net/publication/342390589
CITATIONS READS
0 1,187
4 authors, including:
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
Riset Kesehatan Dasar 2013 - Riskesdas (Baseline Health Research 2013) View project
All content following this page was uploaded by Andi Leny Susyanty on 07 July 2020.
Andi Leny Susyanty*, Yuyun Yuniar, Max J. Herman, dan Nita Prihartini
Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya dan Pelayanan Kesehatan, Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI, Jakarta, Indonesia
*Korespondensi Penulis: andileny.s@gmail.com
DOI: https://doi.org/10.22435/mpk.v30i1.2062
Abstrak
Pelayanan kefarmasian secara bertahap telah mulai diterapkan di pelayanan kesehatan dasar, baik
dalam kewajiban pengelolaan farmasi maupun pelayanan farmasi klinis. Untuk mendukung hal tersebut,
standar pelayanan kefarmasian di puskesmas telah beberapa kali mengalami perubahan dan terakhir
diperbaharui dengan Permenkes Nomor 74 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
puskesmas. Studi ini bertujuan mengetahui kesesuaian pelaksanaan standar pelayanan kefarmasian
dalam pengelolaan obat dan farmasi klinik di puskesmas. Desain penelitian potong lintang dilakukan pada
bulan Februari-November 2017. Pemilihan lokasi provinsi dilakukan secara purposif. Alat pengumpul data
berupa kuesioner dan daftar tilik standar pelayanan kefarmasian di puskesmas. Analisis data dilakukan
secara deskriptif. Hasil studi menunjukkan bahwa sebanyak 54,5% puskesmas belum mempunyai
tenaga apoteker sebagai penanggung jawabnya dan hanya 18,2% puskesmas yang jumlah apoteker
dan tenaga teknis kefarmasiannya mencukupi untuk kegiatan pengelolaan obat dan pelayanan farmasi
klinik. Kegiatan pengelolaan obat yang komprehensif sesuai dengan standar pelayanan kefarmasian di
puskesmas sudah diterapkan di 96,7% puskesmas yang memiliki apoteker. Kegiatan pelayanan farmasi
klinis yang komprehensif sesuai standar pelayanan kefarmasian di puskesmas hanya diterapkan di
23,3% puskesmas yang memiliki apoteker. Ketersediaan dan kemampuan apoteker dalam memberikan
pelayanan farmasi klinik di puskesmas perlu menjadi perhatian.
Abstract
Pharmaceutical services have been gradually applied in primary health services both in terms of
pharmaceutical management and clinical pharmacy services. In order to support the implementation,
the standard has been amended several times, resulting Permenkes Number 74 of 2016 Concerning
the Pharmaceutical Services Standard in Public Health Centre (puskesmas) as the most updated one.
This study aimed to determine the suitability of the implementation of pharmaceutical service standards
in the management of medicine and clinical pharmacy at the puskesmas. The cross-sectional research
design was conducted in February-November 2017. The selection of provincial locations was carried out
purposively. Data collection tools were questionnaires and a list of standard pharmacy services at the
puskesmas. Data were analyzed descriptively. The results showed that 54.5% of the puskesmas did not
have pharmacists as the responsible person and only 18.2% of the puskesmas had sufficient pharmacist
and pharmaceutical technical staff for both drug management activities and clinical pharmacy services.
65
Media Litbangkes, Vol. 30 No. 1, Maret 2020, 65 – 74
66
Kesesuaian Penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas (Andi Leny Susanti et al)
Studi ini bertujuan untuk mengetahui meliputi tujuh butir kegiatan yaitu pengkajian
kesesuaian pelaksanaan butir-butir standar dan pelayanan resep, Pelayanan Informasi
pelayanan kefarmasian dalam pengelolaan obat Obat (PIO), konseling, visite, Monitoring Efek
serta pelayanan farmasi klinik oleh apoteker Samping Obat (MESO), Pemantauan Terapi Obat
dan tenaga teknis kefarmasian di puskesmas. (PTO) dan Evaluasi Penggunaan Obat (EPO).
