Anda di halaman 1dari 23

Evaluasi Pelayanan Resep Dan Non Resep Di Fasilitas Kefarmasian:

Studi Simulasi Pasien Di Wilayah Lamongan

Cici Sayyidatul Adhimi, Enggar Ayu Fifianti, Erika Cindiana Pramudia,


Heru Setiawan, Lailya Eka Novita, Muhammad Hadi Ma'ruf
Program Studi S1 Farmasi Universitas Muhammadiyah Lamongan
cicisayyidah1@gmail.com

Abstrak: Pelayanan kefarmasian merupakan bagian integral dari pelayanan


kesehatan yang bertanggungjawab langsung kepada pasien yang saat ini telah
bergeser orientasinya dari obat (drug oriented) ke pasien (patient oriented) yang
mengacu kepada Pharmaceutical care. Salah satu pelayanan kefarmasian di
apotek adalah pelayanan swamedikasi. Apoteker memiliki peran yang sangat
penting dalam memberikan bantuan berupa nasehat dan petunjuk kepada yang
melakukan swamedikasi agar pasien dapat melakukan swamedikasi secara
bertanggungjawab. Apoteker juga harus menyadari kemungkinan terjadinya
kesalahan pengobatan (medication error). Oleh sebab itu apoteker dalam
menjalankan praktek harus sesuai dengan standar. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui gambaran pelaksanaan pelayanan swamedikasi di beberapa apotek
wilayah lamongan yang sesuai Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek
berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 35 tahun 2014. Teknik penelitian
yang digunakan adalah Rekaman audio ialah salah satu dari teknik
pengumpulan data kualitatif. Untuk menangkap inti pembicaraan diperlukan
kejelian dan pengalaman, sehingga dapat digunakan untuk menggali informasi
lebih lengkap pada saat pengolahan data dilakukan. Dari kriteria tersebut
didapatkan 10 sampel apotek, 1 Puskesmas dan 1Klinik yang berada di Wilayah
Kabupaten Lamongan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Standar Pelayanan
Kefarmasian di Apotek berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 35 tahun
2014 belum dilaksanakan secara menyeluruh di Apotek, Puskesmas dan Klinik
wilayah Kabupaten Lamongan dengan rata-rata persentase 36,66% pelaksanaan
pelayanan dengan Resep, dan untuk pelaksanaan pelayanan Non Resep dengan
Presentase 33,57%
Kata kunci: drug oriented, patient oriented, Pharmaceutical care, medication
error, Swamedikasi.

