Anda di halaman 1dari 20

TUGAS

FARMASI KESEHATAN MASYARAKAT

“MANAJEMEN TERAPI OBAT


MENINGKATKAN KESEHATAN MSYARAKAT”

OLEH:

KELOMPOK :1
KELAS :B
ANGGOTA KELOMPOK : 1. META ADENIA SAFITRI (3005025)
2. FIFI YULIAGUS (3005036)
3. RIRI PUTRI RAHMADHANI (3005040)

PROGRAM STUDI APOTEKER


SEKOLAH TINGGI FARMASI INDONESIA
PERINTIS PADANG
2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Terjadinya peningkatan pengeluaran untuk biaya kesehatan ditunjukan
dari data-data. Di Amerika Serikat dari tahun 1960-2006 menunjukkan
pengeluaran untuk biaya kesehatan meningkat rata-rata 9,9 % per tahunnya. Ahli
alkuturia memperikarakan bahwa biaya perawatan kesehatan akan mencapai 4,3
triliun USD pada tahun 2017, dan menjunjukkan akan terus meningkat tiap
tahunnya. Faktor yang mmpengaruhi meningkatnya biaya kesehataan tersebut
adalah adanya perubahan teknologi dalam praktik medis.
Masalah yang berhubungan dengan pengobatan dan salah urus pengobatan
adalah masalah kesehatan masyarakat yang masif di Amerika Serikat. Para ahli
memperkirakan bahwa 1,5 juta kejadian buruk yang dapat dicegah terjadi setiap
tahun yang mengakibatkan cedera dan kematian. Masalah terkait obat seperti
terapi obat yang tidak perlu, pemberian obat tanpa indikasi, dosis terlalu rendah,
efek obat yang tidak dikehendaki, dosis teralu tinggi (over dosis), keidakpatuhan,
kebutuhan terapi tambahan, dapat mengganggu hasil ke optimalan terapi pasien.
Faktor-faktor yang menyebabkan masalah terkait obat adalah sistem pelayanan
kesehatan yang kompleks, masalah kepatuhan, ketersediaan jumlah obat dan
jumlah obat yang digunakan oleh setiap pasien (resep dan non resep), polifarmasi,
penggunaan pengobatan alternatif dan komplementer, kompetensi budaya dan
kemampuan baca tulis kesehatan, dan terbatasnya penggunaan teknologi
elektronik Masalah-masalah ini dapat diatasi melalui peran apoteker dalam
meningkatakan manajemen terapi obat.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan menajemen terapi obat
2. Apakah tujuan manajemen terapi obat
3. Apa saja elemen inti manajemen terapi obat
4. Bagaimana manajemen terapi obat di Indonesia
1.3 Manfaat
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan menajemen terapi obat
2. Untuk mengetahui tujuan manajemen terapi obat
3. Untuk mengetahui elemen inti manajemen terapi obat
4. Untuk mengetahui bagaimana manajemen terapi obat di Indonesia
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Manajemen Terapi Obat


Manajemen terapi obat adalah pelayanan yang berbeda atau kategori
pelayanan yang mengoptimalkan hasil terapi untuk pasien secara individu.
Layanan manajemen terapi obat tidak berdiri sendiri, tetapi dapat berlangsung
bersamaan dengan penyediaan produk obat. Manajemen terapi obat memiliki
cakupan yang luas dari berbagai kegiatan profesional dan pertanggung jawaban
lisensi apoteker, atau praktik ruang lingkup penyedia layanan kesehatan yang
berkualifikasi.
Inti model layanan MTM dirancang untuk memfasilitasi kolaborasi antara
para apoteker, pasien, dokter, dan tenaga kesehatan lainnya untuk
mengoptimalkan pengobatan aman dan efektif demi mencapai hasil terapi yang
optimal.
B. Tujuan dari Manajemen Terapi Obat
Untuk memastikan bahwa obat tersebut tepat untuk pasien sesuai dengan
kondisi kesehatannya dan demi mendapatkan hasil terapi yang optimal, sehingga
dapat meningkatkan kesehatan masyarakat
C. Pelayanan yang termasuk dalam manajemen terapi obat
1. Menampilkan atau mendapatkan penilaian yang diperlukan dari status
kesehatan pasien
2. Merumuskan rencana pengobatan
3. Memilih, memulai, memodifikasi, atau memberikan terapi pengobatan
4. Memantau dan mengevaluasi respons pasien terhadap terapi, termasuk
keamanan dan efektivitas
5. Menampilkan tinjauan pengobatan yang menyeluruh untuk
mengidentifikasi, menyelesaikan, dan mencegah masalah terkait obat,
termasuk kejadian obat yang merugikan
6. Mendokumentasikan perawatan yang diberikan dan mengkomunikasikan
informasi penting kepada penyedia lain perawatan primer pasien
7. Memberikan pendidikan verbal dan pelatihan yang dirancang untuk
meningkatkan pemahaman pasien dan penggunaan obat yang tepat
8. Memberikan informasi, layanan dukungan, dan sumber daya yang
dirancang untuk meningkatkan kepatuhan pasien terhadap rejimen
terapeutiknya
9. Mengkoordinasikan dan mengintegrasikan layanan manajemen terapi obat
dalam layanan manajemen perawatan kesehatan yang lebih luas yang
diberikan kepada pasien.

