa gejala umum yang terjadi pada stroke meliputi hemiparese, monoparese,
quidriparese (kelemahanwajah, lengandan kaki padasisi yang sama), hilangnya penglihatan
monokuler atau binokuler, danataksia (berjalan tidak mantap, tegak, tidak mampumenyatukan
kaki, perlu dasar berdiri yang luas). Meskipun gejala-gejala tersebut dapat muncul sendirinya,
namun umumnya muncul secara bersamaan.Penentuan waktu terjadinya gejala-gejala tersebut
juga penting untuk menentukan perlu tidaknya pemberian terapi trombolitik (Hassmann, 2010).
Gejala tersebut bisa muncul saat bangun tidur ataupun saat beraktivitas. Pada
penderita hiper tensi dengan tekanan darah yang tidak terkontrol, lebih beresiko untuk menderita
stroke bleeding. Biasanya stroke jenis ini terjadi saat sedang melakukan aktivitas. Sementara
stroke infark lebih sering terjadi saat penderita baru banguntidur di pagihari (Harsono, 1996, hal
67).
Banyak faktor yang menybabkan terjadinya stroke iskemik, salahsatunya adalah
ateros klerosis, dengan mekanisme thrombosis yang menyumbat arteri besar dana rteri kecil, dan
juga melalui mekanisme emboli. Pada stroke iskemik, penyumbatan bisaterjadi di sepanjang
jalur arteri yang menuju keotak. Ateros klerosis dapat menimbulkan bermacam-macam
manifestasi klinik dengan cara:
1. Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi aliran darah.
2. Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya thrombus atau perdarahan
aterom.
3. Merupakan terbentuknya trombus yang kemudian terlepas sebagai emboli
Menyebabkan dinding pembuluh menjadi lemah dan terjadi aneurisma yang
kemudian dapat robek.
Penanganan untuk stroke terdiriatasterapifarmakologis dan non farmakologis.
1. TerapiFarmakologi
a. Ischemic Stroke
Telah membuat garis pedoman yang ditujukan untuk manajemen stroke iskemik akut. Secara
umum, dua obat yang sangat direkomendasikan (grade A recommendation) adalah t-PA (tissue-
Plasminogen Activator/Alteplase) intravena dalam onset 3 jam dan aspirin dalam onset 48 jam
(DiPiroet al., 2008).Reperfusi(<3 jam dari onset) dengan t-PA intravena telah menunjukkan
pengurangan cacat yang disebabkan oleh stroke iskemik.
Harus diperhatikan apabila menggunakan terapi ini, dan mengikuti protocol penting
untuk menghasilkan keluaran yang positif. Pentingnya protocol penanganan dapat dirangkum
menjadi (1) aktivasitim stroke, (2) permulaan gejala dalam 3 jam, (3) CT scan menandai letak
pendarahan, (4) menentukan criteria inklusi dan eksklusi, (5) memberikan t-PA 0.9 mg/kg
selama 1 jam, dengan 10% diberikansebagai bolus awalselama 1 menit, (6) menghindari terapi
anti trombotik (antikoagulan atau antiplatelet) selama 24 jam, dan (7) memantau pasien dari segi
respon dan pendarahan (DiPiroet al., 2008).
2. Terapi Non Farmakologis
a. Ischemic Stroke
Intervensi pembedahan pada pasien stroke iskemik akut bersifat terbatas. Pada kasus-
kasus edema serebral isemik tertentu yang menunjukkan infark yang besar, kraniektomi
untuk memunculkan peningkatan tekana ntelah diuji.Beberapa kasus lain, seperti infark
sebelum, dekompresi pembedahan dapat menyelamatkan pasien. (DiPiroet al., 2008).