I. PENDAHULUAN kewajiban penting dalam


Upaya kesehatan adalah setiap menyampaikan suatu informasi
kegiatan untuk memelihara dan kesehatan, terutama dalam konteks
meningkatkan kesehatan, bertujuan obat-obatan, salah satunya ialah
untuk mewujudkan derajat kesehatan seorang apoteker atau tenaga teknis
yang optimal bagi masyarakat dalam kefarmasian yang melakukan
dunia kesehatan terdapat berbagai pelayanan di apotek maupun instansi
kelompok yang berperan penting dan kesehatan lain. Pemahaman dasar
harus mampu memenuhi tanggung tentang dunia kesehatan sangat
jawab. Banyak profesi yang memiliki dibutuhkan karna berpengaruh terhadap
kenyamanan hidup suatu masyarakat, langsung oleh dokter pada pasien rawat
namun tidak dapat dipungkiri bahwa inap atau rawat jalan.
masih banyak masyarakat yang Dewasa ini, kegiatan pelayanan
menyepelekan pemahaman tersebut, kefarmasian yang sebelumnya terpusat
maka dari itu dibutuhkan pelayanan pada pengelolaan obat menjadi
yang mampu merubah sudut pandang pelayanan yang fokus pada
tersebut sehingga dapat meningkatkan peningkatan kualitas hidup pasien.
kualitas hidup pasien dengan Dengan perubahan tersebut,
pemahaman terhadap suatu obat atau mengakibatkan apoteker harus
resep obat dari dokter. meningkatkan pengetahuan,
Pelayanan Kefarmasian merupakan kemampuan, sikap dan perilaku dengan
kegiatan yang terpadu dengan tujuan melaksanakan pelayanan konseling,
untuk mengidentifikasi, mencegah dan informasi obat dan edukasi agar pasien
menyelesaikan masalah Obat dan menggunakan obat yang benar dan
masalah yang berhubungan dengan rasional, monitoring penggunaan obat
kesehatan. Tuntutan pasien dan untuk mengetahui keberhasilan terapi,
masyarakat akan peningkatan mutu serta meminimalisisr kemungkinan
Pelayanan Kefarmasian, mengharuskan terjadinya kesalahan pengobatan
adanya perluasan dari paradigma lama (medication error) (Menkes RI, 2009).
yang berorientasi kepada produk (drug Tuntutan akan pelayanan
oriented) menjadi paradigm baru yang kefarmasian yang berkualitas
berorientasi pada pasien (patient menyebabkan Direktorat Jendral
oriented) dengan filosofi Pelayanan Pelayanan Farmasi dan Alat Kesehatan
Kefarmasian (pharmaceutical care) Departemen Kesehatan (Dirjen Yanfar
(Menkes, no., 2016). dan Alkes) bekerjasama dengan Ikatan
Pelayanan kefarmasian yang Sarjana Farmasi Indonesia (ISFI)
dilakukan di apotek biasanya berupa menyusun standar pelayanan
swamedikasi, dimana pasien dapat kefarmasian di apotek untuk menjamin
mengobati segala keluhan yang pelayanan kefarmasian. Standar
dialaminya dengan obat- obatan yang pelayanan kefarmasian merupakan
dapat dibeli secara bebas di apotek atau pedoman yang dapat digunakan dalam
toko obat dengan inisiatif atau melaksanakan praktek kefarmasian
kesadaran diri sendiri tanpa harus dengan tujuan melindungi masyarakat
periksa atau meminta nasehat dokter dari pelayanan yang tidak professional,
(Muharni et al., 2015), sedangkan kesalahan dalam pengobatan,
pelayanan yang dilakukan pada instansi melindungi masyarakat selaku
kesehatan lain seperti rumah sakit, konsumen dan melindungi profesi
puskesmas dan klinik ialah pelayanan dalam menjalankan praktik
yang dilakukan oleh tenaga kesehatan kefarmasiannya (Menkes, 2004).
yang didampingi oleh apoteker untuk Apoteker harus menjalankan praktik
melayani resep obat yang ditulis sesuai standar pelayanan kefarmasian
sehingga harus memiliki skill dalam Adapun kegiatan konseling yang
berkomunikasi baik dengan pasien seharusnya dilakukan untuk
maupun dengan tenaga kesehatan memastikan bahwa pasien benar-benar
lainnya dalam menetapkan terapi paham tentang obat yang dikonsumsi,
sebagai bentuk dukungan terhadap Konseling merupakan suatu proses
penggunaan obat yang rasional. untuk mengidentifikasi dan
Dalam melakukan praktik tersebut, penyelesaian masalah pasien yang
apoteker juga dituntut untuk melakukan berkaitan dengan penggunaan obat
monitoring penggunaan obat, pasien swamedikasi ataupun pasien
melakukan evaluasi dan rawat jalan dan rawat inap di sebuah
mendokumentasikan segala aktivitas instansi kesehatan, serta keluarga
kegiatannya sebagai bentuk kegiatan pasien. Tujuan dilakukannya konseling
dalam memenuhi standart pelayanan. adalah memberikan pemahaman yang
Pelayanan kefarmasian yang benar mengenai Obat kepada
komprehensif meliputi dua kegiatan pasien/keluarga pasien antara lain
yaitu memberikan rasa aman kepada tujuan pengobatan, jadwal pengobatan,
masyarakat sehingga terhindar dari cara dan lama penggunaan Obat, efek
reaksi yang tidak diinginkan selama samping, tanda-tanda toksisitas, cara
penggunaan obat dan yang kedua penyimpanan dan penggunaan Obat.
adalah memberikan jaminan kualitas
obat dengan cara menjelaskan
penggunaan obat agar tujuan terapi METODE
tercapai dengan maksimal dan dengan
efek samping minimal (Sari, 2004). A. Metode penelitian
Pelayanan Informasi Obat (PIO) Penelitian ini merupakan penelitian
merupakan kegiatan pelayanan yang deskriptif observasional yang dilakukan
dilakukan oleh Apoteker untuk di Lamongan pada 10 Apotek ,1
memberikan informasi secara akurat, puskemas dan 1 klinik berdasarkan
jelas dan terkini kepada dokter, purposive sampling. Populasi pada
apoteker, perawat, profesi kesehatan penelitian ini merupakan seluruh
lainnya dan pasien yang bertujuan apoteker / TTK yang bekerja dalam
untuk menyediakan informasi pelayanan kesehatan dan memenuhi
mengenai obat kepada tenaga kriteria penelitian dan memenuhi
kesehatan lain di lingkungan instansi kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria
kesehatan, apotek, pasien dan inklusi pada penelitian ini, antara
masyarakat, menyediakan informasi Kriteria Apotek yang berada di
untuk membuat kebijakan yang Kabupaten lamongan dan Tenaga
berhubungan dengan obat, dan kefarmasiaan (Apoteker/TTK) di
menunjang penggunaan obat yang Apotek Kabupaten lamongan yang
rasional. bersedia menjadi responden penelitian.
Dan untuk kriteria yang ditetapkan
dalam penelitian ini adalah Tidak dapat resep dam non resep dengan standar
memberikan informasi serta pelayanan pelayanan kefarmasian oleh responden
sesuai standar pelayanan. (petugas apotek). Karakteristik
responden yaitu menguraikan deskripsi
identitas responden menurut sampel
B. Instrumen penelitian penelitian yang telah ditetapkan. Salah
Insturumen yang digunakan dalam satu tujuan dengan deskripsi
penelitian ini adalah rekaman audio. karakteristik responden adalah
Rekaman audio ialah salah satu dari memberikan gambaran yang menjadi
teknik pengumpulan data kualitatif. sampel dalam penelitian ini.
Untuk menangkap inti pembicaraan Berdasarkan hasil pengumpulan data
diperlukan kejelian dan pengalaman, melalui observasi kepada petugas apotek
sehingga dapat digunakan untuk di daerah Lamongan yang dijadikan
menggali informasi lebih lengkap sebagai responden maka dapat diketahui
pada saat pengolahan data dilakukan. karakteristik responden.
Dalam penelitian sampel, total
responden berdasarkan jenis kelamin
HASIL PENELITIAN seluruhnya ialah berjenis kelamin
perempuan, adapun observasi yang
Karakteristik Responden Dan Jenis dilakukan dikelompokkan menurut jenis
Pelayanan pelayanan yakni pelayanan resep dan non
Penelitian ini menggunakan 34 resep (swamedikasi), untuk memperjelas
responden yang digunakan untuk karakteristik responden dan jenis
mengetahui sejauh mana tingkat pelayanan yang dimaksud, maka
kesesuaian pelaksanaan pelayanan disajikan tabel seperti berikut ini:

