Anda di halaman 1dari 109

LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN (PKL) INDUSTRI

LEMBAGA FARMASI PUSAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT


(LAFI PUSKESAD)
GELOMBANG I 06 FEBRUARI 2023 – 03 MARET 2023

Disusun Oleh:

1. Anisa Wulandari F0I021032 7. Dian Fahrianti F0I021060


2. Reza Anggraeni F0I021034 8. Tiwi Maharani F0I021064
3. Clara Ulinta Silaban F0I021036 9. Sukma Aida Juvita S F0I021066
4. Rosalinda Syabrina F0I021052 10. Rhindian Angellia F0I021074
5. Annisa Tul Fadhilah NA F0I021054 11. Carlos Achiro N F0I021082
6. Diffa D Prasetya N F0I021056

PROGRAM STUDI DIPLOMA 3 FARMAASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS BENGKULU

2023
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN (PKL) INDUSTRI
PRODI DIPLOMA 3 FARMASI
UNIVERSITAS BENGKULU
DI LAFI PUSKESAD BANDUNG
GELOMBANG I 06 FEBRUARI 2023 – 03 MARET 2023

Disusun Oleh :

1. Anisa Wulandari F0I021032 7. Dian Fahrianti F0I021060


2. Reza Anggraeni F0I021034 8. Tiwi Maharani F0I021064
3. Clara Ulinta Silaban F0I021036 9. Sukma Aida Juvita S F0I021066
4. Rosalinda Syabrina F0I021052 10. Rhindian Angellia F0I021074
5. Annisa Tul Fadhilah NA F0I021054 11. Carlos Achiro N F0I021082
6. Diffa D Prasetya N F0I021056

Mengetahui :

Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

Apt., Oky Hermansyah S.Farm. M. Farm Letkol Ckm Agung Kuntjoro Budianto, S.Si., Apt
NIP. 198710072014022001 NRP. 11990007770272

Disahkan Oleh :

Koordinator Program Studi


D3 Farmasi

Ns. Ikhsan, S.Kep., M.Kes


NIP. 197108091996021001

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan Praktek Kerja Lapangan (PKL) Industri Farmasi di
Lembaga Farmasi Pusat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Puskesad) Bandung beserta
penyusunan laporannya.
Pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan (PKL) farmasi di Lembaga Farmasi Pusat
Kesehatan Angkatan Darat ini berlangsung mulai tanggal 06 Februari sampai 03 Maret 2023.
Laporan ini merupakan hasil Praktek Kerja Lapangan (PKL) Industri Farmasi yang kami
laksanakan di Lembaga Farmasi Pusat KesehatanAngkatan Darat sebagai salah satu syarat
untuk menyelesaikan Program Ahli Madya di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam Prodi Diploma III Farmasi Universitas Bengkulu agar setiap mahasiswa mendapatkan
pengetahuan dan gambaran yang jelas mengenai industri farmasi yang merupakan salah satu
tempat untuk menggali ilmu.
Selama pelaksanaan dan penyusunan laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL) industri
farmasi, penulis banyak mendapat dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena
itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terimakasih kepada :

1. Bapak Dr. Jarulis,S.Si.,M.Si selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam Universitas Bengkulu.
2. Bapak Ns. Ikhsan, S.Kep, M.Kes selaku Kepala Prodi D3 Farmasi Universitas Bengkulu.
3. Bapak Apt. Oky Hermansyah, S.Far,. M.Farm selaku dosen pembimbing yang telah
meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan kepada penulis selama pelaksanaan
praktek magang industri farmasi.
4. Bapak Kolonel Ckm Djoko Erwiyanto, S.Si.., Apt selaku Kepala Lembaga Farmasi
Pusat Kesehatan Angkatan Darat Bandung.

5. Bapak Letkol Ckm Agung Kuntjoro Budianto, S.Si.,Apt Sebagai pembimbing lahan
praktek magang PBL Industri Farmasi di Lembaga Farmasi Pusat Kesehatan Angkatan
Darat.

6. Seluruh apoteker, personil, staf dan karyawan Lembaga Farmasi Pusat Kesehatan
Angkatan Darat serta semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian laporan ini.

7. Kedua orang tua kami yang selalu mendukung kami baik dari segi finansial maupun
moril.

iii
8. Rekan – rekan Mahasiswa Diploma III Farmasi Universitas Bengkulu yang telah bekerja
sama dalam penyelesaian laporan ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini masih banyak terdapat
kekurangan dan kesalahan. Penulis berharap semoga pengetahuan dan pengalaman yang
diperoleh selama menjalani praktek magang ini dapat memberikan manfaat bagi rekan-rekan
sejawat dan semua pihak yang memerlukan.

Bandung, Februari 2023

Penulis

iv
RINGKASAN

Lembaga Farmasi Pusat Kesehatan Angkatan Darat (LAFI PUSKESAD), atau


yang dahulu bernama Militaire Scheikunding Labratorium (MSL), merupakan lembaga
Angkatan Darat didirikan oleh Pemerintahan Belanda pada tahun 1818 di jakarta.
Lembaga ini berfungsi sebagai tempat pemeriksaan obat-obatan yang dibutuhkan oleh
tentara Belanda. Pada tanggal 1 juni 1950, lembaga ini diambil alih oleh Pemerintah
Republik Indonesia dan dibagi menjadi dua bagian yaitu :
a. Laboraturium Kimia Angkatan Darat (LKT) yang kemudian berkembang menjadi
Laboraturium Kimia Angkatan Darat (LKAD).
b. Depot Obat Tentara Pusat (DOTP) yang berkembang menjadi Depot Obat Angkatan
Darat (DOAD) Berdasarkan Surat Keputusan Ditkesad nomor: KPTS/61/10/9/1960
tanggal 13 September 1960 terhitung mulai tanggal 8 juni 1960 LKAD dan DOAD
disatukan menjadi Lembaga Farmasi Angkatan Darat (LAFI PUSKESAD ). Terhitung
mulai tanggal 15 Oktober 1970 Lembaga Farmasi Angkatan Darat (LAFI PUSKESAD
) dipisah kembali mejadi dua bagian yaitu :
 Lembaga Farmasi Angkatan Darat (LAFI PUSKESAD ), Selanjutnya menjadi LAFI
AD dan kemudian menjadi Lembaga Farmasi Jawatan Kesehatan Angkatan Darat
(Lafi Jankesad)
 Depot Angkatan Darat (DOAD), Selanjutnya Menjadi Depot Alat Peralatan Kesehatan
(Dopalkes) dan kemudian menjadi Depot Pusat Perbekalan Kesehatan Angkatan Darat
(Dopusbekkes Jankesad).
Pada tahun 1968 antara Lafi Jankesad dan Dopusbekkes Jankesad disatukan
kembali menjadi Lafi Ditkesad. Terhitung mulai tanggal 30 Januari 2004 Lafi Ditkesad
dipisah kembali menjadi Lembaga Farmasi Ditkesad (Lafi Ditkesad) dan Gudang Pusat
II Ditkesad (Gupus II Ditkesad). Selanjutnya pada tahun 2017 telah resmi menjadi
Lembaga Farmasi Pusat Kesehatan Angkatan Darat.
Pada awalnya kegiatan LAFI PUSKESAD dengan bangunan yang memiliki luas
tanah 6.592 m2 dan luas bangunan 3.382 m2 . Namun berdasarkan hasil evaluasi Dirjen
POM Depkes RI, sarana fasilitas LAFI PUSKESAD belum sesuai dengan Keputusan
Menteri Kesehatan RI No. 43/ Menkes/ SK/ II/ 1988 tentang pedoman CPOB dan Surat
Keputusan Dirjen POM No. 544/A/SK/XII/1989 tentang Penerapan CPOB, sehingga Lafi

v
Ditkesad belum memenuhi syarat untuk memperoleh sertifikat CPOB. Tahun 1993
diajukan Rencana Induk Perbaikan LAFI PUSKESAD di lokasi Jl. Gudang Utara No. 26
dengan rancangan bangunan sesuai CPOB, dan mendapat persetujuan Dirjen POM
Depkes untuk 21 sertifikat CPOB secara bertahap.
Tahun 2000 LAFI PUSKESAD memperoleh sertifikat CPOB untuk 4 (empat)
sertifikat sediaan Betalaktam. Tahun 2001 Lafi Ditkesad memperoleh 1 (satu) sertifikat
yaitu sediaan serbuk injeksi steril Betalaktam dan turunannya. Pada tahun 2006
memperoleh 5 (lima) sertifikat CPOB produk Non betalaktam. Pada Tanggal 5 September
2007 LAFI PUSKESAD memperoleh izin Industri Farmasi.