Pengelolaan obat yang dimaksud termasuk Pelaksanaan butir kegiatan pengelolaan
pengelolaan seluruh sediaan farmasi dan bahan obat dan pelayanan farmasi klinik menjadi
medis habis pakai yang pada umumnya dianggap indikator kesesuaian penyelenggaraan pelayanan
sebagai satu paket. kefarmasian di puskesmas. Penilaian dilakukan
dengan menggunakan formulir isian kegiatan
METODE berupa self assessment yang diisikan langsung
Studi ini adalah bagian dari Penelitian oleh petugas dan diverifikasi oleh tim peneliti
Distribusi, Ketersediaan Serta Pelayanan Obat dengan menanyakan ulang kepada petugas.
dan Vaksin Dalam Menghadapi Jaminan Penyelenggaraan pelayanan kefarmasian sesuai
Kesehatan Semesta 2019 yang dilakukan Standar Permenkes 74 Tahun 2016 jika puskesmas
oleh Puslitbang Sumber Daya dan Pelayanan menyelenggarakan 7 butir kegiatan pengelolaan
Kesehatan pada tahun 2017. Penelitian kuantitatif dan 7 butir kegiatan pelayanan farmasi klinis
dengan desain potong lintang dilakukan oleh tenaga kefarmasian, baik Apoteker ataupun
pada bulan Februari-November 2017. Lokasi Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK)
penelitian di lima regional di Indonesia sesuai
Permenkes No. 27 Tahun 2014 tentang Petunjuk HASIL
Teknis Sistem Indonesian Case Based Groups Kecukupan Jumlah Tenaga Kefarmasian
(INA-CBGs). Pemilihan lokasi provinsi dilakukan Pada studi ini sebanyak 54,5% adalah
secara purposif berdasarkan sistem regionalisasi, puskesmas perawatan dan 45,5% puskesmas non
yaitu Provinsi Jawa Barat, Jawa Timur, Sumatera perawatan dengan keberadaan apoteker sebanyak
Selatan. Nusa Tenggara Barat, Aceh, Sulawesi 50,0% di puskesmas perawatan dan 40,0% di
Utara, Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan, puskesmas non perawatan (Tabel 1). Rerata
Kalimantan Tengah, Maluku Utara, dan Papua. jumlah lembar resep per hari yaitu 80 lembar.
Setiap provinsi diambil 3 kabupaten/kota
berdasarkan kriteria: urban, rural dan tertinggal/
Tabel 1. Proporsi Jenis Puskesmas Perawatan
perbatasan. Setiap kabupaten/kota dipilih 2
dan Non Perawatan
puskesmas dengan kriteria kapitasi tinggi dan
rendah sehingga total mencapai 66 puskesmas. Ada Apt
Alat pengumpul data adalah daftar tilik Jenis Puskesmas
%
(N = 66) N N %
yang disusun berdasarkan standar pelayanan
kefarmasian di puskesmas yang mencakup Perawatan 36 54,5 18 50,0
kegiatan pengelolaan pelayanan farmasi klinik Non Perawatan 30 45,5 12 40,0
dan kuesioner mengenai ketenagaan serta fasilitas
pelayanan. Kecukupan tenaga kefarmasian
dihitung berdasarkan rasio 1 apoteker (dibantu Tabel 2 menunjukkan bahwa dari 66
TTK) dapat melayani 50 resep pasien.5 puskesmas terdapat 45,5% puskesmas yang
Ada tujuh butir kegiatan manajerial memiliki apoteker dan 80,3% puskesmas yang
dalam pengelolaan obat yaitu perencanaan memiliki tenaga teknis kefarmasian. Apabila
kebutuhan, permintaan/ pengadaan, penerimaan, digunakan standar satu apoteker (dalam hal ini
penyimpanan, pendistribusian, pencatatan satu tenaga kefarmasian) mampu melayani lima
dan pelaporan serta monitoring dan evaluasi. puluh pasien rawat jalan (lima puluh lembar resep)
Sedangkan pelayanan farmasi klinik di puskesmas per hari, maka didapat persentase puskesmas
67
Media Litbangkes, Vol. 30 No. 1, Maret 2020, 65 – 74
yang memiliki kecukupan tenaga kefarmasian di dalam Permenkes No. 74 Tahun 2016 hanya ada
puskesmas sebesar 18,2% puskesmas. kegiatan permintaan, sementara pada saat ini, di
era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), sistem
pengadaan di puskesmas tidak hanya melakukan
Tabel 2. Proporsi Puskesmas berdasarkan permintaan ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota,
Ketersediaan Jenis Tenaga kefarmasian tapi juga dapat melakukan pembelian langsung
dengan menggunakan dana kapitasi. Selain itu
Tenaga kefarmasian
di puskesmas (N = 66)
n % untuk kegiatan pengendalian dalam Permenkes
Puskesmas dengan Apoteker 30 45,5 No. 74 Tahun 2016 bertujuan agar tidak terjadi
kelebihan dan kekosongan obat di unit pelayanan
Puskesmas dengan TTK 53 80,3
kesehatan dasar, sehingga pada studi ini, kegiatan
Puskesmas dengan tenaga 12 18,2
kefarmasian sesuai standar
pengendalian merupakan satu bagian yang
tidak terpisahkan dalam setiap butir kegiatan
pengelolaan obat mulai dari proses perencanaan
Pelaksanaan Standar Pelayanan Pengelolaan kebutuhan obat hingga monitoring dan evaluasi
Obat obat.
