Anda di halaman 1dari 81

UNIVERSITAS PANCASILA

FAKULTAS FARMASI

LAPORAN
PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER (PKPA)
DI RUMAH SAKIT TNI AL Dr. MINTOHARDJO
JALAN BENDUNGAN HILIR NO. 17 JAKARTA PUSAT
PERIODE 03 SEPTEMBER – 31 OKTOBER 2018

Disusun oleh:
Hera Apria, S.Farm (2017001251)
Hestu Tyas Puspitasari, S.Farm (2017001252)
Rita Aprilini H Panggabean, S.Farm (2017001273)
Yasyfa Cahya Yuagesti, S.Farm (2017001283)
Debby Anggun Priangan, S.Farm (2017001288)

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PANCASILA
JAKARTA
2018
UNIVERSITAS PANCASILA
FAKULTAS FARMASI
JAKARTA

LEMBAR PERSETUJUAN

LAPORAN

PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

DI RUMAH SAKIT TNI AL Dr. MINTOHARDJO


JALAN BENDUNGAN HILIR NO. 17 JAKARTA PUSAT
PERIODE 03 SEPTEMBER – 31 OKTOBER 2018

Disusun oleh:
Hera Apria, S.Farm (2017001251)
Hestu Tyas Puspitasari, S.Farm (2017001252)
Rita Aprilini H Panggabean, S.Farm (2017001273)
Yasyfa Cahya Yuagesti, S.Farm (2017001283)
Debby Anggun Priangan, S.Farm (2017001288)

Disetujui Oleh :

Mayor Siti Fauziyah, S.Si., M.Farm., Apt Drs. Agus Purwanggana, M.Si., Apt
Pembimbing PKPA Pembimbing PKPA
RSAL Dr. Mintohardjo Fakultas Farmasi Universitas Pancasila

KATA PENGANTAR

i
Segala puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
segala limpahan kasih karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Rumah Sakit TNI AL Dr.
Mintohardjo yang berlangsung pada tanggal 03 September - 31 Agustus 2018.
Laporan ini merupakan hasil Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) sebagai
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker di Fakultas Farmasi
Universitas Pancasila.
Dalam kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan rasa
hormat kepada Mayor Siti Fauziyah, S.Si., M.Farm., Apt selaku pembimbing
PKPA di Rumah Sakit TNI AL Dr. Mintohardjo dan Drs. Agus Purwanggana,
M.Si., Apt selaku pembimbing dari Fakultas Farmasi Universitas Pancasila yang
telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, pengarahan,
pengetahuan, dan saran selama menjalani PKPA dan penyusunan laporan ini.
Pada kesempatan ini penulis juga ingin menyampaikan rasa terimakasih atas
bantuan dan dukungan kepada:
1. Prof. Dr. Shirly Kumala, M.Biomed., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Pancasila, Jakarta.
2. Dra. Titiek Martati, M.Si., Apt. selaku Ketua Program Studi Profesi Apoteker
Fakultas Farmasi Universitas Pancasila, Jakarta.
3. Seluruh karyawan Rumah Sakit TNI AL Dr. Mintohardjo yang telah
menerima dan membantu penulis selama melaksanakan kegiatan PKPA.
4. Seluruh staf pengajar dan tata usaha Fakultas Farmasi Universitas
Pancasila.
5. Orang tua dan keluarga penulis yang selalu memberikan doa serta
dukungan moral dan finansial kepada penulis.
6. Seluruh teman-teman Apoteker angkatan 61 yang telah berjuang bersama
dalam menyelesaikan studi di Program Studi Profesi Apoteker Universitas
Pancasila.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam laporan PKPA ini,


oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun

ii
agar laporan ini dapat menjadi lebih baik. Semoga laporan ini dapat bermanfaat
dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan menambah wawasan para
pembacanya, khususnya di bidang farmasi.

Jakarta, Oktober 2018

Penulis

iii
DAFTAR ISI

Hal
KATA PENGANTAR……………………………………………...…...... ii
DAFTAR ISI………………………………………………………...…..... iv
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG…………………………………...... 1
B. TUJUAN……………………………………………........... 2
BAB II TINJAUAN UMUM
A. TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT………………….... 3
B. INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT (IFRS)……..… 14
C. CENTRAL STERILE SUPPLY DEPARTMENT (CSSD)
…………………………………………………...... 34
D. SITOSTATIKA………………………………………….... 38
BAB III TINJAUAN KHUSUS
A. GAMBARAN UMUM RSAL Dr. MINTOHARDJO…..… 40
E. GAMBARAN KHUSUS DEPARTEMEN FARMASI
RSAL Dr. MINTOHARDJO…………………………….... 53
BAB IV PEMBAHASAN
A. RUMAH SAKIT TNI AL Dr. MINTOHARDJO…………. 63
B. PEKERJAAN KEFARMASIAN DI RUMAH SAKIT TNI
AL Dr. MINTOHARDJO…………………………………. 64
C. FARMASI KLINIS……………………………………… 68
D. PENANGANAN LIMBAH DI RSAL Dr.
MINTOHARDJO…………………………………............. 71
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN…………………………………………... 73
B. SARAN…………………………………………………... 73
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………. 74
LAMPIRAN………………………………………………………………. 76

iv
DAFTAR LAMPIRAN

Hal

1. Lampiran 1. Struktur Organisasi RSAL Dr. Mintohardjo.........................76


2. Lampiran 2. Struktur Organisasi Departemen Farmasi RS TNI AL
Dr. Mintohardjo ...................................................................77
3. Lampiran 3. Formularium, Asuhan Kefarmasian, Catatan Perkembangan
Pasien Terintegrasi di RSAL Dr. Mintohardjo ....................78
4. Lampiran 4. Lembar Penggunaan Obat, Lembar Edukasi Pasien Pulang
dan Etiket..............................................................................79
5. Lampiran 5. Lembar Skrinning Resep dan Contoh Resep.......................80
6. Lampiran 6. Surat Pesanan, Faktur, dan Bukti Pengeluaran Barang.........81
7. Lampiran 7. Kegiatan PKPA di RSAL.....................................................82
8. Lampiran 8. Tugas PKPA di RSAL ........................................................84
9. Lampiran 9. Daftar Pemantauan Terapi Obat Pasien di RSAL................87

v
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spriritual
maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara
sosial dan ekonomis. Pemeliharaan kesehatan adalah upaya penanggulangan,
dan pencegahan gangguan kesehatan yang memerlukan pemeriksaan,
pengobatan dan/atau perawatan. Pemerintah bertanggung jawab dalam
melaksanakan upaya kesehatan, untuk itu pemerintah menyediakan berbagai
program dan sarana kesehatan (1).
Salah satu sarana yang penting adalah Rumah sakit. Rumah Sakit
adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat
inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Pelayanan kefarmasian merupakan salah
satu unsur dari pelayanan dirumah sakit (2).
Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan
bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi
dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu
kehidupan pasien. Pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit meliputi standar:
pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai;
dan pelayanan farmasi klinik. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai meliputi pemilihan, perencanaan kebutuhan,
pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pemusnahan dan
penarikan, pengendalian dan administrasi. Sedangkan, Pelayanan farmasi
klinik meliputi pengkajian dan pelayanan Resep, penelusuran riwayat
penggunaan Obat, rekonsiliasi Obat, Pelayanan Informasi Obat (PIO),
konseling, visite, Pemantauan Terapi Obat (PTO), Monitoring Efek Samping
Obat (MESO), Evaluasi Penggunaan Obat (EPO), dispensing sediaan steril,
dan Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD) (3).

1
2

Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan
telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker. Peranan apoteker sangat
berpengaruh dalam mengatur setiap bagian dari pelayanan kefarmasian baik
dalam aspek managerial maupun klinis di rumah sakit. Maka diperlukan
seorang apoteker yang memiliki wawasan luas, dan memiliki keahlian dalam
kedua aspek tersebut. Tenaga apoteker yang kompeten sangat diperlukan,
untuk itu suatu lembaga pendidikin profesi apoteker mempersiapkan calon
profesi apoteker melalui praktek kerja profesi apoteker (PKPA) dilembaga
pelayanan kesehatan. Program Profesi Apoteker Universitas Pancasila dan
Rumah Sakit TNI AL Dr. Mintohardjo bekerjasama mengadakan praktek kerja
profesi apoteker (PKPA) untuk mempersiapkan apoteker yang menjalankan
profesinya secara profesional sesuai dengan kompetensi apoteker.

B. TUJUAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEK


1. Memahami tugas pokok, fungsi, wewenang dan tanggung jawab apoteker
dalam pelayanan kefaramsian di rumah sakit.
2. Mendapatkan pengalaman praktis dalam pelayanan kefarmasian di rumah
sakit
3. Meningkatkan rasa percaya diri untuk menjadi apoteker yang profesional.
BAB II
TINJAUAN UMUM

A. TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT

1. Definisi Rumah Sakit


Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 44 tahun 2009
tentang Rumah Sakit, Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan
yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna
yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat (2).

2. Tujuan Penyelanggaraan Rumah Sakit


Menurut Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit,
penyelenggaraan Rumah Sakit bertujuan untuk:
a. Mempermudah akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan.
b. Memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien, masyarakat,
lingkungan rumah sakit dan sumber daya manusia di rumah sakit.
c. Meningkatkan mutu dan mempertahankan standar pelayanan rumah sakit
memberikan kepastian hukum kepada pasien, masyarakat, sumber daya
manusia rumah sakit, dan Rumah Sakit (2).

3. Tugas dan Fungsi Rumah Sakit


Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 44 tahun 2009
tentang Rumah Sakit, tugas dan fungsi rumah sakit adalah:
a. Tugas
Tugas dari rumah sakit adalah memberikan pelayanan kesehatan
perorangan secara paripurna (2).
b. Fungsi
Dalam melaksanakan tugasnya rumah sakit memiliki beberapa fungsi,
diantaranya:

3
4

1) Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan


sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit.
2) Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui
pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai
kebutuhan medis.
3) Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia
dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan
kesehatan.
4) Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan
teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan
kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang
kesehatan (2).

4. Jenis dan Klasifikasi Rumah Sakit


Berdasarkan Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah
Sakit, rumah Sakit dapat dibagi berdasarkan jenis pelayanan dan
pengelolaannya.
a. Berdasarkan Jenis Pelayanan
Berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan, Rumah Sakit
dikategorikan dalam Rumah Sakit Umum dan Rumah Sakit Khusus.
1) Rumah Sakit Umum
Merupakan rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan pada
semua bidang dan jenis penyakit.
2) Rumah Sakit Khusus
Merupakan memberikan pelayanan rumah sakit yang memberikan
pelayanan utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu
berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit, atau
kekhususan lainnya.
b. Berdasarkan Pengelolaan
Berdasarkan pengelolaannya, sumah Sakit dapat dibagi
menjadi Rumah Sakit Publik dan Rumah Sakit Privat.
5

1) Rumah Sakit Publik


Merupakan rumah sakit yang dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah
Daerah, dan badan hukum yang bersifat nirlaba.
2) Rumah Sakit Privat
Merupakan rumah sakit yang dikelola oleh badan hukum dengan
tujuan profit yang berbentuk Perseroan Terbatas atau Persero.
c. Berdasarkan Afiliasi Pendidikan
Berdasarkan afiliasi pendidikan, rumah sakit dibagi menjadi dua jenis,
yaitu:
1) Rumah Sakit Pendidikan
Merupakan rumah sakit yang menyelenggarakan pendidikan dan
penelitian secara terpadu dalam bidang pendidikan profesi
kedokteran, pendidikan kedokteran berkelanjutan, dan pendidikan
tenaga kesehatan lainnya.
2) Rumah Sakit Non Pendidikan
Merupakan rumah sakit yang tidak menyelenggarakan program
pelatihan untuk berbagai profesi dan tidak memiliki hubungan
kerjasama dengan universitas (2).

Sesuai Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit,


berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayananannya, rumah sakit
diklasifikasikan menjadi Rumah Sakit Umum dan Rumah Sakit Khusus.
a. Klasifikasi Rumah Sakit Umum
1) Rumah Sakit umum kelas A
Rumah Sakit Umum Kelas A harus mempunyai fasilitas dan
kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) Pelayanan
Medik Spesialis Dasar, 5 (lima) Pelayanan Spesialis Penunjang
Medik, 12 (dua belas) Pelayanan Medik Spesialis Lainnya dan 13
(tiga belas) Pelayanan Medik Sub spesialis.
6

2) Rumah Sakit umum kelas B


Rumah Sakit Umum Kelas B harus mempunyai fasilitas dan
kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) Pelayanan
Medik Spesialis Dasar, 4 (empat) Pelayanan Spesialis Penunjang
Medik, 8 (delapan) Pelayanan Medik Spesialis Lainnya dan 2 (dua)
Pelayanan Medik Subspesialis Dasar.
3) Rumah Sakit umum kelas C
Rumah Sakit Umum Kelas C harus mempunyai fasilitas dan
kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) Pelayanan
Medik Spesialis Dasar dan 4 (empat) Pelayanan Spesialis
Penunjang Medik.
4) Rumah Sakit umum kelas D
Rumah Sakit Umum Kelas D harus mempunyai fasilitas dan
kemampuan pelayanan medik paling seidkit 2 (dua) Pelayanan
Medik Spesialis Dasar (2).
b. Klasifikasi Rumah Sakit Khusus
1) Rumah Sakit khusus kelas A
Rumah Sakit Khusus kelas A adalah Rumah Sakit Khusus yang
mempunyai fasilitas dan kemampuan paling sedikit pelayanan
medik spesialis dan pelayanan medik subspesialis sesuai
kekhususan yang lengkap.
2) Rumah Sakit khusus kelas B
Rumah Sakit Khusus kelas B adalah Rumah Sakit Khusus yang
mempunyai fasilitas dan kemampuan paling sedikit pelayanan
medik spesialis dan pelayanan medik subspesialis sesuai
kekhususan yang terbatas.
3) Rumah Sakit khusus kelas C
Rumah Sakit Khusus kelas C adalah Rumah Sakit Khusus yang
mempunyai fasilitas dan kemampuan paling sedikit pelayanan
medik spesialis dan pelayanan medik subspesialis sesuai
kekhususan yang minimal (2).
7

5. Struktur Organisasi Rumah Sakit


Setiap Rumah Sakit harus memiliki organisasi yang efektif, efisien,
dan akuntabel dalam rangka mencapai visi dan misi rumah sakit sesuai tata
kelola perusahaan yang baik dan tata kelola klinis yang baik. Organisasi
Rumah Sakit disesuaikan dengan besarnya kegiatan dan beban kerja rumah
sakit. Struktur organisasi rumah sakit harus membagi habis seluruh tugas
dan funsi rumah sakit. Berdasarkan Peraturan Presiden RI No. 77 Tahun
2015 Tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit, organisasi rumah sakit
paling sedikit terdiri dari:
a. Kepala Rumah Sakit atau Direktur Rumah Sakit
b. Unsur Pelayanan Medis
c. Unsur Keperawatan
d. Unsur Penunjang Medis
e. Unsur Administrasi Umum dan Keuangan
f. Komite Medis
g. Satuan Pemeriksaan Internal
Unsur organisasi rumah sakit selain kepala rumah sakit atau direktur
rumah sakit dapat berupa direktorat, departemen, divisi, instalasi, unit kerja,
komite dan/atau satuan sesuai dengan kebutuhan dan beban kerja rumah
sakit (4).

6. Akreditasi Rumah Sakit


Akreditasi Rumah Sakit adalah pengakuan terhadap mutu pelayanan
Rumah Sakit setelah dilakukan penilaian bahwa Rumah Sakit telah
memenuhi Standar Akreditasi. Standar Akreditasi adalah pedoman yang
berisi tingkat pencapaian yang harus dipenuhi oleh Rumah Sakit dalam
meningkatkan mutu pelayanan dan kesehatan pasien (11).
Dalam upaya peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit wajib
dilakukan akreditasi secara berkala minimal 3 (tiga) tahun sekali. Akreditasi
Rumah Sakit dilakukan oleh suatu lembaga independen baik dari dalam
8

maupun dari luar negeri berdasarkan standar akreditasi yang berlaku.


Lembaga independen ini ditetapkan oleh Menteri (2).
Pengaturan Akreditasi bertujuan untuk (11):
a. Meningkatkan mutu pelayanan Rumah Sakit dan melindungi
keselamatan pasien Rumah Sakit
b. Meningkatkan perlindungan bagi masyarakat, sumber daya manusia di
Rumah Sakit dan Rumah Sakit sebagai institusi
c. Mendukung program Pemerintah di bidang kesehatan
d. Meningkatkan profesionalisme Rumah Sakit Indonesia di mata
Internasional.

