Cipolle, R.J., Strand, L.M., Morley, P.C., 1998, Pharmaceutical Care Practice,
McGraw-Hill, New York.
Crawford, S. Y., & Santell, J. P. (1994). ASHP national survey of pharmaceutical
services in federal hospitals—1993. American Journal of Health-System
Pharmacy, 51(19), 2377-2393.
Rovers, J. P., et al., 2003, A Practical Guide to Pharmaceutical Care, American
Pharmaceutical Association, Washington, D.C.
2. Penyerahan dan PIO (Pelayanan informasi obat)
Penyerahan meliputi kegiatan pengecekan kesesuian nomor resep,
nama pasien, umur, alamat serta nama, dosis, jumlah, aturan pakai,
bentuk sediaan farmasi yang akan diserahkan kepada pasien atau keluarga
dengan nomor resep, nama pasien, umur, alamat serta nama, dosis, jumlah,
aturan pakai, bentuk sediaan farmasi yang tertuilis di lembar resep atau
kondisi gangguan pasien dan pemberian konsultasi, informasi dan edukasi
(KlE) obat kepada pasien. (Mashuda, 2011)
Mashuda, A. (2011). Pedoman Cara Pelayanan Kefarmasian yang Baik
(CPFB). Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Pelayanan Informasi Obat (PIO)
Pelayanan Informasi Obat merupakan kegiatan yang dilakukan oleh
Apoteker dalam pemberian informasi mengenai Obat yang tidak memihak,
dievaluasi dengan kritis dan dengan bukti terbaik dalam segala aspek
penggunaan Obat kepada profesi kesehatan lain, pasien atau masyarakat.
Informasi mengenai Obat termasuk Obat Resep, Obat bebas dan herbal.
Informasi meliputi dosis, bentuk sediaan, formulasi khusus, rute dan
metoda pemberian, farmakokinetik, farmakologi, terapeutik dan alternatif,
efikasi, keamanan penggunaan pada ibu hamil dan menyusui, efek samping,
interaksi, stabilitas, ketersediaan, harga, sifat fisika atau kimia dari Obat dan
lain-lain.
Kegiatan Pelayanan Informasi Obat di Apotek meliputi:
a. menjawab pertanyaan baik lisan maupun tulisan;
b. membuat dan menyebarkan buletin/brosur/leaflet, pemberdayaan
masyarakat (penyuluhan);
c. memberikan informasi dan edukasi kepada pasien; memberikan
pengetahuan dan keterampilan kepada mahasiswa farmasi yang sedang
praktik profesi;
d. melakukan penelitian penggunaan Obat;
e. membuat atau menyampaikan makalah dalam forum ilmiah;
f. melakukan program jaminan mutu.
Pelayanan Informasi Obat harus didokumentasikan untuk membantu
penelusuran kembali dalam waktu yang relatif singkat dengan menggunakan
Formulir sebagaimana terlampir. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam
dokumentasi pelayanan Informasi Obat :
a. Topik Pertanyaan;
b. Tanggal dan waktu Pelayanan Informasi Obat diberikan;
c. Metode Pelayanan Informasi Obat (lisan, tertulis, lewat telepon);
d. Data pasien (umur, jenis kelamin, berat badan, informasi lain seperti
riwayat alergi, apakah pasien sedang hamil/menyusui, data laboratorium);
e. Uraian pertanyaan;
f. Jawaban pertanyaan;
g. Referensi;
h. Metode pemberian jawaban (lisan, tertulis, pertelepon) dan data Apoteker
yang memberikan Pelayanan Informasi Obat.
Depkes RI, 2016, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 73 Tahun
2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, Jakarta.
Depkes RI, 2016, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 73 Tahun
2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, Jakarta.
Mashuda, A. (2011). Pedoman Cara Pelayanan Kefarmasian yang Baik
(CPFB). Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Depkes RI, 2016, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 73 Tahun
2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, Jakarta.
