Anda di halaman 1dari 76

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

UJI AKTIVITAS ANTIHIPERTENSI EKSTRAK ETANOL 70%


TEMU GIRING (Curcuma heyneana Val. & Zijp) PADA
ANGIOTENSIN CONVERTING ENZYME (ACE) SECARA
IN VITRO

SKRIPSI

Rifa Mufidah
11161020000057

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
JAKARTA
AGUSTUS 2020
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

UJI AKTIVITAS ANTIHIPERTENSI EKSTRAK ETANOL 70%


TEMU GIRING (Curcuma heyneana Val. & Zijp) PADA
ANGIOTENSIN CONVERTING ENZYME (ACE) SECARA
IN VITRO

HALAMAN COVER

SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi

Rifa Mufidah
11161020000057

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
JAKARTA
AGUSTUS 2020

ii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
HALAMA PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya sendiri


Semua sumber yang dikutip dan dirujuk telah saya nyatakan dengan benar

Nama : Rifa Mufidah


NIM : 11161020000057
Tanda Tangan :

Tanggal : 12 Agustus 2020

iii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi ini diajukan oleh :


Nama : Rifa Mufidah
NIM : 11161020000057
Program Studi : Farmasi
Judul Skripsi : Uji Aktivitas Antihipertensi Ekstrak Etanol 70% Temu
Giring (Curcuma heyneana Val.&Zijp) Pada Angiotensin
Converting Enzyme (ACE) Secara In Vitro

Disetujui oleh :

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Nurmeilis, M.Si., Apt Chris Adhiyanto, Mbiomed., PhD


NIP. 197404302005012011 NIP. 196905112003121001

Mengetahui,
Ketua Program Studi Farmasi
Fakultas Ilmu Kesehatan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Dr. Nurmeilis, M.Si., Apt


NIP. 197404302005012011

iv
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini diajukan oleh :

Nama : Rifa Mufidah

NIM : 11161020000057

Program Studi : Farmasi

Judul Skripsi : Uji Aktivitas Antihipertensi Ekstrak Etanol 70% Temu Giring
(Curcuma heyneana Val.&Zijp) Pada Angiotensin Converting
Enzyme (ACE) Secara In Vitro

Telah berhasil dipertahankan dihadapan Dewan Penguji dan diterima


sebagai bagian penyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar
Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi Fakultas Ilmu Kesehatan,
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

DEWAN PENGUJI

Pembimbing : Dr. Nurmeilis, M.Si., Apt (…………………..)

Pembimbing : Chris Adhiyanto, M.Biomed, Ph.D (…………………..)

Penguji : Dr. Supandi, M.Si., Apt (…………………..)

Penguji : Dr. Azrifitria, M.Si., Apt (…………………..)

Ditetapkan di : Jakarta

Tanggal :

v
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRAK

Nama : Rifa Mufidah


Program Studi : Farmasi
Judul : Uji Aktivitas Antihipertensi Ekstrak Etanol 70% Temu
Giring (Curcuma heyneana Val.&Zijp) Pada Angiotensin
Converting Enzyme (ACE) Secara In Vitro

Temu giring merupakan tanaman genus Curcuma dan famili Zingiberacea yang
mengandung senyawa yang dapat digunakan untuk mengobati hipertensi, yaitu
flavonoid. Penelitian ini dilakukan untuk melihat aktivitas ekstrak etanol 70%
temu giring (Curcuma heyneana Val.&Zijp) sebagai antihipertensi secara in vitro
terhadap angiotensin converting enzyme (ACE). Penelitian ini dilakukan dengan
mengelompokkan 3 kelompok, yaitu kontrol adalah perlakuan enzim ACE dengan
substrat HHL, sampel adalah enzim ACE dan substrat HHL dengan
menambahkan sampel dengan konsentrasi 6, 12, 25, 50, dan 100 µg/mL, dan
blanko adalah substrat HHL dengan aquadest. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa daya inhibisi ACE tertinggi pada konsentrasi 50 µg/mL (87,62%) yang
dibandingkan dengan daya inhibisi kaptopril pada konsentrasi 50 µg/mL
(92,90%). Nilai IC50 ekstrak etanol 70% temu giring didapat 2,34 µg/mL dan nilai
IC50 kaptopril didapat 2,79 µg/mL. Kinetika reaksi enzim yang didapat dengan
menggunakan kurva Lineweaver-Burk adalah nilai Km dan Vmax, yaitu sebesar
0,027 mM dan 0,1695 µM/menit.

Kata kunci : Curcuma heyneana, Inhibisi Enzim ACE, kinetika reaksi enzimatik

vi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRACT

Name : Rifa Mufidah


Study Program : Pharmacy
Title : Antihypertensive Activity Test of 70% Ethanol Extract of
Temu Giring (Curcuma heyneana Val.&Zijp) In
Angiotensin Converting Enzyme (ACE) In Vitro

Temu giring is a genus of Curcuma and the family is Zingiberaceae contain a


composition that can be used to treat hypertension, named flavonoids. This
research was conducted to see the activity of 70% ethanol extract of temu giring
(Curcuma heyneana Val.&Zijp) as an antihypertensive in in vitro by inhibiting
angiotensin converting enzyme (ACE). This research was conducted by 3 groups,
which is control contain ACE with HHL susbtrate, sample is ACE and HHL
substrate by adding a sampel as an inhibitor with consentration 6, 12, 25, 50 and
100 µg/mL and blank is HHL substrat with aquadest. The results showed that the
highest ACE inhibition at consentration 50 µg/mL (87,62%) compared with the
inhibitory power of captopril at consentration 50 µg/mL (92,90%). The IC50 value
of 70% ethanol extract of temu giring is 2,34 µg/mL and the IC50 value of
captopril is 2,79 µg/mL. The kinetics of the enzyme reaction using the
Lineweaver-Burk curve to get Km and Vmax, which are 0,027 mM and 0,1695
µM/minute.

Keywords : Curcuma heyneana, ACE enzyme inhibiton, enzymatic kinetics


reaction

vii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah


Jakarta, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Rifa Mufidah


NIM : 11161020000057
Program Studi : Farmasi
Fakultas : Ilmu Kesehatan
Jenis Karya : Skripsi

UJI AKTIVITAS ANTIHIPERTENSI EKSTRAK ETANOL 70% TEMU


GIRING (Curcuma heyneana Val.&Zijp) PADA ANGIOTENSIN
CONVERTING ENZYME INHIBITOR (ACE) SECARA IN VITRO

Untuk dipublikasikan atau ditampilkan diinternet atau media lain yaitu Digital
Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undangan Hak Cipta.
Demikian pernyataan persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan
sebenarnya.

Ciputat, 12 Agustus 2020


Yang menyatakan,

(Rifa Mufidah)

viii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, puja dan puji syukur dipanjatkan kepada Allah


SWT atas berkat dan inayahn-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
dengan judul “Uji Aktivitas Antihipertensi Ekstrak Etanol 70% Temu Giring
(Curcuma heyneana Val&Zijp.) Pada Angiotensin Converting Enzyme (ACE)
Secara In Vitro”. Shalawat serta salam dicurahkan kepada Nabi Muhammad SAW
yang memberikan cahaya serta petunjuk bagi umatnya.

Skripsi ini ditulis guna memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar


Sarjana Farmasi di Program Studi Farmasi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis akan terasa sangan sulit
tanpa adanya doa, bimbingan, dukungan, serta bantuan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, penulis berterima kasih kepada :

a. Dr. Zilhadia, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan


Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
b. Dr. Nurmeilis, M.Si.,Apt. selaku pembimbing pertama sekaligus selaku
Ketua Program Studi Farmasi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta dan Chris Adhiyanto, M.Biomed, Ph.D. selaku
pembimbing kedua yang memberikan andil yang besar dalam penyusunan
dan penyelesaian skripsi. Semoga segala bimbingan serta ilmu dari ibu dan
bapak mendapatkan balasan yang lebih baik dari-Nya.
c. Seluruh dosen Program Studi Farmasi Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta yang sudah memberikan ilmu pengetahuan
selama penulis menempuh pendidikan.
d. Papa dan Mama yang selalu memberikan dukungan baik secara materil
ataupun moril dan doa yang selalu dipanjatkan sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi.
e. Kakak-kakakku yang selalu memberikan dukungan tiada henti serta doa
sehingga penulis merasa terdorong dan semangat untuk menyelesaikan
tugas akhir dan keponakan-keponakkanku yang selalu memberikan
senyum dan hiburan dikala merasa lelah.

ix
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
f. Sahabat-sahabatku, Milatul Amalia, Gita Andriani, Husni Ovia Wulandari,
Mahliga Dwi Rezky Putri, Nabila Utami Putri yang selalu ada untuk
menyemangati satu sama lain dan Adinda Kamila yang selalu
mengingatkan serta menyemangati untuk terus maju dan pantang mundur
dalam menyelesaikan penelitian ini.
g. Sahabat-sahabat SMAku, Lia Kurnia Ningtyas, Martha Dias Astuti, Iis
Koenia Dewi, Kurniatun Ma’muroh, Feby Ari Olivia, dan Fryda Bella
Pertiwi yang selalu menyemangati dan mendoakan dimanapun dan
kapanpun.
h. Adut yang selalu mensupport dan menemani selama menyusun hingga
tugas akhir ini selesai.
i. Teman seperbimbingan, Luthfia, Intan, Bahar, Safna, dan Farda serta
teman-teman Farmasi 2016 terutama kelas AC atas kebersamaan selama
menempuh perkuliahan.
j. Para Staf administrasi, karyawan dan laboran Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yang
membantu selama menempuh studi.
k. Seluruh pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu-persatu yang sudah
membantu dalam menyelasaikan tugas akhir ini baik secara langsung
maupun tidak langsung.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan


tugas akhir ini. Oleh karena itu, kritik serta saran dari pembaca sangatlah
penting dan diharapkan dapat menyempurnakan skripsi ini. semoga skripsi ini
bermanfat dan memberikan sumbangan pengetahuan bagi pembaca.

Ciputat, Agustus 2020

Penulis

Rifa Mufidah

x
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR ISI

HALAMAN COVER ....................................................................................................... ii


HALAMA PERNYATAAN ORISINALITAS .............................................................. iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................................ iv
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................................... v
ABSTRAK ....................................................................................................................... vi
ABSTRACT.................................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ..................................................................................................... ix
DAFTAR ISI ................................................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................................... xiv
DAFTAR TABEL .......................................................................................................... xv
LAMPIRAN .................................................................................................................. xvi
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................1
1.1. Latar Belakang ..................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah .............................................................................................3
1.3. Tujuan ................................................................................................................4
1.4 Hipotesis ..............................................................................................................4
1.5. Manfaat Penelitian ............................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .....................................................................................5
2.1. Temu Giring (Curcuma heyneana Val. & Zijp) ...............................................5
2.1.1. Taksonomi ........................................................................................................5
2.1.2. Nama Daerah dan Sinonim ...............................................................................5
2.1.3. Distribusi ..........................................................................................................6
2.1.4. Morfologi .........................................................................................................6
2.1.5. Kandungan Kimia .............................................................................................6
2.1.6. Manfaat.............................................................................................................6
2.2. Simplisia .............................................................................................................7
2.3. Ekstrak dan Ekstraksi.......................................................................................7
2.3.1. Ekstraksi Cara Dingin (Depkes RI, 2000) .........................................................7
2.3.2. Ekstraksi Cara Panas (Depkes RI, 2000) ..........................................................8
2.3.3. Parameter Spesifik dan Non Spesifik ................................................................9

xi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.4. Hipertensi ...........................................................................................................9
2.4.1. Definisi Hipertensi ............................................................................................9
2.4.2 Klasifikasi ........................................................................................................10
2.4.3. Patofisiologi Hipertensi ..................................................................................11
2.4.4. Faktor Risiko ..................................................................................................12
2.4.5. Tatalaksana Hipertensi....................................................................................13
2.4.6. Obat Hipertensi ...............................................................................................14
2.5. Penghambat ACE ............................................................................................16
2.6. Kaptopril ..........................................................................................................17
2.7. Enzim................................................................................................................18
2.7.1. Definisi Enzim ................................................................................................18
2.7.2. Uji Aktivitas Inhibisi Angitoensin Converting Enzyme (ACE) in vitro ..........19
2.7.3. Kinetika Reaksi Enzim ...................................................................................19
2.8. Spektrofotometri .............................................................................................21
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ....................................................................24
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................................24
3.2. Alat dan Bahan ................................................................................................24
3.2.1. Alat .................................................................................................................24
3.2.2. Bahan ..............................................................................................................24
3.3. Rancangan Penelitian ......................................................................................24
3.4. Langkah Kerja .................................................................................................25
3.4.1 Penyiapan Larutan Uji .....................................................................................25
3.4.2 Penyiapan Larutan Enzim ACE dan Substrat HHL .........................................25
3.4.3 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Asam Hipurat dan Kurva Kalibrasi
.......................................................................................................................25
3.4.4. Pengujian Daya Inhibisi Ekstrak Terhadap Aktivitas ACE .............................26
3.4.5 Perhitungan IC50 ..............................................................................................27
3.4.6 Uji Kinetika Reaksi .........................................................................................27
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................................28
4.1. Ekstrak Tanaman Uji .........................................................................................28
4.2 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Asam Hipurat dan Kurva Kalibrasi30
4.3 Uji Aktivitas Antihipertensi pada Temu Giring Secara In Vitro ........................31
4.3.1 Perhitungan IC50 ..............................................................................................37

xii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.4 Kinetika Enzim ...................................................................................................38
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN.........................................................................41
5.1 Kesimpulan ...................................................................................................41
5.2 Saran .............................................................................................................41
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................................42
LAMPIRAN ...................................................................................................................49

xiii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Tanaman Temu Giring (Curcuma heyneana Val.&Zijp ).............................5


Gambar 2.2 Mekanisme Pembentukan Angiotensin II) ..................................................11
Gambar 2. 3 Peran ACE dalam sistemrenin angiotensin aldosterone dan kinin kalikrein (
.........................................................................................................................................17
Gambar 2.4 Struktur Kimia Kaptopril ............................................................................18
Gambar 2. 5 Hidrolisis HHL oleh ACE ..........................................................................19
Gambar 2.6 (a) Kurva Michaelis-Menten, (b) Lineweaver-Burk ....................................20
Gambar 4. 1 Panjang Gelombang Maksimum Asam Hipurat……………………………………….30
Gambar 4. 2 Kurva Kalibrasi Asam Hipurat ...................................................................31
Gambar 4. 3 Nilai IC50 Ekstrak Etanol 70% Temu Giring ..............................................37
Gambar 4. 4 Kurva Lineweaver-Burk ............................................................................39

xiv
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Klasifikasi hipertensi menurut JNC VII ...........................................................10


