Anda di halaman 1dari 32

PHARMACEUTICAL CARE

Rangkuman “A Practical Guide to Pharmaceutical Care”


Bab 1-5, PCNE, Bab 11

Oleh:
Virandita Diandra (2019000095)
Kelas: C

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PANCASILA
2019
BAB 1
KASUS UNTUK PHARMACEUTICAL CARE

Pendahuluan
Dalam situasi-situasi pengobatan yang berhubungan dengan pasien, apoteker memiliki posisi
untuk membuat suatu keputusan. Apoteker bisa menyadari suatu masalah, bisa menginstruksikan
kepada pasien untuk mendiskusikan masalah mereka dengan dokter. Apoteker bisa mencoba
menyelesaikan masalah dengan konseling atau menelfon dokter. Apoteker dapat mencari tahu
apa yang sebenarnya terjadi pada pasien, mengidentifikasi masalah yang mungkin terjadi, dan
bekerja bersama pasien dan dokternya untuk memastikan bahwa pengobatan yang tepat sudah
diterima dan pasien mendapatkan hasil yang diharapkan dari pengobatan tersebut.

Pharmaceutical care sebagai filosofi baru


Menyediakan pharmaceutical care berarti mengimplementasikan filosofi praktek di mana
apoteker bertanggung jawab untuk melakukan hal-hal yang disebutkan pada bagian pendahuluan.
Apoteker harus menyediakan pharmaceutical care dan juga menciptakan lingkungan kerja yang
mendukung proses pharmaceutical care.
Sumber: Sorofman BA: The University of Iowa Farmasi
College of Pharmacy. Ada pharmaceutical care Tidak ada sistem
sebagai sistem pendukung pendukung
Apoteker Aktivitas pharmaceutical Pharmaceutical care ideal Pharmaceutical care tidak
care lengkap
Tidak ada aktivitas Dispensing seperti biasa, Dispensing seperti biasa
pharmaceutical care mahal, dengan
pharmaceutical care yang
lalai
Apoteker memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa semua hal harus berfokus kepada
pasien dan mengedepankan kebutuhan pasien. Hal yang harus diketahui oleh apoteker adalah:
1. pasien perlu dan layak mendapatkan pelayanan pharmaceutical care.
2. Apoteker memiliki banyak hal yang dapat diberikan kepada pasien berupa kemampuan
untuk membantu memberikan manfaat jangka panjang kepada pasien.

Dari Produk ke Pasien


Robert Cipolle (Drugs Don’t Have Doses-People Have Doses! 1986) mendefinisikan peran
apoteker sebagai penyelesai masalah klinis dan bicara secara langsung mengenai perubahan
orientasi filosofi praktek kefarmasian dari berorientasi ke produk menjadi berorientasi ke pasien.

Definisi pharmaceutical care (Hepler & Strand)


Pharmaceutical care adalah penyediaan terapi obat yang bertanggungjawab terhadap tujuan
terapi berupa peningkatan kualitas hidup pasien. Hasil yang diharapkan yaitu:
1. Sembuhnya suatu penyakit
2. Hilangnya atau berkurangnya gejala
3. Menghentikan atau memperlambat penyakit
4. Mencegah penyakit atau gejala.

Fungsi pharmaceutical care:


1. Identifikas DRP potensial dan aktual
2. menyelesaikan DRP aktual
3. Mencegah DRP potensial.

Pharmaceutical care adalah bagina dari pelayanan kesehatan yang sangat diperlukan, dan
harus diintegrasikan dengan bagian pelayanan kesehatan lainnya. Hubungan yang mendasar pada
pharmaceutical care merupakan hubungan di mana pasien memberikan otoritas kepada penyedia
pelayanan kesehatan dan penyedia pelayanan kesehatan memberikan kompetensi dan
komitmennya kepada pasien.

Karakteristik pharmaceutical care:


1. Hubungan profesional dibangun dan dijaga.
2. Informasi medis yang spesifik tentang pasien dikumpulkan dengan tertata, direkam dan
dijaga.
3. Informasi medis yang spesifik tentang pasien dievaluasi
4. Rencana terapi obat dibuat bersama pasien
5. Apoteker harus memastikan pasien telah mendapatkan semua informasi dan pengetahuan
untuk melanjutkan pengobatan.
6. Apoteker harus meninjau, memonitor, dan memodifikasi rencana terapetik yang tepat dan
diperlukan.

Hubungan terapetik
Salah satu aspek yang sangat penting dari pharmaceutical care adalah terbentuknya hubungan
terapetik (therapeutic relationship) antara pasien dan apoteker. Karena pasien berperan secara
langsung dalam pelayanan kesehatan mereka, maka diperlukan hubungan yang dilandaskan rasa
saling percaya dan kolaboratif dengan penyedia pelayanan kesehatan. Apoteker dapat
berkontribusi dalam hubungan terapetik dengan cara:
 Mementingkan kebaikan pasien
 menjaga sikap yang tepat untuk kebaikan pasien
 menggunakan pengetahuan dan kemampuan profesional demi kebaikan pasien

Pharmaceutical care adalah filosofi yang pada intinya merupakan tentang rasa peduli.
Tindakan yang dapat dilakukan mencakup: apoteker menghabiskan waktu dengan pasien untuk
memastikan mereka mengerti cara menggunakan obat atau bekerja dengan tenaga kesehatan lain
untuk membuat sistem yang dapat memastikan pasien mendapatkan rejimen pengobatan yang
disetujui.
Pada proses follow-up, apoteker harus mencari jawaban atas pertanyaan berikut: apakah
pengobatan yang diberikan efektif untuk pasien? Apakah pasien sembuh atau apakah kondisinya
terkontrol? Apakah tujuan terapi yang telah ditetapkan tercapai? Apakah rejimen pengobatannya
menimbulkan masalah baru?
Pharmaceutical care diperlukan karena berbagai alasan, salah satunya karena kekurangan
dalam sistem distribusi dan penggunaan obat. Pharmaceutical care juga berfungsi sebagai respon
terhadap masalah di sistem, masalah seperti ketidakpatuhan obat dan medication errors
(kesalahan pengobatan). Banyak masalah pengobatan terjadi dan tidak teridentifikasi karena
apoteker tidak berusaha mencarinya. Oleh sebab itu, diperlukan hubungan antara pasien dan
apoteker yang lebih efektif untuk membantu menyelesaikan masalah-masalah tersebut.
Pharmaceutical care berarti apoteker fokus tentang berapa banyak orang yang sudah dibantu,
bukan berapa banyak resep yang sudah dikerjakan.
Penelitian menunjukan bahwa kebutuhan obat pasien juga meningkat, hal ini merupakan
kesempatan untuk apoteker namun juga bisa berdampak terhadap outcome terapi bila masalah
tersebut tidak diatasi. Masalah itu bisa diatasi bila apoteker lebih aktif menjalankan perannya di
bidang komunitas.
Apoteker juga berperan dalam biaya pengobatan dan outcome pasien. Pada suatu penelitian
oleh Johnson dan Bootman, diketahui bahwa penurunan biaya kesehatan dapat dicapai bila
farmasi memberikan intervensi untuk mengatasi masalah yang berkaitan dengan obat. Pada suatu
penelitian, apoteker dalam 6 farmasi komunitas membantu meningkatkan kepatuhan pasien dan
mengendalikan tekanan darah pada pasien hipertensi. Christensen et al, pada penelitiannya
menemukan bahwa pemberian insentif finansial untuk apoteker menyebabkan pelayanan lebih
banyak diberikan dan didokumentasikan dibandingkan dengan kelompok kontrol.
Perubahan praktek kefarmasian menjadi berlandaskan filosofi pharmaceutical care sangat
diperlukan, Profesi apoteker dapat berfokus kepada kebutuhan pelayanan kesehatan, atau bila
profesi apoteker tidak melakukannya, profesi ini bisa saja punah.

Kurva Sigmoid: Proses Berkembang


Tinggi kurva menggambarkan sukses dan lebarnya menggambarkan waktu. Saat proses baru
didimula ketidakpastian dan hal-hal yang tidak efisien menyebabkan kurva ke arah negatif.
Seiring berjalannya waktu, masalah dapat terasi dan kurva mengarah ke atas.

Pharmaceutical care bukanlah trend yang berlalu, tetapi merupakan masa depan farmasi.
Hal tersebut dapat diraih dengan cara berkomitmen terhadap cara baru melakukan pekerjaan
kefarmasian, dan mengambil langkah yang konkret.
BAB 2
IDENTIFIKASI MASALAH TERAPI OBAT

Pendahuluan
Tujuan pharmaceutical care adalah untuk mencegah terjadinya masalah terapi obat sebelum
masalah itu terjadi dan menyelesaikan masalah yang telah terjadi.Apoteker bekerjasama dengan
pasien dan penyedia pelayanan kesehatan lainnya untuk meningkatkan kesehatan, mencegah
penyakit dan memastikan bahwa regimen terapi obat yang diterima pasien sudah aman dan
efektif.