Lembar Kerja Praktikum Farmakoterapi
KASUS 2
Pharmaceutical Care
I. IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien : Tn. Suharsono
Ruang : Pav. 7B
Umur : 46 tahun
Tanggal MRS : 4-05-2018
Tanggal KRS :-
Diagnosa : penurunankesadaran + CVA bleeding + hipokalemia + krisishipertensi
II. SUBYEKTIF
1. Keluhan Utama
Pasien ditemukan tidak sadar sejak pagi. Sebelumnya pasien mengeluh nyeri kepala. Pasien
punya riwayat hipertensi namun sudah satu tahun pasien tidak minum obat antihi pertensi.
2. Keluhan Tambahan
-
3. Riwayat Penyakit Dahulu
- hipertensi
- jantung
4. Riwayat Pengobatan
-
5. RiwayatPenyakitKeluarga
-
6. Alergi Obat
-
III. OBYEKTIF
1. Tanda Vital
Tanda Vital 4/5 5/5 6/5 7/5 8/5 9/5
MRS
Keterangan hasil pemeriksaan tanda vital dan laboratorium dapat diinterpretasikan bahwa pasien
mengalami hipokalemi.
4. Profilobatpasien:
Escovit 1-0-0
Amlodipin 0-0-1 stop
Bio ATP 3x1 Stop
KSR 1x1
Perdipin 1,5 mcg
Terpacef 2 x 1 gram stop
Ranitidin 2x1 amp stop
Beclove 2x250
Spironolacton 1-0-0
Kutoin 1x100 mg
Cardioaspirin 1-0-0
KCL 25 (1 fls) stop
dalam RL 14 tpm
Bisoprolol 1x 2,5
mg
ISDN 3x5 mg
Dumin
1. Profil Obat
2. Assement
a. Metode SOAP
Diagnosa Subjektif Objektif Assesment Planning
dan (DRP)
Problem
Medik
Stroke Pasien Pemeriksaan Tanda Vital tanggal 4-9 Mei : - Hipertensi Injeksi
hemoragik ditemukan tidak TD(mmHg) : grade 1 ranitidine
251/166,249/140,200/120,160/120,180/120,170/120 - 2x50 mg,
sadar sejak pagi.
pembengkakan Manitol atau
(penurunan Nadi (x/ menit) :135,141,84,80,82, 80 dan tekanan di kortikosteroid
kesadaran) RR (x/menit) :25,19,20,22,22, 20 dalam otak
T (ºC) : 33,6,36,36,36,2,37,7,37,5,37,5
GCS : 345,456,456,456,456,456,456
# Monitoring :
Obat Efektifitas Efek Samping
3. Pembahasan
Klasifikasi Stroke Hemoragik
Pembagian stroke hemorgaik dapat dibedakan berdasarkan penyebab perdarahannya
yaitu:
Perdarahan Intraserberal
Perdarahan intaserebral dibagi menjadi dua, yaitu perdarahan intaserebral primer dan
perdarahan intraserebral sekunder. Perdarahan intraserbral primer disebabkan oleh
hipertensi kronik yang menyebabkan vaskulopati serebral dengan akibta pecahnya
pembuluh darah otak. Sedangkan perdarahan sekunder terjadi aakibat adanya anomaly
vaskular congenital, koagulopati, tumor otak, vaskulitis, maupun akibat obat-obat
antikoagulan. Diperkirakan sekitar 50% dari penyebab perdarahan intraserebral adalah
hipertensi kronik.
Perdarahan Subarachnoid
Perdarahan subarachnoid terjadi bila keluarnya darah ke ruang subarachnoid sehingga
menyebakan reaksi yang cukup hebat berupa sakit keapala yang hebat dan bahkan
penurunan kesadaran. Perdarahan subarachnoid dapat terjadi akibat pecahnya aneurisma
sakuler.