Tabel 2.2 Kategori hipertensi menurut AHA ...................................................................10
Tabel 2.3 Golongan Obat-Obat Antihipertensi ................................................................15
Tabel 4. 1 Absorbansi Variasi Konsentrasi Asam Hipurat…………………………………………….30
Tabel 4.2 Hasil Spektrofotometri UV-Vis .......................................................................32
Tabel 4.3 Daya Inhibisi Temu Giring Terhadap Aktivitas ACE ......................................33
Tabel 4.4 Absorbansi Kinetika Enzim Dengan Variasi Substrat......................................38

xv
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
LAMPIRAN
Lampiran 1. Dokumentasi Penelitian Aktivitas ACE secara In Vitro .............................49
Lampiran 2. Pengujian Daya Inhibisi Ekstrak Terhadap Aktivitas Angiotensin
Converting Enzyme..........................................................................................................50
Lampiran 3. Perhitungan Konsentrasi Ekstrak Etanol 70% Temu Giring.......................50
Lampiran 4. Perhitungan Absorbansi Ekstrak Etanol 70% Temu Giring .......................52
Lampiran 5. Perhitungan Daya Inhibisi Ekstrak Terhadap Aktivitas Angiotensin
Converting Enzyme (ACE) ...............................................................................................53
Lampiran 6. Perhitungan IC50 Ekstrak Etanol 70% Temu Giring dan Kaptopril.............55
Lampiran 7. Perhitungan Bahan .....................................................................................56
Lampiran 8. Perhitungan Kinetika Enzim ......................................................................57
Lampiran 9. Sertifikat Analisis Substrat HHL ................................................................58
Lampiran 10. Sertifikat Analisis Enzim ACE .................................................................59
Lampiran 11. Sertifikat Analisis Kaptopril .....................................................................60

xvi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg
dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan
selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat/tenang (Kemenkes RI,
2014). WHO mengatakan bahwa pada individu dewasa, hipertensi meningkat dari
594 Juta penduduk pada tahun 1975 menjadi 1,13 Miliar penduduk pada tahun
2015. Di Indonesia, berdasarkan Riset Kesehatan Dasar atau RISKESDAS pada
tahun 2018, tercatat bahwa prevalensi hipertensi pada penduduk ≥18 tahun, yaitu
sebesar 34.1%, tertinggi di Kalimantan Selatan (44,1%) dan terendah di Papua
(22,2%). Nilai ini bertambah dari data sebelumnya, yaitu tahun 2013 tercatat
bahwa prevalensi hipertensi di Indonesia, yaitu sebesar 25.8%. (Kemenkes RI,
2018).

Hipertensi dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya, yaitu aktivitas


angiotensin converting enzyme (ACE) dan reactive oxygen species (ROS)
(Dhianawaty dan Ruslin, 2015). Penderita hipertensi biasanya diberikan obat
golongan diuretik, beta blocker, calcium channel blocker, angiotensin converting
enzyme (ACE) inhibitor, dan vasodilator. Umumnya, hipertensi diobati dengan
menghambat aktivitas angiotensin converting enzyme (ACE). ACE berfungsi
sebagai pengatur tekanan darah pada renin angiotensin aldosterone system
(RAAS) dengan mengubah angiotensin I menjadi angiotensin II. Angiotensin II
dapat menyebabkan pembuluh darah menjadi sempit, terpicunya pengeluaran
aldosteron dan ADH sehingga dapat meningkatkan tekanan darah. Aktivitas renin
angiotensin aldosterone system (RAAS) dapat .diatur dengan menghambat ACE
(Kim et al., 2004; Wulandani et al., 2017). Golongan obat penghambat ACE
seperti kaptopril dapat menghambat degradasi bradikinin yang memiliki efek
vasodilatasi (Gunawan, 2012). Meskipun menurut peneliti obat golongan ini lebih
efektif dan lebih inovatif, obat golongan penghambat ACE memiliki efek samping

1
2

seperti batuk kering, ruam pada kulit, dan hiperkalemia (Kim et al., 2004;
Bougatef et al., 2008).

Namun, pengobatan dalam jangka yang lama dapat menyebabkan efek


samping obat yang kemungkinan dapat merusak beberapa organ tertentu, sehingga
diperlukan alternatif lain yang bertujuan meningkatkan kualitas hidup dan juga
mengurangi ketergantungan pada obat seperti mengurangi asupan garam, menjaga
berat badan, berolahraga, mengurangi konsumsi alkohol, mengurangi konsumsi
kafein, tidak merokok, dan penggunaan tanaman herbal sebagai terapi
antihipertensi. Penggunaan herbal banyak dipilih karena efek sampingnya yang
rendah dan maraknya gerakan kembali ke alam (back to nature) (Kemenkes.RI,
2014; Park, 2012 dalam Sisti, 2018; Paulus, 2012). Pemanfaatan bahan-bahan
alami (thibbun nabawi) juga dikenalkan di dalam agama Islam. Allah SWT telah
menciptakan tanaman jahe yang memiliki banyak manfaat dan disebut juga
sebagai minuman dari surga seperti yang disebutkan dalam Al-Quran surah Al-
Insan ayat 17, yang berbunyi

“Di dalam surga itu mereka diberi minum segelas (minuman) yang
campurannya adalah jahe” (Q.S Al-Insan (76) : 17)

Dalam hadis Nabi Muhammad yang dinarasikan oleh Abu Sa’eed Al-Khudri
RA menyatakan bahwa “Raja Byzantine memberikan hadiah kepada Rasullah
SAW berupa satu karung jahe. Rasullah membagi-bagikan sepotong kepada setiap
orang dan memberika sepotong untuk dimakan” (Ibn Qayyim, 2010 dalam Rene
et al., 2014). Tanaman jahe masuk ke dalam family Zingiberaceae. Zingiberaceae
memiliki beberapa genus seperti Curcuma, Kaempferia, Alpina, Boesenbergia,
Amomum, Zingiber, dan Hedichyum yang tumbuh subur di kawasan tropis seperti
Asia, Australia, dan Afrika (Jatoi et al., 2007).

Salah satu famili zingiberaceae dengan genus curcuma adalah temu giring
(Curcuma heyneana Val.&Zijp). Temu giring merupakan tanaman yang banyak
ditemukan di Jawa, Indonesia yang biasa digunakan untuk pengobatan kanker dan
inflamasi. Temu giring memiliki kandungan minyak atsiri, amilum, damar, lemak,

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


3

tanin, kurkumin, saponin, dan flavonoid (Widyaningsih, 2011). Temu giring


memiliki senyawa khas seperti germacrone, dehydrocurdione, isocurcumenol,
curcumenol, curcumanolides A dan B, zerumbone, oxycurcumenol, dan
zedoarondiol (Kusumawati et al., 2018). Secara mekanis, flavonoid bekerja
sebagai antihipertensi dengan meningkatkan bioavailabilitas nitrat oksida (NO),
menurunkan stres oksidatif sel endotelial atau memodulasi aktivitas kanal ion
vaskular (Maaliki et al., 2019). Selain itu, flavonoid memiliki kemampuan untuk
meningkatkan relaksasi endotel pembuluh darah, mengatur signaling sel dan
ekspresi gen, dan juga menghambat ACE sehingga dapat memberikan efek
antihipertensi (Widiasari, 2018).

Hingga saat ini belum banyak publikasi penelitian secara langsung menguji
aktivitas tanaman temu giring (Curcuma heyneana Val.&Zijp) sebagai
antihipertensi secara in vitro. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Diana
Ratu (2018) yaitu melihat aktivitas antihipertensi dari temu giring menunjukkan
bahwa ekstrak etanol 70% temu giring yang diuji secara in vivo dapat menurunkan
tekanan darah sistolik secara bermakna (p≤0,05) dan tidak menurunkan tekanan
darah diastolik secara bermakna (p≥0,05). Oleh karena itu, penulis tertarik untuk
melakukan penelitian mengenai aktivitas antihipertensi dari tanaman temu giring
secara in vitro pada angiotensin converting enzyme (ACE). Penelitian ini
dimaksudkan untuk mengidentifikasi potensi dari ekstrak etanol rimpang temu
giring (Curcuma heyneana Val.&Zijp) sebagai aktivitas antihipertensi dengan
pengujian daya inhibisi aktivitas angiotensin converting enzyme dan melihat
kinetika reaksi enzimatik yang dilakukan secara in vitro dengan menggunakan
spektrofotometer UV-Vis.

1.2. Rumusan Masalah


1. Apakah ekstrak etanol 70% temu giring (Curcuma heyneana Val.&Zijp)
memiliki aktivitas sebagai antihipertensi melalui inhibisi terhadap angiotensin
converting enzyme (ACE) secara in vitro?
2. Berapakah IC50 ekstrak etanol 70% temu giring (Curcuma heyneana
Val.&Zijp) terhadap angiotensin converting enzyme (ACE) secara in vitro?

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


4

3. Bagaimanakah kinetika reaksi enzimatik terhadap substrat HHL dalam


berbagai variasi konsentrasi dengan ekstrak etanol 70% temu giring
(Curcuma heyneana Val.&Zijp)?

1.3. Tujuan
1. Untuk menentukan aktivitas antihipertensi dari ekstrak etanol 70% temu
giring (Curcuma heyneana Val.&Zijp) terhadap angiotensin converting
enzyme (ACE) secara in vitro.
2. Untuk menentukan IC50 ekstrak etanol 70% temu giring (Curcuma heyneana
Val.&Zijp) dalam menghambat kerja angiotensin converting enzyme (ACE)
pada penyakit hipertensi.
3. Untuk menentukan kinetika reaksi enzimatik terhadap sustrat HHL dalam
berbagai variasi konsentrasi dengan ekstrak etanol 70% temu giring
(Curcuma heyneana Val.&Zijp).

1.4 Hipotesis
Ekstrak etanol 70% temu giring (Curcuma heyneana Val.&Zijp) mempunyai
aktivitas antihipertensi dengan menghambat kerja angiotensin converting enzyme
(ACE) yang dilakukan secara in vitro serta menentukan kinetika reaksi substrat
terhadap enzim.

1.5. Manfaat Penelitian


1. Umum
Penelitian ini dapat meningkatan saintifikasi tanaman obat Indonesia dan
memberikan informasi kepada masyarakat luas tentang adanya potensi khasiat
antihipertensi dalam tanaman yang diujikan pada penelitian ini.
2. Khusus

Metode dan hasil pada penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan untuk
penelitian lebih lanjut mengenai efek antihipertensi suatu ekstrak tanaman
secara in vitro serta dapat dijadikan rujukan dalam proses isolasi senyawa aktif
yang berkhasiat sebagai antihipertensi.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Temu Giring (Curcuma heyneana Val. & Zijp)


2.1.1. Taksonomi
Kerajaan : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Bangsa : Zingiberales
Suku : Zingiberaceae
Marga : Curcuma
Jenis : Curcuma heyneana Valenton & Zijp (Badan POM RI, 2008)

Gambar 2. 1 Tanaman Temu Giring (Curcuma heyneana Val.&Zijp )


(Badan POM RI, 2008)

2.1.2. Nama Daerah dan Sinonim


Curcuma heyneana memiliki nama umum, yaitu temu giring; nama
daerah, yaitu temu giring (Jawa), temu poh (Bali)); dan nama asing yaitu pale
turmeric (Inggris), India saffron (India) (Depkes RI, 1989; Badan POM RI, 2008;
Hidayat dan Rodame, 2015).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


6

2.1.3. Distribusi
Tanaman temu giring banyak tumbuh liar di hutan-hutan liar seperti hutan-
hutan jati di Pulau Jawa, terutama Jawa Tengah dan juga Jawa Timur
(Hieronymus, 2008)

2.1.4. Morfologi
Tanaman temu giring merupakan tumbuhan semak, semusim, tegak, tinggi
mencapai 1 m, berbatang semu, berdiri dari pelepah daun dan permukaannya licin
dengan panjang pelepah sekitar 25-35 cm. Tanaman temu giring berdaun tunggal
dengan permukaan yang licin, tepi rata, ujung dan pangkal runcing serta panjang
mencapai 40-50 cm, lebar 15-18 cm, pertulangan daun menyirip, dan warna daun
hijau muda. Tanaman temu giring memiliki perbungaan majemuk dan berambut
halus dengan panjang 15-40 cm. Rimpang temu giring memiliki bagian luar
berwarna kuning kotor dan irisan rimpang atau rimpang bagian dalam bewarna
kuning. Braktea atau daun pelindung berwarna hijau muda pada bagian bawah dan
merah muda pada bagian atas dengan pangkal yang meruncing, ujung membulat,
mahkota bunga dan kelopak bunga dari tanaman temu giring berwarna kuning
muda (Badan POM RI, 2008).

2.1.5. Kandungan Kimia


Rimpang temu giring mengandung minyak atsiri tidak kurang dari 1,5%
v/b, tanin, kurkumin, piperazin sitrat, amilum, damar, lemak, monoterpen,
saponin, dan flavonoid (Depkes RI, 1989; Amanto et al., 2015)

2.1.6. Manfaat
Pada naskah kuno, temu giring dapat mengobati demam maupun dahak
berlendir dan penyakit kulit (Hidayat dan Rodame, 2015). Selain itu, temu giring
dapat berkhasiat sebagai obat luka, obat cacing, obat sakit perut, obat pelangsing,
memperbaiki warna kulit, mengatasi perasaan tidak tenang atau cemas, mengatasi
jantung berdebar-bedar, haid yang tidak teratur, mengatasi rematik, menambah
nafsu makan, meningkat stamina, dapat menghaluskan kulit, mengatasi jerawat,
serta mengatasi cacar air (Wijayakusuma, 2002).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


7

2.2. Simplisia
Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang
belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dikatakan lain, berupa
bahan yang telah dikeringkan (Depkes RI, 2000).

Simplisia dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu :

1. Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian


tumbuhan atau eksudat tumbuhan. Eksudat tumbuhan merupakan isi sel yang
secara spontan keluar dari tumbuhan atau isi sel yang dengan cara tertentu
dikeluarkan dari selnya, atau senyawa nabati lainnya yang dengan cara
tertentu dipisahkan dari tumbuhannya dan belum berupa senyawa kimia
murni (Depkes RI, 2000).
2. Simplisia hewani adalah simplisia berupa hewan utuh, bagian hewan, atau zat
yang berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat kimia
murninya (Depkes RI, 1989).
3. Simplisia pelikan atau mineral adalah simplisia yang berupa bahan pelikan
atau mineral yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan
sudah berupa zat kimia murni (Depkes RI, 1989).

2.3. Ekstrak dan Ekstraksi


Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat
aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang
sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau
serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah
ditetapkan. Ekstrak yang dihasilkan dapat dihitung rendemen dengan
membandingkan berat ekstrak yang dihasilkan dengan berat simplisia awal dikali
100%. (Depkes RI, 2000). Ekstraksi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu cara
dingin dan panas.

2.3.1. Ekstraksi Cara Dingin (Depkes RI, 2000)


1. Maserasi

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


8

Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut


dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan
(kamar).

2. Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna
(exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan.
Proses terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap
perkolasi sebenarnya (penetasan/penampungan ekstrak), terus menerus sampai
diperolah ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan.

