Tabel 4.2 Persentase Pelayanan Responden Tabel 4.2.4 Pelayanan Informasi Obat (PIO)
(Non Resep)
No. Indikator Jumlah Persentase
1. Memberikan dan 30 100 %
Tabel 4.2.1 Persyaratan Administrasi menyebarkan Informasi
kepada konsumen secara pro
No. Indikator Jumlah Persentase aktif dan pasif (tenaga
kefarmasian memberikan
1. Nama 3 10%
penjelasan yang mudah
pasien
dipahami).
2. Jenis 0 0%
2. Memberikan akses informasi 0 0
kelamin
melalui leaflet, label obat,
3. Umur 8 26,66%
poster, majalah dinding dan
lain-lain.
3. Memberikan kesempatan 29 96,66%
Tabel 4.2.2 Persyaratan Farmasetik kepada pasien untuk bertanya
dan memberikan feed back
No. Indikator Jumlah Persentase atau respon dari pertanyaan
1. Nama obat, bentuk 11 36,66% pasien secara jelas.
sediaan 4. Memberikan kesempatan pada 0 0%
2. Dosis dan jumlah 1 3,33% pasien untuk mengulang
obat informasi yang telah
3. Aturan dan cara 30 100 % diberikan.
pengunaan
Tabel 4.4 Hasil Penilaian Penelitian Mengenai Pelayanan Non Resep Sesuai Dengan Standar
Pelayanan Kefarmasian
Jenis pelayanan Kefarmasian
No. Pelaya Indikator Persentase No. Pelayanan Indikator Persent
nan (%) Non Resep ase (%)
Resep
1. Presya Nama, umur, 100% 1. Presyaratan Na Nama 10%
ratan jenis Administrasi Pasien
Admin kelamin, dan Jenis 0%
istrasi berat badan Kelamin
pasien Ui Umur 26,66%
Nama dan 0%
paraf dokter
Tanggal 50%
resep
Ruangan/ 0%
unit asal
resep
7. Persya Bentuk dan 0% 2. Persyaratan Nama 36,66%
ratan kekuatan Farmasetik obat,
Farma sediaan Bentuk
setik Dosis dan 0% sediaan
jumlah obat
Stabilitas 0%
dan jumlah Dosis dan 3,33%
sediaan jumlah
Aturan dan 100% obat
cara Aturan dan 100%
penggunaan cara
penggunaa
n
13. Persya Ketepatan 75% 3. Persyaratan Ketepatan 86,66%
p ratan indikasi dan klinik pemilihan
Klinik waktu obat,dosis
penggunaan dan waktu
obat penggunaa
Duplikasi 0% n
pengobatan
Alergi, 25%
interaksi
obat dan Alergi dan 10%
efek efek
samping samping
obat obat
Kontra 0%
indikasi
Interaksi 0%
obat
19. Pelaya Memberikan 100% 4. Pelayanan Memberik 100%
nan dan informasi an dan
inform menyebarka obat (PIO) menyebark
asi n informasi an
obat kepada informasi
(PIO) konsumen kepada
secara pro konsumen
aktif dan secara pro
pasif (tenaga aktif dan
kefarmasian pasif
memberikan (tenaga
penjelasan kefarmasia
yang mudah n
dipahami) memberika
n
penjelasan
yang
mudah
dipahami)
Memberik 0%
an akses
informasi
melalui
leaflet,
Memberikan
label obat,
akses
majalah
informasi
dinding
melalui
dan lain-
leaflet, label
lain
obat,
Memberik 96,66%
majalah
an
dinding dan
kesempata
lain-lain
n kepada
pasien
untuk
Memberika 0%
bertanya
n
kesempatan dan
kepada memberika
pasien untuk n feed
bertanya dan back atau
memberikan respon dari
feed back pertanyaan
atau respon pasien
dari secara jelas
pertanyaan Memberik 0%
pasien an
secara jelas kesempata
n kepada
pasien
untuk
mengulang
informasi
yang telah
diberikan.
Memberika 0%
n
kesempatan
kepada
pasien untuk
mengulang
informasi
yang telah
diberikan.