7. Indikator Rumah Sakit


Indikator-indikator pelayanan Rumah Sakit dapat dipakai untuk
mengetahui tingkat pemanfaatan, mutu, dan efisiensi pelayanan Rumah
Sakit:
a. BOR (Bed Occupancy Ratio = Angka Penggunaan Tempat Tidur)
BOR adalah ratio of patient service days to inpatient bed count days in
a period under consideration. Dengan kata lain, BOR adalah
presentase pemakaian tempat tidur pada satuan waktu tertentu.
Indikator ini memberikan gambaran tinggi rendahnya tingkat
pemanfaatan tempat tidur Rumah Sakit. Nilai parameter BOR yang
ideal adalah antara 60 – 85%
Jumlah hari perawatan Rumah Sakit
BOR= x 100 %
Jumlah tempat tidur x Jumlah hari dalam satu periode

b. AVLOS (Average Length of Stay = Rata-rata Lamanya Pasien


Dirawat)
AVLOS adalah rata-rata lama rawat seorang pasien. Indikator ini
disamping memberikan gambaran tingkat efisiensi, juga dapat
memberikan gambaran mutu pelayanan, apabila diterapkan pada
9

diagnosis tertentu dapat dijadikan hal yang perlu pengamatan yang


lebih lanjut. Secara umum nilai AVLOS yang ideal antara 6 – 9 hari
Jumlahlama dirawat
AVLOS= x 100 %
Jumlah pasien keluar (hidup+ mati)

c. TOI (Turn Over Interval = Tenggang Perputaran)


TOI adalah rata-rata dimana tempat tidur tidak ditempati dan telah diisi
ke saat diisi berikutnya. Indikator ini memberikan gambaran tingkat
efisiensi penggunaan tempat tidur. Idealnya tempat tidur kosong tidak
terisi pada kisaran 1 – 3 hari.
Jumlah tempat tidur x periode
TOI= x 100 %
Jumlah pasien keluar( hidup+mati)

d. BTO (Bed Turn Over = Angka Perputaran Tempat Tidur)


BTO merupakan frekuensi pemakaian tempat tidur pada satu periode,
beberapa kali tempat tidur dipakai dalam satu satuan waktu tertentu.
Idealnya dalam satu tahun, satu tempat tidur rata-rata dipakai 40 – 50
kali.
Jumlah pasien keluar( hidup+ mati)
BTO= x 100 %
Jumlahtempat tidur

e. NDR (Net Death Rate)


NDR adalah angka kematian 48 jam setelah dirawat untuk tiap-tiap
1000 penderita keluar. Indikator ini memberikan gambaran mutu
pelayanan di rumah sakit.
Jumlah pasienmati> 48 jam
NDR= x 100 permil
Jumlah pasien keluar (hidup +mati)

f. GDR (Gross Death Rate)


GDR adalah angka kematian umum untuk setiap 1000 penderita keluar
Jumlah pasien mati seluruhnya
GDR= x 1000 permil
Jumlah pasien keluar (hidup +mati)
10

8. Ketenagaan Rumah Sakit


Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam
bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui
pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan
kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
Sesuai dengan Undang-Undang No. 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga
Kesehatan, tenaga kesehatan terdiri dari:
a. Tenaga medis
terdiri atas dokter, dokter gigi, dokter spesialis, dan dokter gigi spesialis.
b. Tenaga psikologi klinis
c. Tenaga keperawatan
terdiri atas berbagai jenis perawat
d. Tenaga kebidanan
e. Tenaga kefarmasian
Apoteker dan tenaga teknis kefarmasian.
f. Tenaga kesehatan masyarakat
Terdiri atas epidemiolog kesehatan, tenaga promosi kesehatan dan ilmu
perilaku, pembimbing kesehatan kerja, tenaga administrasi dan
kebijakan kesehatan, tenaga biostatistik dan kependudukan, serta tenaga
kesehatan reproduksi dan keluarga.
g. Tenaga kesehatan lingkungan
Terdiri atas tenaga sanitasi lingkungan, entomolog kesehatan, dan
mikrobiolog kesehatan.
h. Tenaga gizi
Terdiri atas nutrisionis dan dietisien.
i. Tenaga keterapian fisik
Terdiri atas fisioterapis, okupasi terapis, terapis wicara, dan akupunktur.
j. Tenaga keteknisian medis
Terdiri atas perekam medis dan informasi kesehatan, teknik
kardiovaskuler, teknisi pelayanan darah, refraksionis optisien/
11

optometris, teknisi gigi, penata anestesi, terapis gigi dan mulut, dan
audiologis.
k. Tenaga teknik biomedika
Terdiri atas radiografer, elektromedis, ahli teknoiogi laboratorium
medik, fisikawan medik, radioterapis, dan ortotik prostetik.
l. Tenaga kesehatan tradisional
Terdiri atas tenaga kesehatan tradisional ramuan dan tenaga kesehatan
tradisional keterampilan.
m. Tenaga kesehatan lain (4).

9. Komite Medik dan Staf Medik


Komite medik adalah perangkat rumah sakit untuk menerapkan tata
kelola klinis (clinical governance) agar staf medis dirumah sakit terjaga
profesionalismenya melalui mekanisme kredensial, penjagaan mutu profesi
medis, dan pemeliharaan etika dan disiplin profesi medis.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 755/Menkes/Per/IV/2011 Tentang Penyelenggaraan Komite Medik
Di Rumah Sakit, Komite medik dibentuk oleh kepala/direktur rumah sakit
dan bertanggung jawab kepada kepala/direktur rumah sakit. Organisasi
komite medik sekurang-kurangnya terdiri dari ketua, sekretaris, dan
anggota. Komite medik bertugas menegakkan profesionalisme staf medis
yang bekerja di rumah sakit. Komite medik bertugas melakukan kredensial
bagi seluruh staf medis yang akan melakukan pelayanan medis di rumah
sakit, memelihara kompetensi dan etika para staf medis, dan mengambil
tindakan disiplin bagi staf medis (5).
Staf medis adalah dokter, dokter gigi, dokter spesialis, dan dokter
gigi spesialis di rumah sakit. Para staf medis yang tergabung dalam
kelompok staf medis fungsional/departemen klinik di organisasi oleh
kepala/direktur rumah sakit (5).
12

10. Tim Farmasi dan Terapi


Dalam pengorganisasian Rumah Sakit dibentuk Komite/Tim
Farmasi dan Terapi yang merupakan unit kerja dalam memberikan
rekomendasi kepada pimpinan Rumah Sakit mengenai kebijakan
penggunaan Obat di Rumah Sakit yang anggotanya terdiri dari dokter yang
mewakili semua spesialisasi yang ada di Rumah Sakit, Apoteker Instalasi
Farmasi, serta tenaga kesehatan lainnya apabila diperlukan. Komite/Tim
Farmasi dan Terapi harus dapat membina hubungan kerja dengan komite
lain di dalam Rumah Sakit yang berhubungan/berkaitan dengan penggunaan
Obat (3).
Komite/Tim Farmasi dan Terapi dapat diketuai oleh seorang dokter
atau seorang Apoteker, apabila diketuai oleh dokter maka sekretarisnya
adalah Apoteker, namun apabila diketuai oleh Apoteker, maka sekretarisnya
adalah dokter (3).
Komite/Tim Farmasi dan Terapi harus mengadakan rapat secara
teratur, sedikitnya 2 (dua) bulan sekali dan untuk Rumah Sakit besar rapat
diadakan sekali dalam satu bulan. Rapat Komite/Tim Farmasi dan Terapi
dapat mengundang pakar dari dalam maupun dari luar Rumah Sakit yang
dapat memberikan masukan bagi pengelolaan Komite/Tim Farmasi dan
Terapi, memiliki pengetahuan khusus, keahlian-keahlian atau pendapat
tertentu yang bermanfaat bagi Komite/Tim Farmasi dan Terapi (3).
Komite/Tim Farmasi dan Terapi mempunyai tugas:
a. Mengembangkan kebijakan tentang penggunaan Obat di Rumah Sakit;
b. Melakukan seleksi dan evaluasi Obat yang akan masuk dalam
formularium Rumah Sakit;
c. Mengembangkan standar terapi;
d. Mengidentifikasi permasalahan dalam penggunaan Obat;
e. Melakukan intervensi dalam meningkatkan penggunaan Obat yang
rasional;
f. Mengkoordinir penatalaksanaan Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki;
g. Mengkoordinir penatalaksanaan medication error;
13

h. Menyebarluaskan informasi terkait kebijakan penggunaan Obat di


Rumah Sakit (3).

11. Rekam Medis


Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
269/MENKES/PER/III/2008 Tentang Rekam Medis, Rekam medis adalah
berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien,
pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan
kepada pasien (6).
a. Fungsi rekam medis
1) Pemeliharaan kesehatan dan pengobatan pasien.
2) Alat bukti dalam proses penegakan hukum, disiplin kedokteran, dan
kedokteran gigi dan penegakan etika kedokteran dan etika
kedokteran gigi.
3) Keperluan pendidikan dan penelitian.
4) Dasar pembayar biaya pelayanan kesehatan.
5) Data statistik kesehatan (6).
b. Isi rekam medis
1) Isi rekam medis untuk pasien rawat jalan pada sarana pelayanan
kesehatan sekurang-kurangnya memuat:
a) Identitas pasien
b) Tanggal dan waktu
c) Hasil anamnesis, mencakup sekurang-kurangnya keluhan dan
riwayat penyakit
d) Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medik
e) Diagnosis
f) Rencana penatalaksanaan
g) Pengobatan dan/atau tindakan
h) Layanan lain yang telah diberikan kepada pasien
i) Untuk pasien kasus gigi dilengkapi dengan odontogram klinik
j) Persetujuan tindakan bila diperlukan.
14

2) Isi rekam medis untuk pasien rawat inap dan perawatan satu hari
sekurang-kurangnya memuat:
a) Identitas pasien
b) Tanggal dan waktu
c) Hasil anamnesis, mencakup sekurang-kurangnya keluhan dan
riwayat penyakit
d) Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medik
e) Diagnosis
f) Rencana penatalaksanaan
g) Pengobatan dan/atau tindakan
h) Persetujuan tindakan bila diperlukan
i) Catatan observasi klinis dan hasil pengobatan
j) Ringkasan pulang (discharge summary)
k) Nama dan tanda tangan dokter, dokter gigi, atau tenaga kesehatan
tertentu yang memberikan pelayanan kesehatan.
l) Pelayanan lain yang dilakukan oleh tenaga kesehatan tertentu dan
untuk pasien kasus gigi dilengkapi dengan odontogram klinik (6).

B. INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT (IFRS)

1. Definisi Instalasi Farmasi Rumah Sakit


Instalasi Farmasi Rumah Sakit adalah bagian dari Rumah Sakit yang
bertugas menyelenggarakan, mengkoordinasikan, mengatur dan mengawasi
seluruh kegiatan pelayanan farmasi serta melaksanakan pembinaan teknis
kefarmasian di Rumah Sakit. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 2014 Tentang Klasifikasi Dan
Perizinan Rumah Sakit, instalasi farmasi Rumah Sakit dikepalai oleh
seorang Apoteker (7).
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 44 Tahun
2009 tentang Rumah Sakit, Pengelolaan alat kesehatan, sediaan farmasi, dan
bahan habis pakai di Rumah Sakit harus dilakukan oleh Instalasi farmasi
15

sistem satu pintu. Yang dimaksud dengan sistem satu pintu adalah bahwa
rumah sakit hanya memiliki satu kebijakan kefarmasian termasuk
pembuatan formularium pengadaan, dan pendistribusian alat kesehatan,
sediaan farmasi, dan bahan habis pakai yang bertujuan untuk
mengutamakan kepentingan pasien (2).

2. Tugas dan Fungsi


Tugas dan fungsi IFRS berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Rumah Sakit adalah:
a. Tugas
Tugas Instalasi Farmasi Rumah Sakit, meliputi:
1) Menyelenggarakan, mengkoordinasikan, mengatur dan mengawasi
seluruh kegiatan Pelayanan Kefarmasian yang optimal dan
profesional serta sesuai prosedur dan etik profesi.
2) Melaksanakan pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai yang efektif, aman, bermutu dan efisien.
3) Melaksanakan pengkajian dan pemantauan penggunaan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai guna
memaksimalkan efek terapi, keamanan dan meminimalkan risiko.
4) Melaksanakan Komunikasi, Edukasi dan Informasi (KIE) serta
memberikan rekomendasi kepada dokter, perawat dan pasien.
5) Berperan aktif dalam Tim Farmasi dan Terapi.
6) Melaksanakan pendidikan dan pelatihan serta pengembangan
Pelayanan Kefarmasian.
7) Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan dan
formularium Rumah Sakit (3).
b. Fungsi
1) Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis
Habis Pakai.
2) Pelayanan farmasi klinik (3)
16

3. Sumber Daya Manusia


a. Kualifikasi Sumber Daya Manusia (SDM)
Berdasarkan pekerjaan yang dilakukan, kualifikasi SDM Instalasi
Farmasi diklasifikasikan sebagai berikut:
1) Untuk pekerjaan kefarmasian terdiri dari:
a) Apoteker
b) Tenaga Teknis Kefarmasian
2) Untuk pekerjaan penunjang terdiri dari:
a) Operator Komputer/Teknisi yang memahami kefarmasian
b) Tenaga Administrasi
c) Pekarya/Pembantu pelaksana (3).
b. Persyaratan SDM
Pelayanan Kefarmasian harus dilakukan oleh Apoteker dan
Tenaga Teknis Kefarmasian. Tenaga Teknis Kefarmasian yang
melakukan Pelayanan Kefarmasian harus di bawah supervisi Apoteker.
Instalasi Farmasi Rumah Sakit harus dikepalai oleh seorang Apoteker
yang merupakan Apoteker penanggung jawab seluruh Pelayanan
Kefarmasian di Rumah Sakit. Kepala Instalasi Farmasi Rumah Sakit
diutamakan telah memiliki pengalaman bekerja di Instalasi Farmasi
Rumah Sakit minimal 3 (tiga) tahun.
c. Beban Kerja dan Kebutuhan
1) Beban Kerja
2) Dalam perhitungan beban kerja perlu diperhatikan faktor-faktor yang
berpengaruh pada kegiatan yang dilakukan, yaitu:
a) Kapasitas tempat tidur dan Bed Occupancy Rate (BOR)
b) Jumlah dan jenis kegiatan farmasi yang dilakukan (manajemen,
klinik dan produksi)
c) Jumlah Resep atau formulir permintaan Obat (floor stock) per hari;
dan Volume Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai (3).
17

3) Penghitungan Beban Kerja


Penghitungan kebutuhan Apoteker berdasarkan beban kerja pada
Pelayanan Kefarmasian di rawat inap idealnya dibutuhkan tenaga
Apoteker dengan rasio 1 Apoteker untuk 30 pasien, kebutuhan
Apoteker di rawat jalan idealnya dibutuhkan tenaga Apoteker dengan
rasio 1 Apoteker untuk 50 pasien, kebutuhan Apoteker untuk
pelayanan farmasi yang lain seperti di unit logistik medik/distribusi,
unit produksi steril/aseptic dispensing, unit pelayanan informasi Obat
dan lain-lain, serta diperlukan juga masing-masing 1 (satu) orang
Apoteker untuk kegiatan Pelayanan Kefarmasian di ruang tertentu,
yaitu:
a) Unit Gawat Darurat
b) Intensive Care Unit (ICU)/Intensive Cardiac Care Unit
(ICCU)/Neonatus Intensive Care Unit (NICU)/Pediatric Intensive
Care Unit (PICU)
c) Pelayanan Informasi Obat (3).

4. Standar Kompetensi Apoteker


Sembilan Kompetensi Apoteker Indonesia
1) Mampu melakukan praktik kefarmasian secara profesional dan etik
2) Mampu menyelesaikan masalah terkait dengan penggunaan sediaan
farmasi
3) Mampu melakukan dispensing sediaan farmasi dan alat kesehatan
4) Mampu memformulasikan dan memproduksi sediaan farmasi dan alat
kesehatan sesuai standar yang berlaku
5) Mempunyai keterampilan komunikasi dalam pemberian informasi
sediaan farmasi dan alat kesehatan
6) Mampu berkontribusi dalam upaya preventif dan promotif kesehatan
masyarakat
7) Mampu mengelola sediaan farmasi dan alat kesehatan sesuai standar
yang berlaku
18

8) Mempunyai keterampilan organisasi dan mampu membangun hubungan


interpersonal dalam melakukan praktik profesional kefarmasian
9) Mampu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
berhubungan dengan kefarmasian (8).

