Anda di halaman 1dari 4

MANAJEMEN TERAPI OBAT DALAM MENINGKATKAN

KESEHATAN MASYARAKAT

Disusun oleh:
Gina Aulia, Hefiza Hanita, Hera Purnamasari, Mega Lubertin Telaumbanua
Dosen Pengampu :apt. DIZA SARTIKA, M.Farm.

I. Pendahuluan
Obat merupakan substansi atau produk yang digunakan dengan sengaja untuk
memodifikasi atau mengeksporasi system fisiologis atau kondisi patologis yang
bermanfaat bagi penerima obat tersebut. Penggunan obat yang sesuai dengan aturan akan
memberikan efek yang baik, selain itu juga jika dalam penggunaanya memiliki efek
samping yang merugikan berarti penggunaannya tidak tepat sehingga resiko
ketidakamanan pengobatan lebih besar.
Pharmaceutical care atau asuhan kefarmasian merupakan bentuk optimalisasi
peran yang dilakukan oleh apoteker terhadap pasien dalam melakukan terapi pengobatan
sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatan pasien. Apoteker berperan dalam
memberikan konsultasi, informasi dan edukasi (KIE) terkait terapi pengobatan yang
dijalani pasien, mengarahkan pasien untuk melakukan pola hidup sehat sehingga
mendukung agar keberhasilan pengobatan dapat tercapai, dan melakukan monitoring
hasil terapi pengobatan yang telah dijalankan oleh pasien serta melakukan kerja sama
dengan profesi kesehatan lain yang tentunya bertujuan untuk meningkatkan kualitas
hidup pasien. Hal tersebut menegaskan peran apoteker untuk lebih berinteraksi dengan
pasien, lebih berorientasi terhadap pasien dan mengubah orientasi kerja apoteker yang
semula hanya berorientasi kepada obat dan berada di belakang layar menjadi profesi yang
bersentuhan langsung dan bertanggungjawab terhadap pasien. Apoteker harus memahami
dan menyadari kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan (medication error) dalam
proses pelayanan.

Manajemen terapi obat adalah layanan yang berbeda atau kelompok layanan yang
mengoptimalkan hasil terapi untuk pasien individu. Layanan manajemen terapi medik
tidak tergantung, tetapi dapat terjadi bersamaan dengan, penyediaan produk obat.
Manajemen terapi obat mencakup berbagai kegiatan profesional dan tanggung jawab
apoteker berlisensi, atau ruang lingkup praktik penyedia layanan kesehatan yang
berkualifikasi.
Menurut Manajemen Terapi Pengobatan dalam Praktek Farmasi: Elemen Inti
dari Model Layanan MTM Versi 2.0, program MTM juga harus dirancang "untuk
meningkatkan kolaborasi antara apoteker, dokter, dan profesional perawatan kesehatan
lainnya, meningkatkan komunikasi antara pasien dan perawatan kesehatan pasien,
mengoptimalkan penggunaan obat untuk meningkatkan hasil pasien dan mengurangi
risiko kejadian obat yang merugikan dan interaksi obat.
Model MTM (Management Terapi Medik) dalam praktik farmasi mencakup lima
elemen inti yaitu:
1. Medication Therapy reviuw (MTR)
MTR adalah proses yang sistematis untuk mengumpulkan informasi spesifik
pasien. MTR dilakukan antara pasien dengan apoteker MTR dirancang untuk
meningkatkan pengetahuan pasien tentang obat yang mereka konsumsi, mengatasi
masalah, dan memberdayakan pasien untuk mengelola swamedikasi dan kondisi
kesehatan mereka. Dalam MTR yang komprehensif, pasien menyajikan semua obat ke
apoteker, Apoteker kemudian menilai obat pasien untuk mengetahui adanya masalah
terkait pengobatan, termasuk kepatuhan pasien, dan pekerjaan pasien, dokter, atau
profesional perawatan kesehatan lainnya untuk menentukan pilihan yang tepat untuk
menyelesaikan masalah yang teridentifikasi.

