Care giver
Seorang Farmasi/apoteker merupakan profesional kesehatan yg peduli, dalam wujud nyata memberi
pelayanan kefarmasian kepada pasien dan masyarakat luas, berinteraksi secara langsung, meliputi
pelayanan klinik, analitik, tehnik, sesuai dengan peraturan yang berlaku (PP No 51 tahun 2009),
misalnya peracikan obat, memberi PIO (Pelayanan Informasi Obat), konseling, konsultasi, screening
resep, monitoring, visite, dan banyak tugas kefarmasian lainnya.
2. Dispensing
4. Memasukkan Obat ke dalam wadah yang tepat dan terpisah untuk Obat
yang berbeda untuk menjaga mutu Obat dan menghindari penggunaan yang
salah.
4. Konseling
b. Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang cara pemakaian Obat Anda?
c. Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang hasil yang diharapkan setelah Anda
menerima terapi Obat tersebut?
Kegiatan:
1. Memilih pasien yang memenuhi kriteria.
2. Mengambil data yang dibutuhkan yaitu riwayat pengobatan pasien melalui
wawancara dengan pasien atau keluarga pasien atau tenaga kesehatan lain
3. Melakukan identifikasi masalah terkait Obat.
Decision-Maker
1. Tepat diagnosis, penggunaan obat rasional, jika diberikan diagnosis yang tepat. jika
diagnosis tidak ditegakkan dengan benar, maka pemilihan obat akan terpaksa
mengacu pada diagnosis yang keliru.
2. Tepat indikasi penyakit.
3. Tepat pemilihan obat.
4. Tepat dosis, cara, dan lama pemberian obat sangat berpengaruh terhadap efek terapi
obat. Dosis yang berlebih, untuk obat yang rentan terapi sempit, akan beresiko
timbulnya efek samping, dan bila dosis terlalu rendah tidak akan menjamin
tercapainya kadar terapi yang diharapkan.
5. Tepat cara pemberian.
6. Tepat interval waktu pemberian.
7. Tepat lama pemberian.
8. Waspada terhadap efek samping.
9. Tepat penilaian kondisi pasien. Respon individu terhadap efek obat sangat beragam.
Beberapa kondisi harus dipertimbangkan sebelum memutuskan pemberian obat :
-β blocker, hendaknya tidak diberikan pada pasien riwayat asma, karena efek
bronkospasme.
- AINS dihindari pada penderita asma, karena mencetuskan serangan asma.
- simetidin, klorpropamid, aminoglikosida, alllopurinol pada usia lanjut berhati-hati,
menimbulkan efek toksik.
10. Obat yang diberikan harus efektif dan aman dengan mutu terjamin, serta tersedia
setiap saat dengan harga yang terjangkau. Untuk jaminan mutu, obat perlu diproduksi
oleh produsen yang menerapkan CPOB dan dibeli melalui jalur resmi.
11. Tepat informasi.
12. Tepat tindak lanjut.
13. Tepat penyerahan obat (dispensing) Pada saat resep dibawa ke apotek atau tempat
penyerahan obat di Puskesmas misalnya, apoteker/asisten apoteker menyiapkan obat yang
dituliskan dokter pada lembar resep untuk kemudian diberikan kepada pasien. Proses
penyiapan dan penyerahan harus dilakukan secara tepat, agar pasien mendapatkan obat
sebagaimana mestinya.Dalam menyerahkan obat apoteker harus memberikan informasi
yang tepat kepada pasien.
Communicator
Seorang farmasi/apoteker harus mampu menjadi komunikator yang baik, sehingga pelayanan
kefarmasian dan interaksi kepada pasien, masyarakat, dan tenaga kesehatan berjalan dengan
baik, misalnya menjadi komunikator yang baik dalam PIO (Pelayanan Informasi Obat),
Penyuluhan, konseling dan konsultasi obat kepada pasien, melakukan visite ke bangsal/ruang
perawatan pasien, Pengajar, Narasumber, dan sebagainya. Hal-hal yang harus
diperhatikan dalam dokumentasi pelayanan Informasi obat, yaitu topik
pertanyaan, tanggal dan waktu pelayanan informasi obat diberikan , metode
pelayanan informasi obat (lisan, tertulis, lewat telepon), data pasien (umur, jenis
kelamin, berat badan, informasi lain seperti riwayat alergi, apakah pasien sedang
hamil/menyusui, data laboratorium), uraian pertanyaan, jawaban pertanyaan,
referensi, metode pemberian jawaban (lisan, tertulis, pertelepon) dan data apoteker
yang memberikan pelayanan informasi obat.
Tahap kegiatan konseling:
1. Membuka komunikasi antara Apoteker dengan pasien
2. Menilai pemahaman pasien tentang penggunaan Obat melalui
Three Prime Questions, yaitu:
a. Apa yang disampaikan dokter tentang Obat Anda?
b. Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang cara pemakaian Obat Anda?
c. Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang hasil yang diharapkan setelah
Anda menerima terapi Obat tersebut?
3. Menggali informasi lebih lanjut dengan memberi kesempatan kepada pasien
untuk mengeksplorasi masalah penggunaan Obat
4. Memberikan penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan masalah
penggunaan Obat
5. Melakukan verifikasi akhir untuk memastikan pemahaman pasien Apoteker
mendokumentasikan konseling dengan meminta tanda tangan pasien
sebagai bukti bahwa pasien memahami informasi yang diberikan dalam
konseling dengan menggunakan Formulir 7 sebagaimana terlampir.
Manager
Seorang farmasi/apoteker merupakan seorang manajer dalam aspek kefarmasian non klinis,
kemampuan ini harus ditunjang kemampuan manajemen yang baik, contoh sebagai Farmasis
manajer (APA) di apotek , Kepala Instalasi Farmasi Rumah Sakit, harus mampu mengelola perbekalan
farmasi dan mengelola karyawan agar dapat melayani dengan optimal dan produktif dalam hal
kinerja & profit. Contoh lainnya sebagai Pedagang Besar Farmasi/PBF), manager Quality Control
(QC), Quality Assurance (QA), Manajer Produksi, dan lain lain. Peran apoteker sebagai manager di
apotek yaitu pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis
pakai dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
meliputi perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pemusnahan,
pengendalian, pencatatan dan pelaporan.
1. Perencanaan