5. Standar Pelayanan Kefarmasian Di Rumah Sakit


Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan Rumah Sakit yang
berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang bermutu dan terjangkau
bagi semua lapisan masyarakat termasuk pelayanan farmasi klinik .
(3)

Standar Pelayanan Kefarmasian Di Rumah Sakit tertuang dalam Peraturan


Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2016 Tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian Di Rumah Sakit . Standar Pelayanan
(3)

Kefarmasian di Rumah Sakit meliputi standar:


a. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai
1) Pemilihan
Pemilihan adalah kegiatan untuk menetapkan jenis Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai
dengan kebutuhan. Pemilihan ini dilakukan berdasarkan:
a) Formularium dan standar pengobatan/pedoman diagnosa dan
terapi;
b) Standar Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai yang telah ditetapkan;
c) Pola penyakit;
d) Efektifitas dan keamanan;
e) Pengobatan berbasis bukti;
f) Mutu;
g) Harga; dan
h) Ketersediaan di pasaran.
19

2) Perencanaan
Perencanaan kebutuhan merupakan kegiatan untuk
menentukan jumlah dan periode pengadaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan hasil
kegiatan pemilihan untuk menjamin terpenuhinya kriteria tepat
jenis, tepat jumlah, tepat waktu dan efisien.
Perencanaan dilakukan untuk menghindari kekosongan Obat
dengan menggunakan metode yang dapat dipertanggungjawabkan
dan dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan antara lain
konsumsi, epidemiologi, kombinasi metode konsumsi dan
epidemiologi dan disesuaikan dengan anggaran yang tersedia.
Pedoman perencanaan harus mempertimbangkan:
a) Anggaran yang tersedia;
b) Penetapan prioritas;
c) Sisa persediaan;
d) Data pemakaian periode yang lalu;
e) Waktu tunggu pemesanan; dan
f) Rencana pengembangan.
3) Pengadaan
Pengadaan merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk
merealisasikan perencanaan kebutuhan. Pengadaan yang efektif
harus menjamin ketersediaan, jumlah, dan waktu yang tepat
dengan harga yang terjangkau dan sesuai standar mutu. Pengadaan
merupakan kegiatan yang berkesinambungan dimulai dari
pemilihan, penentuan jumlah yang dibutuhkan, penyesuaian antara
kebutuhan dan dana, pemilihan metode pengadaan, pemilihan
pemasok, penentuan spesifikasi kontrak, pemantauan proses
pengadaan, dan pembayaran.
20

Pengadaan dapat dilakukan melalui:


a) Pembelian
Untuk Rumah Sakit pemerintah pembelian Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai harus sesuai
dengan ketentuan pengadaan barang dan jasa yang berlaku.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembelian adalah:
(1) Kriteria Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai, yang meliputi kriteria umum dan
kriteria mutu Obat.
(2) Persyaratan pemasok.
(3) Penentuan waktu pengadaan dan kedatangan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai.
(4) Pemantauan rencana pengadaan sesuai jenis, jumlah dan
waktu.
b) Produksi Sediaan Farmasi
Instalasi Farmasi dapat memproduksi sediaan tertentu apabila:
(1) Sediaan Farmasi tidak ada di pasaran;
(2) Sediaan Farmasi lebih murah jika diproduksi sendiri;
(3) Sediaan Farmasi dengan formula khusus;
(4) Sediaan Farmasi dengan kemasan yang lebih
kecil/repackaging;
(5) Sediaan Farmasi untuk penelitian; dan
(6) Sediaan Farmasi yang tidak stabil dalam
penyimpanan/harus dibuat baru (recenter paratus).
Sediaan yang dibuat di Rumah Sakit harus memenuhi
persyaratan mutu dan terbatas hanya untuk memenuhi
kebutuhan pelayanan di Rumah Sakit tersebut.
c) Sumbangan/Dropping/Hibah
Instalasi Farmasi harus melakukan pencatatan dan pelaporan
terhadap penerimaan dan penggunaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
21

sumbangan/dropping/ hibah. Seluruh kegiatan penerimaan


Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai dengan cara sumbangan/dropping/hibah harus disertai
dokumen administrasi yang lengkap dan jelas.
4) Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin
kesesuaian jenis, spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan
harga yang tertera dalam kontrak atau surat pesanan dengan
kondisi fisik yang diterima. Semua dokumen terkait penerimaan
barang harus tersimpan dengan baik.
5) Penyimpanan
Setelah barang diterima di Instalasi Farmasi perlu
dilakukan penyimpanan sebelum dilakukan pendistribusian.
Penyimpanan harus dapat menjamin kualitas dan keamanan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
sesuai dengan persyaratan kefarmasian. Persyaratan kefarmasian
yang dimaksud meliputi persyaratan stabilitas dan keamanan,
sanitasi, cahaya, kelembaban, ventilasi, dan penggolongan jenis
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai.
Komponen yang harus diperhatikan antara lain:
a) Obat dan bahan kimia yang digunakan untuk mempersiapkan
Obat diberi label yang secara jelas terbaca memuat nama,
tanggal pertama kemasan dibuka, tanggal kadaluwarsa dan
peringatan khusus.
b) Elektrolit konsentrasi tinggi tidak disimpan di unit perawatan
kecuali untuk kebutuhan klinis yang penting.
c) Elektrolit konsentrasi tinggi yang disimpan pada unit
perawatan pasien dilengkapi dengan pengaman, harus diberi
label yang jelas dan disimpan pada area yang dibatasi ketat
(restricted) untuk mencegah penatalaksanaan yang kurang hati-
hati.
22

d) Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis


Pakai yang dibawa oleh pasien harus disimpan secara khusus
dan dapat diidentifikasi.
e) Tempat penyimpanan obat tidak dipergunakan untuk
penyimpanan barang lainnya yang menyebabkan kontaminasi.
Instalasi Farmasi harus dapat memastikan bahwa Obat
disimpan secara benar dan diinspeksi secara periodik.
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai yang harus disimpan terpisah yaitu:
a) Bahan yang mudah terbakar, disimpan dalam ruang tahan api
dan diberi tanda khusus bahan berbahaya.
b) Gas medis disimpan dengan posisi berdiri, terikat, dan diberi
penandaaan untuk menghindari kesalahan pengambilan jenis
gas medis. Penyimpanan tabung gas medis kosong terpisah dari
tabung gas medis yang ada isinya. Penyimpanan tabung gas
medis di ruangan harus menggunakan tutup demi keselamatan.
Metode penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan kelas
terapi, bentuk sediaan, dan jenis Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai dan disusun secara alfabetis dengan
menerapkan prinsip First Expired First Out (FEFO) dan First In
First Out (FIFO) disertai sistem informasi manajemen.
Penyimpanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai yang penampilan dan penamaan yang mirip (LASA,
Look Alike Sound Alike) tidak ditempatkan berdekatan dan harus
diberi penandaan khusus untuk mencegah terjadinya kesalahan
pengambilan Obat.
Rumah Sakit harus dapat menyediakan lokasi penyimpanan
Obat emergensi untuk kondisi kegawatdaruratan. Tempat
penyimpanan harus mudah diakses dan terhindar dari
penyalahgunaan dan pencurian.
23

Pengelolaan Obat emergensi harus menjamin:


a) jumlah dan jenis Obat sesuai dengan daftar Obat emergensi
yang telah ditetapkan;
b) tidak boleh bercampur dengan persediaan Obat untuk
kebutuhan lain;
c) bila dipakai untuk keperluan emergensi harus segera diganti;
d) dicek secara berkala apakah ada yang kadaluwarsa; dan
e) dilarang untuk dipinjam untuk kebutuhan lain.
6) Pendistribusian
Distribusi merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam
rangka menyalurkan/menyerahkan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dari tempat
penyimpanan sampai kepada unit pelayanan/pasien dengan tetap
menjamin mutu, stabilitas, jenis, jumlah, dan ketepatan waktu.
Rumah Sakit harus menentukan sistem distribusi yang dapat
menjamin terlaksananya pengawasan dan pengendalian Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai di unit
pelayanan.
Sistem distribusi di unit pelayanan dapat dilakukan dengan
cara:
a) Sistem Persediaan Lengkap di Ruangan (floor stock)
(1) Pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai untuk persediaan di ruang rawat
disiapkan dan dikelola oleh Instalasi Farmasi.
(2) Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai yang disimpan di ruang rawat harus dalam jenis dan
jumlah yang sangat dibutuhkan.
(3) Dalam kondisi sementara dimana tidak ada petugas farmasi
yang mengelola (di atas jam kerja) maka
pendistribusiannya didelegasikan kepada penanggung
jawab ruangan.
24

(4) Setiap hari dilakukan serah terima kembali pengelolaan


obat floor stock kepada petugas farmasi dari penanggung
jawab ruangan.
(5) Apoteker harus menyediakan informasi, peringatan dan
kemungkinan interaksi Obat pada setiap jenis Obat yang
disediakan di floor stock.
b) Sistem Resep Perorangan
Pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai berdasarkan Resep
perorangan/pasien rawat jalan dan rawat inap melalui Instalasi
Farmasi.
c) Sistem Unit Dosis
Pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai berdasarkan Resep perorangan yang
disiapkan dalam unit dosis tunggal atau ganda, untuk
penggunaan satu kali dosis/pasien. Sistem unit dosis ini
digunakan untuk pasien rawat inap.
d) Sistem Kombinasi
Sistem pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai bagi pasien rawat
inap dengan menggunakan kombinasi a+b atau b+c atau a+c.

Sistem distribusi Unit Dose Dispensing (UDD) sangat


dianjurkan untuk pasien rawat inap mengingat dengan sistem ini
tingkat kesalahan pemberian Obat dapat diminimalkan sampai
kurang dari 5% dibandingkan dengan sistem floor stock atau Resep
individu yang mencapai 18%.
Sistem distribusi dirancang atas dasar kemudahan untuk
dijangkau oleh pasien dengan mempertimbangkan:
a) efisiensi dan efektifitas sumber daya yang ada; dan
b) metode sentralisasi atau desentralisasi.
25

7) Pemusnahan dan Penarikan


Pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang tidak dapat
digunakan harus dilaksanakan dengan cara yang sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Penarikan sediaan farmasi yang tidak memenuhi
standar/ketentuan peraturan perundang-undangan dilakukan oleh
pemilik izin edar berdasarkan perintah penarikan oleh BPOM
(mandatory recall) atau berdasarkan inisiasi sukarela oleh pemilik
izin edar (voluntary recall) dengan tetap memberikan laporan
kepada Kepala BPOM.
Penarikan Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai
dilakukan terhadap produk yang izin edarnya dicabut oleh Menteri.
Pemusnahan dilakukan untuk Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai bila:
a) produk tidak memenuhi persyaratan mutu;
b) telah kadaluwarsa;
c) tidak memenuhi syarat untuk dipergunakan dalam pelayanan
kesehatan atau kepentingan ilmu pengetahuan; dan/atau
d) dicabut izin edarnya.
Tahapan pemusnahan terdiri dari:
a) membuat daftar Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai yang akan dimusnahkan;
b) menyiapkan Berita Acara Pemusnahan;
c) mengoordinasikan jadwal, metode dan tempat pemusnahan
kepada pihak terkait;
d) menyiapkan tempat pemusnahan; dan
e) melakukan pemusnahan disesuaikan dengan jenis dan bentuk
sediaan serta peraturan yang berlaku.
26

8) Pengendalian
Pengendalian dilakukan terhadap jenis dan jumlah
persediaan dan penggunaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai.
Pengendalian penggunaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dapat dilakukan oleh
Instalasi Farmasi harus bersama dengan Komite/Tim Farmasi dan
Terapi di Rumah Sakit.
Tujuan pengendalian persediaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai adalah untuk:
a) penggunaan Obat sesuai dengan Formularium Rumah Sakit;
b) penggunaan Obat sesuai dengan diagnosis dan terapi; dan
c) memastikan persediaan efektif dan efisien atau tidak terjadi
kelebihan dan kekurangan/kekosongan, kerusakan,
kadaluwarsa, dan kehilangan serta pengembalian pesanan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai.
Cara untuk mengendalikan persediaan Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai adalah:
a) melakukan evaluasi persediaan yang jarang digunakan (slow
moving);
b) melakukan evaluasi persediaan yang tidak digunakan dalam
waktu tiga bulan berturut-turut (death stock);
c) Stok opname yang dilakukan secara periodik dan berkala.

9) Administrasi
Administrasi harus dilakukan secara tertib dan
berkesinambungan untuk memudahkan penelusuran kegiatan yang
sudah berlalu.
27

Kegiatan administrasi terdiri dari:


a) Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dan pelaporan terhadap kegiatan
pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai yang meliputi perencanaan kebutuhan,
pengadaan, penerimaan, pendistribusian, pengendalian
persediaan, pengembalian, pemusnahan dan penarikan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai.
Pelaporan dibuat secara periodik yang dilakukan Instalasi
Farmasi dalam periode waktu tertentu (bulanan, triwulanan,
semester atau pertahun).
Jenis-jenis pelaporan yang dibuat menyesuaikan dengan
peraturan yang berlaku.
Pencatatan dilakukan untuk:
(1) persyaratan Kementerian Kesehatan/BPOM;
(2) dasar akreditasi Rumah Sakit;
(3) dasar audit Rumah Sakit; dan
(4) dokumentasi farmasi.
b) Administrasi Keuangan
Apabila Instalasi Farmasi harus mengelola keuangan
maka perlu menyelenggarakan administrasi keuangan.
Administrasi keuangan merupakan pengaturan
anggaran, pengendalian dan analisa biaya, pengumpulan
informasi keuangan, penyiapan laporan, penggunaan laporan
yang berkaitan dengan semua kegiatan Pelayanan Kefarmasian
secara rutin atau tidak rutin dalam periode bulanan, triwulanan,
semesteran atau tahunan.
c) Administrasi Penghapusan
Administrasi penghapusan merupakan kegiatan
penyelesaian terhadap Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai yang tidak terpakai karena
28

kadaluwarsa, rusak, mutu tidak memenuhi standar dengan cara


membuat usulan penghapusan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai kepada pihak terkait
sesuai dengan prosedur yang berlaku.

b. Pelayanan Farmasi Klinik


Pelayanan farmasi klinik merupakan pelayanan langsung yang
diberikan Apoteker kepada pasien dalam rangka meningkatkan
outcome terapi dan meminimalkan risiko terjadinya efek samping
karena Obat, untuk tujuan keselamatan pasien (patient safety) sehingga
kualitas hidup pasien (quality of life) terjamin (3).
Pelayanan farmasi klinik yang dilakukan meliputi:
1) Pengkajian dan Pelayanan Resep
Pengkajian Resep dilakukan untuk menganalisa adanya
masalah terkait Obat, bila ditemukan masalah terkait Obat harus
dikonsultasikan kepada dokter penulis Resep. Apoteker harus
melakukan pengkajian Resep sesuai persyaratan administrasi,
persyaratan farmasetik, dan persyaratan klinis baik untuk pasien
rawat inap maupun rawat jalan.
Persyaratan administrasi meliputi:
a) nama, umur, jenis kelamin, berat badan dan tinggi badan
pasien;
b) nama, nomor ijin, alamat dan paraf dokter;
c) tanggal Resep; dan
d) ruangan/unit asal Resep.
Persyaratan farmasetik meliputi:
a) nama Obat, bentuk dan kekuatan sediaan;
b) dosis dan Jumlah Obat;
c) stabilitas; dan
d) aturan dan cara penggunaan.
Persyaratan klinis meliputi:
29

a) ketepatan indikasi, dosis dan waktu penggunaan Obat;


b) duplikasi pengobatan;
c) alergi dan Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD);
d) kontraindikasi; dan
e) interaksi Obat.
Pelayanan Resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan
ketersediaan, penyiapan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai termasuk peracikan Obat, pemeriksaan,
penyerahan disertai pemberian informasi. Pada setiap tahap alur
pelayanan Resep dilakukan upaya pencegahan terjadinya kesalahan
pemberian Obat (medication error). Petunjuk teknis mengenai
pengkajian dan pelayanan Resep akan diatur lebih lanjut oleh
Direktur Jenderal.
2) Penelusuran Riwayat Penggunaan Obat
Penelusuran riwayat penggunaan Obat merupakan proses
untuk mendapatkan informasi mengenai seluruh Obat/Sediaan
Farmasi lain yang pernah dan sedang digunakan, riwayat
pengobatan dapat diperoleh dari wawancara atau data rekam
medik/pencatatan penggunaan Obat pasien.
Tahapan penelusuran riwayat penggunaan Obat:
a) membandingkan riwayat penggunaan Obat dengan data rekam
medik/pencatatan penggunaan Obat untuk mengetahui
perbedaan informasi penggunaan Obat;
b) melakukan verifikasi riwayat penggunaan Obat yang diberikan
oleh tenaga kesehatan lain dan memberikan informasi
tambahan jika diperlukan;
c) mendokumentasikan adanya alergi dan Reaksi Obat yang Tidak
Dikehendaki (ROTD);
d) mengidentifikasi potensi terjadinya interaksi Obat;
e) melakukan penilaian terhadap kepatuhan pasien dalam
menggunakan Obat;
30

f) melakukan penilaian rasionalitas Obat yang diresepkan;


g) melakukan penilaian terhadap pemahaman pasien terhadap obat
yang digunakan;
h) melakukan penilaian adanya bukti penyalahgunaan Obat;
i) melakukan penilaian terhadap teknik penggunaan Obat;
j) memeriksa adanya kebutuhan pasien terhadap Obat dan alat
bantu kepatuhan minum Obat (concordance aids);
k) mendokumentasikan Obat yang digunakan pasien sendiri tanpa
sepengetahuan dokter; dan
l) mengidentifikasi terapi lain, misalnya suplemen dan
pengobatan alternatif yang mungkin digunakan oleh pasien.
Kegiatan:
a) penelusuran riwayat penggunaan Obat kepada
pasien/keluarganya; dan
b) melakukan penilaian terhadap pengaturan penggunaan Obat
pasien.
Informasi yang harus didapatkan:
a) nama Obat (termasuk Obat non Resep), dosis, bentuk sediaan,
frekuensi penggunaan, indikasi dan lama penggunaan Obat;
b) reaksi Obat yang tidak dikehendaki termasuk riwayat alergi;
dan
c) kepatuhan terhadap regimen penggunaan Obat (jumlah Obat
yang tersisa).
3) Rekonsiliasi Obat
Rekonsiliasi Obat merupakan proses membandingkan
instruksi pengobatan dengan Obat yang telah didapat pasien.
Rekonsiliasi dilakukan untuk mencegah terjadinya kesalahan Obat
(medication error) seperti Obat tidak diberikan, duplikasi,
kesalahan dosis atau interaksi Obat. Kesalahan Obat (medication
error) rentan terjadi pada pemindahan pasien dari satu Rumah
Sakit ke Rumah Sakit lain, antar ruang perawatan, serta pada
31