vi
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................................. i

KATA PENGANTAR ............................................................................................................. ii

RINGKASAN .......................................................................................................................... v

DAFTAR ISI.......................................................................................................................... vii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................................. ix

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1


1.1 Latar Belakang ..................................................................................................... 1
1.2 Tujuan Praktik Industri ......................................................................................... 2
1.2.1 Tujuan Umum ................................................................................................. 2
1.2.2 Tujuan Khusus ................................................................................................ 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................... 5
2.1 Industri Farmasi ................................................................................................... 5
2.1.1 Pengertian Industri Farmasi ............................................................................... 6
2.1.2 Persyaratan Industri Farmasi ............................................................................. 6
2.1.3 Izin Usaha Industri Farmasi ............................................................................... 6
2.1.4 Pencabutan Izin Usaha Industri Farmasi ............................................................ 8
2.1.5 Pelaporan Industri Farmasi ................................................................................ 9
2.1.6 Peraturan Tentang Industri Farmasi ................................................................... 9
2.1.7 Pendirian Industri Farmasi ................................................................................ 9
2.2 Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) .............................................................. 10
2.2.1 Sistem Mutu Industri Farmasi ............................................................................ 11
2.2.2 Personalia .......................................................................................................... 12
2.2.3 Bangunan dan Fasilitas ...................................................................................... 13
2.2.4 Peralatan ............................................................................................................ 16
2.2.5 Produksi ............................................................................................................ 18
2.2.6 Pengawasan Mutu.............................................................................................. 25
2.2.7 Inspeksi Diri ...................................................................................................... 27
2.2.8 Dokumentasi ..................................................................................................... 28
2.2.9 Kegiatan Alih Daya ........................................................................................... 30

vii
2.2.10 Kualisifikasi dan Validasi ................................................................................ 31
2.3 Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL)............................................................. 34
2.4 Peran Tenaga Teknis Kefarmasian dalam Industru Farmasi ................................. 36
BAB III TINJAUAN KHUSUS PEMASARAN FARMASI .................................... 37
3.1 Profil Industri LAFI PUSKESAD ......................................................................... 37
3.1.1 Sejarah singkat LAFI PUSKESAD .................................................................... 37
3.1.2 Visi dan Misi LAFI PUSKESAD ....................................................................... 38
3.1.3 Kedudukan, tugas pokok, dan fungsi PUSKESAD ............................................. 38
3.1.4 Struktur Organisasi LAFI PUSKESAD .............................................................. 39
3.1.5 Tugas dan tanggung jawab................................................................................. 40
3.2 Sertifikasi CPOB (A, B, C) ................................................................................... 43
3.3 Produk-produk obat (A, B , C) ............................................................................. 44
3.4 Penerapan aspek CPOB di Industri (A, B, C) ........................................................ 56
3.5 Kegiatan produksi obat, obat tradisional dan kosmetik .......................................... 56
3.1.1 Perencanaan dan Pengadaan Barang .................................................................. 57
3.1.2 Kegiatan Instalasi Penyimpanan ........................................................................ 59
3.1.3 Kegiatan Instalasi Produksi ................................................................................ 59
3.1.4 Kegiatan Instalasi Pengawasan Mutu ................................................................. 60
3.1.5 Kegiatan Instalasi Penelitian dan Pengembangan ............................................... 60
3.1.6 Kegiatan Instalasi Pemeliharaan dan Sistem Penunjang ..................................... 61
BAB IV PEMBAHASAN ......................................................................................... 67
4.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan ........................................................................... 67
4.2 Observasi ruangan di LAFI PUSKESAD ............................................................. 67
4.2.1 Ruang produksi ................................................................................................. 71
4.2.2 Sistem penunjang............................................................................................... 72
4.2.3 Pergudangan dan Penyimpanan ......................................................................... 73
4.2.4 Quality Control (QC)......................................................................................... 73
4.2.5 Quality Assurance (QA) .................................................................................... 74
4.3 Kelas-kelas ruangan di LAFI PUSKESAD .......................................................... 74
4.4 Pengadaan ............................................................................................................ 74
4.5 Pendistribusian ..................................................................................................... 74
4.6 Pelaporan ............................................................................................................. 74

viii
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 76
5.1 Kesimpulan .......................................................................................................... 76
5.2 Saran .................................................................................................................... 76
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 77

ix
DAFTAR LAMPIRAN

Gambar 1. Ruang Non Betalaktam ............................................................................. 80


Gambar 2. Konsep Alur Barang dan Personil.............................................................. 81
Gambar 3. Tahapan yang Terdapat di Ruangan Penimbangan ..................................... 82
Gambar 4. Alur Proses Pembuatan Sediaan Padat ....................................................... 83
Gambar 5. Proses Pembuatan Sedian Sirup ................................................................. 84
Gambar 6. Alur Proses Pembuatan Sedian cair .......................................................... 85
Gambar 7. Sertifikat Analisis ...................................................................................... 86
Gambar 8. Mesin isi kapsul ........................................................................................ 87
Gambar 9. Mesin Pembersih Kapsul ........................................................................... 88
Gambar 10. Mesin Pencuci Botol ............................................................................... 89
Gambar 11. Mesin Striping (Pengemasan Primer) ...................................................... 90
Gambar 12. Ruang Betalaktam ................................................................................... 91
Gambar 13. Alur Masuk Ruangan Sefalosporin ......................................................... 92
Gambar 14. Mesin Labeling ....................................................................................... 93
Gambar 15. Alur penerimaan Barang Instalasi penyimpanan ...................................... 94
Gambar 16. Alur Pengolahan Limbah ......................................................................... 95
Gambar 17. Instalasi Pengolahan Air Limbah ............................................................ 96
Gambar 18. Rekondisi HVAC Skematik ..................................................................... 97
Gambar 19. Sistem Udara Bertekanan ........................................................................ 98
Gambar 20. Sistem Pengolahan Air (SPA).................................................................. 99

