Anda di halaman 1dari 4

Nama : Ni Putu Gita Yanti

NIM/Kelas : 148114051/ FSM B 2014

Analisis Pelayanan Kefarmasian di Apotek Sanata Dharma Realino

Dispensing obat adalah proses berbagai kegiatan yang berkaitan dengan dispensing
obat. Berbagai kegiatan tersebut adalah menerima dan memvalidasi resep obat, mengerti dan
menginterpretasikan maksud resep yang dibuat dokter, membahas solusi masalah yang terdapat
dalam resep bersama-sama dengan dokter penulis resep, mengisi Profil Pengobatan Penderita
(P-3), menyediakan atau meracik obat, memberi wadah dan etiket yang sesuai dengan kondisi
obat, merekam semua tindakan, mendistribusikan obat kepada Penderita Rawat Jalan (PRJ)
atau Penderita Rawat Tinggal (PRT), memberikan informasi yang dibutuhkan kepada penderita
dan perawat. Yang termasuk lingkungan dispensing adalah staf, sekeliling lingkungan fisik,
rak, ruang peracikan, ruang penyimpanan, peralatan, permukaan yang digunakan selama
bekerja, dan bahan pengemasLingkungan dispensing harus bersih dan diorganisasikan. Bersih
karena umumnya obat digunakan secara internal dan diorganisasikan agar dispensing dapat
dilakukan dengan aman, akurat, dan efisien.

Menurut KEPMENKES RI No.1027/MENKES/SK/IX/2004 Tentang Standar


Pelayanan Kefarmasian di Apotek, pelayanan Kefarmasian (Pharmaceutical care) adalah
bentuk pelayanan dan tanggung jawab langsung profesi apoteker dalam pekerjaan
kefarmasian untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Apoteker adalah sarjana farmasi yang
telah lulus pendidikan profesi dan telah mengucapkan sumpah berdasarkan peraturan
perundangan yang berlaku dan berhak melakukan pekerjaan kefarmasian di Indonesia sebagai
apoteker.

Menurut KEPMENKES RI No.1027/MENKES/SK/IX/2004 Tentang Standar


Pelayanan Kefarmasian di Apotek, Apotek adalah tempat tertentu, tempat dilakukan
pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada
masyarakat. Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika.

Menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menyebutkan


bahwa praktik kefarmasian meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu Sediaan Farmasi,
pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian Obat, pelayanan Obat atas Resep
dokter, pelayanan informasi Obat serta pengembangan Obat, bahan Obat dan Obat tradisional
harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Menurut Undang- Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Standar Pelayanan


Kefarmasian di Apotek , pasal 5 berbunyi untuk menjamin mutu pelayanan kefarmasian di
apotek, harus dilakukan evaluasi mutu pelayananan kefarmasian.Pasal 6 berbunyi
penyelenggaraan pelayanan kefarmasian di apotek harus menjamin ketersediaan sediaan
farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang aman, bermutu, bermanfaat, dan
terjangkau.

Menurut Undang- Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Standar Pelayanan


Kefarmasian di Apotek , pelayanan farmasi klinik di Apotek merupakan bagian dari
Pelayanan Kefarmasian yang langsung dan bertanggung jawab kepada pasien berkaitan dengan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dengan maksud mencapai
hasil yang pasti untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.

Pelayanan farmasi klinik meliputi: 1. pengkajian Resep; 2. dispensing; 3. Pelayanan


Informasi Obat (PIO); 4. konseling; 5. Pelayanan Kefarmasian di rumah (home pharmacy
care); 6. Pemantauan Terapi Obat (PTO); dan 7. Monitoring Efek Samping Obat (MESO).

A. Pengkajian Resep Kegiatan pengkajian Resep meliputi administrasi, kesesuaian


farmasetik dan pertimbangan klinis.
B. Kajian administratif meliputi: 1. nama pasien, umur, jenis kelamin dan berat badan;
2. nama dokter, nomor Surat Izin Praktik (SIP), alamat, nomor telepon dan paraf; dan
3. tanggal penulisan Resep.
C. Kajian kesesuaian farmasetik meliputi: 1. bentuk dan kekuatan sediaan; 2. stabilitas;
dan 3. kompatibilitas (ketercampuran Obat).
D. Pertimbangan klinis meliputi: 1. ketepatan indikasi dan dosis Obat; 2. aturan, cara
dan lama penggunaan Obat; 3. duplikasi dan/atau polifarmasi; 4. reaksi Obat yang tidak
diinginkan (alergi, efek samping Obat, manifestasi klinis lain); 5. kontra indikasi; dan
6. interaksi.
Jika ditemukan adanya ketidaksesuaian dari hasil pengkajian maka Apoteker harus
menghubungi dokter penulis Resep.
Menurut saya hal yang dapat dianalisis pada undang-undang yang berlaku ini dengan
kenyataan di lapangan/ apotek adalah dari pengkajian resep , dispensing , pelayanan informasi
obat saja yang saya lihat dilakukan diapotek, tentang pemantauan terapi obat dan monitoring
efek samping jarang dilakukan pada apotek, maka perlunya adanya penegasan tentang hal ini
agar tujuan terapi pasien dapat tercapai.