pasien yang keluar dari Rumah Sakit ke layanan kesehatan primer


dan sebaliknya.
Tujuan dilakukannya rekonsiliasi Obat adalah:
a) Memastikan informasi yang akurat tentang Obat yang
digunakan pasien;
b) Mengidentifikasi ketidaksesuaian akibat tidak
terdokumentasinya instruksi dokter; dan
c) Mengidentifikasi ketidaksesuaian akibat tidak terbacanya
instruksi dokter.
4) Pelayanan Informasi Obat (PIO)
Pelayanan Informasi Obat (PIO) merupakan kegiatan
penyediaan dan pemberian informasi, rekomendasi Obat yang
independen, akurat, tidak bias, terkini dan komprehensif yang
dilakukan oleh Apoteker kepada dokter, Apoteker, perawat, profesi
kesehatan lainnya serta pasien dan pihak lain di luar Rumah Sakit.
PIO bertujuan untuk:
a) Menyediakan informasi mengenai Obat kepada pasien dan
tenaga kesehatan di lingkungan Rumah Sakit dan pihak lain di
luar Rumah Sakit;
b) Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan yang
berhubungan dengan Obat/Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai, terutama bagi Komite/Tim
Farmasi dan Terapi;
c) menunjang penggunaan Obat yang rasional.
5) Konseling
Konseling Obat adalah suatu aktivitas pemberian nasihat
atau saran terkait terapi Obat dari Apoteker (konselor) kepada
pasien dan/atau keluarganya. Konseling untuk pasien rawat jalan
maupun rawat inap di semua fasilitas kesehatan dapat dilakukan
atas inisitatif Apoteker, rujukan dokter, keinginan pasien atau
32

keluarganya. Pemberian konseling yang efektif memerlukan


kepercayaan pasien dan/atau keluarga terhadap Apoteker.
Secara khusus konseling Obat ditujukan untuk:
a) meningkatkan hubungan kepercayaan antara Apoteker dan
pasien;
b) menunjukkan perhatian serta kepedulian terhadap pasien;
c) membantu pasien untuk mengatur dan terbiasa dengan Obat;
d) membantu pasien untuk mengatur dan menyesuaikan
penggunaan Obat dengan penyakitnya;
e) meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan;
f) mencegah atau meminimalkan masalah terkait Obat;
g) meningkatkan kemampuan pasien memecahkan masalahnya
dalam hal terapi;
h) mengerti permasalahan dalam pengambilan keputusan; dan
i) membimbing dan mendidik pasien dalam penggunaan Obat
sehingga dapat mencapai tujuan pengobatan dan meningkatkan
mutu pengobatan pasien.
6) Visite
Visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap
yang dilakukan Apoteker secara mandiri atau bersama tim tenaga
kesehatan untuk mengamati kondisi klinis pasien secara langsung,
dan mengkaji masalah terkait Obat, memantau terapi Obat dan
Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki, meningkatkan terapi Obat
yang rasional, dan menyajikan informasi Obat kepada dokter,
pasien serta profesional kesehatan lainnya.
7) Pemantauan Terapi Obat (PTO)
Pemantauan Terapi Obat (PTO) merupakan suatu proses
yang mencakup kegiatan untuk memastikan terapi Obat yang
aman, efektif dan rasional bagi pasien.
33

Tujuan PTO adalah meningkatkan efektivitas terapi dan


meminimalkan risiko Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki
(ROTD).
8) Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
Monitoring Efek Samping Obat (MESO) merupakan
kegiatan pemantauan setiap respon terhadap Obat yang tidak
dikehendaki, yang terjadi pada dosis lazim yang digunakan pada
manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosa dan terapi. Efek
Samping Obat adalah reaksi Obat yang tidak dikehendaki yang
terkait dengan kerja farmakologi.
MESO bertujuan:
a) menemukan Efek Samping Obat (ESO) sedini mungkin
terutama yang berat, tidak dikenal, frekuensinya jarang;
b) menentukan frekuensi dan insidensi ESO yang sudah dikenal
dan yang baru saja ditemukan;
c) mengenal semua faktor yang mungkin dapat
menimbulkan/mempengaruhi angka kejadian dan hebatnya
ESO;
d) meminimalkan risiko kejadian reaksi Obat yang idak
dikehendaki; dan
e) mencegah terulangnya kejadian reaksi Obat yang tidak
dikehendaki.
9) Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)
Evaluasi Penggunaan Obat (EPO) merupakan program
evaluasi penggunaan Obat yang terstruktur dan berkesinambungan
secara kualitatif dan kuantitatif.
Tujuan EPO yaitu:
a) mendapatkan gambaran keadaan saat ini atas pola penggunaan
Obat;
b) membandingkan pola penggunaan Obat pada periode waktu
tertentu;
34

c) memberikan masukan untuk perbaikan penggunaan Obat; dan


d) menilai pengaruh intervensi atas pola penggunaan Obat.
10) Dispensing Sediaan Steril
Dispensing sediaan steril harus dilakukan di Instalasi
Farmasi dengan teknik aseptik untuk menjamin sterilitas dan
stabilitas produk dan melindungi petugas dari paparan zat
berbahaya serta menghindari terjadinya kesalahan pemberian Obat.
Dispensing sediaan steril bertujuan:
a) menjamin agar pasien menerima Obat sesuai dengan dosis yang
dibutuhkan;
b) menjamin sterilitas dan stabilitas produk;
c) melindungi petugas dari paparan zat berbahaya; dan
d) menghindari terjadinya kesalahan pemberian Obat.
11) Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD)
Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD) merupakan
interpretasi hasil pemeriksaan kadar Obat tertentu atas permintaan
dari dokter yang merawat karena indeks terapi yang sempit atau
atas usulan dari Apoteker kepada dokter.
PKOD bertujuan:
a) mengetahui Kadar Obat dalam Darah; dan
b) memberikan rekomendasi kepada dokter yang merawat.

C. CENTRAL STERILE SUPPLY DEPARTMENT (CSSD)


1. Definisi
CSSD (Central Sterile Supply Department) atau Pusat Sterilisasi
merupakan salah satu dari mata rantai yang penting agar dapat
mengendalikan infeksi dan mempunyai peran dalam upaya menekan
kejadian infeksi terutama infeksi nosokomial, hal ini dikarenakan CSSD
adalah bagian di institusi pelayanan kesehatan (rumah sakit) yang mengurus
suplai dan peralatan bersih atau steril. Pembentukan CSSD (Central Sterile
35

Supply Department) berdasarkan pada Kebijakan Departemen Kesehatan


Republik Indonesia yang menyatakan bahwa CSSD sebagai salah satu
upaya dalam pengendalian infeksi di rumah sakit dan merupakan salah satu
mata rantai yang penting untuk Perencanaan dan Pengendalian Infeksi (PPI)
.
(9)

Salah satu indikator baik atau tidaknya suatu rumah sakit dapat
dilihat dari tingkat penyebaran infeksi yang terjadi, semakin sedikit tingkat
penyebaran infeksi yang terjadi maka semakin baik kualitas rumah sakit
tersebut. Salah satu pencegahan infeksi dapat dilakukan dengan cara
melakukan sterilisasi dan desinfeksi. Sterilisasi adalah suatu proses
pengelolahan alat atau bahan yang bertujuan untuk menghancurkan semua
bentuk kehidupan mikroba termasuk endospora yang dapat dilakukan
dengan proses kimia atau fisika.  Desinfeksi adalah proses pembasmian
terhadap semua jenis mikroorganisme patogen yang biasanya dilakukan
pada obyek yang tidak bernyawa (misal ruangan pasien). Tindakan
sterilisasi dan desinfeksi ditujukan untuk memutus mata rantai penyebaran
infeksi dengan cara mengendalikan kuman-kuman yang berada di
lingkungan rumah sakit, dilakukan baik terhadap peralatan-peralatan yang
dipakai, baju, sarung tangan, maupun ruangan-ruangan khususnya di
lingkungan rumah sakit (9).

2. Metode Sterilisasi
Sterilisasi dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu:
a. Sterilisai panas kering
b. Sterilisasi Etilen Oksida (EtO)
c. Sterilisasi uap
d. Mesin sterilisasi uap
e. Sterilisasi menggunakan plasma
f. Sterilisasi suhu rendah uap formaldehid
CSSD memberikan pelayanan pemrosesan barang dan instrumen
kotor menjadi barang bersih maupun steril. Unit dekontaminasi melakukan
36

pembersihan barang dan instrumen kotor agar aman bagi pekerja dan siap
dilakukan pengemasan. Unit pengemasan melakukan pengecekan barang
dan instrumen mengenai kelayakan barang tersebut serta melakukan
pengemasan agar sterilitas dapat terjaga. Unit sterilisasi melakukan
sterilisasi barang dan instumen yang telah dikemas menggunakan metode
yang tepat agar mencapai sterilisasi yang optimal. Unit penyimpanan
melakukan penyimpanan barang steril dan melakukan penjaminan kualitas
barang dan instrumen steril. Unit distribusi mengirimkan suplai kepada
kustomer yang membutuhkan barang tersebut (9).

3. Tujuan CSSD
a. Membantu unit lain di rumah sakit yang membutuhan kondisi steril,
untuk mencegahnya terjadi infeksi
b. Menurunkan angka kejadian infeksi dan membantu mencegah serta
menanggulangi infeksi nosokomial
c. Efisiensi tenaga medis/paramedis untuk kegiatan yang berorientasi pada
pelayanan terhadap pasien
d. Menyediakan dan menjamin kualitas hasil sterilisasi terhadap produk
yang dihasilkan

4. Ruangan CSSD
Pada prinsipnya desain ruang pusat sterilisasi terdiri dari ruang bersih
dan ruang kotor yang dibuat sedemikian rupa untuk menghindari terjadinya
kontaminasi silang dari ruang kotor ke ruang bersih. Selain itu pembagian
ruangan disesuaikan dengan alur kerja. Ruang pusat sterilisasi dibagi atas 5
ruang yaitu:
a. Ruang dekontaminasi
Pada ruang ini terjadi proses penerimaan barang kotor,
dekontaminasi dan pembersihan. Ruang dekontaminasi harus
direncanakan, dipelihara, dan dikontrol untuk mendukung efisiensi
37

proses dekontaminasi dan untuk melindungi pekerja dari benda-benda


yang dapat menyebabkan infeksi, racun, dan hal-hal berbahaya lainnya.
b. Ruang pengemasan alat
Di ruang ini dilakukan proses pengemasan alat untuk alat bongkar
pasang maupun pengemasan dan penyimpanan barang bersih. Pada
ruang ini dianjurkan ada tempat penyimpanan barang tertutup.
c. Ruang produksi dan procesing
Di ruang ini dilakukan pemeriksaan linen, dilipat dan dikemas
untuk persiapan sterilisasi. Pada daerah ini sebaiknya ada tempat untuk
penyimpanan barang tertutup. Selain linen, pada ruang ini juga
dilakukan pula persiapan untuk bahan seperti kain kasa, kapas, cotton
swabs, dan lain-lain
d. Ruang sterilisasi
Di ruang ini dilakukan proses sterilisasi alat/bahan. Untuk
sterilisasi Etilen Oksida, sebaiknya dibuatkan ruang khusus yang
terpisah tetapi masih dalam satu unit pusat sterilisasi dan dilengkapi
dengan exhaust.
e. Ruang penyimpanan barang steril
Ruangan ini sebaiknya berada dekat dengan ruang sterilisasi.
Apabila digunakan mesin sterilisasi dua pintu, maka pintu belakang
langsung berhubungan dengan ruang penyimpanan.
Di ruang ini penerangan harus memadai, suhu antara 18º C – 22º C
dan kelembaban 35 – 75%, ventilasi menggunakan sistem tekanan
positif dengan efisiensi filtrasi partikular antara 90 – 95% (untuk
partikular berukuran 0,5 mikron). Dinding dan lantai ruangan terbuat
dari bahan yang halus, kuat sehingga mudah dibersihkan, alat steril
disimpan pada jarak 19 – 24 cm dari lantai dan minimum 43 cm dari
langit-langit serta 5 cm dari dinding serta diupayakan untuk menghindari
terjadinya penumpukan debu pada kemasan, serta alat steril tidak
disimpan dekat westafel atau saluran pipa lainnya.
38

Akses ke ruang penyimpanan steril dilakukan oleh petugas pusat


sterilisasi yang terlatih, bebas dari penyakit menular dan menggunakan
pakaian yang sesuai dengan persyaratan. Lokasi ruang penyimpanan
steril harus jauh dari lalu lintas utama dan jendela serta pintu sesedikit
mungkin dan terisolasi (sealed) (9).

D. SITOSTATIKA
1. Definisi
Senyawa sitoksik adalah suatu senyawa atau zat yang dapat merusak
dan sel normal dan juga sel kanker, serta digunakan untuk menghambat
pertumbuhan dari sel tumor maliginan. Istilah dari toksisitas juga dapat
digunakan untuk zat-zat yang bersifat genotoksik, mutagenik, onkogenik,
teratogenik, dan zat-zat yang bersifat berbahaya.
Obat sitotoksik mencakup obat yang menghambat atau mencegah
fungsi sel. Obat sitotoksik termasuk obat-obatan yang terutama digunakan
untuk mengobati kanker, sering sebagai bagian dari rezim kemoterapi.
Bentuk yang paling umum dari obat sitotoksik dikenal sebagai
antineoplastik. Obat sitotoksik memiliki efek mencegah pertumbuhan yang
cepat dan pembagian (mitosis) sel kanker . Namun, obat sitotoksik juga
mempengaruhi pertumbuhan sel-sel lain membagi cepat dalam tubuh seperti
folikel rambut dan lapisan dari sistem pencernaan. Sebagai hasil dari
pengobatan, banyak sel-sel normal yang rusak bersama dengan sel-sel
kanker (10).

2. Handling Cytotoxic
Handling cytotoxic drugs adalah penanganan penggunaan obat
sitostatika. Hal ini perlu dilakukan karena obat ini dikenal sangat beracun
untuk sel, terutama melalui tindakan mereka pada reproduksi sel. Banyak
yang terbukti menjadi karsinogen, mutagen atau teratogen.
39

Adapun tujuan dari Handling Cytotoxic yaitu:


a. Mencegah kontak langsung atau keterpaparan petugas kesehatan
terhadap sitostatika pada waktu pencampuran, pengoplosan, dan
pemberian kepada pasien.
b. Menjamin sterilitas produk akhir sitostatika setelah dicampur/dioplos
c. Menjamin keamanan buangan sisa sitostatika dan material yang dipakai
yang telah terkontaminasi dengan sitostatika (10).
BAB III
TINJAUAN KHUSUS
RUMAH SAKIT TNI AL Dr. MINTOHARDJO

A. GAMBARAN UMUM RSAL DR. MINTOHARDJO


1. Sejarah Perkembangan RSAL Dr. Mintohardjo
Rumah Sakit TNI AL Dr. Mintohardjo Jakarta berlokasi di Jalan
Bendungan Hilir No.17 Pejompongan Jakarta Pusat yang dibangun di atas
lahan seluas 42.586 m2. Rumah sakit ini bermula dari sebuah kegiatan
pelayanan kesehatan berupa tempat perawatan pasien dan klinik bersalin
yang di kelola oleh Dinas Kesehatan Komando Daerah Maritim Djakarta
(KDMD). Berkembangnya TNI-AL dan tuntutan kebutuhan pelayanan dan
perawatan kesehatan sehingga pada tahun 1957 dibangun suatu rumah sakit
dengan nama Rumah Sakit Angkatan Laut Djakarta (RSALD) yang
diresmikan pada tanggal 1 Agustus 1957. Pada tanggal 15 Mei 1974
RSALD berganti nama menjadi RSAL Dr. Mintohardjo, yang menyediakan
pelayanan unit gawat darurat (UGD), poliklinik umum, poliklinik spesialis
dan poliklinik sub spesialis serta merupakan satu-satunya rumah sakit di
Jakarta yang memiliki ruang udara bertekanan tinggi (RUBT) yang
digunakan untuk menanggulangi masalah akibat penyelaman, juga untuk
menunjang kegiatan matra laut seperti uji badan bagi prajurit dan penyelam
dari luar instansi TNI Angkatan Laut serta untuk kebugaran.
Rumah Sakit TNI AL Dr. Mintohardjo merupakan rumah sakit unit
pelaksana teknis yang berada dibawah DISKESAL (Dinas Kesehatan
Angkatan Laut) karena itu bertanggung jawab kepada Dinas Kesehatan
Angkatan Laut (DISKESAL) dan Negara. Tugas utamnya adalah
melakukan pelayanan kesehatan baik anggota TNI beserta keluarga
maupun masyarakat umum serta dimanfaatkan guna kepentingan
pendidikan calon dokter, calon apoteker, calon perawat, dan lain-lain.
RSAL Dr. Mintohardjo juga sebagai rujukan bagi RSAL di wilayah barat

40
41

dan merupakan rumah sakit rujukan tertinggi matra laut wilayah barat. Di
samping itu, RSAL berperan aktif dalam memberikan rekomendasi tentang
tingkat kelayakan kesehatan personel untuk kepentingan pembinaan
personel, melaksanakan penelitian, dan pengembangan bidang kesehatan
dan rumah sakit.
Pada tahun 1998 rumah sakit ini juga telah terakreditasi dengan status
akreditasi penuh dan sekarang telah merupakan rumah sakit tipe B atau
kelas II. Di tahun 2017 RSAL Dr. Mintohardjo sedang dalam proses untuk
reakreditasi mewujudkan predikat sebagai rumah sakit pendidikan bagi
mahasiswa institusi pendidikan kesehatan, antara lain: Program Studi
Kedokteran, Keperawatan, Kebidanan, Farmasi/Apoteker, Psikologi,
Kesehatan Masyarakat, dan lain-lain, serta memberi peluang terhadap riset,
penelitian program sarjana dan master bidang kesehatan dan non kesehatan
yang berkaitan dengan rumah sakit dan akreditasi rumah sakit tipe A atau
kelas I. Pada Desember 2011, di RSAL Dr. Mintohardjo telah tersedia
fasilitas Laboratorium Kateterisasi Jantung/Cath Lab (Catheterization
Laboratorium) guna menunjang kesehatan anggota TNI-AL dan
masyarakat umum (11).

