Anda di halaman 1dari 2

1.

Pengertian drug abuse dan drug misuse

Drug misuse, penggunaan obat secara tidak benar atau salah, juga berkaitan dengan ketepatan
diagnose penyakit. Untuk mencapai tujuan utama dalam penggunaan obat ada beberapa hal yang
harus dipenuhi yaitu pasien (terutama penyakitnya) yang tepat, obat yang tepat, takaran yang
tepat, cara penggunaan yang tepat, pada waktu yang tepat dan dalam kurun waktu yang tepat.
Derajat “kepatuhan” terhadap hal-hal itu merupakan faktor penentu tercapainya tujuan utama
penggunaan obat. Mungkin ‘judgement’ terhadap ‘kemanjuran’ suatu obat tertentu baru dapat
ditentukan bila ‘kepatuhan’ sudah dilakukan dengan baik, benar dan istiqomah. Terutama bagi
pasien yang dirawat di RS ‘kepatuhan’ ini harus mendapatkan perhatian yang memadai dari
tenaga-tenaga dokter, farmasis, dan keperawatan. Hal ini dapat meningkatkan kecepatan proses
kesembuhan pasien, dan juga efisiensi RS.
Drug abuse, penyalah gunaan obat, adalah penggunaan obat dengan tujuan selain
kesembuhan. Misalnya untuk bunuh diri seperti dilakukan actrees terkenal Marylin Monru, yang
menelan pil tidur dalam jumlah/takaran yang berlebihan untuk mengakhiri hidupnya.
Penyalahgunaan obat biasanya berkaitan dengan obat /zat psychoactive dengan tujuan utama
mencapai ‘kondisi semu’ yang menyenangkan (sementara).

2. contoh obat drug abuse :


1. Depresan Sistem Saraf Pusat (Penenang)

2. Di Indonesia obat-obat ini digolongkan sebagai Psikotropika. Misalnya Alprazolam,


Diazepam, Clonazepam, Zolpidem, Zaleplon dan sebagainya.

3. Penghilang Rasa Sakit golongan Opioid (Analgesik Opioid)

4. Di Indonesia obat-obat ini tergolong Narkotika. Misalnya Morfin, Diasetilmorfin


(Heroin), Fentanil, Codein, Methadone, Petidin, Hydrocodone, dan sebagainya. Obat-
obat golongan ini biasanya digunakan untuk mengatasi nyeri berat misal pasca-operasi,
kanker dan lainnya.

5. Stimulan (meningkatkan kewaspadaan). Misalnya Amfetamin dan Metamfetamin.


6. Steroid (biasanya digunakan oleh binaragawan untuk membangun massa otot).

7. Sedatif (menekan respon terhadap rangsangan emosi). Biasanya memberikan efek tenang,
mengurangi cemas dan mengantuk sehingga biasanya digunakan pada pasien yang
mengalami insomnia. Termasuk obat golongan Barbiturat (Pentobarbital, Amobarbital
dan lainnya).ebih lengkapnya mengenai obat-obat yang digolongkan ke dalam Narkotika

Selain itu, ada pula golongan obat lain yang digunakan dengan memanfaatkan efek sampingnya,
bukan berdasarkan indikasi yang resmi dituliskan. Beberapa contoh diantaranya adalah :
 Penggunaan misoprostol, suatu analog prostaglandin untuk mencegah tukak
peptik/gangguan lambung, sering dipakai untuk menggugurkan kandungan karena
bersifat memicu kontraksi rahim.
 Penggunaan Profilas (ketotifen), suatu anti histamin yang diindikasikan untuk profilaksis
asma, sering diresepkan untuk meningkatkan nafsu makan anak-anak
 Penggunaan Somadryl untuk “obat kuat” bagi wanita pekerja seks komersial untuk
mendukung pekerjaannya. Obat ini berisi carisoprodol, suatu muscle relaxant, yang
digunakan untuk melemaskan ketegangan otot.

3. Dampak drug abuse dan misuse

Baik Drug Misuse maupun Drug Abuse, keduanya bisa berakibat buruk hanya dalam
sekali pakai maupun setelah pemakaian berulang, tergantung berbagai faktor. Misalnya: reaksi
alergi, jumlah dosis yang digunakan, lama dan frekuensi penggunaan, cara penggunaan,
metabolisme tubuh hingga genetik. Dan satu hal yang pasti, obat-obat ini bisa terdeteksi melalui
tes darah dan urin, bahkan dalam folikel rambut.

4. Perbedaan drug abuse dan drug misuse

5. Sosialisasi yang diberikan :

Sebagai bagian dari tenaga kesehatan dan garda terdepan bagi akses masyarakat terhadap obat,
maka farmasis dapat berkontribusi secara signifikan dalam mengidentifikasi dan mencegah
penyalahgunaan obat. Melihat berbagai kemungkinan akses masyarakat terhadap obat yang bisa
disalah-gunakan, ada beberapa hal yang dapat dilakukan:

1. Aktif memberikan edukasi kepada masyarakat tentang bahayanya penyalahgunaan obat, lebih
baik dengan cara yang sistematik dan terstruktur.

2. Mewaspadai adanya kemungkinan resep-resep yang palsu dan ganjil, terutama resep-resep
yang mengandung obat psikotropika/narkotika. Hal ini memerlukan pengalaman yang cukup dan
pengamatan yang kuat. Jika terdapat hal-hal mencurigakan, dapat berkomunikasi dengan dokter
penulis resep yang tertera dalam resep tersebut untuk konfirmasi.

3. Mengedepankan etika profesi dan mengutamakan keselamatan pasien dengan tidak


memberikan kemudahan akses terhadap obat-obat yang mudah disalah gunakan.

Semua ini dapat dilakukan jika farmasis berpegang teguh untuk menjalankan pelayanan
kefarmasian (pharmaceutical care) kepada masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai