Anda di halaman 1dari 95

LAMPIRAN

PERATURAN DIREKTUR RS PERMATA JONGGOL


NOMOR 002/PER-DIR/RSPJ/VII/2022
PEDOMAN PELAYANAN INSTALASI FARMASI

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan, bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan yang optimal bagi
masyarakat. Upaya kesehatan diselenggarakan dengan pendekatan
pemeliharaan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan
pemulihan kesehatan (rehabilitatif), yang dilaksanakan secara menyeluruh,
terpadu dan berkesinambungan. Konsep kesatuan upaya kesehatan ini menjadi
pedoman bagi semua fasilitas kesehatan di Indonesia termasuk rumah sakit.
Pelayanan Farmasi Rumah Sakit merupakan salah satu kegiatan di rumah
sakit yang menunjang pelayanan kesehatan yang bermutu. Hal itu diperjelas
dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 72 tahun 2016 tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, yang menyebutkan bahwa Pelayanan
Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada
pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil
yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.
Tuntutan pasien dan masyarakat akan mutu pelayanan farmasi, mengharuskan
adanya perubahan pelayanan dari paradigma lama drug oriented ke
paradigma baru patient oriented dengan filosofi pharmaceutical care
(Pelayanan Kefarmasian). Praktek pelayanan kefarmasian merupakan
kegiatan yang terpadu dengan tujuan untuk mengidentifikasi, mencegah dan
menyelesaikan masalah obat dan masalah yang berhubungan dengan
kesehatan. Saat ini kenyataannya sebagian besar rumah sakit di Indonesia
belum melakukan kegiatan pelayanan farmasi seperti yang diharapkan,
mengingat beberapa kendala antara lain kemampuan tenaga farmasi,

1
terbatasnya pengetahuan manajemen rumah sakit akan fungsi rumah sakit,
kebijakan manajemen rumah sakit, terbatasnya pengetahuan pihak-pihak
terkait tentang pelayanan farmasi rumah sakit. Akibat kondisi ini maka
pelayanan farmasi rumah sakit masih bersifat konvensional yang hanya
berorientasi pada produk yaitu sebatas penyediaan dan pendistribusian.
Seiring dengan berbagai macam kendala yang sering terjadi dalam dunia
farmasi, maka World Health Organization (WHO) dan International
Pharmaceutical Federation (FIP) telah menerbitkan panduan Good
Pharmacy Practice (GPP) dan menghimbau semua negara untuk
mengembangkan standar minimal praktek farmasi dimana Apoteker sebagai
bagian dari tenaga kesehatan mempunyai tugas dan tanggung jawab dalam
mewujudkan pelayanan kefarmasian yang berkualitas. Berdasarkan panduan
tersebut dan untuk membantu pihak rumah sakit dalam mengimplementasikan
standar pelayanan rumah sakit, maka perlu dibuat Pedoman Pelayanan
Farmasi Rumah Sakit yang harus dijalankan secara prioritas dan simultan.

B. RUANG LINGKUP
Pelayanan Kefarmasian Rumah Sakit meliputi 2 (dua) kegiatan yaitu
pengelolaan Sediaan farmasi, Alat kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai
(BMHP) dan kegiatan Farmasi Klinik.
Apoteker bertanggung jawab terhadap pengelolaan sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) di Rumah Sakit yang
menjamin seluruh rangkaian kegiatan perbekalan sesuai dengan ketentuan
yang berlaku serta memastikan kualitas, manfaat dan keamanannya.
Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai
merupakan suatu siklus kegiatan dimulai dari pemilihan, perencanaan,
pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pemesanan,
penarikan, pemusnahan, pengendalian, administrasi dan pelaporan.
Sistem satu pintu adalah satu kebijakan kefarmasian termasuk pembuatan
formularium, pengadaan, dan pendistribusian sediaan farmasi, alat kesehatan,
Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) yang bertujuan untuk mengutamakan

2
kepentingan pasien melalui Instalasi Farmasi Rumah Sakit. Dengan demikian
semua Sediaan farmasi, Alat kesehatan, Bahan Medis Habis Pakai (BMHP)
yang beredar di Rumah Sakit merupakan tanggung jawab Instalasi Farmasi
Rumah Sakit (IFRS), sehingga tidak ada pengelolaan Sediaan farmasi, Alat
kesehatan, Bahan Medis Habis Pakai yang dilaksanakan selain oleh Instalasi
Farmasi Rumah Sakit.

C. BATASAN OPERASIONAL
Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi adalah ketentuan dasar yang memberi
arah dalam pelayanan farmasi rumah sakit yang berorientasi kepada
pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu termasuk pelayanan farmasi
klinik. Pengertian :
1. Rumah Sakit adalah instansi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan
pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat.
2. Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung
jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan
maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan
pasien.
3. Resep adalah permintaan tertulis dari dokter atau dokter gigi kepada
Apoteker baik dalam bentuk kertas atau elektronik untuk menyediakan
dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan yang berlaku.
4. Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika.
5. Obat adalah bahan atau paduan bahan termasuk produk biologi yang
digunakan untuk diagnosa pencegahan, penyembuhan, pemulihan,
peningkatan dan kontrasepsi untuk manusia.
6. Alat kesehatan adalah instrumen, aparatus, mesin dan/atau implan yang
tidak mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosa
penyakit, merawat orang sakit, memulihkan kesehatan pada manusia
dan/atau membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh.

3
7. Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) adalah alat kesehatan yang ditujukan
untuk penggunaan sekali pakai (single use) yang daftar produknya diatur
dalam perundang-undangan.
8. Instalasi Farmasi adalah unit pelaksana fungsional yang
menyelenggarakan seluruh kegiatan Pelayanan Kefarmasian di Rumah
Sakit.
9. Apoteker adalah Sarjana Farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan
telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker.
10. Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu Apoteker
dalam menjalani pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana
Farmasi dan Ahli Madya Farmasi.
11. Juru resep adalah tenaga yang membantu Apoteker dan Tenaga Teknis
Kefarmasian, yang telah lulus Sekolah Menengah Farmasi (SMF).
12. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang kesehatan.
13. Direktur Jenderal adalah direktur jenderal pada Kementerian Kesehatan
yang bertanggung jawab di bidang kefarmasian dan alat kesehatan.
14. Perbekalan Farmasi adalah sediaan farmasi yang terdiri dari obat, bahan
obat, alat kesehatan, reagensia, radio farmasi dan gas medis.
15. Perbekalan Kesehatan adalah semua bahan dan peralatan yang diperlukan
untuk menyelenggarakan upaya kesehatan, yang terdiri dari sediaan
farmasi, alat kesehatan, gas medis, reagensia, bahan kimia, radiologi dan
nutrisi.
16. Perlengkapan Farmasi Rumah Sakit adalah semua peralatan yang
digunakan untuk melaksanakan kegiatan Pelayanan Kefarmasian.
17. Pengelolaan perbekalan Farmasi adalah suatu proses yang merupakan
siklus kegiatan dimulai dari pemilihan, penencanaan, pengadaan,
penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengadaan, penghapusan,
administrasi dan pelaporan serta evaluasi yang diperlukan bagi kegiatan
pelayanan.

4
18. Evaluasi adalah proses penilaian kinerja pelayanan farmasi di rumah
sakit yang meliputi penilaian terhadap sumber daya manusia (SDM),
pengelolaan perbekalan farmasi, pelayanan kefarmasian kepada pasien.
19. Mutu pelayanan farmasi rumah sakit adalah pelayanan farmasi yang
menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan dalam menimbulkan
kepuasan pasien sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata masyarakat,
serta penyelenggaraannya sesuai dengan standar pelayanan profesi yang
ditetapkan, serta sesuai dengan kode etik profesi farmasi.
20. Pengendalian Mutu adalah suatu mekanisme kegiatan pemantauan dan
penilaian terhadap pelayanan yang diberikan secara terencana dan
sistematis, sehingga dapat diidentifikasi peluang untuk peningkatan mutu
serta menyediakan mekanisme tindakan yang diambil sehingga terbentuk
proses peningkatan mutu pelayanan farmasi yang berkesinambungan.
21. Obat yang menurut undang-undang yang berlaku, dikelompokan kedalam
obat keras, obat keras tertentu, dan obat narkotika harus diserahkan
kepada pasien oleh Apoteker.

D. LANDASAN HUKUM
1. Undang-Undang nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.
2. Undang-Undang nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
3. Undang-Undang nomor 45 tahun 2009 tentang Narkotika.
4. Undang-Undang nomor 26 tahun 2004 tentang Psikotropika.
5. Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 1412/MENKES/SK/XI/2002
tentang Pedoman Teknis Pengadaan Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan untuk Pelayanan Kesehatan Dasar.
6. Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 889/MENKES/PER/V/2011
tentang Registrasi Izin Peraktek dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian.
7. Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 41 Tahun 2017 Tentang Perubahan
Penggolongan Narkotika.
8. Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 3 Tahun 2017 Tentang perubahan
Penggolongan Psikotropika.

5
9. Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 3 Tahun 2015 Tentang Peredaran,
Penyimpanan, Pemusnahan dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika dan
Prekursor Farmasi.
10. Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 56 tahun 2016 tentang
Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit.
11. Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 889/MENKES/PER/V/2011
tentang Registrasi Izin Peraktek dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian.
12. Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 31 Tahun 2016Perubahan atas
Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 889/MENKES/PER/V/2011
tentang Registrasi Izin Praktik dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian.
13. Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 72 tahun 2016 tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit.
14. Pedoman Kesehatan dan Keselamatan Kerja Instalasi Farmasi Rumah
Sakit (K3IFRS) Depkes RI tahun 2006.
15. Pedoman Pelayanan Informasi Obat di Rumah Sakit Depkes RI tahun
2006.
16. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 tahun 2021 tentang Perubahan
Penggolongan Narkotika.
17. Peraturan Badan POM Nomor 24 tahun 2021 tentang Pengawasan
Pengelolaan Obat, Bahan Obat, Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor
Farmasi di Fasilitas Pelayanan Kefarmasian.

6
BAB II
STANDAR KETENAGAAN

A. DISTRIBUSI KETENAGAAN
NO JABATAN KUALIFIKASI JUMLAH PENEMPATAN
1 Kepala Instalasi Farmasi Apoteker 1 orang Instalasi Farmasi
2 Apoteker Fungsional Apoteker 5 orang Instalasi Farmasi
3 Apoteker Logistik Apoteker 1 orang Gudang Medis
4 Tenaga Teknis Sarjana Farmasi, 9 orang Instalasi Farmasi,
Kefarmasian Ahlimadya Farmasi Unit khusus, Gudang
Medis
5 Juru Resep SMF/Sederajat 12 orang Instalasi Farmasi,
unit khusus dan
Gudang medis
6 Kurir antar obat SMA/sederajat 1 orang Instalasi Farmasi

B. JADWAL KEGIATAN
No Kegiatan Shift Petugas Uraian kerja
1. Rawat Jalan Pagi (07.00- Tenaga teknis apoteker  Telaah resep
(melayani 14.00)  Input resep
poliklinik  Ambil obat
/IGD/VK)  Kemas obat
 Racik obat
 Penyerahan obat
Pagi (08.00- Apoteker Rawat Jalan  Telaah Resep
15.00)  Cek obat setelah dikemas
 Penyerahan obat
 Konseling
 Pelayanan Informasi
Obat (PIO)
Middle 1 Tenaga teknis  Ambil obat
(09.00-16.00) kefarmasian  Racik obat
 Admin pengantaran obat
Middle 2 Apoteker rawat jalan  Telaah Resep
(10.00-17.00)  Cek obat setelah dikemas
 Penyerahan obat
 Konseling
 Pelayanan Informasi
Obat (PIO)
Middle 3  Tenaga teknis  Ambil obat

7
(11.00-18.00) kefarmasian  Racik obat
 Kurir antar obat  Layanan antar obat
Siang  Apoteker Rawat jalan  Telaah Resep
(14.00-21.00)  Cek obat setelah dikemas
 Penyerahan obat
 Konseling
 Pemberian informasi obat
(PIO)
 Tenaga teknis  Telaah resep
kefarmasian  Input resep
 Ambil obat
 Kemas obat
 Racik obat
 Penyerahan obat
Malam Tenaga teknis  Telaah resep
(21.00-07.00) kefarmasian  Input resep
 Ambil obat
 Kemas obat/alkes/BMHP
 Racik obat
 Penyerahan obat
2. Rawat Inap Pagi (07.00- Tenaga teknis  Telaah resep
14.00) kefarmasian  Input resep
 Ambil obat
 Kemas obat secara UDD
 Racik obat
 Penyerahan obat ke
perawat
Pagi (08.00- Apoteker rawat  Rekonsiliasi obat
16.00)  Visite pasien
inap/farmasi klinis
 Pemantauan terapi obat
 Pengisian Catatan
Perkembangan Pasien
Terintegrasi (CPPT)
 Pengisian Daftar
Pemberian Obat (DPO)
 Konseling
 Pemberian Informasi
obat (PIO)
Middle1 Tenaga teknis  Dispensing obat suntik
(09.00-16.00)
kefarmasian
Siang Tenaga teknis  Telaah resep
(14.00-21.00) kefarmasian  Input resep
 Ambil obat
 Kemas obat secara UDD
 Racik obat
 Penyerahan obat ke
perawat
Malam Tenaga teknis  Telaah resep
(21.00-07.00) kefarmasian  Input resep
 Ambil obat
 Kemas obat secara UDD

8
 Racik obat
 Penyerahan obat ke
perawat
 Store request ke gudang
medis
3. Unit Khusus Pagi (07.00- Tenaga teknis  Telaah resep
(melayani 14.00) kefarmasian  Input resep
IGD/OK/ VK)  Ambil obat
 Kemas obat/alkes/BMHP
 Penyerahan obat
obat/alkes/BMHP
Middle 1 Tenaga teknis  Ambil obat
(09.00-16.00) kefarmasian  Store request ke gudang
medis
Siang Tenaga teknis  Telaah resep
(14.00-21.00) kefarmasian  Input resep
 Ambil obat
 Kemas obat/alkes/BMHP
 Penyerahan
obat/alkes/BMHP
4. Gudang Pagi : 08.00-  Apoteker  Menyiapkan permintaan
Medis 16.00  Tenaga teknis barang dari unit
kefarmasian  Penerimaan barang
 Penginputan faktur
 Penyimpanan
 Administrasi

Pelayanan Instalasi Farmasi adalah pelayanan yang dikelola selama 24


jam/hari, 7 hari dalam seminggu dengan ketentuan:
1. Waktu pelayanan 3 shift dalam 24 jam yaitu shift pagi, shift siang, dan
shift malam.
2. Pengaturan jadwal dinas dibuat dan dipertanggungjawabkan oleh
Kepala Instalasi Farmasi mengetahui bagian Human Resources
Development (HRD).
3. Jadwal dinas dibuat untuk jangka waktu 1(satu) bulan dan
direalisasikan mengetahui bagian HRD.
4. Untuk petugas farmasi yang memiliki keperluan penting pada hari
tertentu maka dapat mengajukan permintaan tukar dinas, ijin atau cuti.
Permintaan akan disesuaikan dengan kebutuhan tenaga yang ada (apabila
tenaga cukup dan tidak mengganggu pelayanan maka disetujui).
5. Setiap shift harus ada penanggung jawab shift.

9
6. Jadwal dinas terbagi atas dinas pagi, siang, malam, lepas malam, dan
libur.
7. Jika ada petugas farmasi berhalangan hadir dari jadwal dinas yang
sudah ditetapkan, petugas farmasi mengajukan ijin ke Kepala Instalasi
Farmasi/Apoteker penanggung jawab shift 2 jam sebelum dinas pagi dan 4
jam sebelum dinas sore atau dinas malam. Sebelum menginformasikan ke
Kepala Instalasi Farmasi diharapkan petugas farmasi mencari pengganti
terlebih dahulu. Apabila petugas farmasi pengganti tidak didapatkan maka
petugas farmasi yang dinas sebelumnya wajib menggantikan atau
melanjutkan jaga dan dihitung lembur.

10
BAB III
STANDAR FASILITAS

Lokasi Instalasi Farmasi menyatu dengan sistem Pelayanan Rumah Sakit. Fasilitas
yang tersedia terbagi untuk penyelenggaraan manajemen, pelayanan langsung
kepada pasien, dispensing, serta ada penanganan limbah. Terpenuhi persyaratan
ruang tentang suhu, pencahayaan, kelembaban, tekanan dan keamanan baik dari
pencuri maupun binatang pengerat. Fasilitas peralatan memenuhi persyaratan
yang ditetapkan terutama untuk perlengkapan dispensing baik untuk sediaan steril,
dan non steril maupun cair untuk obat luar atau dalam.

A. DENAH RUANGAN
1. Denah Instalasi Farmasi, depo Unit Khusus dan Gudang Medis
(terlampir).
2. Denah lokasi Instalasi Farmasi, depo Unit Khusus dan Gudang Medis RS.
Permata Jonggol Lantai 1 (terlampir).

