Anda di halaman 1dari 34

1.

Asuhan kefarmasian (Pharmaceutical care)


Pharmaceutical care adalah patient centered practice yang mana
merupakan praktisi yang bertangung jawab terhadap kebutuhan terapi obat
pasien dan memegang tanggung jawab terhadap komitmen (Cipole dkk,1998).
Menurut American Society of Hospital Pharmacists (1993), asuhan
kefarmasian (Pharmaceutical care) merupakan tanggung jawab langsung
apoteker pada pelayanan yang berhubungan dengan pengobatan pasien dengan
tujuan mencapai hasil yang ditetapkan yang memperbaiki kualitas hidup
pasien. Asuhan kefarmasian tidak hanya melibatkan terapi obat tapi juga
keputusan tentang penggunaan obat pada pasien. Termasuk keputusan untuk
tidak menggunakan terapi obat, pertimbangan pemilihan obat, dosis, rute dan
metode pemberian, pemantauan terapi obat dan pemberian informasi dan
konseling pada pasien.
Asuhan kefarmasian (Pharmaceutical Care) adalah pelayanan kefarmasian
yang berorientasi kepada pasien. Meliputi semua aktifitas apoteker yang
diperlukan untuk menyelesaikan masalah terapi pasien terkait dengan obat.
Praktek kefarmasian ini memerlukan interaksi langsung apoteker dengan pasien,
yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien Peran apoteker dalam
asuhan kefarmasian di awal proses terapi adalah menilai kebutuhan pasien. Di
tengah proses terapi, memeriksa kembali semua informasi dan memilih solusi
terbaik untuk DRP (Drug Related Problem) pasien. Di akhir proses terapi,
menilai hasil intervensi sehingga didapatkan hasil optimal dan kualitas hidup
meningkat serta hasilnya memuaskan (keberhasilan terapi) (Rover et al, 2003).

Cipolle, R.J., Strand, L.M., Morley, P.C., 1998, Pharmaceutical Care Practice,
McGraw-Hill, New York.
Crawford, S. Y., & Santell, J. P. (1994). ASHP national survey of pharmaceutical
services in federal hospitals—1993. American Journal of Health-System
Pharmacy, 51(19), 2377-2393.
Rovers, J. P., et al., 2003, A Practical Guide to Pharmaceutical Care, American
Pharmaceutical Association, Washington, D.C.
2. Penyerahan dan PIO (Pelayanan informasi obat)
Penyerahan meliputi kegiatan pengecekan kesesuian nomor resep,
nama pasien, umur, alamat serta nama, dosis, jumlah, aturan pakai,
bentuk sediaan farmasi yang akan diserahkan kepada pasien atau keluarga
dengan nomor resep, nama pasien, umur, alamat serta nama, dosis, jumlah,
aturan pakai, bentuk sediaan farmasi yang tertuilis di lembar resep atau
kondisi gangguan pasien dan pemberian konsultasi, informasi dan edukasi
(KlE) obat kepada pasien. (Mashuda, 2011)
Mashuda, A. (2011). Pedoman Cara Pelayanan Kefarmasian yang Baik
(CPFB). Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Pelayanan Informasi Obat (PIO)
Pelayanan Informasi Obat merupakan kegiatan yang dilakukan oleh
Apoteker dalam pemberian informasi mengenai Obat yang tidak memihak,
dievaluasi dengan kritis dan dengan bukti terbaik dalam segala aspek
penggunaan Obat kepada profesi kesehatan lain, pasien atau masyarakat.
Informasi mengenai Obat termasuk Obat Resep, Obat bebas dan herbal.
Informasi meliputi dosis, bentuk sediaan, formulasi khusus, rute dan
metoda pemberian, farmakokinetik, farmakologi, terapeutik dan alternatif,
efikasi, keamanan penggunaan pada ibu hamil dan menyusui, efek samping,
interaksi, stabilitas, ketersediaan, harga, sifat fisika atau kimia dari Obat dan
lain-lain.
Kegiatan Pelayanan Informasi Obat di Apotek meliputi:
a. menjawab pertanyaan baik lisan maupun tulisan;
b. membuat dan menyebarkan buletin/brosur/leaflet, pemberdayaan
masyarakat (penyuluhan);
c. memberikan informasi dan edukasi kepada pasien; memberikan
pengetahuan dan keterampilan kepada mahasiswa farmasi yang sedang
praktik profesi;
d. melakukan penelitian penggunaan Obat;
e. membuat atau menyampaikan makalah dalam forum ilmiah;
f. melakukan program jaminan mutu.
Pelayanan Informasi Obat harus didokumentasikan untuk membantu
penelusuran kembali dalam waktu yang relatif singkat dengan menggunakan
Formulir sebagaimana terlampir. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam
dokumentasi pelayanan Informasi Obat :
a. Topik Pertanyaan;
b. Tanggal dan waktu Pelayanan Informasi Obat diberikan;
c. Metode Pelayanan Informasi Obat (lisan, tertulis, lewat telepon);
d. Data pasien (umur, jenis kelamin, berat badan, informasi lain seperti
riwayat alergi, apakah pasien sedang hamil/menyusui, data laboratorium);
e. Uraian pertanyaan;
f. Jawaban pertanyaan;
g. Referensi;
h. Metode pemberian jawaban (lisan, tertulis, pertelepon) dan data Apoteker
yang memberikan Pelayanan Informasi Obat.
Depkes RI, 2016, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 73 Tahun
2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, Jakarta.

3. Konsultasi Informasi dan Edukasi (KIE)


KIE adalah suatu proses diskusi antara apoteker dengan
pasien/keluarga pasien yang dilakukan secara sistematis untuk memberikan
kesempatan kepada pasien/keluarga pasien mengeksplorasikan diri dan
membantu meningkatkan pengetahuan, pemahaman, dan kesadaran sehingga
pasien/keluarga pasien memperoleh keyakinan akan kemampuannya dalam
penggunaan obat yang benar termasuk swamedikasl.
Konseling merupakan proses interaktif antara Apoteker dengan
pasien/keluarga untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, kesadaran dan
kepatuhan sehingga terjadi perubahan perilaku dalam penggunaan Obat dan
menyelesaikan masalah yang dihadapi pasien. Untuk mengawali konseling,
Apoteker menggunakan three prime questions. Apabila tingkat kepatuhan
pasien dinilai rendah, perlu dilanjutkan dengan metode Health Belief Model.
Apoteker harus melakukan verifikasi bahwa pasien atau keluarga pasien sudah
memahami Obat yang digunakan.
Tujuan umum KIE adalah meningkatkan keberhasilan terapi,
memaksimalkan efek terapi, meminimalkan risiko efek samping,
meningkatkan cost effecfiveness dan menghormati pilihan
pasien dalam menjalankan terapi.
Tujuan khusus
a. Meningkatkan hubungan kepercayaan antara apoteker dan pasien
b. Menunjukkan perhatian serta kepedulian terhadap pasien
c. Membantu pasien untuk mengatur dan terbiasa dengan obat
d. Membantu pasien untuk mengatur dan menyesuaikan penggunaan
obat dengan penyakitnya
e. Meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan
f. Mencegah atau meminimalkan masalah terkait obat
g. Meningkatkan kemampuan pasien memecahkan masalahnya dalam hal
terapi
h. Mengerti permasalahan dalam pengambilan keputusan
i. Membimbing dan mendidik pasien dalam penggunaan obat sehingga
dapat mencapai tujuan pengobatan dan meningkatkan mutu pengobatan
pasien
Kegiatan:
a. Membuka komunikasi antara apoteker dengan pasien
b. Mengidentifikasi tingkat pemahaman pasien tentang penggunaan obat
melalui Three Prime
Queslions
1. Apakah yang disampaikan dokter tentang obat Anda?;
2. Apakah dokter menjelaskan tentang cara pemakaian obat Anda?;
3. Apakah dokter menjelaskan tentang hasil yang diharapkan setelah
Anda menerima terapi obat tersebut?
c. Menggali informasi lebih lanjut dengan memberi kesempatan kepada
pasien untuk mengeksplorasi masalah penggunaan obat.
d. Memberikan penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan
masalahpengunaan obat.
e. Melakukan verifikasi akhir dalam rangka mengecek pemahaman pasien.
f. Dokumentasi
Faktor yang perlu diPerhatikan :
1. Kriteria Pasien :
a. Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi hati
dan/atau ginjal, ibu hamil dan menyusui)
b. Pasien dengan terapijangka pan.lang/penyakit kronis (TB, DM,
epilepsi, dll)
c. Pasien yang menggunakan obat dengan instruksi khusus (penggunaan
kortiksteroid dengan tappering down/of)
d. Pasien yang menggunakan obat dengan indeks terapi sempit (digoksin,
phenytoin)
e. Pasien yang menggunakan banyak obat (polifarmasi)
f. Pasien yang mempunyai riwayat kepatuhan rendah
2. Sarana dan Prasarana
a. Ruangan atau temPat konseling
b. Alat bantu konseling (Kartu pasien/catatan konseling)