Depkes RI, 2016, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 73 Tahun
2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, Jakarta.
Depkes RI, 2016, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 73 Tahun
2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, Jakarta.
7. Pengendalian
Pengendalian dilakukan untuk mempertahankan jenis dan jumlah
persediaan sesuai kebutuhan pelayanan, melalui pengaturan sistem pesanan
atau pengadaan, penyimpanan dan pengeluaran. Hal ini bertujuan untuk
menghindari terjadinya kelebihan, kekurangan, kekosongan, kerusakan,
kadaluwarsa, kehilangan serta pengembalian pesanan. Pengendalian
persediaan dilakukan menggunakan kartu stok baik dengan cara manual atau
elektronik. Kartu stok sekurang - kurangnya memuat nama obat, tanggal
kadaluwarsa, jumlah pemasukan, jumlah pengeluaran dan sisa persediaan.
3. Penyerahan
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
3 Tahun 2015, Penyerahan Narkotika, Psikotropika dan/ atau Prekursor
Farmasi golongan obat keras kepada Apotek lain, puskesmas, Instalasi
Farmasi Rumah Sakit dan Instalasi Farmasi Klinik dapat dilakukan untuk
memenuhi kekurangan jumlah obat berdasarkan resep yang telah diterima.
Penyerahan Narkotika dan/atau Psikotropika harus berdasarkan surat
permintaan tertulis yang ditandatangani oleh Apoteker penanggung jawab.
Penyerahan Narkotika dan/ atau Psikotropika kepada pasien berdasarkan
resep dokter. Penyerahan Narkotika dan/ atau Psikotropika kepada Dokter
harus berdasarkan surat permintaan tertulis yang ditandatangani oleh dokter
dan hanya dapat dilakukan dalam hal(7) :
a. Dokter menjalankan praktek perorangan dengan memberikan obat
melalui suntikan.
b. Dokter menjalankan tugas atau praktek di daerah terpencil yang tidak
ada
Apotek atau sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Penyerahan Prekursor Farmasi golongan obat bebas terbatas oleh Apotek
kepada Apotek lainnya, Puskesmas, Instalasi Farmasi Rumah Sakit,
Instalasi Farmasi Klinik, dan Toko Obat hanya dapat dilakukan untuk
memenuhi kekurangan kebutuhan harian Prekursor Farmasi golongan obat
bebas terbatas yang diperlukan untuk pengobatan. Penyerahan kepada
Dokter hanya dapat dilakukan apabila diperlukan untuk menjalankan
tugas/ praktek di daerah terpencil yang tidak ada Apotek atau sesuai
dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Penyerahan Prekursor
Farmasi golongan obat bebas terbatas oleh Apotek kepada Toko Obat
hanya dapat dilakukan berdasarkan surat permintaan tertulis yang
ditandatangani oleh Tenaga Teknis Kefarmasian.