Siklus Pharmaceutical
M
fo Ib
m
it-u
n
lwp
a
d
r
B
g
ek
s
.jT
h
c Care

Apoteker pada awalnya akan bertanya bagaimana dia harus bertindak, apakah pasien mempunyai
masalah terapi obat? Jika jawabannya iya, maka apoteker harus segera bertindak. Langkah
selanjutnya yaitu untuk mendeterminasikan apa yang akan dia lakukan berikutnya, yang
melibatkan tujuan terapetik. Lalu apoteker harus memutuskan bagaimana cara yang terbaik untuk
mencapai tujuan. Pada poin ini, apoteker mengembangkan dan mengimplementasikan rencana
pelayanan. Setelah menetapkan rencana, langkah terakhir yaitu menindaklanjuti dan monitoring
untuk menetapkan apakah tujuan terapetik sudah tercapai.
Jika tujuan telah tercapai, siklus akan berhenti sampai ketika apoteker perlu mengevaluasi
pasien. Jika tujuan belum tercapai, atau jika kemudian pasien mengalami masalah terapi obat,
siklus pelayanan akan dimulai kembali. Setiap apoteker mendeteksi terjadinya masalah terapi
obat, hal tersebut merupakan petunjuk untuk segera bertindak.

Drug Therapy Problem (Masalah Terapi Obat), Bukan Medical Problems (Masalah
Kesehatan)
Masalah kesehatan berkaitan dengan perubahan fisiologi yang berujung pada kerusakan klinis.
Masalah terapi obat adalah masalah pasien yang disebabkan obat atau masalah tersebut dapat
diselesaikan dengan pengobatan. Contoh: pasien hipertensi memerlukan terapi farmakologi.
Hipertensi merupakan masalah kesehatan, dan keperluan terapi untuk hipertensi adalah masalah
terapi obat.
Menemukan masalah terapi obat
Apoteker dapat mengidentifikasi masalah terapi obat dengan cara analisis resep dan
mengumpulkan informasi tambahan agar tujuan pengobatan yang diinginkan tercapai.

5 tahap proses pharmaceutical care:


1. Hubungan profesional dengan pasien harus dibangun
2. Informasi medis tentang pasien dikumpulkan dengan rapih, direkam dan dijaga
3. Informasi medis tentang pasien dievaluasi dan rencana terapi obat dibuat secara mutual
dengan pasien
4. Apoteker memastikan bahwa pasien memiliki semua informasi dan pengetahuan yang
diperlukan untuk menjalankan rencana pengobatan dengan baik
5. Apoteker harus meninjau, memonitor dan memodifikasi rencana terapeutik yang tepat
dan diperlukan, dengan bekerja sama dengan pasien dan tenaga kesehatan lain.

5 kebutuhan pasien yang berkaitan dengan obat:


1. Pasien mempunyai indikasi yang tepat untuk tiap obat yang digunakan
2. Terapi obat pasien efektif pada pasien tersebut
3. Obat yang digunakan pasien amanPasien patuh terhadap aturan pengobatan dan aspek
lainnya dalam rencana terapi
4. Pasien memiliki semua obat yang diperlukan untuk mengatasi indikasi yang belum
diobati

Masalah yang muncul karena kebutuhan yang berkaitan Penyebab


dengan obat tidak terpenuhi
Kebutuhan yang Masalah terapi obat
berkaitan dengan obat
Ketepatan indikasi 1. Terapi obat yang Tidak ada indikasi
tidak diperlukan Penggunaan obat karena adiksi/untuk rekreasi
Terapi non-obat lebih tepat
Terapi duplikasi
Mengobati efek samping yang dapat dicegah
efektivitas 6. Salah obat Bentuk sediaan tidak tepat
Kontraindikasi
Tidak efektif
Salah indikasi
Obat yang lebih efektif tersedia
11. Dosis terlalu rendah Salah dosis
Frekuensi tidak tepat
Durasi tidak tepat
Penyimpatan tidak tepat
Administrasi tidak tepat
Interaksi obat
Keamanan 17. Reaksi obat yang obat tidak aman untuk pasien
tidak diinginkan Reaksi alergi
Administrasi tidak tepat
Interaksi obat
Dosis ditingkatkan atau diturunkan terlalu cepat
Efek yang tidak diinginkan
23. Dosis terlalu tinggi Salah dosis
Frekuensi tidak tepat
Durasi tidak tepat
Interaksi obt
Kepatuhan 27. Ketidakpatuhan Produk obat tidak tersedia
Tidak mampu membeli obat
Tidak bisa menelan/menggunakan obat
Tidak paham instruksi
Pasien lebih memilih untuk tidak menggunakan obat
Indikasi yang tidak 32. Terapi tambahan Kondisi yang tidak diatasi
diatasi diperlukan Terapi sinergis
Terapi profilaksis
Sumber: QnA from the pharmaceutical care project in Minnesota

Masalah terapi obat dapat bersifat aktual dan potensial.


Masalah terapi obat yang aktual berarti sudah terjadi maka apoteker harus memperbaiki masalah
itu, sedangkan potensial berarti mungkin terjadi dan apoteker harus memberikan intervensi untuk
mencegah terjadinya masalah tersebut. Masalah terapi obat yang potensial juga merupakan
masalah yang dicurigai apoteker namun belum mendapatkan data yang cukup untuk
mengidentifikasi masalah tersebut.
PCNE (Versi 8)

Klasifikasi Dasar
Kode Domain primer
Masalah P1 Efektivitas pengobatan
(potensial juga) P2 Keamanan pengobatan
P3 Lainnya
Penyebab C1 Pemilihan obat
(termasuk kemungkinan C2 Bentuk obat
penyebab masalah potensial)
C3 Seleksi dosis
C4 Lama pengobatan
C5 Dispensing
C6 Penggunaan obat
C7 Terkait pasien
C8 Lainnya
Intervensi yang Direncanakan I0 Tidak ada intervensi
I1 Tingkat prescriber
I2 Tingkat pasien
I3 Tingkat obat
I4 Lainnya
Penerimaan Intervensi A1 Penerimaan intervensi
A2 Tidak ada penerimaan intervensi
A3 Lainnya
Status dari DRP O0 Status masalah yang tidak diketahui
O1 Masalah terselesaikan
O2 Masalah terselesaikan sebagian
O3 Masalah tidak terpecahkan

Masalah – Masalah
Domain Primer Kode Masalah
Efektivitas Pengobatan P1.1 Tidak ada efek terapi obat / kegagalan terapi
P1.2 Efek pengobatan obat tidak optimal
P1.3 Gejala atau indikasi yang tidak diobati
Keamanan Pengobatan P2.1 Kejadian obat yang merugikan (mungkin) terjadi
Lainnya P3.1 Masalah dengan efektivitas biaya pengobatan
P3.2 Pengobatan obat yang tidak perlu
P3.3 Masalah / keluhan yang tidak jelas

Penyebab (termaksud kemungkinan penyebab masalah potensial)


Domain Primer Kode Penyebab
Seleksi Obat C1.1 Obat yang tidak sesuai menurut pedoman/formularium
C1.2 Obat yang tidak sesuai (kontraindikasi)
C1.3 Tidak ada indikasi untuk obat
C1.4 Kombinasi obat yang tidak tepat
C1.5 Duplikasi yang tidak tepat dari kelompok terapeutik
C1.6 Tidak ada pengobatan meskipun ada indikasi
C1.7 Terlalu banyak obat yang diresepkan untuk indikasi
Form Obat C2.1 Form obat yang tidak sesuai
Seleksi Dosis C3.1 Dosis obat terlalu rendah
C3.2 Dosis obat terlalu tinggi
C3.3 Regimen dosis tidak cukup sering
C3.4 Rejimen dosis terlalu sering
C3.5 Penginformasian waktu dosis salah, tidak jelas atau hilang
Durasi Pengobatan C4.1 Lama pengobatan terlalu singkat
C4.2 Lama pengobatan terlalu lama
Penyerahan C5.1 Obat yang diresepkan tidak tersedia
C5.2 Informasi yang diperlukan tidak disediakan
C5.3 Obat, kekuatan atau dosis yang disarankan salah (OTC)
C5.4 Obat atau kekuatan yang tidak ada
Proses Penggunaan Obat C6.1 Waktu pemberian dan / interval pemberian dosis tidak tepat
C6.2 Pengunaan obat kurang
C6.3 Penggunaan obat berlebihan
C6.4 Obat tidak diberikan sama sekali
C6.5 Obat yang salah diberikan
Terkait Pasien C7.1 Pasien menggunakan / mengambil lebih sedikit obat daripada
yang ditentukan atau tidak ambil obatnya sama sekali
C7.2 Pasien menggunakan / mengambil lebih banyak obat daripada
yang ditentukan
C7.3 Penggunaan obat berlebihan yang tidak diatur
C7.4 Pasien menggunakan obat yang tidak perlu
C7.5 Obat berinteraksi dengan makanan
C7.6 Obat pada pasien tidak tepat
C7.7 Interval waktu atau interval dosis yang tidak tepat
C7.8 Pasien menggunakan obat dengan cara yang salah
C7.9 Pasien tidak dapat menggunakan obat sesuai petunjuk
Lainnya C8.1 Tidak ada atau pemantauan hasil yang tidak sesuai
C8.2 Penyebab lainnya
C8.3 Tidak ada penyebab yang jelas