Suatu program yang menyediakan cakupan untuk pelayanan manajemen


terapi obat harus meliputi:

a. Layanan khusus pasien dan individual atau serangkaian layanan yang


diberikan langsung oleh apoteker kepada pasien.
b. Interaksi tatap muka antara pasien dan apoteker sebagai metode penyampaian
yang digemari. Ketika ada hambatan khusus untuk komunikasi tatap muka,
pasien harus memiliki jalan alterntif . Program manajemen terapi obat harus
mendukung pembentukan dan pemeliharaan hubungan pasien-apoteker
c. Kesempatan bagi apoteker dan penyedia perawatan kesehatan lain yang
berkualifikasi untuk mengidentifikasi pasien yang harus menerima layanan
manajemen terapi pengobatan
d. Pembayaran untuk layanan manajemen terapi pengobatan yang sesuai dengan
tingkat penyedia pembayaran kontemporer yang didasarkan pada waktu,
intensitas klinis, dan sumber daya yang diperlukan untuk menyediakan
layanan
e. Proses untuk meningkatkan kontinuitas perawatan, hasil, dan ukuran hasil.
D. Kategori pasien yang membutuhkan manajemen terapi obat
1. Pasien telah mengalami transisi perawatan, dan rejimennya telah berubah.
2. Pasien menerima perawatan dari lebih dari satu resep
3. Pasien mengkonsumsi lima atau lebih obat kronis (termasuk obat resep
dan nonresep, produk herbal, dan suplemen makanan lainnya).
4. Pasien memiliki setidaknya satu penyakit kronis atau kondisi kesehatan
kronis (mis., Gagal jantung, diabetes, hipertensi, hiperlipidemia, asma,
osteoporosis, depresi, osteoartritis, penyakit paru obstruktif kronik).
5. Pasien memiliki hasil tes laboratorium di luar kisaran normal yang dapat
disebabkan oleh terapi pengobatan.
6. Pasien telah menunjukkan ketidakpatuhan (termasuk penggunaan yang
kurang dan penggunaan berlebihan) untuk rejimen obat.
7. Pasien memiliki literasi (kecakapan menulis dan membaca) kesehatan
terbatas atau perbedaan budaya, memerlukan strategi komunikasi khusus
untuk mengoptimalkan perawatan.
8. Pasien ingin atau perlu mengurangi biaya pengobatan sendiri.
9. Pasien telah mengalami kerugian dalam tunjangan rencana kesehatan atau
pertanggungan asuransi.
10. Pasien baru-baru ini mengalami peristiwa buruk (terkait pengobatan atau
tidak terkait pengobatan) saat menerima perawatan
11. Pasien menggunakan obat berisiko tinggi, termasuk obat indeks terapeutik
yang sempit (mis., Warfarin, fenitoin, metotreksat).
12. Pasien sadar terhadap kesehatan diri dan merasakan membutuhkan
manajemen terapi pengobatan.
E. Lima Elemen Inti Manajemen Terapi Obat