2.3.2. Ekstraksi Cara Panas (Depkes RI, 2000)


1. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,
selama waktu tertentu dan jumlah pelarutnya terbatas yang relatif konstan
dengan adanya pendinginan balik. Umunya dilakukan pengulangan proses
pada residu pertama sampai 2-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi
sempurna.

2. Soxhlet
Soxhlet adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang
umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu
dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendinginan balik.

3. Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada
temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar), yaitu secara
umum dilakukan pada temperatur 40-50⁰C.

4. Infus
Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air
(bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-
98⁰C) selama waktu tertentu (15-20 menit).

5. Dekok

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


9

Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (≥30⁰C) dan temperatur
sampai titik didih air.

2.3.3. Parameter Spesifik dan Non Spesifik


2.3.3.1. Parameter Spesifik
1. Identitas Ekstrak
Parameter ini meliputi deskripsi tata nama seperti nama ekstrak (generik,
dagang, dan paten), nama latin tumbuhan (sistematika botani), bagian tumbuhan
yang digunakan (rimpang, daun, dsb) dan nama Indonesia tumbuhan. Suatu
ekstrak dapat memiliki senyawa identitas, yaitu senyawa tertentu yang dapat
menjadi petunjuk spesifik dengan metode tertentu. Parameter ini bertujuan untuk
memberikan identitas objektif dari nama serta spesifik dari senyawa identitas
(Depkes RI, 2000).

2. Organoleptik
Parameter ini meliputi penggunaan pancaindra yang dapat mendeskripsikan
bentuk,bau, rasa, dan warna. Parameter ini bertujuan untuk mengenalkan suatu
tanaman dengan sederhana dan seobyektif mungkin (Depkes RI, 2000).

2.4. Hipertensi
2.4.1. Definisi Hipertensi
Menurut WHO (2013), tekanan darah dikatakan normal apabila tekanan
darah sistolik 120 mmHg dan tekanan darah diastolik 80 mmHg. Hipertensi
didefinisikan sebagai adanya peningkatan tekanan darah arteri sistolik diatas
normal, yaitu lebih dari 140 mmHg dan 90 mmHg untuk tekanan darah diastolik
(WHO, 2013). American Heart Association (AHA) mendefinisikan hipertensi
dengan peningkatan tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan tekanan diastolik ≥
90 mmHg.

Menurut JNC VII (2004), tahap hipertensi dikategorikan menjadi dua,


yaitu hipertensi derajat 1 pada rentang tekanan sistolik 140-159 mmHg dan
diastolik 90-99 mmHg dan hipertensi derajat 2 yaitu tekanan sistolik > 160 mmHg
dan diastolik > 100 mmHg.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


10

2.4.2 Klasifikasi
Berdasarkan Eighth Report of Joint National Committee (JNC VII),
hipertensi diklasifikasikan sebagai berikut (Schwartz dan Sheps, 2004)

Tabel 2.1 Klasifikasi hipertensi menurut JNC VII

Klasifikasi Tekanan Darah Sistolik Tekanan Darah Diastolik


Tekanan Darah (mmHg) (mmHg)
Normal <120 <80
Prehipertensi 120-139 80-98
Hipertensi derajat I 140-159 90-99
Hipertensi derajat II ≥160 ≥100

American Heart Association (AHA) mengkategorikan hipertensi sebagai berikut

Tabel 2.2 Kategori hipertensi menurut AHA

Kategori Tekanan Darah Tekanan Darah


Tekanan Darah Sistolik Diastolik
(mmHg) (mmHg)
Normal <120 dan <80
Elevated 120-129 dan <80
Hipertensi derajat 1 130-139 dan 80-89
Hipertensi derajat 2 ≥140 dan ≥90
Hipertensi krisis >180 dan/atau >120

Hipertensi bila diklasifikasikan berdasarkan penyebab maka terbagi


menjadi dua, yaitu hipertensi primer/esensial dimana penyebabnya tidak diketahui
serta hipertensi sekunder/hipertensi non esensial yang diketahui penyebabnya.
Klasifikasi hipertensi berdasarkan bentuknya yaitu, hipertensi diastolik, hipertensi
campuran, dan hipertensi sistolik. Selain itu, terdapat hipertensi jenis lain, seperti
hipertensi pulmonal yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah pembuluh
darah arteri pulmo sehingga menyebabkan sesak nafas, pusing dan pingsan ketika

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


11

beraktivitas dan hipertensi kehamilan yang penyebabnya belum diketahui dengan


jelas (Kemenkes.RI, 2014).

2.4.3. Patofisiologi Hipertensi


Hipertensi atau peningkatan tekanan darah secara patofisiologi meliputi
hipertensi primer (esensial) dan hipertensi sekunder (non-esensial). Hipertensi
sekunder (10% dari kasus) dapat dicirikan dengan adanya peningkatan tekanan
dengan disertai penyebab spesifik, seperti penyempitan arteri renalis, penyakit
parenkim renal, hiperaldosteronisme, medikasi tertentu, renovaskular, kehamilan,
dan koarktasi aorta. Beberapa obat juga mungkin dapat meningkatkan tekanan
darah seperti kortekosteroid, estrogen, obat anti inflamasi non steroid (OAINS),
amfetamin, sibutramin, siklosporin, tacrolimus, erythropoietin, dan venlafaxine
(Dipiro, 2015; Smeltzer, 2015). Hipertensi primer dipengaruhi oleh beberapa
faktor, seperti mekanisme hormonal (hormon natriuretik, RAAS) atau gangguan
elektrolit (natrium, klorida, dan kalium). Hormon yang terlibat dalam sistem RAA
adalah aldosteron dan angiotensin II. Apabila tekanan arteri ginjal sangat rendah
maka akan melepaskan enzim renin (Guyton dan Hall, 2016). Renin bekerja
secara enzimatik pada protein plasma lain (globulin) yang disebut sebagai bahan
renin (angiotensinogen) untuk melepaskan peptida asam amino10, yaitu
angiotensin I. Angiotensin I merupakan vasonkonstriktor ringan sehingga tidak
menyebabkan perubahan fungsional bermakna dalam sirkulasi. Untuk mengubah
dari angiotensin I menjadi angiotensin II, terjadi pemutusan dua asam amino
sehingga terbentuk peptida asam amino-8 atau angiotensin II.

Gambar 2.2 Mekanisme Pembentukan Angiotensin II (Ahmad et al., 2017)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


12

Angiotensin II merupakan vasokonstriktor sehingga dapat menyebabkan


pembuluh darah menyempit dan meningkatkan tekanan darah serta meningkatkan
produksi aldosteron. Meningkatnya tekanan darah dan denyut jantung akibat
angiotensin II dapat menstimulasi protein penghambat aktivator plasminogen
PAI-1 dan PAI-2, dan menstimulasi kelenjar adrenal untuk mensekresi
aldosterone (Patel et al., 2017). Aldosteron menjaga homeostasis natrium dan
kalium dengan memberi sinyal ke tubulus proksimal nefron untuk menyerap
kembali NaCl dan air serta dengan merangsang kelenjar adrenal. Aldosteron dapat
menyebabkan natrium dan air menetap di dalam darah sehingga volume darah
menjadi besar dan akan meningkatkan tekanan pada jantung serta meningkatkan
tekanan darah (Campbell, 2004; Bell et al., 2015).

Tekanan darah dihitung dengan satuan millimeter merkuri atau mmHg.


Tekanan darah arteri adalah tekanan pada pembuluh darah, terutama pada dinding
arteri yang terdiri dari sistolik dan diastolik. Tekanan darah sistolik merupakan
puncak ketika jantung sedang kontraksi sedangan tekanan darah diastolik adalah
ketika jantung sedang dalam keadaan istirahat (Bell et al., 2015)

2.4.4. Faktor Risiko


Faktor risiko hipertensi terbagi menjadi dua, yaitu yang dapat dikontrol
dan tidak dapat dikontrol. Faktor risiko yang dapat dikontrol meliputi obesitas,
gaya hidup, pola makan, konsumsi alkohol, stress, gangguan tidur, dan diabetes
dan faktor risiko yang tak dapat dikontrol meliputi usia, ras, jenis kelamin dan
riwayat keluarga (Public Health England, 2014; Bell et al., 2015).

a. Usia; seiring dengan bertambahnya usia, maka akan meningkatkan tekanan


darah sistolik
b. Ras; tekanan darah tinggi umumnya terjadi pada individu berkulit hitam
(Caribbean dan Afrika), wanita dengan ras Cina, pria dengan ras Irlandia,
wanita dan pria India, dan juga wanita dengan ras Pakistan.
c. Jenis kelamin; tekanan darah sistolik wanita cenderung lebih rendah
dibandingkan dengan pria tetapi, setelah 65 tahun tekanan darah sistolik
wanita cenderung lebih tinggi.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


13

d. Riwayat keluarga; penelitian pada anak kembar menunjukkan sekitar 40%


dari variabilitas bahwa faktor genetik dapat mempengaruhi tekanan darah.

2.4.5. Tatalaksana Hipertensi


2.4.5.1 Non Farmakologis

Untuk menurunkan tekanan darah atau hipertensi, dianjurkan untuk


menjalani pola hidup sehat. Hal ini secara umum sangat menguntungkan dalam
menurunkan risiko permasalahan kardiovaskular. Pasien yang mengalami
hipertensi derajat 1 dengan tanpa faktor risiko kardiovaskular lain, dianjurkan
menjalani pola hidup sehat selama kurang lebih 4 hingga 6 bulan. Apabila dalam
jangka waktu tersebut tidak dilihat adanya perubahan atau penurunan tekanan
darah yang diinginkan atau terdapat faktor risiko kardiovaskular lain, dianjurkan
menjalani terapi farmakologi (PERKI, 2015).

Menurut JNC VII ada beberapa cara dalam meningkatkan pola hidup sehat
yang dianjurkan, seperti (Schwartz dan Sheps, 2004)

1. Penurunan berat badan dapat menurunkan tekanan darah sistolik sekitar 5-20
mmHg/penurunan 10 kg. Rekomendasi ukuran pinggang untuk pria, yaitu
<94 cm dan untuk wanita adalah <80 cm, indeks masa tubuh <25 kg/m 2.
Penurunan berat badan direkomendasikan dengan mengurangi asupan kalori
dan menambah aktivitas fisik.
2. Adopsi pola makan DASH (Dietary Approaches to Stop Hypertension) dapat
menurunkan tekanan darah sistolik 8-14 mmHg. Dianjurkan untuk lebih
banyak mengonsumsi buah, sayur-sayuran, dan produk susu rendah lemak
dengan kandungan lemak jenuh dan total lebih sedikit, kaya kalium dan
kalsium.
3. Mengurangi asupan garam dapat menurunkan tekanan darah sistolik 2-8
mmHg. Konsumsi natrium klorida ≤ 6 g/hari (100 mmol natrium/hari).
Rekomendasikan makanan rendah garam sebagai bagian pola makan sehat.
4. Olah raga atau beraktivitas fisik dapat menurunkan tekanan darah sistolik
sekitar 4 hingga 9 mmHg. Aktivitas fisik dilakukan dalam intensitas sedang
atau setiap hari dalam satu minggu selama 30 menit per hari.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


14

5. Mengurangi konsumsi alkohol dapat menurunkan tekanan darah sistolik


sekitar 2-4 mmHg. Mengonsumsi alkohol maksimum 2 minuman standar/hari
untuk pria dan 1 minuman standar/hari untuk wanita.
6. Berhenti merokok untuk mengurangi risiko kardiovaskular secara
keseluruhan

2.4.5.2. Farmakologis

Menurut JNC VII (2004) tujuan utama dari penggunaan terapi


antihipertensi adalah untuk mencapai target dan mempertahankan tekanan darah.
Apabila target pengobatan tidak tercapai dalam waktu 1 bulan pengobatan maka
dilakukan peningkatan dosis awal atau menambahkan obat kedua dari salah satu
dari golongan obat yang direkomendasikan (diuretik, beta blocker, calcium
channel blocker, angiotensin converting enzyme (ACE) inhibitor, atau angiotensin
II receptor blocker (ARBs). Tekanan darah serta penyesuaian regimen terus
dikontrol hingga tercapainya target tekanan darah. Jika tidak mencapai target
tekanan darah dengan menggunakan 2 golongan obat antihipertensi yang
direkomendasikan, maka dapat ditingkatkan ke dosis maksimum. Penggunaan
ACEI bersamaan dengan ARB tidak disarankan. Apabila tekanan darah tidak
mencapai target karena kontraindikasi dengan menggunakan obat golongan
antihipertensi yang direkomendasikan atau perlu menggunakan lebih dari 3 obat,
maka dapat menggunakan pengobatan dari golongan obat lain. Jika tetap tidak
dapat tercapainya target dapat dirujuk ke spesialis hipertensi (Schwartz dan Sheps,
2004).

2.4.6. Obat Hipertensi


Obat antihipertensi bekerja dengan mekanismenya masing-masing. Obat
antihipertensi seperti Angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitors,
angiotensin II receptor blockers (ARBs), calcium channel blockers (CCBs), dan
thizida diuretik merupakan lini pertama dari obat antihipertensi. Penggunaan obat
antihipertensi baik tunggal atau kombinasi tergantung pada tingkat keparahan dan
adanya penyakit penyerta.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


15

Pada pasien hipertensi derajat 1 diberikan obat antihipertensi lini pertama


atau kombinasi dua obat. Terapi kombinasi untuk pasien dengan hipertensi derajat
2, diberikan 2 obat dari lini pertama (Dipiro, 2015). Obat golongan antihipertensi
dapat dilihat dalam tabel dibawah.

Tabel 2.3 Golongan Obat-Obat Antihipertensi

No. Golongan Obat


1. Angiotensin Converting - Benazepril
Enzyme (ACE) - Kaptopril
- Enalapril
- Fosinopril
- Lisinopril
- Moexipril
- Perindopril
- Quinapril
- Ramipril
- Trandolapril
2. Angiotensin II Receptor - Azilsartan
Blockers - Candesartan
- Eprosartan
- Irbesartan
- Losartan
- Olmesartan
- Telmisartan
- Valsartan
3. Calcium Channel Blockers Dihidropiridin
- Amlodipine
- Felodipine
- Isradipine
- Nicardipine
- Nisoldipine
Nondihidropiridin
- Diltiazem
- Verapamil
4. Diuretik Thiazida

- Klortalidone
- Hidroklorotiazide
- Metolazone
- Triamterene

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


16

Loop
- Bumetamide
- Furosemide
- Torsemide
Hemat Kalium
- Amiloride
5. Beta Blocker Kardioselektif
- Atenolol
- Bisoprolol
- Metoprolol
Nonselektif
- Nadolol
- Propanolol
- Timolol
Campuran α dan β blocker
- Labetalol
- Carvedilol

Kardioselektif dan
Vasodilator
- Nebivolol

2.5. Penghambat ACE


Angiotensin I converting enzyme (ACE) inhibitor merupakan obat
antihipertensi yang dapat mencegah tubuh membuat hormon angiotensin II.
Hormon ini dapat menyebabkan pembuluh darah menyempit sehingga tekanan
darah menjadi naik. Kerja ACE inhibitor membuat pembuluh darah melebar
sehingga darah banyak mengalir ke jantung dan tekanan darah menjadi turun
(Depkes RI, 2006). Kerja enzim dihambat oleh obat golongan ACE inhibitor
sehingga angiotensin I tidak dapat diubah menjadi angiotensin II. Bila
pembentukan angiotensin II dihambat maka vasokontriksi atau pengecilan
pembuluh darah tidak terjadi dan tekanan darah tidak naik. ACE dapat
menyebabkan degradasi bradikinin menjadi peptida inaktif. Meningkatnya kadar
bradikinin dapat memberikan kontribusi sebagai vasodilator yang berakibat
menurunkan tekanan pembuluh perifer sehingga tekanan darah menurun. Obat

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


17

golongan ini umum digunakan sebagai antihipertensi karena penggunaannya yang


aman dan efek sampingnya yang kecil (Sharifi et al., 2013).