Tabel 4.1 Persentase Jenis pelayanan Responden


Lokasi Fasilitas Kefarmasian Jenis Jumlah Persentas
Kelamin Sample (%)
Apotek Apotek Diva Lamongan Perempua 30 100%
Apotek K-24 Lamongan n
Apotek Kimia Farma
Lamongan
Apotek Paviliun Lamongan
Apotek 27 Made Lamongan
Apotek Kasih bunda Solokuro
Apotek As-syafa’ah
Sumberwudi
Apotek Zakky Sukodadi
Apotek Diva Babat
Apotek Awam Babat
Puskesmas Puskemas Kalitengah Perempua 2 100%
n
Klinik Klinik Surya Lamongan Perempua 2 100%
n

Tabel 4.2 Persentase Pelayanan Responden Tabel 4.2.4 Pelayanan Informasi Obat (PIO)
(Non Resep)
No. Indikator Jumlah Persentase
1. Memberikan dan 30 100 %
Tabel 4.2.1 Persyaratan Administrasi menyebarkan Informasi
kepada konsumen secara pro
No. Indikator Jumlah Persentase aktif dan pasif (tenaga
kefarmasian memberikan
1. Nama 3 10%
penjelasan yang mudah
pasien
dipahami).
2. Jenis 0 0%
2. Memberikan akses informasi 0 0
kelamin
melalui leaflet, label obat,
3. Umur 8 26,66%
poster, majalah dinding dan
lain-lain.
3. Memberikan kesempatan 29 96,66%
Tabel 4.2.2 Persyaratan Farmasetik kepada pasien untuk bertanya
dan memberikan feed back
No. Indikator Jumlah Persentase atau respon dari pertanyaan
1. Nama obat, bentuk 11 36,66% pasien secara jelas.
sediaan 4. Memberikan kesempatan pada 0 0%
2. Dosis dan jumlah 1 3,33% pasien untuk mengulang
obat informasi yang telah
3. Aturan dan cara 30 100 % diberikan.
pengunaan

Tabel 4.3 Persentase Pelayanan Responden


Tabel 4.2.3 Persyaratan Klinik (Resep)

No. Indikator Jumlah Persentase


1. Ketepatan pemilihan 26 86,66% Tabel 4.3.1 Persyaratan Administrasi
obat, dosis dan waktu
penggunaan. No. Indikator Jumlah Persentase
2. Alergi dan efek 3 10% 1. Nama, umur, 4 100%
samping obat. jenis kelamin
3. Kontra indikasi 0 0% dan berat badan
4. Interaksi obat 0 0% pasien.
2. Nama, dan paraf 0 0%
dokter.
3. Tanggal resep 2 50%
4. Ruangan/unit 0 0%
asal resep
Tabel 4.3.4 Pelayanan Informasi Obat (PIO)
Tabel 4.3.2 Persyaratan Farmasetik
No Indikator Jumlah Persentase
.
No Indikator Jumlah Persentase
. 1. Memberikan dan 4 100%
menyebarkan
1. Bentuk dan kekuatan 0 0%
Informasi kepada
sediaan.
konsumen secara pro
2. Dosis dan jumlah 0 0%
aktif dan pasif (tenaga
obat.
kefarmasian
3. Stabilitas dan 0 0%
memberikan
ketersediaan.
penjelasan yang
4. Aturan dan cara 4 100% mudah dipahami).
penggunaan. 2. Memberikan akses 0 0%
informasi melalui
leaflet, label obat,
Tabel 4.3.3 Persyaratan Klinik poster, majalah
dinding dan lain-lain.
No Indikator Jumlah Persentase 3. Memberikan 4 100%
. kesempatan kepada
1. Ketepatan 3 75% pasien untuk bertanya
indikasi, dosis dan memberikan feed
dan waktu back atau respon dari
Penggunaan pertanyaan pasien
Obat. secara jelas.
2. Duplikasi 0 0% 4. Memberikan 0 0%
Pengobatan. kesempatan pada
3. Alergi, 1 25% pasien untuk
Interaksi dan mengulang informasi
Efek samping yang telah diberikan.
Obat.

Tabel 4.4 Hasil Penilaian Penelitian Mengenai Pelayanan Non Resep Sesuai Dengan Standar
Pelayanan Kefarmasian
Jenis pelayanan Kefarmasian
No. Pelaya Indikator Persentase No. Pelayanan Indikator Persent
nan (%) Non Resep ase (%)
Resep
1. Presya Nama, umur, 100% 1. Presyaratan Na Nama 10%
ratan jenis Administrasi Pasien
Admin kelamin, dan Jenis 0%
istrasi berat badan Kelamin
pasien Ui Umur 26,66%
Nama dan 0%
paraf dokter