4. Pencatatan
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
3 Tahun 2015, dinyatakan bahwa Apotek wajib membuat pencatatan
pemasukan dan/atau pengeluaran Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor
Farmasi. Pencatatan paling sedikit terdiri atas(7):
a. Nama, bentuk sediaan, dan kekuatan Narkotika, Psikotropika, dan
Prekursor Farmasi
b. Nama, bentuk sediaan, dan kekuatan Narkotika, Psikotropika, dan
Prekursor
c. Tanggal, nomor dokumen, dan sumber penerimaan
d. Jumlah yang diterima
e. Tanggal, nomor dokumen, dan tujuan penyaluran/penyerahan
f. Jumlah yang disalurkan/diserahkan
g. Nomor batc dan kadaluarsa setiap penerimaan atau
penyaluran/penyerahan h. Paraf atau identitas petugas yang ditunjuk
Seluruh dokumen pencatatan, dokumen penerimaan, dokumen
fpenyaluran, dan/atau dokumen penyerahan termasuk surat pesanan
Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi wajib disimpan
secara terpisah paling singkat 3 (tiga) tahun
5. Pelaporan Apotek
wajib membuat, menyimpan, dan menyampaikan laporan pemasukan dan
penyerahan/penggunaan Narkotika dan Psikotropika, setiap bulan kepada
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan Kepala Balai
setempat berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 Tahun 2015
tentang Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika,
Psikotropika dan Prekursor Farmasi. Pelaporan paling sedikit terdiri atas(7) :
a. Nama, bentuk sediaan, dan kekuatan Narkotika, Psikotropika,
dan/atau Prekursor Farmasi
b. Jumlah persediaan awal dan akhir bulan
c. Jumlah yang diterima
d. Jumlah yang diserahkan
Pelaporan disampaikan paling lambat setiap tanggal 10 setiap bulan
melalui aplikasi SIPNAP (Sistem Informasi Pelaporan Narkotika dan
Psikotropika) yang dapat diakses di website sipnap.kemkes.go.id. SIPNAP
(Sistem Informasi Pelaporan Narkotika dan Psikotropika). Aplikasi SIPNAP
(Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika) dikembangkan dan dikelola
oleh Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian, Ditjen Binfar dan
Alkes, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Software SIPNAP ini
diberikan kepada Dinas Kesehatan Provinsi dan Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota.
Pihak Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sebagai user akan melakukan
input data unit pelayanan, seperti Apotek, puskesmas, dan rumah sakit, ke
dalam software SIPNAP. Software akan memberikan output berupa lembar
kerja dalam format Microsoft Excel yang kemudian dibagikan kepada unit
pelayanan yang ada di kabupaten/kota tersebut. Lembar kerja tersebut diisi
oleh unit pelayanan melalui komputer dan selanjutnya diserahkan kembali
kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dalam bentuk softcopy setiap
bulannya. Hasil isian lembar kerja dari unit pelayanan tersebut lalu
dimasukkan ke dalam software SIPNAP oleh pihak pengelola SIPNAP di
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Setelah semua hasil laporan dari unit pelayanan direkapitulasi, selanjutnya
data tersebut dikirimkan melalui internet ke server yang ada di Kementerian
Kesehatan. Program SIPNAP ini juga dilengkapi dengan aplikasi berupa
daftar dalam form Excel berisi nama-nama Narkotika dan psikotropika yang
dapat dilaporkan (Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian,
2011). Pihak Kementerian Kesehatan akan memberikan user ID dan password
kepada pengelola SIPNAP di Dinas Kesehatan Provinsi dan Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota. Sebelum mendapatkan user Apoteker mendaftarkan diri
dengan memasukan Data Unit Layanan yang terdiri dari data Nomor Pokok
Wajib Pajak (NPWP), jenis tempat layanan, nama tempat, nomor izin (SIA),
tanggal terbit SIA, alamat dan informasi terkait tempat layanan dan key code.
Setelah itu Apoteker juga memasukkan data Apoteker Penanggung Jawab
yang terdiri dari nama, nomor surat tanda registrasi Apoteker (STRA), tanggal
terbit STRA, telepon, email dan surat pernyataan keaslian data asli. Laporan di
SIPNAP terdiri dari laporan pemakaian narkotika dan psikotropika untuk
bulan bersangkutan meliputi periode, status pelaporan, jenis entry, produk,
status transaksi, stok awal, pemasukan dari PBF (jika ada transaksi),
pemasukan dari sarana (jika ada transaksi), pengeluaran untuk resep (jika ada
transaksi), pengeluaran untuk sarana (jika ada transaksi), status pemusnahan,
nomor Berita Acara Pemusnahan (BAP), tanggal BAP, jumlah yang
dimusnahkan, dan stok akhir. Setelah dilakukan input dan pengiriman laporan
dalam SIPNAP, maka rekapitulasi pelaporan dapat diunduh dan disimpan
kemudian ditampilkan dalam format file excel untuk dicetak dan
ditandatangani oleh Apoteker Pengelola Apotek (APA).
