Anda di halaman 1dari 15

Peluang Dan Tantangan

Apoteker Dalam Kesehatan


Masyarakat

KELOMPOK 2

Budi Raharjo (2130122203)


Jujur Krisnawati Gea (2130122212)
Reskia Fiani Ningrum (2130122228)
Sri Delvia Putri (2130122234)
Apoteker menurut Syamsuni

Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus


sebagai Apoteker dan telah mengucapkan
sumpah jabatan Apoteker.

Tanggung jawab apoteker diatur dalam pasal 14 Peraturan


Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009
Tentang Pekerjaan Kefarmasian dan Peraturan Perundang-
undang yang berlaku di Indonesia mengenai Kesehatan dan
Kefarmasian, dalam menjalankan praktek kefarmasian
pada Fasilitas Pelayanan kefarmasian, Apoteker harus
menerapkan standar pelayanan kefarmasian, penyerahan
dan pelayanan obat berdasarkan resep dokter dilaksanakan
oleh Apoteker.
Pelayanan Kefarmasian Orientasi pelayanan kefarmasian
adalah suatu pelayanan saat ini telah bergeser dari drug
langsung dan bertanggung oriented menjadi patient oriented.
jawab seorang apoteker Pelayanan yang semula hanya
kepada pasien yang berkaitan berfokus pada pengelolaan obat
dengan sediaan farmasi harus bergeser menjadi pelayanan
yang menyeluruh, baik pengelolaan
dengan maksud mencapai
obat maupun pelayanan kepada
hasil yang pasti untuk masyarakat.
meningkatkan mutu
kehidupan pasien.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah
No. 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan
Kefarmasian merupakan tantangan
dan harapan bagi Apoteker
Indonesia untuk maju dan menjadi
lebih baik.
Apoteker melaksanakan
praktik kefarmasian di
sarana pelayanan
sediaan farmasi dengan
baik
Melakukan
Melaksanakan
Penyerahan dan
fungsi pimpinan
pelayanan obat
di apotek dengan
berdasarkan
baik
resep dokter
Peluang Apoteker dalam Kesehatan
Masyarakat
Melaksanakan
Pemanfaatan fungsi pelayanan
Teknologi Informasi konsultasi,
dalam Pelayanan informasi, dan
Informasi Obat edukasi tentang
sediaan farmasi
Berpartisipasi aktif
dalam program
preventif dan promotif
dalam bidang
kesehatan masyarakat.
Tantangan seorang apoteker dalam kesehatan masyarakat

Seorang apoteker dituntut untuk mempunyai wawasan pengetahuan yang mampu


menguasai bidangnya. Selain itu seorang apoteker harus mengikuti perkembangan ilmu
farmasi dan kesehatan yang terkait dengan pelayanan kefarmasian terhadap pasien.

Masih banyak masyarakat yang kurang familiar dengan profesi apoteker, masyarakat lebih familiar
dengan profesi kedokteran dan keperawatan. Hal inilah yang menjadi tantangan bagi seorang
apoteker untuk menunjukan eksitensi keberadaannya ditengah-tengah masyarakat

Apoteker harus mampu menunjukan jati dirinya terhadap


mesyarakat dengan melakukan pelayanan kefarmasian
LANJUTAN......

Seorang apoteker harus mempunyai standar kompetensi diantaranya


praktik kefarmasian secara profesional dan etik, seorang Apoteker harus
bisa mengoptimalisasikan penggunaan sediaan farmasi, harus memiliki
komunikasi yang efektif, upaya preventif dan promotif kesehatan
masyarakat, pemberian informasi sediaan farmasi dan alat kesehatan,
memiliki keterampilan organisasi dan hubungan interpersonal serta
seorang Apoteker juga harus meningkatkan kompetensi diri nya.
Jurnal 1
PERAN DAN TANGGUNG JAWAB APOTEKER
DALAM MENJAMIN MEDICATION SAFETY (2019)
 Hasil
Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk mencapai medication safety tidak hanya
memerlukan kegiatan pelayanan kefarmasian yang serba tepat dan waspada. Upaya
medication safety sudah dimulai sejak proses pengadaan bahan baku yang tepat serta
pelaksanaan produksi yang juga tepat, penyimpanan dan proses pendistribusian yang tepat
hingga sampai pada tempat yang tepat di mana apoteker pada pelayanan kefarmasian
memulai kegiatannya sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri
Kesehatan tentang pelayanan kefarmasian, baik di puskesmas, rumah sakit maupun apotek.