x
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Kesehatan merupakan salah satu indikator tingkat kesejahteraan manusia
sehingga menjadi prioritas dalam pembangunan nasional. Salah satu upaya untuk
memelihara, menyembuhkan dan meningkatkan kesehatan yaitu dengan
menggunakan obat. Sarana penyediaan obat-obatan bagi masyarakat dimulai dari
aktivitas industri farmasi dengan memproduksi dan mendistribusikan obat-obat
yang bermutu tinggi, berkhasiat, tepat waktu penyediaan, jumlah yang cukup bagi
masyarakat, dan terjamin keamanannya serta dengan harga yang terjangkau.
Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber
daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis (Kemenkes RI, 2009).
Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 1799/MENKES/PER/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari
Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat.
CPOB ( Cara Pembuatan Obat yang Baik ) merupakan salah satu persyaratan dan
pedoman dari Departemen Kesehatan Republik Indonesia dalam hal pembuatan
obat yang harus dipatuhi setiap industri farmasi. Dalam era perdagangan bebas
dimana industri farmasi di Indonesia akan bersaing dengan industri farmasi dari
negara lain maka penerapan CPOB saja belum cukup maka dari itu dituntut untuk
memenuhi persyaratan sistem mutu yang berlaku secara internasional, salah satunya
dengan mendapatkan sertifikat International Organization for Standardization
(ISO).
Sertifikat ISO 9000 merupakan jaminan sistem pengelolaan mutu dan
memberikan kerangka kerja untuk pengolahan yang efektif dan dengan seri ISO
9000 sekaligus merupakan promosi pengembangan perdagangan. Sedangkan sistem
manajemen lingkungan, sistem ramah lingkungan yang menekankan pada
dokumentasi dan penerapannya sebagai bukti obyektif dari jaminan mutu diatur
dalam seri ISO 14000. Dengan memperoleh pengakuan ISO maka akan

1
meningkatkan kredibilitas perusahaan dalam hal kemudahan memasuki pasar bebas
dan sekaligus merupakan kemajuan perusahaan. Keberhasilan pelaksanaan CPOB
dan penerapan ISO dipengaruhi oleh kualitas sumber daya manusia yang terlibat
dalam industri farmasi.
Industri farmasi sebagai produsen obat mempunyai peranan yang besar
terhadap kemajuan tersebut. Dibalik semua itu, proses pembuatan dan pengawasan
mutu adalah yang terpenting. Pembuatan dan pengawasan mutu menentukan
kualitas obat yang dihasilkan dan semua itu kembali lagi kepada CPOB sebagai
persyaratan dan pedoman dari pemerintah Indonesia. Jurusan Farmasi Universitas
Bengkulu sebagai institusi pendidikan farmasi yang mendidik, melatih dan
mempersiapkan tenaga teknis kefarmasian harus mampu memberikan ilmu
pengetahuan sebagai aspek teoritis yang memadai. Hal ini dimaksudkan agar dapat
menerapkan ilmunya dengan baik sehingga siap terjun dan mampu bersaing dalam
dunia kerja di bidang industri farmasi. Agar dapat menghasilkan tenaga teknik
kefarmasian yang berkualitas, aspek teoritis yang telah didapat selama perkuliahan
harus didukung oleh aspek praktik.
Dengan demikian Jurusan Farmasi Universitas Bengkulu menyelenggarakan
Praktek Kerja Lapangan (PKL), salah satunya di Lembaga Farmasi Pusat Kesehatan
Angkatan Darat (LAFI PUSKESAD) yang telah menerapkan CPOB merupakan
salah satu industri farmasi yang mempunyai peranan yang sangat penting dalam
upaya peningkatan derajat kesehatan nasional. Universitas Bengkulu sebagai salah
satu perguruan tinggi yang menghasilkan Tenaga Teknis Kefarmasian mengadakan
kerjasama dalam bentuk Praktik Kerja Lapangan dengan Lembaga Farmasi Pusat
Kesehatan Angkatan Darat (LAFI PUSKESAD) yang berlokasi di jalan Gudang
Utara No. 26 Bandung, dengan waktu pelaksanaan pada tanggal 06 Februari 2023
sampai dengan 03 Maret 2023.

1.2 TUJUAN KEGIATAN


1.2.1 Tujuan Umum
Kegiatan Praktik Industri bertujuan untuk memberikan pengalaman belajar
dan keterampilan dalam bidang Industri Farmasi, Obat Tradisional dan Kosmetik.

2
1.2.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus pelaksanaan kegiatan Praktik Industri ini adalah untuk
memenuhi capaian pembelajaran Industri Farmasi dan unit kompetensi dari
kurikulum D3 Farmasi. Kompetensi yang diharapkan dapat dicapai mahasiswa
setelah melaksanakan kegiatan. Praktik Industri sesuai dengan Kurikulum D3
Farmasi .
1. Melaksanakan rencana pengambilan barang atas permintaan PPIC
2. Melaksanakan kegiatan penerimaan bahan baku, bahan pengemas maupun
produk jadi
3. Menyimpan barang dari gudang berdasarkan standar penyimpanan CPOB (FIFO
dan FEFO)
4. Mengeluarkan barang sesuai dengan dokumen permintaan bahan (untuk
produksi) atau pesanan produk jadi.
5. Membantu QC melakukan monitoring brang expired, barang obsolet dan
pemusnahannya
6. Menerima dan menangani barang kembalian
7. Menimbang bahan baku yang dibutuhkan untuk proses
produksi
8. Melakukan penyimpanan dan pemindahan bahan baku, bahan
pengemas, produk ruahan, produk antara dan produk jadi
selama produksi
9. Melakukan pengecekan kualitas bahan pengemas
10. Melaksanakan pemeriksaan peralatan
11. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan sesuai persyaratan kerja
12. Melaporkan ketidak sesuaian pada atasan
13. Melaksanakan evaluasi catatan bets
14. Menerapkan konsep UK3/K3
15. Berkomunikasi dengan orang lain/hubungan antar bagian
dengan bagian lain di Industri
16. Melaksanakan persiapan diri memasuki dunia wirausaha
17. Membuat sediaan padat tablet, kapsul, serbuk dengan cara granulasi
18. Membuat sediaan kapsul lunak

3
19. Membuat sediaan padat tablet secara cetak langsung
20. Membuat sediaan cair non steril
21. Membuat sediaan setengah padat
22. Membuat sediaan cair setengah padat steril
23. Melaksanakan pengemasan untuk sediaan tablet, kapsul, kapsul lunak,
cairan/setengah padat nonsteril, cairan/setengah padat steril
24. Memeriksa kualitas dan kuantitas bahan yang dibeli sesuai
dengan spesifikasi yang ditetapkan

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Industri Farmasi


2.1.1 Pengertian Industri Farmasi
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1799/MENKES/PER/XII/2010, industri farmasi adalah badan usaha yang
memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan
obat atau bahan obat. Pembuatan obat adalah seluruh tahapan kegiatan dalam
menghasilkan obat, yang meliputi pengadaan bahan awal dan bahan pengemas,
produksi, pengemasan, pengawasan mutu, dan pemastian mutu sampai
diperoleh obat untuk didistribusikan. Obat adalah bahan atau paduan bahan,
termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau
menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan
diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan
kontrasepsi untuk manusia. Bahan obat adalah bahan baik yang berkhasiat
maupun tidak berkhasiat yang digunakan dalam pengolahan obat dengan
standar dan mutu sebagai bahan baku farmasi .
Berdasarkan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 15 tahun 2019,
Industri Farmasi adalah seluruh bentuk kegiatan ekonomi yang mengolah
bahan baku dan/ atau memanfaatkan sumber daya industri sehingga
menghasilkan barang yang mempunyai nilai tambah atau manfaat lebih tinggi,
termasuk jasa industri.
2.1.2 Persyaratan Industri Farmasi
Industri Farmasi dalam melaksanakan proses industrinya harus
memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah. Berdasarkan Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2013, usaha suatu
industri farmasi wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1. Memiliki surat permohon kepada Direktur Jenderal yang ditandatangani
oleh direktur utama dan apoteker penanggung jawab pemastian mutu.
2. Surat izin industri farmasi sebelumnya yang asli.
3. Fotokopi sertifikat CPOB berdasarkan bentuk sediaan.