Gambar 2. 3 Peran ACE dalam sistemrenin angiotensin aldosterone dan kinin


kalikrein (Crisan dan Carr, 2000)
2.6. Kaptopril
Kaptopril merupakan obat antihipertensi golongan angiotensin converting
enzyme (ACE) inhibitor untuk pengobatan hipertensi sedang hingga berat yang
sudah tidak dapat ditangani dengan menggunakan kombinasi lain. Kaptopril dapat
digunakan sebagai monotherapy atau kombinasi dengan obat antihipertensi lain
seperti tiazida (Katzung, 2014). Kaptopril memiliki rumus molekul C9H15NO3S
serta mudah larut dalam air, metanol, etanol, dan kloroform. Mekanisme kerja
kaptopril sebagai obat antihipertensi, yaitu gugus SH pada kaptopril dapat
berinteraksi dengan ion Zn dan membentuk kelat dalam tempat aktif pada ACE
sehingga terjadi penghambatan yang kompetitif yang menyebabkan peredaran
angiotensin II dan kadar aldosteron akan menurun. Karena hal tersebut,
vasokontriksi dan retensi Na tidak terjadi sehingga tekanan darah menurun
(Goodman dan Gilman, 2007).

Kaptopril memiliki bioavailabilitas sekitar 60-75% dan berikatan dengan


protein sebanyak 25-30%. Kaptopril memiliki waktu paruh 2,2 jam dan kaptopril
diekskresi melalui ginjal. Dosis awal oral kaptopril yaitu 50-75 mg/hari dan dosis
pemeliharaan sebesar 75-150 mg/hari (Wolters Kluwer Clinical Drug Information;
Katzung, 2014). Menurut BNF (2009) penggunaan kaptopril sebagai pengobatan
antihipertensi diberikan dosis sebesar 12,5-25 mg yang diberikan sehari dua kali.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


18

Kaptopril baik diberikan satu jam sebelum makan karena apabila diberikan
bersamaan dengan makanan maka dapat menurunkan bioavailabilitas dari
kaptopril sebesar 25-30%. Kaptopril tidak direkomendasikan untuk pasien yang
sedang hamil karena kaptopril bersifat teratogenik. Pemberian kepada pasien yang
sedang menyusui juga tidak disarankan karena kaptopril diekskresi melalui air
susu dan dapat memberikan efek buruk pada ginjal bayi (Katzung, 2014).
Penggunaan kaptopril dapat menyebabkan efek samping berupa batuk kering,
ruam, demam, hipotensi, dan hyperkalemia. Untuk efek samping batuk kering
biasanya terjadi pada 10% pasien hipertensi (Whalen, 2015). Penggunaan
kaptopril juga harus diperhatikan bila mengonsumsi aspirin karena dapat
menurunkan efek antihipertensi dari kaptopril apabila aspirin diberikan dengan
dosis tinggi, pemakaian kaptopril dengan obat antipsikotik seperti klorpromazin
dapat menyebabkan hipotensi (Stockley, 2008). Selain itu, kaptopril berinteraksi
dengan diuretik hemat kalium yang dapat menyebabkan ekskresi kalium melalui
ginjal menurun sehingga berefek hyperkalemia (Depkes RI, 2006).

Gambar 2.4 Struktur Kimia Kaptopril (Sweetman, 2009)

2.7. Enzim
2.7.1. Definisi Enzim
Enzim merupakan biokatalisator dalam kehidupan yang bekerja dengan
mempercepat reaksi tanpa adanya perubahan yang permanen. Semua reaksi yang
berlangsung dalam sel, dikatalisis oleh enzim secara cepat, spesifik serta efisien.
Kerja enzim dapat dipengaruhi karena adanya inhibitor yang bekerja secara
kompetitif dan non kompetitif, dipengaruhi pH sehingga enzim dapat bekerja pada
pH 4.5-8, dan enzim dapat bekerja pada suhu optimum (20-40⁰C).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


19

Penggunaan enzim dapat digunakan berulang karena sifatnya yang tidak


mengalami perubahan secara permanen sehingga lebih efisien. Sifat enzim yang
spesifik dijelaskan pada dua metode, yaitu metode gembok dan kunci (lock and
key) dengan cara enzim berikatan dengan substratnya sehingga membentuk
kompleks enzim-substrat dan metode induced fit, yaitu enzim menyesuaikan
bentuknya terhadap substrat yang menginduksi situs aktif pada enzim sehingga
membentuk kompleks enzim-substrat (Sutrisno, 2017).

2.7.2. Uji Aktivitas Inhibisi Angitoensin Converting Enzyme (ACE) in vitro


Cushman dan Cheung (1971) mengembangkan metode mengenai aktivitas
penghambatan ACE dengan menggunakan hippuryl-histidyl-leucine (HHL)
sebagai substrat yang akan menghasilkan asam hipurat karena adanya angiotensin
converting enzyme (ACE). Asam hipurat yang dihasilkan diukur dengan
menggunakan spektrofotometri UV-Vis pada panjang gelombang 228 nm.
Adanya penghambat ACE akan menurunkan konsentrasi asam hipurat yang
terbentuk.

Gambar 2. 5 Hidrolisis HHL oleh ACE

2.7.3. Kinetika Reaksi Enzim

Kinetika enzim berkaitan dengan pengukuran secara kuantitatif terhadap


laju reaksi yang dikatalisis oleh enzim dan faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi laju reaksi. Kinetika enzim dapat digunakan untuk
mengidentifikasi serta menentukan karakteristik suatu obat yang secara selektif
menghambat laju proses yang dikatalis oleh enzim. Kinetika enzim berperan
penting dalam penemuan obat, farmakodinamika obat, dan cara kerja obat
(Murray et al., 2012). Kinetika dapat memberikan gambaran mengenai afinitas

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


20

antara substrat dan produk terhadap suatu enzim (Khan dan Kumar, 2019).
Konsentrasi substrat dapat mempengaruhi kecepatan enzimatik yang dapat dilihat
dengan menggunakan persamaan Lineweaver-Burk (Soewoto, 2001).

Perhitungan dengan menggunakan kurva Lineweaver-Burk dapat


diperoleh kecepatan maksimum (Vmaks) yang menunjukkan jumlah substrat yang
dapat dihidrolisis dalam satuan waktu dan konstanta Michaelis-Menten (Km) yang
menunjukkan afinitas antara enzim dengan substrat (Puspitasari et al., 2019).
Tipe-tipe penghambatan seperti competitive, non-competitive atau uncompetitive
dapat diketahui setelah membuat plot Lineweaver-Burk. Penghambatan kompetitif
dilihat dengan adanya peningkatan Km dan titik potong kedua grafik pada sumbu
Y, penghambatan non-kompetitif dilihat dengan adanya penurunan Vmax dan titik
potong kedua grafik pada sumbu X, dan penghambatan uncompetitive dilihat
dengan adanya penurunan Km dan Vmax dari keadaan normal dan titik potong
kedua grafiknya tidak pada sumbu X ataupun Y (Mardiah, 2011). Konstanta
Michaelis-Menten merupakan konsentrasi substrat dengan kecepatan (mg/menit)
dimana kecepatan (v) merupakan setengah dari V max. Sehingga didapatkan
persamaan

1 𝐾𝑚 1 1
= . +
𝑉 𝑉𝑚𝑎𝑥 𝑆 𝑉𝑚𝑎𝑥

Persamaan diatas merupakan persamaan untuk garis lurus, 𝑦 = 𝑏𝑥 + 𝑎


dengan a sebagai 1⁄𝑉𝑚𝑎𝑘𝑠 , b sebagai 𝐾𝑚⁄𝑉𝑚𝑎𝑥 , y sebagai 1⁄𝑣 dan x sebagai
1⁄ . Plot ini dikenal sebagai plot Lineweaver-Burk.
𝑆

(a) (b)

Gambar 2.6 (a) Kurva Michaelis-Menten, (b) Lineweaver-Burk

(Soewoto et al., 2001)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


21

2.8. Spektrofotometri
Spektrofotometri UV-Vis adalah alat yang digunakan untuk mengukur
serapan yang dihasilkan dari interaksi kimia antara kimia antara radiasi
elektromagnetik dengan molekul atau atom dari suatu zat kimia pada daerah UV-
Vis (FI edisi IV, 1995). Spektrofotometer terbagi menjadi dua alat yaitu
spektrometer dan fotometer. Bagian spektrometer menghasilkan sinar dengan
panjang gelombang tertentu dan intensitas cahaya yang terabsorbsi atau yang
tertransmisikan akan diukur dengan alat fotometer (Khopkar, 2003).

Adanya interaksi antara senyawa organik dengan sinar ultraviolet dan sinar
tampak dapat menghasilkan transisi elektronik dari elektron-elektron ikatan sigma
(σ) dan pi (π) dan elektron non ikatan (n). Orbital ikatan atau orbital non ikatan
sering disebut orbital dasar, sehingga transisi elektron sering disebut dengan
transisi elektron dari tingkat dasar ke tingkat tereksitasi. Proses terjadinya transisi
elektronik ini membutuhkan energi sebesar dengan jenis elektron ikatan dan non
ikatan yang ada pada molekul organik.Proses eksitasi elektron ini direkam dalam
bentuk spektrum yang dinyatakan sebagai panjang gelombang dan absorbansi.
Apabila elektron semakin mudah untuk tereksitasi maka semakin besar panjang
gelombang yang terabsorbsi (Suhartati, 2017).

Spektrofotometer UV-Vis mampu menghasilkan sinar monokromatis


dalam panjang gelombang 200-800 nm. Sinar ultraviolet memiliki panjang
gelombang 200-400 nm dan sinar tampak memiliki panjang gelombang 400-750
nm. Komponen dari spektrofotometer UV-Vis meliputi sumber sinar,
monokromator, dan sistem optik.

Gambar 2.7 Diagram skematis spektrofotometer UV-Vis

(Gandjar dan Rohman, 2007)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


22

a. Sumber sinar; sinar yang digunakan untuk daerah ultraviolet adalah


deuterium pada panjang gelombang 190-350 nm, dan halogen digunakan
untuk daerah tampak atau visible pada panjang gelombang 350-900 nm.
b. Monokromator; komponen ini berfungsi untuk mendispersikan sinar ke dalam
komponen panjang gelombangnya dan akan dipilih oleh celah (slit).
c. Sistem optik; sistem ini berfungsi untuk memecah sumber sinar sehingga
dapat melewati 2 kompartemen, dan dalam spektrofotometer double beam,
suatu larutan blanko dapat digunakan dalam satu kompartemen. Blanko yang
sering digunakan adalah semua pelarut yang digunakan untuk melarutkan
sampel.

Spektrofotometer UV-Vis dapat digunakan untuk analisa kualitatif dan


analisa kuantitatif. Uji kualitatif tidak dapat digunakan dalam spektrofotometer
UV-Vis sendiri, tetapi harus digabung dengan instrumen lain, seperti
spektrofotometer inframerah, resonansi magnet inti, dan spektrofotometer massa
sehingga dapat diperoleh data seperti panjang gelombang maksimal, intensitas,
efek pH, dan pelarut. Dalam uji kuantitatif, sampel atau cuplikan terkena berkas
radiasi dan intensitas sinar diteruskan. Radiasi yang diserap ditentukan dengan
membandingkan antara intesitas sinar yang diteruskan dengan yang diserap.
Intensitas berbanding lurus dengan jumlah foton yang melewati satu satuan luas
penampang perdetik. Absorbsi terjadi bila foton/radiasi yang mengenai cuplikan
mempunyai energi yang sama dengan energi untuk perubahan tenaga. Pada
analisa kuantitatif, digunakan panjang gelombang maksimal karena memiliki
kepekaannya yang maksimal. Absorbansi dari spektrofotometer UV-Vis
hendaknya memiliki rentang 0,2-0,8 (Gandjar dan Rohman, 2007).

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pengaturan pengukuran


serapan UV-Vis, seperti gugus kromofor, pelarut, suhu, ion anorganik, dan pH.
Gugus kromofor merupakan gugus yang terdapat pada senyawa organik yang
dapat menyerap sinar ultraviolet dan sinar tampak seperti alken, alkin, karbonil,
karboksil, amido, azo, nitro, nitroso, dan nitrat. Selain gugus kromofor, pada
molekul organik dikenal istilah auksokrom yang merupakan gugus fungsional dan
mempunyai elektron bebas, seperti OH; -O, -NH2; dan –OCH. Gugus auksokrom

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


23

yang terikat pada gugus kromofor dapat mengakibatkan pergeseran pita absorpsi
menuju ke panjang gelombang yang lebih besar (Gandjar dan Rohman, 2007).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian dilakukan di Laboratorium Penelitian Program Studi Farmasi
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dimulai dari Juni sampai Juli 2020.

3.2. Alat dan Bahan


3.2.1. Alat
Spektrofotometri UV-Vis (Hitachi U-2190), sentrifugator (eppendorf
Centrifuge 5417R), incubator (C3000), mikropipet, gelas ukur, beaker glass
(Pyrex®), tabung reaksi (Pyrex®).
3.2.2. Bahan
A. Ekstrak Tanaman
Ekstrak tanaman uji diperoleh dari koleksi Laboratorium Analisa Obat dan
Makanan Halal di Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta dengan hasil skrining fitokimia, yaitu flavonoid,
terpenoid dan fitosterol (Ratu, 2018).

B. Bahan In Vitro
Angiotensin converting enzyme (ACE) EC. 3.4.15.1 (Sigma Aldrich),
Hipuril L. Histidin L. Leusina (HHL) EC 250-597-9 (Sigma Aldrich), Asam
Hipurat EC 207-806-3 (Sigma Aldrich), ekstrak etanol 70% temu giring
(Curcuma heyneana), Asam klorida (HCl), Buffer Heppes (Sigma Aldrich),
Kaptopril, Etil asetat, NaOH, etanol, Aquadest.