Tabel 4.5 Persentase Penyampaian Indikator
Pada Jenis Pelayanan Resep Dan Non Resep
No Jenis Pelayanan Persentase (%)
Kefarmasian
1. Pelayanan Resep 369,97%
2. Pelayanan Nonresep 64,38%
Ambroxol &
levofloxacin 16,66%
hemyhidrate =
1
Acetylcyctein = 16,66%
n Dextromethorp
hemyhidrat han,Diphenhyd
e ramine = 1
Chlorpenir
amine Antihistam
Maleate in
Paracetam Analgesik Apotek Pseudouephedri 16,66%
ol, antipiretik diva n,
& Lamongan Triprolidine
Pseudoeph Dekongest HCl = 1
edrin HCl, an &
Chlorpenir
amine Antihistam
Maleate in
Pseudouep Dekongest Apotek
hedrin, an & Kimia
Triprolidin Farma
e HCl Antihista
min
Paracetam Analgesik Apotek Paracetamol, 16,66%
ol, antipiretik K24 Phenylpronola
& Lamongan mine,
Phenylpro Dekongest Chlorpeniramin
nolamine, an & e Maleate,
Chlorpenir Dextromethorp
amine Antihistam an = 1
Maleate, in &
Dextromet
horpan Antitusif
*note: Presentase klasifikasi golongan obat berdasarkan masing-masing penyakit menggunakan
rumus sederhana menghitung persen.
PEMBAHASAN mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan
kualitas hidup (Menkes RI, 2016). Pada
Berdasarkan data dari tabel 4.1 penelitian ini, sebanyak 33,57 % responden pada
menunjukkan bahwa seluruh sampel yang jenis pelayanan non resep sering melakukan
berjumlah 34 responden berjenis kelamin pelayanan swamedikasi sesuai dengan standart
perempuan, dimana tidak terdapat perbandingan pelayanan kefarmasian sedangkan sebanyak
jenis kelamin responden pada penelitian ini, hal 36,66 % responden pada jenis pelayanan resep
ini dikarenakan hampir seluruh petugas apotek sering melakukan pelayanan resep sesuai dengan
yang di apotek daerah Lamongan terutama standar pelayanan kefarmasian.
apotek yang dilakukan sebagai target penelitian Pada jenis pelayanan non resep
ialah berjenis kelamin perempuan. petugas apotek dapat menekankan kepada
Namun telah dipastikan bahwa usia pasien bahwa walaupun obat tersebut dapat
responden berada pada usia produktif sehingga diperoleh tanpa resep dokter pada penggunaan
seluruh responden di apotek masih bisa obat bebas, obat bebas terbatas dan obat wajib
menjalankan perannya sesuai dengan perundang- apotek tetap dapat menimbulkan bahaya dan
undangan yang berlaku. Usia produktif di efek samping yang tidak dikehendaki jika
Indonesia berada pada usia 15-64 tahun (WHO, dipergunakan dengan tidak semestinya.
2004). Pelayanan swamedikasi di apotek tidak harus
Adapun data yang menyajikan dilakukan oleh Apoteker karena pekerja
informasi tentang jenis pelayanan, yang mana kefarmasian (Asisten Apoteker) juga dapat
jenis pelayanan yang dilakukan ialah pelayanan memberikan pelayanan swamedikasi apabila
resep yang ditargetkan pada puskesmas & klinik Apoteker membuat dan menerapkan sistem
dan pelayanan non resep ditargetkan pada Standar Operasional Prosedur (SOP). Menurut
apotek, jumlah responden pada seluruh apotek Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan
yang dilakukan penelitian berjumlah 30 petugas Aparatur Negara Nomor: PER/21/M.PAN 11/
apotek sedangkan jumlah responden pada 2008, dimana secara garis besar dimaksudkan
puskesmas berjumlah 2 staff dan di klinik agar SOP dapat menjadi sarana pedoman kerja
berjumlah 2 staff. agar operasional yang dijalankan sesuai dengan
Hasil penelitian dari tinjauan standart yang berlaku.