B. STANDAR FASILITAS
1. Ruang Pimpinan/administrasi
2. Ruang kerja terdiri dari :
a. Area penerimaan resep rawat jalan/rawat inap (Counter );
b. Area peracikan obat;
c. Area pengemasan obat rawat jalan;
d. Area pengemasan obat rawat inap;
e. Area penyerahan obat pasien rawat jalan;
f. Area penyerahan obat pasien rawat inap;
g. Area konseling.
3. Ruang penyimpanan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan Bahan

11
Medis Habis Pakai (BMHP). Rumah Sakit harus mempunyai ruang
penyimpanan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai (BMHP) yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan,
memperhatikan kondisi sanitasi, temperatur, sinar/cahaya, kelembaban,
ventilasi, pemisahan untuk menjamin mutu produk dan keamanan
petugas. Ruang penyimpanan terbagi menjadi beberapa kategori,yaitu :
1)   Suhu kamar (>25oC), seperti sediaan padat atau oral dan alat
kesehatan.
2)   Suhu sejuk (15o – 25oC), pada ruangan AC seperti beberapa sediaan
injeksi, tetes mata, tetes telinga, salep mata.
3)   Suhu dingin (2o – 8oC), pada almari pendingin seperti vaksin,
sediaan suppositoria, insulin dan serum.
4)   Tempat penyimpanan khusus;
a)   Kelompok narkotika dan psikotropika.
b)   Kelompok infus, desinfektan, cairan hemodialisa, alat
kedokteran dan alat perawatan;
c)    Kelompok bahan berbahaya beracun (B3);
d)   Kelompok bahan baku;
e) Gas Medis;
f) Kelompok bahan radiologi seperti film rontgen disimpan pada
tempat yang gelap/terlindung dari sinar matahari.
4. Ruang distribusi/pelayanan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai (BMHP), terdiri:
a.Ruang distribusi untuk pelayanan rawat jalan, ada ruang
khusus/terpisah untuk penerimaan resep dan penyiapan obat.
b.Ruang distribusi untuk pelayanan rawat inap.
5. Ruang Konsultasi
Ruang konsultasi/konseling obat harus ada sebagai sarana untuk
Apoteker memberikan konsultasi/konseling pada pasien rawat jalan dan
rawat inap dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan kepatuhan
pasien. Ruang konsultasi/konseling obat harus jauh dari hiruk pikuk

12
kebisingan lingkungan rumah sakit agar pasien merasa nyaman saat
menerima konseling.
6. Ruang Pelayanan Informasi Obat (PIO)
Pelayanan Informasi Obat (PIO) dilakukan di ruang tersendiri
dilengkapi sumber informasi, buku-buku teks kefarmasian, teknologi
komunikasi dan telepon. Ruang PIO harus memiliki nomor hotline yang
dapat diakses oleh siapapun di rumah sakit. Dalam menjawab
pertanyaan tentang obat, maka yang bertugas adalah apoteker.
7. Ruang Arsip Dokumen
Harus ada ruangan yang memadai dan aman untuk memelihara dan
menyimpan dokumen dalam rangka menjamin agar penyimpanan sesuai
hukum, aturan, persyaratan dan teknik manajemen yang baik.
8. Ruang aseptic dispensing / ruang pencampuran sediaan steril
Ruang aseptic dispensing harus memenuhi spesifikasi:
a) Lantai
Permukaan datar dan halus, tanpa sambungan, keras, resisten
terhadap zat kimia dan fungi, serta tidak mudah rusak.
b) Dinding
(1) Permukaan rata dan halus, terbuat dari bahan yang keras, tanpa
sambungan, resisten terhadap zat kimia dan fungsi, serta tidak
mudah rusak.
(2) Sudut-sudut pertemuan di lantai dengan dinding dan langit-
langit dengan dinding dibuat melengkung dengan radius 20 – 30
mm.
(3) Colokan listrik datar dengan permukaan dan kedap air dan dapat
dibersihkan.
c) Plafon
Penerangan, saluran dan kabel yang dibuat di atas plafon, dan lampu
rata dengan langit-langit/plafon dan diberi lapisan untuk mencegah
kebocoran udara.
d) Pintu

13
Rangka terbuat dari stainless steel. Pintu membuka ke arah ruangan
bertekanan lebih tinggi.
e) Aliran udara
Aliran udara menuju ruang bersih, ruang penyiapan, ruang ganti
pakaian dan ruang antara harus melalui HEPA filter dan memenuhi
persyaratan kelas 10.000. Pertukaran udara minimal 120 kali per
jam.
f) Tekanan Udara
Tekanan udara di dalam ruang bersih adalah 15 Pascal lebih rendah
dari ruang lainnya sedangkan tekanan udara dalam ruang penyiapan,
ganti pakaian dan antara 45 Pascal lebih tinggi dari tekanan udara
luar.
g) Temperatur
Suhu udara di ruang bersih dan ruang steril, dipelihara pada suhu
16-25°C.
h) Kelembaban
Kelembaban relatif 45 – 55%.
Ruang sediaan steril memerlukan ruangan khusus dan terkontrol.
Ruangan ini terdiri dari:
1) Ruang persiapan
Ruangan yang digunakan untuk administrasi dan penyiapan alat
kesehatan dan bahan obat (etiket, pelabelan, penghitungan dosis
dan volume cairan).
2) Ruang cuci tangan dan ruang ganti pakaian.
Sebelum masuk ke ruang antara, petugas harus mencuci tangan,
ganti pakaian kerja dan memakai alat pelindung diri (APD).
3) Ruang antara (Ante room)
Petugas yang akan masuk ke ruang steril melalui suatu ruang
antara.
4) Ruang steril (Clean room)
Ruangan steril harus memenuhi syarat sebagai berikut :

14
(a) Jumlah partikel berukuran 0,5 mikron tidak lebih dari 350.000
partikel.
(b) Jumlah jasad renik tidak lebih dari 100 per meter kubik udara.
(c) Dilengkapi High Efficiency Particulate Air (HEPA) Filter.
(d) Tekanan udara di dalam ruang lebih positif dari pada tekanan
udara di luar ruangan.
9. Fasilitas Penunjang
Fasilitas penunjang dalam kegiatan pelayanan di Instalasi Farmasi RS.
Permata Jonggol terdiri dari:
1. Ruang tunggu pasien
2. Tempat penyimpanan obat di ruang perawatan
3. Fasilitas toilet dan kamar mandi untuk staf
4. Wastafel

C. PERALATAN
Fasilitas peralatan memenuhi persyaratan yang diterapkan terutama untuk
perlengkapan dispensing baik untuk sediaan steril, nonsteril maupun cairan
untuk obat luar atau dalam. Fasilitas peralatan harus dijamin sensitif pada
pengukuran dan memenuhi persyaratan, penerangan dan kalibrasi untuk
peralatan tertentu setiap tahun.
1) Peralatan minimal yang harus tersedia
a. Peralatan untuk penyimpanan, peracikan dan pembuatan obat baik
steril dan nonsteril maupun aseptik/steril;
b. Peralatan kantor untuk administrasi dan arsip;
c. Kepustakaan yang memadai untuk melaksanakan Pelayanan Informasi
Obat (PIO);
d. Lemari penyimpanan khusus untuk narkotika;
e. Lemari pendingin dan AC untuk obat yang termolabil;
f. Penerangan, sarana air, ventilasi dan sistem pembuangan limbah yang
baik;
g. Alarm.

15
2) Macam-macam peralatan
1. Peralatan Kantor
a. Furniture (meja, kursi, lemari buku/rak, filing cabinet)
b. Komputer dan printer
c. Telepon
d. Kalkulator
e. Alat tulis kantor
f. Cap stempel
g. Blanko copy resep
2. Peralatan sistem komputerisasi
Sistem komputerisasi harus diadakan dan difungsikan secara optimal
untuk kegiatan sektretariat, pengelolaan Sediaan farmasi, Alat
kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) dan Pelayanan
Farmasi Klinik. Sistem Farmasi ini harus terintegrasi dengan sistem
Rumah Sakit untuk meningkatkan efisiensi fungsi manajerial dan agar
data klinik pasien mudah diperoleh untuk monitoring terapi
pengobatan. Sistem komputerisasi meliputi:
a) Jaringan keras
b) Perangkat keras
c) Perangkat lunak (program aplikasi)
3. Peralatan dispensing sediaan non steril, yaitu:
a. Timbangan dan anak timbangan gram
b. Timbangan dan anak timbangan miligram
c. Timbangan digital
d. Lumpang dan stamper
e. Pengayak
f. Blender obat/ pulverizer
g. Mesin pembungkus puyer
h. Kertas perkamen
i. Kertas pembungkus puyer
j. Alat pencetak capsul racikan

16
k. Capsul ukuran 00, 0, 1, 2, 3
l. Pot ukuran 15 gr, 30 gr, 50 gr, 200 gr
m. Gelas ukur 50 ml (Pyrex)
n. Batang pengaduk
o. Sudip/spatula
p. Klip plastik
q. Staples
r. Gunting
s. Handscoen
t. Gown/apron white film
u. Masker
4. Peralatan Aseptic Dispensing
a. Horisontal Laminar Air Flow Cabinet (untuk pelayanan
pencampuran obat suntik);
b. Pass box dengan pintu berganda (air lock);
c. Barometer
d. Termometer
e. Wireless intercom
5. Peralatan Penyimpanan kondisi umum
a. Lemari / rak yang rapi dan terlindung dari debu, kelembaban dan
cahaya yang berlebih
b. Lantai dilengkapi dengan palet (untuk penyimpanan cairan)
6. Peralatan penyimpanan kondisi khusus
a. Lemari pendingin dan AC untuk obat yang termolabil
b. Lemari penyimpanan khusus untuk narkotika dan obat
Psikotropika
7. Peralatan Pendistribusian/Pelayanan
a. Alat pengeras suara (rawat jalan)
b. Troli obat (rawat inap)
8. Peralatan Konsultasi
a. Buku kepustakaan

17
b. Meja, kursi untuk Apoteker dan 2 orang pelanggan
c. Komputer
d. Telepon
e. Lemari arsip
9. Peralatan Ruangan Pelayanan Informasi Obat
a. Buku kepustakaan
b. Meja, kursi, rak buku
c. Komputer
d. Telepon

18
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN

A. Pengelolaan Perbekalan Farmasi


Apoteker bertanggung jawab terhadap pengelolaan sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) di rumah sakit yang
menjamin seluruh rangkaian kegiatan perbekalan farmasi telah sesuai dengan
ketentuan yang berlaku, memastikan kualitas, manfaat dan keamanannya.
Pengelolaan sediaan farmasi adalah suatu proses yang merupakan siklus
kegiatan dimulai dari pemilihan, perencanaan, pengadaan, penerimaan,
penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, penghapusan, administrasi dan
pelaporan serta evaluasi yang diperlukan bagi kegiatan pelayanan. Tujuan
pengelolaan perbekalan farmasi adalah sebagai berikut:
- Pengelolaan perbekalan farmasi yang efektif dan efisien
- Menerapkan farmakoekonomi dalam pelayanan
- Meningkatkan kompetensi / kemampuan tenaga farmasi
- Mewujudkan sistem informasi manajemen berdayaguna dan tepat guna
- Melaksanakan pengendalian mutu pelayanan
Dengan kebijakan pengelolaan sistem satu pintu, Instalasi Farmasi sebagai
satu-satunya penyelenggara Pelayanan Kefarmasian di rumah sakit akan
memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Pelaksanaan pengawasan dan pengendalian penggunaan sediaan
farmasi, alat kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP).
2. Standarisasi sediaan farmasi, alat kesehatan dan Bahan Medis Habis
Pakai (BMHP).
3. Pengendalian harga sediaan farmasi, alat kesehatan dan Bahan Medis
Habis Pakai (BMHP).
4. Pemantauan terapi obat.

19
5. Penurunan risiko kesalahan terkait penggunaan sediaan farmasi, alat
kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) terhadap keselamatan
pasien.
6. Kemudahan akses data sediaan farmasi, alat kesehatan dan Bahan
Medis Habis Pakai (BMHP) yang akurat.
7. Peningkatan mutu pelayanan dan citra rumah sakit.
8. Peningkatan pendapatan rumah sakit dan peningkatan kesejahteraan
pegawai.

Rangkaian kegiatan pengelolaan perbekalan farmasi di Instalasi Farmasi RS.


Permata Jonggol adalah:
1. Kegiatan Pemilihan/Seleksi Sediaan farmasi
Pemilihan adalah kegiatan untuk menetapkan jenis sediaan farmasi,
alat kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) sesuai dengan
kebutuhan. Pemilihan sediaan farmasi, alat kesehatan dan Bahan Medis
Habis Pakai (BMHP) berdasarkan:
a. Formularium dan standar pengobatan/pedoman diagnosa dan terapi
b. Standar sediaan farmasi, alat kesehatan dan Bahan Medis Habis
Pakai (BMHP) yang telah ditetapkan
c. Pola penyakit
d. Efektifitas dan keamanan
e. Pengobatan berbasis bukti
f. Mutu
g. Harga
h. Ketersediaan dipasaran
2. Formularium Rumah Sakit
Formularium rumah sakit mengacu pada Formularium Nasional.
Formularium rumah sakit merupakan daftar obat yang disepakati
Kelompok Staf Medis (KSM), disusun oleh Panitia Farmasi dan Terapi
(PFT) yang ditetapkan oleh Direktur Rumah Sakit.
Formularium Rumah Sakit harus tersedia untuk semua penulis

20
resep, pemberi obat, dan penyedia obat di Rumah Sakit. Evaluasi
terhadap Formularium Rumah Sakit harus secara rutin dan dilakukan
revisi sesuai kebijakan dan kebutuhan Rumah Sakit.
Penyusunan dan revisi Formularium Rumah Sakit dikembangkan
berdasarkan pertimbangan terapetik dan ekonomi dari penggunaan Obat
agar dihasilkan Formularium Rumah Sakit yang selalu mutakhir dan
dapat memenuhi kebutuhan pengobatan yang rasional.
1) Tahapan proses penyusunan Formularium Rumah Sakit
a. Dokter mengajukan usulan obat baru dengan mengisi Formulir
Permohonan Permohonan Pengadaan dan Penyediaan Obat baru
ke Panitia Farmasi dan Terapi (PFT).
b. PFT membuat rekapitulasi usulan obat dari masing-masing
Kelompok Staf Medik (KSM) berdasarkan standar terapi
c. Mengelompokkan usulan obat berdasarkan kelas terapi, zat
aktif, principal, usulan harga, ada tidaknya obat dengan zat aktif
yang sama dan kategori fast atau slow moving.
d. Membahas usulan tersebut dalam rapat Panitia Farmasi dan
Terapi (PFT).
e. Menetapkan daftar obat yang masuk ke dalam Formularium
Rumah Sakit dengan persetujuan direktur rumah sakit.
f. Menyusun kebijakan dan pedoman untuk implementasi.
g. Melakukan edukasi mengenai Formularium Rumah Sakit
kepada staf dan melakukan monitoring.
h. PFT bertanggung jawab dalam penyusunan/revisi formularium
yang dibantu secara aktif oleh Instalasi Farmasi.
2) Kriteria pemilihan Obat untuk masuk Formularium Rumah
Sakit
a. Mengutamakan penggunaan obat generik.
b. Memiliki rasio manfaat-risiko (benefit-risk ratio) yang paling
menguntungkan penderita.
c. Mutu terjamin, termasuk stabilitas dan bioavailabilitas.

21
d. Praktis dalam penyimpanan dan pengangkutan.
e. Praktis dalam penggunaan dan penyerahan.
f. Menguntungkan dalam hal kepatuhan dan penerimaan oleh
pasien.
g. Memiliki rasio manfaat-biaya (benefit-cost ratio) yang tertinggi
berdasarkan biaya langsung dan tidak langsung.
h. Obat lain yang terbukti paling efektif secara ilmiah dan aman
(evidence based medicines) yang paling dibutuhkan untuk
pelayanan dengan harga yang terjangkau.
3) Kriteria Penghapusan Obat dalam Formularium
Rumah Sakit harus mempunyai kebijakan terkait dengan
penambahan atau pengurangan Obat dalam Formularium Rumah
Sakit dengan mempertimbangkan indikasi penggunaaan,
efektivitas, risiko, dan biaya. Kriteria penghapusan obat dalam
formularium adalah sebagai berikut:
a. Obat yang jarang digunakan selama 6 bulan terakhir (slow
moving), dan dievaluasi kembali selama 3 bulan berikutnya serta
dingatkan ke dokter-dokter, jika tidak terjadi mutasi lagi maka
obat tersebut akan dikeluarkan dari daftar formularium.
b. Obat yang tidak digunakan dalam waktu 3 bulan (death stock),
maka akan diingatkan ke dokter yang terkait. Apabila dalam
waktu 3 bulan berikutnya tidak ada penggunaan, maka obat
tersebut akan dikeluarkan dari daftar formularium.
c. Obat yang kadaluarsa.
d. Obat recall atau ditarik dari peredaran oleh BPOM atau pabrik
obat tersebut.
e. Jika obat yang telah dikeluarkan dari formularium akan
digunakan kembali oleh dokter, maka dokter harus mengajukan
kembali ke tim Panitia Farmasi dan Terapi.
4) Komposisi formularium
Formularium yang telah disetujui kemudian disusun berdasarkan

22
komposisi berikut:
a. Sampul luar dengan judul Formularium obat, nama rumah sakit,
tahun berlaku, dan nomor edisi
b. Sambutan
c. Kata Pengantar
d. Surat Keputusan Pemberlakuan Formularium
e. Ketentuan Umum
f. Kebijakan Automatic Stop Order (ASO)
g. Petunjuk Penggunaan Formularium
h. Daftar isi
i. Monografi Obat
j. Index
5) Penggunaan obat Non Formularium Rumah Sakit
Penggunaan obat diluar Formularium rumah sakit adalah keadaan
dimana pasien memerlukan terapi obat yang tidak tercantum
dalam Formularium. Ada pula obat yang masuk formularium
rumah sakit tetapi tidak masuk dalam Formularium Nasional
tetapi dapat diberikan untuk pasien BPJS atas kebijakan rumah
sakit dan disebut sebagai Formularium Pendamping.
Penggunaan obat diluar formularium rumah sakit sebagai contoh:
a) Kasus tertentu yang jarang terjadi, misalnya kelainan hormon
pada anak, penyakit kulit langka.
b) Perkembangan terapi yang sangat memerlukan adanya obat
baru yang belum terakomodir dalam Formularium.
c) Obat-obat yang sangat mahal dan penggunaannya dikendalikan
secara ketat, misalnya obat antibiotik yang dicadangkan
(reserved antibiotics).
6) Formularium Rumah Sakit direvisi setiap 1 tahun sekali dan
disahkan kembali oleh Direktur Rumah Sakit setelah disesuaikan
dengan perubahan-perubahan yang ada.
7) Resep yang ditulis maupun resep elektronik harus mengacu kepada

23
Formularium Rumah Sakit apabila dokter penulis resep tidak
sesuai dengan Formularium Rumah Sakit, maka Unit Farmasi harus
memberitahukan kepada dokter untuk menyesuaikan dengan
formularium dan mengajukan saran substitusinya sesuai yang
tersedia di Formularium Rumah Sakit, lebih lanjut diatur dalam
prosedur.
8) Obat baru yang telah disetujui akan diinformasikan ke principal
masing-masing untuk kelengkapan berkas dan pemberian donasi
obat baru.
9) Evaluasi Kepatuhan Penggunaan Formularium
Dalam rangka meningkatkan kepatuhan terhadap formularium
Rumah Sakit, maka rumah sakit menetapkan indicator mutu untuk
mengukur kepatuhan dalam penggunaan obat sesuai formularium.
Indikator yang ditetapkan adalah:
a. Kepatuhan penulisan resep sesuai formularium
b. Kepatuhan pengadaan sesuai formularium
10) Pengajuan alat kesehatan atau Bahan Medis Habis Pakai
(BMHP) baru
Alat-alat kesehatan dan BMHP yang akan digunakan di RS.
Permata Jonggol, terlebih dahulu melalui trial atau percobaan
penggunaan di unit-unit keperawatan, untuk memastikan mutu dari
alat kesehatan dan BMHP yang akan dipakai. Petugas Purchasing
medis akan menyerahkan formulir trial dan sampel alat kesehatan
atau BMHP ke perawat. Perawat melakukan trial dan memberikan
penilaian pada formulir trial. Jika hasil trial baik, maka alat
kesehatan dan BMHP dapat diajukan ke direktur untuk pengadaan.