Tanggal 50%
resep
Ruangan/ 0%
unit asal
resep
7. Persya Bentuk dan 0% 2. Persyaratan Nama 36,66%
ratan kekuatan Farmasetik obat,
Farma sediaan Bentuk
setik Dosis dan 0% sediaan
jumlah obat
Stabilitas 0%
dan jumlah Dosis dan 3,33%
sediaan jumlah
Aturan dan 100% obat
cara Aturan dan 100%
penggunaan cara
penggunaa
n
13. Persya Ketepatan 75% 3. Persyaratan Ketepatan 86,66%
p ratan indikasi dan klinik pemilihan
Klinik waktu obat,dosis
penggunaan dan waktu
obat penggunaa
Duplikasi 0% n
pengobatan
Alergi, 25%
interaksi
obat dan Alergi dan 10%
efek efek
samping samping
obat obat
Kontra 0%
indikasi
Interaksi 0%
obat
19. Pelaya Memberikan 100% 4. Pelayanan Memberik 100%
nan dan informasi an dan
inform menyebarka obat (PIO) menyebark
asi n informasi an
obat kepada informasi
(PIO) konsumen kepada
secara pro konsumen
aktif dan secara pro
pasif (tenaga aktif dan
kefarmasian pasif
memberikan (tenaga
penjelasan kefarmasia
yang mudah n
dipahami) memberika
n
penjelasan
yang
mudah
dipahami)
Memberik 0%
an akses
informasi
melalui
leaflet,
Memberikan
label obat,
akses
majalah
informasi
dinding
melalui
dan lain-
leaflet, label
lain
obat,
Memberik 96,66%
majalah
an
dinding dan
kesempata
lain-lain
n kepada
pasien
untuk
Memberika 0%
bertanya
n
kesempatan dan
kepada memberika
pasien untuk n feed
bertanya dan back atau
memberikan respon dari
feed back pertanyaan
atau respon pasien
dari secara jelas
pertanyaan Memberik 0%
pasien an
secara jelas kesempata
n kepada
pasien
untuk
mengulang
informasi
yang telah
diberikan.
Memberika 0%
n
kesempatan
kepada
pasien untuk
mengulang
informasi
yang telah
diberikan.
Tabel 4.5 Persentase Penyampaian Indikator
Pada Jenis Pelayanan Resep Dan Non Resep
No Jenis Pelayanan Persentase (%)
Kefarmasian
1. Pelayanan Resep 369,97%
2. Pelayanan Nonresep 64,38%

Tabel 4.6 Pelayanan Informasi Obat (PIO)


Kategori Rekomen Kelas Lokasi Jumlah Persentase
Swamedikasi dasi Obat Obat Fasilitas (%)
Kefarmasi
an
Swamedikasi Attapulgite Adsorben Apotek Attapulgite = 3 30 %
Diare Diva Babat Loperamide

Attapulgite Adsorben Apotek HCl

K24 & domperidone 10%


Lamongan =1

Loperamid Antimotilit Apotek


e HCl as & Awam
& Antiemetik Babat
domp
erido
ne
Attapulgite Adsorben Apotek Attapulgite &
& & Paviliun domperidone = 20%
domperido Antiemetik 2
ne
Attapulgite Adsorben Apotek
& & Diva
domperido Antiemetik Lamongan
ne
Loperamid Antimotilit Apotek Loperamide &
e& as & Zakky metronidazole 10%
metronidaz Antibiotik =1
ole
Loperamid Antimotilit Apotek
e as Kasih
Bunda
Loperamid Antimotili Apotek Loperamide = 3
e tas Kimia 30%
Farma

Loperamid Antimotili Apotek


e tas Made 27

Attapulgite Adsorben Apotek


As-
syafa’ah
Swamedikasi Ibuprofen OAINS Apotek Ibuprofen = 7 87,5%
Demam (Antiinfla Diva Babat
masi Non Ibuprofen & 12,5%
Steroid) Thiaphenicol =
Ibuprofen OAINS Apotek 1
(Antiinfla Awam
masi Non Babat
Steroid)
Ibuprofen OAINS Apotek
(Antiinfla paviliun
masi Non
Steroid)
Ibuprofen OAINS Apotek
(Antiinfla Kasih
masi Non Bunda
Steroid)
Ibuprofen OAINS Apotek
(Antiinfla As-
masi Non syafa’ah
Steroid)
Ibuprofen OAINS Apotek
(Antiinfla K24
masi Non Lamongan
Steroid)
Ibuprofen OAINS Apotek
(Antiinfla Made 27
masi Non
Steroid)
Ibuprofen OAINS Apotek
& (Antiinfla Zakky
masi Non
Steroid) &
Thiaphenic Antibiotik
ol
Swamedikasi Dextromet Antitusif Apotek Dextromethorp 16,66%
Batuk horpan Diva an HBr = 1
HBr Lamongan
Ambroxol = 2 33,33%

Ambroxol &
levofloxacin 16,66%
hemyhidrate =
1

Acetylcyctein = 16,66%

Ambroxol Mukolitik Apotek 1

& & Zakky


levofloxaci Antibiotik Guaifenesin, 16,66%

n Dextromethorp

hemyhidrat han,Diphenhyd

e ramine = 1

Ambroxol Mukolitik Apotek


Kasih
Bunda
Ambroxol Mukolitik Apotek
Made 27

Acetylcyct Mukolitik Apotek As-


ein syafa’ah
Guaifenesi Mukolitik Apotek
n, Kmia
Antitusif Farma
Dextromet
horphan,
Dekongestan
Diphenhyd
ramine
Swamedikasi Pseudoeph Dekongest Apotek Pseudoephedrin 33,33%
Pilek edrin HCl an Diva Babat HCl = 2

Pseudoeph Dekongest Apotek Paracetamol, 33,33%


edrin HCl an Awam Pseudoephedri
Babat n HCl,
Paracetam Analgesik Apotek Chlorpeniramin
ol, antipiretik Paviliun e Maleate = 2
&
Pseudoeph Dekongest
edrin HCl, an