Intervensi yang Direncanakan


Domain Primer Kode Intervensi
Tidak Ada Intervensi I0.1 Tidak Ada Intervensi
Tingkat Preskriber I1.1 Hanya informasi yang diinformasikan
I1.2 Preskriber meminta informasi
I1.3 Intervensi diusulkan kepada prescriber
I1.4 Intervensi didiskusikan dengan prescriber
Tingkat Pasien I2.1 Konseling pasien (obat-obatan)
I2.2 Informasi tertulis disediakan (hanya)
I2.3 Pasien dirujuk ke prescriber
I2.4 Disampaikan kepada anggota keluarga
Tingkat Obat I3.1 Obat diubah menjadi….
I3.2 Dosis diubah menjadi….
I3.3 Formulasi diubah menjadi ... ..
I3.4 Instruksi penggunaan diubah menjadi ... ..
I3.5 Obat dihentikan
I3.6 Obat baru dimulai
Intervensi Lainnya I4.1 Intervensi lainnya
I4.2 Efek samping dilaporkan kepada ahli

Penerimaan Proposal Intervensi


Domain Primer Kode Implementasi
Intervensi Diterima A1.1 Intervensi diterima dan sepenuhnya dilaksanakan
A1.2 Intervensi diterima, sebagian dilaksanakan
A1.3 Intervensi diterima tetapi tidak diimplementasikan
A1.4 Intervensi diterima, implementasi tidak diketahui
Intervensi Tidak A2.1 Intervensi tidak diterima: tidak layak
Diterima A2.2 Intervensi tidak diterima: tidak ada kesepakatan
A2.3 Intervensi tidak diterima: alasan lain
A2.4 Intervensi tidak diterima: alasan yang tidak diketahui
Lainnya A3.1 Intervensi yang diusulkan, penerimaan tidak diketahui
A3.2 Intervensi tidak diusulkan

Status Dari DRP


Domain Primer Kode Hasil Akhir Dari Intervensi
Tidak diketahui O0.1 Status masalah tidak diketahui
Terselesaikan O1.1 Masalah benar-benar terselesaikan
Sebagian Terselesaikan O2.1 Masalah sebagian terselesaikan
Tidak Terselesaikan O3.1 Masalah tidak terselesaikan, kurangnya kerjasama
pasien
O3.2 Masalah tidak terselesaikan, kurangnya kerjasama
prescriber
O3.3 Masalah tidak terselesaikan, intervensi tidak efektif
O3.4 Tidak perlu atau kemungkinan untuk menyelesaikan
masalah

BAB 3
PENGUMPULAN DATA PASIEN

Pengumpulan data pasien lebih baik dilakukan dengan cara beberapa kali wawancara singkat
dibandingkan 1 kali wawancara yang panjang. Wawancara dengan pasien harus mencakup
pengumpulan informasi yang terbaru mengenai pasien sesuai kebutuhan.

Data subjektif dan objektif.


Data subjektif tidak bisa diukur secara langsung dan tidak selalu akurat atau dapat direproduksi.
Data subjektif seringkali diberikan oleh pasien. Contoh: riwayat kesehatan pasien, keluhan
utama, riwayat penyakit, status aktivitas dan kesehatan secara umum, dan riwayat sosial. Data
objektif dapat diukur, diamati, dan tidak dipengaruhi emosi atau prasangka. Kebanyakan data
objektif adalah berupa angka. Contoh: tanda vital, pemeriksaan lab seperti kadar lipid dalam
darah.
Banyak apoteker menganggap riwayat medis merupakan data subjektif karena merupakan
bagian dari riwayat pasien dan didapatkan langsung dari pasien. Apoteker lain menganggap
bahwa hanya praktisi kesehatan yang terlatih yang boleh mengumpulkan riwayat medis, dan
dengan begitu, riwayat medis dapat diukur.

Hubungan terapeutik.
Merupakan responsibilitas antara apoteker dan pasien yang setuju untuk bekerja sama untuk
mencapai hasil terbaik dari terapi obat.

Wawancara dengan pasien.


Data yang harus dikumpulkan:
1. Informasi demografis, termasuk status keuangan pasien
2. Status aktivitas dan kesehatan, termasuk diet, olahraga, dan informasi sosial
3. Riwayat medis
4. Riwayat pengobatan
5. Riwayat penyakit
6. Pemikiran dan perasaan pasien mengenai kondisi atau penyakit mereka

Informasi yang didapat harus akurat, terjadi pada saat yang tepat, san lengkap. Informasi diatur
dan direkam agar mudah didapatkan kembali, mudah di-update seperlunya, dan dijaga
kerahasiaannya.

Interaksi interpersonal yang baik saat wawancara.


1. Menyapa pasien, memperkenalkan diri, senyum dan menjabat tangan pasien
2. Mengantarkan pasien je ruang konsultasi
3. Menjelaskan mengenai apa yang akan terjadi saat wawancara
4. Memberi tahu pasien waktu yang diperlukan untuk wawancara
5. Nada bicara harus bersahabat dan tetap profesional
6. Perhatikan bahasa tubuh, gunakan tatapan yang bersahabat
7. Mengajukan pertanyaan open-ended, yaitu yang bermula dengan kata "siapa" "apa" "di
mana" "kapan" "mengapa" "bagaimana"

Waktu yang paling tepat untuk melakukan wawancara adalah segera saat masalah dicurigai atau
saat pasien membutuhkan bantuan apoteker.

Seringkali juga diperlukan pertanyaan untuk mendorong pasien agar memberikan informasi
lebih, contoh:
1. Lokasi: "di mana gejala dirasakan/di mana masalah terjadi?"
2. Kualitas: "bagaimana rasanya?"
3. Kuantitas: "bagaimana tingkat keparahannya?"
4. Waktu: "sudah berapa lama/seberapa sering hal itu terjadi?"
5. Setting: "bagaimana itu terjadi?"
6. Faktor modifikasi: "apa yang dapat memperburuk atau memperbaiki hal itu?"
7. Gejala: "apa gejala lain yang dirasakan?"

3 pertanyaan utama (3 prime questions)


1. Apa yang dokter katakan tentang kegunaan pengobatan ini?
2. Bagaimana dokter menjelaskan mengenai penggunaan pengobatan ini?
3. Apa yang dokter katakan mengenai hal i yang dapat anda harapkan dari pengobatan ini?

Data lain yang dapat dikumpulkan:


komentar keluarga pasien mengenai kondisi pasien, masukan dari tenaga kesehatan lain (dokter,
perawat, apoteker lain). Apoteker juga dapat melakukan teknik penilaian fisik seperti test
glukosa darah.

Formulir pengumpulan data:


1. Data demografik pasien
2. Penggunaan obat resep dan nonresep
3. Riwayat sosial dan keluarga
4. Riwayat medis
5. Keluhan atau gejala yang mengindikasikan seberapa efektif obat bekerja
6. kemungkinan efek samping atau kondisi yang tidak diobati yang memerlukan intervensi
apoteker atau rujukan ke dokter

Data demografis: nama, alamat, nomor telfon rumah dan kantor, waktu terbaik untuk menelfon,
tanggal lahir, jenis kelamin, etnis, tinggi, berat badan.
Riwayat sosial: pekerjaan, status ekonomi dan insurance, konsumsi kafein, alkohol, dan
tembakau. Riwayat sosial dapat membantu apoteker membuat rencana pengobatan yang efektif
untuk pasien.