3. Kegiatan Perencanaan
Perencanaan kebutuhan merupakan kegiatan untuk menentukan
jumlah dan periode pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan
Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) sesuai dengan hasil kegiatan

24
pemilihan untuk menjamin terpenuhinya kriteria tepat jenis, tepat
jumlah, tepat waktu dan efisien.
Perencanaan dilakukan untuk menghindari kekosongan obat dengan
menggunakan metode yang dapat dipertanggung jawabkan dan dasar-
dasar perencanaan yang telah ditentukan antara lain konsumen,
epidemilogi, kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi dan
disesuaikan dengan anggaran yang tersedia. Perencanaan di Instalasi
Farmasi RS. Permata Jonggol dilakukan oleh Kepala Gudang Medis.
Tahapan pembuatan perencanaan sediaan farmasi:
1) Kepala gudang medis merekap obat, alat kesehatan dan BMHP
yang mendekati stok minimal buffer stock
2) Kepala gudang medis membuat purchase request (PR) di sistem
3) PR disetujui oleh Kepala Instalasi Farmasi
Pedoman perencanaan harus mempertimbangkan:
a. Anggaran yang tersedia
b. Penetapan prioritas
c. Sisa persediaan
d. Data pemakaian periode 3 bulan yang lalu
e. Waktu tunggu pemesanan
f.Perencanaan perbekalan farmasi rutin dilakukan 2 kali seminggu
g. Perencanaan perbekalan farmasi yang bersifat insidentil bisa
dilakukan sewaktu-waktu jika ada kebutuhan sediaan farmasi yang
dibutuhkan segera
h. Persediaan atau Buffer stock sediaan farmasi di Gudang Medis
ditentukan maksimum untuk pemakaian 2 (dua) minggu, khusus
obat-obat dengan kategori “fast moving”, persediaan (buffer stock)
dapat ditingkatkan menjadi 1 (satu) bulan.
i.Jumlah persediaan perbekalan farmasi di Unit Farmasi untuk
pelayanan ditentukan untuk kebutuhan 1 (satu) minggu.

4. Kegiatan Pengadaan

25
Pengadaan merupakan realisasi kebutuhan yang telah direncanakan.
Tujuan pengadaan perbekalan farmasi adalah mendapatkan perbekalan
farmasi dengan harga layak, mutu baik, pengiriman barang yang
terjamin serta tepat waktu. Pengadaan perbekalan farmasi di Rumah
Sakit merupakan tanggung jawab unit Purchasing Medis.
1) Tahap pengadaan sediaan farmasi :
a. Pembuatan Purchase Order (PO)
 Purchase request (PR) yang telah disetujui oleh Kepala
Instalasi Farmasi diproses oleh purchasing medis menjadi
purchase order (PO) berdasarkan distributor.
 PO yang telah selesai ditanda tangai oleh Kepala Instalasi
Farmasi, Manager Penunjang Medik dan Direktur Rumah
Sakit.
 Purchasing medis melakukan pemesanan.
b. Pemesanan
 Melalui email
 Melalui pesan singkat
 Melalui telepon
 Aplikasi principal
 E-katalog
Hal-hal yang harus diperhatikan:
 Bahan baku obat harus disertai Sertifikat Analisa.
 Bahan berbahaya harus menyertakan Material Safety Data
Sheet (MSDS) dari pabrik asalnya.
 Perbekalan farmasi yang digunakan di rumah sakit harus
mempunyai nomor izin edar dari Badan POM.
 Perbekalan farmasi mempunyai masa kadaluarsa minimal 2
tahun kecuali vaksin dan regensia.
b. Pembelian
Hal – hal yang harus diperhatikan :
 Kriteria Sediaan farmasi, Alat kesehatan, dan Bahan Medis

26
Habis Pakai, termasuk Bahan Beracun dan Berbahaya (B3)
dan gas medik yang meliputi kriteria umum dan kriteria
khusus.
 Persyaratan distributor, harus memiliki Perjanjian
Kerjasama yang mengikat kedua belah pihak.
 Penentuan waktu pengadaan dan kedatangan sediaan
farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai.
 Pemantauan rencana pengadaan sesuai jenis, jumlah dan
waktu.
 Pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP
dilakukan minimal 2 kali seminggu.
 Pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan BMHP
dapat dilakukan insidentil jika ada kebutuhan perbekalan
farmasi yang mendesak.
 Unit Purchasing medis membuat purchase order/surat
pesanan yang diserahkan ke distributor sebagai permintaan
untuk pembelian obat.
 Untuk surat pesanan obat-obat tertentu, obat prekrusor,
narkotika dan psikotropika dibuat khusus sesuai dengan
ketentuan undang-undang yang berlaku.
2) Rumah sakit harus memiliki mekanisme untuk mencegah
kekosongan stok obat yang secara normal tersedia di Instalasi
Farmasi. Pengadaan obat kosong dilakukan melalui pembelian cito
purchase ke rumah sakit lain atau apotek rekanan yang berada di
sekitar rumah sakit dan diutamakan memiliki Perjanjian Kerjasama.
3) Pengadaan sediaan farmasi donasi/dropping/hibah
RS. Permata Jonggol mengelola donasi obat, vaksin, alat pelindung
diri (APD) yang diperoleh dari Dinas Kesehatan. Pengelolan donasi
dimulai dari permintaan dengan mengirimkan surat pesanan yang
ditanda tangani oleh direktur rumah sakit ke Dinas Kesehatan
hingga donasi diterima oleh Gudang Medis. Penyimpanannya

27
dilakukan secara terpisah dari obat milik rumah sakit. Obat donasi
harus dipantau dan dilakukan pencatatan serta pelaporan terhadap
penerimaan dan penggunaannya. Donasi yang ada di RS Permata
Jonggol adalah sebagai berikut:
a. Pengadaan vaksin dilakukan setiap bulan dengan menyerahkan
surat permintaan dan laporan Penggunaan vaksin ke Dinas Ke-
sehatan. Pengambilan vaksin harus memenuhi syarat dan
ketentuan agar vaksin terjaga mutu dan stabilitasnya.
b. Pengadaan obat TB Fixed Dose Combination (FDC) dilakukan
sebulan sekali dengan menyerahkan surat permintaan ke Dinas
Kesehatan. Pelaporan penggunaan obat TB dot dilakukan
melalui aplikasi SITB.
c. Instalasi Farmasi RS. Permata Jonggol memfasilitasi
pengadaan reagen donasi untuk pemeriksaan HIV dan
Hepatitis B dari Dinas Kesehatan. Pengadaan obat Anti
Retroviral (ARV) berdasarkan jumlah pasien HIV yang
mendapatkan pengobatan.
d. Pengadaan obat antivirus covid 19, alat pelindung diri (APD),
dan masker dilakukan dengan menyerahkan surat permintaan
yang ditanda tangani direktur rumah sakit ke Dinas Kesehatan.
e. Semua donasi sediaan farmasi yang diterima disertai dengan
surat Berita Acara Serah Terima (BAST) yang disimpan secara
terpisah dari faktur.
4) Obat Sampel
Instalasi Farmasi tidak menerima obat sampel yang belum teruji
secara klinis atau belum memiliki izin edar dari Badan POM.
5) Apabila unit Purchasing Medis tutup, pengadaan obat kosong
didelegasikan kepada petugas farmasi melalui mekanisme cito
purchase atas persetujuan direktur.
6) Unit Purchasing Medis bertanggung jawab dalam pembuatan
master nama obat baru ke dalam sistem SIRS dengan

28
memperhatikan ketentuan yang telah ditetapkan.

5. Kegiatan Penerimaan
Penerimaan sediaan farmasi merupakan kegiatan penerimaan
perbekalan farmasi yang dilakukan sesuai dengan aturan kefarmasian
yang berlaku. Penerimaan perbekalan farmasi merupakan tanggung
jawab unit Gudang Medis. Hal-hal yang harus diperhatikan pada saat
menerima perbekalan farmasi adalah :
a. Mengecek kesesuaian jumlah dan jenis barang yang datang sesuai
dengan PO (purchase order)/surat pesanan.
b. Mengecek jumlah, nomor batch dan masa kadaluarsa obat,
sesuaikan dengan faktur.
c. Obat dengan penyimpanan suhu khusus disertai dengan ther-
mometer dengan memperhatikan cold chain management.
d. Barang diterima dalam kondisi baik / tidak rusak.
e. Penerimaan perbekalan farmasi dengan kadaluarsa paling lambat 1
tahun hanya untuk obat – obat yang digolongkan “CITO” atau
segera digunakan.
f. Batas waktu kadaluarsa obat minimal 2 tahun kecuali untuk sediaan
yang perputarannya sangat cepat (fast moving) atau kategori obat
life saving.
g. Pada saat menerima perbekalan farmasi, tulis tanggal, nama, no.
SIPA/SIK, tanda tangan petugas farmasi yang menerima dan
stempel pada faktur.
h. Semua dokumen terkait penerimaan barang harus disimpan dengan
baik.
i. Pada saat gudang farmasi tutup, tugas penerimaan barang didele-
gasikan ke petugas farmasi dengan prosedur yang telah ditetapkan.
j. Pemesanan, penerimaan gas medis, pendistribusian, dan penyim-
panan dan pemantauan gas medik dilakukan oleh bagian Gudang

29
Medis, sedangkan pemeliharaan gas medis dilakukan oleh Instalasi
Pemeliharaan Sarana Rumah Sakit (IPSRS).
6. Kegiatan Penyimpanan
Kegiatan penyimpanan meliputi pengaturan tata ruang dan penyusunan
stok, pengamanan mutu obat, pencatatan mutu obat, dan Expired Date.
Tata ruang merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi efisiensi
dan efektifitas kegiatan-kegiatan dalam pelayanan perbekalan farmasi.
Sistem penyimpanan barang di Farmasi dan Gudang medis
dikelompokkan sesuai dengan jenis persediaan, sifat fisika dan kimia,
diurutkan sesuai dengan abjad, kemudian diletakkan berdasarkan
FIFO (First In First Out), dan FEFO (First Expired First Out).
Perbekalan farmasi disimpan berdasarkan:
1. Bentuk sediaan dan jenisnya
a. Sediaan tablet disimpan di rak obat tablet;
b. Sediaan alat kesehatan disimpan di rak penyimpanan alat
kesehatan;
c. Sediaan injeksi disimpan di rak injeksi;
d. Sediaan sirup disimpan di lemari rak sirup;
e. Sediaan salep dan obat kumur disimpan di lemari obat salep
dan kumur;
f. Sediaan narkotika dan psikotropika disimpan di lemari
narkotika dan psikotropika. Sesuai dengan Permenkes No. 3
Tahun 2015 dalam pasal 25. Dalam pasal 25 ayat 1 disebutkan
bahwa tempat penyimpanan Narkotika, Psikotropika, dan
Prekrusor Farmasi bisa berupa gudang, ruangan, atau lemari
khusus.
Pada ayat 3 disebutkan bahwa Lemari khusus sebagaimana
yang dimaksud pasal 25 ayat (1) harus memenuhi syarat
sebagai berikut:
1) Terbuat dari bahan yang kuat;
2) Tidak mudah dipindahkan dan mempunyai 2 (dua) buah

30
kunci yang berbeda
3) Harus diletakkan dalam ruang khusus di sudut gudang, atau
Instalasi Farmasi Pemerintah
4) Diletakkan di tempat yang aman dan terlihat oleh umum.
Untuk Apotek, Instalasi Rumah Sakit, Puskesman, Instalasi
Farmasi Klinik, dan Lembaga Ilmu Pengetahuan; dan
5) Kunci lemari khusus dikuasai oleh Apoteker penanggung
jawab/apoteker yang ditunjuk dan pegawai lain yang
dikuasakan.
g. Sediaan prekursor disimpan di rak khusus dan terpisah dengan
obat lain.
h. Sediaan infus disimpan di rak penyimpanan obat infus. Jika
infus diletakkan di bawah, maka kotak infus harus dilapisi
dengan palet kayu yang berukuran 110 x 110 cm.
i. Sediaan untuk pelayanan sehari-hari atau racikan disimpan di
lemari racik dan meja racik
j. Bahan baku obat disimpan dalam wadah yang kering dan
tertutup rapat, diberi label nama obat, tanggal pertama dibuka,
tanggal kadaluarsa. Penyimpanan bahan baku obat disertai
dengan Sertifikat Analisa dari pabrik yang bersangkutan.
k. Obat dan bahan kimia yang digunakan untuk mempersiapkan
obat diberi label yang secara jelas terbaca dan memuat nama,
tanggal pertama kemasan dibuka, tanggal kadaluarsa dan
peringatan khusus.
2. Suhu dan stabilitasnya
a) Untuk vaksin stabil pada suhu dingin (2-8°C) disimpan di
lemari pendingin dengan suhu yang dipantau setiap hari.
b) Perbekalan farmasi lain disimpan pada suhu kamar (15-25°C)
di dalam ruangan berpendingin (AC) dengan suhu yang
dipantau setiap hari.

31
3. Bahan mudah terbakar dan Gas Medis
 Barang-barang yang mudah terbakar maupun Bahan Beracun
dan Berbahaya (B3) disertai dengan MSDS dari pabrik yang
bersangkutan.
 Pencatatan barang pada kartu stok berisi keterangan nama
barang, kemasan/isi, nomor batch, tanggal, asal, jumlah masuk,
jumlah keluar dan sisa barang.
 Bahan yang mudah terbakar di simpan sesuai dengan bentuk
sediaan dan jenisnya dan dikumpulkan tersendiri dengan
simbol ‘MUDAH TERBAKAR’
 Gas medis disimpan dengan posisi berdiri, terikat dan diberi
penandaan untuk menghindari kesalahan pengambilan jenis
gas medis.
 Penyimpanan tabung gas medis kosong terpisah dari tabung
gas medis yang ada isinya dan diberi tanda.
 Gas medis disimpan dengan posisi berdiri tegak, dipasang
penutup kran, dan dilengkapi dengan rantai pengaman untuk
menghindari jatuh pada saat ada goncangan
 Penyimpanan gas medis harus disertai dengan MSDS dari
pabrik yang bersangkutan
4. Tahan tidaknya terhadap cahaya
Obat yang tidak tahan terhadap cahaya disimpan ditempat tertentu
yang terlindung dari cahaya matahari secara langsung.
5. Donasi/Sampel
Obat donasi disimpan terpisah. Alat kesehatan sampel donasi dari
prinsipal farmasi disimpan ditempat yang terlihat dan mudah
dijangkau untuk memudahkan distribusinya serta disimpan dengan
penandaan “SAMPEL’.
6. Instalasi Farmasi tidak menyimpan obat sampel untuk pengujian.

32
7. Rumah Sakit Permata Jonggol tidak menggunakan bahan radioaktif
dalam pelayanan kesehatan sehingga tidak ada kegiatan
penanganan radioaktif.
8. Rumah Sakit Permata Jonggol tidak menyediakan obat sitostatika.
9. Berdasarkan tempat penyimpanan obat di RS. Permata Jonggol,
dilakukan di:
 Instalasi Farmasi (Gudang Medis, Unit Farmasi, Unit Khusus)
 Unit pelayanan pasien di luar Farmasi dengan sistem floor stock:
(Instalasi Gawat Darurat (IGD), Ruang OK, ICU, VK, Poli
Rawat Jalan, Rawat Inap, Perinatologi, Laboratorium,
Rehabilitasi Medik, dan Radiologi)
10. Tempat penyimpanan obat emergensi (IGD, ICU, OK, VK, Rawat
Inap, Rawat Jalan, Laboratorium, Perina, Radiologi, Fisioterapi dan
Hemodialisa).
11. Cairan elektrolit pekat tidak boleh disimpan di area perawatan
pasien, dalam kondisi klinis yang membutuhkan cairan elektrolit
pekat, maka dibolehkan dengan pembatasan area dan pengecekan
ganda sebelum pemberian.
12. Cairan elektrolit pekat hanya boleh disimpan di Instalasi Farmasi,
ICU, OK, IGD dan VK. Cairan elektrolit pekat diberi label
“Elektrolit Pekat”
13. Obat emergensi dalam troli dan kit emergensi disimpan di unit
yang telah ditentukan dan mudah diakses apabila terjadi kegawat
daruratan. Tempat penyimpanan troli dan kit emergensi yaitu:
a. IGD
b. Ambulance
c. ICU
d. OK
e. VK
f. Rawat Inap 1 dan 2
g. Klinik anak

33
h. Imunicare
i. Laboratorium
j. Rehabilitasi medik
k. Radiologi
l. Perinatologi
m. Hemodialisa
14. Obat emergensi dipantau 1 (satu) kali sebulan oleh petugas farmasi.
15. Obat emergensi disimpan dalam troli atau kit emergensi yang
terkunci.
16. Obat emergensi yang bersifat termolabil disimpan dalam lemari es
dalam kotak terpisah dengan penandaan khusus ‘Obat emergensi’,
dan dipantau suhunya.
17. Obat-obatan yang dibawa pasien disimpan oleh petugas farmasi
untuk dikelola. Obat dapat diteruskan atau dihentikan
pemakaiannya sesuai petunjuk DPJP. Obat diserahkan kembali saat
pasien pulang.
18. Obat high alert disimpan dengan penandaan khusus di Instalasi
Farmasi. Obat-obatan yang termasuk dalam obat high alert
disimpan dengan penandaan khusus, yaitu label berwarna merah
dengan tulisan “HIGH ALERT”. Penyimpanan obat-obatan high
alert dipisahkan dari obat lainnya diberi garis merah dan
ditempatkan dalam wadah terpisah.
Obat high alert terdiri dari :
a. Elektrolit konsentrat tinggi (KCl 7,46%, MgSO4 20%, MgSO4
40%, NaCl 3% dan Meylon 84 BP);
b. Dextrose Hipertonic (D40%);
c. Anestetik Umum dan Inhalasi IV (Bupivacaine HCl injeksi,
Ketamine HCl injeksi, Midazolam injeksi, Propofol,
Sevofluran, dan Isofluran);
d. Obat yang mempengaruhi darah (Enoxaparin, Fondaparinux
injeksi dan Heparin Injeksi);

34
e. Antidiabetik parenteral (insulin);
f. Antidiabetik oral (Glimepiride, Metformin HCl, Gliquidon,
Gliclazide, Acarbose, Glibenklamide);
g. Vasokontriktor (Epinephrine, Norepinephrine bitartrat,
Atrakurium besilat);
h. Anti aritmia (Lidocain dan amiodarone);
i. Penghambat Neuromuskular (Atracurium besilat dan
Rokuronium Bromida);
j. Hormon (Oxytocin);
k. Narkotika (Fentanyl injeksi, Codein, Pethidin injeksi,
Morphina);
l. Parenteral Infusion (B Fluid);
19. Obat-obatan yang berisiko menimbulkan kesalahan dan obat yang
masuk dalam kategori Look Alike Sound Alike (LASA) atau Nama
Obat Rupa Ucapan Mirip (NORUM). Obat LASA pada
penyimpanannya diberi label berwarna kuning. Lokasi
penyimpanan obat LASA tidak boleh berjejer, namun harus
diselingi dengan obat lain yang berbeda sehingga kemungkinan
timbulnya kesalahan dalam pengambilan obat LASA dapat ditekan.
20. Obat-obat High Alert yang memerlukan penyimpanan khusus, yaitu:
a. Obat high alert yang termolabil, disimpan dalam lemari
pendingin dan dipisahkan dari obat lain. Diberi garis merah
sebagai pembatas (insulin, obat sedative rectal, oxytocin injeksi,
epinephrine injeksi, dan propofol).
b. Obat High Alert yang termasuk golongan narkotika dan
psikotropika, disimpan dalam lemari narkotika berpintu ganda
yang terkunci, dipisahkan dari obat lain dan diberi garis merah
sebagai pembatas. (Fentanyl, codein, morphine, pethidin)
Pelabelan Obat High Alert dan LASA:

35
LASA HIGH ALERT
Look Alike Sound Alike PERIKSA KEMBALI

21. Metode penyimpanan :


a) First In First Out (FIFO)
Barang yang masuk terlebih dahulu, dipakai terlebih dahulu
b) First Expire First Out (FEFO)
Barang yang memiliki waktu kadaluarsa terlebih dahulu,
dipakai terlebih dahulu.
Obat dengan tanggal kadaluarsa dekat diletakkan paling depan,
diurut hingga obat dengan tanggal kadaluarsa jauh.
c) Perbekalan farmasi disusun secara alfabetis untuk
memudahkan petugas mengingat tata letak perbekalan
Farmasi.
d) Obat-obat yang akan kadaluarsa 6 bulan ke depan diberi label
“GUNAKAN LEBIH DULU” dan disimpan dalam rak “Pra
ED”. Pada obat ditambahkan label:

GUNAKAN
` LEBIH DULU

22. Monitoring penyimpanan perbekalan farmasi :


a) Perbekalan farmasi dimasukkan dan dikeluarkan dari
penyimpanan menggunakan kartu stok, baik secara manual
maupun secara sistem SIRS.
b) Semua tempat penyimpanan perbekalan farmasi dilakukan
sampling secara berkala setiap hari untuk memastikan jumlah
obat dan apakah obat telah disimpan secara benar.
c) Stok opname dilaksanakan setiap 1 (satu) kali sebulan oleh
seluruh petugas farmasi di bawah pengawasan Kepala Instalasi
Farmasi, Keuangan, dan Satuan Pengawas Internal (SPI).