2. Personal Medication Record (PMR)

Personal Medication Record adalah catatan mengenai pengobatan.. Informasi


dari PMR untuk membantu pasien dalam melakukan manajemen terapi pengobatan
sendiri, catatan dapat diselesaikan oleh apoteker atau pasien dengan bantuan apoteker.

Catatan sebagai dokumen dan harus diperbaharui setiap kali pasien jika:
a. Menerima obat baru,
b. Memiliki obat yang dihentikan
c. Memiliki perubahan instruksi,
d. Mulai menggunakan resep baru atau obat-obatan tanpa resep, produk herbal, atau
suplemen makanan, atau
e. Memiliki perubahan lain ke rejimen obat

3. Medication related action plan (MAP)

Rencana tindakan terkait pengobatan (MAP) adalah dokumen pasien yang berisi
daftar tindakan yang harus digunakan pasien dalam melacak kemajuan untuk pengelolaan
diri sendiri. 
Pengobatan kolaboratif pasien, pasien menerima MAP secara individu untuk
digunakan dalam pengobatan self management. Pasien dapat menggunakan MAP sebagai
pedoman sederhana untuk pemantauan kemajuan kesehatan pasien.

4. Intervensi dan rujukan


Intevensi dan rujukan digunakan untuk mengoptimasi pengobatan yang
digunakan, meningkatkan keberlanjutan pelayanan dan memberikan dukungan kepada
pasien untuk menyedian pelayanan kesehatan pencegahan di masa depan yang memiliki
efek merugikan yang kecil. Intervensi dapat mencakup kolaborasi dengan dokter atau
perawatan kesehaan professional lainnya. Contoh keadaan yang mungkin memerlukan
rujukan antara lain adalah:

a. Seorang pasien mungkin menunjukkan potensi masalah yang ditemukan selama


MTR yang mungkin memerlukan rujukan untuk evaluasi dan diagnosis.
b. Seorang pasien mungkin memerlukan pendidikan manajemen penyakit untuk
membantunya mengatasi penyakit kronis seperti diabetes.
c. Seorang pasien  mungkin memerlukan pemantauan beresio tinggi obat-obatan
( misalnya warfarin, fenitoin, metotreksat).
5. Dokumentasi dan Follow Up
Pelayanan MTM didokumentasikan secara rutin dan di follow up bahwa visit
pasien merupakan dasar bagi pengobatan yang dibutuhkan pasien. 
Dokumentasi layanan MTM bertujuan :
a. Memfasilitasi komunikasi antara apoteker dan profesional kesehatan lainnya.
b. Meningkatankan pengobatan pasien
c. Meningkatkan kelanjutan pengobatan pasien
d. Memastikan kepatuhan pasien terhadap aturan untuk pemeliharaan berkala
terhadap catatan pasien.
e. Melindungi terhadap tanggung jawab professional
f. Memastikan pelayanan terhadap justifikasi tagihan atau pergantiaan (audit
pembayaran)
g. Mendemonstrasikan klinis, ekonomi dan hasil humanistik
Dokumentasi MTM termasuk membuat dan memelihara data spesifik pasien yang
berisi : S : Data subjektif; O : Data Objektif; A : Assessment; P : Plan.
Follow up, ketika pengaturan perawatan pasien berubah maka apoteker
berkoordinasi dengan apoteker lain dalam perawatan baru untuk pasien. Jika pasien akan
tinggal dalam perawatan yang sama, apoteker harus mengatur layanan MTM yang
konsisten sesuai dengan kebutuhan pengobatan pasien. Semua evaluasi tindak lanjut dan
interaksi dengan pasien dan profesional kesehatan lainnya harus disertakan dalam
dokumentasi MTM.
II. Standar Manajemen Terapi Obat

Adapun yang termasuk dalam pelayanan farmasi klinik menurut Permenkes


Nomor 72 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit meliputi
pengkajian dan pelayanan Resep, penelusuran riwayat penggunaan Obat, rekonsiliasi
Obat, Pelayanan Informasi Obat (PIO), konseling, visite, Pemantauan Terapi Obat (PTO),
Monitoring Efek Samping Obat (MESO), Evaluasi Penggunaan Obat (EPO), dispensing
sediaan steril; dan Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD).

Anda mungkin juga menyukai