Riwayat pengobatan: obat resep dan nonresep, obat herbal, suplemen, dosis, bentuk sediaan,
rute pemberian, durasi terapi, indikasi masing-masing obat. Tanyakan apa yang pasien rasakan
mengenai obat yang digunakan.

Riwayat medis: disebut juga riwayat status penyakit. Apoteker harus menentukan mana
penyakit yang diderita pasien dan mana pengobatan yang digunakan untuk mengatasi penyakit
tersebut. Data objektif diperlukan untuk menilai status penyakit pasien seperti tanda vital, peak
expiratory flow rates, glukosa darah, profil lipid, parameter koagulasi.

Formulir patient information release.


Release form adalah dokumen legal yang ditandatangani pasien yang memberikan dokter atau
rumah sakit izin formal untuk memberikan informasi tertentu untuk pihak lain, seperti apoteker.
Saat menggunakan formulir ini, apoteker harus memastikan bahwa data yang diminta benar-
benar diperlukan.
BAB 4
EVALUASI DATA PASIEN

Pendekatan Sistematis
Pendekatan yang terbaik adalah menggunakan metode sistemik dan dapat direproduksi.
Dengan mengikuti metode yang sistematik, apoteker mampu melihat apa yang
dibutuhkan dan masalah apa yang merupakan masalah terapi obat, mengidentifikasi masalah
potensial, atau mengumpulkan lebih banyak informasi.

Membandingkan masalah dan pengobatan


Apoteker perlu menjawab dua pertanyaan dasar, yaitu:
1. Apakah semua kondisi pasien sudah teratasi?
2. Apakah obat yang diberikan sudah dapat mengatasi kondisi pasien?

Terapi nonfarmakologi yang umum adalah diet, olah raga dan pembedahan. Diet dan olah
raga terutama adalah terapi nonfarmakologi yang penting untuk pasien dengan diabetes,
hipertensi, dan kondisi kronis lainnya. Terapi nonfarmakologi tambahan “watchful waiting”
adalah bentuk pemantauan pasien secara intensif. Dokter menggunakannya ketika manfaat dari
memulai terapi obat mungkin tidak melebihi resikonya. Pasien dengan disritmia jantung tertentu
seperti kontraksi ventrikel prematur atau pasien yang mungkin mengalami hipertensi, sering
ditangani dengan cara ini. “Watchful waiting” tidak sama dengan tidak melakukan apa-apa.
Tujuannya adalah untuk memantau pasien dengan seksama.

Indikasi yang tidak diobati


Ketika apoteker menemukan bahwa ada penyakit yang tidak diatasi dengan pengobatan atau
terapi tanpa obat, apoteker dapat menyimpulkan bahwa pasien mengalami DRP yaitu adanya
indikasi yang tidak diobati. Namun, jika terdapat satu atau lebih gejala yang belum diobati,
apoteker tidak dapat langsung menyimpulkan bahwa pasien mendapatkan DRP. Hanya setelah
gejala tersebut dievaluasi dan dinilai bahwa gejala tersebut bukan disebabkan oleh obat, maka
apoteker dapat menyatakan bahwa terapi tambahan mungkin dibutuhkan dan pasien mengalami
DRP.

Jika apoteker menemukan pasien memiliki indikasi yang tidak diobati, penyebabnya harus
dicari tau. Pada kasus ini, jika pasien harus dirujuk ke perawatan dokter, apoteker tidak boleh
mendiagnosis namun boleh mengamati gejala yang diperlihatkan pasien berhubungan dengan
adanya penyakit yang membutuhkan evaluasi medis dan gejala tersebut umumnya dapat diatasi
dengan terapi obat. Penyebab lain untuk kondisi yang tidak diobati adalah kebutuhan untuk
terapi sinergis atau profilaktik untuk kondisi pasien.
Pertanyaan-pertanyaan yang harus dipertimbangkan:

1. Apakah ada indikasi yang tidak terobati? Mengapa?


2. Apakah pasien memerlukan terapi sinergis sebagai terapi tambahan?
3. Apakah pasien perlu terapi profilaksis?
4. Apakah semua obat pasien berkorelasi dengan kondisi medisnya?
5. Apakah pasien salah menggunakan obat, baik sengaja maupun tidak?
6. Apakah terapi nonfarmakologi dapat menjadi piihan untuk suatu kondisi pasien?
7. Apakah pasien menerima terapi duplikasi tanpa penyebab yang jelas?
8. Apakah ada pemberian obat yang tidak diperlukan untuk mengatasi efek samping?

Indikasi untuk setiap obat

Karena apoteker memastikan bahwa setiap obat memiliki indikasi yang tepat, mereka juga harus
menentukan apakah terapi nonfarmakologi dapat menjadi pilihan.
Jika seorang pasien menggunakan terapi ganda tanpa penyebab yang jelas, hal ini juga
merupakan masalah terapi obat. Apoteker dapat memutuskan apakah terapi ganda adalah
penggunaan obat rasional.
Masalah lainnya yaitu penggunaan obat yang tidak perlu untuk mengobati efek samping
dari obat. Pasien polifarmasi dan lansia memiliki resiko mengalami masalah ini, yang dapat
ditemukan oleh apoteker ketika meninjau indikasi obat pasien. Jika pasien tidak memerlukan
obat yang menyebabkan efek samping, atau jika dapat dengan aman beralih ke obat lain tanpa
efek samping yang sama, maka itu merupakan efek samping yang dapat dihindari.

Keamanan, efikasi dan kepatuhan


Cara terbaik untuk menghindari konflik dengan dokter mengenai keamanan dan efikasi obat
adalah apoteker harus memiliki bukti yang cukup bahwa pasien menunjukkan, atau berisiko
untuk mengalami masalah terapi obat.
Contoh: Seorang apoteker akan mengisi ulang resep digoxin 0,25 mg, yang diminum
sekali sehari, untuk pria berusia 77 tahun. Menggunakan cara praktek lama, apoteker mungkin
menentukan bahwa dosis tersebut cenderung berlebihan. Oleh karena itu potensi masalah terapi
obat pasien akan menjadi dosis yang terlalu tinggi, disebabkan karena dosis salah. Panggilan
telepon ke dokter untuk membahas masalah potensial ini mungkin tidak menyelesaikan masalah,
karena bukti yang apoteker miliki hanya berdasarkan literatur. Dengan model asuhan
kefarmasian, bagaimanapun, apoteker akan mengumpulkan data spesifik pasien seperti denyut
nadi. Jika pasien menunjukkan bradikardia, apoteker akan memiliki informasi yang lebih kuat
untuk mendukung klaim dosis berlebihan.
Apoteker harus meninjau dosis, interval dosis, durasi terapi, dan bentuk sediaan untuk
setiap obat pada daftar obat pasien. Karena praktik ini mengharuskan apoteker untuk meninjau
ulang antara obat dan respon pasien, itu memberikan bukti seberapa baik kebutuhan obat pasien
untuk keamanan dan efikasi terpenuhi.

Ketepatan Dosis

Penilaian terhadap ketepatan dosis obat harus sebisa mungkin dilakukan menggunakan data
spesifik pasien seperti umur, berat badan, obat yang digunakan bersamaan dan penyakit, ibu
hamil atau ibu yang sedang menyusui, dll.
Untuk mengevaluasi secara pasti ketepatan dosis obat, perlu dilakukan penilaian respons
pasien terhadap pengobatan. Jika dosis dibiarkan terlalu rendah tetapi data subjektif dan/data
objektif menunjukkan bahwa pasien memberikan respon terhadap obat, maka sulit untuk
memastikan apakah pasien tersebut memiliki masalah terapi obat yang aktual terkait dosis yang
terlalu rendah.

Frekuensi Pemberian Obat


Apakah waktu pemberian obat tepat, terlalu sering, atau tidak cukup sering? Pertanyaan ini
terkait dengan kebutuhan pasien akan keamanan dan khasiat dari terapi obat dan untuk
mengetahui apakah dosis terlalu tinggi atau terlalu rendah? Interval (frekuensi) dosis dievaluasi
sama halnya dengan kekuatan obat; harus diperiksa juga respon klinis pasien dan toksisitasnya.
Jika tidak ada gejala yang tidak diinginkan, pasien tidak memiliki masalah terapi obat yang
aktual.

Durasi Terapi
Apakah durasi terapi setiap obat yang tepat, terlalu lama atau terlalu singkat? Masalah yang sama
belaku juga untuk kekuatan dan interval dosis. Data spesifik pasien harus dievaluasi, jika
memungkinkan, sebelum apoteker menyimpulkan bahwa adanya masalah, literatur dapat
digunakan untuk memastikan adanya potensi masalah.