36
d) Apabila sediaan farmasi yang dikeluarkan dari kemasan
primernya, maka petugas harus menuliskan label yang berisi:
nama atau isi sediaan, dosis, tanggal pengemasan, tanggal
kadaluarsa sediaan/beyond used date (BUD) dan peringatan
jika ada. Stabilitas obat/BUD sediaan dispensing, yaitu:
 Sediaan racikan puyer atau kapsul mempunyai beyond used
date (BUD) atau stabiltas selama 1 (satu) bulan
 Sediaan sirup kering mempunyai BUD 7 hari.
 Sediaan dispensing injeksi mempunyai BUD sesuai
ketentuan produk masing-masing.
 Sedian dispensing salep atau krim mempunyai BUD 1
(satu) bulan.
e) Perbekalan farmasi yang disimpan adalah perbekalan farmasi
dengan expire date minimal 2 (dua) tahun.
f) Perbekalan Farmasi yang menjadi floor stock unit lain, ditarik
ke Instalasi Farmasi apabila akan kadaluarsa maksimal 3 bulan
untuk dikelola dan didistribusikan ke unit yang lebih
memerlukan, atau dapat diretur ke distributor, atau ditawarkan
kepada dokter untuk diresepkan.
g) Sediaan farmasi, alat kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai
(BMHP) yang sudah kadaluarsa tidak boleh didistribusikan ke
unit pelayanan.
h) Obat kadaluarsa dikumpulkan dan dipisahkan, didata dan
dilaporkan kepada Direktur.
i) Obat-obatan yang ditarik dari peredaran karena izin edarnya
dicabut oleh BPOM, atau mutunya kurang layak, dikumpulkan
dan dikembalikan ke distributor.

7. Kegiatan Pendistribusian
Distribusi merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam rangka
menyalurkan/menyerahkan sediaan farmasi, alat kesehatan dan Bahan

37
Medis Habis Pakai (BMHP) dari tempat penyimpanan sampai ke unit
pelayanan/pasien dengan tetap menjamin mutu, stabilitas, jenis, jumlah
dan ketepatan waktu. Sistem distribusi dirancang atas dasar kemudahan
untuk dijangkau oleh pasien dengan mempertimbangkan :
 Efisiensi dan efektifitas sumber daya yang ada
 Metode sentralisasi atau desentralisasi
Sistem distribusi yang ada di RS. Permata Jonggol adalah sebagai
berikut:
1) Sistem distribusi di unit pelayanan dapat dilakukan dengan cara :
a. Sistem persediaan lengkap di ruangan (floor stock)
Pendistribusian sediaan farmasi, alat kesehatan, dan BMHP
untuk persediaan di unit disiapkan dan dikelola melalui 1 satu
pintu, yaitu Gudang Medis. Hal-hal yang harus diperhatikan:
(1) Sediaan farmasi, alat kesehatan, dan BMHP yang disimpan
di unit disesuaikan dengan jenis dan jumlah yang
dibutuhkan.
(2) Penanggung jawab ruangan membuat permintaan obat, alat
kesehatan dan BMHP ke Gudang Medis melalui sistem.
(3) Setiap unit yang mempunyai obat floor stock harus
mempunyai penanggung jawab obat, yaitu Kepala
Ruang/Unit.
(4) Perbekalan farmasi yang disediakan di Instalasi Farmasi
adalah perbekalan farmasi yang masuk dalam Formularium
Rumah Sakit dan Daftar Alat kesehatan dan BMHP RS.
Permata Jonggol.
(5) Permintaan sediaan farmasi untuk floor stock dari Unit ke
Gudang Medis dilakukan berdasarkan jadwal yang telah
ditentukan oleh Gudang Medis.
(6) Saat sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP kosong atau
tidak tersedia, Gudang Medis bertanggung jawab untuk
pembelian ke Rumah Sakit atau apotek rekanan melalui

38
Purchasing Medis.
(7) Pemantauan obat floor stock di unit dilakukan 1 (satu) kali
sebulan oleh petugas Farmasi didampingi Penanggung
Jawab Obat/Kepala Unit.
(8) Apoteker harus menyediakan informasi, peringatan dan
kemungkinan interaksi obat pada setiap jenis obat yang
disediakan secara floor stok.
(9) Untuk kebutuhan narkotika & psikotropika di unit IGD,
ICU, Perinatologi dan OK, permintaan secara langsung
kepada Instalasi Farmasi dengan tanggung jawab langsung
oleh Kepala Unit.
(10) Obat narkotika tidak termasuk dalam daftar floor stok unit
lain.
(11) Obat psikotropika tidak termasuk dalam daftar floor stok
unit lain.
b. Sistem Resep Perorangan
Pendistribusian sediaan farmasi, alat kesehatan, dan BMHP
berdasarkan resep perorangan/pasien Unit Rawat Jalan dan Unit
Rawat Inap melalui Instalasi Farmasi. Resep yang berlaku di
RS. Permata Jonggol adalah resep yang ditulis tangan oleh
dokter dan atau resep online (E-resep).
c. Sistem Unit Dose Dispensing (UDD)
Pendistribusian sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP
berdasarkan resep perorangan yang disiapkan dalam unit dosis
tunggal untuk penggunaan satu kali dosis / pasien. Sistem unit
dosis ini digunakan untuk pasien rawat inap.
e. Sistem Daily Dose
Pendistribusian obat-obatan melalui resep perorangan yang
disiapkan, diberikan untuk pemakaian sehari. Sistem dosis ini
digunakan untuk pasien rawat inap baru dari IGD.
f. Sistem kombinasi

39
Sistem pendistribusian sediaan farmasi , alat kesehatan dan
BMHP bagi pasien rawat inap dengan menggunakan kombinasi
a + b atau b + c atau a + c atau a + b+c + d.

2) Pendistribusian untuk pasien gawat darurat


Merupakan kegiatan pendistribusian obat untuk memenuhi
kebutuhan pasien gawat darurat di Rumah Sakit, yang
diselenggarakan secara sentralisasi dengan sistem resep perorangan
kombinasi dengan sistem distribusi lengkap di ruangan (floor
stock). Unit yang memakai sistem ini adalah IGD, OK dan VK
distribusi dilakukan melalui depo Unit Khusus. Sedangkan ICU
dan Perinatologi dapat menggunakan resep CITO atau persediaan
“Floor Stock”.
3) Dalam pendistribusian sediaan farmasi, alat kesehatan, dan BMHP
harus memperhatikan 7 benar (benar pasien, benar obat, benar
dosis, benar rute, benar waktu pemberian, benar dokumentasi dan
benar informasi).
4) Obat didistribusikan secara First In First Out (FIFO) dan First
Expired First Out (FEFO).

8. Kegiatan Penyiapan
Merupakan tahap pelayanan dimulai dari tahap validasi, interpretasi,
meracik obat, memberikan label/etiket, penyerahan obat dengan
pemberian informasi obat yang jelas disertai dengan dokumentasi.
Tujuan :
1. Mendapatkan dosis yang tepat dan aman
2. Menjaga stabilitas produk
3. Menghindari kesalahan pemberian obat
4. Menjamin keamanan, mutu dan khasiat obat.
Tahap Penyiapan Obat:
1. Obat disiapkan berdasarkan resep yang ditulis oleh dokter atau resep

40
online.
2. Obat diberi etiket atau label obat sebelum diserahkan ke pengguna
obat, yang berisi: tanggal resep, nama pasien, tanggal lahir, no.
rekam medic, nama dokter, nama obat, aturan pakai, tanggal
ED/BUD dan keterangan tambahan bila ada.
3. Untuk obat-obat yang dikeluarkan dari kemasan primernya (puyer,
kapsul, salep, krim dan sirup) maka pada obat tersebut diberikan
label yang berisi:
 Identitas Pasien (nama, no. rekam medik, tanggal lahir)
 Nama obat
 Dosis obat
 Aturan pemakaian obat
 Tanggal penyiapan obat
 Tanggal BUD
4. Informasi tambahan yang ada pada etiket obat, yaitu:
 Obat antibiotik, “Habiskan!”
 Obat sirup atau emulsi, “Kocok Dahulu”
 Tablet efferfescent atau dispersible, “Larutkan”
 Obat sublingual, “Letakkan di bawah lidah”
 Obat lozenges, “Dihisap”
 Obat luar, untuk “Salep Kulit” (penggunaan untuk kulit),
“Salep Mata” (penggunaan untuk mata)
5. Obat yang membutuhkan dosis atau volume kecil, maka petugas
farmasi dapat melakukan penimbangan atau pengenceran sediaan.
Penimbangan dilakukan dengan timbangan yang dikalibrasi,
sedangkan untuk pengenceran dapat menggunakan gelas ukur.
6. Obat dikemas dalam plastik. Untuk pasien rawat jalan, obat
disiapkan dalam plastik obat, 1 plastik untuk 1 obat. Untuk pasien
rawat inap, obat disiapkan secara unit dosis sesuai waktu minum
obat.
7. Obat injeksi disiapkan dalam bentuk syringe, dikerjakan secara

41
aseptic dispensing dan diberi label yang berisi: tanggal dispensing,
nama pasien, tanggal lahir, no. rekam medik, nama obat, dosis obat,
tanggal BUD dan suhu penyimpanan.
8. Untuk obat yang memerlukan suhu khusus (2-8°C), maka petugas
Farmasi memberikan informasi kepada pengguna obat agar segera
menyimpan obat tersebut dalam lemari es apabila belum dipakai,
seperti insulin, vaksin dan supositoria.
9. Penyiapan obat High Alert dilakukan dengan “doble check” oleh 2
petugas untuk mencegah terjadinya kesalahan. Obat high alert harus
diberi label sesuai ketentuan.
10. Untuk obat yang tidak tahan terhadap cahaya, maka petugas farmasi
membungkus obat tersebut dengan bahan yang melindungi obat dari
cahaya dan memberikan informasi tersebut kepada pengguna obat.
11. Untuk sediaan yang besar atau berat, maka petugas dapat
menggunakan troli untuk mendistribusikan sediaan farmasi ke
bagian yang membutuhkan.
12. Obat yang akan diantar oleh kurir, dicek terlebih dahulu sebelum
dikemas menggunakan plastic anti bocor. Jika ada obat yang
memerlukan suhu khusus, petugas menambahkan es agar suhunya
tetap stabil selama dalam perjalanan.
13. Dalam penyiapan dan pendistibusian obat harus memperhatikan 7
benar dan 1 waspada
1. Benar obat
2. Benar pasien
3. Benar dosis
4. Benar waktu pemberian
5. Benar cara pemberian
6. Benar dokumentasi
7. Benar informasi obat
Dan waspada efek samping obat

42
9. Kegiatan Penyerahan Obat
Penyerahan obat merupakan kegiatan menyerahkan obat atau alat
kesehatan kepada pasien/tenaga kesehatan lain disertai dengan infomasi
yang jelas. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penyerahan obat
adalah:
1) Ketentuan penyerahan obat adalah sebagai berikut:
a. Penyerahan obat dilakukan oleh Apoteker yang memiliki SIPA
atau Tenaga Teknis Kefarmasian yang memiliki SIKTTK
mendapatkan kewenangan dari RS. Permata Jonggol.
b. Petugas farmasi harus memastikan 7 benar sebelum
menyerahkan obat kepada pasien, yaitu benar pasien, benar
obat, benar dosis, benar cara pemberian, benar waktu
pemberian, benar informasi obat, benar dokumensi dan
waspada efek samping obat.
c. Sebelum obat diserahkan, Apoteker melakukan pengkajian
resep dengan mengisi form telaah resep. Khusus untuk telaah
administrasi dan farmasetik dapat dilakukan oleh Tenaga
Teknis Kefarmasian. Pengkajian resep terdiri dari:
(i) Telah administrasi meliputi:
 Benar identitas pasien
 Benar nama dokter
 Masuk daftar Formularium
 Berat badan (pasien anak)
 Tinggi Badan (pasien anak)
(ii) Telaah Farmasetik meliputi:
 Kejelasan tulisan dokter
 Benar nama obat
 Benar dosis/jumlah obat
 Benar waktu dan frekuensi pemberian
 Benar cara pemberian
(iii) Telaah Klinis meliputi:

43
 Benar indikasi
 ada tidaknya polifarmasi
 Ada tidaknya duplikasi obat
 Efek samping yang mungkin terjadi
 Riwayat alergi
 antibiotik lebih dari 2
d. Apoteker memeriksa kembali kesesuaian antara etiket obat
dengan resep untuk menghindari terjadinya kesalahan obat
atau pasien.
e. Apoteker memberikan pelayanan informasi obat kepada pasien
f. Setelah penyerahan obat, pasien diminta untuk menulis nama
dan tanda tangan sebagai bukti obat telah diterima.
2) Respon Time atau waktu tunggu obat untuk pasien rawat jalan
Respon time dihitung dimulai setelah pasien melakukan
pembayaran/administrasi hingga obat diserahkan kepada pasien.
Ketepatan respon time atau waktu tunggu dipengaruhi oleh jumlah
petugas farmasi yang bertugas, fasilitas komputer untuk penginputan
serta dukungan sistem yang dapat mengurangi waktu tunggu obat.
3) Untuk ketepatan penyerahan obat pasien Rawat Inap, Unit
keperawatan harus menyerahkan resep ke Unit Farmasi maksimal
pukul 23.00 WIB, dan Unit Farmasi menyerahkan obat ke Perawat
rawat inap maksimal pukul 11.00 WIB, disertai dengan serah terima
antara Petugas Farmasi dan Perawat Rawat Inap.
4) Penyerahan obat “Cito” harus didahulukan dengan waktu tunggu
kurang dari 5 menit.
5) Penyerahan obat pasien IGD harus didahulukan dengan waktu
tunggu kurang dari 10 menit.
6) Penyerahan sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP untuk floor
stock diserahkan oleh Apoteker Penanggung Jawab atau petugas
gudang yang diberi wewenang.
7) Penyerahan obat harus memperhatikan:

44
a) Benar obat
b) Benar pasien
c) Benar dosis
d) Benar waktu pemberian
e) Benar cara pemberian
f) Benar dokumentasi
g) Benar informasi obat
h) Dan waspada efek samping obat

10. Kegiatan Penarikan dan Pemusnahan Sediaan farmasi


a. Penarikan
Penarikan sediaan farmasi yang substandar dilakukan oleh pemilik
izin edar berdasarkan perintah penarikan oleh BPOM (mandatory
recall) atau berdasarkan inisiasi sukarela oleh pemilik izin edar
(voluntary recall) dengan tetap memberikan laporan kepada Kepala
BPOM. Penarikan dilakukan terhadap produk yang izin edarnya
dicabut oleh Menteri. Hal-hal yang harus diperhatikan, yaitu:
Penarikan dilakukan untuk obat-obatan yang :
1) Ditarik dari peredaran oleh suplier atau pabrik
a) Sediaan farmasi yang ditarik berdasarkan surat edaran dari
PBF atau Pabrik, meliputi nomor batch, tanggal produksi
dan tanggal kadaluarsa.
b) Instalasi Farmasi melakukan tindak lanjut dengan membuat
memo penarikan obat dari unit atas persetujuan Direktur.
Obat dikumpulkan dan dikembalikan ke suplier dengan
ganti rugi senilai obat tersebut.
c) Biaya yang timbul akibat penarikan obat farmasi tersebut
menjadi tanggung jawab pihak prinsipal/distributor.
d) Petugas farmasi melakukan pelacakan pemakaian obat
tersebut maksimal 1 bulan ke belakang untuk memastikan
obat yang dimaksud benar-benar ditarik dari peredarannya

45
di Rumah Sakit.
2) Ditarik oleh Instalasi Farmasi
a) Pengelolaan Obat yang akan kadaluarsa (Pra ED). Obat
Pra ED adalah obat, alat kesehatan dan BMHP yang
mendekati kadaluarsa 6 bulan sebelumnya. Pengelolaan
obat Pra ED adalah :
 Perbekalan farmasi diberi label warna hijau
“GUNAKAN LEBIH DULU”
 Perbekalan farmasi yang mendekati kadaluarsa 3 bulan
sebelumnya, ditarik ke Gudang Medis dengan
menggunakan berita acara.
 Instalasi Farmasi membuat laporan tentang obat-obat
yang akan kadaluarsa maksimal 6 bulan sebelum
kadaluarsa, mengecek nomor batch, mencari faktur
pembelian dan diserahkan ke Unit Purchasing Medis
untuk proses retur.
 Purchasing Medis akan melaporkan obat-obat yang
akan kadaluarsa ke distributor masing-masing obat
sesuai dengan kebijakan distributor tersebut dalam
menerima retur.
 Apabila disepakati, obat-obat yang akan kadaluarsa
diretur ke distributor atau diganti dengan obat yang
masa kadaluarsanya lebih panjang.
 Perbekalan Farmasi Pra ed disimpan di rak terpisah dan
didistribusikan ke unit lain yang lebih membutuhkan.
 Laporan obat akan kadaluarsa diserahkan ke
Manajemen.
 Perbekalan farmasi Pra ED dapat ditawarkan ke dokter
untuk peresepan sesuai dengan indikasinya.
b) Pengelolaan obat yang sudah kadaluarsa adalah:
 Perbekalan farmasi yang sudah kadaluarsa diserahkan

46
ke Gudang Medis untuk dikelola
 Gudang Medis membuat laporan perbekalan farmasi
yang kadaluarsa, mengecek nomor batch dan mencari
faktur pembelian.
 Laporan obat kadaluarsa diserahkan kepada Direktur.
 Unit Purchasing Medis menghubungi distributor obat
tersebut untuk proses retur.
 Untuk obat-obat yang tidak dapat diretur karena
kebijakan dari distributor masing-masing obat, maka
obat dibuatkan berita acara dan diserahkan ke K3RS.
 Obat Narkotika dan Psikotropika yang kadaluarsa
dipisahkan di tempat yang aman. Obat didata nama,
jumlah dan nilai inventory nya, dilaporkan kepada
Direktur.
b. Pemusnahan
Pemusnahan perbekalan farmasi yang sudah tidak dapat digunakan
harus dimusnahkan dilaksanakan dengan cara yang sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pemusnahan
perbekalan farmasi dilakukan bila:
1. Produk tidak memenuhi syarat mutu (substandard);
2. Telah kadaluarsa;
3. Tidak memenuhi syarat untuk dipergunakan dalam pelayanan
kesehatan atau kepentingan ilmu pengetahuan dan/atau;
4. Dicabut izin edarnya.
Tahapan pemusnahan perbekalan farmasi, yaitu:
1. Membuat daftar sediaan farmasi, alat kesehatan, dan BMHP yang
akan dimusnahkan;
2. Membuat berita acara yang isinya memuat:
 Hari, tanggal dan lokasi pemusnahan
 Petugas yang melakukan pemusnahan
 Saksi-saksi

47
 Nama obat, bentuk sediaan, jumlah obat, nomer batch obat
 Cara pemusnahan
 Nama dan tandatangan pihak yang memutuskan dan saksi-
saksi
3. Mengkoordinasikan jadwal, metode dan tempat pemusnahan;
4. Menyiapkan tempat pemusnahan; dan
5. Melakukan pemusnahan yang disesuaikan dengan jenis dan
bentuk sediaan serta peraturan yang berlaku.
6. Dalam melaksanakan pemusnahan narkotika dan psikotropika
Instalasi Farmasi membuat laporan kegiatan pemusnahan
kepada Dinas Kesehatan dengan bukti berita acara rangkap 4.
7. Pemusnahan obat, alat kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai
(BMHP) dilakukan dengan pihak ketiga yang memiliki
Perjanjian Kerjasama.
8. Pemusnahan resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu 5
(lima) tahun. Pemusnahan resep dilakukan oleh Apoteker
disaksikan oleh sekurang-kurangnya petugas lain di Instalasi
Farmasi dengan cara dibakar atau cara pemusnahan lain
dibuktikan dengan Berita Acara Pemusnahan Resep.