Gambar 1. Elemen inti MTM


Model MTM (Management Terapi Medik) dalam praktik farmasi
mencakup lima elemen inti yaitu:
1. Medication Therapy reviuw (MTR)
MTR adalah proses yang sistematis untuk mengumpulkan informasi
spesifik pasien, menilai terapi obat untuk mengidentifikasi masalah terkait
pengobatan, mengembangkan daftar prioritas masalah dan membuat rencana untu
mengatasinya. MTR dilakukan antara pasien dengan apoteker MTR dirancang
untuk meningkatkan pengetahuan pasien tentang obat yang mereka konsumsi,
mengatasi masalah, dan memberdayakan pasien untuk mengelola swamedikasi
dan kondisi kesehatan mereka. MTR dapat berupa komprehensif atau ditargetkan
terhadap masalah pengobatan aktual atau potensial. MTR komprehensif atau
ditargetkan, pasien membutuhkan layanan dengan berbagai cara. Biasanya, pasien
dapat dirujuk ke apoteker berdasarkan rencana kesehatan mereka. Dalam MTR
yang komprehensif, idealnya pasien menyajikan semua obat ke apoteker,
termasuk semua obat resep dan non resep, produk herbal, dan suplemen diet
lainnya. Apoteker kemudian menilai obat pasien untuk mengetahui adanya
masalah terkait pengobatan, termasuk kepatuhan pasien, dan pekerjaan pasien,
dokter, atau profesional perawatan kesehatan lainnya untuk menentukan pilihan
yang tepat untuk menyelesaikan masalah yang teridentifikasi. MTR ditargetkan
untuk mengatasi masalah pengobatan aktual atau potensial. Biasanya, MTR yang
ditargetkan dilakukan untuk pasien yang telah menerima MTR komprehensif.
Entah untuk masalah baru atau masalah pemantauan selanjutnya, apoteker menilai
masalah terapi yang spesifik dalam riwayat medis dan pengobatan pasien secara
lengkap. Setelah penilaian intervensi oleh tenaga medis lainnya dan memberikan
pendidikan dan informasi kepada pasien.
Dalam model layanan ini, pasien akan menerima MTR komprehensif
tahunan dan MTR target tambahan untuk menangani masalah pengobatan terkait
baru atau yang sedang berlangsung. Peristiwa penting seperti perubahan penting
dalam terapi obat pasien, perubahan kebutuhan atau sumber pasien, perubahan
status atau kondisi kesehatan pasien, penerimaan atau pelepasan di rumah sakit,
kunjungan dinas darurat, atau penerimaan atau pelepasan dari fasilitas perawatan
jangka panjang atau fasilitas pembantu dapat memerlukan tambahan MTR yang
komprehensif.
2. Personal Medication Record (PMR)
Personal Medication Record adalah catatan komprehensif mengenai
pengobatan pasien (baik itu pengobatan resep, pengobatan nonresep, produk
herbal dan suplemen makanan). Umumnya PMR dicatat secara elektronik tapi
dapat juga dicatat secara manual. Informasi dari PMR untuk membantu pasien
dalam melakukan manajemen terapi pengobatan sendiri. catatan dapat
diselesaikan oleh apoteker atau pasien dengan bantuan apoteker. Ketika apoteker
menyelesaikan catatan, mereka harus memastikan bahwa tingkat melek huruf
sesuai dengan informasi yang dipahami dengan mudah oleh pasien. "Pasien
idealnya harus membawa catatan pengobatan pribadi mereka setiap saat dan harus
berbagi dengan apoteker dan tenaga kesehatan lainnya pada semua kunjungan ke
fasilitas kesehatan. Catatan sebagai dokumen abadi dan harus diperbaharui setiap
kali pasien:
 Menerima obat baru,
 Memiliki obat yang dihentikan
 Memiliki perubahan instruksi,
 Mulai menggunakan resep baru atau obat-obatan tanpa resep, produk herbal,
atau suplemen makanan, atau
 Memiliki perubahan lain ke rejimen obat
Gambar 2. Form Medication record
3. Medication related action plan (MAP)
Rencana tindakan terkait pengobatan (MAP) adalah dokumen pasien-
sentris yang berisi daftar tindakan yang harus digunakan pasien dalam melacak
kemajuan untuk pengelolaan diri sendiri. Rencana perawatan adalah tindakan
profesional kesehatan untuk membantu pasien mencapai tujuan kesehatan yang
spesifik. Rencana perawatan merupakan komponen penting dalam dokumentasi
elemen inti yang digariskan dalam model layanan ini. Sebagai tambahannya
rencana pengobatan yang dikembangkan oleh apoteker dan digunakan dalam
pengobatan kolaboratif pasien, pasien menerima MAP secara individu untuk
digunakan dalam pengobatan self management. Pasien dapat menggunakan MAP
sebagai pedoman sederhana untuk pemantauan kemajuan kesehatan pasien.