Depkes RI, 2016, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 73 Tahun
2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, Jakarta.
Mashuda, A. (2011). Pedoman Cara Pelayanan Kefarmasian yang Baik
(CPFB). Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

4. Pelayanan Kefarmasian di Rumah (home pharmacy care)


Apoteker sebagai pemberi layanan diharapkan juga dapat melakukan
Pelayanan Kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk
kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya. Jenis
Pelayanan Kefarmasian di rumah yang dapat dilakukan oleh Apoteker,
meliputi :
a. Penilaian/pencarian (assessment) masalah yang berhubungan dengan
pengobatan
b. Identifikasi kepatuhan pasien

c. Pendampingan pengelolaan Obat dan/atau alat kesehatan di rumah,


misalnya cara pemakaian Obat asma, penyimpanan insulin

d. Konsultasi masalah Obat atau kesehatan secara umum

e. Monitoring pelaksanaan, efektifitas dan keamanan penggunaan Obat


berdasarkan catatan pengobatan pasien

f. Dokumentasi pelaksanaan Pelayanan Kefarmasian di rumah dengan


menggunakan Formulir 8 sebagaimana terlampir.

Depkes RI, 2016, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 73 Tahun
2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, Jakarta.

5. Pemantauan Terapi Obat (PTO)


Merupakan proses yang memastikan bahwa seorang pasien mendapatkan
terapi Obat yang efektif dan terjangkau dengan memaksimalkan efikasi dan
meminimalkan efek samping.
Kriteria pasien:
a. Anak-anak dan lanjut usia, ibu hamil dan menyusui.
b. Menerima Obat lebih dari 5 (lima) jenis.
c. Adanya multidiagnosis.
d. Pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau hati.
e. Menerima Obat dengan indeks terapi sempit.
f. Menerima Obat yang sering diketahui menyebabkan reaksi Obat yang
merugikan.
Kegiatan:
a. Memilih pasien yang memenuhi kriteria.
b. Mengambil data yang dibutuhkan yaitu riwayat pengobatan pasien yang
terdiri dari riwayat penyakit, riwayat penggunaan Obat dan riwayat alergi;
melalui wawancara dengan pasien atau keluarga pasien atau tenaga
kesehatan lain
c. Melakukan identifikasi masalah terkait Obat. Masalah terkait Obat antara
lain adalah adanya indikasi tetapi tidak diterapi, pemberian Obat tanpa
indikasi, pemilihan Obat yang tidak tepat, dosis terlalu tinggi, dosis terlalu
rendah, terjadinya reaksi Obat yang tidak diinginkan atau terjadinya
interaksi Obat
d. Apoteker menentukan prioritas masalah sesuai kondisi pasien dan
menentukan apakah masalah tersebut sudah atau berpotensi akan terjadi
e. Memberikan rekomendasi atau rencana tindak lanjut yang berisi rencana
pemantauan dengan tujuan memastikan pencapaian efek terapi dan
meminimalkan efek yang tidak dikehendaki
f. Hasil identifikasi masalah terkait Obat dan rekomendasi yang telah dibuat
oleh Apoteker harus dikomunikasikan dengan tenaga kesehatan terkait
untuk mengoptimalkan tujuan terapi.
g. Melakukan dokumentasi pelaksanaan pemantauan terapi Obat dengan
menggunakan Formulir 9 sebagaimana terlampir.

Depkes RI, 2016, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 73 Tahun
2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, Jakarta.

6. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)


Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap Obat yang merugikan
atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan pada
manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi atau memodifikasi
fungsi fisiologis.
Kegiatan:
a. Mengidentifikasi Obat dan pasien yang mempunyai resiko tinggi
mengalami efek samping Obat.
b. Mengisi formulir Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
c. Melaporkan ke Pusat Monitoring Efek Samping Obat Nasional dengan
menggunakan Formulir MESO
Faktor yang perlu diperhatikan:
a. Kerjasama dengan tim kesehatan lain.
b. Ketersediaan formulir Monitoring Efek Samping Obat.

Depkes RI, 2016, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 73 Tahun
2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, Jakarta.

7. Pengendalian
Pengendalian dilakukan untuk mempertahankan jenis dan jumlah
persediaan sesuai kebutuhan pelayanan, melalui pengaturan sistem pesanan
atau pengadaan, penyimpanan dan pengeluaran. Hal ini bertujuan untuk
menghindari terjadinya kelebihan, kekurangan, kekosongan, kerusakan,
kadaluwarsa, kehilangan serta pengembalian pesanan. Pengendalian
persediaan dilakukan menggunakan kartu stok baik dengan cara manual atau
elektronik. Kartu stok sekurang - kurangnya memuat nama obat, tanggal
kadaluwarsa, jumlah pemasukan, jumlah pengeluaran dan sisa persediaan.

8. Pencatatan dan Pelaporan


Pencatatan dilakukan pada setiap proses pengelolaan sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai meliputi pengadaan (surat pesanan,
faktur), penyimpanan (kartu stock), penyerahan (nota atau struk penjualan)
dan pencatatan lainnya disesuaikan dengan kebutuhan. Pelaporan terdiri dari
pelaporan internal dan eksternal. Pelaporan internal merupakan pelaporan
yang digunakan untuk kebutuhan manajemen apotek, meliputi keuangan,
barang dan laporan lainnya. Pelaporan eksternal merupakan pelaporan yang
dibuat untuk memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan meliputi pelaporan narkotika, psikotropika dan pelaporan
lainnya.
9. Pengelolaan Narkotik, Psikotropi Dan Prekursor
Menurut Peraturan Mentri Kesehatan RI tahun 2015, Narkotika adalah zat
atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun
semi sintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran,
hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat
menimbulkan ketergantungan. Psikotropika adalah zat/bahan baku atau obat,
baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif
melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan
perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Sedangkan prekursor
farmasi adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan
sebagai bahan baku/penolong untuk keperluan proses produksi industri
farmasi atau produk antara, produk ruahan, dan produk jadi yang mengandung
ephedrine, pseudoephedrine, norephedrine/phenylpropanolamine, ergotamin,
ergometrine, atau potasium permanganate.(7)
1. Pemesanan
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 3 Tahun 2015, pemesanan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor
Farmasi di Apotek hanya dapat dilakukan berdasarkan surat pesanan. Surat
pesanan hanya berlaku untuk masing- masing Narkotika, Psikotropika, atau
Prekursor Farmasi. Setiap satu surat pesanan Narkotika hanya dapat
digunakan untuk 1 (satu) jenis Narkotika, dibuat sebanyak 4 (empat)
rangkap. Surat pesanan Psikotropika atau Prekursor Farmasi dapat
digunakan untuk 1 (satu) atau beberapa jenis Psikotropika atau Prekursor
Farmasi dan dibuat sebanyak 3 (tiga) rangkap. Surat pesanan Narkotika,
Psikotropika dan Prekursor Farmasi harus terpisah dari pesanan barang
lain.(7)
2. Penyimpanan
Tempat penyimpanan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor
Farmasi di fasilitas pelayanan kefarmasian termasuk Apotek harus mampu
menjaga keamanan, khasiat, dan mutu Narkotika, Psikotropika, dan
Prekursor Farmasi. Narkotika dan Psikotropika di Apotek disimpan di
dalam lemari khusus. Sedangkan untuk Prekursor Farmasi harus disimpan
dalam bentuk obat jadi di tempat penyimpanan obat yang aman
berdasarkan analisis risiko. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI
Tahun 2015, lemari khusus untuk menyimpan Narkotika, Psikotropika dan
Prekursor Farmasi di Apotek harus memenuhi syarat sebagai berikut(7) :
a. Terbuat dari bahan yang kuat.
b. Tidak mudah dipindahkan dan mempunyai 2 (dua) buah kunci yang
berbeda.
c. Harus diletakkan di tempat yang aman dan tidak terlihat oleh umum.
d. Kunci lemari khusus dikuasai oleh Apoteker penanggung
jawab/Apoteker yang ditunjuk dan pegawai lain yang dikuasakan.

