KELOMPOK 2
Masih banyak masyarakat yang kurang familiar dengan profesi apoteker, masyarakat lebih familiar
dengan profesi kedokteran dan keperawatan. Hal inilah yang menjadi tantangan bagi seorang
apoteker untuk menunjukan eksitensi keberadaannya ditengah-tengah masyarakat
Kesimpulan
Medication safety adalah tanggung jawab semua apoteker, baik yang secara langsung
berhubungan dengan pasien pada farmasi klinik dan yang bekerja pada pelayanan
kefarmasian mulai dari pengadaan hingga pemusnahan di klinis, peresepan hingga
penggunaan obat oleh pasien, maupun apoteker yang secara tidak langsung berhubungan
dengan pasien. Termasuk dalam apoteker yang disebutkan terakhir adalah apoteker yang
bekerja pada industri dan distribusi; dan apoteker yang bekerja pada instansi-instansi, baik
instansi pemerintah atau bukan yang melakukan fungsi pengawasan terhadap obat dan
senyawa aktifnya, selama clinical trial, pembuatan (termasuk ekspor impor), distribusi,
penyerahan, dan selama obat dan senyawa aktifnya berada dalam pasaran
(pharmacovigilance).
Jurnal 2
ANALISIS PELAKSANAAN PELAYANAN KONSELING
OLEH APOTEKER DI APOTEK SWASTA DI KOTA
PADANG TAHUN 2019
Hasil
Pelaksanaan pelayanan konseling di Apotek Swasta di Kota Padang belum mengacu
pada Permenkes RI Nomor 73 Tahun 2016. Jumlah sumber daya manusia sudah
mencukupi, dana bersumber dari dana pribadi pemilik sarana Apotek, sarana dan
prasarana belum mencukupi, SOP pelayanan kefarmasian di Apotek belum tersedia.
Sosialisasi kebijakan sudah dilakukan melalui seminar dan workshop, pelatihan
khusus untuk pelayanan konseling belum pernah dilakukan, jasa praktek Apoteker
belum dibayarkan sesuai dengan standar dari organisasi profesi, pembinaan dan
pengawasan yang dilakukan masih kurang
Kesimpulan
Pelaksanaan pelayanan konseling di Apotek Swasta di Kota Padang belum berjalan
optimal. Kendala utama yang menjadi hambatan adalah Apoteker belum sepenuhnya
ada di apotek, tidak ada ruang konseling, pelatihan yang jarang dilakukan, dan masih
kurangnya pembinaan dan pegawasan yang dilakukan oleh pemangku kepentingan.
Diharapkan kepada pemangku kepentingan untuk melakukan pelatihan kepada tenaga
kefarmasian dan meningkatkan pembinaan dan pengawasan.
Jurnal 3
KETERTARIKAN MASYARAKAT TERHADAP
APOTEKER SEBAGAI INFORMER OBAT
BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI 4.0 (2021)
Hasil
Mayoritas masyarakat memiliki ketertarikan terhadap pelayanan informasi
obat menggunakan teknologi informasi melalui internet. terdapat 98.6%
responden yang menggunakan smartphone dalam mengakses survey ini,
sedangkan 1.4% menggunakan laptop. Sebanyak 94.8% responden telah
mengetahui eksistensi dan tugas profesi apoteker. Masyarakat mencari tau
obatnya secara mandiri sebesar 76.2% dan mencari apoteker ketika
membeli obat 52.4%. Keinginan berkonsultasi obat secara daring sebanyak
92.3%.
Kesimpulan
Ketertarikan masyarakat kepada apoteker sebagai informer obat dengan
memanfaatkan teknologi ditunjukkan dengan besarnya minat responden
untuk berkonsultasi secara daring. Apoteker dapat berinovasi untuk
memenuhi kebutuhan perkembangan teknologi informasi 4.0 menuju 5.0.
Jurnal 4
Analisis Persepsi Masyarakat Terhadap Peran Apoteker Pada
Layanan Kefarmasian Di Apotek Kecamatan Sokaraja,
Baturraden, Sumbang, Dan Kedungbanteng (2020)
Hasil
sebanyak 65,45% masyarakat memiliki kesadaran (general
awareness) yang baik, 63,64% memiliki persepsi baik, 59,09%
memiliki harapan yang baik, dan 50% memiliki pengalaman yang
baik terhadap peran apoteker pada layanan kefarmasian di apotek.
Kesimpulan
kesadaran (general awareness), persepsi, harapan, dan pengalaman
masyarakat terhadap peran apoteker di Apotek Kecamatan
Sokaraja, Baturraden, Sumbang, dan Kedungbanteng cukup baik.
Apoteker perlu menggunakan atribut praktik apoteker (jas atau
name tag) di apotek untuk memudahkan masyarakat mengenali
apoteker.
Jurnal 5
Identifikasi Faktor Pendukung dan Penghambat Aktivitas
Apoteker di Media Sosial dalam Menunjang Praktik
Kefarmasian (2020)
Hasil
Sejumlah 200 orang apoteker berpartisipasi dalam penelitian ini. Hampir
seluruh responden memanfaatkan media sosial untuk memperoleh informasi
kefarmasian terkini (99,5%), melakukan komunikasi profesional (98%), dan
melakukan promosi kesehatan (91%). Faktor pendukung utama untuk aktif
di media sosial adalah kemampuan dalam manajemen waktu (99,5%) dan
telah terbiasa untuk menggunakan media sosial (98,5%) sedangkan faktor
penghambat terbesar adalah tidak adanya penghargaan termasuk insentif
finansial sebagai kompensasi atas aktivitas di media sosial (66,3%).
Kesimpulan
Responden dalam penelitian ini telah memanfaatkan media sosial untuk
kepentingan praktik profesi. Terdapat faktor pendukung dan penghambat
bagi apoteker dalam menggunakan media sosial untuk menunjang praktek.
Penghambat utama upaya pemanfaatan media sosial adalah tidak
tersedianya insentif finansial.
DAFTAR PUSTAKA
Cantika. M., dkk.2019. ANALISIS PELAKSANAAN PELAYANAN
KONSELING OLEH APOTEKER DI APOTEK SWASTA DI KOTA PADANG
TAHUN 2019.Jurnal penelitian kesehatan masyarakat.
http://dosen.uta45jakarta.ac.id/downlot.php?file=ARTIKEL%20PELUANG%20
DAN%20TANTANGAN%20APOTEKER.pdf
Ismail, A.2021. KETERTARIKAN MASYARAKAT TERHADAP APOTEKER
SEBAGAI INFORMER OBAT BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI 4.0 . JF
FKIK UINAM Vol.8 (1).
Naima,F.U., dkk. 2020. Identifikasi Faktor Pendukung dan Penghambat Aktivitas
Apoteker di Media Sosial dalam Menunjang Praktik Kefarmasian. Jurnal
Farmasi Dan Ilmu Kefarmasian Indonesia:55-62.
Pratiwi, H., dkk. 2020. Analisis Persepsi Masyarakat Terhadap Peran Apoteker
Pada Layanan Kefarmasian Di Apotek Kecamatan Sokaraja, Baturraden,
Sumbang, Dan Kedungbanteng . Journal of Pharmaceutical Science and Clinical
Research: 33-48.
Widjaja, G. 2019. PERAN DAN TANGGUNG JAWAB APOTEKER DALAM
MENJAMIN MEDICATION SAFETY. Udayana University Press:34-38
THANK YOU