pelayanan kefarmasian dalam pelaksanaan Menurut, Kepmenkes no. 26 tahun
pelayanan swamedikasi yaitu pelayanan 1981 menyatakan bahwa selama apotek tersebut
langsung dan bertanggungjawab oleh Apoteker buka maka apoteker pengelola apotek harus
dalam memberikan pelayanan kepada pasien berada di apotek, Namun dari penelitian yang
yang berkaitan dengan sediaan farmasi dalam dilakukan, hanya terdapat 2 apotek yang
memiliki Apoteker pendamping yang secara tatap muka dan usaha untuk
menunjukkan bahwa kedua apotek tersebut telah meningkatkan pengetahuan danbkepatuhan
menjalankan peraturan yang berlaku, sedangkan pengobatan bagi pengunjung apotek (Sanii,
pada apotek lainnya diketahui bahwa apoteker Torkamandi, Gholami,Hadavand, & Javadi,
tidak setiap hari ada di apotek yang berarti tidak 2016). Peran apoteker dalam implementasi
sesuai dengan aturan yang berlaku. standar kefarmasian dalam pelayanan resep
Terdapat beberapa aspek yang belum khususnya pemberian informasi obat secara
ditanyakan atau disampaikan oleh petugas lengkap dan jelas akan mengurangi risiko
apotek pada saat pelayanan resep maupun non terjadinya medication error, meningkatkan
resep, hal ini tersaji dalam tabel 4.2 dan 4.3 yang keberhasilan terapi dan meingkatkan efek terapi
menunjukkan bahwa petugas apotek tidak dan meminimalkan efek samping (Sari, Hakim,
menyampaikan hal-hal penting, Mulai dari & Pramantara, 2017). Hal ini terbukti dari
kelengkapan administrasi dimana seharusnya penelitian Dominica (2016) bahwa tingkat
pasien yang pertama kali datang ke apotek akan kehadiran Apoteker mempunyai pengaruh
ditanyakan hal yang serupa terkait kelengkapan terhadap pelayanan kefarmasian dengan nilai
administrasi pasien. Tenaga kefarmasian yang signifikan < 0,05 (Dominica, Putra & Yulihsari,
bertugas sebaiknya tetap melakukan 2016).
pemeriksaan data pasien secara lengkap, Dalam presentase indikator responden
dikarenakan hal tersebut bisa dijadikan sebagai tidak terdapat petugas apotek yang mendata
tindakan untuk mengambil keputusan dalam tentang alergi pasien dan menginformasikan
melakukan skrining kesesuaian farmasetis dan tentang interaksi obat, dimana seharusnya Alergi
pertimbangan klinis demi mengoptimalkan pada pasien perlu diketahui untuk melihat
terapi pada pasien. Adapun pertanyaan terkait apakah obat yang akan diberikan dapat
berat badan yang mana seharusnya data berat memperburuk keadaan pasien atau tidak
badan dan tinggi badan pasien penting untuk (Warrington & Silviu-Dan, 2011).Faktor yang
melihat BMI(Body Mass Index) pasien apakah menyebabkan terjadinya alergi obat yaitu faktor
dalamkeadaan normal atau obesitas, karena keturunan, kondisi masing-masing individu
berpengaruh pada dosis obat (konsentrasi obat terhadap kerentanan pada paparan suatu
pada tempat kerjanya) yang akan digunakan obat(Lander, Howsare, & Byme, 2013). Alergi
(Matson, Harton, & Capino,2017). bisa mengakibatkan efek yang serius,contohnya
Selain itu, petugas apotek tidak SJS (Sindrom Stevens-Johnson). Secara umum
memberikan informasi mengenai efek samping gejala klinis sindrom Stevens-Johnson didahului
obat. Informasi mengenai efek samping obat gejala yang tidak spesifik seperti demam,
dirasa penting untuk disampaikan kepada pasien malaise, batuk, sakit kepala, nyeri dada,
untuk menjamin keamanan pasien, mengenali diare,muntah dan artralgia. Gejala ini dapat
efek samping yang mungkin terjadi dan berlangsung selama dua minggu dan bervariasi
mengetahui cara mengatasinya, serta pasien dari ringan sampai berat. Pada keadaan ringan
mengetahui aktifitas yang harus dihindari. kesadaran pasien baik,sedangkan keadaan yang
Informasi tersebut juga bisa digunakan untuk berat gejala-gejala menjadi lebih buruk
melengkapi instruksi yang diberikan oleh dokter, (Chantaphakul,Sanon, & Klaewsongkram, 2015)
misal efek samping golongan kortikosteroid dan juga Informasi mengenai makanan dan
sangat banyak dan dapat terjadi pada setiap cara minuman yang harus dihindari penting
pemberian, antaralain: insomnia, osteoporosis, disampaikan untuk menghindari adanya
retensi cairan tubuh, glaukoma dan lain interaksi antara obat dengan kandungan zat yang
sebagainya (Caplan, Fett, Rosenbach, Werth, ada pada makanan atau minuman yang dapat
&Micheletti, 2017). mempengaruhi keefektifan obat selama
Semua informasi terkait obat pengobatan (Bushra, Aslam,& Yar Khan, 2011).