2. Visi, Misi, Tujuan, Falsafah, dan Motto RSAL Dr. Mintohardjo


a. Visi
Menjadi Rumah Sakit TNI Angkatan Laut Wilayah Barat yang
unggul dalam dukungan kesehatan, pelayanan kesehatan, pendidikan dan
penelitian terutama kesehatan Matra Laut.
b. Misi
1) Menyelenggarakan dukungan kesehatan dan pelayanan kesehatan
terpadu yang bermutu dengan mengutamaan keselamatan pasien.
2) Menyelenggarakan pelayanan rujukan sebagai pusat rujukan tertinggi
bagi unsur kesehatan TNI Angkatan Laut Wilayah Barat dan fasilitas
kesehatan lainnya.

41
42

3) Melaksanakan pendidikan dan penilitian terutama kesehatan Matra


Laut
4) Melaksanakan kegiatan pengabdian kepada masyarakat
5) Mengembangkan manajemen Sumber Daya Manusia (SDM) dan
penataan kelembagaan rumah sakit yang berorientasi pada mutu
c. Tujuan
1) Terselenggaranya tata kelola dukungan kesehatan dan pelayanan
kesehatan yang terintegrasi, serta berorientasi pada pendidikan
terutama kesehatan Matra Laut yang berbasis Riset.
2) Terwujudnya alumni yang professional, kompeten, memiliki
integritas tinggi, serta bersikap terbuka terhadap perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
3) Terwujudnya penelitian inovatif yang mengacu kepada
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terutama di bidang
kesehatan Matra Laut.
4) Terwujudnya produk pengabdian masyarakat yang berorientasi pada
pemberdayaan masyarakat.
5) Terwujudnya sumber daya manusia (SDM) RUMKITAL Dr.
Mintohadjo yang professional, akuntabel yang berorientasi pada
kepuasan anggota dan keluarga TNI, TNI Angkatan Laut serta seluruh
lapisan masyarakat.
d. Falsafah
Melayani dengan amanah, niat mulia, hati ikhlas dan senyum.
e. Motto
Lebih peduli dan terpercaya

3. Bangunan RSAL Dr. Mintohardjo


Rumah Sakit TNI AL Dr. Mintohardjo berdiri di tanah seluas 42.586 m 2
dengan luas bangunan sebesar 36.846 m2.

42
43

4. Struktur Organisasi
Rumah Sakit TNI AL Dr. Mintohardjo dipimpin oleh seorang Kepala
Rumah Sakit (Karumkital) yang berpangkat kolonel dan dibantu oleh dua
wakil kepala (Waka) yaitu Wakil Kepala Bidang Medis (Wakamed) dan
Wakil Kepala Bidang Pembinaan (Wakabin) yang berpangkat Kolonel.
Karumkital juga dibantu oleh Kelompok Ahli, Sekretariat, Dansatma dan
Pemegang Pekas. RSAL Dr. Mintohardjo memiliki 11 departemen unsur
pelaksana antara lain:
a. Departemen Kesehatan Kelautan (Dep. Kesla)
b. Departemen Bedah (Dep. Bedah)
c. Departemen Penyakit Dalam (Dep. Kitlam)
d. Departemen Saraf, Jiwa, dan Rehabilitatif (Dep. Saware)
e. Departemen Penyakit Kulit, THT, Mata (Dep. Kutema)
f. Departemen Penyakit Gigi dan Mulut (Dep. Gilut)
g. Departemen Kesehatan Ibu dan Anak (Dep. KIA)
h. Departemen Perawatan (Dep. Wat)
i. Departemen Penunjang Klinik (Dep. Jangklin)
j. Departemen Farmasi (Dep. Far)
k. Departemen Bangdiklat (Dep. Bangdiklat)

5. Akreditasi Rumah Sakit TNI AL Dr. Mintohardjo


Pada tahun 2015 RS TNI AL Dr. Mintohardjo telah mendapatkan
sertifikat akreditasi tingkat paripurna oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit
(KARS) yang berlaku selama 3 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa
Rumkital Dr. Mintohardjo telah memenuhi nilai minimal 80% dari setiap
bab dari standar akreditasi rumah sakit, yaitu:
a. Sasaran Keselamatan Pasien Rumah Sakit
b. Hak Pasien dan Keluarga (HPK)
c. Pendidikan Pasien dan Keluarga (PPK)
d. Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien (PMKP)
e. Millenium Development Goals (MDGs)

43
44

f. Akses Pelayanan dan Kontinuitas pelayanan (APK)


g. Asesmen Pasien (AP)
h. Pelayanan Pasien (PP)
i. Pelayanan Anestesi dan Bedah (PAB)
j. Manajemen Penggunaan Obat (MPO)
k. Manajemen Komunikasi dan Informasi (MKI)
l. Kualifikasi dan Pendidikan Staf (KPS)
m. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI)
n. Tata Kelola, Kepemimpinan dan Pengarahan (TKP)
o. Manajemen Fasilitas dan Keselamatan (MFK)

Akreditasi yang didapatkan Rumah Sakit TNI-AL Dr. Mintohardjo


merupakan suatu bentuk pengakuan dari pemerintah bahwa rumah sakit ini
telah memenuhi standar maksimal untuk meningkatkan pelayanan rumah
sakit kepada masyarakat secara berkesinambungan. Rumah sakit yang telah
terakreditasi harus menjalani verifikasi akreditasi oleh Komite Akreditasi
Rumah Sakit (KARS) untuk memastikan perubahan budaya keselamatan
pasien tetap secara konsisten dijalankan oleh seluruh komponen Rumah
Sakit. Selain itu akreditasi ini dilakukan untuk memenuhi ketentuan Undang
Undang Rumah Sakit Nomor 44 Tahun 2009, Pasal 40 dalam rangka
meningkatkan mutu pelayanan di Rumah Sakit.

6. Sumber Daya Manusia di RSAL Dr. Mintohardjo


Personil di RSAL Dr. Mintohardjo berasal dari anggota militer, PNS
maupun tenaga honorer. Berikut rincian sumber daya manusia di RSAL Dr.
Mintohardjo.
a. Tenaga Medis
1) Dokter Spesialis
2) Dokter umum
3) Dokter gigi
b. Tenaga Farmasi
1) Apoteker

44
45

2) Asisten Apoteker
3) Tenaga Teknik Farmasi
c. Tenaga Keperawatan
1) Perawat
2) Bidan
d. Tenaga Kesehatan Masyarakat
1) Administrasi
2) Sanitarian
e. Tenaga Gizi
1) Nutrisionis
2) Dietisien
f. Tenaga Keterampilan Medis
1) Fisioterapi
g. Tenaga Kesehatan Medis
1) Radioterapis
2) Perekam medis
3) Analisis kesehatan
h. Lain-lain
1) Psikolog
2) Akupuntur

Sumber daya manusia di rumah sakit ini sudah sesuai dengan Undang-
Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit yaitu harus memiliki
tenaga tetap yang meliputi tenaga medis dan penunjang medis, tenaga
keperawatan, tenaga kefarmasian, tenaga manajemen rumah sakit, dan
tenaga non kesehatan.

7. Sarana dan Prasarana


Sarana dan prasarana yang dimiliki RSAL Dr. Mintohadrjo antara lain:
a. Ruang UGD
b. Ruang Rawat Jalan yang terdiri dari beberapa poliklinik, Ruang Rawat
Inap.

45
46

c. Ruang Bedah
d. Ruang ICU
e. Ruang ICCU
f. Ruang Radiologi
g. Laboratorium Klinik
h. Ruang Gizi
i. Ruang Rehabilitasi Medik
j. Ruang penunjang: Ruang Pemeliharaan Sarana dan Prasarana, Ruang
Penanganan Obat Sitostatika, Ruang Departemen Farmasi, Bangunan
Pengelolaan Limbah, Ruang Laundry, Ruang Sterilisasi (CSSD), Ruang
Jenazah, Ruang Administrasi, Gudang Sanitasi, Ambulance, Ruang
Komite Medis, Ruang PKMRS yang tergabung dalam bagian PIO,
Perpustakaan, Ruang Jaga Co-Ass, Ruang Pertemuan, Bangunan Diklat,
Ruang Diskusi, Sistem Informasi Rumah Sakit, Listrik, Air, Gas Medis,
Tempat Pengelolahan Limbah Rumah Sakit, Penanganan Kebakaran,
Perangkat Komunikasi (24 jam), ruang pusat sterilisasi yang baru
didirikan pada tahun 2015 dan tempat tidur pasien.

8. Pelayanan RSAL Dr. Mintohardjo


a. Unit Gawat Darurat
Pelayanan gawat darurat merupakan pelayanan 24 jam yang
tersedia di RSAL Dr. Mintohardjo, berlokasi di gedung Unit Gawat
Darurat, di sisi utara rumah sakit, berhadapan dengan Gedung
Hyperbaric Center. Dalam menjalankan kegiatan medis dan non medis
unit gawat darurat dilayani oleh tenaga profesional, terdiri dari dokter
umum, para medis dengan berbagai kualifikasi kegawat daruratan serta
dokter spesialis dan sub spesialis yang terkait dengan pelayanan Unit
Gawat Darurat. Fasilitas pelayanan UGD meliputi: Emergensi 24 jam,
Disaster dan bencana, Observasi, Bedah Minor, Kasus non Emergensi di
luar poliklinik, dan lain-lain.

46
47

b. Unit Rawat Inap


Pelayanan rawat inap di RSAL Dr. Mintohardjo memiliki kelas
bervariasi dan ditata secara baik sesuai kebutuhan. Fasilitas rawat inap
terdiri dari beberapa ruangan yang terdiri dari:
1) Ruang Bedah
a) Pulau Salawati : terdapat 30 tempat tidur
b) Pulau Sibatik : terdapat 19 tempat tidur
c) Pulau Laut : terdapat 9 tempat tidur
d) Pulau Marore : terdapat 24 tempat tidur
2) Ruang Penyakit Dalam
a) Pulau Sangeang : terdapat 35 tempat tidur
b) Pulau Tarempa : terdapat 17 tempat tidur
c) Pulai Selayar : terdapat 15 tempat tidur
3) Ruang Saraf, Kejiwaan, dan Rehabilitasi (saware)
a) Pulau Numfor : terdapat 18 tempat tidur
b) Pulau Bengkalis : terdapat 20 tempat tidur
4) Ruang kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
a) Pulau Bunyu : terdapat 22 tempat tidur
b) Pulau Subi : terdapat 18 tempat tidur
5) VIP (Very Important Person)
a) Pav. Anggrek : terdapat 9 tempat tidur
6) VVIP (Very Very Important Person)
a) Pav. Melati : terdapat 6 tempat tidur
7) ICU : terdapat 7 tempat tidur
8) ICCU : terdapat 5 tempat tidur

Total tempat tidur secara keseluruhan yang terdapat di RSAL Dr.


Mintohardjo berjumlah 254 tempat tidur.

47
48

c. Pelayanan Perawatan Intensif


Pelayanan perawatan intensif RSAL Laut Dr. Mintohardjo yakni
ICCU dan ICU diperuntukkan bagi pasien yang dalam keadaan sakit
berat, dikoordinir oleh dokter anastesi khusus intensive care. Pelayanan
perawatan intensif ini merupakan intensif care unit tersier, karena mampu
memberikan pelayanan tertinggi dan tunjangan hidup dalam jangka
panjang, meliputi pemantauan secara terus menerus, memberikan terapi
titrasi, menegakkan diagnosa pada keadaan kritis, memberikan bantuan
alat penunjang hidup, memberikan tunjangan renal plus, pemantauan
kardiovaskuler serta memiliki dukungan laboratorium dan radiologi 24
jam.
d. Unit Rawat Jalan
Pelayanan rawat jalan di RSAL Dr. Mintohardjo berlokasi di
Gedung A dan Gedung B Rawat Jalan, dilakukan waktu pagi hari dengan
tugas pokok menetapkan diagnosis, melaksanakan pengobatan,
perawatan dan pemulihan penyakit pada penderita rawat jalan atau
melakukan rujukan ke unit lain atau pun ke pelayanan kesehatan di luar
RSAL Dr. Mintohardjo.
Pelayanan rawat jalan RSAL Dr. Mintohardjo di bawah naungan
unit rawat jalan, dilaksanakan di poli-poli dengan pola pelayanan yang
ditata dengan baik oleh tenaga spesialis dan sub spesialis meliputi:
Penyakit Dalam, Alergi, Jantung, Paru, Ginjal dan Hipertensi, Kebidanan
dan Kandungan, Kesehatan anak, Keluarga Berencana, BKIA dan
Laktasi, Bedah Umum, Bedah Orthopedi, Bedah Urologi, Bedah Saraf,
Bedah Plastik, Mata, THT, Saraf, Kulit dan Kelamin, Psikologi, Psikiatri,
Rehabilitasi Medik, Dokter Gigi Um,um Periodonsi, Bedah Mulut, Gizi,
Akupuntur, Umum.
e. Hyperbaric Center
Pada tahun 1970 Indonesia baru memulai kesehatan udara
bertekanan tinggi atau hiperbarik, dan di RSAL Dr. Mintohardjo dimulai
pada tahun 1981. Untuk meningkatkan dan mengembangkan kesehatan

48
49

udara bertekanan tinggi (hyperbaric) maka dibangun hyperbaric center


wilayah barat tahun 1998, di rumah sakit ini. Hyperbaric center memiliki
dua tempat Kamar Udara Bertekanan Tinggi (KUBT) yaitu: satu ruangan
untuk pengobatan dan satu ruangan untuk kebugaran. Terapi KUBT atau
HBO selain untuk penyakit akibat penyelaman juga sangat berguna untuk
meningkatkan dan memelihara kebugaran atau vitalitas dan diyakini bisa
menjadikan awet muda.
Terapi oksigen hyperbaric center adalah suatu cara pengobatan
dimana pasien masuk pada suatu ruangan yang dinamakan KUBT
(Kamar Udara Bertekanan Tinggi) kemudian diberi tekanan lebih besar
dari tekanan udara normal yaitu lebih dari 1 atm (atmosfir) dan bernafas
dengan oksigen murni (100%). Terapi ini dapat merupakan terapi utama
atau terapi penunjang untuk berbagai pengobatan penyakit dan dapat
dikombinasikan dengan terapi medis konvensional. Sistem kerja terapi
oksigen hyperbaric pada tubuh kita, pasien dimasukkan dalam ruangan
dengan tekanan 1 atm, setelah mencapai kedalaman tertentu diberikan
oksigen murni. Kadar oksigen tersebut akan meningkat 2-3 kali. Oksigen
akan larut dalam cairan tubuh dan sebagian lagi diikat oleh sel darah
merah. Oksigen ini berguna untuk mengurangi volume gelembung gas
pada penyakit dekompresi, meningkatkan penyaluran oksigen pada
jaringan yang kekurangan oksigen, mendorong/merangsang
pembentukan pembuluh darah baru, menekan pertumbuhan kuman,
mendorong pembentukan jaringan dan meningkatkan daya bunuh kuman
oleh sel darah putih serta mengeliminasi dan menurunkan zat beracun.
Terapi oksigen hyperbaric berguna untuk pengobatan penyakit antara
lain:
1) Terapi Primer
Penyakit dekompresi, emboli gas, keracunan gas (CO, HCN,
H2S, CCl4), gas ganggren, dan osteoradionerosis.