Gambar 3. Form medication-related action plan


4. Intervensi dan rujukan
Petugas farmasi memberikan layanan konsultatif dan melakukan intervensi
untuk menangani masalah terkait pengobatan, bila perlu apoteker merujuk pasien
tersebut ke dokter atau layanan professional kesehatan lainnya. Contoh keadaan
yang memerlukan rujukan dalam kasus kondisi medis pasien saat pemberian
layanan MTM. Intervensi dapat mencakup kolaborasi dengan dokter atau
perawatan kesehaan professional lainnya untuk mengatasi masalah terkait obat
yang ada atau potensial atau bekerja sama dengan pasien secara langsung

Contoh keadaan yang mungkin memerlukan rujukan antara lain adalah:


1. Seorang pasien mungkin menunjukan potensi masalah yang ditemukan selama
MTR yang mungkin memerlukan rujukan untuk evaluasi dan diagnosis.
2. Seorang pasien mungkin memerlukan pendidikan manajemen penyakit untuk
membantunya mengatasi penyakit kronis seperti diabetes.
3. Seorang pasien mungkin memerlukan pemantauan beresio tinggi obat-obatan (
misalnya warfarin, fenitoin, metotreksat).
Intevensi dan atau ruukan digunakan untuk mengoptimasi pengobatan
yang digunakan, meningkatkan keberlanjutan pelayanan dan memberikan
dukungan kepada pasien untuk menyedian pelayanan kesehatan pencegahan di
masa depan yang memiliki efek merugikan yang kecil.
5. Dokumentasi dan follow up
Pelayanan MTM didokumentasikan secara rutin dan di follow up bahwa
visit pasien merupakan dasar bagi pengobatan yang dibutuhkan pasien. Pelayanan
dokumentasi bertujuan untuk mengevaluasi progres dari pasien dan tujuan
pengobatan tercapai. Dokumentasi merupakan elemen penting dalam model
pelayanan MTM. Pelayanan dokumen apoteker dan intervensinya dilakukan
dengan cara yang sesuai dalam mengevaluasi kemajuan pasien dan cukup untuk
mencapai tujuan.

Dokumentasi layanan MTM bertujuan :


1. Memfasilitasi komunikasi antara apoteker dan profesional kesehatan lainnya.
2. Meningkatankan pengobatan pasien
3. Meningkatkan kelanjutan pengobatan pasien
4. Memastikan kepatuhan pasien terhadap aturan untuk pemeliharaan berkala
terhadap catatan pasien.
5. Melindungi terhadap tanggung jawab professional
6. Memastikan pelayanan terhadap justifikasi tagihan atau pergantiaan (audit
pembayaran)
7. Mendemonstrasikan klinis, ekonomi dan hasil humanistik
Dokumentasi MTM termasuk membuat dan memelihara data spesifik
pasien yang berisi :
S : Data subjektif
O : Data Objektif
A : Assessment
P : Plan
Follow up, Ketika pengaturan perawatan pasien berubah maka apoteker
berkoordinasi dengan apoteker lain dalam perawatan baru untuk pasien. Apoteker
awal yang menyediakan layanan MTM harus berpartisipasi secara kooperatif
dengan apoteker lain untuk berkoordinasi dalam pengobatan pasien termasuk
pengalihan obat yang relevan dan informasi terkait kesehatan lainnya. Jika pasien
akan tinggal dalam perawatan yang sama, apoteker harus mengatur layanan MTM
yang konsisten sesuai dengan kebutuhan pengobatan pasien. Semua evaluasi
tindak lanjut dan interaksi dengan pasien dan profesional kesehatan lainnya harus
disertak an dalam dokumentasi MTM.