3.3. Rancangan Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan post test only
control group design untuk menguji aktivitas antihipertensi ekstrak etanol 70%

24
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
25

temu giring (Curcuma heyneana I Val.&Zijp) pada angiotensin converting


enzyme (ACE). Metode dalam penelitian ini berdasarkan metode Cushman dan
Cheung dengan sedikit modifikasi Zhao et al., (2009) dengan menggunakan
angiotensin converting enzyme (ACE) dan substrat Hippuryl-histidyl-leucine
(HHL) serta kaptopril sebagai pembanding yang kemudian dilakukan pengujian
spektrofotometri UV-Vis untuk melihat persen penghambat pada angiotensin
converting enzyme (ACE) dan menggunakan plot Lineweaver-Burk untuk melihat
kinetika reaksi substrat terhadap angiotensin converting enzyme (ACE).

3.4. Langkah Kerja


3.4.1 Penyiapan Larutan Uji
Ekstrak kental temu giring (Curcuma heyneana Val.&Zijp) ditimbang
sebanyak 50 mg dan dilarutkan dalam etanol p.a dalam labu ukur 50 mL sehingga
didapatkan larutan induk 1000 µg/mL. larutan induk 1000 µg/mL dibuat seri
konsentrasi, yaitu 100, 50, 25, 12, dan 6 µg/mL sebagai larutan uji aktivitas
antihipertensi secara in vitro.

3.4.2 Penyiapan Larutan Enzim ACE dan Substrat HHL


Enzim ACE (EC 3.4.15.1) sebanyak 25 mU/mL dilarutkan dalam 4 mL
aquadest dalam vial . Buffer HEPES 1M dilarutkan dengan aquadest dalam labu
ukur 10 mL untuk mendapatkan buffer HEPES 50 mM. Buffer HEPES digunakan
untuk melarutkan substrat HHL. Substrat HHL (EC 250-597-9) ditimbang
sebanyak 17 mg dan dilarutkan dengan buffer HEPES dalam labu ukur 5 mL.

3.4.3 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Asam Hipurat dan Kurva


Kalibrasi
Asam hipurat ditimbang 100 mg dan dilarutkan dengan aquadest 100 mL
dalam labu ukur 100 mL sehingga terbentuk larutan induk asam hipurat 1000
µg/mL. Dari larutan induk 1000 µg/mL dapat dibuat konsentrasi 100 µg/mL dan
diukur panjang gelombang maksimum dengan spektrofotometer UV-Vis pada
200-400 nm. Panjang gelombang yang didapat dibandingkan dengan panjang
gelombang asam hipurat pada 228 nm.

25
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
26

Pembuatan kurva kalibrasi asam hipurat dibuat dari larutan induk 100
µg/mL dan dibuat seri konsentrasi dan diukur absorbansi asam hipurat pada
panjang gelombang maksimum dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis.
Sehingga akan didapat persamaan regresi linier 𝑦 = 𝑏𝑥 + 𝑎. Variable y sebagai
absorbansi dan variable x sebagai konsentrasi asam hipurat (Chen et al., 2013).

3.4.4. Pengujian Daya Inhibisi Ekstrak Terhadap Aktivitas ACE


Pengujian daya inhibisi ekstrak etanol 70% dari tanaman Curcuma
heyneana terhadap aktivitas ACE dengan menggunakan metode Cushman dan
Cheung yang dimodifikasi Zhao et al., (2009) . Ekstrak sebanyak 50 mg
ditimbang lalu dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL dan dibuat seri konsentrasi
(100; 50; 25; 12; 6 µg/mL).

Larutan ekstrak sebanyak 50 µL dengan larutan ACE sebanyak 50 µL lalu


dilakukan preinkubasi pada suhu 37⁰C selama 10 menit. Setelah itu diinkubasi
dengan substrat sebanyak 50 µL (8 mM Hip-His-Leu dalam 50 mM buffer
natrium borat yang mengandung NaCl 300 mM pada pH 8.3) pada suhu 37⁰C
selama 60 menit. Reaksi dihentikan dengan menambahkan 1 M HCl sebanyak 200
µL.

Asam hipurat yang dihasilkan diekstraksi dengan 1,5 mL etilasetat.


Disentrifugasi (4000 rpm selama 15 menit) lalu lapisan atas dipindahkan ke kaca
arloji dan dikeringkan dalam suhu kamar. Asam hipurat yang sudah dikeringkan
dilarutkan dalam 4 mL aquades dan diukur absorbansinya pada panjang
gelombang 228 nm dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Aktivitas
penghambatan ACE dapat dihitung dengan menggunakan rumus (Zhao et al.,
2009):

(𝐴𝑐 − 𝐴𝑠)
%= 𝑥 100%
(𝐴𝑐 − 𝐴𝑜)

Keterangan :
% = Aktivitas penghambat atau aktivitas inhibisi
Ac = Absorbansi kontrol (enzim ACE + substrat HHL)
As = Absorbansi sampel (enzim ACE + substrat HHL + sampel)
Ao = Absorbansi blanko (aquadest + substrat)

26
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
27

3.4.5 Perhitungan IC50


Konsentrasi dari inhibitor dalam mg/ml dibutuhkan untuk menghambat
50% aktivitas ACE yang disebut sebagai IC 50 yang dihitung dengan persamaan
regresi 𝑦 = 𝑏𝑥 + 𝑎. Variabel y merupakan aktivitas inhibisi ACE pada 50% .
Sumbu x merupakan konsentrasi inhibisi ACE dan sumbu y merupakan persen
daya hambat dari inhibitor.

3.4.6 Uji Kinetika Reaksi


Pengujian kinetika dari aktivitas penghambatan ACE dengan menghitung
kenaikan dari variasi konsentrasi substrat HHL (1, 2, 3.5, dan 6 mM) terhadap
kecepatan. Perlakuan yang sama seperti mengukur daya inhibisi aktivitas ACE
dan dilakukan dengan variasi konsentrasi substrat HHL.

Parameter kinetika dapat ditentukan dengan menganalisis data


menggunakan metode Lineweaver-Burk dan dihitung dengan menggunakan
rumus Michaelis-Menten dari persamaan regresi, yaitu (Puspitasari et al., 2019;
Khan dan Kumar, 2019).

1 𝐾𝑚 1 1
= . +
𝑉 𝑉𝑚𝑎𝑥 𝑆 𝑉𝑚𝑎𝑥

Keterangan :
V = Kecepatan (µM/menit)
Vmax = Kecepatan maksimum (µM/menit)
Km = Konstanta Michaelis-Menten
S = Konsentrasi substrat HHL

27
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Ekstrak Tanaman Uji
Ekstrak yang diperoleh dari Laboratorium Analisa Kosmetik dan Makanan
Halal Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta mengandung senyawa metabolit sekunder seperti flavonoid, terpenoid, dan
fitosterol dapat tertarik oleh pelarut etanol dengan metode ekstraksi maserasi
(Ratu, 2018). Metode ekstraksi maserasi dipilih karena merupakan proses
ekstraksi dingin. Senyawa flavonoid merupakan senyawa yang memiliki sistem
aromatik yang terkonjugasi dimana mudah rusak pada suhu yang tinggi (Sa’adah
et al., 2017). Etanol 70% merupakan pelarut universal yang diketahui dapat
menarik metabolit sekunder yang larut dalam pelarut polar hingga non polar
(Padmasari et al, 2013). Etanol dipilih sebagai pelarut karena sifatnya yang
pharmaceutical grade atau memenuhi syarat kefarmasian (BPOM RI, 2000).
Etanol termasuk kedalam pelarut polar sehingga dapat digunakan untuk menarik
senyawa fenolik dan flavonoid (Suhendra et al., 2019).

Senyawa fenolik dapat ditarik dengan mendegradasi dinding sel tanaman


sehingga senyawa bioaktif dapat mudah keluar. Flavonoid dapat berikatan dengan
gugus gula dan membentuk glikosida sehingga senyawa flavonoid dapat mudah
larut dalam pelarut polar. Perbedaan konsentrasi etanol juga dapat mempengaruhi
kelarutan senyawa flavonoid. Penggunaan konsentrasi etanol yang tinggi dapat
mengakibatkan penurunan perolehan flavonoid. Pelarut campuran seperti alkohol
dan air merupakan pelarut terbaik untuk megekstrak hampir semua metabolit
sekunder terutama flavonoid (Suhendra et al., 2019).

Pada temu giring ditemukan senyawa khas yaitu kurkumin,


oxycurcumenol, (E)-Labda-8(17),12-diene-15,16-dial, germacrone,
isocurcumenol, curcumenol, curcumanolides A dan B, zerumbone, dan
zedoarondiol (Kusumawati et al., 2018). Penelitian yang dilakukan Yuhasliza
(2004) ditemukan senyawa oxycurcumenol dan isocurcumenol apabila di
fraksinasi dengan menggunakan heksana. Kurkumin merupakan komponen yang
ditemukan pada kunyit (Curcuma domestica). Kurkumin mengandung senyawa

28
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
29

fenolik dan flavonoid. Kurkumin terbukti dapat memberikan efek pada beberapa
penyakit seperti kanker, inflamasi, obesitas, dan penyakit kardiovaskular
(Rachmawati et al., 2016). Menurut Bhullar et al (2013), senyawa kurkumin dapat
menghambat ACE secara in vitro. Menurut penelitian yang dilakukan oleh
Nurazizah et al., (2018) kadar kurkumin dari esktrak etanol 70% temu giring
didapatkan sebesar 4,785%.

Berdasarkan skrinning fitokimia ekstrak etanol 70% temu giring


ditemukan bahwa terkandung metabolit sekunder flavonoid yang mana diketahui
dapat bekerja sebagai antihipertensi. Flavonoid merupakan senyawa alam yang
memiliki struktur fenolik yang mana dapat memberikan efek antioksidan dan
banyak aktivitas farmakologis lainnya. Flavonoid memiliki kemampuan biologis
yang dapat berperan penting dalam menurunkan risiko berbagai penyakit seperti
kardiovaskular terutama dalam menurunkan tekanan darah atau sebagai
antihipertensi. Flavonoid diketahui dapat bekerja sebagai antihipertensi dengan
menghambat ACE (angiotensin converting enzyme). Banyak tanaman yang
mengandung flavonoid digunakan sebagai alternatif. WHO menyarankan
penggunaan obat herbal sebagai pemeliharaan kesehatan dalam masyarakat,
pencegahan, serta pengobatan. Penggunaan obat herbal juga banyak dipilih karena
dinilai lebih aman dan memiliki efek samping yang rendah (Widiasari, 2018).

Flavonoid, khususnya senyawa flavonol diketahui dapat menurunkan


tekanan darah dengan mengurangi stress oksidatif, menghambat ACE,
merelaksasi endotel pembuluh darah serta mengatur ekspresi gen dan signaling
sel. Flavonol juga menunjukkan adanya potensi sebagai penghambat ACE baik
secara in vitro maupun in vivo. Beberapa senyawa terpenoid dan polifenolik
termasuk flavonoid hydrolysable tannin, xanton, procyanidin, turunan asam
caffeolyquinat merupakan penghambat ACE (angiotensin converting enzyme)
(Widiasari, 2018).

Penelitian mengenai ekstrak tanaman yang banyak mengandung


phytochemical efektif sebagai penghambat ACE (angiotensin converting enzyme),
tetapi belum banyak yang mengidentifikasi gugus spesifik yang menghambat
ACE. Kemampuan flavonoid sebagai penghambat ACE (angiotensin converting

29
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
30

enzyme) sudah diteliti sejak beberapa dekade ini dan sudah terbukti efektif
menghambat ACE (angiotensin converting enzyme) (Widiasari, 2018).

4.2 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Asam Hipurat dan Kurva


Kalibrasi

Gambar 4. 1 Panjang Gelombang Maksimum Asam Hipurat

Penentuan panjang gelombang asam hipurat dibuat dengan menggunakan


asam hipurat 98% (112003-100G) (Sigma Aldrich). Asam hipurat diukur
dipanjang gelombang 200 – 400 nm dengan menggunakan spektrofotometri UV-
Vis. Dari hasil pengukuran terlihat pada panjang gelombang 228 nm memiliki
absorbansi 0,420. Pengukuran asam hipurat pada panjang gelombang gelombang
222-230 nm menghasilkan absorbansi sebesar 0,680-0,710 (Pubchem).

30
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
31

Tabel 4. 1 Absorbansi Variasi Konsentrasi Asam Hipurat

Sample Uji Konsentrasi (µg/mL) Absorbansi (228 nm)


Asam Hipurat 2 0.139
Asam Hipurat 4 0.245
Asam Hipurat 6 0.366
Asam Hipurat 8 0.459
Asam Hipurat 10 0.582
Asam Hipurat 12 0.703

Kurva Kalibrasi Asam Hipurat


0,8
0,7 0,703
0,6 0,582
Absorbansi

0,5
0,459
0,4
0,366
0,3
0,245
0,2
0,139
0,1
0 Gambar 4.2 Kurva Kalibrasi Asam Hipurat
0 2 4 6 8 10 12 14
Konsentrasi (µg/mL) y = 0,0561x + 0,0233
R² = 0,9988

Gambar 4. 2 Kurva Kalibrasi Asam Hipurat

Penentuan kurva kalibrasi asam hipurat dibuat dengan membuat 5


konsentrasi dari larutan induk 1000 µg/mL dan kemudian diukur dengan
menggunakan spektrofotometri UV-Vis pada panjang gelombang maksimum
asam hipurat, yaitu 228 nm. Dari pengukuran tersebut didapatkan persamaan
regresi linier y = bx + a dengan y adalah absorbansi sampel dan x adalah
konsentrasi asam hipurat, yaitu 2, 4, 6, 8, 10, dan 12 µg/mL (Chen et al., 2013).

4.3 Uji Aktivitas Antihipertensi pada Temu Giring Secara In Vitro


Hasil pengujian daya inhibisi ekstrak etanol 70% temu giring (Curcuma
heyneana Val&Zijp.) terhadap aktivitas angiotensin converting enzyme (ACE).

31
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
32

Tabel 4.2 Hasil Spektrofotometri UV-Vis

Absorbansi Rata-
Konsentrasi
No. Sampel Rata (228 nm)
(µg/mL)
(n=2)
1. Temu giring 100 0,139
2. Temu giring 50 0,123
3. Temu giring 25 0,135
4. Temu giring 12 0,141
5. Temu giring 6 0,152
6. Kaptopril 50 0,097
7. Enzim+Substrat 0,555
8. Blanko 0,062

Perhitungan daya inhibisi :


Ac−As
(%) Penghambatan ACE = Ac−A0 X 100 %

Keterangan :
% = Aktivitas penghambat atau aktivitas inhibisi
Ac = Absorbansi kontrol (enzim ACE + substrat HHL)
As = Absorbansi sampel (enzim ACE + substrat HHL + sampel)
Ao = Absorbansi blanko (aquadest + substrat)

Perhitungan konsentrasi asam hipurat yang terbentuk dihitung dengan


menggunakan regresi linier yang diperoleh dari kurva kalibrasi asam hipurat,
yaitu:

𝑦 = 0,0561𝑥 + 0,0233

Nilai y dimasukkan dengan hasil absorbansi sampel temu giring dari setiap
masing-masing konsentrasi sehingga didapatkan nilai x, yaitu konsentrasi asam
hipurat yang terbentuk.