Password dan username untuk login ke dalam SIPNAP didapatkan setelah
melakukan registrasi pada Dinas Kesehatan setempat. Melalui server tersebut,
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat melihat hasil laporan yang telah
dikirimkan ke server Kementerian Kesehatan. Dinas Kesehatan Provinsi
bertugas untuk mengecek pengiriman laporan yang telah dilakukan oleh pihak
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melalui server SIPNAP tersebut. Selain itu,
Dinas Kesehatan Provinsi juga melakukan pembinaan kepada Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota melalui sosialisasi dan pelatihan software SIPNAP
serta memberi teguran kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang belum
mengirimkan laporannya (Direktorat Bina Produksi dan Distribusi
Kefarmasian, 2011).
6. Pemusnahan
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3
Tahun 2015, dinyatakan bahwa pemusnahan Narkotika, Psikotropika, dan
Prekursor Farmasi hanya dapat dilakukan dalam hal:
a. Diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku
dan/atau tidak dapat diolah kembali
b. Telah kadaluarsa
c. Tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan
dan/atau untuk pengembangan ilmu pengetahuan, termasuk sisa
penggunaan
d. Dibatalkan izin edarnya
e. Berhubungan dengan tindak pidana
Pemusnahan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi harus
dilakukan dengan tidak mencemari lingkungan dan tidak membahayakan
kesehatan masyarakat. Pemusnahan dilakukan dengan tahapan yaitu
penanggung jawab Apotek menyampaikan surat pemberitahuan dan
permohonan saksi kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan/atau Balai
Besar/Balai Pengawas Obat dan Makanan setempat serta harus membuat
Berita Acara Pemusnahan yang dibuat sebanyak tiga rangkap. Berita Acara
Pemusnahan yang paling sedikit memuat :
a. hari, tanggal, bulan, dan tahun pemusnahan
b. tempat pemusnahan
c. nama penanggung jawab fasilitas produksi/fasilitas distribusi/fasilitas
pelayanan kefarmasian/pimpinan lembaga/dokter praktek perorangan
d. nama petugas kesehatan yang menjadi saksi dan saksi lain badan/sarana
tersebut
e. nama dan jumlah Narkotika dan Psikotropika yang dimusnahkan
f. cara pemusnahan; dan tanda tangan penanggung jawab fasilitas
produksi/fasilitas distribusi/ fasilitas pelayanan kefarmasian/ pimpinan
lembaga/ dokter praktek perorangan dan saksi (7).
E. Aspek Bisnis
Definisi apotek adalah tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian, penyalur
sediaan, dan perbekalan kesehatan lainnnya kepada masyarakat. Dalam
peraturan ini seorang apoteker bertanggung jawab atas pengelolaan apotek,
sehingga pelayanan kesehatan kepada masyarakat akan lebih terjamin
keamanannya, baik kualitas maupun kuantitasnya. Apotek merupakan jenis
usaha yang berbeda dengan usaha lain, dapat dikatakan merupakan bisnis
khusus karena produk utama yang dijual adalah obat. Obat memiliki sifat,
khasiat, resiko, dan tata aturan pengelolaan yang khusus. Sejak dari aspek
pengadaan, penyimpanan, peracikan, hingga pendistribusiannya dilakukan
dengan cara yang telah ditentukan serta diawasi oleh pemerintah. Oleh karena
itu usaha apotek merupakan usaha yang memiliki dua aspek yang saling
menyatu, yaitu aspek profesi (berkaitan dengan kemanusiaan) dan aspek
bisnis. Dalam aspek bisnis, usaha ini menganut kaidah bisnis agar
memberikan keuntungan. Dalam aspek bisnis apotek ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan, yaitu permodalan, analisis keuangan, perpajakan, strategi
pengembangan, dan kewirausahaan
Sesuai dengan Permenkes No. 9 Tahun 2017, apotek harus dianggap
sebagai sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian
oleh apoteker. Selain itu, perlu disadari bahwa apotek merupakan suatu institusi
yang dalam pelaksanaannya mempunyai dua fungsi, yaitu sebagai sarana :
1. Pelayanan kesehatan (patient oriented), sebagai unit pelayanan kesehatan,
fungsi apotek adalah menyediakan obat‐obatan yang dibutuhkan
masyarakat untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal
2. Unit bisnis (profit oriented). sebagai institusi bisnis, apotek dibangun
dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan mengingat investasi yang
ditanam pada apotek dan biaya operasional yang cukup besar
Depkes RI, 2017, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 9 Tahun
2017 tentang Apotek, Jakarta.