Kegiatan pengelolaan obat pada Tabel Tabel 3 menunjukkan bahwa pelaksanaan
3 memiliki butir-butir kegiatan yang sedikit standar pelayanan kefarmasian dalam pengelolaan
berbeda dengan Permenkes No. 74 Tahun obat, yaitu perencanaan, pengadaan, penerimaan,
2016. Beberapa modifikasi dilakukan untuk pendistribusian, pencatatan, dan pelaporan obat
mempermudah mencatat kegiatan pengelolaan serta monitoring dan evaluasi obat dilakukan
di puskesmas. Perubahan yang dimaksud yaitu di hampir semua puskesmas yang memiliki
apoteker.
68
Kesesuaian Penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas (Andi Leny Susanti et al)
Tabel 3 juga menunjukkan bahwa masih ada yang terhitung dilakukan di puskesmas yang
kegiatan pengelolaan obat yang tidak dilakukan tidak memiliki apoteker hanya kegiatan butir 1
oleh tenaga kefarmasian. Di puskesmas yang tidak dan 2 sesuai dengan ketentuan pada masa awal
memiliki apoteker, kegiatan pengelolaan obat diberlakukannya Permenkes.
yang dilakukan oleh tenaga teknis kefarmasian Kegiatan farmasi klinik pada Tabel 4 sesuai
berkisar 71,4% - 80,6% puskesmas, selebihnya dengan Permenkes No. 74 Tahun 2016. Kegiatan
kegiatan pengelolaan obat dilakukan oleh tenaga penyerahan obat dan pemberian informasi obat
kesehatan lain. merupakan satu rangkaian pelayanan resep yang
Pengelolaan obat yang dilakukan oleh dilakukan oleh tenaga farmasi di puskesmas. Pada
apoteker sudah memenuhi standar pengelolaan studi ini, kegiatan pengkajian resep, penyerahan
obat di puskesmas, kecuali monitoring dan obat dan pemberian informasi obat dirangkum
evaluasi obat. Proporsi puskesmas memiliki menjadi kegiatan pengkajian dan pelayanan
apoteker yang melakukan seluruh kegiatan resep.
pengelolaan obat mencapai 96,7% puskesmas. Tabel 4 menunjukkan bahwa pelayanan
Sementara itu, hanya 50,0% puskesmas tanpa farmasi klinik yang dilakukan oleh apoteker di
apoteker yang melakukan seluruh kegiatan puskesmas terutama dalam hal pengkajian dan
pengelolaan obat. pelayanan resep dan pelayanan informasi obat.
Visite apoteker hanya dilakukan pada puskesmas
Pelaksanaan Standar Pelayanan Farmasi Klinik perawatan. Apoteker masih kurang berperan
Kegiatan pelayanan farmasi klinik sesuai terutama dalam hal monitoring efek samping
standar idealnya dilakukan oleh apoteker. Dalam obat, pemantauan terapi obat dan evaluasi
penelitian ini kegiatan pelayanan farmasi klinik penggunaan obat.
Tabel 4. Proporsi Puskesmas berdasarkan Kegiatan Pelayanan Farmasi Klinik yang Dilakukan
69
Media Litbangkes, Vol. 30 No. 1, Maret 2020, 65 – 74
70
Kesesuaian Penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas (Andi Leny Susanti et al)
71
Media Litbangkes, Vol. 30 No. 1, Maret 2020, 65 – 74
72
Kesesuaian Penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas (Andi Leny Susanti et al)
dengan adanya dukungan akreditasi puskesmas 23,3% puskesmas yang memiliki apoteker, dan
dan status keuangan puskesmas, serta anggaran hanya 4 puskesmas (13,3%) yang apotekernya
kapitasi yang dimiliki puskesmas, sehingga melakukan seluruh kegiatan pelayanan farmasi
puskesmas tidak memiliki ketergantungan klinis sesuai standar pelayanan kefarmasian di
terhadap formasi Jaminan Kesehatan Nasional puskesmas.