seharusnya diberikan oleh Apoteker atau petugas Pelayanan yang dilakukan oleh petugas
apotek dan merupakan hak konsumen apotek di daerah Lamongan masih sangat jauh
(pasien).Pelayanan informasi mengenai obat dengan standar pelayanan kefarmasian, dapat
sebagai salah satu metode edukasi pengobatan dilihat dari hasil rata-rata dari presentase
penilaian penelitian yang dilakukan yaitu pada persentase 16,66% dan ada pula golongan obat
tabel 4.4 hanya 33.57% petugas apotek yang kombinasi yaitu dari obat golongan mukolitik
melaksanakan prosedur atau standar pelayanan kombinasi dengan antibiotik yang memiliki nilai
non resep dengan benar, sedangkan pada tabel persentase yang sama dengan kombinasi obat
4.5 hanya 36,66% petugas kefarmasian yang golongan mukolitik, antitusif, dekongestan
melayani pasien dengan resep sesuai proses atau dengan diperoleh hasil 16,66%. Persentase
standar pelayanan yang benar, hal ini epaling tinggi yaitu obat golongan mukolitik
menunjukkan bahwa pelayanan di daerah dengan persentase 33,33%. Kemudian jenis obat
Lamongan masih belum memenuhi SOP dengan sakit pilek, diperoleh hasil persentase
(Standar Operasional Prosedur) hampir tidak pemberian obat golongan obat dekongestan
melakukan pelayanan secara benar, hal ini dengan obat kombinasi dari golongan analgesik,
diduga karena petugas yang menjaga apotek antipiretik, dekongestan, antihistamin sama-
memiliki pemahaman yang kurang dibidang sama diperoleh hasil persentase 33,33%, lalu
kefarmasian, namun tidak dapat dipungkiri ada jenis obat dengan kombinasi yaitu obat
bahwa alasan petugas apotek tidak memberikan golongan dekongestan kombinasi dengan
informasi secara lengkap karena kebanyakan antihistamin memiliki persentase yang sama
pasien tidak membutuhkan informasi detail dengan obat kombinasi golongan analgesik
tentang obat-obatan yang dibeli ataupun di antipiretik, dekongestan, antihistamin, Antitusif
tebus, dan penyebab petugas apotek tidak yaitu diperoleh hasil 16,66%. Persentase paling
menanyakan informasi kesehatan seperti berat tinggi yaitu obat dengan golongan pemberian
badan ataupun alergi pasien karena merasa obat golongan obat dekongestan dengan obat
bahwa pasien akan tersinggung dengan kombinasi dari golongan analgesik, antipiretik,
pertanyaan terkait hal tersebut, maka dari itu hal dekongestan, antihistamin sama-sama diperoleh
ini sudah menjadi kebiasaan yang dilakukan hasil persentase 33,33%.