3. Penyerahan
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
3 Tahun 2015, Penyerahan Narkotika, Psikotropika dan/ atau Prekursor
Farmasi golongan obat keras kepada Apotek lain, puskesmas, Instalasi
Farmasi Rumah Sakit dan Instalasi Farmasi Klinik dapat dilakukan untuk
memenuhi kekurangan jumlah obat berdasarkan resep yang telah diterima.
Penyerahan Narkotika dan/atau Psikotropika harus berdasarkan surat
permintaan tertulis yang ditandatangani oleh Apoteker penanggung jawab.
Penyerahan Narkotika dan/ atau Psikotropika kepada pasien berdasarkan
resep dokter. Penyerahan Narkotika dan/ atau Psikotropika kepada Dokter
harus berdasarkan surat permintaan tertulis yang ditandatangani oleh dokter
dan hanya dapat dilakukan dalam hal(7) :
a. Dokter menjalankan praktek perorangan dengan memberikan obat
melalui suntikan.
b. Dokter menjalankan tugas atau praktek di daerah terpencil yang tidak
ada
Apotek atau sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Penyerahan Prekursor Farmasi golongan obat bebas terbatas oleh Apotek
kepada Apotek lainnya, Puskesmas, Instalasi Farmasi Rumah Sakit,
Instalasi Farmasi Klinik, dan Toko Obat hanya dapat dilakukan untuk
memenuhi kekurangan kebutuhan harian Prekursor Farmasi golongan obat
bebas terbatas yang diperlukan untuk pengobatan. Penyerahan kepada
Dokter hanya dapat dilakukan apabila diperlukan untuk menjalankan
tugas/ praktek di daerah terpencil yang tidak ada Apotek atau sesuai
dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Penyerahan Prekursor
Farmasi golongan obat bebas terbatas oleh Apotek kepada Toko Obat
hanya dapat dilakukan berdasarkan surat permintaan tertulis yang
ditandatangani oleh Tenaga Teknis Kefarmasian.
4. Pencatatan
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
3 Tahun 2015, dinyatakan bahwa Apotek wajib membuat pencatatan
pemasukan dan/atau pengeluaran Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor
Farmasi. Pencatatan paling sedikit terdiri atas(7):
a. Nama, bentuk sediaan, dan kekuatan Narkotika, Psikotropika, dan
Prekursor Farmasi
b. Nama, bentuk sediaan, dan kekuatan Narkotika, Psikotropika, dan
Prekursor
c. Tanggal, nomor dokumen, dan sumber penerimaan
d. Jumlah yang diterima
e. Tanggal, nomor dokumen, dan tujuan penyaluran/penyerahan
f. Jumlah yang disalurkan/diserahkan
g. Nomor batc dan kadaluarsa setiap penerimaan atau
penyaluran/penyerahan h. Paraf atau identitas petugas yang ditunjuk
Seluruh dokumen pencatatan, dokumen penerimaan, dokumen
fpenyaluran, dan/atau dokumen penyerahan termasuk surat pesanan
Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi wajib disimpan
secara terpisah paling singkat 3 (tiga) tahun
5. Pelaporan Apotek
wajib membuat, menyimpan, dan menyampaikan laporan pemasukan dan
penyerahan/penggunaan Narkotika dan Psikotropika, setiap bulan kepada
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan Kepala Balai
setempat berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 Tahun 2015
tentang Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika,
Psikotropika dan Prekursor Farmasi. Pelaporan paling sedikit terdiri atas(7) :
a. Nama, bentuk sediaan, dan kekuatan Narkotika, Psikotropika,
dan/atau Prekursor Farmasi
b. Jumlah persediaan awal dan akhir bulan
c. Jumlah yang diterima
d. Jumlah yang diserahkan
Pelaporan disampaikan paling lambat setiap tanggal 10 setiap bulan
melalui aplikasi SIPNAP (Sistem Informasi Pelaporan Narkotika dan
Psikotropika) yang dapat diakses di website sipnap.kemkes.go.id. SIPNAP
(Sistem Informasi Pelaporan Narkotika dan Psikotropika). Aplikasi SIPNAP
(Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika) dikembangkan dan dikelola
oleh Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian, Ditjen Binfar dan
Alkes, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Software SIPNAP ini
diberikan kepada Dinas Kesehatan Provinsi dan Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota.
Pihak Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sebagai user akan melakukan
input data unit pelayanan, seperti Apotek, puskesmas, dan rumah sakit, ke
dalam software SIPNAP. Software akan memberikan output berupa lembar
kerja dalam format Microsoft Excel yang kemudian dibagikan kepada unit
pelayanan yang ada di kabupaten/kota tersebut. Lembar kerja tersebut diisi
oleh unit pelayanan melalui komputer dan selanjutnya diserahkan kembali
kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dalam bentuk softcopy setiap
bulannya. Hasil isian lembar kerja dari unit pelayanan tersebut lalu
dimasukkan ke dalam software SIPNAP oleh pihak pengelola SIPNAP di
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Setelah semua hasil laporan dari unit pelayanan direkapitulasi, selanjutnya
data tersebut dikirimkan melalui internet ke server yang ada di Kementerian
Kesehatan. Program SIPNAP ini juga dilengkapi dengan aplikasi berupa
daftar dalam form Excel berisi nama-nama Narkotika dan psikotropika yang
dapat dilaporkan (Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian,
2011). Pihak Kementerian Kesehatan akan memberikan user ID dan password
kepada pengelola SIPNAP di Dinas Kesehatan Provinsi dan Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota. Sebelum mendapatkan user Apoteker mendaftarkan diri
dengan memasukan Data Unit Layanan yang terdiri dari data Nomor Pokok
Wajib Pajak (NPWP), jenis tempat layanan, nama tempat, nomor izin (SIA),
tanggal terbit SIA, alamat dan informasi terkait tempat layanan dan key code.
Setelah itu Apoteker juga memasukkan data Apoteker Penanggung Jawab
yang terdiri dari nama, nomor surat tanda registrasi Apoteker (STRA), tanggal
terbit STRA, telepon, email dan surat pernyataan keaslian data asli. Laporan di
SIPNAP terdiri dari laporan pemakaian narkotika dan psikotropika untuk
bulan bersangkutan meliputi periode, status pelaporan, jenis entry, produk,
status transaksi, stok awal, pemasukan dari PBF (jika ada transaksi),
pemasukan dari sarana (jika ada transaksi), pengeluaran untuk resep (jika ada
transaksi), pengeluaran untuk sarana (jika ada transaksi), status pemusnahan,
nomor Berita Acara Pemusnahan (BAP), tanggal BAP, jumlah yang
dimusnahkan, dan stok akhir. Setelah dilakukan input dan pengiriman laporan
dalam SIPNAP, maka rekapitulasi pelaporan dapat diunduh dan disimpan
kemudian ditampilkan dalam format file excel untuk dicetak dan
ditandatangani oleh Apoteker Pengelola Apotek (APA).
Password dan username untuk login ke dalam SIPNAP didapatkan setelah
melakukan registrasi pada Dinas Kesehatan setempat. Melalui server tersebut,
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat melihat hasil laporan yang telah
dikirimkan ke server Kementerian Kesehatan. Dinas Kesehatan Provinsi
bertugas untuk mengecek pengiriman laporan yang telah dilakukan oleh pihak
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melalui server SIPNAP tersebut. Selain itu,
Dinas Kesehatan Provinsi juga melakukan pembinaan kepada Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota melalui sosialisasi dan pelatihan software SIPNAP
serta memberi teguran kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang belum
mengirimkan laporannya (Direktorat Bina Produksi dan Distribusi
Kefarmasian, 2011).
6. Pemusnahan
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3
Tahun 2015, dinyatakan bahwa pemusnahan Narkotika, Psikotropika, dan
Prekursor Farmasi hanya dapat dilakukan dalam hal:
a. Diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku
dan/atau tidak dapat diolah kembali
b. Telah kadaluarsa
c. Tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan
dan/atau untuk pengembangan ilmu pengetahuan, termasuk sisa
penggunaan
d. Dibatalkan izin edarnya
e. Berhubungan dengan tindak pidana
Pemusnahan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi harus
dilakukan dengan tidak mencemari lingkungan dan tidak membahayakan
kesehatan masyarakat. Pemusnahan dilakukan dengan tahapan yaitu
penanggung jawab Apotek menyampaikan surat pemberitahuan dan
permohonan saksi kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan/atau Balai
Besar/Balai Pengawas Obat dan Makanan setempat serta harus membuat
Berita Acara Pemusnahan yang dibuat sebanyak tiga rangkap. Berita Acara
Pemusnahan yang paling sedikit memuat :
a. hari, tanggal, bulan, dan tahun pemusnahan
b. tempat pemusnahan
c. nama penanggung jawab fasilitas produksi/fasilitas distribusi/fasilitas
pelayanan kefarmasian/pimpinan lembaga/dokter praktek perorangan
d. nama petugas kesehatan yang menjadi saksi dan saksi lain badan/sarana
tersebut
e. nama dan jumlah Narkotika dan Psikotropika yang dimusnahkan
f. cara pemusnahan; dan tanda tangan penanggung jawab fasilitas
produksi/fasilitas distribusi/ fasilitas pelayanan kefarmasian/ pimpinan
lembaga/ dokter praktek perorangan dan saksi (7).