F. Contoh layanan yang termasuk dalam Manajemen Terapi Obat


1. Medication Therapy Reviuw
Merupakan proses sistematis untuk mengumpulkan informasi spesifik
pasien, menilai terapi pengobatan untuk mengidentifikasi masalah terkait obat,
menyusun daftar masalah terkait obat yang diprioritaskan, dan membuat rencana
untuk menyelesaikannya.
2. Konsultasi Farmakoterapi
Layanan yang diberikan oleh apoteker berdasarkan rujukan dari penyedia
layanan kesehatan apoteker lainnya. Layanan konsultasi ini biasanya disediakan
untuk kasus-kasus pasien yang lebih rumit, khususnya untuk pasien yang
memiliki kondisi medis yang kompleks dan yang mengalami masalah terkait
dengan pengobatan atau yang berpotensi tinggi untuk berkembang.
3. Pelatihan manajemen penyakit/dukungan
Apoteker yang menyediakan layanan manajemen terapi pengobatan ini
menangani terapi obat dan non-obat, serta modifikasi gaya hidup yang terkait
dengan penyakit, mengintegrasikan pasien ke dalam program yang
memberdayakan mereka untuk mengelola penyakit dan obat-obatan mereka, dan
dengan demikian mengurangi biaya perawatan kesehatan dan meningkatkan
kualitas hidup pasien. pasien. Berbagai program manajemen penyakit yang
menggabungkan manajemen pengobatan yang efektif telah dikembangkan untuk
berbagai keadaan penyakit kronis seperti Diabetes, Asma, COPD, Gagal Jantung,
Penyakit Parkinson, Penyakit Alzheimer, Penyakit Alzheimer, Depresi dan
banyak lagi lainnya. Contoh-contoh hasil klinis, humanistik, dan ekonomi dari
program-program ini yang disediakan oleh apoteker telah didokumentasikan
dalam proyek percontohan yang meliputi Proyek Asheville, The Diabetes Ten
City Challenge, dan banyak lainnya.
4. Aplikasi Farmakogenomik
Farmakogenomik adalah layanan manajemen terapi pengobatan yang baru
disediakan oleh apoteker, di mana apoteker berperan dalam interpretasi dan
penerapan informasi genetik pasien untuk mengoptimalkan respons pasien
terhadap terapi obat. Dalam berbagai pengaturan perawatan pasien dari rumah
sakit ke apoteker apoteker membandingkan perawatan khusus pasien berdasarkan
penanda genetik, memprediksi respons pasien terhadap terapi, memberikan dosis
obat berdasarkan hasil tes genetik, memprediksi pasien mana yang akan
mengalami reaksi negatif terhadap terapi yang dipilih, dan membuat informasi
rekomendasi resep pada perawatan pasien yang memaksimalkan efektivitas
sambil meminimalkan risiko.
5. Manajemen Antikoagulan
Apoteker yang menyediakan manajemen antikoagulasi memberikan
beragam layanan kepada pasien yang menggunakan obat antikoagulan oral.
Warfarin obat oral yang paling sering diresepkan, harus terus dipantau dan
dikelola untuk memastikan keselamatan pasien dan meminimalkan risiko.
Apoteker bekerja dengan mengedukasi pasien tentang terapi ini, seperti yang
memiliki fibrilasi atrium dan berisiko tinggi terkena stroke penting patuh minum
obat antikoagulasi oral dan mendapatkan tes darah rutin. Apoteker menyediakan
layanan dalam manajemen antikoagulasi. Contoh-contoh layanan yang diberikan
oleh apoteker adalah farmasi finger sticks dan pengujian INR, edukasi tentang
pemantauan / manajemen diri pasien, dan penyesuaian dosis berdasarkan