5
4. Daftar kapasitas produksi pertahun dan betuk sediaan yang diproduksi.
5. Surat persetujuan penanaman modal untuk industri farmasi dalam rangka
penanaman modal asing atau penanaman modal dalam negeri.
6. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
7. Daftar peralatan dan mesin yang digunakan.
8. Daftar dan jumlah tenaga kerja dan kualifikasinya.
9. Fotokopi sertifikat izin dari Kepala Dinas Kesehatan Provinsi.
10. Daftar Pustaka wajib antara lain Farmakope Indonesia edisi terakhir.
11. Surat pernyataan yang asli mengenai kesediaan bekerja penuh dari masing-
masing apoteker penanggung jawab produksi, apoteker penanggung jawab
pengawasan mutu, dan apoteker penanggung jawab pemastian mutu dari
pimpinan perusahaan.
12. Fotokopi ijazah dan surat tanda registerasi apoteker (STRA) dari masing-
masing apoteker penanggung jawab produksi, apoteker penanggung jawab
pengawasan mutu, dan apoteker penanggung jawab pemastian mutu.
13. Surat pernyataan komisaris dan direksi tidak pernah terlibat baik langsung
maupun tidak langsung dalam penyelenggaraan perundang- undangan di
bidang kefarmasian.
Setiap pendirian Industri Farmasi wajib memperoleh Izin Industri
Farmasi dari Direktur Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan serta telah
memenuhi persyaratan CPOB yang dibuktikan dengan sertifikat CPOB yang
berlaku selama 5 tahun sepanjang memenuhi persyaratan.
2.1.3 Izin Usaha Industri Farmasi
Proses pembuatan obat dan/atau bahan obat hanya dapat dilakukan oleh
Industri Farmasi yang telah mendapat izin dari Direktur Jenderal. Persyaratan
untuk memperoleh izin industri farmasi berdasarkan Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1799/MENKES/PER/XII/2010 Pasal 5
sebagai berikut:
a. Berbadan usaha berupa perseroan terbatas;
b. Memiliki rencana investasi dan kegiatan pembuatan obat;
c. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak;
d. Memiliki secara tetap paling sedikit 3 (tiga) orang apoteker Warga Negara

6
Indonesia masing-masing sebagai penanggung jawab pemastian mutu,
produksi, dan pengawasan mutu;
e. Komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung atau tidak
langsung dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang
kefarmasian; dan
f. Dikecualikan dari persyaratan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan
huruf b, bagi pemohon.
Izin industri farmasi milik Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian
Negara Republik Indonesia. Izin industri farmasi berdasarkan Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1799/MENKES/PER/XII/2010
harus diperbaharui sesuai dengan persyaratan dalam Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2013 paling lama 2 (dua)
tahun sejak tanggal pengundangan. Permohonan pembaharuan izin industri
farmasi harus diajukan oleh pemohon dengan kelengkapan sebagai berikut:
a. Surat permohonan kepada Direktur Jenderal yang ditandatangani oleh
direktur utama dan apoteker penanggung jawab pemastian mutu;
b. Surat izin industri farmasi sebelumnya yang asli;
c. Fotokopi sertifikat CPOB berdasarkan bentuk sediaan;
d. Daftar kapasitas produksi pertahun dan bentuk sediaan yang diproduksi;
e. Surat persetujuan penanaman modal untuk Industri Farmasi dalam rangka
Penanaman Modal Asing atau Penanaman Modal Dalam Negeri;
f. Daftar peralatan dan mesin yang digunakan;
g. Daftar dan jumlah tenaga kerja dan kualifikasinya;
h. Fotokopi sertifikat izin lingkungan sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan;
i. Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
j. Rekomendasi pembaharuan izin dari Kepala Dinas Kesehatan Provinsi;
k. Daftar pustaka wajib antara lain Farmakope Indonesia edisi terakhir;
l. Surat pernyataan yang asli mengenai kesediaan bekerja penuh dari masing-
masing apoteker penanggung jawab produksi, apoteker penanggung jawab
pengawasan mutu, dan apoteker penanggung jawab pemastian mutu;
m. Fotokopi surat pengangkatan bagi masing-masing apoteker penanggung

7
jawab produksi, apoteker penanggung jawab pengawasan mutu, dan
apoteker penanggung jawab pemastian mutu dari pimpinan perusahaan;
n. Fotokopi ijazah dan Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA) dari masing-
masing apoteker penanggung jawab produksi, apoteker penanggung jawab
pengawasan mutu, dan apoteker penanggung jawab pemastian mutu;
o. Surat pernyataan komisaris dan direksi tidak pernah terlibat baik langsung
atau tidak langsung dalam pelanggaran perundang-undangan di bidang
kefarmasian; dan
p. Paling lama dalam waktu 14 hari kerja sejak diterimanya permohonan
pembaharuan izin industri farmasi dan dinyatakan lengkap, maka Direktur
Jenderal menerbitkan izin industri farmasi tersebut.
2.1.4 Pencabutan Izin Usaha Industri Farmasi
Berdasarkan Peraturan BPOM No. 19 Tahun 2020, izin usaha industri
farmasi dapat dicabut apabila industri farmasi tersebut :
1. Tidak melaksanakan produksi, importasi, dan/atau peredaran obat selama 24
(dua puluh empat) bulan berturut-turut.
2. Seluruh sertifikat CPOB produk terkait dicabut.
3. Terbukti melakukan tindak pidana di bidang obat dan/atau bahan obat.
4. Izin industri farmasi pemilik izin edar dicabut.
Menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
245/Men.Kes/SK/V/1990, izin usaha industri farmasi dapat dicabut dalam hal
sebagai berikut:
a. Melakukan pemindahtanganan hak milik izin usaha industri farmasi dan
perluasan tanpa memiliki izin sesuai dengan ketentuan dalam surat
keputusan ini;
b. Tidak menyampaikan informasi industri secara berturut-turut 3 kali atau
dengan sengaja menyampaikan informasi yang tidak benar;
c. Melakukan pemindahan lokasi usaha industri tanpa persetujuan tertulis
terlebih dahulu dari Menteri;
d. Dengan sengaja memproduksi obat jadi atau bahan baku obat yang tidak
memenuhi persyaratan dan ketentuan yang berlaku,
e. Tidak dipenuhinya ketentuan dalam izin usaha industri farmasi yang