(7) Departemen Kesehatan RI. Peraturan Menteri Kesehatan No. 3 Tahun


2015 Tentang Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan dan Pelaporan
Narkotik, Psikotropik dan Prekursor Farmasi. Jakarta. 2015.

E. Aspek Bisnis
Definisi apotek adalah tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian, penyalur
sediaan, dan perbekalan kesehatan lainnnya kepada masyarakat. Dalam
peraturan ini seorang apoteker bertanggung jawab atas pengelolaan apotek,
sehingga pelayanan kesehatan kepada masyarakat akan lebih terjamin
keamanannya, baik kualitas maupun kuantitasnya. Apotek merupakan jenis
usaha yang berbeda dengan usaha lain, dapat dikatakan merupakan bisnis
khusus karena produk utama yang dijual adalah obat. Obat memiliki sifat,
khasiat, resiko, dan tata aturan pengelolaan yang khusus. Sejak dari aspek
pengadaan, penyimpanan, peracikan, hingga pendistribusiannya dilakukan
dengan cara yang telah ditentukan serta diawasi oleh pemerintah. Oleh karena
itu usaha apotek merupakan usaha yang memiliki dua aspek yang saling
menyatu, yaitu aspek profesi (berkaitan dengan kemanusiaan) dan aspek
bisnis. Dalam aspek bisnis, usaha ini menganut kaidah bisnis agar
memberikan keuntungan. Dalam aspek bisnis apotek ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan, yaitu permodalan, analisis keuangan, perpajakan, strategi
pengembangan, dan kewirausahaan
Sesuai dengan Permenkes No. 9 Tahun 2017, apotek harus dianggap
sebagai sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian
oleh apoteker. Selain itu, perlu disadari bahwa apotek merupakan suatu institusi
yang dalam pelaksanaannya mempunyai dua fungsi, yaitu sebagai sarana :
1. Pelayanan kesehatan (patient oriented), sebagai unit pelayanan kesehatan,
fungsi apotek adalah menyediakan obat‐obatan yang dibutuhkan
masyarakat untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal
2. Unit bisnis (profit oriented).  sebagai institusi bisnis, apotek dibangun
dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan mengingat investasi yang
ditanam pada apotek dan biaya operasional yang cukup besar

Dalam Keputusan Menteri Kesehatan No. 1027/Menkes/SK/IX/2004


tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek dinyatakan bahwa orientasi
pelayanan kefarmasian saat ini telah bergeser dari fokus pada obat menjadi
fokus pada pasien sesuai dengan Pharmaceutical care. Kegiatan pelayanan
kefarmasian yang semula hanya berfokus pada pengelolaan obat sebagai
komoditi menjadi pelayanan komprehensif yang bertujuan untuk meningkatkan
kualitas hidup pasien. Sehingga bisnis di apotek dikatakan beretika jika telah
memenuhi aspek utama pelayanan kefarmasian, seperti berikut :

1. Menyediakan sediaan farmasi sesuai standar dan persyaratan keamanan,


mutu dan kemanfaatan
2. Memberikan pelayanan kefarmasian yang optimal dengan
mempertahankan dan meningkatkan mutu penyelenggaraan pekerjaan
kefarmasian sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
serta peraturan perundangan-undangan
3. Memenuhi hak pasien/konsumen akan pelayanan kefarmasian, yang
meliputi hak berkonsultasi dengan apoteker di apotek sesuai dengan
prinsip bisnis yang menguntungkan, bertanggungjawab, transparan, dan
jujur – termasuk memberikan informasi harga obat
4. Independensi dalam melakukan pekerjaan kefarmasian, yang juga berarti
apoteker tidak dibawah tekanan/pengaruh pengusaha agar prinsip dan etika
apoteker tetap dikedepankan
5. Menunjukkan empati
Seorang apoteker dinyatakan telah melakukan Bisnis beretika, jika dalam
melaksanakan kewajibannya "tetap berpegang teguh pada prinsip kemanusiaan
serta menjauhkan diri dari mencari keuntungan diri semata".

Depkes RI, 2017, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 9 Tahun
2017 tentang Apotek, Jakarta.
https://today.mims.com/bisnis-beretika-di-apotek oleh Dra. Sri Wulandari
Retno Daruwardani, Apt. 2018

1. Peluang Usaha
Peluang usaha adalah kesempatan yang dimiliki seseorang untuk mencapai
tujuan dengan cara melakukan usaha yang memanfaatkan berbagai sumber
daya yang dimiliki. Peluang usaha dapat diperoleh perusahaan melalui proses
peninjauan lingkungan yang akan ditindaklanjuti dengan analisis situasional
yakni pengamatan secara sistematis terhadap berbagai peluang usaha yang
terdapat di lingkungan eksternal perusahaan (Rothaelmel, 2017)

Rothaermel, Frank,. (2017). Strategic Management Third Edition. New York:


Mc-Graw Hill Education.