persetujuan antara dokter dan apoteker.
6. Layanan klinis lainnya
Layanan klinis yang beragam semuanya fokus untuk mengoptimalkan hasil
pengobatan untuk pasien. Contoh layanan klinis lain dalam manajemen terapi
obat pelayanan dan pemeriksaan petugas kesehatan, travel medicine, farmasi
nuklir, farmasi veteriner, nutrisi dan banyak lainnya.
7. Pemantauan keamanan obat
Apoteker menyediakan manajemen terapi obat melalui program
pemantauan keamanan obat, di mana mereka berperan penting dalam pencegahan
kesalahan pengobatan dan efek samping. Meningkatkan keamanan sistem
penggunaan obat sangat penting untuk mencapai hasil terapi yang optimal untuk
masing-masing pasien. Dari kesalahan pengobatan dan pelaporan kejadian buruk
hingga pengumpulan data dan identifikasi keamanan obat dalam skala yang luas,
apoteker membuka jalan baru dalam memastikan keamanan obat. bidang yang
muncul yaitu pengembangan, pemanfaatan dan standarisasi Risk Evaluation
Mitigation Strategies (REMS), sebuah program untuk obat-obatan atau biologik
yang menetapkan risiko keselamatan khusus bagi pasien, akan mengoptimalkan
keseimbangan akses pasien dan keamanan obat. Program-program REMS
semakin banyak diminta oleh Food and Drug Administration untuk menangani
masalah-masalah keselamatan pasien yang potensial.
8. Kesehatan, kebugaran dan kesehatan masyarakat
Apoteker menyediakan berbagai macam layanan kesehatan dan kesehatan
publik untuk meningkatkan perawatan bagi setiap pasien di komunitas yang
mereka layani. Contoh layanan termasuk adalah program skrining untuk keadaan
penyakit umum (mis. Asma, penyakit kardiovaskular diabetes) perencanaan gizi,
penurunan berat badan, konseling untuk berhenti merokok.
9. Imunisasi
Apoteker di 50 negara bagian diberi wewenang untuk memberikan
manajemen terapi obat dengan memberikan imunisasi berdasarkan kesepakatan
praktik kerja sama dengan dokter. Apoteker memberikan layanan imunisasi dan
informasi berharga bagi pasien untuk meningkatkan tingkat vaksinasi untuk
penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin. Apoteker menyediakan layanan
manajemen obat imunisasi melalui identifikasi pasien berdasarkan status penyakit
dan terapi pengobatan yang berpotensi mendapatkan manfaat dari penerimaan
vaksin dan secara langsung mengimunisasi pasien tersebut atau memberikan
edukasi tentang manfaat dan pentingnya vaksinasi untuk penyakit yang dapat
dicegah.
G. Manajemen Terapi Obat di Indonesia
1. Manajemen Terapi Antitrombotik pada Prosedur Endoskopi
Manajemen periendoskopi pada pasien dengan risiko tinggi terjadinya
tromboemboli membutuhkan pengetahuan tentang risiko perdarahan terkait
dengan tindakan endoskopi. Selain itu, dibutuhkan pula pengetahuan
mengenai risiko terjadinya kejadian kardiovaskuler terkait dengan
penghentian obatobatan antitrombotik. Beberapa hal yang menjadi
pertimbangan utama dalam hal ini antara lain jenis obat yang digunakan,
stratifikasi risiko perdarahan berdasarkan prosedur yang dilakukan, dan
stratifikasi terjadinya kejadian tromboemboli berdasarkan keadaan klinis dan
antitrombotik yang digunakan.