8
ditetapkan dalam surat keputusan ini.
2.1.5 Pelaporan Industri Farmasi
Industri farmasi Wajib menyampaikan laporan industri kepada
Direktorat Jendral BPOM mengenai kegiatan usahanya setiap 6 bulan, meliputi
jumlah dan nilai produksi setiap obat atau bahan obat yang dihasilkan dan
setiap 1 tahun untuk laporan lengkapnya. Laporan industri farmasi
disampaikan kepada Direktur Jendral dan tembusan kepada Kepala Badan
POM. Laporan dapat disampaikan secara elektronik melalui email atau sistem
yang sudah disediakan oleh Badan POM (Menteri Kesehatan, 2010).
2.1.6 Peraturan Tentang Industri Farmasi
1. PerMenKes RI No.16 Tahun 2013 tentang Perubahan PerMenKes
No.1799/MenKes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi.
2. PerMenKes RI No.17 Tahun 2017 tentang Rencana Aksi Pengembangan
Industri Farmasi dan Alat Kesehatan.
3. Peraturan BPOM No. 19 Tahun 2020 tentang Pedoman Tindak Lanjut
Pengawasan Obat dan Bahan Obat.
4. Peraturan Menteri Perindustrian RI No.15 Tahun 2019 tentang Penerbitan
Izin Usaha Industri dan Izin Perluasan Dalam Kerangka Pelayanan
Perizinan Berusaha Terintergrasi Secara Elektronik.
2.1.7 Pendirian Industri Farmasi
Persyaratan untuk memperoleh Izin Industri Farmasi sebagaimana
dimaksud dari PerMenKes RI No. 16 Tahun 2013 pasal 30 ayat 4 terdiri atas :
1. Memiliki surat permohonan Kepada Direktur Jenderal yang ditandatangani
oleh direktur utama dan apoteker penanggung jawab pemastian mutu.
2. Surat izin industri farmasi sebelumnya yang asli.
3. Fotokopi sertifikat CPOB berdasarkan bentuk sediaan.
4. Daftar kapasitas produksi pertahun dan betuk sediaan yang diproduksi.
5. Surat persetujuan penanaman modal untuk industri farmasi dalam rangka
penanaman modal asing atau penanaman modal dalam negeri.
6. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
7. Daftar peralatan dan mesin yang digunakan.
8. Daftar dan jumlah tenaga kerja dan kualifikasinya.

9
9. Fotokopi sertifikat izin dari Kepala Dinas Kesehatan Provinsi.
10. Daftar Pustaka wajib antara lain Farmakope Indonesia edisi terakhir.
11. Surat pernyataan yang asli mengenai kesediaan bekerja penuh dari masing-
masing apoteker penanggung jawab produksi, apoteker penanggung jawab
pengawasan mutu, dan apoteker penanggung jawab pemastian mutu dari
pimpinan perusahaan.
12. Fotokopi ijazah dan surat tanda registerasi apoteker (STRA) dari masing-
masing apoteker penanggung jawab produksi, apoteker penanggung jawab
pengawasan mutu, dan apoteker penanggung jawab pemastian mutu.
13. Surat pernyataan komisaris dan direksi tidak pernah terlibat baik langsung
maupun tidak langsung dalam penyelenggaraan perundang- undangan di
bidang kefarmasian.

2.2 Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB)


Industri farmasi wajib memenuhi persyaratan CPOB yang dibuktikan dengan
sertifikat CPOB dan berlaku selama 5 tahun selama memenuhi persyaratan. Cara
Pembuatan Obat yang Baik yang selanjutnya disingkat CPOB adalah cara
pembuatan obat dan/atau bahan obat yang bertujuan untuk menjamin obat yang
dibuat secara konsisten dan memastikan agar mutu obat dan/atau bahan obat yang
dihasilkan sesuai dengan persyaratan dan tujuan penggunaan. Terdapat 12 bab
dalam CPOB, yaitu sistem mutu industri farmasi, personalia, bangunan-fasilitas,
peralatan, produksi, cara penyimpanan dan pengiriman obat yang baik, pengawasan
mutu, inspeksi diri, keluhan dan penarikan produk, dokumentasi, kegiatan alih daya,
kualifikasi dan validasi.
Pedoman CPOB wajib menjadi acuan bagi industri farmasi dan sarana yang
melakukan kegiatan pembuatan Obat dan Bahan Obat di mana CPOB mencakup
seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu juga dimaksudkan untuk digunakan
oleh industri farmasi sebagai dasar pengembangan aturan internal sesuai kebutuhan.
Pada pembuatan obat, pengendalian menyeluruh adalah sangat esensial untuk
menjamin bahwa konsumen menerima obat yang bermutu tinggi, mutu obat
tergantung pada bahan awal, bahan pengemas, proses produksi dan pengendalian
mutu, bangunan, peralatan yang dipakai serta personel yang terlibat. Pemastian

10
mutu suatu obat tidak hanya mengandalkan pada pelaksanaan pengujian tertentu
saja, namun obat dibuat dalam kondisi yang dikendalikan dan dipantau secara
cermat (CPOB).
2.2.1 Sistem Mutu Industri Farmasi
Industri farmasi harus menetapkan manajemen puncak yang mengarahkan
dan mengendalikan perusahaan atau pabrik dengan kewenangan dan tanggung
jawab memobilisasi sumber daya dalam perusahaan atau pabrik untuk mencapai
kepatuhan terhadap regulasi. Manajemen puncak bertanggung jawab untuk
pencapaian sasaran mutu, yang memerlukan partisipasi dan komitmen dari personel
pada semua tingkat di berbagai departemen dalam perusahaan, pemasok dan
distributor. Untuk mencapai sasaran mutu yang handal, diperlukan Sistem Mutu
yang didesain secara komprehensif dan diterapkan secara benar serta mencakup
Cara Pembuatan Obat yang Baik dan Manajemen Risiko Mutu. Pelaksanaan sistem
ini hendaklah dokumentasi lengkap dan dipantau efektivitasnya. Semua bagian
Sistem Mutu didukung ketersediaan personel yang kompeten, bangunan dan sarana
serta peralatan yang cukup dan memadai.
Manajemen Mutu adalah suatu konsep luas yang mencakup semua aspek
baik secara individual maupun secara kolektif, yang akan memengaruhi mutu
produk. Manajemen Mutu adalah totalitas semua pengaturan yang dibuat, dengan
tujuan untuk memastikan bahwa obat memiliki mutu yang sesuai tujuan
penggunaan. Oleh karena itu, Manajemen Mutu mencakup juga Cara Pembuatan
Obat yang Baik (CPOB).
CPOB adalah bagian dari Manajemen Mutu yang memastikan obat dibuat
dan dikendalikan secara konsisten untuk mencapai standar mutu yang sesuai dengan
tujuan penggunaan dan persyaratan Izin Edar, Persetujuan Uji Klinik atau
spesifikasi produk. CPOB mencakup Produksi dan Pengawasan Mutu.
Pengawasan Mutu adalah bagian dari CPOB yang mencakup pengambilan
sampel, spesifikasi dan pengujian, serta mencakup organisasi, dokumentasi dan
prosedur pelulusan yang memastikan bahwa pengujian yang diperlukan dan relevan
telah dilakukan. Bahan tidak boleh diluluskan untuk digunakan dan produk tidak
boleh diluluskan untuk dijual atau didistribusi sampai mutunya dinilai memuaskan.
Pengkajian mutu produk secara berkala hendaklah dilakukan terhadap