Menurut Undang- Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Standar Pelayanan


Kefarmasian di Apotek , Dispensing terdiri dari penyiapan, penyerahan dan pemberian
informasi Obat. Setelah melakukan pengkajian Resep dilakukan hal sebagai berikut:

1. Menyiapkan Obat sesuai dengan permintaan Resep: - menghitung kebutuhan jumlah Obat
sesuai dengan Resep; - mengambil Obat yang dibutuhkan pada rak penyimpanan dengan
memperhatikan nama Obat, tanggal kadaluwarsa dan keadaan fisik Obat.

2. Melakukan peracikan Obat bila diperlukan


3. Memberikan etiket sekurang-kurangnya meliputi: - warna putih untuk Obat dalam/oral; -
warna biru untuk Obat luar dan suntik; - menempelkan label “kocok dahulu” pada sediaan
bentuk suspensi atau emulsi.

4. Memasukkan Obat ke dalam wadah yang tepat dan terpisah untuk Obat yang berbeda untuk
menjaga mutu Obat dan menghindari penggunaan yang salah.

Setelah penyiapan Obat dilakukan hal sebagai berikut: 1. Sebelum Obat diserahkan kepada
pasien harus dilakukan pemeriksaan kembali mengenai penulisan nama pasien pada etiket, cara
penggunaan serta jenis dan jumlah Obat (kesesuaian antara penulisan etiket dengan Resep); 2.
Memanggil nama dan nomor tunggu pasien; 3. Memeriksa ulang identitas dan alamat pasien;
4. Menyerahkan Obat yang disertai pemberian informasi Obat; 5. Memberikan informasi cara
penggunaan Obat dan hal-hal yang terkait dengan Obat antara lain manfaat Obat, makanan dan
minuman yang harus dihindari, kemungkinan efek samping, cara penyimpanan Obat dan lain-
lain; 6. Penyerahan Obat kepada pasien hendaklah dilakukan dengan cara yang baik, mengingat
pasien dalam kondisi tidak sehat mungkin emosinya tidak stabil; 7. Memastikan bahwa yang
menerima Obat adalah pasien atau keluarganya; 8. Membuat salinan Resep sesuai dengan
Resep asli dan diparaf oleh Apoteker (apabila diperlukan); 9. Menyimpan Resep pada
tempatnya; 10. Apoteker membuat catatan pengobatan pasien dengan menggunakan Formulir
5 sebagaimana terlampir.

Apoteker di Apotek juga dapat melayani Obat non Resep atau pelayanan swamedikasi.
Apoteker harus memberikan edukasi kepada pasien yang memerlukan Obat non Resep untuk
penyakit ringan dengan memilihkan Obat bebas atau bebas terbatas yang sesuai.
Menurut analasis saya tentang dispensing yang dilakukan di Apotek Sanata Dharma
Realino adalah pasien datang ke apotek untuk menebus obat yang telah di resepkan dokter, lalu
dilayani oleh apoteker yang berjaga, resep di kaji terlebih dahulu lalu menghitung kebutuhan
jumlah obat sesuai dengan resep sudah sesuai, mengambil obat yang dibutuhkan pada rak
penyimpanan dengan memperhatikan nama obat juga sudah dilakukan dengan apoteker secara
ahli mungkin karena sudah terbiasa, menentukan tanggal kadaluwarsa obat tidak dilakukan
biasanya sudah terdapat pada kemasan obat kecuali sediaan racikan ditentukan tanggal
kadaluarasanya. Melakukan peracikan jika dipelukan diruang peracikan , menurut yang saya
amati ruang racikannya sudah memenuhi standar dan bersih. Lalu setelah obat-obat yang
dibutuhkan sudah lengkap diberi etiket, etiket yang digunakan sudah memenuhi aturan yaitu
etiket putih untuk obat oral , etiket biru untuk obat luar dan suntik dan memberikan label “
kocok terlebih dahulu” pada sedian sirup. Kemudian obat dimasukan ke dalam wadah plastik
secara terpisah untuk menjaga kualitas obat dan menghindari penggunaan yang salah yang
dapat merugikan pasien.
Setelah obat yang ditebus lengkap, apoteker memanggil nama pasien untuk penyerahan
obat, apoteker memberikan konseling terkait dengan penggunaan obat , cara penyimpanan dan
efek samping obat.Penyerahan obat kepada pasien seharusnya dengan ramah, namun disini
yang saya lihat apotekernya agak judes, jadi apoteker perlu meramahkan diri agar pasien tidak
emosi. Kemudian dibuat salinan resep sudah sesuai.
Pada pelayanan swamedikasi atau non resep di apotek juga sudah sesuai dengan
peraturan yang ada. Apoteker biasanya menannyakan keluhan pasien dan membantu pasien
untuk memilih obat yang sesuai dan memberikan edukasi terkait cara penggunaan dan cara
penyimpanan. Berkaitan dengan apotek yang diamati adalah apotek pendidikan makan semua
sudah mematuhi aturan yang berlaku.

Anda mungkin juga menyukai