a) Manajemen antitrombotik periendoskopik
Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan tentang manajemen
periondoskopik pada kelompok pasien yang menggunakan antitrombotik,
yaitu: 1) risiko perdarahan akibat tindakan dan pengaruh antitrombotik; 2)
risiko kejadian tromboemboli terkait dengan penghentian sementara obat
antitrombotik periprosedural; dan 3) urgensi dari tindakan yang dilakukan.
b) Manajemen pada Prosedur dengan Stratifikasi Risiko Rendah
British Society of Gastroenterology (BSG) dan ASGE merekomendasikan
untuk melanjutkan pemberian antitrombotik golongan thienopyridine.
c) Manajemen pada Prosedur dengan Startifikasi Risiko Tinggi
pada kelompok dengan risiko tromboemboli tinggi direkomendasikan
untuk menunda tindakan endoskopi hingga program pemberian
thienopyridine/terapi dual antiplatelet sudah selesai, atau menghentikan
obat secara sementara setelah berkonsultasi dengan ahli kardiologi.
d) Manajemen Reinisiasi Antitrombotik
Beberapa konsensus telah menyebutkan bahwa pemberian antitrombotik
dilanjutkan kembali segera setelah prosedur selesai dilakukan.
e) Manajemen Endoskopi pada Keadaan Khusus
Manajemen pasien yang mendapatkan antirombotik selalu menjadi
masalah yang umum yang dihadapi sebelum dilakukan prosedural endoskopi.
Walaupun sebagian besar prosedur endoskopi aman untuk dilakukan pada pasien
yang sedang mengonsumsi antitrombotik, beberapa hal tetap menjadi hal utama
yang harus diperhatikan seperti jenis antitrombotik yang dipakai dan stratifikasi
risiko perdarahan ataupun trombosis yang akan terjadi. Dengan demikian,
keselamatan pasien dalam menjalani prosedur endoskopi dapat terjamin.
Diperlukan konsultasi dengan tenaga kesehatan yang memberikan pengobatan
antitrombotik sejak awal seperti kardiologi atau neurologi. Proses reinisiasi
antitrombotik dapat dimulai dengan segera setelah prosedur endoskopi, dengan
memperhatikan agen yang digunakan terkait dengan onset obat dan jenis prosedur
yang dilakukan, serta evaluasi status hemostasis untuk mencapai kadar terapeutik.
2. Revitalisasi Manajemen Sediaan Farmasi sebagai Upaya Peningkatan
Kepuasan Pelanggan Rawat Jalan pada Salah Satu Rumah Sakit Swasta
di Kota Bandung
Bentuk pelayanan kesehatan kepada masyarakat adalah pelayanan sediaan
farmasi, kemudahan memperoleh sediaan farmasi sesuai kebutuhan,
keterjangkauan, dan dalam jumlah mencukupi.
Berdasarkan hasil analisis secara kuantitatif ditunjukkan bahwa dimensi
manajemen sediaan farmasi yang berpengaruh langsung terhadap kepuasan
pelanggan, yaitu variabel organizing dan actuating karena nilai t-statistik di atas
1,96. Penelitian kuantitatif juga menunjukkan hasil bahwa pelanggan merasa puas
(75,1%) terhadap manajemen sediaan farmasi di RS A. Secara kualitatif,
manajemen sediaan farmasi di RS A sudah sesuai dengan standar yang telah
dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (RI). Namun, masih
ada kegiatan manajemen sediaan farmasi (planning, organizing, actuating, dan
controlling) yang perlu perbaikan. Oleh karena itu, diperlukan upaya revitalisasi
manajemen sediaan farmasi sesuai standar yang telah dikeluarkan oleh
Kementerian Kesehatan RI.