11
semua obat terdaftar, termasuk produk ekspor, dengan tujuan untuk membuktikan
konsistensi proses, kesesuaian dengan spesifikasi bahan awal, bahan pengemas dan
produk jadi, untuk melihat tren dan mengidentifikasi perbaikan yang diperlukan
untuk produk dan proses. Pengkajian mutu produk secara berkala biasanya
dilakukan tiap tahun dan didokumentasikan, dengan mempertimbangkan hasil
kajian ulang sebelumnya.
Manajemen risiko mutu adalah suatu proses sistematis untuk melakukan
penilaian, pengendalian, komunikasi dan pengkajian risiko terhadap mutu obat.
Proses ini dapat diaplikasikan baik secara proaktif maupun retrospektif. Prinsipnya
adalah evaluasi risiko terhadap mutu dilakukan berdasarkan pengetahuan secara
ilmiah, pengalaman dengan proses yang sudah disetujui dan pada akhirnya
dikaitkan pada perlindungan pasien; dan tingkat upaya pengambilan tindakan,
formalitas dan dokumentasi dari proses manajemen risiko mutu sepadan dengan
tingkat risiko.
2.2.2 Personalia
Industri farmasi harus bertanggung jawab untuk menyediakan personel yang
terkualifikasi dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua tugas karena
pembuatan obat yang benar mengandalkan sumber daya manusia. Oleh sebab itu.
Tanggung jawab individual secara jelas dipahami oleh masing- masing dan
didokumentasikan. Seluruh personel hendaklah memahami prinsip CPOB yang
menyangkut tugasnya serta memperoleh pelatihan awal dan berkesinambungan,
termasuk instruksi higiene yang berkaitan dengan pekerjaannya.
a. Personel Kunci
Manajemen puncak menunjuk satu orang personel kunci termasuk Kepala
Produksi, Kepala Pengawasan Mutu, dan Kepala Pemastian Mutu yang dijabat
oleh seorang Apoteker.
b. Pelatihan
Pelatihan bagi seluruh personel yang terlibat dalam kegiatan di industri farmasi
secara berkala harus dilakukan dan diberikan oleh orang yang terkualifikasi.
Personel yang perlu mendapatkan pelatihan terutama yang berada di area
produksi dan gudang penyimpanan atau laboratorium (termasuk personel teknik,
pemeliharaan dan pembersihan), dan bagi personel lain yang kegiatannya

12
berdampak pada mutu produk.
c. Konsultan
Pemilihan konsultan berdasarkan pertimbangan kemampuan konsultan dalam
hal pendidikan, pelatihan, dan pengalaman yang memadai, atau kombinasinya,
untuk memberi saran atas subjek yang mereka kuasai. Data yang mencakup nama,
alamat, kualifikasi, dan jenis layanan yang diberikan oleh konsultan hendaklah
dipelihara.
2.2.3 Bangunan dan Fasilitas
Bangunan-fasilitas untuk pembuatan obat harus memiliki desain konstruksi
dan letak yang memadai, serta dirawat kondisinya untuk kemudahan pelaksanaan
operasi yang benar. Tata letak dan desain ruangan harus dibuat sedemikian rupa
untuk memperkecil risiko terjadi ketidakjelasan, kontaminasisilang dan kesalahan
lain, serta memudahkan pembersihan, sanitasi dan perawatan yang efektif untuk
menghindarkan kontaminasi silang, penumpukan debu atau kotoran, dan dampak
lain yang dapat menurunkan mutu obat.
a. Area Penimbangan
Area penimbangan dapat menjadi bagian dari area penyimpanan atau area
produksi. Penimbangan bahan awal dan perkiraan hasil nyata produk dengan
cara penimbangan hendaklah dilakukan di area penimbangan terpisah yang
didesain khusus untuk kegiatan.
b. Area Produksi
Prinsip Manajemen Risiko Mutu hendaklah digunakan untuk menilai dan
mengendalikan risiko. Tata letak ruang produksi sebaiknya dirancang
sedemikian rupa untuk memungkinkan kegiatan produksi dilakukan di area yang
saling berhubungan mengikuti urutan tahap produksi dan menurut kelas
kebersihan yang dipersyaratkan, mencegah kesesakan dan ketidakteraturan, serta
memungkinkan komunikasi dan pengawasan yang efektif. Permukaan dinding,
lantai, langit-langit, pada bagian produksi yang dipersyaratkan oleh BPOM yaitu
halus, bebas retak, sambungan terbuka, dan tidak melepaskan partikulat serta
mudah dibersihkan. Selain itu, pipa, fiting lampu, titik ventilasi, dan instalasi
layanan lain didesain dan dipasang sedemikian rupa untuk menghindarkan
pembentukan ceruk yang sulit dibersihkan serta mudah diakses dari luar area

13
produksi untuk kepentingan pemeliharaan. Pipa yang terpasang di dalam
ruangan tidak boleh menempel pada dinding tetapi digantungkan dengan
menggunakan siku-siku penyangga berjarak cukup dari dinding untuk
memudahkan pembersihan menyeluruh.
Kelas kebersihan ruang/area untuk pembuatan obat didasarkan pada jumlah
maksimum partikulat udara dan jumlah maksimum mikroba udara yang
diperbolehkan untuk tiap kelas kebersihan. Kelas A, B, C,dan D adalah kelas
kebersihan ruang untuk pengolahan produk steril. Persyaratan pembuatan produk
steril dirangkum pada Aneks 1 Pembuatan Produk Steril. Kelas E adalah kelas
kebersihan ruang untuk pengolahan produk nonsteril, dimana persyaratan jumlah
maksimum partikulat udara pada kondisi non operasional adalah 3.520.000
partikel/m3 untuk partikel ukuran ≥ 0,5 μm dan 29.000 untuk partikel ukuran ≥
5 μm. Jumlah maksimum mikroba udara ditetapkan oleh industri berdasar kajian
risiko dari jenis sediaan yang ditangani misal cair, krim, dan padat.
c. Area Penyimpanan
Area penyimpanan didesain atau disesuaikan untuk menjamin kondisi
penyimpanan yang baik. Area tersebut hendaklah bersih, kering, dan mendapat
pencahayaan yang cukup serta suhunya dipertahankan dalam batas yang
ditetapkan. Apabila kondisi penyimpanan khusus (misal suhu, kelembaban)
dibutuhkan, kondisi tersebut hendaklah disiapkan, dikendalikan, dipantau dan
dicatat di mana diperlukan.
Area penerimaan dan pengiriman barang hendaklah dapat memberikan
perlindungan bahan dan produk terhadap cuaca. Area penerimaan hendaklah
didesain dan dilengkapi dengan peralatan yang sesuai untuk kebutuhan
pembersihan wadah barang masuk, bila diperlukan, sebelum dipindahkan ke
tempat penyimpanan.
Area terpisah dan terkunci hendaklah disediakan untuk penyimpanan bahan
dan produk yang ditolak, atau yang ditarik kembali atau yang dikembalikan.
Bahan aktif berpotensi tinggi dan bahan radioaktif, narkotik, obat berbahaya
lain, dan zat atau bahan yang mengandung risiko tinggi terhadap
penyalahgunaan, kebakaran atau ledakan disimpan di area yang terjamin
keamanannya. Obat narkotik dan obat berbahaya lain disimpan di tempat

14
terkunci.
d. Area Pengawasan Mutu
Laboratorium pengawasan mutu hendaklah didesain sesuai dengan kegiatan
yang dilakukan dan dibuat terpisah dari area produksi. Laboratorium pengujian
dipisahkan satu dengan yang lain meliputi area pengujian biologi, mikrobiologi,
dan radioisotop. Hal yang perlu diperhatikan dalam mendesain laboratorium
yaitu memerhatikan kesesuaian bahan konstruksi yang dipakai, ventilasi dan
pencegahan terhadap asap. Pasokan udara ke laboratorium dipisahkan dari
pasokan ke area produksi. Selain itu, dipasang unit pengendali udara yang
terpisah untuk masing-masing laboratorium biologi, mikrobiologi dan
radioisotop.
e. Sarana Pendukung
Sarana pendukung dapat berupa Ruang istirahat dan kantin, Fasilitas untuk
mengganti pakaian kerja, membersihkan diri dan toilet, bengkel perbaikandan
pemeliharaan Peralatan dan Sarana pemeliharaan hewan. Fasilitas untuk
mengganti pakaian kerja, membersihkan diri dan toilet hendaklah disediakan
dalam jumlah yang cukup dan mudah diakses. Toilet tidak boleh berhubungan
langsung dengan area produksi atau area penyimpanan. Ruang ganti pakaian
untuk area produksi hendaklah berada di area produksi namun terpisah dari
ruang produksi. Letak bengkel perbaikan dan perawatan peralatan sedapat
mungkin terpisah dari area produksi. Ruang tempat penyimpangan suku cadang,
aksesoris mesin, dan perkakas bengkel disimpan di area produksi diletakan
dalam ruangan atau lemari khusus untuk penyimpanan alat tersebut.
f. Pembersihan dan Sanitasi Bangunan-Fasilitas
Konstruksi bangunan yang digunakan untuk pembuatan obat hendaklah
didesain dengan tepat untuk memudahkan sanitasi yang baik. Prosedur tertulis
untuk pemakaian rodentisida, insektisida, fungisida, pembersih, dan sanitasi
yang tepat perlu disediakan di area produksi dan laboratorium. Prosedur tertulis
tersebut hendaklah disusun dan dipatuhi untuk mencegah kontaminasi terhadap
peralatan, bahan awal, wadah obat, tutup wadah, bahan pengemas, dan label atau
produk jadi. Prosedur sanitasi hendaklah berlaku untuk pekerjaan yang
dilaksanakan oleh kontraktor atau karyawan sementara maupun karyawan purna