 Kesimpulan
Medication safety adalah tanggung jawab semua apoteker, baik yang secara langsung
berhubungan dengan pasien pada farmasi klinik dan yang bekerja pada pelayanan
kefarmasian mulai dari pengadaan hingga pemusnahan di klinis, peresepan hingga
penggunaan obat oleh pasien, maupun apoteker yang secara tidak langsung berhubungan
dengan pasien. Termasuk dalam apoteker yang disebutkan terakhir adalah apoteker yang
bekerja pada industri dan distribusi; dan apoteker yang bekerja pada instansi-instansi, baik
instansi pemerintah atau bukan yang melakukan fungsi pengawasan terhadap obat dan
senyawa aktifnya, selama clinical trial, pembuatan (termasuk ekspor impor), distribusi,
penyerahan, dan selama obat dan senyawa aktifnya berada dalam pasaran
(pharmacovigilance).
Jurnal 2
ANALISIS PELAKSANAAN PELAYANAN KONSELING
OLEH APOTEKER DI APOTEK SWASTA DI KOTA
PADANG TAHUN 2019
 Hasil
Pelaksanaan pelayanan konseling di Apotek Swasta di Kota Padang belum mengacu
pada Permenkes RI Nomor 73 Tahun 2016. Jumlah sumber daya manusia sudah
mencukupi, dana bersumber dari dana pribadi pemilik sarana Apotek, sarana dan
prasarana belum mencukupi, SOP pelayanan kefarmasian di Apotek belum tersedia.
Sosialisasi kebijakan sudah dilakukan melalui seminar dan workshop, pelatihan
khusus untuk pelayanan konseling belum pernah dilakukan, jasa praktek Apoteker
belum dibayarkan sesuai dengan standar dari organisasi profesi, pembinaan dan
pengawasan yang dilakukan masih kurang

 Kesimpulan
Pelaksanaan pelayanan konseling di Apotek Swasta di Kota Padang belum berjalan
optimal. Kendala utama yang menjadi hambatan adalah Apoteker belum sepenuhnya
ada di apotek, tidak ada ruang konseling, pelatihan yang jarang dilakukan, dan masih
kurangnya pembinaan dan pegawasan yang dilakukan oleh pemangku kepentingan.
Diharapkan kepada pemangku kepentingan untuk melakukan pelatihan kepada tenaga
kefarmasian dan meningkatkan pembinaan dan pengawasan.
Jurnal 3
KETERTARIKAN MASYARAKAT TERHADAP
APOTEKER SEBAGAI INFORMER OBAT
BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI 4.0 (2021)
 Hasil
Mayoritas masyarakat memiliki ketertarikan terhadap pelayanan informasi
obat menggunakan teknologi informasi melalui internet. terdapat 98.6%
responden yang menggunakan smartphone dalam mengakses survey ini,
sedangkan 1.4% menggunakan laptop. Sebanyak 94.8% responden telah
mengetahui eksistensi dan tugas profesi apoteker. Masyarakat mencari tau
obatnya secara mandiri sebesar 76.2% dan mencari apoteker ketika
membeli obat 52.4%. Keinginan berkonsultasi obat secara daring sebanyak
92.3%.