Nilai absorbansi enzim dan substrat yang diperoleh dikurangi dengan


absorbansi sampel dari masing masing konsentrasi dibagi dengan nilai absorbansi
enzim dan substrat dikurangi nilai absorbansi blanko lalu dibandingkan dengan

32
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
33

kaptopril dengan mengganti nilai absorbansi sampel ekstrak etanol 70% temu
giring (Curcuma heyneana Val.&Zijp) dengan menggunakan nilai absorbansi
kaptopril pada konsentrasi terbaik dari ekstrak etanol 70% temu giring (Curcuma
heyneana Val.&Zijp).

Tabel 4.3 Daya Inhibisi Temu Giring dan Kaptopril Terhadap Aktivitas ACE

Konsentrasi Asam
Konsentrasi Persen
No. Sampel Hipurat Terbentuk
(µg/mL) Inhibisi
(µg/mL)
1. Temu giring 100 84,38 % 2,06
4. Temu giring 50 87,62 % 1,77
3. Temu giring 25 85,19 % 1,99
2. Temu giring 12 83,97 % 2,09
5. Temu giring 6 81,74 % 2,29
6. Kaptopril 100 94,92 % 1,13
7. Kaptopril 50 92,90 % 1,31
8. Kaptopril 25 47,87 % 5,27
9. Kaptopril 12 90,06 % 1,56
10. Kaptopril 6 92,90 % 1,31

Uji aktivitas antihipertensi dengan menggunakan ekstrak etanol 70% temu


giring secara in vitro dilakukan dengan menggunakan metode Cushman dan
Cheung yang dimodifikasi oleh Zhao et al., (2009)

Metode Cushman dan Cheung mengunakan spektrofotometri UV-Vis


untuk melihat absorbansi dari asam hipurat yang dihasilkan pada panjang
gelombang 228 nm setelah melalui proses ektraksi dengan etil asetat. Metode ini
dipilih karena lebih simple, sensitif, lebih cepat, tidak membutuhkan pelarut, serta
dapat memberikan hasil skrining penghambatan ACE yang tinggi (Khan dan
Kumar, 2019). Asam hipurat terbentuk karena proses berikatannya antara ACE
dengan substrat HHL (Histidin-Hipuril-Leusin) sehingga terbentuk asam hipurat
sebagai penenti adanya hipertensi.

33
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
34

Semakin tinggi aktivitas penghambat ACE, maka semakin rendah


kandungan asam hipurat yang terbentuk. ACE (EC 3.4.15.1) terbuat dari partikel
paru-paru kelinci. ACE terdapat pada tubulus proksimal ginjal, saluran
gastrointestal, organ jantung, otak, dan konsentrasi ACE tertinggi terdapat pada
kapiler paru (Widiasari, 2018). Enzim ACE merupakan zink-metaloproteinase
yang mengubah angiotensin I (inaktif dekapeptida) menjadi angiotensin II
(vasokonstriktor poten) dan bradikinin terinaktivasi. Zinc dan klorida dibutuhkan
oleh ACE karena ACE tergolong kedalam kelas zink protease untuk aktivitas
kerja ACE (Zhao et al., 2009). Aktivitas pengikatan enzim ACE dengan inhibitor
berdasarkan interaksi kuat antara zink dengan pengkelat ACE (Sharifi et al.,
2013). Ion metal membantu secara langsung dalam proses katalis dalam
pengikatan substrat dengan enzim. Zink mampu memediasi aktivasi klorida untuk
berinteraksi dengan ACE (Bünning dan Riordan, 1985).

Penggunaan pelarut etanol dalam pembuatan larutan induk 1000 µg/mL


ekstrak temu giring dipilih karena pada proses maserasi menggunakan etanol
70%. Larutan induk sampel ekstrak temu giring dibuat 5 konsentrasi, yaitu 6, 12,
25, 50, 100 µg/mL dan dilihat aktivitas sebagai antihipertensinya dengan
menghambat pembentukan asam hipurat yang dihitung melalui pengukuran
absorbansi dengan menggunakan spektrofotometri UV-Vis tipe U-2910.
Pengujian pembanding juga dilakukan dengan menggunakan baku pembanding
kaptopril dengan konsentrasi 50 µg/mL sebagai perbanding konsentrasi tertinggi.
Baku pembanding kaptopril dipilih karena kaptopril merupakan obat golongan
penghambat ACE golongan pertama untuk antihipertensi selama beberapa dekade
terakhir dan memiliki afinitas yang tinggi terhadap ACE sehingga dapat
menghambat angiotensin II dan mencegah naiknya tekanan darah. ACE Inhibitor
(ACEI) bekerja dengan menghambat converting enzyme, peptidil dipeptidase yang
dapat menghidrolisis angiotensin I menjadi angiotensin II serta bradikinin yang
merupakan vasodilator poten terinaktivasi (Widiasari, 2018).

Sampel sebanyak 50 µL diambil dari berbagai konsentrasi ditambahkan


dengan 50 µL enzim dan dipreinkubasi dengan suhu 370 C selama 10 menit guna
mengoptimasi kerja enzim yang sesuai dengan suhu optimum dalam mereaksikan

34
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
35

enzim ACE dan juga enzim akan bekerja lambat pada suhu yang rendah
(Noviyanti dan Ardiningsih, 2013). Enzim akan kehilangan aktivitasnya apabila
tidak bekerja di suhu optimum, yaitu 37 – 40o C (Mansurah et al, 2013). Pada
temperatur yang optimal, enzim dan substrat akan berikatan secara efektif
sehingga meningkatnya pembentukan produk. Peningkatan suhu akan
menyebabkan enzim terdenaturasi dan akan merubah sisi aktif dari substrat
sehingga mengalami kesulitan untuk berikatan dengan sisi aktif enzim dan
menyebabkan aktivitas enzim menurun (Noviyanti dan Ardiningsih, 2013).
Berdasarkan penelitian Mansurah (2018) ditunjukkan bahwa ativitas ACE paling
optimum berada di suhu 37o C. Perlakuan dilakukan dalam suhu yang dingin
karena enzim ACE stabil dalam suhu -20oC. Waktu antara saat penambahan
enzim ACE dengan sampel ke tahap inkubasi mungkin dapat memengaruhi hasil
yang didapat.

Enzim ACE dapat menghidrolisis substrat HHL sehingga menghasilkan


asam hipurat. Substrat HHL dilarutkan dalam buffer. Substrat HHL akan
terhidrolisis oleh enzim ACE secara maksimal pada pH 8,1-8,3 dan dilihat dapat
meningkatkan reaksi enzimatis (Cushman dan Cheung, 1971). Pada penelitian
yang dilakukan Mansurah (2013) menunjukkan bahwa kerja enzim meningkat
pada pH 7-9 dan mengalami penurunan di pH 10. Enzim akan bekerja maksimal
pada pH optimal. Apabila enzim berada pada pH yang lebih rendah atau lebih
tinggi dari pH optimal maka aktivitas kerja enzim akan menurun (Basi et al,
2017).

Penambahan substrat, enzim dan sampel selanjutnya diinkubasi selama 60


menit dalam suhu 37o C untuk mengoptimasi pembentukan asam hipurat karena
adanya pemutusan asam amino-10 pada angiotensin I, yaitu memutuskan rantai
histidin dan leusin sehingga berubah menjadi angiotensin II atau asam amino-8.
Proses inkubasi dilakukan selama 60 menit karena aktivitas kerja enzim
dipengaruhi oleh waktu inkubasi dimana semakin lama waktu inkubasi maka
aktivitas kerja enzim akan meningkat (Smallridge, Gamblin dan Eil, 1986). Pada
penelitian Cushman dan Cheung (1971) dilakukan inkubasi selama 20 – 60 menit.

35
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
36

Kerja enzim juga dipengaruhi oleh suhu sehingga suhu harus terus dijaga agar
enzim tetap dalam keadaan stabil dan tidak rusak.

Penambahan HCl diberikan ketika proses inkubasi selesai dengan tujuan


untuk memberhentikan reaksi enzim dan substrat. Asam hipurat yang terbentuk
diekstraksi dengan menggunakan etil asetat. Sebanyak 91% asam hipurat dan
kurang dari 1% substrat HHL yang tidak bereaksi akan tertarik ke lapisan etil
asetat. Etil asetat dapat menarik asam hipurat dan juga mudah menguap, tidak
higroskopis, serta toksisitasnya yang rendah.

Untuk mempermudah dalam mengambil supernatan, maka larutan di


sentrifugasi dengan kecepatan 4000 rpm selama 15 menit sehingga dapat terlihat
adanya 2 fasa yang berbeda. Bagian supernatan harus bersifat jernih agar tidak
mempengaruhi hasil yang akan diuji. Supernatan dikeringkan dalam suhu ruangan
hingga etil asetat menguap. Dalam tahap ini harus dipastikan bahwa etil asetat
menguap dengan baik sehingga pengukuran akan lebih baik. Aquadest
ditambahkan ketika etil asetat sudah menguap dan diaduk secara perlahan agar
kerak sampel tercampur dalam aquadest. Sampel yang akan diuji harus bersifat
jernih dan tak berwarna sehingga dapat diukur absorbansinya dengan
menggunakan spektrofotometri UV-Vis dalam panjang gelombang 228 nm.

Absorbansi diukur berasal dari asam hipurat yang dihasilkan dari reaksi
antara angiotensin converting enzyme (ACE) dengan substrat HHL (Histidin-
Hipuril-Leusin) yang tidak terhambat oleh ekstrak etanol 70% temu giring
(Curcuma heyneana Val.&Zijp) sebagai inhibitor. Pengukuran absorbansi enzim
dan substrat tanpa adanya inhibitor mendapatkan hasil 0,555 yang menunjukkan
bahwa adanya asam hipurat yang terbentuk sebesar 9,393 µg/mL. Absorbansi
yang didapat kemudian diukur dengan menggunakan persamaan regresi linier,
yaitu y = 0,021x + 83,77dengan nilai r2 = 0,1426. Nilai y dinyatakan sebagai
persen inhibisi asam hipurat yang terukur dan nilai x merupakan variasi
konsentrasi ekstrak temu giring sebagai sampel.

Absorbansi pengujian kontrol (enzim, substrat dan sampel) berdasarkan


urutan konsentrasi sampel 6, 12, 25, 50, dan 100 µg/mL yaitu 0,152, 0,141, 0,135,

36
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
37

0,123, dan 0,139. Kemudian didapat persen daya inhibisi, yaitu 81,74%, 83,97%,
85,19%, 87,62%, dan 84,38%. Apabila dilihat dari hasil inhibisi, nilai inhibisi
tertinggi yaitu 50 µg/mL sehingga dapat dibandingkan dengan konsentrasi
kaptopril pada 50 µg/mL yaitu 92,90%. Hasil tersebut ditunjukkan bahwa ekstrak
etanol 70% temu giring dapat berpotensi sebagai penghambat aktivitas ACE.
Chaudhary et al (2015) mengatakan bahwa semakin rendah nilai absorbansinya
maka daya inhibisi terhadap aktivitas ACE semakin besar. Berdasarkan dari hasil
yang didapat, maka dapat dilihat yaitu semakin rendah nilai absorbansi maka
semakin tinggi daya inhibisi sampel terhadap aktivitas ACE.

4.3.1 Perhitungan IC50


Berdasarkan hasil persen daya inhibisi ekstrak etanol 70% temu giring pada ACE
dapat dihitung IC50 sebagai berikut

Tabel 4. 4 Penentuan Nilai IC50 Ekstrak Temu Giring dan Kaptopril


Konsentrasi Log Konsentrasi Daya Inhibisi Ekstrak Daya Inhibisi
(µg/mL) (µg/mL) (%) Kaptopril (%)
100 2 84,38 94,92
50 1,69897 87,62 92,90
25 1,39794001 85,19 47,87
12 1,07918125 83,97 90,06
6 0,77815125 81,74 92,90
Regresi linier 𝑦 = 2,9277𝑥 + 80,509 𝑦 = 1,9𝑥 + 81,088
Nilai IC50 2,34 µ𝑔/𝑚𝐿 2,79 µ𝑔/𝑚𝐿

IC50 Sampel
88
87
86
% Inhibisi

85
84
83
82
81
0 0,5 1 1,5 2 2,5
Log Konsentrasi (µg/mL) y = 2,9277x + 80,509
R² = 0,4445

Gambar 4. 3 Nilai IC50 Ekstrak Etanol 70% Temu Giring

37
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
38

Penentuan IC50 dari ekstrak etanol 70% dihitung dengan regresi linier dari
hasil persen daya inhibisi sampel temu giring terhadap seri konsentrasi sampel.
Dari hasil pengukuran IC50 dari sampel temu giring dilihat bahwa temu giring
memiliki konsentrasi 2,34 µg/mL yang merupakan konsentrasi minimal yang
dibutuhkan untuk menurunkan nilai asam hipurat sebanyak 50% (Khan dan
Kumar, 2018). Pada konsentrasi diatas 50 µg/mL tidak memberikan efek sehingga
dilihat adanya penurunan daya inhibisi. Nilai IC 50 menentukan kekuatan aktivitas
antioksidan, apabila nilai IC50 kurang dari 50 µg/mL maka dikategorikan sebagai
antioksidan kuat, Jadi, semakin kecil nilai IC50 maka aktivitas antioksidan temu
giring akan semaking tinggi. Nilai IC50 kaptopril dihitung dengan menggunakan
persamaan regresi linier, yaitu y = 1,9x + 81,088 dan r2 = 0,0021 sehingga
didapatkan konsentrasi sebesar 2,79 µg/mL.

4.4 Kinetika Enzim


Hasil pengujian ekstrak etanol 70% temu giring (Curcuma heyneana
Val.&Zijp) terhadap substrat HHL yang dibuat seri konsentrasi.

Tabel 4.5 Absorbansi Kinetika Enzim Dengan Variasi Substrat

Konsentrasi
Absorbansi V 1/V
SubsKontrat 1/S (mM)
Pada 228 nm (µmol/menit) (µmol/menit)
HHL (S) (mM)
6 0,120 0.1688 0,1667 5.924
3,5 0,096 0.1683 0,2857 5.941
2 0,107 0.1673 0,5 5.977
1 0,086 0.1651 1 6.056

38
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
39

Michaelis-Menten y = 0,0007x + 0,1653


R² = 0,7658
0,1695
0,169
0,1685
0,168
V

0,1675
0,167
0,1665
0,166
0,1655
0,165
0,1645
0 1 2 3 4 5 6 7
S

Gambar 4. 4 Kurva Michaelis-Menten

Lineweaver-Burk y = 0,1593x + 5,8967


R² = 0,9998
6,08
6,06
6,04
6,02
6
1/V

5,98
5,96
5,94
5,92
5,9
5,88
-0,2 0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2
1/S

Gambar 4. 5 Kurva Lineweaver-Burk

Hasil persamaan regresi linier asam hipurat dapat ditentukan nilai asam
hipurat yang terbentuk dengan y sebagai absorbansi kinetika enzim dari masing-
masing konsentrasi. Asam hipurat yang terbentuk tiap menit menandakan nilai V
(µM/menit). Data diatas menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi substrat
HHL semakin tinggi asam hipurat yang terbentuk. Persamaan regresi linier dari
kurva Lineweaver-Burk yaitu y = 0,1573x + 5,8967 dan r2 = 0,9998 dengan y
adalah 1/V, b adalah Km/Vmax, x adalah 1/S dan a adalah 1/Vmax sehingga dapat
ditentukan nilai Km dan Vmax, yaitu sebesar 0,027 mM dan 0,1695 µM/menit.