11. Kegiatan Pengendalian


Pengendalian dilakukan terhadap jenis dan jumlah persediaan dan
penggunaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP. Pengendalian
penggunaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP dapat dilakukan
oleh Instalasi Farmasi harus bersama dengan Panitia Farmasi dan Terapi
(PFT) di Rumah Sakit. Tujuan pengendalian persediaan sediaan farmasi,
alat kesehatan dan BMHP adalah untuk :
a. Penggunaan obat sesuai dengan Formularium Rumah Sakit;
b. Penggunaan obat sesuai dengan diagnosis dan terapi; dan
c. Memastikan persediaan efektif dan efisien atau tidak terjadi
kelebihan dan kekurangan/kekosongan, kerusakan, kadaluarsa, dan

48
kehilangan serta pengembalian pesanan sediaan farmasi, alat
kesehatan dan BMHP.
Cara untuk mengendalikan persediaan sediaan farmasi, alat kesehatan
dan BMHP adalah :
a) Melakukan evaluasi persediaan yang jarang digunakan (slow
moving) setiap 6 bulan sekali. Produk slow moving adalah produk
yang jarang keluar dalam waktu 6 bulan.
b) Melakukan evaluasi persediaan yang tidak digunakan dalam waktu 3
bulan berturut- turut (death stock) setiap 6 bulan sekali.
c) Data yang telah terkumpul, kemudian dibahas dalam rapat Panitia
Farmasi dan Terapi.
d) Hasil rapat menjadi acuan dalam pengadaan obat-obat slow moving
dan dead stock berikutnya.
e) Stock opname yang dilakukan setiap 1 (satu) kali sebulan.

12. Kegiatan Administrasi


Adminstrasi harus dilakukan secara tertib dan berkesinambungan untuk
memudahkan penelusuran kegiatan yang sudah berlalu.
Kegiatan administrasi terdiri dari :
1) Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dan pelaporan terhadap kegiatan pengelolaan sediaan
farmasi, alat kesehatan dan BMHP yang meliputi perencanaan
kebutuhan, pengadaan, penerimaan, pendistribusian, pengendalian
persediaan, pengembalian, pemusnahan, dan penarikan sediaan
farmasi, alat kesehatan, dan BMHP. Pelaporan dibuat secara periodik
yang dilakukan Instalasi Farmasi dalam periode waktu tertentu
(bulanan, triwulan, semester, dan pertahun).
Jenis-jenis pelaporan yang dibuat menyesuaikan dengan peraturan
yang berlaku.
Pencatatan dilakukan untuk :
(1) Persyaratan kementerian kesehatan / BPOM;

49
(2) Dasar akreditasi Rumah Sakit
(3) Dasar audit Rumah Sakit
(4) Dokumentasi Farmasi

Pelaporan dilakukan sebagai :


(1) Komunikasi antara level manajemen;
(2) Penyiapan laporan tahunan yang komprehensif mengenai
kegiatan di Instalasi Farmasi;
(3) Laporan Tahunanan.
Laporan dan pencatatan yang dilakukan Instalasi Farmasi RS.
Permata Jonggol yaitu:
(1) Laporan Kerja Unit Bulanan
Laporan yang berisi tentang:
 Ketenagaan Instalasi Farmasi yang membawahi Unit
Farmasi dan Gudang Medis;
 Fasilitas dan Peralatan yang ada di Instalasi Farmasi.
Pelaporan tentang pengajuan, perbaikan dan penerimaan
peralatan yang dibutuhkan oleh Unit.
 Laporan Kerja. Pelaporan tentang jumlah total resep
bulanan beserta analisanya, laporan tentang jumlah resep
yang tidak lengkap dan/atau tulisan tidak terbaca, jumlah
resep yang terdapat antibiotik lebih dari 2 (dua), jumlah
resep yang polifarmasi, jumlah resep yang tidak diambil
oleh pasien, dan Laporan hasil supervisi apoteker.
 Laporan Hasil Stock Opname. Pelaporan tentang hasil stock
opname, daftar obat yang akan kadaluarsa yang ditarik dari
unit, dan daftar obat kadaluarsa.
 Laporan Kerja Gudang Medis. Pelaporan tentang Laporan
Penerimaan Barang, laporan pembelian tunai dan laporan
distribusi item dari Gudang Medis ke Unit.
 Laporan Mutu. Pelaporan hasil indikator mutu unit dan

50
prioritas
 Laporan Insiden. Pelaporan adanya insiden yang terjadi di
Unit atau yang terkait dengan dengan Unit lain.
 Laporan diserahkan kepada Direktur dengan mengetahui
Manager Penunjang Medik.
(2) Laporan Narkotika dan Psikotropika
Laporan yang dilakukan setiap bulan dengan memasukkan data
penggunaan obat Narkotika dan Psikotropika ke dalam web
SIPNAP Kemenkes RI. Hasil laporan narkotika dan psikotropika
didokumentasikan.
(3) Laporan Vaksin
Laporan penggunaan vaksin setiap bulan yang diserahkan ke
Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor.
(4) Laporan Pelayanan Kefarmasian
Laporan tentang pelayanan kefarmasian setiap bulan melalui
google form Kementerian Kesehatan.
2) Administrasi Penghapusan
Administrasi penghapusan merupakan kegiatan penyelesaian
terhadap sediaan farmasi, alat kesehatan, dan BMHP yang tidak
terpakai karena kadaluarsa, rusak, mutu tidak memenuhi standar
dengan cara membuat usulan penghapusan Sediaan farmasi, Alat
kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) kepada pihak
terkait sesuai prosedur yang berlaku.

B. Manajemen Risiko Pengelolaan Sediaan farmasi, Alat kesehatan, Dan


Bahan Medis Pakai
Manejemen risiko merupakan aktivitas Pelayanan Kefarmasian yang
dilakukan untuk identifikasi, evaluasi, dan menurunkan risiko terjadinya
kecelakaan pada pasien, tenaga kesehatan dan keluarga pasien, serta risiko
kehilangan dalam suatu organisasi.
Manajemen risiko pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan BMHP

51
dilakukan melalui beberapa langkah yaitu :
a. Menentukan konteks manajemen risiko
Menentukan risiko pada proses pengelolaan sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan BMHP.
b. Mengidentifikasi Risiko.
Beberapa risiko yang berpotensi terjadi dalam pengelolaan sediaan
farmasi, alat kesehatan, dan BMHP antara lain:
1) Ketidaktepatan perencanaan kebutuhan sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan BMHP selama periode tertentu;
2) Pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan BMHP tidak melalui
jalur resmi;
3) Pengadaaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis
pakai yang belum/tidak teregistrasi;
4) Keterlambatan pemenuhan kebutuhan sediaan farmasi, alat kesehatan,
dan bahan medis habis pakai;
5) Kesalahan pemesanan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan
medis habis pakai seperti spesifikasi (merk, dosis, bentuk sediaan) dan
kuantitas;
6) Ketidaktepatan pengalokasian dana yang berdampak terhadap
pemenuhan/ketersediaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan
medis habis pakai;
b. Ketidaktepatan penyimpanan yang berpotensi terjadinya kerusakan
dan kesalahan dalam pemberian;
c. Kehilangan fisik yang tidak mampu telusur;
d. Pemberian label yang tidak jelas atau tidak lengkap;
e. Kesalahan dalam pendistribusian.
c) Menganalisa Risiko
Analisa risiko dapat dilakukan kualitatif, semi kuantitatif, dan kuantitatif.
Pendekatan kualitatif dilakukan dengan memberikan deskripsi dari risiko
yang terjadi. Pendekatan kuantitatif memberikan paparan secara statistik
berdasarkan data sesungguhnya.

52
d) Mengevaluasi Risiko
Membandingkan risiko yang telah dianalisis dengan kebijakan pimpinan
Rumah Sakit (contoh peraturan perundang – undangan, Standar
Operasional Prosedur, Surat Keputusan Direktur) serta menentukan
prioritas masalah yang harus segera diatasi. Evaluasi dapat dilakukan
dengan pengukuran berdasarkan target yang telah disepakati.
e) Mengatasi Risiko
Mengatasi risiko dilakukan dengan cara :
a. Melakukan sosialisasi terhadap kebijakan Pimpinan Rumah Sakit
b. Mengidentikasi pilihan tindakan untuk mengatasi risiko
c. Menetapkan kemungkinan pilihan
d. Menganalisa rsiko yang mungkin masih ada
e. Mengimplementasikan rencana tindakan, meliputi menghindari risiko,
mengurangi risiko, memindahkan risiko, menahan risiko, dan
mengendalikan risiko.

C. Pelayanan Farmasi Klinik


Istilah Farmasi Klinis digunakan untuk menggambarkan praktek kefarmasian
berorientasi pelayanan kepada pasien yang menerapkan pengetahuan dan
keahlian farmasi dalam membantu memaksimalkan efek obat bagi pasien
secara individual.
Pelayanan farmasi klinik yang dilakukan meliputi :
1) Pelayanan resep;
2) Pengkajian Resep;
3) Penelusuran riwayat penggunaan obat;
4) Rekonsiliasi obat;
5) Pelayanan Infomasi Obat (PIO);
6) Konseling;
7) Visite;
8) Pemantauan Terapi Obat (PTO)
9) Monitoring Efek Samping Obat (MESO)

53
10) Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)
11) Dispensing Sediaan Steril

1. Pelayanan Resep
Resep adalah permintaan tertulis maupun online (Elektronik Resep/E-
resep) dari dokter atau dokter gigi yang ditujukan kepada Apoteker berisi
satu atau lebih sediaan obat. Resep ditulis dalam format yang dicetak,
mengandung ruang kosong tempat penulisan informasi yang diperlukan
disebut blanko resep. Resep online atau E-resep diinput oleh dokter dan
order resep dikirim ke Instalasi Farmasi melalui sistem. Order/resep harus
dapat dibaca dengan jelas. Pelayanan resep dimulai dari penerimaan,
pemeriksaan ketersediaan, pengkajian/telaah resep, penyiapan sediaan
farmasi, alat kesehatan, dan BMHP termasuk peracikan obat, pemeriksaan,
penyerahan serta pemberian informasi. Pada setiap alur pelayanan resep
dilakukan upaya pencegahan terjadinya kesalahan pemberian obat
(medication erorr). Yang berhak dan berwenang menuliskan resep adalah
dokter yang mempunyai SIP yang dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan, dan
diberi kewenangan menulis resep oleh Rumah Sakit.
Apoteker harus melakukan pengkajian resep sesuai persyaratan
adminitrasi, persyaratan farmasetik, dan persyaratan klinis baik untuk
pasien rawat inap maupun rawat jalan.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penerimaan resep, yaitu:
1. Penulisan resep atau penginputan E-Resep dilakukan sesuai dengan
kaidah-kaidah penulisan resep, yaitu:
a. Memenuhi persyaratan administrasi resep:
1) Identitas Pasien (nama, nomor rekam medik, tanggal lahir atau
umur, jenis kelamin, berat badan untuk pasien anak);
2) Identitas dokter penulis resep
Nama, SIP, paraf/tanda tangan dokter
3) Tanggal resep;

54
4) Ruangan/unit asal resep
5) Kolom riwayat alergi obat pasien
b. Memenuhi persyaratan farmasi, meliputi:
1) Simbol R/
Simbol ditulis di setiap nama obat.
2) Nama Obat
Menuliskan nama obat yang lengkap (nama generik atau nama
dagang/patent).
3) Bentuk
Bentuk sediaan obat ( tablet, kapsul, salep, krim, pasta, jelly,
injeksi, suppositoria, syrup, larutan ).
Contoh nama obat yang lengkap :
“ Asam Mefenamat 500 mg Tablet”
Artinya adalah dalam satu tablet mengandung Asam Mefenamat
500 mg.
Nama Obat : Asam Mefenamat
Kekuatan Obat : 500 mg
Bentuk Sediaan Obat : Tablet
4) Kekuatan sediaan
Kekuatan sediaan (jumlah zat aktif obat yang terkandung dalam
setiap bentuk sediaan, dinyatakan dalam miligram (mg),
mililiter(ml), gram (g), unit international unit persen (%),
microgram.
5) Dosis
Aturan pemakaian obat ( Frekuensi dan rute pemberian)
Contoh : S 3 dd 1 tablet
Artinya : Obat harus diminum tiga kali dalam sehari sebanyak
satu tablet.
6) Jumlah obat
Jumlah obat yang diminta dalam angka Romawi.
7) Signatura, yang berisi aturan, cara dan teknik penggunaan.

55
Aturan tambahan obat (jika perlu, setelah makan, sebelum
makan, bersama makan dan sebagainya).
8) Memenuhi persyaratan klinis, yaitu:
a. Ketepatan indikasi;
b. Duplikasi pengobatan;
c. Polifarmasi;
d. Antibiotik lebih dari 2;
e. Alergi dan Reaksi Obat yang Tidak Diinginkan (ROTD)
f. Kontra indikasi;
g. Interaksi Obat.
2. Apabila resep yang diterima tidak jelas atau sulit dibaca maka petugas
farmasi melakukan konfirmasi kepada penulis resep sesuai prosedur
yang berlaku.
3. Untuk resep yang bersifat emergensi harus didahulukan pelayanannya
dan diberikan. Tanda “CITO” atau “PIM” pada resep.
4. Resep untuk pasien anak-anak atau bayi sebaiknya dosis dituliskan
berdasarkan berat badan pasien untuk menghindari kesalahan
pemberian dosis obat.
5. Pemesanan obat high alert harus melalui resep untuk menghindari
kesalahan.
6. Permintaan obat narkotika dan psikotropika harus menggunakan resep
yang lengkap, tidak diperkenankan permintaan melalui telepon.
7. Permintaan obat oleh dokter berupa instruksi baik yang ditulis di
berkas rekam medis atau secara verbal. Penerima insruksi harus
melakukan Catat, Baca dan Konfirmasi (CABAK) `untuk
menghindari kesalahan.
8. Dokter pemberi instruksi pengobatan harus menyebutkan nama obat,
kekuatan, bentuk sediaan, dosis, rute, dan jumlah obat untuk
menghindari kesalahan dalam pengobatan.
9. Automatic Stop Order (ASO) diterapkan pada obat-obat kategori
tertentu yang dianggap sebagai obat yang kuat atau potent dan obat-

56
obat yang memerlukan review reguler, yaitu antifungi, antibiotik,
antiviral, narkotika, NSAID dan kortikosteroid. (Daftar obat yang
diberlakukan Automatic Stop Order terlampir)
10. Peresepan yang tidak menyebutkan jumlah hari atau lama pengobatan
secara khusus, maka akan dikenai kebijakan Automatic Stop Order.
11. Standing order merupakan instruksi dari dokter untuk melaksanakan
instruksi pengobatan kepada pasien, tanpa menuliskan lagi secara
lengkap komponen resep (bentuk dan kekuatan sediaan, cara pakai
dan signature).
12. Emergency order merupakan instruksi dokter kepada perawat/farmasi
untuk memberikan obat dosis tunggal secepatnya dengan
mencantumkan kata “CITO” (kurang dari 1 jam) dalam kondisi
darurat.
13. Untuk mengurangi kemungkinan terjadinya interaksi obat dan
duplikasi, penulisan obat dalam1 blanko resep sebaiknya tidak lebih 5
item obat (Polifarmasi).
14. Peresepan antibiotik harus bijak, meliputi ada indikasi infeksi, tidak
menggunakan antibiotik lebih dari 2 jenis kecuali dengan
pertimbangan klinis yang kuat, dan lama pengobatan 7 hari.
15. Apabila ada resep yang tidak lengkap, obat kosong atau kurang jelas,
Petugas farmasi harus menghubungi dokter penulis resep.
16. Rumah sakit mengidentifikasi daftar singkatan yang boleh dan tidak
boleh digunakan di Instalasi Farmasi.
17. Pasien yang menggunakan obat sendiri harus atas sepengetahuan
Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) dan penggunaannya
dicatat dalam rekam medis pasien.
18. Petugas Farmasi rawat inap menyiapkan obat sesuai dengan Daftar
Pemberian Obat (DPO) dan pemberian obat rawat inap dilakukan oleh
perawat, pemberian obat sesuai dengan jam yang telah ditentukan.
19. Penulisan resep yang sesuai ketentuan dapat dilihat dalam Panduan
Penulisan Resep RS. Permata Jonggol.