2. Manajemen srategis
Manajemen strategis adalah semua hal tentang mendapatkan dan
mempertahankan keunggulan kompetitif. Ketika sebuah perusahaan dapat
melakukan sesuatu yang tidak dapat dilakukan oleh perusahaan pesaing atau
memiliki sesuatu yang diinginkan oleh perusahaan pesaing, hal itu dapat
mewakili keunggulan kompetitif. Biasanya, perusahaan dapat
mempertahankan keunggulan kompetitif hanya untuk periode tertentu karena
pesaing meniru strategi perusahaan tersebut. Dengan demikian, tidak cukup
hanya memperoleh keunggulan kompetitif, sebuah perusahaan harus berusaha
untuk mencapai keunggulan kompetitif yang berkelanjutan dengan cara terus
menyesuaikan diri dengan perubahan tren eksternal, meningkatkan
kompetensi, sumber daya serta kemampuan internal perusahaan dan
merumuskan, menerapkan, serta mengevaluasi strategi yang efektif dengan
memanfaatkan faktor-faktor tersebut. Semakin banyak perusahaan
memperoleh keunggulan kompetitif dengan menggunakan internet untuk
penjualan langsung dan untuk berkomunikasi dengan pemasok, pelanggan,
kreditor, mitra, pemegang saham, klien, dan pesaing yang tersebar di seluruh
dunia. E-commerce memungkinkan perusahaan menjual produk,
mengiklankan, membeli persediaan, melacak inventaris, dan berbagi
informasi. Secara keseluruhan, e-commerce meminimalkan biaya dan
ketepatan waktu, jarak, dan ruang dalam berbisnis, sehingga menghasilkan
layanan pelanggan yang lebih baik, efisiensi yang lebih besar, produk yang
lebih baik dan keuntungan yang lebih tinggi (David, 2015).
Menurut Michael Porter, competitive advantage adalah keunggulan yang
dimiliki suatu perusahaan dibandingkan dengan pesaing yang bersumber dari
dua hal pokok yaitu diferensiasi dan kepemimpinan biaya. Diferensiasi dapat
menjadi sumber keunggulan bersaing apabila perusahaan mampu
menyuguhkan bauran pemasaran (produk, harga, promosi, distribusi, dan
layanan) yang dapat memuaskan kebutuhan konsumen dan dipandang berbeda
dengan bauran produk yang ditawarkan oleh pesaing. Perusahaan yang
memiliki biaya total lebih rendah akan memperoleh keunggulan bersaing
apabila dibandingkan dengan pesaingnya dalam industri yang sama. Dengan
keunggulan atau kepemimpinan biaya yang rendah perusahaan mampu
menggunakan keunggulannya tersebut untuk menawarkan harga yang lebih
rendah atau untuk menikmati margin laba yang lebih tinggi. Dengan demikian
perusahaan dapat secara efektif merebut pangsa pasar, atau jika telah
menduduki posisi yang dominan dalam industri, perusahaan dapat menikmati
manfaat dari imbal hasil yang tinggi (Pearce II, 2013)

Pearce II A.J; Robinson B.R,Jr,. (2013). Strategic Management: Implementation,


andControl. (12 ed.). Asia: McGraw-Hill Education.
David, Freed R,. (2015). Strategic Management: Concept and Cases. (13th ed).
Boston: Prentice Hall.

3. Operasionalisasi rencana bisnis


Operasionalisasi rencana bisnis berisi rincian untuk melaksanakan atau
megimplementasikan rencana strategis dalam kegiatan sehari-hari. Sasaran
dari operasionalisasi rencana bisnis adalah membuat keserasian yang kuat
antara langkahlangkah untuk mengeksploitasi peluang usaha dengan apa yang
harus dilakukan supaya langkah-langkah tersebut berhasil bagi perusahaan
(David,2015).

David, Freed R,. (2015). Strategic Management: Concept and Cases. (13th ed).
Boston: Prentice Hall.

4. Rencana Sumber Daya Manusia


Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan salah satu faktor yang sangat
dominan dalam mewujudkan keberhasilan bisnis apotek. Berdasarkan pada
struktur organisasi dan operasional apotek dibuatlah sebuah perencanaan
sumber daya manusia. Proses selanjutnya yang dilakukan adalah rekrutmen,
seleksi, pelatihan, pengembangan, kompensasi, dan penilaian kinerja
(David,2015).

David, Freed R,. (2015). Strategic Management: Concept and Cases. (13th ed).
Boston: Prentice Hall.

a. Perekrutan dan Seleksi


Merekrut dan memilih anggota staf baru adalah kegiatan inti HRM
yang sangat penting dalam organisasi. Hal ini bertujuan untuk
memastikan bahwa individu yang melaksanakan pekerjaannya
berkualitas baik, bermotivasi tinggi, dapat bekerja dengan baik
bersama rekan kerja dan cenderung bertahan dalam jangka waktu yang
sesuai. Seleksi karyawan dapat dilakukan melalui wawancara dengan
pihak manajemen apotek, pemilik apotek atau apoteker
penanggungjawab apotek. Seleksi karyawan bertujuan agar perusahaan
atau apotek tidak salah dalam memilih karyawan yang berdampak
terhadap kinerja, biaya dan konsekuensi hukum (Dessler, 2015).
b. Pelatihan dan Pengembangan
Pelatihan merupakan salah satu bentuk implementasi dari
pembelajaran orang dewasa atau sering disebut dengan andragogy.
Andragogy dari kata „egogos‟ yang artinya membimbing, sehingga
secara harfiah mempunyai makna yaitu upaya membimbing orang
dewasa untuk tujuan peningkatan sikap, pengetahuan maupun
keterampilannya. Pelatihan muncul ketika setiap individu dewasa yang
telah mendapatkan peran dalam kehidupannya baik berkaitan dengan
pekerjaannya menyadari diperlukan peraturan, etika atau keterampilan
baru yang sebelumnya belum dimiliki guna menjalankan peran dalam
kehidupannya. Secara umum tujuan dari pelatihan adalah untuk
mengembangkan keterampilan baru, pengetahuan atau keahlian yang
dibutuhkan dalam menjalankan perannya. Faktor kompetensi
karyawan dalam menjalankan pekerjaan sehari-hari memegang
peranan yang cukup penting ditengah persaingan industri di era
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang kian ketat dan termasuk
didalamnya industri farmasi. Pelatihan dan pengembangan yang
ditawarkan di apotek seperti: penjenjangan posisi/jabatan, self
motivation, communication skill, coaching and mentoring, product
knowledge, supply chain management, risk management, dan
manajemen perusahaan (Masduki, 2017)
c. Kompensasi Kerja
Kompensasi kerja karyawan didasarkan pada Upah Minimum
Regional (UMR) yaitu gaji pokok, tunjangan, bonus dan uang lembur
bagi karyawan apotek yang bekerja pada hari minggu atau hari libur
nasional. Pemberian kompensasi gaji sesuai strandar bertujuan untuk
mengurangi masalah ketenagakerjaan di apotek (Masduki, 2017).
d. Penilaian Kerja
Tujuan penilaian kerja adalah untuk memastikan bahwa karyawan
bekerja sesuai dengan apa yang menjadi tujuan perusahaan dan untuk
memberi kesempatan kepada karyawan dalam mengembangkan
karirnya. Penilaian kerja dilakukan dengan evaluasi terhadap kinerja
karyawan dalam periode tertentu (Rees & Smith, 2014)

Dessler, G. (2015). Human Resource Management Fourteenth Global Edition.


Essex:Pearson.
Masduki, Budiningsih & Soehari. (2017). “Increased Competency Through
Training Interventions”. International Journal of Applied Business and
Economic Research Vol. 15. 249-266.
Rees Gery and Paul E. Smith. (2014). Strategic Human Resources Management:
An International Perspective. SAGE Publication Ltd.

5. Rencana Pemasaran Apotek


Rencana pemasaran adalah ringkasan dokumen tertulis dari markerter
mengenai kondisi target pasar dan penjelasan terkait bagaimana cara dalam
menjangkau target pasar tersebut. Rencana pemasaran adalah panduan taktis
program pemasaran dan salah satu perwujudan utama dari proses pemasaran
(Scarborough dan Cornwall, 2015).
a. Segmentasi
Segmentasi adalah upaya untuk memecah pasar yang teramat luas dan
heterogen menjadi bagian yang lebih kecil dan homogen sehingga
memiliki kesamaan kebutuhan dan keinginan terhadap bauran
pemasaran yang ditawarkan. Segmentasi bertujuan agar pemasar dapat
melayani konsumen lebih baik dan memperbaiki posisi kompetitif
perusahaan. Segmentasi pasar dapat dilakukan dengan berbagai cara
yaitu berdasarkan geografi, demografi, psikografi, behavioral, dan tipe
produk. Penentuan segmentasi bertujuan agar pemilik dan pengelola
apotek dapat mengetahui cakupan pemasaran produk dan pelayanan jasa
kefarmasian yang akan dilakukannya (Kotler, 2016).
b. Targeting
Dalam menentukan target pasar, perusahaan harus menyesuaikan
dengan model, latar belakang, dan kemampuan bisnis perusahaan dan
dalam perjalanannya harus selalu melakukan monitor terhadap
perkembangan pasar. Segmentasi apotek menghasilkan kelompok-
kelompok pasar yang berbeda, kemudian dipilih kelompok pasar yang
akan menjadi target sasaran untuk pemasaran produk dan pelayanan
kefarmasian apotek (Kotler, 2016).
c. Positioning Positioning mencakup keunggulan kompetitif apa dari
perusahaan tersebut yang ingin dikembangkan sehingga membedakan
perusahaan tersebut dengan para pesaingnya. Dengan kata lain
positioning bertujuan untuk membangun image apotek agar mudah
diingat oleh konsumen dan dapat memberikan manfaat potensial bagi
apotek (Kotler, 2016).