Chlorpenir
amine Antihistam
Maleate in
Paracetam Analgesik Apotek Pseudouephedri 16,66%
ol, antipiretik diva n,
& Lamongan Triprolidine
Pseudoeph Dekongest HCl = 1
edrin HCl, an &
Chlorpenir
amine Antihistam
Maleate in
Pseudouep Dekongest Apotek
hedrin, an & Kimia
Triprolidin Farma
e HCl Antihista
min
Paracetam Analgesik Apotek Paracetamol, 16,66%
ol, antipiretik K24 Phenylpronola
& Lamongan mine,
Phenylpro Dekongest Chlorpeniramin
nolamine, an & e Maleate,
Chlorpenir Dextromethorp
amine Antihistam an = 1
Maleate, in &
Dextromet
horpan Antitusif
*note: Presentase klasifikasi golongan obat berdasarkan masing-masing penyakit menggunakan
rumus sederhana menghitung persen.
PEMBAHASAN mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan
kualitas hidup (Menkes RI, 2016). Pada
Berdasarkan data dari tabel 4.1 penelitian ini, sebanyak 33,57 % responden pada
menunjukkan bahwa seluruh sampel yang jenis pelayanan non resep sering melakukan
berjumlah 34 responden berjenis kelamin pelayanan swamedikasi sesuai dengan standart
perempuan, dimana tidak terdapat perbandingan pelayanan kefarmasian sedangkan sebanyak
jenis kelamin responden pada penelitian ini, hal 36,66 % responden pada jenis pelayanan resep
ini dikarenakan hampir seluruh petugas apotek sering melakukan pelayanan resep sesuai dengan
yang di apotek daerah Lamongan terutama standar pelayanan kefarmasian.
apotek yang dilakukan sebagai target penelitian Pada jenis pelayanan non resep
ialah berjenis kelamin perempuan. petugas apotek dapat menekankan kepada
Namun telah dipastikan bahwa usia pasien bahwa walaupun obat tersebut dapat
responden berada pada usia produktif sehingga diperoleh tanpa resep dokter pada penggunaan
seluruh responden di apotek masih bisa obat bebas, obat bebas terbatas dan obat wajib
menjalankan perannya sesuai dengan perundang- apotek tetap dapat menimbulkan bahaya dan
undangan yang berlaku. Usia produktif di efek samping yang tidak dikehendaki jika
Indonesia berada pada usia 15-64 tahun (WHO, dipergunakan dengan tidak semestinya.
2004). Pelayanan swamedikasi di apotek tidak harus
Adapun data yang menyajikan dilakukan oleh Apoteker karena pekerja
informasi tentang jenis pelayanan, yang mana kefarmasian (Asisten Apoteker) juga dapat
jenis pelayanan yang dilakukan ialah pelayanan memberikan pelayanan swamedikasi apabila
resep yang ditargetkan pada puskesmas & klinik Apoteker membuat dan menerapkan sistem
dan pelayanan non resep ditargetkan pada Standar Operasional Prosedur (SOP). Menurut
apotek, jumlah responden pada seluruh apotek Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan
yang dilakukan penelitian berjumlah 30 petugas Aparatur Negara Nomor: PER/21/M.PAN 11/
apotek sedangkan jumlah responden pada 2008, dimana secara garis besar dimaksudkan
puskesmas berjumlah 2 staff dan di klinik agar SOP dapat menjadi sarana pedoman kerja
berjumlah 2 staff. agar operasional yang dijalankan sesuai dengan
Hasil penelitian dari tinjauan standart yang berlaku.
pelayanan kefarmasian dalam pelaksanaan Menurut, Kepmenkes no. 26 tahun
pelayanan swamedikasi yaitu pelayanan 1981 menyatakan bahwa selama apotek tersebut
langsung dan bertanggungjawab oleh Apoteker buka maka apoteker pengelola apotek harus
dalam memberikan pelayanan kepada pasien berada di apotek, Namun dari penelitian yang
yang berkaitan dengan sediaan farmasi dalam dilakukan, hanya terdapat 2 apotek yang
memiliki Apoteker pendamping yang secara tatap muka dan usaha untuk
menunjukkan bahwa kedua apotek tersebut telah meningkatkan pengetahuan danbkepatuhan
menjalankan peraturan yang berlaku, sedangkan pengobatan bagi pengunjung apotek (Sanii,
pada apotek lainnya diketahui bahwa apoteker Torkamandi, Gholami,Hadavand, & Javadi,
tidak setiap hari ada di apotek yang berarti tidak 2016). Peran apoteker dalam implementasi
sesuai dengan aturan yang berlaku. standar kefarmasian dalam pelayanan resep
Terdapat beberapa aspek yang belum khususnya pemberian informasi obat secara
ditanyakan atau disampaikan oleh petugas lengkap dan jelas akan mengurangi risiko
apotek pada saat pelayanan resep maupun non terjadinya medication error, meningkatkan
resep, hal ini tersaji dalam tabel 4.2 dan 4.3 yang keberhasilan terapi dan meingkatkan efek terapi
menunjukkan bahwa petugas apotek tidak dan meminimalkan efek samping (Sari, Hakim,
menyampaikan hal-hal penting, Mulai dari & Pramantara, 2017). Hal ini terbukti dari
kelengkapan administrasi dimana seharusnya penelitian Dominica (2016) bahwa tingkat
pasien yang pertama kali datang ke apotek akan kehadiran Apoteker mempunyai pengaruh
ditanyakan hal yang serupa terkait kelengkapan terhadap pelayanan kefarmasian dengan nilai
administrasi pasien. Tenaga kefarmasian yang signifikan < 0,05 (Dominica, Putra & Yulihsari,
bertugas sebaiknya tetap melakukan 2016).
pemeriksaan data pasien secara lengkap, Dalam presentase indikator responden
dikarenakan hal tersebut bisa dijadikan sebagai tidak terdapat petugas apotek yang mendata
tindakan untuk mengambil keputusan dalam tentang alergi pasien dan menginformasikan
melakukan skrining kesesuaian farmasetis dan tentang interaksi obat, dimana seharusnya Alergi
pertimbangan klinis demi mengoptimalkan pada pasien perlu diketahui untuk melihat
terapi pada pasien. Adapun pertanyaan terkait apakah obat yang akan diberikan dapat
berat badan yang mana seharusnya data berat memperburuk keadaan pasien atau tidak
badan dan tinggi badan pasien penting untuk (Warrington & Silviu-Dan, 2011).Faktor yang
melihat BMI(Body Mass Index) pasien apakah menyebabkan terjadinya alergi obat yaitu faktor