(JKN), terutama Puskesmas Badan Layanan
Umum Daerah (BLUD) dan memiliki kapitasi SARAN
tinggi. Untuk memenuhi ketentuan standar
Penelitian yang dilakukan oleh Manajemen pelayanan kefarmasian di puskesmas, perlu
Kebijakan Obat Fakultas Kedokteran Universitas pemenuhan tenaga apoteker di puskesmas, baik
Gadjah Mada menyatakan bahwa Penerapan melalui pengangkatan tenaga kontrak, honorer
Peraturan Pemerintah Nomor 51/2009 Tentang maupun melalui pola pengangkatan seperti bidan
Pekerjaan Kefarmasian di Pelayanan Kesehatan atau dokter dengan PTT dan dokter spesialis
perlu didukung dengan penempatan tenaga dengan program wajib kerja. Selain ketersediaan
apoteker dan tenaga teknis kefarmasian di semua tenaga, kemampuan apoteker dalam memberikan
puskesmas. Selain itu diperlukan petunjuk pelayanan farmasi klinik juga perlu menjadi
pelaksanaan atau protap pelayanan kefarmasian perhatian. Perlu dilakukan upaya peningkatan
dan standar pengobatan di puskesmas, pemberian kompetensi terutama dalam hal pelayanan
reward/insentif bagi tenaga kesehatan di farmasi klinik bagi apoteker di puskesmas.
puskesmas didukung dengan alokasi dana yang
cukup untuk obat dan kelengkapan fasilitas di
UCAPAN TERIMA KASIH
puskesmas. Hal lain yang penting yaitu perlunya
Terima kasih penulis sampaikan kepada
pelatihan yang berkelanjutan bagi tenaga
Prof. Dr. Drs Sudibyo Supardi, MKes., Apt yang
kefarmasian di puskesmas. 20
telah mengarahkan dan membimbing penulisan
KESIMPULAN artikel ini serta Kepala Puslitbang Sumber Daya
Sebanyak 54,5% puskesmas belum dan Pelayanan Kesehatan beserta tim manajemen
mempunyai tenaga apoteker sebagai penanggung atas pelaksanaan kegiatan penelitian mulai dari
jawabnya dan hanya 18,2% puskesmas yang menyediakan anggaran hingga administrasi dan
jumlah apoteker dan tenaga teknis kefarmasiannya proses perizinan sehingga bisa menghasilkan
mencukupi untuk pelayanan resep pasien dan informasi yang dapat bermanfaat bagi penentu
pelayanan farmasi klinik. kebijakan.
Kegiatan pengelolaan obat yang
komprehensif sesuai dengan standar pelayanan DAFTAR PUSTAKA
kefarmasian di puskesmas sudah diterapkan 1. Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah
di 96,7% puskesmas yang memiliki apoteker, Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009
namun hanya 76,7% puskesmas yang apotekernya Tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta; 2009.
melakukan seluruh rangkaian kegiatan 2. Blondal A, Sporrong S, Almarsdottir A.
pengelolaan obat di puskesmas. Sementara pada Introducing Pharmaceutical Care to Primary
puskesmas yang tidak memiliki apoteker hanya Care in Iceland—An Action Research Study.
50,0% puskesmas yang melakukan kegiatan Pharmacy. 2017;5(4):23. DOI:10.3390/
pharmacy5020023
pengelolaan obat secara komprehensif dan hanya
41,7% puskesmas yang TTK-nya mengerjakan 3. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
seluruh rangkaian kegiatan pengelolaan obat. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No. 74 Tahun 2016. Tentang Standar Pelayanan
Kegiatan pelayanan farmasi klinis
Kefarmasian di Puskesmas. Jakarta: Kementerian
yang komprehensif sesuai standar pelayanan Kesehatan Republik Indonesia; 2016.
kefarmasian di puskesmas hanya diterapkan di
73
Media Litbangkes, Vol. 30 No. 1, Maret 2020, 65 – 74
4. De Melo DO, Ribeiro E, Molino CGRC, Lieber 12. Mangkoan M. Pelaksanaan Standar Pelayanan
NSR. Pharmaceutical Care in Primary Care Kefarmasian Berdasarkan Peraturan Menteri
- Beyond Access to Medication. Revista de Kesehatan Republik Indonesia Nomor 30 Tahun
Ciencias Farmaceuticas Basica e Aplicada · 2014 pada Puskesmas di Kota Yogyakarta. 2016.