Patogenesis Stoke Hemoragik
Perdarahan intraserebral terjadi dalam 3 fase, yaitu fase initial hemorrhage, hematoma
expansion dan peri-hematoma edema. Fase initial hemmorhage terjadi akibat rupturnya
arteri serebral. hipertensi kronis, akan menyebabkan perubahan patologi dari dinding
pembuluh darah. Perubahan patologis dari dinding pembuluh darah tersebut dapat berupa
hipohialinosis, nekrosis fibrin serta timbulnya aneurisma tipe Bouchard. Kenaikan
tekanan darah dalam jumlah yang mencolok dan meningkatnya denyut jantung, dapat
menginduksi pecahnya aneurisma, sehingga dapat terjadi perdarahan. Perdarahan ini akan
menjadi awal dari timbulnya gejala-gejala klinis (fase hematoma expansion). 1,2,12 Pada
fase hematoma expansion, gejala-gejala klinis mulai timbul seperti peningkatan tekanan
intracranial. Meningkatnya tekanan intracranial akan mengganggu integritas jaringan-
jaringan otak dan blood brain-barrier. Perdarahan intraserebral lama kelamaan akan
menyebabkan terjadinya inflamasi sekunder dan terbentuknya edema serebri (fase peri-
hematoma edema). Pada fase ini defisit neurologis, yang mulai tampak pada fase
hematoma expansion, akan terus berkembang. Kerusakan pada parenkim otak, akibat
volume perdarahan yang relatif banyak akan mengakibatkan peninggian tekanan
intracranial dan menyebabkan menurunnya tekanan perfusi otak serta terganggunya
drainase otak. Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat
menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di daerah yang terkena darah
dan sekitarnya menjadi lebih tertekan dan defisit neurologis pun akan semakin
berkembang.
Tatalaksana Stroke Hemoragik
Stadium Hiperakut
Tindakan pada stadium ini dilakukan di Instalasi Rawat Darurat dan merupakan tindakan
resusitasi serebro-kardio-pulmonal bertujuan agar kerusakan jaringan otak tidak meluas.
Pada stadium ini, pasien diberi oksigen 2 L/menit dan cairan kristaloid/koloid; hindari
pemberian cairan dekstrosa atau salin dalam H2O. Dilakukan pemeriksaan CT scan otak,
elektrokardiografi, foto toraks, darah perifer lengkap dan jumlah trombosit, protrombin
time/INR, APTT, glukosa darah, kimia darah (termasuk elektrolit); jika hipoksia,
dilakukan analisis gas darah. Tindakan lain di Instalasi Rawat Darurat adalah
memberikan dukungan mental kepada pasien serta memberikan penjelasan pada
keluarganya agar tetap tenang.
Stadium Akut
Pasien stroke hemoragik harus dirawat di ICU jika volume hematoma >30 mL,
perdarahan intraventrikuler dengan hidrosefalus, dan keadaan klinis cenderung
memburuk. Tekanan darah harus diturunkan sampai tekanan darah premorbid atau 15-
20% bila tekanan sistolik >180 mmHg, diastolik >120 mmHg, MAP >130 mmHg, dan
volume hematoma bertambah. Bila terdapat gagal jantung, tekanan darah harus segera
diturunkan dengan labetalol iv 10 mg (pemberian dalam 2 menit) sampai 20 mg
(pemberian dalam 10 menit) maksimum 300 mg; enalapril iv 0,625-1.25 mg per 6 jam;
kaptopril 3 kali 6,25-25 mg per oral. Jika didapatkan tanda tekanan intracranial
meningkat, posisi kepala dinaikkan 30º, posisi kepala dan dada di satu bidang, pemberian
manitol (lihat penanganan stroke iskemik), dan hiperventilasi (pCO2 20-35 mmHg). 4,5,16
Terapi umum:
a. Letakkan kepala pasien pada posisi 30º, kepala dan dada pada satu bidang; ubah posisi
tidur setiap 2 jam; mobilisasi dimulai bertahap bila hemodinamik sudah stabil.