57
2. Pengkajian / Telaah resep
Pada saat menerima resep yang ditulis maupun E-resep, apoteker dan
tenaga teknis kefarmasian (TTK) melakukan telaah atau pengkajian resep
pada saat menerima, menyiapkan, dispensing, dan sebelum penyerahan.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam telaah resep adalah:
1) Telaah resep dilakukan oleh Apoteker atau Tenaga Teknis
Kefarmasian yang telah diberi wewenang dalam Pelayanan
Kefarmasian. Telaah resep meliputi:
a. Telaah administratif. Dilakukan oleh apoteker atau tenaga teknis
kefarmasian (TTK), telaah yang dilakukan sebagai berikut:
 Kejelasan penulisan dokter penulis resep dari dokter penulis
resep yang mempunyai SIP
 Identitas pasien :Kelengkapan resep (nama, nomer rekam medis,
tanggal lahir, jenis kelamin, dan berat badan pasien untuk pasien
bayi dan anak-anak)
b. Telaah farmasetis. Dilakukan oleh apoteker atau tenaga teknis
kefarmasian (TTK), telaah yang dilakukan sebagai berikut:
 Nama obat
 Dosis
 jumlah obat
 waktu dan frekuensi pemberian
 cara pemberian obat
c. Telaah Klinis. Dilakukan oleh apoteker, telaah yang dilakukan
sebagai berikut:
 Polifarmasi
 Duplikasi terapi
 ESO (Efek Samping Obat)
 Interaksi obat
 Antibiotik lebih dari 2

58
2) Untuk mendukung data telaah klinis resep, Apoteker dapat menggali
informasi tentang riwayat penyakit dan pengobatan pasien

3. Penelusuran Riwayat Penggunaan Obat


Penelusuran riwayat penggunaan obat merupakan proses untuk
mendapatkan informasi mengenai seluruh obat/sediaan farmasi lain yang
pernah dan sedang digunakan pasien. Riwayat pengobatan dapat diperoleh
dari wawancara atau data rekam medik / pencatatan penggunaan obat
pasien. Tahapan penelusuran riwayat penggunaan obat:
a. Membandingkan riwayat penggunaan obat
dengan data rekam medik / pencatatan penggunaan obat;
b. Melakukan verifikasi riwayat penggunaan
obat yang diberikan tenaga kesehatan lain dan memberikan informasi
obat tambahan jika diperlukan;
c. Mendokumentasikan adanya alergi dan
Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD);
d. Mengidentifikasikan potensi terjadinya
interaksi obat;
e. Melakukan penilaian terhadap kepatuhan
pasien dalam menggunakan obat;
f. Melakukan penilaian rasionalitas obat yang
diresepkan;
g. Melakukan penilaian terhadap pemahaman
pasien terhadap obat yang digunakan;
h. Melakukan penilaian adanya bukti
penyalahgunaan obat;
i. Memeriksa adanya kebutuhan pasien
terhadap obat dan alat bantu kepatuhan minum obat;
j. Mendokumentasikan obat yang digunakan
pasien sendiri tanpa sepengetahuan dokter; dan

59
k. Mengidentifikasi terapi lain misalnya
suplemen dan pengobatan alternative yang mungkin digunakan oleh
pasien.
Kegiatan penelusuran riyawat obat pasien yang dilakukan oleh apoteker
yaitu:
a. Penelusuran riwayat penggunaan obat kepada pasien / keluarganya;
dan
b. Melakukan penilaian terhadap pengaturan penggunaan obat pasien.
Informasi yang harus didapatkan :
a. Nama obat (termasuk obat non resep), dosis, bentuk sediaan, frekuensi
penggunaan, indikasi dan lama penggunaan obat;
b. Reaksi obat yang tidak dikehendaki termasuk riwayat alergi; dan
c. Kepatuhan terhadap regimen penggunaan obat (jumlah obat yang
tersisa).

4. Rekonsiliasi Obat
Rekonsiliasi obat merupakan proses membandingkan instruksi pengobatan
dengan obat yang telah didapatkan oleh pasien. Rekonsiliasi dilakukan
untuk mencegah terjadinya kesalahan obat (medication error) seperti obat
tidak diberikan, duplikasi, kesalahan dosis atau interaksi obat. Kesalahan
obat (Medication error) rentan terjadi pada pemindahan pasien dari satu
rumah sakit ke rumah sakit lain, antar ruang perawatan, serta pada pasien
yang keluar dari rumah sakit ke layanan kesehatan primer dan sebaliknya.
Tujuan rekonsiliasi obat adalah:
a. Memastikan informasi yang akurat tentang obat yang digunakan pasien;
b. Mengidentifikasi ketidaksesuaian akibat tidak terdokumentasinya
instruksi dokter; dan
c. Mengidentifikasi ketidaksesuaian akibat tidak terbacanya instruksi dokter.
Tahap proses rekonsiliasi obat:
a. Pengumpulan data

60
Mencatat data dan memverifikasi obat yang sedang dan akan
digunakan pasien, meliputi nama obat, dosis, frekuensi, rute, obat
mulai diberikan, diganti, dilanjutkan dan dihentikan. Riwayat alergi
pasien serta efek samping obat yang pernah terjadi. Khusus untuk data
alergi dan efek samping obat dicatat tanggal kejadian, efek yang
terjadi dan tingkat keparahan.
Data riwayat penggunaan obat didapatkan dari pasien, keluarga
pasien, daftar obat pasien, obat yang ada pada pasien, rekam medik.
Data obat yang dapat digunakan tidak lebih dari 3 bulan sebelumnya.
Semua obat yang digunakan oleh pasien baik resep maupun obat
bebas termasuk herbal harus dilakukan proses rekonsiliasi.
b. Komparasi
Petugas kesehatan membandingkan data obat yang pernah, sedang dan
akan digunakan. Discrepancy atau ketidakcocokan adalah bilamana
ditemukan ketidakcocokan/perbedaan diantara data – data tersebut.
Ketidakcocokan dapat pula terjadi bila ada obat hilang, berbeda,
ditambahkan atau diganti tanpa ada penjelasan yang
didokumentasikan pada rekam medis pasien. Ketidakcocokan ini
bersifat disengaja (intentional) oleh dokter pada saat penulisan resep
maupun tidak disengaja (unintentional) dimana dokter tidak tahu
adanya perbedaan pada saat menulis resep.
c. Melakukan konfirmasi kepada dokter jika menemukan ketidaksesuaian
dokumentasi.
Bila ada ketidaksesuaian, maka dokter harus dihubungi kurang dari 24
jam. Hal lain yang dilakukan oleh Apoteker adalah:
1) Menentukan bahwa adanya perbedaan tersebut disengaja atau
tidak disengaja
2) Mendokumentasikan alasan penghentian, penundaan, atau
pengganti;
3) Memberikan tanda tangan, tanggal dan waktu dilakukannya
rekonsiliasi obat

61
d. Komunikasi
Melakukan komunikasi dengan pasien dan/atau keluarga pasien atau
keluarga pasien atau perawat mengenai perubahan dan terapi yang
terjadi. Apoteker bertanggung jawab terhadap informasi obat yang
diberikan.
Obat yang dibawa oleh pasien dicatat dalam Formulir Rekonsiliasi
Obat oleh Apoteker. Penggunaannya atas persetujuan DPJP, apabila
tidak direkomendasikan penggunaan obat tersebut, dan pasien tetap
ingin melanjutkan menggunakan obat, maka pasien harus
menandatangani Formulir Penggunaan Obat Sendiri dan menjadi
tanggung jawab yang bersangkutan. Pemakaian obat dicatat dalam
rekam medik oleh Apoteker.

5. Pelayanan Informasi Obat (PIO)


Pelayanan Informasi Obat (PIO) merupakan kegiatan penyediaan dan
pemberian informasi, rekomendasi obat yang independen, akurat, tidak
bias, terkini, dan komprehensif oleh Apoteker kepada dokter, apoteker,
perawat, profesi kesehatan lainnya serta pasien dan pihak di luar Rumah
Sakit.
a. PIO bertujuan:
 Menyediakan informasi mengenai obat kepada pasien
dan tenaga kesehatan di lingkungan Rumah Sakit dan pihak lain
di luar Rumah Sakit;
 Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan
yang berhubungan dengan obat/sediaan farmasi, alat kesehatan,
dan BMHP, terutama bagi Panitia Farmasi dan Terapi;
 Menunjang penggunaan obat yang rasional;
 Tersedianya acuan dalam rangka pelayanan informasi
obat di rumah sakit;
 Terlaksananya pemenuhan kompetensi apoteker di
rumah sakit dalam hal Pelayanan Kefarmasian.

62
b. Kegiatan PIO meliputi :
1) Menjawab pertanyaan;
2) Menerbitkan bulletin, leaflet, poster, newsletter;
3) Menyediakan informasi bagi Panitia Farmasi dan Terapi
sehubungan dengan penyusunan Formularium Rumah Sakit;
4) Bersama dengan Tim penyuluhan Kesehatan Rumah Sakit (PKRS)
melakukan kegiatan penyuluhan bagi pasien rawat jalan dan rawat
inap;
5) Melakukan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga kefarmasian dan
tenaga kesehatan lainnya;
6) Melakukan penelitian;
7) Kegiatan Pelayanan Informasi Obat (PIO) dilakukan oleh Apoteker
pada jam kerja.
c. Faktor – faktor yang perlu diperhatikan dalam PIO :
1) Sumber daya manusia
2) Tempat
3) Perlengkapan
d. Sumber informasi obat, meliputi :
1. Tenaga kesehatan : dokter, apoteker, dokter gigi, perawat, tenaga
kesehatan lain
2. Pustaka : majalah ilmiah, buku teks, laporan penelitian (jurnal),
farmakope
3. Sarana : fasilitas ruangan, peralatan, komputer, internet
e. Dokumentasi
Sangat penting karena dapat membantu menelusuri kembali data
informasi yang dibutuhkan dalam waktu yang relatif lebih singkat

6. Konseling
Konseling obat adalah suatu aktivitas pemberian nasihat atau saran terkait
terapi obat dari Apoteker (konselor) kepada pasien dan/atau keluarganya.
Konseling untuk pasien rawat jalan maupun rawat inap disemua fasilitas

63
kesehatan dapat dilakukan atas inisiatif Apoteker, rujukan dokter,
keinginan pasien atau keluarganya. Pemberian konseling yang efektif
memerlukan kepercayaan pasien dari/atau keluarga terhadap Apoteker.
Pemberian konseling obat bertujuan untuk mengoptimalkan hasil terapi,
meminimalkan risiko reaksi obat yang tidak dikehendaki dan
meningkatkan cost – effetiveness yang pada akhirnya meningkatkan
keamanan penggunanan obat bagi pasien (patient safety).
Secara khusus konseling obat ditujukan untuk :
a. Meningkatkan hubungan kepercayaan antara Apoteker dan pasien;
b. Menunjukan perhatian serta kepedulian terhadap pasien;
c. Membantu pasien untuk mengatur dan menyesuaikan penggunana
obat dan penyakitnya;
d. Meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan;
e. Mecegah atau meminimalkan masalah terkait obat;
f. Meningkatkan kemampuan pasien memecahkan masalahnya dalam
hal terapi;
g. Mengerti permasalahan dalam pengambilan keputusan;
h. Membimbing dan mendidik pasien dalam penggunanan obat sehingga
dapat mecapai tujuan pengobatan dan meningkatkan mutu pengobatan
pasien.
Kegiatan dalam konseling meliputi:
a. Membuka komunikasi antara Apoteker dan pasien;
b. Mengidentifikasi tingkat pemahaman pasien tentang penggunaan obat
melalui Three prime questions;
c. Menggali informasi lebih lanjut dengan memberi kesempatan kepada
pasien untuk mengeksplorasi masalah penggunaan obat;
d. Memberikan penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan masalah
penggunaan obat;
Faktor yang perlu diperhatikan dalam konseling obat :
1. Kriteria Pasien
a. Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi ginjal,

64
ibu hamil dan menyusui);
b. Pasien dengan terapi jangka panjang/panyakit kronis (TB, DM,
Epilepsi);
c. Pasien yang menggunakan obat-obatan dengan instruksi khusus
(penggunaan kortikostroid dengan tappering down / off)
d. Pasien yang menggunakan obat dengan indeks terapi sempit
(Warfarin, Digoxin, Fenitoin)
e. Pasien yang menggunakan banyak obat (Polifarmasi)
f. Pasien yang mempunyai riwayat kepatuhan rendah
2. Sarana dan peralatan
a. Ruangan atau tempat
konseling;
b. Alat bantu konseling
(Kartu pasien/catatan konseling)

7. Visite Pasien
Visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang dilakukan
Apoteker secara mandiri atau bersama tim tenaga kesehatan untuk
mengamati kondisi klinis pasien secara langsung, dan mengkaji masalah
terkait obat, memantau terapi obat dan Reaksi Obat yang Tidak
Dikehendaki (ROTD), meningkatkan terapi obat yang rasional, dan
menyajikan informasi obat kepada dokter, pasien serta professional
kesehatan lainnya.
Sebelum melakukan kegiatan visite Apoteker harus mempersiapkan
diri dengan mengumpulkan informasi mengenai kondisi pasien dan
memeriksa terapi obat dari rekam medis atau sumber lain.
Kegiatan dalam visite pasien di rawat inap yaitu :
1) Apoteker memperkenalkan diri kepada pasien dan menerangkan
kunjungan tersebut kepada pasien;
2) Untuk pasien yang baru dirawat, Apoteker harus menanyakan terapi
obat terdahulu;

65
3) Melakukan pengkajian terhadap pengobatan yang diterima oleh
pasien;
4) Setelah visite, Apoteker membuat catatan masalah terkait obat (Drug
Related Problem) bila ditemukan dalam Berkas Rekam Medis.
Faktor – faktor yang harus diperhatikan dalam melakukan visite pasien :
1) Pengetahuan cara berkomunikasi
2) Memahami tehnik edukasi
3) Mencatat perkembangan pasien

8. Pemantauan Terapi Obat (PTO)


Pemantauan Terapi Obat (PTO) merupakan suatu proses yang mencakup
kegiatan untuk memastikan terapi obat aman, efektif dan rasional bagi
pasien.
a. Tujuan PTO:
Meningkatkan efektivitas terapi dan meminimalkan risiko Reaksi Obat
yang Tidak Dikehendaki (ROTD).
b. Kegiatan PTO:
1) Pengkajian pemilihan obat, dosis, cara pemberian obat, respons
terapi, Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD);
2) Pemberian rekomendasi penyelesaian masalah terkait obat;
3) Pemantauan efektivitas dan efek samping terapi obat.
c. Tahapan PTO
1) Pengumpulan data pasien;
2) Identifikasi masalah terkait obat;
3) Rekomendasi penyelesaian masalah terkait obat;
4) Pemantauan; dan
5) Tindak lanjut.
d. Faktor yang harus diperhatikan
1) Keamanan penelusuran informasi dan penilaian kritis terhadap

66
bukti terkini (Evidence Best Medicine);
2) Kerahasiaan informasi; dan
3) Kerjasama dengan tim kesehatan lain (dokter dan perawat).

9. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)


Monitoring efek samping obat (MESO) merupakan kegiatan pemantauan
setiap respon terhadap obat yang tidak dikehendaki yang terjadi pada dosis
lazim yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosa dan
terapi. Efek samping obat adalah reaksi obat yang tidak dikehendaki yang
terkait dengan kerja farmakologi. Tujuannya yaitu :
a. Menemukan Efek Samping Obat (ESO) sedini mungkin terutama yang
berat, tidak dikenal, frekuensinya jarang;
b. Menentukan frekuensi dan insidensi ESO yang sudah dikenal sekali,
yang baru saja ditemukan;
c. Mengenal semua faktor yang mungkin dapat
menimbulkan/mempengaruhi angka kejadian dan hebatnya ESO;
d. Meminimalkan risiko kejadian Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki
(ROTD);
e. Mencegah terulangnya kejadian reaksi obat yang tidak dikehendaki
Kegiatan :
a. Mendeteksi adanya kejadian reaksi obat yang tidak dikehendaki (ESO);
b. Mengidentifikasi obat-obatan dan pasien yang mempunyai risiko tinggi
mengalami ESO;
c. Mengevaluasi laporan ESO dengan algoritma Naranjo;
d. Mendiskusikan dan mendokumentasikan ESO di Panitia Farmasi dan
terapi;
e. Melaporkan ke Pusat Monitoring EfekSamping Obat Nasional.
Faktor yang diperhatikan :
a. Kerjasama dengan Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) dan ruang rawat;
b. Ketersediaan formulir Monitoring Efek samping Obat.

67
10. Evalusi Penggunaan Obat (EPO)
Merupakan program evaluasi penggunaan obat yang terstruktur dan
berkesinambungan secara kualitatif dan kuantitatif.
Tujuan :
a. Mendapatkan gambaran saat ini atas pola penggunaan obat pada
pelayanan kesehatan / dokter tertentu;
b. Membandingkan pola penggunaan pada periode waktu tertentu;
c. Memberikan masukan untuk perbaikan penggunaan obat;
d. Menilai pengaruh intervensi atas pola penggunaan obat.
Kegiatan praktek EPO:
a. Mengevaluasi penggunaan obat secara kualitatif
b. Mengevaluasi penggunaan obat secara kuantitatif
Faktor yang harus diperhatikan :
a. Indikator peresepan;
b. Indikator Pelayanan;
c. Indikator fasilitas.

11. Dispensing Sediaan Steril


Dispensing sediaan steril harus dilakukan di Instalasi Farmasi dengan
teknik aseptis untuk menjamin sterilitas dan stabilitas produk dan
melindungi petugas dari paparan zat berbahaya serta menghindari
terjadinya kesalahan pemberian obat.
a. Dispensing sediaan steril bertujuan:
1) Menjamin agar pasien menerima obat sesuai dengan dosis yang
dibutuhkan;
2) Menjamin sterilitas dan stabilitas produk;
3) Melindungi petugas dari paparan zat berbahaya; dan
4) Menghindari terjadinya kesalahan pemberian obat.
b. Pencampuran Obat Suntik
Melakukan pencampuran obat steril sesuai kebutuhan pasien yang
menjamin kompabilitas dan stabilitas obat maupun wadah sesuai

68
dengan dosis yang diterapkan.
c. Kegiatan:
1. Mencampur sediaan intravena ke dalam cairan infuse;
2. Melarutkan sediaan intravena dalam bentuk serbuk dengan pelarut
yang sesuai; dan
3. Mengemas menjadi sediaan siap pakai;
d. Faktor yang perlu diperhatikan:
1) Ruangan khusus;
2) Lemari pencampuran Horisontal Laminar Air Flow;
3) HEPA Filter.
e. Instalasi Farmasi RS. Permata Jonggol tidak melakukan penyiapan
obat-obat sitostatika dan nutrisi parenteral.
f. Obat suntik disiapkan dan direkonstitusi sesuai dengan standar yang
telah ditetapkan.