Bentuk Obat
Tergantung pada bentuk sediaan yang dipertimbangkan, Apoteker harus mempertanyakan:
 Apakah pasien memiliki ketajaman visual dan ketangkasan manual untuk menyiapkan
dosis secara akurat?
 Akankah bentuk sediaan topikal, tetes telinga, ophtalmik, atau rektal disimpan dan
digunakan dengan benar?
 Apakah pekerjaan dan kegiatan sekolah pasien dapat mencegahnya dari menggunakan
bentuk sediaan dengan benar?
 Jika pasien menggunakan patch, apakah dia mengerti bagaimana menerapkannya dan
seberapa sering mengubahnya?
 Apakah pasien menelan semua bentuk sediaan oral atau apakah dia menghancurkannya?
 Apakah sediaan sustained release digunakan dengan benar?
 Bentuk sediaan cair diukur secara akurat sebelum diberikan? Apakah sediaan cair
tersebut disimpan dengan benar dan dikocok sebelum digunakan?
 Apakah sediaan sublingual digunakan dengan benar?

Obat yang benar atau salah


Pertanyaan yang harus dipertimbangkan:
1. Apakah obat yang diterima pasien merupakan obat yang tepat untuk kondisinya?
2. Apakah pasien memiliki kontraindikasi terhadap obat?
3. Apakah kondisi pasien tidak mampu teratasi oleh terapi?
4. Apakah ada terapi lainnya yang lebih efektif untuk pasien daripada terapi yang ia terima
saat itu?

Kontraindikasi
Jika seorang pasien memiliki kontraindikasi yang jelas terhadap obat, itu juga merupakan pilihan
obat yang salah.. Namun ada yang disebut kontraindikasi relatif adalah masalah penilaian, di
mana apoteker dan dokter tidak akan selalu setuju tentang betapa pentingnya kontraindikasi yang
relatif. Maka dari itu diperlukan informasi yang spesifik mengenai pasien dan pengetahuan lebih
berdasarkan literatur.

Kondisi yang sulit diatasi atau terapi yang lebih efektif


Alasan lain untuk memutuskan obat itu "salah" adalah bahwa kondisi pasien yang sulit diatasi
terhadap terapi. Apakah suatu kondisi telah menjadi refraktor dapat ditentukan jika ada bukti
subjektif atau obyektif, bahwa pasien tidak memberi respon terhadap terapi.
Keputusan rasional pada pilihan terapi obat, serta pemilihan yang berkaitan dengan
dosis, interval dosis, dan durasi terapi, mencerminkan baik seni dan ilmu pengambilan keputusan
farmakoterapi. Apoteker harus menyadari bahwa para profesional yang kompeten dan beritikad
baik dapat dan tidak setuju tentang keputusan ini setiap hari. Mereka mungkin tidak setuju
bahwa ada masalah, apalagi apa yang harus dilakukan.

Masalah kepatuhan
Dalam praktik perawatan farmasi, mengidentifikasi masalah kepatuhan hanyalah langkah
pertama; Apoteker juga harus mencari tahu penyebab ketidakpatuhan pasien.

Efek samping dan interaksi obat

Efek samping yang berkaitan dengan obat-obatan yang tidak aman bagi pasien harus ditemukan
ketika menentukan apakah pasien menggunakan obat yang tepat. Satu jenis efek samping yang
perlu diidentifikasi secara terpisah berhubungan dengan alergi obat. Ketika seorang apoteker
mengevaluasi pasien, dia harus mempertimbangkan apakah salah satu kondisi pasien dapat
dijelaskan oleh reaksi alergi terhadap obat.

Apoteker dapat mengidentifikasi adanya ketidakpatuhan dengan memeriksa data


pengisian untuk hari-hari terapi yang diberikan atau jumlah tablet yang sebenarnya. Penyabab
ketidakpatuhan pasien di antara lain: produk tidak tersedia, sehingga apoteker harus bekerja
dengan dokter dan pasien untuk menemukan terapi alternatif. Meskipun situasi ini merupakan
masalah terapi obat yang sebenarnya, apoteker harus hati-hati mempertimbangkan potensi
kerugian dari beralihnya terapi ketika mengembangkan autoplan.

Peninjauan sistem (ROS)


Area pertama tinjauan sudah tersedia bagi apoteker : tanda-tanda vital pasien. Apoteker harus
memperhatikan temperatur pasien, detak jantung, tekanan darah, atau laju penafasan yang
terpengaruh dari terapi obat dan harus di pantau pada pasien.
Berikut contoh ROS yang dapat dilakukan pada situasi tertentu:
 Obat yang dibersihkan melalui hati dan ginjal: harus mengetahui secara pasti bahwa tidak
ada efek pada kedua organ tersebut, memastikan bahwa fungsi metabolisme organ tidak
memburuk dan diperlukan pengubahan dosis.
 Kadar cairan dan elektrolit pasien dapat dievaluasi melalui menilai tanda-tanda dan gejala
pasien dari edema atau dehidrasi. Kram, kelelahan, lemah otot, atau kejang sebagai bukti
dari ketidakseimbangan elektrolit. Efek dari terapi pasien terhadap kadar cairan dan
elektrolit harus diperhatikan semenjak penggunaan umum dari sistem ini karena diuretic.
 Efek dari obat sistem kardiovaskular: dipertimbangkan apakah pengobatan pasien bisa
mempengaruhi tekanan darah, irama jantung, fungsi jantung, atau lipid darah.
 Pernyakit paru tertentu mungkin kontraindikasi dengan beberapa terapi obat (contohnya,
pasien dengan beta blocker atau estrogen): evaluasi gejala saluran nafas obstruktif atau
riwayat emboli pada pulmonari, pemantauan pada pulmonari ,seperti aliran pernafasan
ekspiratori harus di evaluasi.
 Evalusi pasien dengan sistem hematologi: pemantauan koagulasi, kapasitas menghirup
oksigen atau kemampuan untuk memerangi infeksi setelah penggunaan obat pada pasien.
Evaluasi ini penting untuk pasien dengan obat yang mungkin menyebabkan pendarahan,
pembekuan, anemia, atau immunsupresan.
 Efek dari obat pada sistem endokrin: empertimbangkan apakah pasien dengan glukosa
terkontrol atau fungsi tiroid mungkin mempengaruhi terapi obat, yang mana apakah
terapi obat mempengaruhi pasien gula darah atau kelenjar tiroid.
 Sistem neurologi dan dermatologi: terapi obat sering menimbulkan efek pada system
saraf pusat. Paling banyak ditandai dengan alergi kulit kemerahan.apoteker harus
memastikan seandainya ada perubahan pada system saraf pasien atau pada kulit yang
mungkin terinduksi.
BAB 5
PEMBUATAN RENCANA PERAWATAN PASIEN
(PATIENT CARE PLAN DEVELOPMENT)

"Care plan" merupakan tindakan untuk membantu pasien mencapai tujuan terapi tertentu. Care
plan merupakan produk dari proses pharmaceutical care dan memberikan proses konkret untuk
optimalisasi kesehatan pasien. Untuk membuat suatu care plan, apoteker harus bekerja sama
dengan pasien dan tenaga kesehatan lain. Pasien harus diedukasi mengenai pro dan kontra dari
pilihan-pilihan terapi obat, seperti biaya, efek samping, dan monitor faktor lain yang berkaitan.

Membuat tujuan terapetik.


Tahap pertama membuat care plan: menentukan tujuan yang diharapkan (membuat tujuan
terapeutik) yang juga disetujui oleh pasien. Bila tujuan pasien tidak realistis, tugas apoteker
adalah untuk memberikan edukasi. Apoteker juga harus menyamakan tujuannya dengan tujuan
dokter.

Tujuan terapeutik harus dapat digambarkan dengan baik.


Tujuan tersebut dapat diraih(achievable), dapat diukur (measureable), dan konsisten dengan
responsibilitas profesional.
Seorang praktisi pharmaceutical care yang handal dapat menyatakan tujuannya seperti:
"pasien menunjukan pemahaman akan perlunya kepatuhan terhadap terapi obat dan menebus
ulang 80% resepnya dalam waktu 5 hari berdasarkan waktu yang ditentukan" "Memperlambat
progres komplikasi hipertensi dengan cara pasien menggunakan pengobatannya untuk mencapai
tekanan darah di bawah 140/90" Bila tujuan tidak bisa diukur secara langsung, tujuan harus
fokus terhadap pemahaman pasien mengenai situasinya, atau perbaikan gejala yang dialami
pasien secara subjektif.
Tujuan dan rencana terapi harus dapat dibedakan. Sebagai contoh, tujuan terapi
bukan untuk mengedukasi pasien dan meyakinkannya untuk tidak mengonsumsi sesuatu, karena
hal itu merupakan rencana. Contoh tujuan terapi adalah pasien berhenti mengeluhkan sakit
kepala yang dirasakan.