39
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
40

Perhitungan kinetika enzim yaitu menggunakan kurva Lineweaver-Burk.


Nilai Km atau konstanta Michaelis-Menten ditentukan dengan membuat grafik 1/V
(kecepatan reaksi awal) terhadap 1/S (konsenstrasi substrat) untuk menghasilkan
garis lurus. Konsentrasi substrat dapat mempengaruhi kecepatan reaksi yang
dikatalis enzim. Kecepatan reaksi akan berbanding lurus dengan konsentrasi
substrat. Kurva Lineweaver-Burk dapat menentukan mekanisme inhibisi serta
dapat menentukan Km dan Vmax. Penentuan mekanisme inhibisi tidak dapat
dilakukan karena berbagai faktor, yaitu keterbatasan bahan sehingga pengukuran
enzim dengan variasi substrat atau tanpa inhibitor tidak dapat dilakukan.

Vmax ditunjukkan sebagai laju ketika substrat terkonversi menjadi produk


yang berarti enzim ACE dapat menghidrolisis substrat HHL menjadi produk
sebanyak 0,1695 µM per menit. Nilai Km yang rendah menunjukkan bahwa
konsentrasi substrat yang lebih rendah dibutuhkan untuk mencapai V max (Khan
dan Kumar, 2019). Nilai Km yang didapat dibandingkan dengan nilai Km tanpa
inhibitor namun, karena keterbatasan bahan dan waktu sehingga tidak dapat
dilakukan perlakuan untuk kontrol atau tanpa inhibitor. Berdasarkan penelitian
yang dilakukan oleh Cushman dan Cheung (1971) nilai Km enzim ACE
berdasarkan metode Lineweaver-Burk adalah 2.6 mM. Hasil Km yang rendah
menunjukkan bahwa afinitas antara enzim dengan substrat cukup tinggi
(Mansurah et al, 2013).

40
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
1. Ekstrak etanol 70% temu giring (Curcuma heyneana Val.&Zijp) pada
konsentrasi 6, 12, 25, 50 dan 100 µg/mL memiliki daya inhibisi terhadap
enzim ACE sebesar 81,74%, 83,97%, 85,19%, 87,62% dan 84,38%. Pada
konsentrasi 50 µg/mL memiliki daya inhibisi terbaik dengan perbandingan
kaptopril konsentrasi 50 µg/mL, yaitu 92,90%. Sehingga ekstrak etanol
70% temu giring efektif sebagai antihipertensi pada konsentrasi 50 µg/mL.
2. Nilai IC50 ekstrak etanol 70% temu giring (Curcuma heyneana Val.&Zijp)
adalah sebesar 2,34 µg/mL dan nilai IC50 kaptopril sebagai pembanding
adalah sebesar 2,79 µg/mL.
3. Kinetika enzimatik dengan menggunakan kurva Lineweaver-Burk
didapatkan nilai Km dan Vmax yang didapat sebesar 0,027 mM dan 0,1695
µM/menit. Semakin kecil nilai Km yang didapat maka semakin tinggi
afinitas antara enzim dengan substrat.

5.2 Saran
Melakukkan kinetika enzimatik tanpa adanya sampel atau inhibitor dan
dibandingan dengan larutan sampel atau yang mengandung inhibitor sehingga
dapat diketahui bentuk inhibisi dari ekstrak etanol 70% temu giring (Curcuma
heyneana Val.&Zijp). Sebelum perlakuan sebaiknya dilakukan perhitungan
uji untuk melihat ketersediaan bahan.

41
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, I. et al. (2017) ‘Review of Angiotensin - converting Enzyme Inhibitory


Assay : Rapid Method in Drug Discovery of Herbal Plants’, pp. 1–7. doi:
10.4103/phrev.phrev.
Amanto, B. S., Siswanti, S. and Atmaja, A. (2015) ‘Kinetika Pengeringan Temu
Giring (Curcuma heyneana Valeton & van Zijp) Menggunakan Cabinet
Dryer Dengan Perlakuan Pendahuluan Blanching’, Jurnal Teknologi Hasil
Pertanian, 8(2), p. 107. doi: 10.20961/jthp.v0i0.12900.
Asoodeh, A., Memarpoor Yazdi, M. and Chamani, J. (2012) ‘Purification and
characterisation of angiotensin i converting enzyme inhibitory peptides from
lysozyme hydrolysates’, Food Chemistry. Elsevier Ltd, 131(1), pp. 291–
295. doi: 10.1016/j.foodchem.2011.08.039.
Badan POM RI. (2008) Taksonomi Koleksi Tanaman Obat Kebun Tanaman Obat
Citeureup. Jakarta: Direktorat Obat Asli Indonesia.

Basi et al (2017) ‘Purification of angiotensin converting enzyme from human


plasma and investigation of the effect of some active ingredients isolated
from Nigella sativa L. extract on the enzyme activity Zehra Basi’. doi:
10.1002/bmc.4175.

Bhullar, K. S. et al. (2013) ‘Kurkumin and its carbocyclic analogs: Structure-


activity in relation to antioxidant and selected biological properties’,
Molecules, 18(5), pp. 5389–5404. doi: 10.3390/molecules18055389.
BNF (2009) British National Formulary 57th Edition. United Kingdom: BMJ
Group.Katkar
Bougatef, A. et al. (2008) ‘Angiotensin I-converting enzyme (ACE) inhibitory
activities of sardinelle (Sardinella aurita) by-products protein hydrolysates
obtained by treatment with microbial and visceral fish serine proteases’,
Food Chemistry, 111(2), pp. 350–356. doi:
10.1016/j.foodchem.2008.03.074.
BPOM RI. (2005) Gerakan Nasional Minum Temulawak. Jakarta: Badan
Pengawas Obat dan Makana Republik Indonesia.

Bünning, P. and Riordan, J. F. (1985) ‘The functional role of zinc in angiotensin


converting enzyme: implications for the enzyme mechanism’, Journal of
Inorganic Biochemistry, 24(3), pp. 183–198. doi: 10.1016/0162-
0134(85)85002-9.
Campbell, N. A. (2004) Biologi. Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga.

Chaudhary, S. K. et al. (2015) ‘Angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitory


potential of standardized Mucuna pruriens seed extract’, Pharmaceutical

42
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
43

Biology. Informa Healthcare USA, Inc, 53(11), pp. 1614–1620. doi:


10.3109/13880209.2014.996820.
Chen, J. et al. (2013) ‘Comparison of analytical methods to assay inhibitors of
angiotensin I-converting enzyme’, Food Chemistry. Elsevier Ltd, 141(4),
pp. 3329–3334. doi: 10.1016/j.foodchem.2013.06.048.
Crisan, D. and Carr, J. (2000) ‘Angiotensin I-converting enzyme: Genotype and
disease associations’, Journal of Molecular Diagnostics, 2(3), pp. 105–115.
doi: 10.1016/S1525-1578(10)60624-1.

Cushman, D. W. and Cheung, H. S. (1971) ‘Spectrophotometric assay and


properties of the angiotensin-converting enzyme of rabbit lung’,
Biochemical Pharmacology, 20(7), pp. 1637–1648. doi: 10.1016/0006-
2952(71)90292-9.

Depkes RI (1989) Materia Medika Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan


Republik Indonesia.

Depkes RI (2000) Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat, 1, 3,


Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, Jakarta.

Depkes RI (2014) Farmakope Indonesia Edisi V. Jakarta: Direktorat Jendral Bina


Kefarmasian dan Alat Kesehatan

Depkes RI. (2006). Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Hipertensi. In


Pharmaceutical Care Untuk Pasien penyakit Arthritis Rematik.

Dhianawaty, D. and Ruslin (2015) ‘Kandungan Total Polifenol dan Aktivitas


Antioksidan dari Ekstrak Metanol Akar Imperata cylindrica (L) Beauv.
(Alang-alang)’, Majalah Kedokteran Bandung, 47(1), pp. 60–64. doi:
10.15395/mkb.v47n1.398.
DiPiro J.T., Wells B.G., Schwinghammer T.L. and DiPiro C. V., (2015),
Pharmacotherapy Handbook, Ninth Edition., McGraw-Hill Education
Companies, Inggris
Gandjar, I.G., dan Rohman, A. (2007) Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Gao, D. et al. (2019) ‘Isolation and identification of the angiotensin-I converting
enzyme (ACE) inhibitory peptides derived from cottonseed protein:
optimization of hydrolysis conditions’, International Journal of Food
Properties. Taylor & Francis, 22(1), pp. 1296–1309. doi:
10.1080/10942912.2019.1640735.
Goodman dan Gilman (2007) Dasar Farmakologi Terapi. 10th edn. Jakarta: EGC.
Guideline, C. P. (2017) ‘Hypertension Guideline Toolkit 5 Things to Know’.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


44

Gunawan, S. G. (2012) Farmakologi dan Terapi. 5th edn. Edited by R. Setiabudy


and Nafrialdi. Jakarta: Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Hall, J. E. (2016) Guyton and Hall Textbook of Medical Physiology. 13th edn.
Philadelphia: Elsevier, Inc.
Hidayat, S., R., Rodame, M. N. (2015) Kitab Tumbuhan Obat. Jakarta: Agriflo.
Hieronymus, S. B. (2008) Ragam dan Khasiat Tanaman Obat. Jakarta: PT.
Agromedia Pustaka.

Jabbar, A. et al. (2019) ‘Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Buah, Daun,


Batang Dan Rimpang Pada Tanaman Wualae (Etlingera Elatior (Jack) R.M
Smith)’, Jurnal Farmasi Galenika (Galenika Journal of Pharmacy), 5(2),
pp. 189–197. doi: 10.22487/j24428744.2019.v5.i2.13671.

Jatoi, S. A., Kikuchi, A. and Watanabe, K. N. (2007) ‘Genetic diversity , cytology


, and systematic and phylogenetic studies in Zingiberaceae fleshy roots’,
Genes, Genome and Genomics, 1(1), pp. 56–62.
Katzung, B., Masters, S., and Trevor, A. (2014) Farmakologi Dasar & Klinik.
12th edn. Jakarta: EGC.
Kemenkes RI (2018) ‘Hasil Utama Riskesdas 2018’. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementerian RI.
Kemenkes RI. (2014). INFODATIN. Pusat Data dan Informasi Kementerian
Kesehatan RI. Hipertensi. Jakarta.
Khan, M. Y. and Kumar, V. (2019) ‘Mechanism & inhibition kinetics of bioassay-
guided fractions of Indian medicinal plants and foods as ACE inhibitors’,
Journal of Traditional and Complementary Medicine. Elsevier Ltd, 9(1), pp.
73–84. doi: 10.1016/j.jtcme.2018.02.001.
Khopkar, S.M. (2003) Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : UI Press.
Kim, J. H. et al. (2004) ‘Characterization of antihypertensive angiotensin I-
converting easnzyme inhibitor from Saccharomyces cerevisiae’, Journal of
Microbiology and Biotechnology, 14(6), pp. 1318–1323.

Kusumawati, I. et al. (2018) ‘Anti-aging properties of Curcuma heyneana Valeton


& Zipj: A scientific approach to its use in Javanese tradition’, Journal of
Ethnopharmacology, 225(December), pp. 64–70. doi:
10.1016/j.jep.2018.06.038.
Maaliki, D. et al. (2019) ‘Flavonoids in hypertension: a brief review of the
underlying mechanisms’, Current Opinion in Pharmacology. Elsevier Ltd,
45, pp. 57–65. doi: 10.1016/j.coph.2019.04.014.
Mandriah, Elida (2011) ‘Mekanisme Inhibisi Enzim Polifenol Oksidase Pada Sari
Buah Markisa Dengan Sistein dan Asam Askorbat’ . Laboratorium
Biokimia Jurusan Kimia FMIPA Unand.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


45

Mansurah et al (2013) ‘Isolation, Partial Purification and Characterization of


Angiotensin Converting Enzyme (ACE) from Rabbit (Orytolague ciniculus)
Lungs’. New York: American Journal of Drug Discovery and Development.
doi: 10.3923/ajdd.2013.120.129.
Murray, R.K., Granner, D.K., and Rodwell, V.W. (2012) Biokimia Harper. Edisi
29. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
National Center of Biotechnology Information. Pubchem Compound Summary
for CID 464, Hippuric Acid. Pubchem Compound Database.
https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/compound/Hippuric-acid diakses pada 18
Agustus 2020

Noviyanti, T. and Ardiningsih, P. (2013) ‘Pengaruh Temperatur Terhadap


Aktivitas Enzim Protease Dari Daun Sansakng (Pycnarrhena cauliflora
Diels)’, Jurnal Kimia Khatulistiwa, 1(1), pp. 1–6. Available at:
http://jurnal.untan.ac.id/index.php/jkkmipa/article/view/990.
Nurazizah, U. et al. (2018) ‘Analisis Parameter Spesifik Dan Penetapan Kadar
Kurkumin Ekstrak Temugiring ( Curcuma heyneana Valenton & V . zijp .)
Dengan Perbedaan Nisbah Bahan Dan Pelarut Analysis Of Specific
Parameter and Determination Of The Content Curcumin Temugiring Extract
( C’, pp. 1–10.
Oshadie, G. et al. (2017) ‘Extraction methods, qualitative and quantitative
techniques for screening of phytochemicals from plants’, ~ 29 ~ American
Journal of Essential Oils and Natural Products, 5(2), pp. 29–32.
Padmasari, P., Astuti, K. and Warditiani, N. (2013) ‘Skrining fitokimia ekstrak
etanol 70% rimpang bangle (z’, Jurnal Farmasi Udayana, 2(4), pp. 1–7.
Patel, S. et al. (2017) ‘Renin-angiotensin-aldosterone (RAAS): The ubiquitous
system for homeostasis and pathologies’, Biomedicine and
Pharmacotherapy. Elsevier Masson SAS, 94, pp. 317–325. doi:
10.1016/j.biopha.2017.07.091.
Paulus, H. (2012) Herbal Indonesia Berkhasiat Vol. 10. Depok: Trubus Swadaya.
PERKI (2015) ‘Pedoman Tatalaksana Hipertensi Pada Penyakit Kardiovaskular’,
Physical Review D, p. 3.
Permata, S. S. and Adi, I. wicaksono (2016) ‘Artikel Review: Uji Aktivitas
Antibakteri Ekstrak, Fraksi dan Isolat Rimpang Curcuma Sp. terhadap
Beberapa Bakteri Patogen’, Farmaka, 14(1), pp. 175–183.