12. Manajemen Risiko Pelayanan Farmasi Klinik


Beberapa risiko yang berpotensi terjadi dalam melaksanakan pelayanan
farmasi klinik adalah :
1) Faktor risiko yang terkait karakteristik kondisi klinik pasien
Faktor risiko yang terkait karakteristik kondisi klinik pasien akan
berakibat terhadap kemungkinan kesalahan dalam terapi. Faktor risiko
tersebut adalah umur, gender, etnik, ras, status kehamilan, status
nutrisi, status imun, fungsi ginjal, fungsi hati.
2) Faktor risiko yang terkait penyakit pasien
Faktor risiko yang terkait penyakit pasien terdiri dari 3 faktor yaitu :
tingkat keparahan, persepsi pasien terhadapt tingkat keparahan,
tingkat cidera yang ditimbulkan oleh keparahan penyakit.
3) Faktor risiko yang terkait farmakoterapi pasien
Faktor risiko yang berkaitan dengan farmakoterapi pasien meliputi :
toksisitas, profil reaksi obat tidak dikehendaki, rute dan teknik
pemberian, persepsi pasien terhadap toksisitas, rute dan teknik

69
pemberian dan ketepatan terapi.
Setelah melakukan identifikasi terhadap risiko yang potensial terjadi
dalam melaksanakan pelayanan farmasi klinik, Apoteker kemudian
mampu melakukan:
1) Analisa risiko baik secara kualitatif, semi kualitatif, kuantitatif dan
semi kuantitatif.
2) Melakukan evaluasi risiko;
3) Mengatasi risiko melalui:
a. Melakukan sosilisasi terhadap kebijakan Pimpinan Rumah Sakit;
b. Mengidentifikasi kemungkinan pilihan (Cost Benefit Analysis);
c. Menganalisa risiko yang mungkin masih ada;
d. Mengimplementasikan rencana tindakan, meliputi menghindari
risiko, mengurangi risiko, menahan risiko dan mengendalikan
risiko.
Pembinaan dan edukasi sumber daya manusia (SDM ) yang terlibat
dalam setiap tahap manajemen risiko perlu menjadi salah satu prioritas
perhatian. Semakin besar risiko dalam suatu pemberian layanan
dibutuhkan SDM yang semakin kompeten kerjasama tim (baik antar
tenaga kefarmasian dan tenaga kesehatan lain / multidisipin ) yang solid.
Beberapa unit / area di Rumah Sakit yang memiliki risiko tinggi, antara
lain Intensive Care Unit (ICU), Unit Gawat Darurat ( UGD ) dan Kamar
Operasi ( OK).

70
BAB V
LOGISTIK

A. PENGERTIAN
Logistik Farmasi/Perbekalan Farmasi adalah sediaan farmasi yang terdiri dari
obat, bahan obat, alat kesehatan, bahan medis habis pakai, reagensia, dan gas
medis.
B. KELOMPOK PERBEKALAN FARMASI DI INSTALASI FARMASI
1. Obat
2. Bahan Obat
3. Alat kesehatan
4. Bahan Medis Habis Pakai (BMHP)
5. Gas Medis
6. Reagen Laboratorium
7. Film
C. JENIS PERSEDIAAN PERBEKALAN FARMASI DI UNIT
KEPERAWATAN
Jenis persediaan :

71
1. Bahan Medis Habis Pakai adalah produk yang digunakan oleh pasien di
ruangan perawatan.
2. Persediaan Non Bahan Habis Pakai adalah
a. Obat Emergensi
b. Obat Elektrolit konsentrat merupakan salah satu perbekalan farmasi
yang termasuk kategori high alert medicine (obat yang perlu
diwaspadai)
c. Cairan infus
d. Alat kesehatan disposible
e. Obat Anastesi
f. Persediaan perbekalan farmasi sesuai dengan kebutuhan unit terkait
Pengelolaan persediaan perbekalan farmasi di ruang perawatan diatur dalam
prosedur tersendiri. Persediaan perbekalan farmasi di unit keperawatan
ditentukan berdasarkan jumlah kebutuhan rata-rata per hari dengan mengacu
pada lead time sampai permintaan perbekalan farmasi diterima di unit
keperawatan. Instalasi Farmasi mengatur jadwal permintaan BMHP dari unit
ke logistik Farmasi.

72
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN

Pelayanan Farmasi berfokus pada keselamatan pasien. Keselamatan pasien


adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman yang
meliputi asesmen risiko, identifikasi, pengelolaan hal yang berhubungan dengan
risiko pasien, pelaporan, dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan
tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko
dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat
melaksanakan suatu indakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya
diambil.
Upaya untuk menjamin keselamatan pasien di fasilitas kesehatan sangatlah
kompleks dan banyak hambatan. Konsep keselamatan pasien harus dijalankan
secara menyeluruh dan terpadu.

A. Strategi Meningkatkan Keselamatan Pasien di Instalasi Farmasi


1. Menggunakan obat dan peralatan yang aman
2. Melakukan praktek klinik yang aman dan dalam lingkungan yang aman
3. Melaksanakan manajemen risiko, contoh : pengendalian infeksi

73
4. Membuat dan meningkatkan sistem yang dapat menurunkan risiko yang
berorientasi kepada pasien
5. Meningkatkan keselamatan pasien dengan :
- mencegah terjadinya kejadian tidak diharapkan (adverse event)
- membuat sistem identifikasi dan pelaporan adverse event
- mengurangi efek akibat adverse event

B. Istilah-Istilah Yang Berhubungan Dengan Cedera Obat


Dalam membangun keselamatan pasien banyak istilah-istilah yang perlu
difahami dan disepakati bersama. Istilah-istilah tersebut diantaranya adalah:
1. Kejadian Tidak Diharapkan/KTD (Adverse Event)
2. Kejadian Nyaris Cedera/KNC (Near miss)
3. Kejadian Sentinel
4. Adverse Drug Event
5. Adverse Drug Reaction
6. Medication Error
7. Efek samping obat

ISTILAH DEFINISI CONTOH


Terjadi Cedera
Kejadian cedera pada pasien Iritasi pada kulit karena
selama proses terapi/penatalaksanaan medis. penggunaan perban,
 Kejadian yang Penatalaksanaan medis Jatuh dari tempat tidur.
tidak diharapkan mencakup seluruh aspek pelayanan,
(Adverse Event) termasuk diagnosa, terapi, kegagalan
diagnosa/terapi, sistem, peralatan untuk
pelayanan. Adverse event dapat dicegah atau
tidak dapat dicegah.
 Reaksi obat Kejadian cedera pada pasien selama proses Steven-Johnson Syndrom:
yang tidak terapi akibat penggunaan obat. Sulfa, Obat epilepsi dll
diharapkan /ROTD Reaksi Obat Yang Tidak Diharapkan
(Adverse Drug (ROTD) ada yang berkaitan dengan efek
Reaction) farmakologi/mekanisme kerja (efek
samping) ada yang tidak berkaitan dengan

74
efek farmakologi (reaksi hipersensivitas).
Respons yang tidak diharapkan  Shok anafilaksis
 Kejadian
terhadap terapi obat dan mengganggu atau pada penggunaan
tentang obat yang
menimbulkan cedera pada penggunaan obat antbiotik golongan
tidak diharapkan
dosis normal. penisilin
(Adverse Drug
 Mengantuk pada
Event)
penggunaan CTM
Respons yang tidak diharapkan
terhadap terapi obat dan mengganggu atau  Shok anafilaksis pada
 Efek obat yang menimbulkan cedera pada penggunaan obat penggunaan antbiotik
tidak diharapkan dosis lazim. Sama dengan ROTD tapi dilihat golongan penisilin.
(Adverse drug effect) dari sudut pandang obat. ROTD  Mengantuk pada
dilihat dari sudut pandang pasien. penggunaan CTM

Cedera dapat terjadi


atau tidak terjadi
• Medication Error Kejadian yang dapat dicegah Peresepan obat yang
akibat penggunaan obat, yang tidak rasional.
menyebabkan cedera. Kesalahan perhitungan
dosis pada peracikan.
Ketidakpatuhan pasien
sehingga terjadi dosis
berlebih.
Efek yang dapat diprediksi, tergantung pada (sebaiknya istilah ini
dosis, yang bukan efek tujuan obat. Efek dihindarkan)
• Efek Samping
samping dapat dikehendaki, tidak
dikehendaki, atau tidak ada kaitannya.

Apoteker harus mampu mengenali istilah-istilah di atas beserta contohnya


sehingga dapat membedakan dan mengidentifikasi kejadian-kejadian yang
berkaitan dengan cedera akibat penggunaan obat dalam melaksanakan
program Keselamatan Pasien.

C. Identifikasi Risiko di Instalasi Farmasi


Identifikasi risiko di Instalasi Farmasi, yaitu:
1. Mencegah kesalahan identifikasi pasien pada saat penerimaan resep;
2. Mencegah kesalahan pembacaan resep;
3. Mencegah kesalahan peracikan obat;
4. Mencegah kesalahan penyiapan obat;
a. Kesalahan pengambilan obat;
b. Kesalahan pemberian etiket obat;
5. Mencegah kesalahan penyerahan obat.

75
Timbulnya kejadian yang tidak sesuai dengan tujuan (incidence/hazard)
dikatakan sebagai drug misadventuring, terdiri dari medication errors dan
adverse drug reaction.
Ada beberapa pengelompokan medication error sesuai dengan dampak
dan proses. Konsistensi pengelompokan ini penting sebagai dasar analisa dan
intervensi yang tepat.
Indeks medication errors untuk kategorisasi errors (berdasarkan dampak).

Errors Kategori Hasil


No error A Kejadian atau yang berpotensi untuk terjadinya
kesalahan
Error, no B Terjadi kesalahan sebelum obat mencapai pasien
Harm C Terjadi kesalahan dan obat sudah
diminum/digunakan tetapi tidak membahayakan
pasien.
D Terjadinya kesalahan, sehingga monitoring ketat
harus dilakukan tetapi tidak membahayakan pasien
Error, E Terjadi kesalahan, hingga terapi dan intervensi lanjut
harm diperlukan dan kesalahan ini memberikan efek yang
buruk dan sifatnya sementara.
F Terjadi kesalahan dan mengakibatkan pasien harus
dirawat lebih lama di rumah sakit serta memberikan
efek buruk yang sifatnya sementara.
G Terjadi kesalahan yang mengakibatkan efek buruk
yang bersifat permanen.
H Terjadi kesalahan dan hampir merenggut nyawa
pasien contoh syok anafilaktik.
Erorr, I Terjadi kesalahan dan pasien meninggal dunia.
death

Jenis-jenis medication errors (berdasarkan alur proses pengobatan).


TIPE MEDICATION ERRORS KETERANGAN

Obat yang terlanjur diserahkan kepada pasien


Unauthorized drug padahal diresepkan oleh bukan dokter yang
berwenang

76
Dosis, strength atau jumlah obat yang tidak sesuai
Improper dose/quantity
dengan yang dimaksud dalam resep
Penyiapan/formulasi atau pencampuran obat yang
Wrong dose preparation methode
tidak sesuai
Obat yang diserahkan dalam dosis dan cara
Wrong dose form pemberian yang tidak sesuai dengan yang
diperintahkan di dalam resep
Obat diserahkan atau diberikan pada pasien yang
Wrong patient
keliru yang tidak sesuai yang tertera di resep
Gagal dalam memberikan dosis sesuai permintaan,
mengabaikan penolakan pasien atau keputusan
Omission error
klinik yang mengisyaratkan untuk tidak diberikan
obat yang bersangkutan
Memberikan duplikasi obat pada waktu yang
Extra dose
berbeda
Obat diresepkan secara keliru atau perintah
Prescribing error diberikan secara lisan atau diresepkan oleh dokter
yang tidak berkompeten
Menggunakan cara pemberian yang keliru termasuk
Wrong administration technique misalnya menyiapkan obat dengan teknik yang
tidak dibenarkan (misalnya obat im diberikan iv)
Obat diberikan tidak sesuai dengan jadwal
Wrong time
pemberian atau diluar jadwal yang ditetapkan

Peran apoteker dalam mewujudkan keselamatan pasien meliputi


dua aspek yaitu aspek manajemen dan aspek klinik. Aspek manajemen
meliputi pemilihan perbekalan farmasi, pengadaan, penerimaan, penyimpanan
dan distribusi, alur pelayanan, sistem pengendalian (misalnya memanfaatkan
IT). Sedangkan aspek klinik meliputi skrining permintaan obat (resep atau
bebas), penyiapan obat dan obat khusus, penyerahan dan pemberian informasi
obat, konseling, monitoring dan evaluasi. Kegiatan farmasi klinik sangat
diperlukan terutama pada pasien yang menerima pengobatan dengan risiko
tinggi.
Apoteker harus berperan di semua tahapan proses yang meliputi :

77
1. Pemilihan
Pada tahap pemilihan perbekalan farmasi, risiko insiden/error dapat
diturunkan dengan pengendalian jumlah item obat dan penggunaan obat-
obat sesuai formularium.
2. Pengadaan
Pengadaan harus menjamin ketersediaan obat yang aman efektif dan sesuai
peraturan yang berlaku (legalitas) dan diperoleh dari distributor resmi.
3. Penyimpanan
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan untuk menurunkan
kesalahan pengambilan obat dan menjamin mutu obat:
a. Simpan obat dengan nama, tampilan dan ucapan mirip (LASA/look-
alike, sound-alike medication names) secara terpisah.
b. Obat-obat dengan peringatan khusus (high alert drugs) yang dapat
menimbulkan cedera jika terjadi kesalahan pengambilan, simpan di
tempat khusus. Misalnya :
 menyimpan cairan elektrolit pekat seperti KCl inj, heparin, insulin,
narkotik opiat, neuromuscular blocking agents, thrombolitik, dan
agonis adrenergik.
 kelompok obat antidiabet jangan disimpan tercampur dengan obat
lain secara alfabetis, tetapi tempatkan secara terpisah
c. Simpan obat sesuai dengan persyaratan penyimpanan.
4. Skrining Resep
Apoteker dapat berperan nyata dalam pencegahan terjadinya medication
error melalui kolaborasi dengan dokter dan pasien.
a. Identifikasi pasien minimal dengan dua identitas, misalnya nama dan
nomor rekam medik/ nomor resep,
b. Apoteker tidak boleh membuat asumsi pada saat melakukan
interpretasi resep dokter. Untuk mengklarifikasi ketidaktepatan atau
ketidakjelasan resep, singkatan, hubungi dokter penulis resep.
c. Dapatkan informasi mengenai pasien sebagai petunjuk penting dalam
pengambilan keputusan pemberian obat, seperti :

78
 Data demografi (umur, berat badan, jenis kelamin) dan data klinis
(alergi, diagnosis dan hamil/menyusui). Contohnya, Apoteker perlu
mengetahui tinggi dan berat badan pasien yang menerima obat-obat
dengan indeks terapi sempit untuk keperluan perhitungan dosis.
 Hasil pemeriksaan pasien (fungsi organ, hasil laboratorium tanda-
tanda vital dan parameter lainnya). Contohnya, Apoteker harus
mengetahui data laboratorium yang penting, terutama untuk obat-
obat yang memerlukan penyesuaian dosis dosis (seperti pada
penurunan fungsi ginjal).
d. Apoteker harus membuat riwayat/catatan pengobatan pasien.
e. Strategi lain untuk mencegah kesalahan obat dapat dilakukan dengan
penggunaan otomatisasi (automatic stop order), sistem komputerisasi
(e-prescribing) dan pencatatan pengobatan pasien seperti sudah
disebutkan diatas.
f. Permintaan obat secara lisan hanya dapat dilayani dalam keadaan
emergensi dan itupun harus dilakukan konfirmasi ulang untuk
memastikan obat yang diminta benar, dengan mengeja nama obat serta
memastikan dosisnya. Informasi obat yang penting harus diberikan
kepada petugas yang meminta/menerima obat tersebut. Petugas yang
menerima permintaan harus menulis dengan jelas instruksi lisan
setelah mendapat konfirmasi.
5. Dispensing
a. Peracikan obat dilakukan dengan tepat sesuai dengan SPO
b. Pemberian etiket yang tepat. Etiket harus dibaca minimum tiga kali :
pada saat pengambilan obat dari rak, pada saat mengambil obat dari
wadah, pada saat mengembalikan obat ke rak.
c. Dilakukan pemeriksaan ulang oleh orang berbeda.
d. Pemeriksaan meliputi kelengkapan permintaan, ketepatan etiket,
aturan pakai, pemeriksaan kesesuaian resep terhadap obat, kesesuaian
resep terhadap isi etiket.
6. Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)

79
Edukasi dan konseling kepada pasien harus diberikan mengenai
hal-hal yang penting tentang obat dan pengobatannya. Hal-hal yang harus
diinformasikan dan didiskusikan pada pasien adalah :
a. Pemahaman yang jelas mengenai indikasi penggunaan dan bagaimana
menggunakan obat dengan benar, harapan setelah menggunakan obat,
lama pengobatan, kapan harus kembali ke dokter
b. Peringatan yang berkaitan dengan proses pengobatan
c. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) yang potensial, interaksi obat
dengan obat lain dan makanan harus dijelaskan kepada pasien
d. Reaksi obat yang tidak diinginkan (Adverse Drug Reaction – ADR)
yang mengakibatkan cedera pasien, pasien harus mendapat edukasi
mengenai bagaimana cara mengatasi kemungkinan terjadinya ADR
tersebut.
e. Penyimpanan dan penanganan obat di rumah termasuk mengenali obat
yang sudah rusak atau kadaluarsa.
f. Ketika melakukan konseling kepada pasien, apoteker mempunyai
kesempatan untuk menemukan potensi kesalahan yang mungkin
terlewatkan pada proses sebelumnya.
7. Penggunaan Obat
Apoteker harus berperan dalam proses penggunaan obat oleh pasien rawat
inap di rumah sakit dan sarana pelayanaan kesehatan lainnya, bekerja sama
dengan petugas kesehatan lain. Hal yang perlu diperhatikan adalah 7 benar
dan 1 waspada :
1) Benar pasien
2) Benar obat
3) Benar dosis
4) Benar waktu pemberian
5) Benar rute pemberian
6) Benar dokumentasi
7) Benar informasi obat
Dan waspada efek samping obat

80
8. Monitoring dan Evaluasi
Apoteker harus melakukan monitoring dan evaluasi untuk mengetahui
efek terapi, mewaspadai efek samping obat, memastikan kepatuhan pasien.
Hasil monitoring dan evaluasi didokumentasikan dan ditindaklanjuti
dengan melakukan perbaikan dan mencegah pengulangan kesalahan.
Faktor-faktor lain yang berkontribusi pada medication error antara lain:
1. Komunikasi (mis-komunikasi, kegagalan dalam berkomunikasi)
Kegagalan dalam berkomunikasi merupakan sumber utama terjadinya
kesalahan. Institusi pelayanan kesehatan harus menghilangkan hambatan
komunikasi antar petugas kesehatan dan membuat SOP bagaimana
resep/permintaan obat dan informasi obat lainnya dikomunikasikan.
Komunikasi baik antar Apoteker maupun dengan petugas kesehatan
lainnya perlu dilakukan dengan jelas untuk menghindari penafsiran
ganda atau ketidak lengkan informasi dengan berbicara perlahan dan
jelas. Perlu dibuat daftar singkatan dan penulisan dosis yang berisiko
menimbulkan kesalahan untuk diwaspadai.
2. Kondisi lingkungan
Untuk menghindari kesalahan yang berkaitan dengan kondisi lingkungan,
area dispensing harus didesain dengan tepat dan sesuai dengan alur kerja,
untuk menurunkan kelelahan dengan pencahayaan yang cukup dan
temperature yang nyaman. Selain itu area kerja harus bersih dan teratur
untuk mencegah terjadinya kesalahan. Obat untuk setiap pasien perlu
disiapkan dalam nampan terpisah.
3. Gangguan/interupsi pada saat bekerja
Gangguan/interupsi harus seminim mungkin dengan mengurangi
interupsi baik langsung maupun melalui telepon.
4. Beban Kerja
Rasio antara beban kerja dan SDM yang cukup penting untuk
mengurangi stress dan beban kerja berlebihan sehingga dapat
menurunkan kesalahan.
5. Edukasi Staf

81
Merupakan cara yang tidak cukup dalam menurunkan insiden/kesalahan,
tetapi dapat memainkan peran penting ketika dilibatkan dalam
menurunkan insiden/kesalahan.