Selanjutnya, bebaskan jalan napas, beri oksigen 1-2 liter/menit sampai didapatkan hasil
analisis gas darah. Jika perlu, dilakukan intubasi. Demam diatasi dengan kompres dan
antipiretik, kemudian dicari penyebabnya; jika kandung kemih penuh, dikosongkan
(sebaiknya dengan kateter intermiten).
b. Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik, kristaloid atau koloid 1500-2000 mL dan
elektrolit sesuai kebutuhan, hindari cairan mengandung glukosa atau salin isotonik.
Pemberian nutrisi per oral hanya jika fungsi menelannya baik; jika didapatkan gangguan
menelan atau kesadaran menurun, dianjurkan melalui selang nasogastrik.
c. Kadar gula darah >150 mg% harus dikoreksi sampai batas gula darah sewaktu 150
mg% dengan insulin drip intravena kontinu selama 2-3 hari pertama. Hipoglikemia
(kadar gula darah < 60 mg% atau < 80 mg% dengan gejala) diatasi segera dengan
dekstrosa 40% iv sampai kembali normal dan harus dicari penyebabnya.
d. Nyeri kepala atau mual dan muntah diatasi dengan pemberian obat-obatan sesuai
gejala. Tekanan darah tidak perlu segera diturunkan, kecuali bila tekanan sistolik ≥220
mmHg, diastolik ≥120 mmHg, Mean Arterial Blood Pressure (MAP) ≥ 130 mmHg (pada
2 kali pengukuran dengan selang waktu 30 menit), atau didapatkan infark miokard akut,
gagal jantung kongestif serta gagal ginjal. Penurunan tekanan darah maksimal adalah
20%, dan obat yang direkomendasikan: natrium nitroprusid, penyekat reseptor alfa-beta,
penyekat ACE, atau antagonis kalsium. Jika terjadi hipotensi, yaitu tekanan sistolik ≤ 90
mm Hg, diastolik ≤70 mmHg, diberi NaCl 0,9% 250 mL selama 1 jam, dilanjutkan 500
mL selama 4 jam dan 500 mL selama 8 jam atau sampai hipotensi dapat diatasi. Jika
belum terkoreksi, yaitu tekanan darah sistolik masih < 90 mmHg, dapat diberi dopamin
2-20 μg/kg/menit sampai tekanan darah sistolik ≥ 110 mmHg.
e. Jika kejang, diberi diazepam 5-20 mg iv pelan-pelan selama 3 menit, maksimal 100 mg
per hari; dilanjutkan pemberian antikonvulsan per oral (fenitoin, karbamazepin). Jika
kejang muncul setelah 2 minggu, diberikan antikonvulsan peroral jangka panjang.
f. Jika didapatkan tekanan intrakranial meningkat, diberi manitol bolus intravena 0,25
sampai 1 g/ kgBB per 30 menit, dan jika dicurigai fenomena rebound atau keadaan umum
memburuk, dilanjutkan 0,25g/kgBB per 30 menit setiap 6 jam selama 3-5 hari. Harus
dilakukan pemantauan osmolalitas (<320 mmol); sebagai alternatif, dapat diberikan
larutan hipertonik (NaCl 3%) atau furosemid.
Terapi khusus
Neuroprotektor dapat diberikan kecuali yang bersifat vasodilator. Tindakan bedah
mempertimbangkan usia dan letak perdarahan yaitu pada pasien yang kondisinya kian
memburuk dengan perdarahan serebelum berdiameter >3 cm3, hidrosefalus akut akibat
perdarahan intraventrikel atau serebelum, dilakukan VP-shunting, dan perdarahan lobar
>60 mL dengan tanda peningkatan tekanan intrakranial akut dan ancaman herniasi. Pada
perdarahan subaraknoid, dapat digunakan antagonis Kalsium (nimodipin) atau tindakan
bedah (ligasi, embolisasi, ekstirpasi, maupun gamma knife) jika penyebabnya adalah
aneurisma atau malformasi arteri-vena (arteriovenous malformation, AVM). 1,2,15
3. Stadium Subakut
Tindakan medis dapat berupa terapi kognitif, tingkah laku, menelan, terapi wicara, dan
bladder training (termasuk terapi fisik). Mengingat perjalanan penyakit yang panjang,
dibutuhkan penatalaksanaan khusus intensif pasca stroke di rumah sakit dengan tujuan
kemandirian pasien, mengerti, memahami dan melaksanakan program preventif primer
dan sekunder.