Prioritas.
Tujuan diprioritaskan berdasarkan seberapa pentingnya pelayanan untuk pasien dengan situasi
tertentu, dengan urutan prioritas:
1. Masalah akut
2. Tingkat keseriusan masalah
3. Persepsi pasien mengenai keseriusan dan urgensi masalah tersebut
4. Potensi untuk memperbaiki masalah
5. Ketepatan apoteker dalam mengatasi masalah
Penyakit yang serius tidak selalu harus diatasi lebih dahulu. Contoh: pasien kanker prostat yang
penyakitnya tidak teratasi walau dengan kemoterapi dan narkotik oral untuk mengatasi nyeri
tulangnya menyebabkan konstipasi. Masalah terapi obat yang dialami pasien: pasien perlu terapi
tambahan untuk kankernya, pasien mengalami efek samping konstipasi. Walau kanker
merupakan masalah yang lebih serius daripada konstipasi, progres kanker lebih lambat daripada
masalah perut yang dialami pasien, maka masalah konstipasi lebih baik diatasi lebih dahulu.

Peninjauan rencana terapi.


Saat pembuatan rencana terapi, apoteker harus menggabungkan semua hal yang diketahui
mengenai pasien: patofisiologi, faktor ekonomi/sosial, sistem pelayanan kesehatan, obat
(farmakologi, bentuk sediaan).
Saat pembuatan rencana tterapi apoteker harus mempertimbangkan alternatif llain,
bekerja sama dengan pasien dan tenaga kesehatan lain. Bila apoteker ingin membuat modifikasi
pengobatan, ia harus mencari alternatif terapi dengan efikasi, keamanan, dan biaya yang
seimbang (dengan pengobatan sebelumnya).

Rencana perawatan (care plan) yang buruk.


Care plan yang buruk biasa terjadi apabila apoteker tidak mempertimbangkan dan menganalisis
pilihan-pilihan yang ada. Care plan harus dimulai sejak awal dengan memastikan apakah pasien
memang memerlukan pengobatan.

Penelitian tambahan kadang diperlukan untuk mencapai keputusan mengenai pilihan


terapi.
 Penyakit pasien
 Konsekuensi yang dialami pasien dari program terapi
 Terapi farmakologi & nonfarmakologi
 Dosis, efek samping, interaksi dari terapi

Intervensi yang berfokus kepada pasien.


Program manajemen penyakit yang baik harus mencakup: intervensi monitoring dan edukasi
pasien yand dilakukan apoteker secara konsisten dan sistematis.
Sebagai contoh, pada program pengobatan asma, apoteker mengedukasi pasien tentang
pengembalian debu, pemicu asma, berhenti merokok, monitor peak flow, teknik menggunakan
inhaler, dan intervensi lainnya yang tidak berhubungan dengan obat.

Intervensi yang berfokus pada obat.


Kemungkinan intervensi: menambah obat, memberhentikan penggunaannya, mengubah obat,
mengubah dosis, interval dosis, atau bentuk sediaan.
Bila apoteker melakukan perubahan mengenai obat, hal itu harus dilakukan dengan spesifik.
Rekomendasi yang tidak spesifik seringkali tidak berguna. Contoh: jangan memberi rekomendasi
berupa golongan obat (misal: ACEI, ARB, penghambat kanal Ca) tapi beri rekomendasi obat
spesifik apa yang sebaiknya digunakan.

Tahap akhir.
Tahapan akhir dalam pembuatan rencana perawatan adalah memformulasikan strategi untuk
mengukur keberhasilan tujuan terapi yang sudah ditetapkan. Strategi tersebut harus menyediakan
data subjektif dan objektif.

Mengimplementasikan rencana perawatan.


Harus dipastikan bahwa pasien mampu mematuhi rencana yang dibuat. Pastikan bahwa pasien
memiliki obatnya dan pengetahuan mengenai obatnya. Implementasi ini merupakan usaha
koperatif antara apoteker, pasien, dan dokter.

Rencana perawatan yang berfokus kepada pasien.


1. Verifikasi pemahaman pasien mengenai rencananya
2. Pastikan pasien memiliki obat-obat dan persediaan yang diperlukan
3. Pastikan bahwa pasien paham akan perlunya follow-up
4. Pastikan bahwa pasien akan berpartisipasi dalam proses monitoring

Untuk memastikan bahwa pasien telah paham, apoteker harus menanyakan pasien untuk
mengulang instruksi yang telah dijelaskan oleh apoteker. "Untuk memastikan bahwa saya telah
menyampaikan semua informasi, apakah anda dapat menjelaskan kembali bagaimana anda
menggunakan obat ini?"

Rencana perawatan yang berkaitan dengan gaya hidup.


Contoh: penurunan berat badan, berhenti merokok, pola makan yang baik, mendapat lebih
banyak tidur, lebih banyak olahraga.

Mekanisme monitoring.
Contoh: pemeriksaan lab, monitor tekanan darah, peak flow meter, kadar glukosa darah.
Apoteker harus memastikan bahwa semua parameter monitor itu harus dimengerti oleh pasien
dan membuat rencana monitor bersama pasien.

Kasus kompleks.
Untuk pasien dengan kasus yang kompleks, apoteker harus mengimplementasikan rencana
perawatan yang fokus kepada pasien, mencakup edukasi pasien tentang:
 Efek insulin pada kondisinya
 Waktu dan jumlah insulin yang digunakan
 Teknik injeksi yang benar
 Penyimpanan insulin yang benar
 Hasil yang diharapkan secara keseluruhan
 Efek samping insulin
 Cara mengatasi reaksi hipoglikemik
 Perhatian yang diperlukan untuk pasien diabetes yang menggunakan insulin
 Pastikan pasien mempunyai alat ukur glukosa darah yang tepat.

Final check.
Pastikan bahwa:
 Pasien sudah merencanakan follow-up dengan dokter
 Pasien tau kapan dan kepada siapa untuk melaporkan pemeriksaan laboratorium lebih
lanjut
 Mekanisme, tanggal, dan waktu follow-up sudah diatur bersama dengan apoteker

Rencana perawatan berfokus obat.


Rekomendasinya berkaitan dengan: obat, dosis, bentuk sediaan, durasi terapi, parameter
monitoring, siapa yang akan memonitor dan kapan akan dimonitor.

Apoteker menyediakan lembar rencana palayanan (care plan) dan memberikannya kepada pasien
untuk diberikan kepada dokter saat pasien berkunjung.

Solusi untuk membangun hubungan profesional dengan dokter:


 Saling menghormati
 Tidak menyalahkan
 Memberikan solusi

Diskusi mengenai rencana melalui telefon.


Saat menghubungi dokter lewat telefon, apoteker harus tau apa yang ingin mereka katakan
sebelum menelfon, memiliki solusi untuk masalah terapi obat yang ingin didiskusikan.

Keuntungan menyampaikan rencana perawatan lewat tulisan:


 Apoteker dapat memikirkan tentang rencana perawatan dengan cermat
 Dokter dapat mempertimbangkan rekomendasi apoteker dengan baik tanpa harus segera
memberi respons
 Tulisan tersebut dapat menjadi dokumen yang bisa disimpan.
 Penulisan harus jelas, cermat, dan singkat. Masalah dikemukakan dengan jelas, tidak
menyalahkan individu, dan memberikan solusi.
 Pemberitahuan lewat tulisan memang lebih efisien tapi tidak untuk masalah urgen yang
perlu diatasi dengan segera.
Follow-up
Kriteria yang harus dipertimbangkan mengenai waktu follow-up:
 Waktu saat efek terapeutik diharapkan muncul
 Waktu sebelum efek samping muncul
 Waktu dan onset kemungkinan adanya interaksi obat
 Masa perawatan penyakit
 Durasi terapi
 Kemungkinan perlunya terapi tambahan.

Pasien dengan penyakit kronis perlu dimonitor beberapa kali.