dalamkeadaan normal atau obesitas, karena keturunan, kondisi masing-masing individu
berpengaruh pada dosis obat (konsentrasi obat terhadap kerentanan pada paparan suatu
pada tempat kerjanya) yang akan digunakan obat(Lander, Howsare, & Byme, 2013). Alergi
(Matson, Harton, & Capino,2017). bisa mengakibatkan efek yang serius,contohnya
Selain itu, petugas apotek tidak SJS (Sindrom Stevens-Johnson). Secara umum
memberikan informasi mengenai efek samping gejala klinis sindrom Stevens-Johnson didahului
obat. Informasi mengenai efek samping obat gejala yang tidak spesifik seperti demam,
dirasa penting untuk disampaikan kepada pasien malaise, batuk, sakit kepala, nyeri dada,
untuk menjamin keamanan pasien, mengenali diare,muntah dan artralgia. Gejala ini dapat
efek samping yang mungkin terjadi dan berlangsung selama dua minggu dan bervariasi
mengetahui cara mengatasinya, serta pasien dari ringan sampai berat. Pada keadaan ringan
mengetahui aktifitas yang harus dihindari. kesadaran pasien baik,sedangkan keadaan yang
Informasi tersebut juga bisa digunakan untuk berat gejala-gejala menjadi lebih buruk
melengkapi instruksi yang diberikan oleh dokter, (Chantaphakul,Sanon, & Klaewsongkram, 2015)
misal efek samping golongan kortikosteroid dan juga Informasi mengenai makanan dan
sangat banyak dan dapat terjadi pada setiap cara minuman yang harus dihindari penting
pemberian, antaralain: insomnia, osteoporosis, disampaikan untuk menghindari adanya
retensi cairan tubuh, glaukoma dan lain interaksi antara obat dengan kandungan zat yang
sebagainya (Caplan, Fett, Rosenbach, Werth, ada pada makanan atau minuman yang dapat
&Micheletti, 2017). mempengaruhi keefektifan obat selama
Semua informasi terkait obat pengobatan (Bushra, Aslam,& Yar Khan, 2011).
seharusnya diberikan oleh Apoteker atau petugas Pelayanan yang dilakukan oleh petugas
apotek dan merupakan hak konsumen apotek di daerah Lamongan masih sangat jauh
(pasien).Pelayanan informasi mengenai obat dengan standar pelayanan kefarmasian, dapat
sebagai salah satu metode edukasi pengobatan dilihat dari hasil rata-rata dari presentase
penilaian penelitian yang dilakukan yaitu pada persentase 16,66% dan ada pula golongan obat
tabel 4.4 hanya 33.57% petugas apotek yang kombinasi yaitu dari obat golongan mukolitik
melaksanakan prosedur atau standar pelayanan kombinasi dengan antibiotik yang memiliki nilai
non resep dengan benar, sedangkan pada tabel persentase yang sama dengan kombinasi obat
4.5 hanya 36,66% petugas kefarmasian yang golongan mukolitik, antitusif, dekongestan
melayani pasien dengan resep sesuai proses atau dengan diperoleh hasil 16,66%. Persentase
standar pelayanan yang benar, hal ini epaling tinggi yaitu obat golongan mukolitik
menunjukkan bahwa pelayanan di daerah dengan persentase 33,33%. Kemudian jenis obat
Lamongan masih belum memenuhi SOP dengan sakit pilek, diperoleh hasil persentase
(Standar Operasional Prosedur) hampir tidak pemberian obat golongan obat dekongestan
melakukan pelayanan secara benar, hal ini dengan obat kombinasi dari golongan analgesik,
diduga karena petugas yang menjaga apotek antipiretik, dekongestan, antihistamin sama-
memiliki pemahaman yang kurang dibidang sama diperoleh hasil persentase 33,33%, lalu
kefarmasian, namun tidak dapat dipungkiri ada jenis obat dengan kombinasi yaitu obat
bahwa alasan petugas apotek tidak memberikan golongan dekongestan kombinasi dengan
informasi secara lengkap karena kebanyakan antihistamin memiliki persentase yang sama
pasien tidak membutuhkan informasi detail dengan obat kombinasi golongan analgesik
tentang obat-obatan yang dibeli ataupun di antipiretik, dekongestan, antihistamin, Antitusif
tebus, dan penyebab petugas apotek tidak yaitu diperoleh hasil 16,66%. Persentase paling
menanyakan informasi kesehatan seperti berat tinggi yaitu obat dengan golongan pemberian
badan ataupun alergi pasien karena merasa obat golongan obat dekongestan dengan obat
bahwa pasien akan tersinggung dengan kombinasi dari golongan analgesik, antipiretik,
pertanyaan terkait hal tersebut, maka dari itu hal dekongestan, antihistamin sama-sama diperoleh
ini sudah menjadi kebiasaan yang dilakukan hasil persentase 33,33%.
petugas apotek dengan tidak memberikan Pada dasarnya terdapat beberapa
informasi lengkap ataupun menanyakan kesalahan dalam pelayanan swamedikasi
informasi tentang pasien secara detail atau rinci. begitupun pada saat penelitian. Pada penelitian
pada tabel 4.6 dapat dilihat pada ini terdapat skenario yang telah dibuat untuk
pelayanan informasi obat, dari masing-masing melakukan simulasi pasien, dimana pada
penyakit terdapat jenis obat berbeda yang penelitian ini diharapkan sampel memberikan
diberikan oleh sampel, namun dari hasil yang obat yang tepat,namun terdapat beberapa sampel
diperoleh presentase obat diare ialah pemberian yang tidak tepat dalam memberikan pelayanan
obat golongan adsorben dan antimotilitas yaitu atau swamedikasi. Dalam kasus ini pemberian
masing-masing 30%, antimotilitas kombinasi obat diare yang tepat seharusnya ialah unrtuk
dengan antiemetik 10%, Adsorben kombinasi encegah dehidrasi seperti oralit. Oralit
dengan entiemetik 20%, antimotilitas kombinasi adalah obat yang bermanfaat untuk
dengan antibiotik 10%. Persentase paling tinggi menggantikan cairan dan elektrolit tubuh yang
yaitu obat golongan adsorben dan antimotilitas hilang akibat diare, sehingga bisa mencegah dan
yaitu masing-masing 30%. Adapun jenis obat mengatasi dehidrasi. Terapi loperamid dapat
berbeda diberikan oleh sampel pada sakit diberikan untuk mengurangi durasi diare dan