https://today.mims.com/bisnis-beretika-di-apotek oleh Dra. Sri Wulandari
Retno Daruwardani, Apt. 2018
1. Peluang Usaha
Peluang usaha adalah kesempatan yang dimiliki seseorang untuk mencapai
tujuan dengan cara melakukan usaha yang memanfaatkan berbagai sumber
daya yang dimiliki. Peluang usaha dapat diperoleh perusahaan melalui proses
peninjauan lingkungan yang akan ditindaklanjuti dengan analisis situasional
yakni pengamatan secara sistematis terhadap berbagai peluang usaha yang
terdapat di lingkungan eksternal perusahaan (Rothaelmel, 2017)
2. Manajemen srategis
Manajemen strategis adalah semua hal tentang mendapatkan dan
mempertahankan keunggulan kompetitif. Ketika sebuah perusahaan dapat
melakukan sesuatu yang tidak dapat dilakukan oleh perusahaan pesaing atau
memiliki sesuatu yang diinginkan oleh perusahaan pesaing, hal itu dapat
mewakili keunggulan kompetitif. Biasanya, perusahaan dapat
mempertahankan keunggulan kompetitif hanya untuk periode tertentu karena
pesaing meniru strategi perusahaan tersebut. Dengan demikian, tidak cukup
hanya memperoleh keunggulan kompetitif, sebuah perusahaan harus berusaha
untuk mencapai keunggulan kompetitif yang berkelanjutan dengan cara terus
menyesuaikan diri dengan perubahan tren eksternal, meningkatkan
kompetensi, sumber daya serta kemampuan internal perusahaan dan
merumuskan, menerapkan, serta mengevaluasi strategi yang efektif dengan
memanfaatkan faktor-faktor tersebut. Semakin banyak perusahaan
memperoleh keunggulan kompetitif dengan menggunakan internet untuk
penjualan langsung dan untuk berkomunikasi dengan pemasok, pelanggan,
kreditor, mitra, pemegang saham, klien, dan pesaing yang tersebar di seluruh
dunia. E-commerce memungkinkan perusahaan menjual produk,
mengiklankan, membeli persediaan, melacak inventaris, dan berbagi
informasi. Secara keseluruhan, e-commerce meminimalkan biaya dan
ketepatan waktu, jarak, dan ruang dalam berbisnis, sehingga menghasilkan
layanan pelanggan yang lebih baik, efisiensi yang lebih besar, produk yang
lebih baik dan keuntungan yang lebih tinggi (David, 2015).