January 2016. 2016;37(1):1-6.
13.
Mangindara, Darmawansyah, Nurhayani,
5. Yuniar Y, et al. Laporan Akhir Penelitian Balqis. Analisis Pengelolaan Obat di Puskesmas
Distribusi, Ketersediaan Serta Pelayanan Obat Kampala Kecamatan Sinjai Timur Kabupaten
Dan Vaksin Dalam Menghadapi Jaminan Sinjai Tahun 2011. Jurnal AKK. 2012;1(1):31-
Kesehatan Semesta 2019. Jakarta: Puslitbang 40.
Sumber Daya dan Pelayanan Kesehatan Badan
14. Wibowo MINA, Munawaroh S, Purnama C,
Litbangkes; 2019.
Suryawati S. Pengaruh Sistem Manajemen ISO
6. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 9001:2008 Terhadap Pelayanan Kefarmasian
Laporan Akhir Riset Fasilitas Kesehatan 2011. di Puskesmas Kabupaten Sleman. Pharmacy.
Jakarta : Badan Penelitian dan Pengembangan 2015;12(01):113-130.
Kesehatan; 2012.
15. Dianita PS, Kusuma TM, Made N, Nila
7. Herman MJ, Supardi S, Yuniar Y. Hubungan A. Evaluasi Penerapan Standar Pelayanan
Ketersediaan Tenaga Kefarmasian dengan Kefarmasian di Puskesmas Kabupaten Magelang
Karakteristik Puskesmas dan Praktik Berdasarkan Permenkes RI. The 6th University
Kefarmasian di Puskesmas (Analisis Lanjut Data Research Colloquium 2017 Universitas
Riset Fasilitas Kesehatan Nasional Tahun 2011). Muhammadiyah Magelang; 2017.
Buletin Penelitian Sistem Kesehatan. 2013;Vol
16. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
16(1):88-98.
Laporan Survei Indikator Kesehatan Nasional
8. Hanggara RSL, Gibran NC, Kusuma AM, (Sirkesnas) Jakarta : Badan Penelitian dan
Galistiani GF. Pengaruh Keberadaan Apoteker Pengembangan Kesehatan ; 2016.
terhadap Mutu Pelayanan Kefarmasian di
17. Supardi S, Raharni R, Susyanty AL, Herman MJ.
Puskesmas Wilayah Kabupaten Banyumas.
Evaluasi Peran Apoteker Berdasarkan Pedoman
Jurnal Kefarmasian Indonesia. 2017;7(1):67-76.
Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas. Media
DOI:10.22435/jki.v7i1.5018.67-76
Litbang Kesehatan. 2012;22(4 Des):190-198.
9. Milhawati L. Pengaruh keberadaan Apoteker http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/
terhadap Tingkat Kepuasan Pasien dalam mpk/article/view/2915.
Pelayanan Informasi Obat di Puskesmas
18. Herawati F, Irawati S, Presley B. Studi Deskriptif
Kabupaten Banyumas. Skripsi Fakultas Farmasi
tentang Sebaran dan Pelayanan Kefarmasian Oleh
Universitas Muhammadiyah Purwokerto; 2016.
Apoteker di Puskesmas Di Provinsi Jawa Timur.
10. Saputro RD, Hadirahardja MCNS, Kusmini. Project Report. Fakultas Farmasi Universitas
Evaluasi Kualitas Pelayanan Kefarmasian Surabaya (Unpublished). Surabaya; 2014.
Puskesmas di Kabupaten Wonosobo Periode
19. Priyandani Y, Susanti ED, Hartoto HH, et
Juli – Desember 2014. Media Farmasi.
al. Pemberian Informasi Lama Terapi dan
2014;11(1):1047-1055.
Konfirmasi Informasi Obat Perlu Ditingkatkan di
11. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Puskesmas. Jurnal Farmasi dan Ilmu Kefarmasian
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Indonesia. 2014;1(1):1-5.
Nomor 1199/MENKES/ PER/ X/ 2004 Tanggal
20. Saleh A, Sunartono, Priyatni N. Evaluasi
19 Oktober 2004 Tentang Pedoman Pengadaan
Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas Kabupaten
Tenaga Kesehatan Dengan Perjanjian Kerja di
Bombana Provinsi Sulawesi Tenggara.
Sarana Kesehatan Milik Pemerintah. Jakarta :
Manajemen dan Kebijakan Obat Prodi S2 IKM
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia;
FK UGM (unpublished); 2009
2004.
74