Terapi fase subakut:
a. Melanjutkan terapi sesuai kondisi akut sebelumnya,
b. Penatalaksanaan komplikasi,
c. Restorasi/rehabilitasi (sesuai kebutuhan pasien), yaitu fisioterapi, terapi wicara, terapi
kognitif, dan terapi okupasi,
d. Prevensi sekunder
e. Edukasi keluarga dan Discharge Planning
Prognosis
Perdarahan Intraserebral
Prediktor terpenting untuk menilai outcome perdarahan intra serebri (PIS) adalah volume
PIS, tingkat kesadaran penderita (menggunakan skor Glasgow Coma Scale (GCS), dan
adanya darah intraventrikel. Volume PIS dan skor GCS dapat digunakan untuk
memprediksi tingkat kematian dalam 30 hari dengan sensitivitas sebesar 96% dan
spesifitas 98%. Prognosis buruk biasanya terjadi pada pasien dengan volume perdarahan
(>30mL), lokasi perdarahan di fossa posterior, usia lanjut dan MAP >130 mmHg pada
saat serangan. GCS <4 saat serangan juga bisa memberi prognosis buruk.
Suatu PIS dengan volume >60 mL dan skor GCS ≤ 8 memiliki tingkat mortalitas sebesar
91% dalam 30 hari, dibanding dengan tingkat kematian 19% pada PIS dengan volume
<30 mL dan GCS skor ≥ 9. Perluasan PIS ke intraventrikel meningkatkan mortalitas
secara umum menjadi 45% hingga 75%, tanpa memperhatikan lokasi PIS, sebagai bagian
dari adanya hidrosefalus obstruktif akibat gangguan sirkulasi liquor cerebrospinal (LCS).
Pengukuran volume hematom dapat dilakukan secara akurat dengan CT scan. Secara
klinis, edema berperan dalam efek massa dari hematom, meningkatkan tekanan
intrakranial dan pergeseran otak intrakranial. Secara paradoks, volume relatif edema yang
tinggi berhubungan dengan outcome fungsional yang lebih baik, yang menimbulkan
suatu kerancuan apakah edema harus dijadikan target terapi atau hanya merupakan
variabel prognostik.
Perdarahan Subarachnoid
Tingkat mortalitas pada tahun pertama dari serangan stroke hemoragik perdarahan
subarachnoid sangat tinggi, yaitu 60%. Sekitar 10% penderita perdarahan subarachnoid
meninggal sebelum tiba di RS dan 40% meninggal tanpa sempat membaik sejak awitan.
Perdarahan ulang juga sangat mungkin terjadi. Rata-rata waktu antara perdarahan
pertama dan perdarahan ulang adalah sekitar 5 tahun.
Pada pembahasan ini akan dibahas tentang memecahkan kasus dan mampu melakukan
Pharmaceutical Care pada pasien dengan kelainan pada sistem saraf yaitu pada stroke
hemoragik dengan riwayat penyakit jantung dan hipertensi. Stroke hemoragik adalah
perdarahan yang tiba-tiba mengganggu fungsi otak. Perdarahan ini disebabkan oleh
pecahnya pembuluh darah. Dua jenis stroke hemoragik adalah perdarahan intraserebral
atau subarachnoid hemorrhage.
Pada kasus yang diberikan adalah pasien mengeluhkan nyeri kepala, penurunan
kesadaran, hipokalemia, krisis hipertensi. Tatalaksana terapinya adalah dengan
spironolakton
Pada kasus ini dilakukan dengan metode SOAP (Subjective, Objective, Assesment,
Planning dan Monitoring). Berdasarkan keluhan dan gejala diagnosa menderita stroke
hemoragik dengan komplikasi jantung dan hipertensi.