Menurut Michael Porter, competitive advantage adalah keunggulan yang
dimiliki suatu perusahaan dibandingkan dengan pesaing yang bersumber dari
dua hal pokok yaitu diferensiasi dan kepemimpinan biaya. Diferensiasi dapat
menjadi sumber keunggulan bersaing apabila perusahaan mampu
menyuguhkan bauran pemasaran (produk, harga, promosi, distribusi, dan
layanan) yang dapat memuaskan kebutuhan konsumen dan dipandang berbeda
dengan bauran produk yang ditawarkan oleh pesaing. Perusahaan yang
memiliki biaya total lebih rendah akan memperoleh keunggulan bersaing
apabila dibandingkan dengan pesaingnya dalam industri yang sama. Dengan
keunggulan atau kepemimpinan biaya yang rendah perusahaan mampu
menggunakan keunggulannya tersebut untuk menawarkan harga yang lebih
rendah atau untuk menikmati margin laba yang lebih tinggi. Dengan demikian
perusahaan dapat secara efektif merebut pangsa pasar, atau jika telah
menduduki posisi yang dominan dalam industri, perusahaan dapat menikmati
manfaat dari imbal hasil yang tinggi (Pearce II, 2013)
David, Freed R,. (2015). Strategic Management: Concept and Cases. (13th ed).
Boston: Prentice Hall.
David, Freed R,. (2015). Strategic Management: Concept and Cases. (13th ed).
Boston: Prentice Hall.
David, Freed R,. (2015). Strategic Management: Concept and Cases. (13th ed).
Boston: Prentice Hall.
9. Exit Strategy
Exit Strategy yaitu suatu tindakan yang dilakukan oleh pengusaha untuk dapat
mengembalikan dana yang ditanamkan oleh investor di perusahaan dan
pengembalian dana yang dipinjamkan kreditor ke perusahaan. Exit Strategy
juga menggambarkan bagaimana perusahaan bisa keluar dari kesulitan
terutama yang disebabkan oleh masalah pembiayaan perusahaan (David,2015)
David, Freed R,. (2015). Strategic Management: Concept and Cases. (13th ed).
Boston: Prentice Hall.
David, Freed R,. (2015). Strategic Management: Concept and Cases. (13th ed).
Boston: Prentice Hall.
12. Kewirausahaan
Untuk menunjang pendapatan Apotek dan memenuhi kebutuhan lain
konsumen selain sediaan farmasi (obat-obatan) maka dalam suatu apotek
dapat menyediakan produk-produk berupa P3K, keperluan laboratorium,
kosmetik, susu bayi/anak-anak/dewasa/lansia, diapers bayi/lansia, soft drink,
alat kontrasepsi, atau potensi SDA dalam daerah tersebut yang memang
memungkinkan untuk di perjual-belikan di apotek.
13. Perpajakan
Menurut Undang-Undang Nomor 17 tahun 2000 tentang pajak penghasilan,
pajak terdiri atas :
Berdasarkan kelompoknya pajak ada beberapa macam dan semuanya harus
dibayar oleh apotek meliputi :
a. Pajak Daerah
Pajak daerah adalah pajak yang wewenang pemungutannya berada
pada pemerintah daerah baik tingkat propinsi maupun kabupaten. Pajak
daerah ditentukan oleh masing-masing daerah, dan macam pajak yang
harus dibayar adalah :
Pajak Barang Inventaris
Pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah terhadap barang yang
digunakan di apotek atau barang inventaris milik apotek seperti pajak
televisi (sekarang sudah tidak ada) dan pajak kendaraan bermotor.
Pajak reklame/iklan
Pajak reklame adalah pajak yang dikenakan terhadap pemasangan
papan nama apotek di luar atau di dalam lingkungan apotek. Pajak
tergantung lokasi dan besar papan nama apotek. Jika nama apotek
ditulis/disertakan di dalam papan nama suatu perusahaan tertentu,
pajak reklame akan ditanggung oleh perusahaan tersebut.
Surat Keterangan Ijin Tempat Usaha.
Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP).
b. Pajak Pusat
Pajak pusat adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat. Pajak
pusat meliputi:
Pajak Tidak Langsung
Pajak tidak langsung adalah pajak yang pada akhirnya bisa
dilimpahkan pada pihak lain.
1.) Bea Materai, untuk kuitansi lebih dari Rp. 250.000,00 dikenakan
biaya materai Rp. 3000,00.