 5 sampai 10 hari setelah terapi dimulai
 1 bulan setelah follow-up pertama
 Tiap 3 hingga 6 bulan selama terapi

Pertanyaan yang diajukan saat monitoring yaitu mengenai efektivitas obar, efek samping,
interaksi obat, dan kepatuhan. Informasi yang dikumpulkan saat follow up yaitu: edukasi
terapeutik, keamanan, interaksi obat, kepatuhan pasien, masalah baru yang mungkin ada,
kebutuhan medis pasien yang tidak terpenuhi.
Dalam proses monitoring pasien untuk mencapai tujuan terapeutik juga perlu
membandingkan data subjektif dan objektif yang ada.
BAB 11
DRUG INFORMATION SKILLS FOR PHARMACEUTICAL CARE

Untuk memberikan asuhan kefarmasian, apoteker harus memperoleh, menggunakan, dan


memberikan informasi obat khusus pada pasien dan harus memiliki akses informasi terkini yang
akurat tentang obat-obatan, penyakit, dan perkembangan dalam praktik profesional. Menurut
pedoman dari American Society of Health System Pharmacists, "penyediaan informasi
obat adalah salah satu tanggung jawab profesional yang mendasar dari apoteker dalam
sistem kesehatan."

Merumuskan Pertanyaan
Pencarian literatur yang terorganisir dengan baik biasanya akan mencakup semua atau
setidaknya bagian dari empat elemen yang membentuk pertanyaan klinis dengan bentuk yang
baik:
1. Penjelasan yang merinci masalah pasien saat ini dan semua faktor yang mungkin relevan
dengan terapi obat (sebanding dengan kriteria inklusi / eksklusi dalam uji klinis
berkualitas tinggi)
2. Identifikasi intervensi potensial (misalnya, menambahkan obat baru, menghentikan obat,
mengubah dosis)
3. Alternatif yang mungkin untuk intervensi potensial (misalnya, obat alternatif, terapi tidak
menggunakan obat, atau tidak ada terapi)
4. Hasil spesifik yang diinginkan (misalnya, menghilangkan gejala depresi, menyembuhkan
infeksi, menghindari efek samping mengantuk akibat obat-obatan)

Langkah Kunci
1. Analisis kebutuhan informasi pengobatan pasien, keluarga, dan profesi perawatan
kesehatan
2. Lakukan wawancara dan kumpulkan data untuk merumuskan pertanyaan yang dapat
dijawab secara spesifik terkait dengan perawatan pasien
3. Lakukan pencarian bukti untuk pertanyaan itu
4. Evaluasi bukti
5. Buat sintesis bukti dan kembangkan rencana respons terapi
6. Sampaikan tanggapan atau rekomendasi
7. Rekomendasi dan dokumentasi
8. Tindak lanjut untuk evaluasi keberhasilan rekomendasi, respons terapeutik, dan
kebutuhan potensial untuk informasi tambahan

Dalam proses merumuskan pertanyaan apoteker akan mengklasifikasikannya dua cara:


berdasarkan pemohon (dengan mempertimbangkan latar belakang orang itu, tingkat pemahaman,
dan rencana untuk menggunakan informasi) dan berdasarkan informasi yang diminta (dosis,
interaksi obat, reaksi obat yang merugikan, ketersediaan produk, pemilihan obat atau dll.

Perawatan Kesehatan Berbasis Bukti (Evidence-Based Health Care)


Dalam praktek perawatan kesehatan berbasis bukti mengintegrasikan keahlian klinis individu
dengan bukti klinis eksternal terbaik yang tersedia dari penelitian sistematis. Evidence-Based
Health Care didefinisikan sebagai pelayanan kesehatan yang dilakukan dengan teliti, secara
eksplisit, dan bijaksana dalam meggunakan bukti terbaik masa kini dalam membuat keputusan
mengenai pelayanan pasien.

Rincian yang harus diketahui sebelum memberi informasi obat


1. Tanggal dan waktu permintaan,
2. Bagaimana permintaan diterima (telepon, faks, e-mail, secara langsung)
3. Siapa yang meminta informasi, Latar belakang pemohon (pasien, dokter, apoteker,
perawat, dll).
4. Bagaimana cara menghubungi requestcr untuk memberikan informasi dan tindak lanjut,
5. Informasi apa yang mereka minta,
6. Bagaimana informasi itu digunakan,
7. Mengapa mereka meminta informasi,
8. Latar belakang apa yang relevan (spesifik pasien atau rincian lain di balik pertanyaan),
9. Deskripsi apoteker pertanyaan spesifik yang dapat dijawab,
10. Kapan informasi diperlukan. Kekuatan
Jenis informasi
 Literatur primer adalah penelitian biomedis asli yang diterbitkan sebagai artikel jurnal. Berisi
informasi terkini dan terinci untuk menentukan apakah hal yang diteliti dapat diterapkan pada
seorang pasien. Kerugian: sulit untuk menemukan informasi yang dibutuhkan, dan bahwa
pengalaman dan keterampilan diperlukan untuk mengevaluasi dan menafsirkannya dengan
tepat.
 Literatur sekunder termasuk layanan pengindeksan yang mengatur jutaan artikel yang dimuat
dalam literatur primer. Database literatur sekunder yang digunakan oleh sebagain besar
apoteker termasuk medline (dari National Library of Medicine), International Pharmaceutical
Abstracts( dari American Society of Health System Pharmacist) dan Lowa Drug Information
Service( dari University of Lowa College of Pharmacy). Keuntungan: kemudahan
penggunaan dan kelengkapan informasi. Kerugian: hanya berisi abstrak dan mungkin
memakan waktu atau mahal untuk mendapatkan artikel teks lengkap. Banyak apoteker
membutuhkan pelatihan tambahan untuk menggunakan sumber sekunder dengan baik.
Teknologi dan jaringan bary mengurangi hambatan untuk mengakses dan menggunakan basis
data yang kuat ini.

Strategi pencarian
Hal-hal yang perlu diketahui:
1. Gejala
2. Metode yang tepat untuk mengevaluasi tingkat keparahan penyakit
3. Faktor risiko untuk penyakit
4. Indikator prognosis
5. Respons khas yang dapat dicapai dengan terapi standar
6. Cara memantau respons untuk terapi

Mengevaluasi Informasi Di Internet


Kriteria utama untuk dipertimbangkan adalah
1. Pengarang. Siapa penulis informasi dan apa kredensial penulisnya?
2. Referensi. Apakah penulis memberikan referensi yang kredibel (dapat dipercaya)
untuk mendukung kesimpulan?
3. Disclosure. Apakah ada potensi konflik kepentingan dari pihak penulis dan informasi
mengenai potensi ini diungkapkan di situs? Apakah ada conflict of interest?
4. Korelasi. Tanggal berapa revisi terakhir pada informasi dan bagaimana hubungan
saat ini referensi ke literatur?

Evaluasi literatur primer


 Uji klinis terkontrol acak. Ini adalah standar emas untuk mengevaluasi terapi obat
dan dibutuhkan oleh FDA untuk membuktikan bahwa obat itu efektif dan aman
 Studi kohort prospektif tidak acak
 Studi kasus sebelumnya tidak acak
 Survei silang terbagi
 Seri kasus atau laporan kasus

Berikut ini adalah garis besar pertanyaan kunci yang ditanyakan ketika mengevaluasi uji
coba terkontrol secara acak:
 Apakah tugas pasien benar-benar acak dan proses pengacakan efektif dalam
mengungkapkan tugas?
 Apakah semua pasien dalam uji coba diperhitungkan dalam hasil?
 Apakah analisis dilakukan dengan prinsip niat untuk mengobati?
 Apakah pasien dan para peneliti berhasil tidak memandang perawatan?
 Apakah kedua grup sama pada awal dan apakah mereka diperlakukan sama satu sama
lain untuk studi khusus perawatan?
 Apakah pasien mewakili populasi target atau populasi yang mirip dengan pasien yang
terlihat dalam praktik?
 Apakah hasil diukur sesuai, akurat, dan sensitif?
 Jika hasil penelitian negatif (perbedaan tidak ditemukan), adalah kekuatan statistik dari
uji coba yang dinilai?
 Apakah pengobatan kontrol (plasebo atau pengobatan aktif lainnya) membuat
perbandingan yang tepat?
 Apakah ada pelanggaran protokol?
 Jika efeknya signifikan secara statistik, apakah signifikan juga secara klinis?
 Apakah studi tentang durasi memenuhi syarat sehingga hasilnya sebanding (atau
setidaknya prediktif) dengan durasi perawatan karena akan digunakan dalam praktik?