15
waktu selama pekerjaan operasional biasa.
2.2.4 Peralatan
Peralatan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan konstruksi
yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dan dikualifikasi dengan tepat,
agar mutu obat terjamin sesuai desain serta seragam dari bets- ke-bets, memudahkan
pembersihan serta pemeliharaan agar dapat mencegah kontaminasi silang dan
penumpukan debu atau kotoran dan hal-hal yang umumnya berdampak buruk pada
mutu produk. Hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain:
a. Desain dan Konstruksi
Peralatan yang digunakan dalam konstruksi bersentuhan dengan bahan
awal, produk antara atau produk jadi tidak boleh menimbulkan reaksi, adisi atau
absorbsi yang dapat memengaruhi identitas, mutu atau kemurnian di luar batas
yang ditentukan serta tidak boleh merusak produk akibat katup bocor, tetesan
pelumas, dan hal sejenis atau karena perbaikan, pemeliharaan, modifikasi, dan
adaptasi yang tidak tepat. Peralatan yang digunakan merupakan peralatan yang
mudah dibersihkan sesuai prosedur tertulis yang rinci serta disimpan dalam
keadaan bersih dan kering.
Hendaklah tersedia alat timbang dan alat ukur dengan rentang dan ketelitian
yang tepat untuk proses produksi dan pengawasan. Peralatan untuk mengukur,
menimbang, mencatat, dan mengendalikan hendaklah dikalibrasi dan diperiksa
pada interval waktu tertentu dengan metode yang ditetapkan. Catatan yang
memadai dari pengujian tersebut hendaklah disimpan. Pipa air suling, air
deionisasi, dan bila perlu pipa air lain untuk produksi hendaklah disanitasi sesuai
prosedur tertulis. Prosedur tersebut hendaklah berisi rincian batas cemaran
mikroba dan tindakan yang harus dilakukan.
b. Pemasangan dan Penempatan
Pemasangan dan Penempatan Peralatan hendaklah dilakukan
sedemikianrupa untuk mencegah risiko kesalahan atau kontaminasi. Peralatan
satusama lain hendaklah ditempatkan pada jarak yang cukup untuk
menghindarkan kesesakan serta memastikan tidak terjadi kekeliruan dan
kecampurbauran produk. Air, uap, dan udara bertekanan atau vakum serta
saluran lain dipasang sedemikian rupa agar mudah diakses pada tiap tahap proses

16
dan diberi penandaan yang jelas untuk menunjukkan isi dan arah aliran. Tiap
peralatan utama hendaklah diberi tanda dengan nomor identitas yang jelas.
Nomor ini dicantumkan di dalam semua perintah dan catatan bets untuk
menunjukkan unit atau peralatan yang digunakan pada pembuatan bets tersebut
kecuali bila peralatan tersebut hanya digunakan untuk satu jenis produk saja.
c. Pembersihan dan Sanitasi Peralatan
Pembersihan peralatan setelah digunakan baik bagian luar maupun bagian
dalam sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan, serta dijaga dan disimpan
dalam kondisi yang bersih. Setiap kali sebelum dipakai, kebersihannya diperiksa
untuk memastikan bahwa semua produk atau bahan dari bets sebelumnya telah
dihilangkan. Metode pembersihan dengan cara vakum atau cara basah lebih
dianjurkan. Udara bertekanan hendaklah digunakan dengan hati-hati dan bila
mungkin dihindarkan karena menambahrisiko kontaminasi produk. Pembersihan
dan penyimpanan peralatan yang dapat dipindah-pindahkan dan penyimpanan
bahan pembersih hendaklah dilaksanakan dalam ruangan yang terpisah dari
ruangan pengolahan.
Prosedur tertulis yang cukup rinci untuk pembersihan dan sanitasi peralatan
serta wadah yang digunakan dalam pembuatan obat hendaklah dibuat, divalidasi
dan ditaati. Prosedur ini hendaklah dirancang agar kontaminasi peralatan oleh
bahan pembersih atau sanitasi dapat dicegah. Prosedur ini hendaklah meliputi
penanggung jawab pembersihan, jadwal, metode, peralatan, dan bahan yang
dipakai dalam pembersihan serta metode pembongkaran dan perakitan kembali
peralatan yang mungkin diperlukan untuk memastikan pembersihan yang benar
terlaksana. Jika perlu, prosedur juga meliputi sterilisasi peralatan, penghilangan
identitas bets sebelumnya serta perlindungan peralatan yang telah bersih terhadap
kontaminasi sebelum digunakan.
d. Pemeliharaan
Kegiatan perbaikan dan pemeliharaan tidak boleh menimbulkan risiko
terhadap mutu produk. Peralatan hendaklah dipelihara sesuai jadwal untuk
mencegah malfungsi atau kontaminasi yang dapat memengaruhi identitas, mutu,
atau kemurnian produk. Bahan pendingin, pelumas, dan bahan kimia lain seperti
cairan alat penguji suhu hendaklah dievaluasi dan disetujui denganproses formal.

17
Peralatan dan alat bantu hendaklah dibersihkan, disimpan, dan bila perlu
disanitasi dan disterilisasi untuk mencegah kontaminasi atau sisa bahan dari
proses sebelumnya yang akan memengaruhi mutu produk termasuk produk
antara di luar spesifikasi resmi atau spesifikasi lain yang telah ditentukan.
Bila peralatan digunakan untuk membuat produk secara kontinu dan secara
kampanye pada bets yang berurutan dari produk dan produk antara yang sama,
peralatan hendaklah dibersihkan dalam tenggat waktu yangsesuai untuk
mencegah penumpukan dan sisa kontaminan (misal: hasil urai atau tingkat
mikroba yang melebihi batas). Peralatan umum (tidak dikhususkan) hendaklah
dibersihkan setelah digunakan memproduksi produk yang berbeda untuk
mencegah kontaminasi-silang.
2.2.5 Produksi
Kegiatan produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang
telah ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOB yang menjamin senantiasa
menghasilkan obat yang memenuhi persyaratan mutu serta memenuhi ketentuan
izin pembuatan dan izin edar. Seluruh penanganan bahan dan produk jadi, seperti
penerimaan dan karantina, pengambilan sampel, penyimpanan, penandaan,
penimbangan, pengolahan, pengemasan dan distribusi hendaklah dilakukan sesuai
dengan prosedur atau instruksi tertulis dan bila perlu dicatat. Seluruh bahan yang
diterima hendaklah diperiksa untuk memastikan kesesuaiannya dengan pesanan.
Wadah hendaklah dibersihkan dimana perlu dan diberi penandaan dengan data yang
diperlukan. Bahan yang diterima dan produk jadi hendaklah dikarantina secara fisik
atau administratif segera setelah diterima atau diolah, sampai dinyatakan lulus untuk
pemakaian atau distribusi. Selama pengolahan, semua bahan, wadah produk ruahan,
peralatan atau mesin produksi dan bila perlu ruang kerja yang dipakai hendaklah
diberi label atau penandaan dari produk atau bahan yang sedang diolah dan nomor
bets. Bila perlu, penandaan ini hendaklah juga menyebutkan tahapan proses
produksi.
a. Bahan Awal
Seleksi, kualifikasi, persetujuan, dan pemeliharaan pemasok bahan awal,
beserta pembelian dan penerimaannya, hendaklah didokumentasikan sebagai
bagian dari sistem mutu industri farmasi. Tingkat pengawasan hendaklah