demam, diperoleh hasil penelitian menunjukkan meningkatkan peluang untuk sembuh melalui
bahwa presentase pemberian obat golongan produksi kontraksi segmen usus sehingga
OANS ialah 87,5% sedangkan obat dengan memperlambat pergerakan cairan intraluminal
kombinasi antibiotik ialah 12,5%. Persentase dan penghambatan sekresi mukosa dalam
paling tinggi yaitu obat golongan OANS yaitu motilitas usus (Mark, et al., 2016), namun tidak
87,5%. Selanjutnya ada jenis obat dengan sakit terdapat sampel yang memberikan obat untuk
batuk, diperoleh hasil persentase 33,33% pada mencegah dehidrasi dan 30% sampel
obat golongan mukolitik (ambroxol), persentase memberikan obat attapulgite yang mana obat ini
jenis obat golongan antitusif 16,66%, dan kurang tepat dikarenakan pada kasus ini tidak
kemudian ada jenis obat golongan mukolitik diketahui penyebab diare sedangkan attapulgite
dengan kandungan yang berbeda memiliki nilai merupakan golongan adsorbent yang tidak
diserap tetapi dapat mengikat air, sehingga air pemberian obat dengan kombinasi antibiotik
difeses akan berkurang dan konsistensi feses yang dilakukan oleh sampel. Dampak negatif
menjadi normal. Pada penelitian eksperimental akibat penggunaan antibiotik yang tidak
menunjukkan attapulgite dapat menyerap racun, rasional, penggunaan antibiotik yang terlalu
bakteri, rotavirus dan baik sebagai barrier pada sering, penggunaan antibiotik baru yang
epitel usus, tetapi efek tersebut diabaikan pada berlebihan, dan penggunaan antibiotik dalam
usus orang dewasa pada dosis tertentu (Chynthia jangka waktu yang lama ialah timbulnya
Pradiftha Sari, et al., 2018). resistensi mikroorganisme terhadap berbagai
Selanjutnya pada pelayanan pasien antibiotik (multidrug-resistance). Hal ini
dengan keluhan sakit demam, namun alergi mengakibatkan pengobatan menjadi tidak
terhadap Paracetamol Pada kasus ini sampel efektif, peningkatan morbiditas maupun
memberikan rekomendasi obat golongan OANS mortalitas pasien, dan peningkatan biaya
yaitu ibuprofen. OAINS sering digunakan kesehatan (Kementerian kesehatan RI, 2005).
karena efektivitasnya yang baik sebagai
analgetik, anti- inflamasi, dan antipiretik.
Efektivitas kerja OAINS didapatkan dari KESIMPULAN
kemampuannya menghambat sintesis
prostaglandin melalui penghambatan kerja Pelaksanaan standar pelayanan
enzim siklooksigenase. Ibuprofen merupakan kefarmasian dalam aspek pelayanan resep dan
obat analgesik yang dapat digunakan sebagai non resep yang meliputi indikator persyaratan
pengganti Paracetamol bila pasien atau administratif,persyaratan farmasetik, persyaratan
konsumen alergi terhadap Paracetamol/ tidak klinis dan pelayanan informasi obat pada 10
merasa bahwa parasetamol efektif sebagai apotek untuk pelayanan non resep, 1 klinik dan 1
penurun demam. puskesmas untuk pelayanan resep di wilayah
Pada kasus sakit batuk yang dibuat oleh kota Lamongan dengan presentase responden
peneliti, obat mukolitik memang sudah yang melakukan pelayanan non resep kurang
seharusnya diberikan oleh sampel karna skenario lebih sesuai standar pelayanan kefarmasian ialah
yang dibuat menunjukkan bahwa batuk yang 33.57% sedangkan pelayanan resep ialah 36.66.
diderita ialah batuk berdahak dan terbukti bahwa Terdapat aspek yang tidak dilakukan oleh
pemberian obat mukolitik presentase nya lebih responden antara lain memberikan informasi
banyak dibanding obat golongan lain dimana efek samping, interaksi,kontra indikasi,
Ambroxol, acetylcystein, dan guaifenisin dosis,dan jumlah obat, adapun pertanyaan
merupakan metabolit aktif yang digunakan mengenai alergi atau kondisi kesehatan pasien
sebagai mukolitik. Mekanisme kerja ambroxol yang tidak ditanyakan.
adalah dengan memutuskan rantai panjang dari Pada pelayanan obat dengan kondisi
mucopolysaccharida, sehingga dahak menjadi diare yang sering dilakukan oleh sampel ialah
lebih encer dan mudah dikeluarkan (Tjay dan pemberian obat golongan adsorben dan
Raharja, 2011). antimotilitas, masing-masing sebanyak 30% ,
Pada kasus selanjutnya yaitu pilek, pada kondisi demam presentase paling tinggi
dimana presentase tertinggi yang diberikan oleh ialah obat ibuprofen sebanyak 87,5%,
sampel ialah pada obat golongan dekongestan selanjutnya adalah kondisi batuk yang mana
dan dengan kombinasi lain seperti antihistamin obat dengan golongan mukolitik ialah presentase
dan antibiotik, pemberian obat ini dikatakan tertinggi yang diberikan sampel kepada pasien
tepat, dimana gejala pilek diatasi dengan simulasi yakni sebesar 33,33% , sedangkan pada
pseudoefedrin. Pseudoephedrine HCI untuk pasien dengan kondisi pilek presentase golongan
merangsang reseptor aplha-adrenergik sehingga obat tertinggi ialah golongan obat dekongestan
menyebabkan vasokonstriksi mukosa dan kombinasi yang mengandung antipiretik dan
pernapasan dan reseptor beta-adrenergik antihistamin dengan presentase masing-masing
menyebabkan relaksasi otot bronkial. Adanya sebesar 33,33%. Adapun ketidaktepatan obat
ketidaktepatan pada kasus-kasus skenario yang yang diberikan oleh sampel kepada pasien
digunakan untuk simulasi pasien ialah simulasi ialah pada pemberian obat diare yang
mana seharusnya obat pengganti cairan ialah N Gambar Ketera
yang terpenting karena pasien dalam kondisi o. ngan
dehidrasi, sampel yang memberikan attapulgite
juga dihitung tidak tepat karena belum diketahui
penyebab diare namun sampel sudah
memberikan obat golongan adsorben. Selain itu
juga sampel memberikan antibiotik yang
seharusnya tidak perlu diberikan karna dapat
mengakibatkan resistensi antibiotik dan
penyebab hal negatif lainnya seperti pengobatan
menjadi kurang efektif.