Kotler, P., & Armstrong, G. (2016). Principles of Marketing Sixteenth Global


Edition. Essex: Pearson.
Kotler, P., & Keller, K. L. (2016). Marketing Management, Fifth Global Edition.
Essex: Pearson.
Scarborough, N. M., & Cornwall, J.R. (2015). Entrepreneurship and Effective
Small Business Management, Eleventh Global Edition. Essex: Pearson.

6. Strategi Bauran Pemasaran (Marketing Mix)


Bauran pemasaran adalah seerangkat alat pemasaran taktis yang
merupakan perpaduan untuk mendapatkan respon yang diharapkan oleh suatu
perusahaan. Bauran pemasaran diklasifikasikan menjadi empat kelompok
yang disebut dengan tujuh P: product, price, place, promotion, people,
process, dan physical evidence. Bauran pemasaran terdiri dari segala sesuatu
yang dapat dilakukan oleh perusahaan untuk mempengaruhi permintaan
produknya (Kotler, 2016).
a. Product
Product berarti kombinasi barang dan jasa perusahaan yang ditawarkan
kepada target pasar. Strategi ketersediaan obat dan alat kesehatan serta
pelayanan kefarmasian yang diberikan apotek menjadi daya tarik tersendiri
bagi konsumen. Obat dan alat kesehatan yang lengkap dengan jaminan
mutu dan keasliannya serta pelayanan kefarmasian yang cepat, tepat dan
ramah merupakan produk apotek yang memiliki keunggulan kompetitif
(Kotler, 2016).
b. Price
Price adalah jumlah uang pelanggan harus membayar untuk mendapatkan
produk. Perusahaan menegosiasikan harga dengan pelanggan, menawarkan
diskon, dan memberi jangka waktu kredit. Tindakan ini bertujuan untuk
menyesuaikan harga dengan situasi yang kompetitif dan kondisi ekonomi
saat ini serta menyesuaikan dengan persepsi pembeli dari nilai produk.
Metode penentuan harga obat yang digunakan oleh apotek adalah metode
standard mark-up pricing¸ yaitu harga ditentukan dengan menambahkan
presentase tambahan di atas total biaya tertentu yang besarnya ditentukan
oleh apotek. Margin yang diambil oleh apotek rata-rata adalah berkisar
antara 10-25% (Kotler, 2016).
c. Promotion
Promotion mengacu pada kegiatan yang dilakukan perusahaan dalam
mengkomunikasikan manfaat dari produk dan memengaruhi target
konsumen untuk membeli produk. Beberapa cara yang dapat dilakukan
untuk promosi apotek yaitu iklan melalui brosur, spanduk, poster
kesehatan, pemasangan papan nama atau neon box, ikut berpartisipasi atau
menjadi sponsor dalam event kesehatan (Kotler, 2016)
d. Place
Place meliputi tempat untuk melakukan kegiatan perusahaan sehingga
menghasilkan produk, yakni kemudahan konsumen dalam mengakses
apotek (Kotler, 2016)
e. People
People merupakan kriteria sumber daya manusia yang dapat meningkatkan
penjualan produk ke konsumen secara langsung atauppun tidak langsung
(Kotler, 2016)
f. Process Proses yang dapat ditampilkan meliputi pelayanan yang cepat,
penjelasan cara pemakaian obat yang benar, pelayanan konsultasi gratis,
pelayanan cek kesehatan berupa cek tekanan darah, gula darah, asam urat,
serta kolesterol, penjadwalan kerja, pelayanan kefarmasian langsung oleh
apoteker, pelayanan 24 jam, menerima resep dari luar atau dokter bukan
mitra apotek, kerja sama praktek dengan dokter dan klinik kesehatan,
pembayaran yang mudah yakni berupa cash, kartu debit atau kartu kredit,
kartu member dan melayani produk antar (delivery service) (Kotler, 2016).
g. Physical Evidence
Penampilan fisik seperti kebersihan apotek, tempat parkir yang memadai,
ruang tunggu yang luas dan nyaman, TV, AC atau kipas angin, tata letak
obat bebas pada tempat yang dijangkau konsumen. Strategi pemasaran
yang dibuat harus berbeda dan lebih unggul sehingga dapat memiliki
keunggulan kompetitif dalam menarik konsumen atau pasien (Kotler, 2016)
Kotler, P., & Armstrong, G. (2016). Principles of Marketing Sixteenth Global
Edition. Essex: Pearson.
Kotler, P., & Keller, K. L. (2016). Marketing Management, Fifth Global Edition.
Essex: Pearson.

7. Rencana Keuangan Apotek


a. Sumber Pendanaan Bisnis
Modal diperlukan dalam menjalankan suatu kegiatan usaha. Modal
merupakan salah satu hal yang paling dibutuhkan dan memegang peranan
penting dalam keberlangsungan suatu usaha. Sumber dana atau permodalan
dapat diperoleh secara ekuitas dan hutang. Modal ekuitas dapat diperoleh
antara lain dari tabungan pribadi dan penjualan saham umum, sedangkan
untuk modal hutang dapat diperoleh antara lain dari investor perorangan,
bank komersial, dan program yang didukung pemerintah. Modal yang
dibutuhkan dalam pendirian apotek dapat berupa: modal operasional,
modal non operasional, dan cadangan modal. Modal operasional adalah
investasi usaha dalam bentuk aktiva jangka pendek atau aktiva lancar, yaitu
kas, surat berharga, piutang usaha, persediaan, dan biaya dibayar dimuka.
Modal operasional digunakan untuk pengadaan obat-obatan di apotek
sedangkan cadangan modal digunakan untuk menutup biaya operasional
selama enam bulan (terutama untuk apotek baru yang baru buka). Modal
non operasional adalah investasi usaha dalam bentuk aktiva tetap yaitu aset
yang lebih permanen dalam sebuah usaha (Soeprajitno, 2016).
b. Proyeksi Penjualan, Pembelian dan Biaya Operasional Apotek
Ada dua macam metode peramalan, yaitu metode kualitatif dan
metode kuantitatif. Metode kualitatif digunakan jika tidak ada atau hanya
ada sedikit data yang tersedia sehingga pendapat dan prediksi pakar
dijadikan dasar untuk menetapkan perkiraan. Metode kuantitatif adalah
metode yang digunakan untuk memperkirakan atau memproyeksikan
permintaan masa depan dengan dasar suatu set data masa lalu (historis).
Model data peramalan dengan metode kuantitatif dikelompokkan menjadi
model data time series atau deret waktu model data hubungan kausal dan
simulasi (Chase and Jacobs, 2014).
c. Proyeksi Laba Bersih Apotek
Penyusunan laporan laba rugi apotek didasarkan pada proyeksi
penjualan, pembelian, dan biaya operasional apotek yang telah diramalkan
sebelumnya dengan menggunakan metode yang tepat. Metode yang
seringkali digunakan adalah metode exponential smoothing (ES).(Chase
and Jacobs, 2014).
d. Analisis Investasi Keuangan
Analisis Investasi Keuangan Menurut Scarborough dan Cornwall (2015)
manajemen keuangan adalah kegiatan manajerial terkait peningkatan dana
dan pemanfaatan modal yang efektif untuk tujuan memaksimalkan
pendapatan bagi pemegang saham. Beberapa metode analisa yang dapat
digunakan yaitu:
1) Metode Non-Discounted Cash Flow Non-discounted cash flow yaitu
model keputusan penganggaran modal yang tidak mendasarkan
keputusannya dari nilai sekarang dari arus kas di masa depan. Metode
yang digunakan adalah Payback Period (PP), dengan formula umum
sebagai berikut:
Payback Period = (total investasi / Net income + Depreciation ) x 1
tahun.
Model ini umum digunakan untuk pemilihan alternatif-alternatif
usaha yang mempunyai resiko tinggi, karena modal yang telah
ditanamkan harus segera dapat diterima kembali secepat mungkin.
2) Metode Discounted Cash Flow Discounted cash flow merupakan
model keputusan penganggaran modal yang menggabungkan nilai
sekarang dari arus kas di masa yang akan datang. Metode yang
digunakan adalah Net Present Value (NPV). Kriteria yang
dipergunakan dalam penilaian NPV adalah sebagai berikut:
a) Jika NPV= - (negative), maka investasi tersebut rugi atau
hasilnya (return) di bawah tingkat bunga yang dipakai.
b) Jika NPV= + (positif), maka investasi tersebut menguntungkan
atau hasilnya (return) melebihi tingkat bunga yang dipakai
3) Break Even Point (BEP)
Break Even Point (BEP) merupakan suatu teknik analisa yang
mempelajari hubungan antara biaya tetap, biaya variable, keuntungan,
dan volume kegiatan. Suatu apotek dikatakan BEP jika keadaan apotek
pada suatu periode tertentu tidak mengalami kerugian dan tidak pula
memperoleh laba, yang berarti antara jumlah biaya dengan jumlah
hasil penjualannya adalah sama. Fungsi dari analisa BEP antara lain
digunakan untuk perencanaan laba, sebagai alat pengendalian, alat
pertimbangan dalam menentukan harga jual, dan alat pertimbangan
dalam mengambil keputusan. Perhitungan BEP dilakukan
menggunakan rumus berikut ini:
BEP = Biaya tetap/ (1 – (biaya variabel/hasil penjualan))
Biaya tetap adalah biaya yang bersifat tetap, yang besarnya tidak
bergantung pada tingkat/volume barang atau jasa yang dihasilkan oleh
suatu bisnis. Biaya tidak tetap adalah biaya yang berubah-ubah karena
adanya perubahan jumlah/volume barang atau jasa yang dihasilkan
oleh suatu bisnis (Chase and Jacobs, 2014).