petugas apotek dengan tidak memberikan Pada dasarnya terdapat beberapa
informasi lengkap ataupun menanyakan kesalahan dalam pelayanan swamedikasi
informasi tentang pasien secara detail atau rinci. begitupun pada saat penelitian. Pada penelitian
pada tabel 4.6 dapat dilihat pada ini terdapat skenario yang telah dibuat untuk
pelayanan informasi obat, dari masing-masing melakukan simulasi pasien, dimana pada
penyakit terdapat jenis obat berbeda yang penelitian ini diharapkan sampel memberikan
diberikan oleh sampel, namun dari hasil yang obat yang tepat,namun terdapat beberapa sampel
diperoleh presentase obat diare ialah pemberian yang tidak tepat dalam memberikan pelayanan
obat golongan adsorben dan antimotilitas yaitu atau swamedikasi. Dalam kasus ini pemberian
masing-masing 30%, antimotilitas kombinasi obat diare yang tepat seharusnya ialah unrtuk
dengan antiemetik 10%, Adsorben kombinasi encegah dehidrasi seperti oralit. Oralit
dengan entiemetik 20%, antimotilitas kombinasi adalah obat yang bermanfaat untuk
dengan antibiotik 10%. Persentase paling tinggi menggantikan cairan dan elektrolit tubuh yang
yaitu obat golongan adsorben dan antimotilitas hilang akibat diare, sehingga bisa mencegah dan
yaitu masing-masing 30%. Adapun jenis obat mengatasi dehidrasi. Terapi loperamid dapat
berbeda diberikan oleh sampel pada sakit diberikan untuk mengurangi durasi diare dan
demam, diperoleh hasil penelitian menunjukkan meningkatkan peluang untuk sembuh melalui
bahwa presentase pemberian obat golongan produksi kontraksi segmen usus sehingga
OANS ialah 87,5% sedangkan obat dengan memperlambat pergerakan cairan intraluminal
kombinasi antibiotik ialah 12,5%. Persentase dan penghambatan sekresi mukosa dalam
paling tinggi yaitu obat golongan OANS yaitu motilitas usus (Mark, et al., 2016), namun tidak
87,5%. Selanjutnya ada jenis obat dengan sakit terdapat sampel yang memberikan obat untuk
batuk, diperoleh hasil persentase 33,33% pada mencegah dehidrasi dan 30% sampel
obat golongan mukolitik (ambroxol), persentase memberikan obat attapulgite yang mana obat ini
jenis obat golongan antitusif 16,66%, dan kurang tepat dikarenakan pada kasus ini tidak
kemudian ada jenis obat golongan mukolitik diketahui penyebab diare sedangkan attapulgite
dengan kandungan yang berbeda memiliki nilai merupakan golongan adsorbent yang tidak
diserap tetapi dapat mengikat air, sehingga air pemberian obat dengan kombinasi antibiotik
difeses akan berkurang dan konsistensi feses yang dilakukan oleh sampel. Dampak negatif
menjadi normal. Pada penelitian eksperimental akibat penggunaan antibiotik yang tidak
menunjukkan attapulgite dapat menyerap racun, rasional, penggunaan antibiotik yang terlalu
bakteri, rotavirus dan baik sebagai barrier pada sering, penggunaan antibiotik baru yang
epitel usus, tetapi efek tersebut diabaikan pada berlebihan, dan penggunaan antibiotik dalam
usus orang dewasa pada dosis tertentu (Chynthia jangka waktu yang lama ialah timbulnya
Pradiftha Sari, et al., 2018). resistensi mikroorganisme terhadap berbagai
Selanjutnya pada pelayanan pasien antibiotik (multidrug-resistance). Hal ini
dengan keluhan sakit demam, namun alergi mengakibatkan pengobatan menjadi tidak
terhadap Paracetamol Pada kasus ini sampel efektif, peningkatan morbiditas maupun
memberikan rekomendasi obat golongan OANS mortalitas pasien, dan peningkatan biaya
yaitu ibuprofen. OAINS sering digunakan kesehatan (Kementerian kesehatan RI, 2005).
karena efektivitasnya yang baik sebagai
analgetik, anti- inflamasi, dan antipiretik.
Efektivitas kerja OAINS didapatkan dari KESIMPULAN
kemampuannya menghambat sintesis
prostaglandin melalui penghambatan kerja Pelaksanaan standar pelayanan
enzim siklooksigenase. Ibuprofen merupakan kefarmasian dalam aspek pelayanan resep dan
obat analgesik yang dapat digunakan sebagai non resep yang meliputi indikator persyaratan
pengganti Paracetamol bila pasien atau administratif,persyaratan farmasetik, persyaratan
konsumen alergi terhadap Paracetamol/ tidak klinis dan pelayanan informasi obat pada 10
merasa bahwa parasetamol efektif sebagai apotek untuk pelayanan non resep, 1 klinik dan 1
penurun demam. puskesmas untuk pelayanan resep di wilayah
Pada kasus sakit batuk yang dibuat oleh kota Lamongan dengan presentase responden
peneliti, obat mukolitik memang sudah yang melakukan pelayanan non resep kurang
seharusnya diberikan oleh sampel karna skenario lebih sesuai standar pelayanan kefarmasian ialah
yang dibuat menunjukkan bahwa batuk yang 33.57% sedangkan pelayanan resep ialah 36.66.