D. Alur Penanganan Kejadian


1. Kronologis
Adalah suatu jalan cerita kejadian yang dibuat oleh petugas yang
bersangkutan. Bentuknya biasanya berupa narasi. Individu yang membuat
adalah staf yang terkait dengan insiden, ditempat terjadinya insiden, bisa
lebih dari 1 orang. Kronologis dibuat 1 x 24 jam.
2. Laporan Insiden Keselamatan Pasien ( IKP ) /Incident Report
Adalah suatu bentuk laporan insiden atau laporan kejadian, yang
mencantumkan data detail dari kejadian. Insident Report dibuat oleh
atasan dari petugas yang bersangkutan, berdasarkan kronologis yang telah
dipelajari dan dilakukan risk grading. Pembuatan kronologis dan laporan
IKP dalam waktu 2 x 24 jam.
3. Investigasi Sederhana ( Simple Investigasi )
Adalah suatu sistem/cara untuk menyelesaikan suatu permasalahan dengan
cara yanglebih sederhana. Waktu pembuatannya maksimal 1 minggu.
4. Analisa Akar Masalah/Root Cause Analysis (RCA)
Adalah suatu sistem/cara untuk menyelesaikan suatu permasalahan dengan
cara yang lebih dalam. Waktu pembuatan RCA antara 2 minggu sampai
dengan 1 bulan, dengan membentuk tim dalam pembuatannya.
5. Pelaporan
Laporan kegiatan Patient Safety disampaikan kepada sekretaris
Keselamatan Pasien Rumah Sakit untuk kemudian dibuat laporan ke Tim
KPRS Grup dalam bentuk laporan bulanan untuk kemudian dibuat laporan
kepada Direksi Grup untuk mendapatkan rekomendasi / masukkan / saran.

E. Tindak Lanjut
Tindak lanjut pasca terjadinya kejadian, Instalasi Farmasi berkoordinasi

82
dengan Tim Keselamatan pasien Rumah Sakit dan mengimplementasikan
rekomendasi yang diperoleh dari Direksi dan tim Keselamatan Pasien Rumah
Sakit.

BAB VII
KESELAMATAN KERJA

Instalasi Farmasi rumah sakit bertanggung jawab terhadap pengelolaan


perbekalan farmasi dan merupakan tempat yang berpotensi menimbulkan risiko
terhadap kesehatan dan keselamatan pegawai rumah sakit pada umumnya, maka
perlu disosialisasikan upaya kesehatan dan keselamatan kerja Instalasi Farmasi
Rumah Sakit.

A. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Terlaksanakan kesehatan dan keselamatan kerja di Instalasi Farmasi agar
tercapai pelayanan kefarmasian dan produktivitas kerja yang optimal.
2. Tujuan Khusus
a. Memberikan perlindungan kepada pekerja farmasi, pasien dan
pengunjung;
b. Mencegah kecelakaan kerja, paparan / bahan berbahaya kebakaran dan
pencemaran lingkungan;

83
c. Mengamankan peralatan kerja, sediaan farmasi, alat kesehatan dan
BMHP;
d. Menciptakan cara kerja yang baik dan benar.

B. TAHAPAN PELAKSANAAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN


KERJA
Untuk terlaksananya K3 IFRS secara optimal maka perlu dilakukan tahapan
sebagai berikut:
1. Identifikasi, Pengukuran dan Analisis:
a. Kondisi fisik pekerja
Hendaklah dilakukan pemeriksaan kesehatan sebagai berikut:
 Sebelum dipekerjakan;
 Secara berkala, paling sedikit setahun sekali;
 Secara khusus, yaitu sesudah pulih dari penyakit infeksi pada saluran
pernafasan (TBC) dan penyakit menular lain, terhadap pekerja
terpapar disuatu lingkungan dimana terjadi wabah dan apabila
dicurigai terkena penyakit akibat kerja.
b. Sifat dan Beban Kerja
Beban kerja adalah beban fisik dan mental yang harus dipikul oleh
pekerja dalam melakukan pekerjaannya. Sedangkan lingkungan kerja
yang tak mendukung merupakan beban tambahan bagi pekerja tersebut
c. Kondisi Lingkungan kerja
Lingkungan kegiatan IFRS dapat mempengaruhi kesehatan kerja dalam
2 bentuk, yaitu kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja.
1) Kecelakaan kerja di lingkungan IFRS seperti terpeleset, tersengat
listrik, terjepit pintu.
- Di tangga : terpeleset, tersandung, terjatuh;
- Di gudang : terpeleset, tersandung, terjatuh, kejatuhan barang;
- Di ruang pelayanan : terpeleset, tersandung, terjatuh, tersengat
listrik;
- di ruang produksi : luka bakar, ledakan, kebakaran.

84
2) Penyakit akibat kerja di Rumah Sakit
a. Tertular pasien;
b. Alergi obat;
c. Keracunan obat;
d. Resistensi obat.
2. Pengendalian:
a. Legislatif kontrol;
b. Administratif control;
c. Medikal control;
d. Engineering control.

C. PROSEDUR K3 INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT


a. Kebakaran
Upaya pencegahan kebakaran
a) Dilarang merokok dan membuang puntung rokok berapi;
b) Dilarang membiarkan orang lain main api;
c) Dilarang menyalakan lampu pelita maupun lilin;
d) Dilarang memasak baik dengan cockplat listrik maupun kompor gas;
e) Dilarang membakar sampah atau sisa bahan pengemas lainnya;
f) Dilarang menyimpan bahan medic terbakar: elpiji, bensin, aceton dll;
g) Dilarang membiarkan orang yang tidak berkepentingan berada di
tempat yang peka terhadap bahaya kebakaran.
Penanggulangan bila terjadi kebakaran:
a) Jangan panik;
b) Jangan berteriak kebakaran tapi “CODE RED”;
c) Matikan listrik, amankan semua gas;
d) Bila terjadi kebakaran kecil, panel listrik yang menuju kelokasi
kebakaran dimatikan;
e) Bila terjadi kebakaran besar, aliran listrik diseluruh gedung dimatikan;
f) Selamatkan dulu jiwa manusia;

85
g) Dapatkan APAR (Alat Pemadam Api Ringan) buka segel dan
padamkan api;
h) Jauhkan barang yang mudah terbakar dari api;
i) Tutup pintu gudang tahan api;
j) Kosongkan koridor dan jalan penghubung dan atur agar jalan menuju
pintu bebas hambatan;
k) Bila mungkin selamatkan dokumen penting;
l) Siapkan evaluasi obat bius, injeksi, obat-obat resusitasi dan cairan
intravena;
m)Catat nama staf yang bertugas;
n) Hubungi posko;
o) Siapkan kebutuhan obat dan alat kesehatan untuk kebutuhan darurat.
b. Bahan Berbahaya
 Upaya pencegahan kecelakaan oleh bahan berbahaya adalah
a) Memasang label;
b) Memasang tanda bahaya memakai lambang/peringatan;
c) Melaksanakan kebersihan;
d) Melaksanakan SPO;
e) Ventilasi umum dan setempat harus baik;
f) Kontak dengan bahan korosif harus ditiadakan/dicegah/ditekan
sekecil mungkin;
g) Menggunakan alat proteksi diri sarung tangan dan masker;
h) Untuk pertolongan pertama, air untuk mandi, cuci dan air untuk
membersihkan mata perlu disediakan.
 Pertolongan pertama bila korban terhirup gas beracun:
a) Penolong harus menggunakan masker yang tepat, jika tidak ada
masker yang tepat, penolong harus dapat menahan nafas selama
masa penyelamatan;
b) Usahakan untuk dapat mengidentifikasi gas racun yang dicurigai;

86
c) Korban harus segera dibawa ketempat udara segar. Jika tempat itu
ruangan berjendela, buka semua jendela yang ada. Longgarkan
semua pakaian yang ketat pada tubuh korban;
d) Jika korban susah bernafas, beri nafas buatan terus menerus hingga
dianggap cukup;
e) Jaga korban tetap hangat hindarkan korban menggigil, jika perlu
korban diselimuti rapat-rapat;
f) Jagalah agar korban setenang mungkin;
g) Tidak boleh memberikan alkohol dalam bentuk apapun.
 Prosedur penyimpanan bahan berbahaya
Menyimpan bahan berbahaya sesuai dengan keterangan pada
pengemas, misalnya:
a) Harus terpisah dari bahan makanan, bahan pakaian dan bahan
lainnya;
b) Tidak menimbulkan interaksi antar bahan berbahya satu dengan
yang lain;
c) Bahan yang mudah menguap harus disimpan dalam wadah tertutup
rapat;
d) Bahan yang mudah menyerap uap air harus disimpan dalam wadah
tertutup rapat yang berisi zat penyerap lembab;
e) Bahan yang mudah menyerap CO2 harus disimpan dengan
pertolongan kapur tohor;
f) Bahan yang harus terlindung dari cahaya disimpan dalam wadah
yang buram atau kasa dari kaca hitam, merah, hijau atau coklat tua;
g) Bahan yang mudah mengoksidasi harus disimpan di tempat yang
sejuk dan mendapat pertukaran udara yang baik;
h) Bahan yang mudah terbakar harus disimpan terpisah dari tempat
penyimpanan perbekalan farmasi lain, mudah dilokalisir bila terjadi
kebakaran, tahan gempa dan dilengkapi dengan pemadam api;

87
i) Bahan beracun harus disimpan ditempat yang sejuk, mendapat
pertukaran udara yang baik, tidak kena sinar matahari langsung dan
jauh dari sumber panas;
j) Bahan korosif harus disimpan ditempat yang dilengkapi dengan
sumber air untuk mandi dan mencuci;
k) Bahan yang mudah meledak dijauhkan dari bangunan yang
menyimpan oli, gemuk, api yang menyala.

D. PENGENDALIAN K3 INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT


Petugas farmasi rentan tertular penyakit pasien karena petugas farmasi akan
berhubungan langsung dengan pasien atau masyarakat terutama pada saat
memberikan konseling pada pasien. Oleh karena ini agar petugas farmasi
tidak mudah tertular penyakit perlu memperhatikan upaya pencegahan infeksi
terutama di rumah sakit.
Upaya pencegahan infeksi di rumah sakit dilakukan dengan 2 tingkat
kewaspadaan.
 Kewaspadaan secara umum dapat dicegah dengan
1. Cuci tangan guna mencegah infeksi;
2. Pemakaian alat pelindung diri, yaitu sarung tangan dan masker;
3. Pengelolaan limbah dan sanitasi ruangan.
 Kewaspadaan secara khusus:
1. Kewaspadaan terhadap penularan melalui udara;
2. Kewaspadaan terhadap penularan melalui percikan;
3. Kewaspadaan terhadap penularan melalui kontak.

88
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU

A. DEFINISI
Pengendalian mutu adalah mekanisme kegiatan pemantauan dan penilaian
terhadap pelayanan yang diberikan, secara terencana dan sistematis, sehingga
dapat diidentifikasi peluang untuk peningkatan mutu serta menyediakan
mekanisme tindakan yang diambil. Melalui pengendalian mutu diharapkan
dapat terbentuk proses peningkatan mutu pelayanan kefarmasian yang
berkesinambungan.
Pengendalian mutu pelayanan kefarmasian merupakan kegiatan yang dapat
dilakukan terhadap kegiatan yang sedang berjalan maupun yang sudah berlalu.
Kegiatan ini dapat dilakukan melalui monitoring dan evaluasi. Tujuan kegiatan

89
ini untuk menjamin pelayanan kefarmasian yang sudah dilaksanakan sesuai
dengan rencana dan upaya perbaikan kegiatan yang akan datang. Pengendalian
mutu pelayanan kefarmasian harus terintegrasi dengan program pengendalian
mutu pelayanan kesehatan Rumah Sakit yang dilaksanakan secara
berkesinambungan.
Kegiatan pengendalian mutu pelayanan kefarmasian meliputi :
a. Perencanaan, yaitu menyusun rencana kerja dan cara monitoring dan
evaluasi untuk peningkatkan mutu sesuai target yang ditetapkan.
b. Pelaksanaan yaitu ;
 Monitoring dan evaluasi capaian pelaksaanaan rencana kerja
(membandingkan antara capaian dengan rencana kerja);
 Memberikan umpan balik terhadap hasil capaian.
c. Tindakan hasil monitoring dan evaluasi yaitu :
 Melakukan perbaikan kualitas pelayanan sesuai target yang
ditetapkan;
 Meningkatkan kualitas pelayanan jika capaian sudah memuaskan.
Tahap program pengendalian mutu
a. Mendefinisikan kualitas pelayanan farmasi yang diinginkan dalam bentuk
kriteria;
b. Penilaian kualitas pelayanan farmasi yang sedang berjalan berdasarkan
kriteria yang telah ditetapkan;
c. Pendidikan personel dan peningkatan fasilitas pelayanan bila diperlukan;
d. Penilaian ulang kualitas pelayanan Farmasi;
e. Up date kriteria.
Langkah –langkah dalam aplikasi program pengendalian mutu, meliputi :
1. Memilih subyek dari program
2. Tentukan jenis pelayanan kefarmasian yang akan dipilih berdasarkan
prioritas
3. Mendefinisikan kriteria suatu pelayanan kefarmasian sesuai dengan
kualitas pelayanan yang diinginkan
4. Mensosialisasikan kriteria pelayanan kefarmasian yang dikehendaki

90
5. Dilakukan sebelum program dimulai dan disosialisasikan pada personil
serta menjalin consensus dan komitmen bersama mencapainya
6. Melakukan evaluasi terhadap mutu pelayanan yang sedang berjalan
menggunakan kriteria
7. Apabila ditemukan kekurangan memastikan penyebab dari kekurangan
tersebut
8. Merencanakan formula untuk menghilangkan kekurangan
9. Mengimplementasikan formula yang telah direncanakan
10. Reevaluasi dari mutu pelayanan.
Untuk mengukur pencapaian standar yang telah ditetapkan diperlukan
indikator, suatu alat/ tolok ukur yang hasilnya menunjukkan pada ukuran
kepatuhan terhadap standar yang telah ditetapkan. Makin sesuai yang diukur
dengan indikatornya, makin sesuai pula hasil suatu pekerjaan dengan
standarnya. Indikatornya dibedakan menjadi :
a. Indikator persyaratan minimal yaitu indikator yang digunakan untuk
mengukur terpenuhi atau tidaknya standar masukan, proses dan
lingkungan;
b. Indikator penampilan minimal yaitu indikator yang ditetapkan untuk
mengukur tercapai atau tidaknya standar penampilan minimal yang
diselenggarakan.
Indikator yang baik memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. Sesuai dengan tujuan;
b. Informasinya mudah didapat;
c. Singkat, jelas, lengkap dan tidak menimbulkan berbagai interpretasi;
d. Rasional.
Dalam pelaksanaan pengendalian mutu pelayanan kefarmasian
dilakukan melaui kegiatan monitoring dan evaluasi yang harus dapat
dilaksanakan oleh instalasi farmasi sendiri atau dilakukan oleh tim audit
internal.
Monitoring dan evaluasi merupakan suatu pengamatan dan penilaian
secara terencana, sistematis dan terorganisir sebagai umpan balik perbaikan

91
sistem dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan monitoring dan evaluasi
harus dilaksanakan terhadap seluruh proses tata kelola Sediaan farmasi, Alat
kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) sesuai ketentuan yang
berlaku.
Berdasarkan waktu pelaksanaan evaluasi, dibagi menjadi 3 (tiga) jenis
program evaluasi, yaitu :
a. Prospektif adalah program dijalankan sebelum pelayanan dilaksanakan
contoh standar prosedur operasional dan pedoman;
b. Konkuren adalah program dijalankan bersamaan dengan pelayanan
dilaksanakan contoh memantau kegiatan konseling apoteker, peracikan
resep oleh asisten apoteker;
c. Retrospektif adalah program pengendalian yang dijalankan setelah
pelayanan dilaksanakan contoh survey konsumen, laporan mutasi barang,
audit internal.
Evaluasi mutu pelayanan merupakan proses pengukuran, penilaian atas
semua kegiatan pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit secara berkala. Kualitas
pelayanan meliputi : teknis pelayanan, proses pelayanan, tata cara / standar
prosedur operasional, waktu tunggu untuk mendapatkan pelayanan.
Metode evaluasi yang digunakan, terdiri dari :
a. Audit (pengawasan)
Dilakukan terhadap proses hasil kegiatan apakah sudah sesuai standar.
b. Review (penilaian)
Terhadap pelayanan yang telah diberikan, penggunaan sumber daya,
penulisan resep.
c. Survey
Untuk mengukur kepuasan pasien, dilakukan dengan angket atau
wawancara langsung.
d. Observasi
Terhadap kecepatan pelayanan misalnya lama antrian, ketepatan
penyerahan obat.

92
BAB IX
PENUTUP

Dengan ditetapkannya Pedoman Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, diharapkan


dapat menjawab permasalahan tentang pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit
Permata Jonggol. Dalam pelaksanaannya di lapangan, Pedoman Pelayanan
Farmasi di Rumah Sakit ini sudah barang tentu akan menghadapi berbagai
kendala, antara lain sumber daya manusia/tenaga farmasi di Rumah Sakit,
kebijakan Manajemen Rumah Sakit.
Untuk keberhasilan pelaksanaan Pedoman Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit
Permata Jonggol perlu komitmen dan kerjasama yang lebih baik antara pihak-
pihak yang terkait dengan pelayanan farmasi, sehingga pelayanan rumah sakit
pada umumnya akan semakin optimal dan khususnya pelayanan farmasi di rumah
sakit akan dirasakan oleh pasien/masyarakat.

93
Bogor, 25 Juli 2022

Dibuat oleh, Mengetahui,

Apt. Fitri Purbandini, S.Si, Apt dr. Sri Handayani, MARS


Kepala Instalasi Farmasi Direktur RS Permata Jonggol

Lampiran 1:

DENAH FARMASI DAN GUDANG MEDIS

94
KETERANGAN
A : FARMASI
1. LOKET PENERIMAAN DAN PENYERAHAN OBAT
2. MEJA Ka. INS FARMASI
3. MEJA RACIK
4. MEJA
4a : MEJA PENYIAPAN OBAT RAJAL
4b : MEJA PENYIAPAN OBAT RANAP
5. RAK
5a : RAK OBAT
5b : RAK OBAT
5c. RAK OBAT
6. SHOWCASE
7. KULKAS

KETERANGAN
B : GUDANG MEDIS
1. MEJA KAUR GUDANG MEDIS
2. MEJA STAFF
3. RAK
3a : RAK OBAT 3d : RAK OBAT
3b : RAK OBAT 3e : RAK OBAT
3c : RAK OBAT 3f : RAK OBAT DAN DUDANG CAIRAN

Lampiran 2:

LOKASI FARMASI DAN GUDANG MEDIS

95

Anda mungkin juga menyukai