Merumuskan Jawaban
Dengan asumsi bahwa, pada titik ini, apoteker tidak hanya merumuskan pertanyaan informasi
obat yang spesifik, relevan, dapat dijawab, tetapi juga secara sistematis mencari bukti terbaik dan
mengevaluasinya, langkah selanjutnya adalah menyesuaikan respon terhadap kebutuhan
informasi dari pemohon.
Dalam kasus yang sangat sederhana, seperti menyesuaikan dosis atau menghentikan obat,
mungkin tidak perlu menyediakan bukti pendukung spesifik untuk rekomendasi tersebut. Jika
tanggapan diberikan kepada profesional perawatan kesehatan lain, apoteker harus siap
memberikan alasan dan memberi tahu pemohon di mana informasi yang mendukung dapat
ditemukan.
Untuk pertanyaan yang lebih rinci, apoteker harus menyertakan ringkasan singkat bukti
untuk mendukung rekomendasi

Uji Klinis Vs Hasil Studi


RCTs memberikan analisis statistik dengan tingkat yang lebih tinggi untuk menentukan validitas
internal dalam sebuah penelitian, namun susulit dalam hal validitas eksternal. Sulit untuk
memperkirakan hasil di luar batas pasien dalam persidangan karena kontrol ketat yang digunakan
untuk meningkatkan kepatuhan, memantau pasien, dan mengontrol masuknya pasien ke dalam
percobaan yang sulit atau tidak mungkin untuk direproduksi dalam praktik klinis.

Dokumentasi Dan Ikuti


Apoteker harus mendokumentasikan informasi obat apa pun yang disediakan dan rekomendasi
yang terkait dengan respons tersebut.
Perpustakaan Informasi Dasar Obat
Apoteker harus memiliki akses referensi untuk menjawab pertanyaan dalam kategori berikut :
 Reaksi obat yang merugikan
 Coumpounding / manufaktur
 Kontraindikasi
 Informasi penyakit
 Dosis
 Interaksi obat
 Identifikasi tablet, obat asing, dll
 Kompatibilitas intravena / stabilitas
 Farmakokinetik
 Toksikologi
 Kehamilan / laktasi
 Pilihan terapeutik

Tingkat Bukti
 Level 1
Uji coba terkontrol secara acak (Randomized control trials) dan meta-analisis, di mana
lower limit of confidence interval-nya melebihi batas minimal perbedaan klinis yang
signifikan. Merupakan kumpulan semua bukti yang tersedia secara sistematis dan diolah
dengan analisis statistik khusus untuk menggabungkan hasil dari berbagai studi.
 Level 2
Uji coba terkontrol secara acak (Randomized control trials) dan meta-analisis, di mana
lower limit of confidence interval-nya bertumpang tindih dengan batas minimal manfaat
klinis yang penting. Hasil dari penelitian dengan level 2 menunjukan bahwa mungkin aka
ada manfaat (bila mengikuti hasil penelitian tersebut), namun ada juga kemungkinan
bahwa manfaat tersebut tidak signifikan.
 Level 3
Nonrandomized concurrent cohort comparison antara pasien yang mendapatkan dan
tidak mendapatkan terapi. Penelitian ini merupakan jenis penelitian “outcome”
 Level 4
Nonrandomized historical cohort: perbandingan antara psien yang pada saat ini menerima
terapi dengan pasien yang dulunya tidak menerima terapi.
 Level 5
Nonrandomized historical case control trials. Perbandingan dibuat antara individu
(kelompok “cases”) yang menghasilkan outcome dengan pasien yang “kontrol” tanpa
outcome. Faktor resiko yang spesifik diidentifikasi sebelumnya. Bila adanya factor resiko
berbeda secara signifikan antara kelompok cases dan kontrol, itu menandakan adanya
hubungan antara factor resiko dan outcome Tidak digunakan untuk mengevaluasi
pengobatan terapi, namun dapat untuk mengidentifikasi kemungkinan efek yang tidak
diinginkan dari terapi.
 Level 6
Serangkaian kasus tanpa pengontrolan (Case series without control). Serangkaian kasus
mungkin berisi informasi tentang aspek klinis dan prognosis tetapi tidak menyediakan
informasi yang valid tentang efikasi
 Level 7
Pendapat ahli. Dengan tidak adanya bukti yang spesifik mengenai kemanan dan efikasi,
para ahli membuat penilaian berdasarkan data percobaan hewan, data farmakologi atau
ekstrapolasi hasil dan terapi yang mirip sehingga level ini dikenal sebagai hipotesis.
INFORMASI LATAR BELAKANG UNTUK MENDAPATKAN PERTANYAAN INFORMASI OBAT SPESIFIKASI
PASIEN
KOMPATIBILITAS INTRAVENA
Berikut ini adalah panduan umum untuk informasi tambahan
 metode yang dituju dari administrasi: campuran
yang mungkin ingin diminta oleh apoteker saat menerima dan
dalam jarum suntik, larutan dalam volume besar,
menentukan pertanyaan informasi obat tertentu. Tidak semua
dorrongan
pertanyaan akan relevan untuk semua kasus, dan terkadang
 konsentrasi, laju pemberian, dan jadwal pemberian
pertanyaan lebih lanjut mungkin diperlukan yang tidak
obat lain
tercermin di sini. Fakta-fakta tertentu tentang pasien, seperti
usia, tinggi badan, berat badan, jenis kelamin, obat-obatan,  jumlah dan jenis jalur intravena atau rute lain
penyakit, alergi obat yang diketahui, dan sebagainya, harus  pertimbangan untuk rute alternatif untuk kondisi
menjadi bagian dari catatan pasien rutin yang dipertahankan penyimpanan jika tidak segera diberikan
oleh apoteker, dan merupakan tempat penting bagi semua LAKTASI
pertanyaan informasi obat.  usia bayi, berat badan, kesehatan umum, pengobatan
saat ini, kondisi medis
REAKSI OBAT YANG MERUGIKAN  penggunaan obat untuk ibu
 Deskripsi khusus tentang tanda dan gejala, keparahan, dan  rute dosis, dosis, jadwal, durasi terapi
waktu onset;  obat-obatan lain dan kondisi medis pasien
 Tes laboratorium yang telah dilakukan untuk menilai FARMAKOKINETIK
reaksi (misalnya, kreatinin serum, fungsi hati);  fungsi ginjal dan hati saat ini, dan setiap perubahan
 Setiap riwayat reaksi serupa terhadap obat yang sama atau  tingkat obat apa pun yang diambil, waktu tingkat, dan
satu dalam kelas farmakologi yang sama; dosis
 Setiap perubahan dalam profil obat: obat baru, dosis yang  rincian spesifik pasien lain yang diketahui untuk
diubah, obat yang dihentikan, tanpa resep, atau produk mengubah izin, volume distribusi, ikatan protein,
herbal; tempat distribusi, penyerapan, metabolisme
 Masalah lis saat ini dan riwayat medis masa lalu;  rute administrasi
 Terapi yang telah disediakan untuk mengobati reaksi.  alasan spesifik untuk pertanyaan kinetika, seperti
KONTRAINDIKASI reaksi yang merugikan atau kurangnya respon
 Dimaksudkan penggunaan obat; terapeutik
 Obat alternatif yang digunakan di masa lalu atau untuk KEHAMILAN
dipertimbangkan sekarang;  apakah pasien sudah hamil dan jika ya, minggu
 Kondisi medis saat ini dan masa lalu; berapa
 Riwayat pengobatan saat ini dan masa lalu;  setelah obat-obatan sudah diambil, dan berapa
banyak selama periode waktu apa
 Reaksi obat yang merugikan saat ini dan masa lalu.
 indikasi untuk obat riwayat medis saat ini dan masa
DOSIS lalu
 Dimaksudkan penggunaan obat;
 Setiap reaksi atau kepekaan yang merugikan yang KETERSEDIAAN PRODUK ATAU IDENTIFIKASI
diketahui terhadap obat-obatan; PRODUK
 Setiap faktor yang akan mempengaruhi farmakokinetik  nama dan ejaan obat yang bersangkutan
obat;  dimana informasi terkini tentang obat itu berasal
 Penyakit saat ini dan masa lalu dan obat-obatan.  Asal mula obat
 indikasi untuk obat deskripsi
INTERAKSI OBAT
 fisik produk jika tersedia bentuk, ukuran, tanda
 Apakah reaksi obat yang merugikan sudah terjadi;
warna, nomor kode, tablet, kapsul, suntik, dll
 Obat yang dicurigai terlibat;
 apakah produk sudah diambil dan reaksi apa pun
 Dimaksudkan penggunaan obat;  dimana produk itu diperoleh
 Terapi apa pun untuk reaksi atau perubahan dalam terapi
yang sudah dimulai;
 Dosis obat
PILIHAN TERAPI ATAU EFIKASI
 Indikasi pengobatan
 respons masa lalu terhadap obat untuk indikasi ini
 respons masa lalu terhadap obat lain secara umum
 alergi obat atau kepekaan obat apa pun yang
diketahui

Anda mungkin juga menyukai