49
50

2) Terapi Sekunder
Kerusakan jaringan akibat radiasi, ischemia dan crush injuries
akut, luka bakar, anemia akut, luka bakar yang sukar sembuh,
cangkokan kulit, osteomielitis, ulkus/ganggren DM, tuli mendadak
dan tinnitus, patah tulang, rehabilitasi pasca stroke, meningkatkan
motilitas sperma pada infertilitas, alergi, kebugaran dan estetika.
f. Angiografi (Cath lab)
Katerisasi jantung/cath lab (Catheterization Laboratorium) guna
menunjang kesehatan anggota TNI AL dan masyarakat umum.
Kateterisasi jantung (termasuk angiografi) adalah suatu tindakan yang
dilakukan di laboratorium kateterisasi jantung guna menentukan
diagnostis penyakit jantung dan pembuluh darah, selanjutnya dilakukan
intervensi non bedah sesuai indikasi melalui pembuluh darah dengan
menggunakan kateter. Tenaga pelaksana yang mengawal di ruang
angiografi adalah para Dokter Spesialis Jantung dan Dokter Spesialis
Radiologi yang sudah mengikuti pendidikan khusus, para medis yang
memiliki sertifikat khusus, tenaga administrasi dan pekarya. Saat ini
Ruang Angiografi RSAL Dr. Mintohardjo dikepalai oleh Kolonel Laut
(K) dr. Tjatur Bagus Gunarto, Sp.JP.
g. Medical Check-Up
Pemeriksaan kesehatan secara berkala membantu mendeteksi
penyakit secara dini. Pelaksanaan uji badan dilakukan oleh para dokter
spesialis bedah, penyakit dalam, jantung, mata, THT, ditunjang dengan
pemeriksaan laboratorium, USG, Rontgen, Pap smear, Mammografi,
Treadmill dan lain-lain. Dari hasil laboratorium kesehatan akan diketahui
fungsi hati, ginjal, dsb. Bagian medical check up berada di gedung unit
rawat jalan A lantai III.
h. Hemodialisa
Hemodialisa merupakan fasilitas pelayanan yang khusus
menangani pasien gagal ginjal yang harus menjalani cuci darah secara
rutin. RSAL Dr. Mintohardjo mempunyai alat Hemodialisa sebanyak 27

50
51

unit. Pengelolaan unit hemodialisa di RSAL Dr. Mintohardjo


menggunakan Kerjasama Operasional (KSO) dengan pihak kedua,
disamping itu juga melayani pasien umum yang membutuhkan pelayanan
cuci darah.
i. Aesthetic Centre
Aesthetic Centre RSAL Dr. Mintohardjo memberikan pelayanan
“One Stop Service” untuk berbagai penyakit kulit pada umumnya dan
menjaga kesehatan kulit dengan pengobatan dari luar serta melakukan
proses peremajaan kulit. Dalam pelayanannya aesthetic center
terintegrasi dengan berbagai dokter spesialis kulit dan kelamin, bedah
plastik, hyperbaric, kebidanan dan kandungan, penyakit dalam, bedah
mulut, dan ortodentis serta saraf.
j. Pelayanan Medis Spesialistik dan Sub Spesialistik
Pelayanan ini dilakukan oleh medis spesialistik dan sub spealistik
RSAL Dr. Mintohardjo di samping ditangani oleh dokter-dokter spesialis
yang berpengalaman didukung pula oleh peralatan yang canggih dan
modern. Kasus- kasus yang ditangani antara lain: Bedah Umum, Bedah
Ortopedi, Bedah Urologi, Bedah Saraf, Bedah Plastik, Penyakit Dalam,
Spesialis Gigi dan Mulut, Kebidanan dan Kandungan, Kesehatan Anak,
Kulit dan Kelamin, Alergi, Saraf, Jiwa, Mata, Paru, Jantung, THT, dan
Akupuntur.
k. Audiometri
Audiometri adalah pemeriksaan yang bertujuan untuk mengetahui
tingkat/ambang batas pendengaran seseorang dan jenis gangguannya bila
ada. Pemeriksaan dilakukan dengan memakai alat audiogram nada murni
di dalam ruang kedap suara. Prinsip pemeriksaannya adalah bermacam-
macam frekuensi dan intensitas suara (dB) ditransfer melalui headset atau
bone conducter ke telinga atau mastoid dan batasan intensitas suara (dB)
pasien yang tidak dapat didengar lagi dicatat, melalui program computer
atau diplot secara manual pada kertas grafik. Kegunaan audiometri untuk
mengetahui derajat ketulian ringan, sedang atau berat dan mengetahui

51
52

jenis tuli konduktif, tuli saraf (sensorineural) atau tuli campuran.


l. Fisioterapi
Fisioterapi merupakan unit pelayanan RSAL Dr. Mintohardjo di
bawah Departemen Saware, yang ditujukan untuk upaya
mengembangkan, memelihara, memulihkan gerak dan fungsi anggota
tubuh dengan alat yang cukup memadai dan ruangan latihan yang luas.
m. Penunjang Klinis
Pencapaian hasil yang maksimal dalam suatu pengobatan
dibutuhkan diagnosa yang tepat, untuk itu diperlukan bagian penunjang
klinis guna membantu menegakkan diagnosa, antara lain: Whole body
CT scan, Radiologi, Mammografi, Ultrasonografi (USG), Endoskopi,
Electro Encephalografi (EEG), Laboratorium klinik atau patologi klinik,
Patologi anatomi, Gizi, Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL)
atau alat penghancur batu ginjal dari luar.
n. Administrasi Medis
Administrasi medis merupakan salah satu unit pelayanan
kesehatan yang dipimpin oleh Kabag Minmed (Kepala Bagian
Administrasi Medis) dan dibawahi Sekretariat Rumah Sakit, yang
berfungsi untuk menyimpan data diri dan status kesehatan pasien yang
dicatat secara komputerisasi sehingga memudahkan dalam mendapatkan
informasi kesehatan yang dibutuhkan. Data diri dan status kesehatan
pasien yang dicatat secara komputerisasi dan akan memudahkan dalam
mendapatkan informasi kesehatan yang dibutuhkan.

9. Sistem Pengolahan Limbah di RSAL Dr. Mintohardjo


Rumah sakit adalah sarana upaya kesehatan yang menyelenggarakan
upaya pelayanan kesehatan yang meliputi pelayanan rawat jalan, rawat inap,
pelayanan gawat darurat dan pelayanan non medik yang dalam melakukan
proses kegiatan hasilnya dapat mempengaruhi lingkungan sosial, budaya
dan dalam menyelenggarakan upaya dimaksud dapat mempergunakan
teknologi yang diperkirakan mempunyai potensi besar terhadap lingkungan

52
53

Kegiatan rumah sakit menghasilkan berbagai macam limbah yang berupa


benda cair, padat dan gas. Pengelolaan limbah rumah sakit adalah bagian
dari kegiatan penyehatan lingkungan di rumah sakit yang bertujuan untuk
melindungi masyarakat dari bahaya pencemaran lingkungan yang
bersumber dari limbah rumah sakit. Pengolahan limbah di Rumah Sakit
TNI-AL Dr. Mintohardjo baik medis maupun domestik dikelolah oleh
bagian kesehatan lingkungan dan K3 yang terdiri atas limbah cair, padat dan
gas.

B. GAMBARAN KHUSUS DEPARTEMEN FARMASI RSAL Dr.


MINTOHARDJO
1. Departemen Farmasi RSAL Dr. Mintohardjo
Departemen Farmasi (Depfar) adalah sebutan lain dari IFRS Dr.
Mintohardjo. Depfar dipimpin oleh kepala departemen farmasi (Kadepfar),
yang dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya bertanggung jawab
kepada kepala rumah sakit. Kepala departemen farmasi dijabat oleh
apoteker yang berpangkat kolonel dan dibantu oleh 5 apoteker.

2. Visi, Misi, dan Motto Departemen Farmasi RSAL Dr. Mintohardjo


a. Visi
Terciptanya pelayanan farmasi yang profesional dan paripurna.
b. Misi
1) Melaksanakan pelayanan farmasi yang efektif dan efisien mengacu
pada kaidah farmakoekonomi.
2) Memberikan pelayanan farmasi klinik yang komprehensif demi
meningkatkan kualitas hidup pasien.
3) Menyelenggarakan pelayanan farmasi pada unit rawat jalan secara
tepat, cepat, aman dan memuaskan juga pada unit rawat inap
dengan sistem UDD yang terpadu dan menyeluruh.
4) Menyelenggarakan dukungan material kesehatan secara optimal
dan satu pintu.

53
54

5) Meningkatkan kualitas SDM tenaga kefarmasian sehingga mampu


melaksanakan pelayanan kefarmasian yang profesional dan prima.
c. Motto
Profesional, ramah, cepat, tepat, dan aman.

3. Struktur Organisasi Depertemen Farmasi


Struktur organisasi departemen farmasi terbagi atas 5 Sub
Departemen Farmasi. Tugas dan kewajiban Sub Departemen adalah
membantu Departemen Farmasi dalam penyelenggaraan kegiatan
dukungan, pelayanan, pendidikan, penelitian, dan pengembangan di
bidang ilmu penyakit umum serta pelaksanaan pembinaan personel dan
material yang ada di lingkungan Sub Departemen. Sub Departemen terdiri
dari:
a. Sub Departemen Pembinaan Farmasi (SubDep Binfar)
b. Sub Departemen Pengendalian Farmasi (SubDep Dalfar)
c. Sub Departemen Apotek (SubDep Apotek)
d. Sub Departemen Farmasi Klinis (SubDep Farmasi Klinis)
e. Sub Departemen Alat Kesehatan (SubDep Alkes)

4. Fungsi Departemen Farmasi


a. Merumuskan, menyusun, dan menyiapkan kebijaksanaan dalam
kegiatan farmasi rumah sakit.
b. Menyusun dan menyiapkan petunjuk-petunjuk dalam rangka
pelaksanaan kegiatan bidang farmasi.
c. Merencanakan, mengkoordinasikan, dan mengendalikan,
penyelenggaraan program bidang farmasi.
d. Menyelenggarakan fungsi staf dalam pembinaan kefarmasiaan di
lingkungan rumah sakit atas dasar pengembangan ilmu dan teknologi
masing-masing sub departemen.
e. Merencanakan kebutuhan biaya operasi bidang farmasi dan kebutuhan
pengadaan peralatan dan bekal kesehatan yang menjadi ruang

54
55

lingkupnya.
f. Menyelenggarakan pengumpulan, pengolahan, pemeliharaan, serta
penyimpanan data yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan
pembinaan farmasi rumah sakit.
g. Melaksanakan koordinasi dengan unsur, badan, dan instansi lain baik
di dalam maupun di luar rumah sakit untuk kepentingan pelaksanaan
tugasnya sesuai tingkat dan kewenangannya.
h. Mengawasi, mengendalikan, dan mengevaluasi pelaksanaan program
kefarmasian guna menjamin pencapaian tujuan sasaran programnya
secara berhasil guna dan berdaya guna.
i. Mengajukan saran dan pertimbangan kepada pimpinan rumah sakit
khususnya mengenai hal–hal yang berhubungan dengan bidang
tugasnya.

5. Kegiatan Departemen Farmasi


RSAL Dr. Mintohardjo membentuk tiga panitia dalam melakukan
penyediaan barang, yaitu: panitia perencanaan, panitia pembelian dan
panitia penerimaan barang. Panitia perencanaan dari Departemen Farmasi
bertugas melakukan perencanaan pembelian dan dibantu oleh sub gudang
dan sub distribusi. Panitia perencanaan membuat rencana pembelian
kemudian diserahkan ke pimpinan rumah sakit untuk disetujui.
Proses pembelian yang dilakukan oleh panita pembelian dapat
melalui cara tender (di atas 200 juta), sistem pembelian langsung (sampai
5 juta), dan sistem penunjukan (sampai dengan 50 juta). Untuk pembelian
langsung harus di ketahui tanda tangan panitia perencanaan barang
farmasi, pimpinan utama, dan ketua panitia rumah sakit. Setelah mendapat
rekanan (pemegang lelang), maka panitia pembelian membuat Surat
Perintah Mulai Kerja (SPMK) yang disetujui pimpinan rumah sakit. Saat
barang datang, barang yang dikirim oleh pemegang lelang akan diterima
oleh tim perencanaan barang. Barang yang datang tersebut kemudian
diperiksa kesesuaiannya dengan Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK).

55
56

Pemeriksaan dilakukan secara fisik meliputi spesifikasi barang, kondisi


barang, serta tanggal kadaluarsa. Sedangkan tim penerimaan barang akan
membuat berita acara yang akan disampaikan kepada departemen farmasi
untuk disetujui dan diserahkan kepada bendahara Material Medik untuk
ditandatangani lalu ke bagian tata usaha rumah sakit untuk ditandatangani
oleh pimpinan rumah sakit. Berdasarkan berita acara penerimaan barang,
barang yang diterima akan dibayar oleh bagian keuangan rumah sakit.
Sistem penyimpanan barang di gudang farmasi dilakukan berdasarkan
bentuk sediaan dan disusun secara alfabetis dan menggunakan sistem
FIFO (First In First Out) serta sistem FEFO (First Expired First Out).
Pemeriksaan barang dilakukan setiap bulan, serta barang–barang yang
masuk dan keluar gudang farmasi dicatat dalam kartu persediaan barang
(kartu yang disimpan di gudang dekat barang yang bersangkutan), kartu
besar (kartu yang disimpan diruang administrasi gudang untuk
mempermudah pengecekan barang), buku persediaan (buku yang
digunakan untuk mencatat pemasukan dan pengeluaran barang), dan buku
induk penerimaan barang (buku untuk mencatat penerimaan barang
berdasarkan surat perintah kerja). Semua data yang mencakup penerimaan
dan pengeluaran barang juga dimasukkan ke sistem komputer sehingga
mempermudah pengecekan barang persediaan dan pembuat laporan.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 72 tahun 2016
tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit (3), pengelolaan
sediaan farmasi di rumah sakit meliputi perencanaan, pengadaan,
penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pemeliharaan, pemusnahan
dan penghapusan, pencatatan, dan pelaporan.
a. Perencanaan
Dalam membuat perencanaan pengadaan sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai perlu diperhatikan pola
penyakit, pola konsumsi, budaya dan kemampuan masyarakat. Alur
pengadaan obat di Depfar untuk perencanaan pembelian barang
farmasi dilakukan berdasarkan kepada kebutuhan tiap ruangan, sisa

56
57

persediaan di gudang farmasi, penggunaan obat bulan lalu, pola


penyakit (epidemiologi), formularium rumah sakit, dan dana yang
tersedia.
b. Pengadaan
Pengadaan adalah upaya dan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan
operasional yang telah ditetapkan dalam rencana. Pengadaan di RSAL
Dr. Mintohardjo terdiri atas pembelian dan sumbangan atau hibah (dari
Diskesal - Dinas Kesehatan Angkatan Laut dan PusKes TNI– Pusat
Kesehatan TNI). Proses pengadaan dapat dilakukan melalui:
1) Sumbangan atau hibah
Sumbangan umumnya berupa hibah dari luar negeri, baik obat
ataupun alat kesehatan baru (belum terpakai) dan yang sudah
pernah terpakai.
2) Pembelian
Pembelian yang dilakukan di Depfar antara lain:
a) Pembelian langsung. Untuk perbekalan kesehatan lain RSAL
Dr. Mintohardjo dengan waktu pelaksanaan selama 7 hari,
menggunakan anggaran operasional pelayanan kesehatan.
b) Penunjukkan langsung. Untuk perbekalan kesehatan
laboratorium dengan waktu pelaksanaan selama 28 hari,
menggunakan anggaran operasional pelayanan kesehatan.
c) Pelelangan umum. Untuk perbekalan kesehatan laboratorium
rumah sakit dengan waktu pelaksanaan selama 29 hari,
menggunakan anggaran operasional pelayanan kesehatan.
d) Sistem katalog elektronik (e-catalogue)
E-purchesing adalah pembelian barang/jasa melalui sistem
katalog elektronik yang diselenggarakan oleh Lembaga
Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP).
Berdasarkan pasal 3 Peraturan Kepala Lembaga Kebijakan
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 17 Tahun 2012
tentang E-purchesing,

57
58

Tata cara penyusunan e-catalogue oleh LKPP adalah sebagai


berikut:
a) Kepala LKPP menetapkana barang/jasa yang dicantumkan
pada katalog elektronik.
b) Peyedia barang/jasa yangmasuk dalam katalog elektronik
adalah penyedia barang. jasa yang telah menandatangani
kontrak paying dengan LKPP
c) Pemilihan penyedia barang/jasa dalam rangka kontrak paying
dapat dilaksanakan dengan proses lelang/non lelang
d) LKPP menayangkan daftar barang beserta spesifikasi dan harga
pada www.katalog.lkpp.go.od
3) Produksi
Selain melalui hibah dan pembelian, RSAL Dr.
Mintohardjo juga melakukan pengadaan dengan memproduksi
sendiri sediaan steril berupa kassa. Produksi kassa yang dilakukan
berupa repackaging kassa besar menjadi potongan – potongan
kassa kecil yang digunakan di lingkungan RSAL Dr. Mintohardjo.
c. Penerimaan
Barang yang datang, diterima oleh tim komisi penerima barang.
Lalu dilakukan proses pemeriksaan kelengkapan administrasi barang
seperti faktur, surat jalan, jenis, jumlah, nomor batch, tanggal produksi
dan tanggal kadaluarsa. Selain itu juga periksa barang secara fisik. Jika
sudah lengkap maka barang diterima, ditulis di dalam pembukuan dan
dimasukkan ke dalam gudang.
d. Penyimpanan
Tempat penyimpanan perbekalan farmasi sementara berupa
gudang. Pedoman dalam sistem penyimpanan di RSAL Dr.
Mintohardjo adalah menjamin kualitas barang/obat tetap baik,
memudahkan dalam pencarian, memudahkan pengawasan
persediaan/stok, menjamin keamanan dari kecurian dan kebakaran,
serta menjamin pelayanan yang cepat dan tepat. Hanya ada satu