Public Health England (2014) ‘Tackling high blood pressure From evidence into
action’, PHE publications, pp. 5–44. Available at:
https://www.gov.uk/government/publications/high-blood-pressure-action-
plan.

Puspitasari, G., Safrihatini, W. and Umam, K. (2019) ‘Studi Kinetika Reaksi Dari
Enzim Α- Amilase Pada Proses Penghilangan Kanji Kain Kapas’, Arena
Tekstil, 34(1), pp. 1–6. doi: 10.31266/AT.V34I1.5097.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


46

Rachmawati, H. et al. (2016) ‘In vitro study on antihypertensive and


antihypercholesterolemic effects of a kurkumin nanoemulsion’, Scientia
Pharmaceutica, 84(1), pp. 131–140. doi: 10.3797/scipharm.ISP.2015.05.

Ratu, D. M. (2018) ‘Skrining Aktivitas Antihipertensi Ekstrak Etanol 70%


Rimpang Temu Mangga (Curcuma mangga), Temu Giring (Curcuma
heyneana), Temu Ireng (Curcuma aeruginosa), dan Lempuyang (Curcuma
euchroma) Pada Tikus Putih Jantan Yang Diinduksi Adrenalin’, pp. 47–63.
Rene, Y. . et al. (2014) ‘The contribution of muslim scientists in botanical
science: studies on the using of gamma rays for ginger plants (Zingiber
officinale)’, Stem Cell, 5(4), pp. 88–94.
Sa’adah, H., Nurhasnawati, H. and Permatasari, V. (2017) ‘Pengaruh Metode
Ekstraksi Terhadap Kadar Flavonoid Ekstrak Etanol Umbi Bawang Dayak
(Eleutherine palmifolia(L.)Merr) dengan Metode Spektrofotometri’, Jurnal
Borneo Journal of Pharmascientech, 01(01), pp. 1–9.
Saputri, F. C. et al. (2015) ‘Inhibition of Angiotensin Converting Enzyme (Ace)
Activity By Some Indonesia Edible Plants’, International Journal of
Pharmaceutical Sciences and Research, 6(3), pp. 1054–1059. doi:
10.13040/IJPSR.0975-8232.6(3).1054-59.
Schwartz, G. L. and Sheps, S. G. (2004) ‘A review of the Sixth Report of the Joint
National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of
High Blood Pressure’, Current Opinion in Cardiology, 14(2), pp. 161–168.
doi: 10.1097/00001573-199903000-00014.
Sharifi, N. et al. (2013) ‘Discovery of new angiotensin converting enzyme (ACE)
inhibitors from medicinal plants to treat hypertension using an in vitro
assay’, DARU, Journal of Pharmaceutical Sciences, 21(1), pp. 1–8. doi:
10.1186/2008-2231-21-74.
Sisti Lusiana, dkk. (2018) ‘Identifikasi Kandungan Asama Γ-Aminobutirat ( Gaba
) Dan Aktivitas Antioksidan Loloh Sembung ( Blumea Balsamifera L )
Yang Diekstraksiair Kelapa Hijau ( Cocos Nucifera L ) Sebagai’, (April),
pp. 167–174.

Smallridge, R. C., Gamblin, G. T. and Eil, C. (1986) ‘Angiotensin-converting


enzyme: Characteristics in human skin fibroblasts’, Metabolism, 35(10), pp.
899–904. doi: 10.1016/0026-0495(86)90051-X.
Smeltzer, S. C. (2015) Keperawatan Medikal-Bedah (Handbook For
Brunner&Suddarth’s Textbook of Medical-Surgical Nursing). Jakarta: EGC.
Soewoto, H. et al (2001) Biokimia Eksperimen Laboratorium. Jakarta: Biokimia
FKUI.
Stockley, I. H. (2008) Stockley’s Drug Interaction. 8th edn. Great Britain:
Pharmaceutical Press.
Stockley, I.H (2008) Stockley’s Drug Interaction. Edisi kedelapan. Great Britain:
Pharmaceutical Press

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


47

Suhartati, T. (2017) Dasar-Dasar Spektrofotometri UV-Vis dan Spektrofotometri


Massa untuk Penentuan Struktur Senyawa Organik. Bandar Lampung:
Anugrah Utama Raharja.
Suhendra, C. P., Widarta, I. W. R. and Wiadnyani, A. A. I. S. (2019) ‘Pengaruh
Konsentrasi Etanol Terhadap Aktivitas Antioksidan Ekstrak Rimpang
Ilalang (Imperata cylindrica (L) Beauv.) Pada Ekstraksi Menggunakan
Gelombang Ultrasonik’, Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan (ITEPA), 8(1),
p. 27. doi: 10.24843/itepa.2019.v08.i01.p04.
Sutrisno, A. (2017) Teknologi Enzim. Malang: UB Press.
Sweetman, S. et al (2009) Martindale. 36th edn. London: The Pharmaceutical
Press.
Tiwari, P. et al (2011) ‘Phytochemical Screening and Extraction: A Review’,
Internationale Pharmaceutica Sciencia. Departement of Pharmaceutical
Science India.

Whalen, K. (2015) Lippincott Illustrated Reviews: Pharmacology. 6th edn.


Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.

WHO (2013) ‘A Global Brief on Hypertension’, , p. 17.


WHO (2019) ‘Hypertension’. Available at: who.int/news-room/fact-
sheets/detail/hypertension.
Widiasari, S. (2018) ‘Mekanisme Inhibisi Angiotensin Converting Enzym Oleh
Flavonoid Pada Hipertensi Inhibition Angiotensin Converting Enzym
Mechanism By Flavonoid In Hypertension, 1(2), pp. 30–44.
Widyaningsih, W. (2011) ‘Efek Ekstrak Etanol Rimpang Temugiring (Curcuma
heyneana val) Terhadap Kadar Trigliserida, Pharmaciana, 1(1). doi:
10.12928/pharmaciana.v1i1.516.
Wijayakusuma, M. H. (2002) Tumbuhan Berkhasiat Obat Indonesia : Rempah,
Rimpang dan Umbi. Jakarta: Milenia Populer.
Wolters Kluwer Clinical Drug Information (2020) ‘Lexicomp’. Wolters Kluwer
Clinical Drug Information, Inc.
Wulandani, R. D. . et al. (2017) ‘Aktivitas Antioksidan dan Angiotensin-I
Converting Enzyme Inhibitor oleh Yogurt dengan Ekstrak Daun Ficus
glomerata Roxb Antioxidant activity and Angiotensin-I Converting Enzyme
Inhibitor of Yogurt with Ficus glomerata Roxb Leaf Extract’, Agritech,
37(3), pp. 246–255. doi: 10.22146/agritech.10846.
Yuhasliza, N. (2004) ‘Chemical Constituents and Biological Activities of
Curcuma Xanthorrhiza and Curcuma Heyneana’, (January). Available at:
https://www.researchgate.net/publication/279643679.

Zhao, Y. et al. (2009) ‘Peptides A novel ACE inhibitory peptide isolated from
Acaudina molpadioidea hydrolysate’, 30, pp. 1028–1033. doi:
10.1016/j.peptides.2009.03.002.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


48

Zuraida, Z. et al. (2017) ‘Fenol, Flavonoid, Dan Aktivitas Antioksidan Pada


Ekstrak Kulit Batang Pulai (Alstonia scholaris R.Br)’, Jurnal Penelitian
Hasil Hutan, 35(3), pp. 211–219. doi: 10.20886/jphh.2017.35.3.211-219.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


49

LAMPIRAN

Lampiran 1. Dokumentasi Penelitian Aktivitas ACE secara In Vitro

Pencampuran Enzim
Ekstrak Tanaman Pembuatan Konsentrasi ACE+Substrat+Sampel
Sampel

Proses Inkubasi Proses Sentrifugasi Penguapan Etil Asetat

Spektrofotometri UV-
Vis

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


50

Lampiran 2. Pengujian Daya Inhibisi Ekstrak Terhadap Aktivitas Angiotensin


Converting Enzyme

50 mg sample ekstrak etanol 70% temu giring ditambah


etanol hingga tanda batas labu ukur 50 mL

Dibuat seri konsentrasi 6,12, 25, 50 dan 100 µg/mL

Larutan sampel 50 µL dicampurkan dengan 50 µL


larutan ACE (25 mU/mL) dan dilakukan pre-inkubasi
pada 37⁰C selama 10 menit

Ditambahkan 50 µL substrat (HHL 8mM dalam buffer


HEPPES 50 mM dan NaCl 0,5 M pada pH 8.3) dan
diinkubasi 60 menit

Ditambahkan HCl 1 M sebanyak 200 µL lalu diekstraksi


dengan 1.5 mL etil asetat dan disentrifugasi 4000 rpm
selama 15 menit

1 mL supernatan diambil dan dikeringkan pada suhu


ruang

4 mL aquadest ditambahkan dan diukur absorbansinya


dengan spektrofotometri UV-Vis pada panjangan
gelombang 228 nm

Aktivitas inhibisi dihitung dengan menggunakan rumus


Cushman dan Cheung (1971)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


51

Lampiran 3. Perhitungan Konsentrasi Ekstrak Etanol 70% Temu Giring

No. Nama Bahan Konsentrasi Perhitungan


(µg/mL)
1 Temu Giring 100 100 µg/mL
: 1000 µg/mL X 50 mL
(Curcuma heyneana
: 5 mL
Val.&Zijp)
: 5000 µL
50 50 µg/mL
: 1000 µg/mL X 50 mL

: 2,5 mL
: 2500 µL
25 25 µg/mL
: 1000 µg/mL X 50 mL

: 1,25 mL
: 1250 µL
12 12 µg/mL
: X 50 mL
1000 µg/mL

: 0,6 mL
: 600 µL
6 6 µg/mL
: 1000 µg/mL X 50 mL

: 0,3 mL
: 300 µL

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


52

Lampiran 4. Perhitungan Absorbansi Ekstrak Etanol 70% Temu Giring


No. Konsentrasi Absorbansi 1 Absorbansi 2 Rata-Rata
(µg/mL) (228 nm)
1. 100 0,153 0,125 0,139
2. 50 0,132 0,115 0,123
3. 25 0,145 0,126 0,135
4. 12 0,154 0,128 0,141
5. 6 0,179 0,126 0,152

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


53

Lampiran 5. Perhitungan Daya Inhibisi Ekstrak Terhadap Aktivitas Angiotensin


Converting Enzyme (ACE)

Perhitungan daya inhibisi :


Ac−As
(%) Penghambatan ACE = Ac−A0 X 100 %

Keterangan :

% = Aktivitas penghambat atau aktivitas inhibisi


Ac = Absorbansi kontrol (enzim ACE + substrat HHL)
As = Absorbansi sampel (enzim ACE + substrat HHL + sampel)
Ao = Absorbansi blanko (aquadest + substrat)

No. Nama Bahan Konsentrasi Perhitungan


(µg/mL)
1 Temu Giring 100 Ac−As
: X 100 %
Ac−A0
(Curcuma heyneana 0,555−0,139
: 0,555−0,062 X 100 %
Val.&Zijp)
: 84,38 %
50 Ac−As
: Ac−A0 X 100 %
0,555−0,123
: 0,555−0,062 X 100 %

: 87,62 % %
25 Ac−As
: Ac−A0 X 100 %
0,555−0,135
: 0,555−0,063 X 100 %

: 85,19 %
12 Ac−As
: Ac−A0 X 100 %
0,555−0,141
: 0,555−0,062 X 100 %

: 82,97 %
6 Ac−As
: Ac−A0 X 100 %
0,555−0,152
: X 100 %
0,555−0,062

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


54

: 81,74 %

2. Kaptopril 50 Ac−As
: Ac−A0 X 100 %
0,555−0,097
: 0,555−0,062 X 100 %

: 92,90 %

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


55

Lampiran 6. Perhitungan IC50 Ekstrak Etanol 70% Temu Giring dan Kaptopril

Nama Sampel Konsentrasi Log Konsentrasi Daya Inhibisi


(µg/mL) (%)
Temu giring 100 2 90,13
Temu giring 50 1,699 92,41
Temu giring 25 1,398 91,35
Temu giring 12 1,079 89,83
Temu giring 6 0,778 89,37
Kaptopril 100 2 94,92
Kaptopril 50 1,699 92,90
Kaptopril 25 1,398 47,87
Kaptopril 12 1,079 90,06
Kaptopril 6 0,778 92,90

1. Perhitungan IC50 Ekstrak Etanol 70% Temu giring


𝑦 = 2,9277𝑥 + 80,509
50 − 80,509
𝑥=
2,9277
antilog 𝑥 = 2,34 µ𝑔/𝑚𝐿
2. Perhitungan IC50 Kaptopril
𝑦 = 1,9𝑥 + 81,088
50 − 81,088
𝑥=
1,9
antilog 𝑥 = 2,79 µ𝑔/𝑚𝐿

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


56

Lampiran 7. Perhitungan Bahan


No. Nama Bahan Jumlah Perhitungan
1. ACE 1 UN Terkandung ≥2.0
(EC 3.4.15.1) µ/protein
1 U ACE = 0,5 mg
protein
Dibutuhkan 0,25 mµ/ml
setara dengan 0,125 mg
protein
0,5
𝑚𝑔 𝑝𝑟𝑜𝑡𝑒𝑖𝑛
0,125
= 4 𝑚𝐿

2. Susbtrat HHL 25 mg Dibutuhkan 8 mM


= 8 mmol/L x massa
molekul
= 8 mmol/L x 429,47
g/mol
= 3.435,76 g/ml
= 3,4 mg/ml
Dibuat dalam 5 mL
= 3,4 mg x 5mL
= 17 mg dilarutkan
dalam 5 mL buffer
HEPES

3. Buffer HEPES 1M Dibutuhkan 50 50 mM x 10 mL = 1000


mM sebanyak 10 x V2
mL V2 = 0.5 mL
Dibutuhkan 50 mM
dilarutkan dalam 10 mL

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


57

Lampiran 8. Perhitungan Kinetika Enzim


No. Nama Bahan Konsentrasi Perhitungan
(mM)
1 Substrat HHL 8 6 8 mM
: X 5 mL
6 mM
mM
: 6,67 mL ~7 mL

3.5 8 mM
: 3 mM X 5 mL

: 13 mL
2 8 mM
: 2 mM X 5 mL

: 20 mL
1 8 mM
: X 5 mL
1 mM

: 40 mL

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


58

Lampiran 9. Sertifikat Analisis Substrat HHL

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


59

Lampiran 10. Sertifikat Analisis Enzim ACE

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


60

Lampiran 11. Sertifikat Analisis Kaptopril

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Anda mungkin juga menyukai