Tujuan terapi pada penatalaksanaan terapi ini bertujuan untuk mencegah dan
menghilangkan gejala, mencegah dan mengobati nyeri pada kepala yang hebat, mencegah
dan mengurangi tekanan dalam darah yang dapat menyebabkan hipertensi,
meningkatkan kesadaran pada pasien dengan mengurangi perdarahan baik secara
mendadak pada otak, memberikan obat-obatan yang sesuai dengan indikasi yang diderita
pasien dengan efek samping yang minimal.
Sasaran terapi pada stroke hemoragik adalah menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri
pada kepala, meningkatkan kesadaran pada pasien, dan menurunkan tekanan darah
sehingga tekanan darah menjadi kembali normal
4. A.Kesimpulan
Dari kasus yang kami dapatkan dalam praktek farmakoterapi ini, maka dapat disimpulkan
bahwa pasien didiagnosis dengan penurunan kesadaran pada stroke hemoragik dan
hipertensi. Penegakan diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Tatalaksana pada pasien meliputi tatalaksana supportif berupa
pemberian obat-obatan umtuk mengurangi gejala dan membantu proses penyembuhan
kerusakan otak.
Stroke biasanya tidak berdiri sendiri, sehingga bila ada kelainan fisiologis yang menyertai
harus diobati misalnya gagal jantung, tekanan darah tinggi. Setelah serangan stroke
biasanya terjadi perubahan suasana hati (terutama depresi) yang bisa diatasi dengan obat-
obat atau terapi psikis.
B.Saran
1. Antikoagulan biasanya tidak diberikan kepada penderita tekanan darah tinggi dan tidak
pernah diberikan kepada penderita dengan perdarahan otak karena akan menambah
resiko terjadinya perdarahan ke dalam otak.
2. penderita stroke biasanya diberikan oksigen dan dipasang infus untuk memasukkan
cairan dan zat makanan. Pada stroke in evolution diberikan antikoagulan (misalnya :
heparin ) tetapi obat ini tidak diberikan jika telah terjadi komplikasi stroke.
3. untuk mengurangi pembengkakan dan tekanan di dalam otak pada penderita stroke
biasanya diberikan manitol atau kortikosteroid. Penderita stroke yang sangat berat
mungkin memerlukan respirator (alat bantu bernafas) untuk mempertahankan
pernafasan yang adekuat. Disamping itu,perlu perhatian khusus kepada fungsi
kandung kemih, saluran percernaan dan kulit (untuk mencegah timbulnya luka di
kulit karena penekanan).
5. DaftarPustaka
Adams. Victor’s. Cerebrovasculer diseases in Principles of Neurology 8th Edition.
McGraw-Hill Proffesional. 2005. Hal: 660-67
Aliah A, Kuswara FF, Limoa RA, Wuysang G. Gambaran umum tentang gangguan
peredaran darah otak. Dalam: eds. Harsono. Kapita Selekta Neurologi. Edisi ke-2.
Yogyakarta : Gadjah Mada University Press; 2005. h.81-82.
Feigin, Valery. Stroke Panduan Bergambar Tentang Pencegahan dan Pemulihan Stroke.
Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer. 2006.
Rumantir C.U. Gangguan Peredaran Darah Otak. Pekanbaru : SMF Saraf RSUD Arifin.
Sukandar, E.Y.,R. Andrajati, J.I. Sigit, I.K.Adnyana, dan A.A.P.Setiadi. 2008. ISO
Farmakoterapi. Jakarta . Penerbit : ISFI.
Wibowo, Samekto. Gofir, Abdul. Farmakoterapi stroke prevensi primer dan prevensi
sekunder dalam Farmakoterapi dalam Neurologi. Penerbit Salemba Medika. Hal: 53-73