Soeprajitno, H. (2016). Entrepreneurial Marketing Recipe. Indonesia:


Marketeers
Scarborough, N. M., & Cornwall, J.R. (2015). Entrepreneurship and Effective
Small Business Management, Eleventh Global Edition. Essex: Pearson.
Chase, Rhichard B., and Jacobs, Robert F. (2014). Operations and Supply
Chain Management. (14th Global ed.). Asia: McGraw Hill Education.

8. Analisis Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats (SWOT)


Menurut David Fred R., 2015, teknik dalam perumusan strategi dapat
dilakukan dalam tiga tahap:
a. Tahap Input (Input Stage) Informasi dasar dari hasil analisis internal dan
eksternal apotek kemudian dikembangkan dalam suatu matriks yaitu
matriks Evaluasi Faktor Internal (IFE) dan PLAGIAT MERUPAKAN
TINDAKAN TIDAK TERPUJI 39 matriks Evaluasi Faktor Eksternal
(EFE) untuk menentukan bobot dan peringkat yng tepat (David,2015).
b. Tahap Pencocokan (Matching Stage) Strategi SO (kekuatan-peluang)
memanfaatkan kekuatan internal perusahaan untuk mengambil
keuntungan dari berbagai tren, kejadian dan peluang eksternal lainnya.
Strategi WO (kelemahan-peluang) bertujuan untuk memperbaiki
kelemahan internal dengan cara mengambil keuntungan dari peluang
eksternal. Strategi ST (kekuatan-ancaman) menggunakan kekuatan
perusahaan untuk menghindari atau mengurangi dampak dari ancaman
eksternal yang muncul secara langsung maupun tidak langsung. Strategi
WT (kelemahan-ancaman) merupakan taktik yang diarahkan untuk
mengurangi kelemahan internal serta menghindari ancaman eksternal
(David,2015)
c. Tahap Keputusan (Decision Stage) Dari beberapa strategi alternative
dipilih strategi yang paling sesuai dengan kondisi dan keadaan apotek saat
ini.

David, Freed R,. (2015). Strategic Management: Concept and Cases. (13th ed).
Boston: Prentice Hall.

9. Exit Strategy
Exit Strategy yaitu suatu tindakan yang dilakukan oleh pengusaha untuk dapat
mengembalikan dana yang ditanamkan oleh investor di perusahaan dan
pengembalian dana yang dipinjamkan kreditor ke perusahaan. Exit Strategy
juga menggambarkan bagaimana perusahaan bisa keluar dari kesulitan
terutama yang disebabkan oleh masalah pembiayaan perusahaan (David,2015)

David, Freed R,. (2015). Strategic Management: Concept and Cases. (13th ed).
Boston: Prentice Hall.

10. Strategi dan Implementasi Strategi


a. Strategi Integrasi
Strategi integrasi dibagi menjadi tiga bagian yaitu strategi integrasi
ke depan, strategi integrasi ke belakang dan strategi integrasi horizontal.
Strategi integrasi ke depan melibatkan perolehan kepemilikan atau
meningkatkan kontrol atas distributor atau peritel. Meningkatnya jumlah
manufaktur (pemasok) mensyaratkan strategi integrasi ke depan dengan
membuat situs jejaring untuk secara langsung menjual produk ke
konsumen. Strategi integrasi ke belakang adalah strategi mencari
kepemilikan atau meningkatkan kontrol atas pemasok perusahaan. Strategi
horizontal mengacu pada strategi kepemilikan atau peningkatan kendali
atas pesaing perusahaan (David, 2015).
b. Strategi Intensif
Strategi intensif terbagi menjadi tiga bagian yaitu penetrasi pasar,
pengembangan pasar dan pengembangan produk. Strategi penetrasi pasar
berusaha untuk meningkatkan pangsa pasar untuk prosuk dan jasa di pasar
saat ini lewat usaha pemasaran yang lebih besar. Penetrasi pasar meliputi
meningkatnya angka tenaga penjual, meningkatnya beban iklan,
menawarkan promosi penjualan item secara ekstensif, atau meningkatkan
usaha publikasi. Pengembangan pasar melibatkan pengenalan produk atau
jasa saat ini ke area geografis yang baru. Pengembangan produk adalah
strategi yang mencari kenaikan penjualan dengan meningkatkan atau
memodifikasi produk atau jasa saat ini. Pengembangan produk biasanya
memerlukan pengeluaran untuk kegiatan penelitian dan pengembangan
yang besar (David, 2015).
c. Strategi Diversifikasi Strategi diversifikasi terbagi menjadi dua bagian
yaitu strategi diversifikasi terkait dan strategi diversifikasi tidak terkait.
d. Strategi Defensif
Strategi defensif terbagi menjadi tiga bagian yaitu strategi
pengurangan, strategi divestasi dan strategi likuidasi. Strategi pengurangan
terjadi ketika organisasi mengelompokkan kembali lewat pengurangan
biaya dan aset untuk mengembalikan penurunan penjualan dan laba.
Terkadang disebut pembalikan atau re-organisasi, pengurangan didesain
untuk membentengi kompetensi dasar organisasi yang khusus. Strategi
divestasi seringkali digunakan untuk meningkatkan modal atau akuisisi
strtegi ke depan atau investasi. Divestasi dapat menjadi bagian dari strategi
pengurangan untuk melepaskan bisnis organisasi yang tidak
menguntungkan, yang membutuhkan terlalu banyak modal, atau yang tidak
cocok dengan aktivitas lain perusahaan. Likuidasi adalah pengakuan
kekalahan dan secara konsekuen dapat menjadi strategi yang sulit secara
emosional (David, 2015)
Dalam mengimplementasikan strategi yang akan digunakan, perusahaan
perlu memperhatikan berbagai hal berikut ini:
a. Kebijakan
Dalam kenyataan sehari-hari, kebijakan dibutuhkan untuk membuat
strategi bekerja. Kebijakan menjembatani penyelesaian masalah yang
terjadi dan membantu implementasi strategi. Definisi umumnya,
kebijakan mengacu pada pedoman spesifik, metode, prosedur, urutan,
bentuk dan praktik administrasi yang dibuat untuk mendukung dan
mendorong maksud tujuan yang telah ditetapkan (David, 2015).
b. Alokasi Sumber Daya
Alokasi sumber daya adalah aktivitas sentral dalam manajemen yang
memungkinkan pelaksanaan strategi. Semua organisasi memiliki
setidaknya empat tipe sumber daya yang dapat digunakan untuk mencapai
tujuan yang diinginkan : sumber daya keuangan, sumber daya fisik,
sumber daya manusia dan sumber daya teknologi (David, 2015).