 Kesimpulan
Ketertarikan masyarakat kepada apoteker sebagai informer obat dengan
memanfaatkan teknologi ditunjukkan dengan besarnya minat responden
untuk berkonsultasi secara daring. Apoteker dapat berinovasi untuk
memenuhi kebutuhan perkembangan teknologi informasi 4.0 menuju 5.0.
Jurnal 4
Analisis Persepsi Masyarakat Terhadap Peran Apoteker Pada
Layanan Kefarmasian Di Apotek Kecamatan Sokaraja,
Baturraden, Sumbang, Dan Kedungbanteng (2020)

 Hasil
sebanyak 65,45% masyarakat memiliki kesadaran (general
awareness) yang baik, 63,64% memiliki persepsi baik, 59,09%
memiliki harapan yang baik, dan 50% memiliki pengalaman yang
baik terhadap peran apoteker pada layanan kefarmasian di apotek.

 Kesimpulan
kesadaran (general awareness), persepsi, harapan, dan pengalaman
masyarakat terhadap peran apoteker di Apotek Kecamatan
Sokaraja, Baturraden, Sumbang, dan Kedungbanteng cukup baik.
Apoteker perlu menggunakan atribut praktik apoteker (jas atau
name tag) di apotek untuk memudahkan masyarakat mengenali
apoteker.
Jurnal 5
Identifikasi Faktor Pendukung dan Penghambat Aktivitas
Apoteker di Media Sosial dalam Menunjang Praktik
Kefarmasian (2020)
 Hasil
Sejumlah 200 orang apoteker berpartisipasi dalam penelitian ini. Hampir
seluruh responden memanfaatkan media sosial untuk memperoleh informasi
kefarmasian terkini (99,5%), melakukan komunikasi profesional (98%), dan
melakukan promosi kesehatan (91%). Faktor pendukung utama untuk aktif
di media sosial adalah kemampuan dalam manajemen waktu (99,5%) dan
telah terbiasa untuk menggunakan media sosial (98,5%) sedangkan faktor
penghambat terbesar adalah tidak adanya penghargaan termasuk insentif
finansial sebagai kompensasi atas aktivitas di media sosial (66,3%).

 Kesimpulan
Responden dalam penelitian ini telah memanfaatkan media sosial untuk
kepentingan praktik profesi. Terdapat faktor pendukung dan penghambat
bagi apoteker dalam menggunakan media sosial untuk menunjang praktek.
Penghambat utama upaya pemanfaatan media sosial adalah tidak
tersedianya insentif finansial.
DAFTAR PUSTAKA
 Cantika. M., dkk.2019. ANALISIS PELAKSANAAN PELAYANAN
KONSELING OLEH APOTEKER DI APOTEK SWASTA DI KOTA PADANG
TAHUN 2019.Jurnal penelitian kesehatan masyarakat.
 http://dosen.uta45jakarta.ac.id/downlot.php?file=ARTIKEL%20PELUANG%20
DAN%20TANTANGAN%20APOTEKER.pdf
 Ismail, A.2021. KETERTARIKAN MASYARAKAT TERHADAP APOTEKER
SEBAGAI INFORMER OBAT BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI 4.0 . JF
FKIK UINAM Vol.8 (1).
 Naima,F.U., dkk. 2020. Identifikasi Faktor Pendukung dan Penghambat Aktivitas
Apoteker di Media Sosial dalam Menunjang Praktik Kefarmasian. Jurnal
Farmasi Dan Ilmu Kefarmasian Indonesia:55-62.
 Pratiwi, H., dkk. 2020. Analisis Persepsi Masyarakat Terhadap Peran Apoteker
Pada Layanan Kefarmasian Di Apotek Kecamatan Sokaraja, Baturraden,
Sumbang, Dan Kedungbanteng . Journal of Pharmaceutical Science and Clinical
Research: 33-48.
 Widjaja, G. 2019. PERAN DAN TANGGUNG JAWAB APOTEKER DALAM
MENJAMIN MEDICATION SAFETY. Udayana University Press:34-38
THANK YOU

Anda mungkin juga menyukai