DAFTAR RUJUKAN

Departemen Kesehatan RI. 2009. Undang


Undang Republik Indonesia No 36 Tahun
2009.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2004.


Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor
1027/Menkes/Sk/Ix/2004 Tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian Di
Apotek Menteri Kesehatan Republik
Indonesia. 2004;(3):1-21.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2016.


Standar Pelayanan Kefarmasian Di
Apotek. Kemenkes RI. Jakarta

Muharni S, Aryani F, Mizanni M. 2015.


Gambaran Tenaga Kefarmasian Dalam
Memberikan Informasi Kepada Pelaku
Swamedikasi di Apotek-Apotek
Kecamatan Tampan, Pekanbaru. J
Sains Farm Klin. ;2(1):47.

Republik Indonesia, Peraturan Menteri


Kesehatan Nomor 34 Tahun 2014
Tentang Sari. 2004. Penelitian
Farmasi Komunitas Dan Klinik.
Yogyakarta : Gadjah Mada University
Press, Hal 3.

Lampiran

Dokumentasi Lokasi Tempat Penelitian


1. Apotek 4. Apotek
Diva K24
Lamon
gan

2. Apotek
Pavilliu 5. Apotek
n Asy-
Syafaa’
ah

3. Apotek
Kimia
6. Apotek
Farma
Awam
Babat

7. Klinik
Surya
Medika
8. Apotek
Kasih
Bunda

9. Apotek
Zakky
Dokumentasi Pelayanan Resep

No Gambar Keteranggan
.
1 Apotek 1. Resep dari
0. Diva puskesmas
Babat kalitengah, obat
topical neomycin
sulphate 5 mg

2. Resep dari
puskesmas
kalitengah, obat
suppositoria
microlax enema 5
ml tube
3. Resep dari klinik No Gambar Keterangan
surya medika .
1. Mengandung
 Levofloxacin
500 mg
 Ambroxol
HCl 30 mg

4. Resep dari klinik


2. Mengandung
surya medika
Acetylcysteine 200
mg

3. Mengandung
5. Mengandung
paracetamol 500 mg
 Metformin
HCl 500 mg
 Gliclazide 80
mg
 Mecobalami
n 500 mg

6. Mengandung
 Propanolol
HCl 10 mg 4. Mengandung
 Thiamazole guaifenisin 150 mg
10 mg
 Candesartan
8 mg

Dokumentasi Pelayanan Non resep

Obat batuk
5. Mengandung 4. Mengandung
Dextromethotphane Metronidazole
HBr 15 mg 500 mg

Obat diare

No. Gambar Keterangan 5. Mengandung


1. Mengandung Thiamphenicol
Loperamid HCl 2 500 mg
mg

2. Mengandung
Domperidone 10
mg
Obat demam

No Gambar Keterangan
.
1. Mengandun
g Ibuprofen
3. Mengandung 200 mg
Attapulgit 700 mg
2. Mengandun
g Ibuprofen
400 mg

Obat pilek

No. Gambar Nama obat


1. Mengandung
Pseudoefedrin
HCl 30 mg

2. Mengandung
Pseudoefedrin
HCl 30 mg

Anda mungkin juga menyukai