diderita ialah batuk berdahak dan terbukti bahwa Terdapat aspek yang tidak dilakukan oleh
pemberian obat mukolitik presentase nya lebih responden antara lain memberikan informasi
banyak dibanding obat golongan lain dimana efek samping, interaksi,kontra indikasi,
Ambroxol, acetylcystein, dan guaifenisin dosis,dan jumlah obat, adapun pertanyaan
merupakan metabolit aktif yang digunakan mengenai alergi atau kondisi kesehatan pasien
sebagai mukolitik. Mekanisme kerja ambroxol yang tidak ditanyakan.
adalah dengan memutuskan rantai panjang dari Pada pelayanan obat dengan kondisi
mucopolysaccharida, sehingga dahak menjadi diare yang sering dilakukan oleh sampel ialah
lebih encer dan mudah dikeluarkan (Tjay dan pemberian obat golongan adsorben dan
Raharja, 2011). antimotilitas, masing-masing sebanyak 30% ,
Pada kasus selanjutnya yaitu pilek, pada kondisi demam presentase paling tinggi
dimana presentase tertinggi yang diberikan oleh ialah obat ibuprofen sebanyak 87,5%,
sampel ialah pada obat golongan dekongestan selanjutnya adalah kondisi batuk yang mana
dan dengan kombinasi lain seperti antihistamin obat dengan golongan mukolitik ialah presentase
dan antibiotik, pemberian obat ini dikatakan tertinggi yang diberikan sampel kepada pasien
tepat, dimana gejala pilek diatasi dengan simulasi yakni sebesar 33,33% , sedangkan pada
pseudoefedrin. Pseudoephedrine HCI untuk pasien dengan kondisi pilek presentase golongan
merangsang reseptor aplha-adrenergik sehingga obat tertinggi ialah golongan obat dekongestan
menyebabkan vasokonstriksi mukosa dan kombinasi yang mengandung antipiretik dan
pernapasan dan reseptor beta-adrenergik antihistamin dengan presentase masing-masing
menyebabkan relaksasi otot bronkial. Adanya sebesar 33,33%. Adapun ketidaktepatan obat
ketidaktepatan pada kasus-kasus skenario yang yang diberikan oleh sampel kepada pasien
digunakan untuk simulasi pasien ialah simulasi ialah pada pemberian obat diare yang
mana seharusnya obat pengganti cairan ialah N Gambar Ketera
yang terpenting karena pasien dalam kondisi o. ngan
dehidrasi, sampel yang memberikan attapulgite
juga dihitung tidak tepat karena belum diketahui
penyebab diare namun sampel sudah
memberikan obat golongan adsorben. Selain itu
juga sampel memberikan antibiotik yang
seharusnya tidak perlu diberikan karna dapat
mengakibatkan resistensi antibiotik dan
penyebab hal negatif lainnya seperti pengobatan
menjadi kurang efektif.
DAFTAR RUJUKAN
Lampiran
2. Apotek
Pavilliu 5. Apotek
n Asy-
Syafaa’
ah
3. Apotek
Kimia
6. Apotek
Farma
Awam
Babat
7. Klinik
Surya
Medika
8. Apotek
Kasih
Bunda
9. Apotek
Zakky
Dokumentasi Pelayanan Resep
No Gambar Keteranggan
.
1 Apotek 1. Resep dari
0. Diva puskesmas
Babat kalitengah, obat
topical neomycin
sulphate 5 mg
2. Resep dari
puskesmas
kalitengah, obat
suppositoria
microlax enema 5
ml tube
3. Resep dari klinik No Gambar Keterangan
surya medika .
1. Mengandung
Levofloxacin
500 mg
Ambroxol
HCl 30 mg
3. Mengandung
5. Mengandung
paracetamol 500 mg
Metformin
HCl 500 mg
Gliclazide 80
mg
Mecobalami
n 500 mg
6. Mengandung
Propanolol
HCl 10 mg 4. Mengandung
Thiamazole guaifenisin 150 mg
10 mg
Candesartan
8 mg
Obat batuk
5. Mengandung 4. Mengandung
Dextromethotphane Metronidazole
HBr 15 mg 500 mg
Obat diare
2. Mengandung
Domperidone 10
mg
Obat demam
No Gambar Keterangan
.
1. Mengandun
g Ibuprofen
3. Mengandung 200 mg
Attapulgit 700 mg
2. Mengandun
g Ibuprofen
400 mg
Obat pilek
2. Mengandung
Pseudoefedrin
HCl 30 mg