3. Evaluasi Manajemen Obat dan Hubungannya dengan Kualitas Pelayanan


Farmasi Rawat Jalan di Salah Satu Rumah Sakit Kota Pontianak
Manajemen rumah sakit dituntut untuk selalu meningkatkan
kemampuan dan mutu pelayanan yang diberikan Manajemen rumah sakit
dituntut untuk selalu meningkatkan kemampuan dan mutu pelayanan yang
diberikan
Dua konsep utama untuk mengukur prestasi kerja manajemen adalah
efisiensi dan efektivitas. Pengelolaan yang efektif adalah manajemen
pengelolaan yang strategis (tepat obat, tepat jumlah, dan tepat penyimpanan)
dengan biaya yang efisien dan seminimal mungkin.11 Pengelolaan perbekalan
farmasi atau sistem manajemen perbekalan farmasi merupakan suatu siklus
kegiatan yang dimulai dari perencanaan, pengadaan, penerimaan,
penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, pencatatan dan pelaporan,
penghapusan, monitoring dan evaluasi.
Gambaran manajemen obat di farmasi rawat jalan RS X menghasilkan
nilai rata-rata 96,90% sehingga berada dalam kategori sangat baik dan
membuktikan hubungan kuat antara empat fungsi manajemen obat terhadap
kualitas pelayanan farmasi rawat jalan RS X.
Evaluasi manajemen obat di farmasi rawat jalan penilaian petugas
farmasi rawat jalan terhadap empat fungsi manajemen antara lain, perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan. Terdapat hubungan yang kuat
antara empat fungsi dari manajemen obat, baik perencanaan, pengorganisasian,
pengarahan, dan pengawasan terhadap kualitas pelayanan farmasi rawat jalan
RS X. Pengaruh terbesar berada pada fungsi perencanaan hal ini sesuai dengan
banyaknya keluhan pelanggan di sektor perencanaan manajemen obat yaitu
kelengkapan obat yang diberikan dan sektor perencanaan pelayanan yaitu
waktu tunggu dalam pelayanan farmasi rawat jalan.
4. Peran Serta Profesi Farmasi Dalam Permasalahan Yang Terkait Dengan
Terapi Obat Tuberkulosis Pada Anak
Untuk meningkatkan kualitas hidup dan untuk memperoleh luaran klinik
yang positif bagi pasien TB. terutama pasien anak, diperlukan kerja sama yang
baik diantara profesi kesehatan lainnya dalam merancang,
mengimplementasikan serta memantau terapi obat pasien TB anak agar
tercapai luaran terapi obat yang optimal. Farmasis berperan penting dalam
mengidentifikasi masalah yang timbul, kemudian menyelesaikannya secara
tepat dan cepat, serta mengupayakan pencegahan; sebagai penyedia informasi
yang berkaitan dengan terapi obat dan permasalahan yang terkait dengan
terapi. Farmasis juga berperan penting sebagai penyedia jasa penyuluhan dan
pendidikan, untuk memotivasi pasien dan keiuarga pasien agar tercapai luaran
klinis yang positif dan meningkatkan kualitas hidup pasien.
5. Pengoptimalan Peran Apoteker dalam Pemantauan dan Evaluasi Insiden
Keselamatan Pasien
Farmasi klinik dan keselamatan pasien dapat diintegrasikan untuk
mengoptimalkan peran apoteker dalam pemantauan dan evaluasi IKP melalui
kegiatan pengkajian dan pemantauan terapi obat serta evaluasi penggunaan
obat. Integrasi kegiatan farmasi klinik dengan kegiatan keselamatan pasien
diwujudkan melalui sistem pelaporan. Laporan tersebut memuat MRPs yang
terjadi, kategori insiden, dampak klinik yang terjadi, rekomendasi pemecahan
masalah, dan risk grading matrix. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
mengenai implementasi kegiatan patient safety diantaranya melalui
peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai (obat yang dikategorikan
sebagai high alert.
BAB III
KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan
1. Manajemen terapi medik adalah kategori pelayanan yang
mengoptimalkan hasil terapi untuk pasien secara individua
2. Tujuan Manajemen Terapi Medik adalah untuk memastikan bahwa obat
tersebut tepat untuk pasien sesuai dengan kondisi kesehatannya dan demi
mendapatkan hasil terapi yang optimal, sehingga dapat meningkatkan
kesehatan masyarakat
3. Lima elemen inti Manajemen Terapi Medik adalah Medication Therapy
review (MTR), personal medical record (PMR), Medication related action
plan (MAP), interfensi dan rujukan, dokumentasi dan follow up
4. Dalam MTM diperlukan kerja sama yang baik diantara profesi kesehatan
dalam merancang, mengimplementasikan serta memantau terapi obat
pasien agar tercapai hasil terapi obat yang optimal.
DAFTAR PUSTAKA

Erwansani E, Muhtadi A, Surahman E. 2016. Evaluasi Manajemen Obat


dan Hubungannya dengan Kualitas Pelayanan Farmasi Rawat Jalan
di Salah Satu Rumah Sakit Kota Pontianak. Jurnal Farmasi Klinik
Indonesia. 5(1): 56-66.
Kusharwati W, Dewi SC, Setiawati MK. 2014. Pengoptimalan Peran
Apoteker dalam Pemantauan dan Evaluasi Insiden Keselamatan
Pasien. Jurnal Farmasi Klinik Indonesia. 3(3): 67-76.
Mulyani UA. 2006. Peran Serta Profesi Farmasi dalam Permasalahan yang
Terkait dengan Terapi Obat Tuberkulosis pada Anak. Buletin
Penelitian Sistem Kesehatan. 9(2): 100-106.
Medication Theraphy Management (MTM) Service.
http://www.pharmacist.com/medication-theraphy-management-
services. diakses pada Tanggal 9 Januari 2020.
Nabila, Supryatna, Surahman E. 2015. Revitalisasi Manajemen Sediaan
Farmasi sebagai Upaya Peningkatan Kepuasan Pelanggan Rawat
Jalan pada Salah Satu Rumah Sakit Swasta di Kota Bandung.
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia. 4(1): 49-62.
Suseno D, Syam AF. 2018. Manajemen Terapi Antitrombotik pada
Prosedur Endoskopi. Jurnal Penyakit Dalam Indonesia. 5(1).
Truang H, Bresette JL, Sellers JA. 2010. The Pharmacist In Public Health.
USA. APhA.

Anda mungkin juga menyukai