2.) Pajak Pertambahan Nilai (PPN), merupakan pajak tak langsung
yang dikenakan pada setiap pembelian berapa pun jumlah rupiah
yang dibelanjakan. Besarnya pajak yang harus dibayar sebesar
10% dari jumlah pembelian. Misalnya untuk setiap pembelian
obat khususnya untuk PBF yang PKP (Pengusaha Kena Pajak)
maka dikenai PPN sebesar 10%.
Pajak Langsung
Pajak langsung adalah pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib
pajak yang bersangkutan. Pajak langsung meliputi :
1.) Pajak Penghasilan (PPh)
Menurut Undang-undang Perpajakan Nomor 17 tahun 2000, ada
beberapa pajak yang dikenakan untuk usaha apotek.
A.) PPh 21
Pasal 21 Undang-undang Perpajakan Nomor 17 tahun 2000,
menyatakan bahwa pajak ini merupakan pajak pribadi
(penghasilan karyawan tetap) terhadap gaji karyawan setiap
tahun yang telah dikurangi penghasilan tidak kena pajak
(PTKP). Pajak ini dikenakan pada karyawan tetap yang
telah melebihi PTKP dan dibayarkan sebelum tanggal 15
setiap bulan. Keterlambatan pembayaran dikenai denda
sebesar Rp 50.000,00 ditambah 2% dari nilai pajak yang
harus dibayarkan. Pengurangan yang diperbolehkan adalah
biaya jabatan sebesar 5% dengan jumlah maksimal Rp.
1.296.000,00/tahun atau Rp. 108.000,00/bulan dan iuran
yang terkait dengan gaji yang dibayar oleh pegawai kepada
dana pension sebesar 5% maksimal Rp. 432.000,00/tahun
atau Rp. 36.000,00/bulan.
B.) PPh 23
Apabila apotek dimiliki suatu persero maka selain pajak
diatas, dikenakan pula ketentuan PPh pasal 23 yang
mengatur bahwa keuntungan bersih yang dibagikan kepada
persero dikenai 15% dari saham yang dibagikan tersebut
(Anonim, 2000). PPh 23 merupakan pajak yang dikenakan
pada badan usaha berdasarkan pembagian deviden.
C.) PPh 25
Berupa pembayaran pajak yang berupa cicilan tiap bulan
sebesar 1/12 dari perhitungan pajak satu tahun sebelumnya.
Pembayaran dilakukan setiap bulan sebelum tanggal 15 dan
pada akhir tahun diperhitungkan dengan besar pajak yang
sesungguhnya yang harus dibayar.
D.) PPh 28
Apabila pajak yang terhutang untuk satu tahun pajak
ternyata lebih kecil dari jumlah kredit pajak (PPh 25) maka
setelah dilakukan perhitungan, kelebihan pembayaran pajak
dikembalikan setelah dilakukan pemeriksaan dengan hutang
pajak berikut sanksi-sanksinya.
E.) PPh 29
Apabila pajak yang terhutang untuk satu tahun pajak
ternyata lebih besar dari jumlah kredit pajak yang sudah
dilakukan perhitungan, maka kekurangan pajak yang
terhutang harus dilunasi selambat-lambatnya tanggal 25
bulan ketiga setelah tahun pajak berakhir bagi Wajib Pajak
sebelum surat pemberitahuan disampaikan.
2.) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Pajak Bumi dan Bangunan dikenakan setiap tahun dan besarnya
tergantung dari luas tanah, luas bangunan, serta lokasi apotek
yang ditempati apotek sebagai sarana usaha.
3.) Pengusaha Kena Pajak (PKP)
Merupakan pajak yang dikenakan kepada badan usaha atau
orang pribadi yang melakukan usaha. Pengusaha kecil dengan
kemampuan sendiri dapat mengajukan permohonan untuk
menjadi PKP.