David, Freed R,. (2015). Strategic Management: Concept and Cases. (13th ed).
Boston: Prentice Hall.

11. Strategi pengembangan


Dalam rangka mengembangkan usaha perapotekan ini diperlukan strategi
inovasi khusus, sehingga nantinya diharapkan mampu mempertahankan
eksistensi apotek dan mampu memajukan apotek dengan membuka cabang-
cabang baru di daerah lain. Adapun strategi yang ditempuh antara lain :
a. Menyediakan jasa konseling secara gratis oleh APA.
b. Menyediakan obat-obatan yang dibutuhkan oleh pasien. Jika obat yang
dibutuhkan pasien tidak ada maka berusaha mengambil di apotek lain,
diusahakan agar pasien pulang mendapat obat yang diperlukan tanpa copie
resep.
c. Monitoring pasien. Monitoring dilakukan terhadap pasien via telepon,
terutama untuk pasien dengan penyakit kronis. Hal ini dilakukan untuk
mengontrol keadaan pasien dan meningkatkan kepercayaan pasien
terhadap apotek.
d. Fasilitas yang menarik. Ruang tunggu dibuat senyaman mungkin dengan
fasilitas AC, TV, tempat duduk yang nyaman, majalah kesehatan, Koran
dan tabloid serta tempat parkir yang luas.
e. Kerjasama dengan praktek dokter
f. Menerima pelayanan resep dengan sistem antar jemput (dengan catatan
masih dalam wilayah/lingkup kecamatan apotek tersebut)
g. Memberikan bantuan rakyat bagi masyrakat yang kurang mampu dalam
bentuk subsidi obat serta bekerjasama dengan kelurahan setempat

12. Kewirausahaan
Untuk menunjang pendapatan Apotek dan memenuhi kebutuhan lain
konsumen selain sediaan farmasi (obat-obatan) maka dalam suatu apotek
dapat menyediakan produk-produk berupa P3K, keperluan laboratorium,
kosmetik, susu bayi/anak-anak/dewasa/lansia, diapers bayi/lansia, soft drink,
alat kontrasepsi, atau potensi SDA dalam daerah tersebut yang memang
memungkinkan untuk di perjual-belikan di apotek.

13. Perpajakan
Menurut Undang-Undang Nomor 17 tahun 2000 tentang pajak penghasilan,
pajak terdiri atas :
Berdasarkan kelompoknya pajak ada beberapa macam dan semuanya harus
dibayar oleh apotek meliputi :
a. Pajak Daerah
Pajak daerah adalah pajak yang wewenang pemungutannya berada
pada pemerintah daerah baik tingkat propinsi maupun kabupaten. Pajak
daerah ditentukan oleh masing-masing daerah, dan macam pajak yang
harus dibayar adalah :
 Pajak Barang Inventaris
Pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah terhadap barang yang
digunakan di apotek atau barang inventaris milik apotek seperti pajak
televisi (sekarang sudah tidak ada) dan pajak kendaraan bermotor.
 Pajak reklame/iklan 
Pajak reklame adalah pajak yang dikenakan terhadap pemasangan
papan nama apotek di luar atau di dalam lingkungan apotek. Pajak
tergantung lokasi dan besar papan nama apotek. Jika nama apotek
ditulis/disertakan di dalam papan nama suatu perusahaan tertentu,
pajak reklame akan ditanggung oleh perusahaan tersebut.
 Surat Keterangan Ijin Tempat Usaha. 
 Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP).
b. Pajak Pusat
Pajak pusat adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat. Pajak
pusat meliputi:
 Pajak Tidak Langsung 
Pajak tidak langsung adalah pajak yang pada akhirnya bisa
dilimpahkan pada pihak lain.
1.) Bea Materai, untuk kuitansi lebih dari Rp. 250.000,00 dikenakan
biaya materai Rp. 3000,00.
2.) Pajak Pertambahan Nilai (PPN), merupakan pajak tak langsung
yang dikenakan pada setiap pembelian berapa pun jumlah rupiah
yang dibelanjakan. Besarnya pajak yang harus dibayar sebesar
10% dari jumlah pembelian. Misalnya untuk setiap pembelian
obat khususnya untuk PBF yang PKP (Pengusaha Kena Pajak)
maka dikenai PPN sebesar 10%.
 Pajak Langsung 
Pajak langsung adalah pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib
pajak yang bersangkutan. Pajak langsung meliputi :
1.) Pajak Penghasilan (PPh) 
Menurut Undang-undang Perpajakan Nomor 17 tahun 2000, ada
beberapa pajak yang dikenakan untuk usaha apotek. 
A.) PPh 21
Pasal 21 Undang-undang Perpajakan Nomor 17 tahun 2000,
menyatakan bahwa pajak ini merupakan pajak pribadi
(penghasilan karyawan tetap) terhadap gaji karyawan setiap
tahun yang telah dikurangi penghasilan tidak kena pajak
(PTKP). Pajak ini dikenakan pada karyawan tetap yang
telah melebihi PTKP dan dibayarkan sebelum tanggal 15
setiap bulan. Keterlambatan pembayaran dikenai denda
sebesar Rp 50.000,00 ditambah 2% dari nilai pajak yang
harus dibayarkan. Pengurangan yang diperbolehkan adalah
biaya jabatan sebesar 5% dengan jumlah maksimal Rp.
1.296.000,00/tahun atau Rp. 108.000,00/bulan dan iuran
yang terkait dengan gaji yang dibayar oleh pegawai kepada
dana pension sebesar 5% maksimal Rp. 432.000,00/tahun
atau Rp. 36.000,00/bulan.
B.) PPh 23
Apabila apotek dimiliki suatu persero maka selain pajak
diatas, dikenakan pula ketentuan PPh pasal 23 yang
mengatur bahwa keuntungan bersih yang dibagikan kepada
persero dikenai 15% dari saham yang dibagikan tersebut
(Anonim, 2000). PPh 23 merupakan pajak yang dikenakan
pada badan usaha berdasarkan pembagian deviden.
C.) PPh 25
Berupa pembayaran pajak yang berupa cicilan tiap bulan
sebesar 1/12 dari perhitungan pajak satu tahun sebelumnya.
Pembayaran dilakukan setiap bulan sebelum tanggal 15 dan
pada akhir tahun diperhitungkan dengan besar pajak yang
sesungguhnya yang harus dibayar.
D.) PPh 28
Apabila pajak yang terhutang untuk satu tahun pajak
ternyata lebih kecil dari jumlah kredit pajak (PPh 25) maka
setelah dilakukan perhitungan, kelebihan pembayaran pajak
dikembalikan setelah dilakukan pemeriksaan dengan hutang
pajak berikut sanksi-sanksinya.

E.) PPh 29
Apabila pajak yang terhutang untuk satu tahun pajak
ternyata lebih besar dari jumlah kredit pajak yang sudah
dilakukan perhitungan, maka kekurangan pajak yang
terhutang harus dilunasi selambat-lambatnya tanggal 25
bulan ketiga setelah tahun pajak berakhir bagi Wajib Pajak
sebelum surat pemberitahuan disampaikan.
2.) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) 
Pajak Bumi dan Bangunan dikenakan setiap tahun dan besarnya
tergantung dari luas tanah, luas bangunan, serta lokasi apotek
yang ditempati apotek sebagai sarana usaha.
3.) Pengusaha Kena Pajak (PKP)
Merupakan pajak yang dikenakan kepada badan usaha atau
orang pribadi yang melakukan usaha. Pengusaha kecil dengan
kemampuan sendiri dapat mengajukan permohonan untuk
menjadi PKP.

Undang-Undang Nomor 17 tahun 2000, tentang perubahan atas Undang-


undang RI No. 11 tahun 1994 dan Undang-undang No. 7 tahun 1983 tentang
pajak penghasilan. Jakarta: Sekertariat Negara Republik Indonesia

Anda mungkin juga menyukai