58
59

gudang penyimpanan perbekalan farmasi di RSAL Dr. Mintohardjo


yaitu terletak di Departement Farmasi.
e. Pendistribusian
Penyaluran matkes dari gudang menuju depo farmasi dilakukan
berdasarkan kebutuhan melalui formulir permintaan barang setiap
minggu sebanyak dua kali. Setiap pemasukan dan pengeluaran barang
dicatat di kartu persediaan dan juga dimasukkan ke dalam sistem
komputer. Material kesehatan dari gudang didistribusikan pada ruang
perawatan, kamar operasi, UGD, laboratorium, haemodialisa, dan
satelit farmasi. Sistem distribusi obat di ruang perawatan pasien yang
dilakukan di RSAL Dr. Mintohardjo adalah sistem distribusi unit dose
dan sistem distribusi kombinasi obat resep individual dan sistem floor
stock. Sistem distribusi unit dose adalah suatu sistem distribusi obat-
obatan yang disiapkan dalam bentuk satuan unit atau kemasan unit
untuk sekali pemakaian, yang disediakan dalam waktu tidak lebih dari
24 jam dan diantarkan keruangan oleh farmasis. Sedangkan pada
sistem distribusi kombinasi obat resep individual dan sistem floor
stock, obat akan diambil oleh perawat. Untuk memenuhi perbekalan
farmasi di luar kerja, di ruangan perawatan disediakan lemari
emergency. Di dalamnya berisi obat–obatan yang di perlukan jika
terjadi keadaan darurat. Masing–masing ruangan akan menulis
permintaan barang– barang emergensi ke apotek dinas rawat inap
sesuai kebutuhan.
f. Pemeliharaan
Pemeliharaan alat-alat di RSAL Dr. Mintohardjo dilakukan secara
berkala, misalnya memeriksa kerusakan alat-alat tersebut serta
melakukan kalibrasi ulang. Pada umumnya kalibrasi dilakukan
minimal satu tahun sekali, sedangkan untuk alat-alat yang sering
digunakan, dilakukan kalibrasi minimal tiga bulan sekali.
Pengkalibrasian alat dilakukan oleh institusi penguji secara berkala
yang terjadwal secara periodik berdasarkan skala prioritas dan

59
60

anggaran yang tersedia.


g. Pemusnahan dan penghapusan
Obat-obat yang rusak dan expired date, alat-alat medis sekali pakai
dan resep yang lebih dari 3 tahun disimpan harus dimusnahkan.
Matkes tersebut dikumpulkan, dicatat, dan dilakukan pemusnahan
menggunakan mesin incinerator. Pelaksanaan pemusnahan dilaporkan
ke kepala Rumkital, sedangkan narkotika dilaporkan kepada Kepala
Dinas Kesehatan Kota Jakarta. Pemusnahan obat-obatan maupun
pemusnahan resep harus dilampirkan dengan berita acara pemusnahan.
Pemusnahan disaksikan oleh petugas gudang farmasi dan juga petugas
kesling (kesehatan lingkungan).
Penghapusan dilakukan untuk alat-alat kesehatan yang secara fisik
dan fungsional sudah tidak dapat digunakan dan diperbaiki (rusak)
ataupun tidak memiliki nilai pakai, tidak laku jual, sudah ketinggalan
zaman atau sesuai dengan ketentuan undang-undang yang berlaku.
Tata cara penghapusan dan pemusnahan alat kesehatan di RSAL Dr.
Mintohardjo merujuk pada tata cara penghapusan barang milik atau
kekayaan negara di lingkungan Dephankam dan TNI. Prosedur
penghapusan yaitu menyusun rencana penghapusan, membuat berita
acara penghapusan, penerbitan surat keputusan persetujuan
penghapusan, membentuk panitia pemeriksaan yang terpisah dari
panitia penghapusan dan panitia penghapusan menyusun laporan
pelaksanaan berikut berita acaranya, kemudian proses penghapusan
siap dilaksanakan.
h. Pencatatan dan pelaporan
Semua kegiatan penyelenggaraan rumah sakit wajib dicatat dan
dilaporkan oleh rumah sakit dalam bentuk sistem informasi
manajemen rumah sakit. Pencatatan dan pelaporan terhadap penyakit
wabah atau penyakit tertentu lainnya yang dapat menimbulkan wabah,
dan pasien ketergantungan narkotika dan/atau psikotropika
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

60
61

Rumah sakit wajib menyelenggarakan penyimpanan terhadap


pencatatan dan pelaporan yang dilakukan untuk jangka waktu tertentu
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pemusnahan
atau penghapusan terhadap berkas pencatatan dan pelaporan
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang –
undangan.

6. Kegiatan Farmasi Klinik Departemen Farmasi


Selain kegiatan manajerial seperti yang diatas, RSAL Dr.
Mintohardjo juga melakukan pelayanan farmasi klinik antara lain, meliputi
penerimaan resep, peracikan, penyerahan obat, dan pemberian informasi
obat melalui satelit farmasi yang bertanggung jawab terhadap masing-
masing ruangan.

7. Unit Pengolah Limbah


a. Penanganan Limbah Padat
Penanganan limbah padat dilakukan dengan cara pembakaran di dalam
incenerator yaitu suatu proses di mana limbah padat medis dibakar
dengan oksigen dari udara dan diubah menjadi gas hasil pembakaran
serta residu yang berupa abu, tujuan pengolahan limbah padat medis
yaitu menghilangkan sifat infeksius dan patogen dari limbah serta
meminimisasinya sehingga dapat dibuang ke tempat penimbunan atau
landfill dengan mudah dan aman.
b. Penanganan Limbah Cair
Penanganan limbah cair diolah dalam bak penampungan sehingga
hasil akhir dari proses pengolahan limbah tersebut aman terhadap
lingkungan. Berdasarkan proses pengolahannya maka sistem IPAL
(Instalasi Pengolahan Air Limbah) dibagi dalam beberapa tahap:
1) Pretreatment (Prapengolahan) Limbah Cair
Pengolahan tahap awal yang dilakukan sebelum limbah cair masuk
ke dalam proses pengolahan utama.

61
62

2) Aero-Reactor
Pengolahan tahap awal yang dilakukan sebelum limbah cair masuk
ke dalam proses pengolahan utama.
3) Biomedia Filtration Technology
Mikroba (bakteri) pendegradasi limbah ditumbuh kembangkan
untuk optimalisasi aktifitasnya dalam limbah cair.
4) Sedimentasi
Mengendapkan bakteri-bakteri pendegradasi limbah (lumpur aktif)
5) Klorinasi
Limbah cair yang sudah melalui proses pengolahan dan sudah
layak dibuang kelingkungan/badan air akan melalui proses
desinfektan dengan menggunakan khlorin untuk membunuh
bakteri-bakteri yang tersisa.
6) Organic Reducing Apparatus
Limbah cair yang sudah melalui proses pengolahan dan telah
disterilkan oleh sistem klorinasi, perlu di klorinasi lagi dengan
sistem ultra violet, sehingga bilamana klorin tablet/parasit habis
pemakaian, air limbah akan tetap di sterilkan dengan organic
reducing apparatus.

62
BAB IV
PEMBAHASAN

A. RUMAH SAKIT TNI AL Dr. MINTOHARDJO


Berdasarkan Permenkes No. 56 tahun 2014 tentang Klasifikasi Rumah
Sakit, Rumah Sakit Umum Kelas B harus mempunyai fasilitas Pelayanan
Medik meliputi Pelayanan Gawat Darurat 24 jam dan empat Pelayanan Medik
Spesialis Dasar, lima Pelayanan Medik Spesialis Penunjang, minimal delapan
Pelayanan Medik Spesialis Lainnya, dan minimal dua Pelayanan Medik Sub
Spesialis, tiga Pelayanan Medik Spesialis Gigi dan Mulut; Pelayanan
Kefarmasian; Pelayanan Keperawatan dan Kebidanan; Pelayanan Penunjang
Klinik dan Non-Klinik; serta Peayanan Rawat Inap. Rumah Sakit Angkatan
Laut Dr. Mintohardjo Jakarta merupakan rumah sakit umum kelas B
dibuktikan dengan adanya pelayanan gawat darurat 24 jam, pelayanan medik
spesialis dasar (penyakit dalam, anak, bedah dan obgyn), spesialis penunjang
(anestesi, radiologi, patologi klinik, patologi anatomi, rehabilitasi medik),
spesialis lain (mata, THT, Jantung dan Pembuluh darah, Kulit dan Kelamin,
Jiwa, Paru, Bedah syaraf dan Bedah Plastik), sub spesialis (sup spesialis bedah
dan sub spesialis penyakit dalam), spesialis gigi dan mulut (bedah mulut,
orthodonti, dan konservasi gigi); mempunyai pelayanan kefarmasian;
pelayanan keperawatan dan kebidanan; pelayanan penunjang klinik (Bank
Darah, Pelayanan Intensif, Gizi dan CSSD) dan pelayanan penunjang non-
klinik (Laundry, dapur, pngelolaan limbah, gudang, ambulans, pemulasaraan
jenazah, sistem penanggulangan kebakaran, dan sistem pengelolaan air
bersih); pelayanan rawat inap dengan 254 tempat tidur. Selain itu, RSAL Dr.
Mintohardjo memiliki pelayanan unggulan yaitu pelayanan Hyperbaric
Chamber atau Kamar Udara Bertekanan Tinggi (KUBT).
Untuk mengetahui tingkat pemanfaatan, mutu, dan efisiensi pelayanan
rumah sakit dapat dilihat berdasarkan indikator-indikator pelayanan rumah
sakit. RSAL Dr. Mintohardjo menggunakan indikator BOR, TOI, AVLOS,
dan BTO. Pada tahun 2017 dari masing-masing nilai indikator pelayanan

63
64

tersebut yang ideal untuk BOR adalah 60-85% sementara RSAL Dr.
Mintohardjo hanya mencapai 55,29%; untuk TOI idealnya 1-3 hari sementara
RSAL Dr. Mintohardjo mencapai >3 hari (3,26 hari); untuk AVLOS idealnya
6-9 hari sementara RSAL Dr. Mintohardjo hanya mencapai 3,12 hari ; dan
untuk BTO, nilai idealnya 40-50 kali sementara RSAL Dr. Mintohardjo hanya
mencapai 24,84 kali. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tingkat pemanfaatan
pelayanan di RSAL Dr. Mintohardjo belum ideal. Hal ini dapat terjadi
dikarenakan >60% pasien RSAL Dr. Mintohardjo merupakan pasien peserta
BPJS. Dengan adanya program BPJS dengan sistem rujukan, RSAL Dr.
Mintohardjo sebagai fasilitas kesehatan tingkat dua (2) merupakan tempat
pelayanan kesehatan rujukan dari Faskes I selain dari pasien peserta BPJS
yang dalam kondisi gawat darurat.

B. PEKERJAAN KEFARMASIAN DI RUMAH SAKIT TNI AL Dr.


MINTOHARDJO
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit RNI AL Dr. Mintohardjo
dikelola oleh 5 apoteker aktif. Hal ini tidak sesuai dengan PerMenKes No. 56
Tahun 2014, terkait jumlah tenaga kefarmasian untuk Rumah Sakit Umum
Kelas B yang seharusnya berjumlah minimal 11 orang Apoteker yang meliputi
1 orang apoteker sebagai Kepala Instalasi Farmasi Rumah Sakit, 4 apoteker di
rawat jalan, 4 apoteker di rawat inap, 1 apoteker di IGD, 1 apoteker di ICU, 1
apoteker sebagai koordinator penerimaan dan distribusi yang dapat merangkap
melakukan pelayanan farmasi klinik dan 1 apoteker koordinator produksi yang
dapat merangkap melakukan pelayanan farmasi klinik.
Departemen Farmasi Rumah Sakit bertanggung jawab kepada
pengelolaan semua aspek yang berakitan dengan obat atau perbekalan
kesehatan yang beredar atau digunakan di rumah sakit. Departemen farmasi
rumah sakit TNI AL Dr. Mintohardjo secara garis besar melakukan 2 kegiatan
kefarmasian yaitu, pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan
medis habis pakai; dan pelayanan farmasi klinik.
65

Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan alat medis habis pakai
di RSAL Dr. Mintohardjo dilakukan secara terpusat yaitu di Departemen
Farmasi sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan No. 72 tahun 2016
tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit meliputi pemilihan,
perencanaan kebutuhan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan,
pendistribusian, pemusnahan dan penarikan, pengendalian, dan administrasi.
Pemilihan sediaan farmasi, alat kesehatan dan alat medis habis pakai di
RSAL Mintohardjo berdasarkan Formularium Rumah Sakit yang berpedoman
pada Formularium Nasional, mutu, efektifitas, keamanan, dan harga. Untuk
perencanaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan alat medis habis pakai di
RSAL Dr. Mintohardjo berdasarkan anggaran yang tersedia, sisa persediaan
dan data pemakaian periode yang lalu. Perencanaan dibuat dalam anggaran
untuk 1 tahun ke depan. Saat perencanaan, gudang farmasi harus melaporkan
stok perbekalan farmasi yang ada ke bagian pengadaan. Apabila sebelum
dilakukannya perencanaan, terdapat stok perbekalan farmasi yang kosong
maka ULP akan langsung melakukan pembelian dalam jumlah kecil.
Pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan alat medis habis pakai
di RSAL Mintohardjo menggunakan tiga cara yaitu E-purchasing, produksi,
dan hibah atau dropping. Alur pengadaan dimulai dengan pembuatan
perencanaan pembelian oleh tim perencanaan, kemudian daftar tersebut
diserahkan ke bagian ULP (Unit Layanan Pengadaan). Selanjutnya diajukan
ke pimpinan rumah sakit untuk disetujui. Pengadaan perbekalan farmasi
dilakukan oleh bagian pembelian tetapi perencanaan dan permintaan
pembelian tetap berasal dari Departemen Farmasi. Proses pembelian
perbekalan farmasi dilakukan dengan 2 metode yaitu pembelian melalui tender
untuk total pembelian lebih dari 200 juta dan pembelian langsung kepada
distributor untuk total pembelian kurang dari 200 juta. Kegiatan pelelangan
dan pembelian langsung kepada distributor harus dilakukan sebanyak 3 kali
dalam setahun. RSAL Dr. Mintohardjo tidak memproduksi secara khusus
sediaan farmasi, namun memproduksi produk non-obat seperti kasa steril.
Hibah atau dropping di RSAL Dr. Mintohardjo diperoleh dari lembaga-
66

lembaga milik pemerintah seperti DISKESAL (Dinas Kesehatan Angkatan


Laut), Puskes TNI, Kementerian Kesehatan, Kementerian Pertahanan, dan
lain-lain. Pemesanan dilakukan berdasarkan surat pemesanan yang
ditandatangani oleh apoteker yang bertanggung jawab. Pemesanan sediaan
psikotropika dan narkotika harus menggunakan surat pemesanan khusus.
Sistem penerimaan perbekalan farmasi di Rumah sakit TNI-AL Dr.
Mintohardjo dilakukan oleh tim penerima yang terdiri dari personil DepFar
dengan memeriksa kesesuaian spesifikasi barang dalam surat pesanan dan
faktur yang dibawa oleh distributor meliputi kesesuaian jenis, jumlah, bentuk
sediaan, dosis obat, dan tanggal kadaluarsa. Personil yang terlibat dalam
kegiatan penerimaan perbekalan farmasi merupakan orang yang berbeda pada
kegiatan pengadaan.
Perbekalan farmasi yang telah di terima, selanjutnya akan disimpan di
gudang Departemen Farmasi RSAL Dr. Mintohardjo. Sistem penyimpanan
barang di gudang farmasi dilakukan berdasarkan bentuk sediaan dan disusun
secara alfabetis dengan menggunakan sistem FEFO (First Expired First Out)
dan lemari khusus dua pintu yang terkunci untuk menyimpan sediaan
narkotika dan psikotropika yang telah sesuai dengan PerMenKes No 3 Tahun
2015 tentang peredaran, penyimpanan, pemusnahan dan pelaporan Narkotika,
Psikotropika dan Prekursor Farmasi.
Pendistribusian obat di RSAL Dr. Mintohardjo menerapkan sistem
desentralisasi yaitu dengan adanya pelayanan farmasi di dekat unit pelayanan
atau ruang rawat yang disebut Satelit Farmasi meliputi tiga macam yaitu, ward
floor stock, individual order, dan unit dose dispensing (UDD). Sistem ward
floor stock dilakukan di UGD; sistem individual order yang dilakukan di
apotek rawat inap dan apotek rawat jalan. Unit dose dispensing (UDD)
merupakan sistem distribusi dimana obat yang diminta atau diresepkan,
diberikan/digunakan dan dibayar dalam unit dosis tunggal siap pakai selama
24 jam. Sistem distribusi UDD di RSAL Dr. Mintohardjo telah dilakukan di
seluruh ruang perawatan.
67

Pemusnahan dilakukan untuk obat-obat yang kadaluarsa dan alat


kesehatan medis habis pakai, sedangkan untuk obat-obatan yang rusak dan alat
kesehatan yang tidak memenuhi izin edar atau izin edar yang tidak
diperbaharui serta kandungan obat yang tidak sesuai dengan kemasan
dilakukan penarikan perbekalan farmasi.
Setiap kegiatan pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan
medis habis pakai di RSAL Dr. Mintohardjo harus disertai dengan pencatatan.
Pencacatan dilakukan di apotek maupun di gudang farmasi untuk
memudahkan pengecekan keluar masuknya barang berupa pencatatan dalam
kartu stok atau kartu persediaan barang dan buku jurnal penerimaan dan
pengeluaran barang. Semua data yang mencakup penerimaan dan pengeluaran
barang juga dimasukkan ke dalam sistem komputer sehingga mempermudah
pengecekan perbekalan farmasi dan pembuatan laporan.
Pelaporan yang dilakukan di RSAL Dr. Mintohardjo yaitu laporan
mutasi barang bulanan, triwulan, dan tahunan yang berisi nama barang, jumlah
stok awal, jumlah barang masuk, jumlah stok keluar, dan jumlah stok akhir.
Selain itu, terdapat juga laporan barang rusak atau kadaluarsa setiap bulan,
laporan keuangan dan kekayaan rumah sakit yang dilaporkan ke DISKESAL.
Pelaporan sediaan farmasi yang mengandung narkotika dan psikotropika
dilakukan melalui website SIPNAP paling lambat tanggal 10 setip bulan.
Apotek di RSAL Dr. Mintohardjo dibagi menjadi 3, yaitu Satelit 1, Satelit 2,
dan Satelit 3. Satelit 1 melayani resep pasien rawat inap di ruangan UGD,
ICU, ICCU, Pulau Marore, Pulau Melati, Pulau Laut dan Pulau Bunyu. Satelit
2 melayani resep pasien rawat inap di ruangan Pulau Salawati, Pulau Anggrek,
Pulau Sibatik, Pulau Numfor, Pulau Selayar. Satelit 3 melayani resep pasien
rawat jalan untuk pasien umum dan anggota BPJS yang terdiri dari anggota
TNI beserta keluarganya, PNS RSAL Dr. Mintohardjo, dan anggota BPJS
mandiri. Alur pelayanan resep di apotek Satelit 3 RSAL Dr. Mintohardjo yaitu
resep yang masuk akan diterima di bagian penerimaan resep dan diberi nomor
urut resep, kemudian pasien juga diberi nomor panggil sesuai dengan nomor
resep. Selanjutnya, obat akan disiapkan dan diserahkan kepada pasien disertai
68

dengan Pelayanan Informasi Obat (PIO). Resep yang diterima apotek akan
disimpan sebagai arsip.

C. FARMASI KLINIS
Pelayanan Farmasi Klinik berdasarkan Permenkes No.72 Tahun 2016
adalah pengkajian dan pelayanan resep, penelusuran riwayat penggunaan obat,
rekonsiliasi obat, PIO, konseling, visite, Pemantauan Terapi Obat (PTO),
Monitoring Efek Samping Obat (MESO), Evaluasi Penggunaan Obat (EPO),
dispensing sediaan steril, Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD).
Pelayanan farmasi klinik di RSAL Dr. Mintohardjo belum sepenuhnya
dilakukan secara sempurna atau menyeluruh karena keterbatasan sumber daya
manusia. Menurut Permenkes No. 72 Tahun 2016 pekerjaan kefarmasian
terdiri dari Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian. Tenaga Teknis
Kefarmasian yang melakukan pelayanan kefarmasian harus dibawah supervisi
apoteker. Dalam pelayanan kefarmasian rawat inap dibutuhkan apoteker
dengan rasio 1 apoteker untuk 30 pasien sedangkan untuk pelayanan rawat
jalan dibutuhkan apoteker dengan rasio 1 apoteker untuk 50 pasien. Selain itu,
apoteker juga dibutuhkan di unit logistik medik/distribusi, unit produksi steril/
aseptic dispensing, Unit Gawat Darurat (UGD), Intensive Care Unit (ICU),
Intensive Cardiac Care Unit (ICCU), Neonatus Care Unit (NICU), Pediatric
Care Unit (PICU), dan pelayanan informasi obat, dan lain-lain. Tenaga
kefarmasian di RSAL Mintohardjo terdiri dari 5 orang Apoteker. Hal ini
menunjukkan bahwa jumlah apoteker di RSAL Mintohardjo tidak sesuai
dengan Permenkes tersebut.
Menurut Permenkes No. 72 Tahun 2016, pengkajian resep dilakukan
untuk resep rawat inap maupun resep rawan jalan. Namun dikarenakan
kurangnya tenaga Apoteker maka pengkajian resep di RSAL Dr. Mintohardjo
belum dilakukan secara maksimal pada seluruh satelit dan belum dilakukan
secara tertulis. Pada saat pelaksaan PKPA di RSAL Dr. Mintohardjo
mahasiswa melakukan pengkajian resep pada apotek rawat jalan untuk
69

menemukan KNC (Kejadian Nyaris Cedera)/KTD (Kejadian Tidak


Diinginkan) dalam rangka sebagai evaluasi terkait akreditasi rumah sakit.
Penelusuran riwayat penggunaan obat di RSAL Dr. Mintohardjo telah
dilakukan dengan baik dengan adanya lembar asuhan kefarmasian yang berisi
riwayat pengobatan yang diperoleh dari wawancara atau data rekam
medik/pencatatan penggunaan obat pasien dan penggunaan obat selama di
rawat di rumah sakit. Dalam rekam medik belum ditemukan form rekonsiliasi
obat, padahal rekonsiliasi obat bertujuan untuk mencegah terjadinya kesalahan
obat atau medication error seperti obat tidak diberikan, duplikasi, kesalahan
dosis atau interaksi obat. Dengan adanya rekonsiliasi obat dapat memastikan
informasi yang akurat tentang obat yang digunakan pasien, mengidentifikasi
ketidaksesuaian akibat tidak terdokumentasinya instruksi dokter,
mengidentifikasi ketidaksesuaian karena akibat tidak terbacanya instruksi
dokter.
PIO telah dilakukan dengan baik, dimana tugas kefarmasian telah
menyediakan informasi mengenai obat pada pasien dan tenaga kesehatan dan
dilingkungan rumah sakit. Kegiatan PIO yang telah dilakukan adalah memberi
informasi obat saat penyerahan obat di apotek rawat jalan dan saat UDD di
ruang perawatan, menjawab pertanyaan pasien, dan melakukan penyuluhan
kesehatan rumah sakit (PKMRS) bagi pasien.
Konseling obat merupakan kegiatan yang dilakukan oleh Apoteker
dengan memberikan nasihat atau saran terkait terapi obat kepada pasien
dan/atau keluarganya. Ruangan khusus konseling telah tersedia di apotek
RSAL Dr. Mintohardjo tetapi kegiatan konseling ini masih belum berjalan,
dikarenakan kurangnya tenaga Apoteker di RSAL Dr. Mintohrdjo.
Kegiatan visite atau kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang
dilakukan oleh Apoteker secara mandiri atau bersama tim tenaga kesehatan
lain telah dilaksanakan namun hanya beberapa ruangan rawat inap saja yang
dilakukan visite oleh Apoteker.
PTO dilakukan dengan tujuan untuk memastikan terapi obat yang
aman, efektif, dan rasional bagi pasien sehingga meningkatkan efektifitas
70

terapi dan meminimalkan risiko Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki


(ROTD). Kegiatan PTO dilakukan pada saat pelaksanaan UDD namun
dilakukan hanya satu kali selama pasien di rawat di rumah sakit yang
seharusnya dilakukan setiap hari selama pasien di rawat.
MESO di RSAL Dr. Mintohardjo diawali dengan perhitungan naranjo
melalui pemberian skor atau nilai dari 10 pertanyaan terkait efek samping
yang timbul setelah penggunaan obat tertentu. Perhitungan naranjo ini
berfungsi untuk mengetahui apakah efek samping yang timbul benar-benar
diakibatkan karena penggunaan obat yang bersangkutan. Selanjutnya, apoteker
akan memberikan solusi atau usulan tindakan kepada dokter berdasarkan
literatur yang valid. Kegiatan MESO pada saat pelaksaan PKPA di RSAL Dr.
Mintohardjo dilakukan pada pasien yang menggunakan obat-obat pengencer
darah seperti Aspirin, Clopidogrel dan Warfarin.
EPO di RSAL Dr. Mintohardjo telah dilaksanakan setiap bulan.
Kegiatan EPO ini penting dilakukan untuk mengetahui pola penggunaan obat
pada periode waktu tertentu dan menjadi bahan pertimbangan dalam
melakukan pengadaan persediaan farmasi di rumah sakit.
Kegiatan dispensing sediaan steril di RSAL Dr. Mintohardjo
diantaranya adalah pencampuran obat suntik dan penanganan sediaan
sitostatik. Dalam pencampuran obat suntik belum dilakukan oleh apoteker
atau tenaga kefarmasian melainkan dilakukan oleh perawat di ruang
perawatan. Penanganan sediaan sitostatik telah dilakukan secara aseptis dalam
kemasan siap pakai sesuai kebutuhan pasien oleh tenaga farmasi yang terlatih
dengan pengendalian pada keamanan terhadap lingkungan, petugas maupun
sediaan obatnya dari efek toksik dan kontaminasi, dengan menggunakan alat
pelindung diri (APD), mengamanan pada saat pencampuran, distribusi
maupun proses pemberian kepada pasien sampai pembuangan limbahnya.
PKOD belum dilakukan di RSAL Dr. Mintohardjo, padahal hal ini
penting untuk menilai kebutuhan pasien akan obat yang memiliki indeks terapi
sempit. Hasil PKOD digunakan untuk memberikan rekomendasi pengobatan
yang tepat kepada dokter.
71

Selain pelayanan resep obat, RSAL Dr. Mintohardjo juga menyediakan


pelayanan resep sitostatika. Dispensing obat-obatan sitostatika dilakukan di
ruang khusus penyiapan obat sitostatika oleh asisten apoteker dibawah
tanggung jawab apoteker. Dispensing obat sitostatika dilakukan sesuai
protokol kemoterapi untuk pasien. Sebelum menjalani kemoterapi, pasien
harus melakukan uji laboratorium untuk mengetahui kondisi hemoglobin
karena jika terjadi penurunaa hemoglobin maka pasien belum dapat
melakukan kemoterapi. Dispensing obat-obat sitostatika dilakukan didalam
BAF (Biological air flow) dan asisten apoteker dipastikan untuk memakai
APD (Alat Pelindung Diri) yang terdiri dari masker (2 buah), sarung tangan (2
buah), baju khusus, apron, topi (2 buah), kacamata google, alas kaki (2 buah)
dan sepatu. Dalam melakukan kemoterapi, pasien mendapatkan pramedikasi
dan postmedikasi sebelum dan setelah pemberian obat sitostatika untuk
menangani efek samping mual dan muntah yang ditimbulkan setelah
kemoterapi. Obat-obat sitostatika didistribusikan langsung ke ruang
kemoterapi dan sebelumnya pasien harus dipastikan siap menerima
kemoterapi. Pelayanan obat sitostatika dilakukan setelah pasien dipastikan
berada di ruangan dan siap menerima kemoterapi untuk efisiensi penggunaan
obat.

D. PENANGANAN LIMBAH DI RS TNI AL Dr. MINTOHARDJO


Limbah rumah sakit dibedakan menjadi limbah medis (kantong
kuning), limbah non medis (kantong hitam), limbah medis tajam
(kardus/kotak), dan limbah kemoterapi (kantong ungu). Penanganan limbah di
RSAL Dr. Mintohardjo dibedakan menjadi dua kategori yaitu penanganan
limbah cair dan penanganan limbah padat. Penanganan limbah cair dilakukan
dengan sistem Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) dengan memanfaatkan
bakteri aerob untuk mengurai air limbah sehingga hasil akhir pengolahan
limbah tersebut aman terhadap lingkungan. Air limbah yang dibuang ke
lingkungan tidak boleh mencemari lingkungan. Salah satu indikator yang
mudah untuk mengetahui keamanan air limbah tersebut dengan menggunakan
72

ikan mas, dengan cara mengalirkan air limbah yang telah diolah ke dalam
kolam ikan. Air hasil IPAL akan dimanfaatkan untuk irigasi taman rumah
sakit. Penanganan limbah padat dilakukan dengan cara pembakaran di dalam
insenerator yaitu suatu proses dimana limbah padat medis dibakar pada suhu
800-1200°C. Tujuan pengelolaan limbah padat untuk menghilangkan atau
meminimalisasi sifat infeksius dan patogen dari limbah sehingga dapat
dibuang ke tempat penimbunan dengan mudah dan aman. Pembakaran dengan
insenerator dilakukan dua kali dalam seminggu pada waktu jam kerja namun
tidak menutup kemungkinan jika volume limbah banyak dapat dilakukan lebih
dari dua kali seminggu. Hasil pembakaran berupa abu dan asap. Asap yang
dihasilkan insenerator dikeluarkan melalui cerobong asap setelah sebelumnya
sudah disaring menjadi udara bersih menggunakan membran filter. Abu yang
dihasilkan dibuang menggunakan pihak ke-3 yaitu PPLI (Prasadha Pamunah
Limbah Industri)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil yang diperoleh selama melaksanakan Praktek Kerja Profesi
Apoteker (PKPA) di Rumah Sakit TNI AL Dr. Mintohardjo, dapat disimpulkan
bahwa:
1. Apoteker memiliki tugas dan fungsi dalam pelaksanaan pengelolaan sediaan
farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai serta pelayanan farmasi
klinis. Akan tetapi pada fungsi pelayanan farmasi klinis belum terlaksana
secara maksimal.
2. Apoteker berperan dalam proses pelayanan kesehatan sebagai praktisi
kesehatan dan bagian dari sistem rujukan profesional, sebagai pengelola
penyediaan produk obat yang diperlukan, sebagai profesional kesehatan yang
berinteraksi dengan profesional kesehatan lainnya dan atau penderita, akan
tetapi belum aktif melaksanakan kegiatan konseling bagi pasien.

B. SARAN
1. Perlu peningkatan pelayanan farmasi klinis di Rumah Sakit TNI AL Dr.
Mintohardjo agar pekerjaan kefarmasian yang berorientasi kepada pasien
(patient oriented) dapat terwujud sehingga mutu pelayanan rumah sakit dan
keamanan pasien meningkat.
2. Pelaksanaan konseling perlu diadakan kembali dengan pemilihan pasien
dengan penyakit terbanyak yang masuk kategori pasien yang harus diberikan
konseling karena keterbatasan jumlah apoterker.
3. Pelaksanaan visite oleh apoteker sebaiknya juga dilakukan bersamaan dengan
tenaga kesehatan lainnya untuk mengoptimalkan perannya sebagai apoteker.
4. Perlu adanya penambahan personel apoteker karena ketidak sesuaian jumlah
apoteker dengan peraturan tentang jumlah minimal apoteker untuk Rumah
Sakit Kelas B.

73
DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen Kesehatan, 2009, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor


36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta.
2. Departemen Kesehatan, 2009, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta.
3. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2016
Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
4. Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 77 Tahun 2015 Tentang Pedoman
Organisasi Rumah Sakit, Jakarta.
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
755/Menkes/Per/IV/2011 Tentang Penyelenggaraan Komite Medik Di Rumah
Sakit, Departemen Kesehatan Indonesia, Jakarta.
6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
269/MENKES/PER/III/2008 Tentang Rekam Medis, Departemen Kesehatan
Indonesia, Jakarta.
7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 2014
Tentang Klasifikasi Dan Perizinan Rumah Sakit, Departemen Kesehatan
Indonesia, Jakarta.
8. Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia, 2011 Standar Kompetensi
Apoteker Indonesia, Jakarta.
9. Depkes RI dan Persatuan Instalasi Pusat Sterilisasi Indonesia (PIPSI). 2009.
Pedoman Instalasi Pusat Sterilisasi (Central Sterile Supply Department/
CSSD) Di Rumah Sakit, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
10. Sarce, 2009, Proteksi Diri Perawat dalam Pemberian Sitostatika di Rumah
Sakit Umum Daerah Propinsi Sulawesi Tenggara “Artikel Riset
Keperawatan”, Universitas Diponegoro, Semarang.
11. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2017
tentang Akreditasi Rumah Sakit, Departemen Kesehatan Indonesia, Jakarta.

75

Anda mungkin juga menyukai