18
proporsional dengan risiko yang ditimbulkan oleh masing- masing bahan,
dengan mempertimbangkan sumbernya, proses pembuatan, kompleksitas rantai
pasokan, dan penggunaan akhir di mana bahan tersebut digunakan dalam produk
obat. Bukti pendukung untuk setiap persetujuan pemasok/bahan hendaklah
disimpan. Personel yang terlibat dalam kegiatan ini hendaklah memiliki
pengetahuan terkini tentang pemasok, rantai pasokan, dan risiko yang terkait.
Jika memungkinkan, bahan awal hendaklah dibeli langsung dari pabrik pembuat.
Semua penerimaan, pengeluaran, dan jumlah bahan tersisa hendaklah
dicatat. Catatan hendaklah berisi keterangan mengenai pasokan, nomor bets/lot,
tanggal penerimaan atau penyerahan, tanggal pelulusan dan tanggal kadaluwarsa
bila ada. Pada tiap penerimaan bahan awal, hendaklah dilakukan pemeriksaan
keutuhan wadah termasuk terhadap segel penanda kerusakan dan kesesuaian
antara catatan pengiriman, pesanan pembelian, label pemasok, dan pabrik
pembuat yang disetujui serta informasi pemasok yang dikelola oleh pabrik
pembuat produk obat. Pemeriksaan pada setiap penerimaan hendaklah
didokumentasikan. Sampel bahan awal hendaklah diambil oleh personel dengan
metode yang disetujui oleh kepala Pengawasan Mutu.
Bahan awal yang diterima hendaklah dikarantina sampai disetujui dan
diluluskan untuk pemakaian oleh kepala bagian Pengawasan Mutu. Bahan awal
di area penyimpanan hendaklah diberi label yang tepat. Label hendaklah memuat
keterangan paling sedikit sebagai berikut:
1. Nama bahan dan bila perlu nomor kode bahan;
2. Nomor bets/kontrol yang diberikan pada saat penerimaan bahan;
3. Status bahan (misal: karantina, sedang diuji, diluluskan, ditolak);
4. Tanggal kedaluwarsa atau tanggal uji ulang bila perlu.
Jika digunakan sistem penyimpanan terkomputerisasi yang divalidasi
penuh, maka semua keterangan di atas tidak perlu ditampilkan dalam bentuk
tulisan terbaca pada label. Hanya bahan awal yang sudah diluluskan oleh
bagian Pengawasan Mutu dan masih dalam masa simpan atau tanggal uji ulang
yang boleh digunakan. Uji ulang hendaklah dilakukan mengikuti spesifikasi
awal. Alat timbang yang akan digunakan perlu diverifikasi tiap hari sebelum
dipakai untuk membuktikan bahwa kapasitas, ketelitian dan ketepatannya

19
memenuhi persyaratan sesuai dengan jumlah bahan yang akan ditimbang.
b. Validasi
Studi validasi hendaklah memperkuat pelaksanaan CPOB dan dilakukan
sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. Hasil validasi dan kesimpulan
hendaklah dicatat. Apabila suatu formula pembuatan atau metode preparasi baru
diadopsi, hendaklah diambil langkah untuk membuktikan prosedur tersebut
cocok untuk pelaksanaan produksi rutin, dan bahwa proses yang telah ditetapkan
dengan menggunakan bahan danperalatan yang telah ditentukan, akan senantiasa
menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu. Perubahan signifikan
terhadap prosespembuatan termasuk perubahan peralatan atau bahan yang dapat
memengaruhi mutu produk dan atau reprodusibilitas proses hendaklah
divalidasi. Hendaklah secara kritis dilakukan revalidasi secara periodik untuk
memastikan bahwa proses dan prosedur tetap mampu mencapai hasil yang
diinginkan.
c. Pencegahan Pencemaran Silang
Kontaminasi bahan awal atau produk oleh bahan atau produk lain hendaklah
dicegah. Risiko kontaminasi silang ini dapat timbul akibat tidak terkendali debu,
gas, uap, aerosol, bahan genetis atau organisme dari bahan aktif, bahan lain
(bahan awal maupun yang sedang diproses), dan produk yang sedang diproses,
residu yang tertinggal pada alat, dan pakaian kerja serta kulit operator. Risiko
tersebut di atas hendaklahdinilai. Tingkat risiko kontaminasi dapat bervariasi
tergantung dari sifat kontaminan dan produk yang terkontaminasi. Di antara
kontaminan yang paling berbahaya adalah bahan yang dapat menimbulkan
sensitisasi tinggi, preparat biologis yang mengandung mikroba hidup, hormon
tertentu, bahan sitotoksik, dan bahan lain berpotensi tinggi. Produk yangpaling
terpengaruh oleh kontaminasi silang adalah sediaan parenteral atau yang
diberikan pada luka terbuka dan sediaan yang diberikan dalam dosis besar
dan/atau sediaan yang diberikan dalam jangka waktu yang panjang.
Bagaimanapun, kontaminasi terhadap semua produk berisiko terhadap
keselamatan pasien, tergantung pada sifat dan tingkat kontaminasi.
Kontaminasi silang hendaklah dicegah dengan memperhatikan desain
bangunan-fasilitas dan peralatan seperti yang dijelaskan masing- masing di

20
bagian Bangunan Fasilitas dan Peralatan. Pencegahan kontaminasi silang
hendaklah didukung dengan memperhatikan desain proses dan pelaksanaan
tindakan teknis atau tindakan terorganisasi yang relevan, termasuk proses
pembersihan yang efektif, untuk mengendalikan risiko kontaminasi silang.
Proses Manajemen Risiko Mutu, yang mencakup evaluasi potensi dan
toksikologi, hendaklah digunakan untuk menilai dan mengendalikan risiko
kontaminasi silang pada produk yang dibuat. Faktor- faktor seperti desain dan
penggunaan fasilitas/peralatan, alur personel, dan bahan, pengendalian
mikrobiologi, karakteristik fisikokimia bahan aktif, karakteristik proses, proses
pembersihan, dan kemampuan analitis relatif terhadap batas relevan yang
ditetapkan dari evaluasi produk – hendaklah juga diperhitungkan. Hasil dari
proses Manajemen Risiko Mutu hendaklah menjadi dasar untuk menentukan
kebutuhan dan sejauh mana bangunan-fasilitas dan peralatan harus dikhususkan
dalam produk atau kelompok produk tertentu. Hal ini dapat mencakup dedikasi
bagian tertentu yang bersentuhan dengan produk atau dedikasi seluruh fasilitas
pembuatan. Pembatasan aktivitas pembuatan dengan menggunakan area
produksi yang terpisah, area produksi terkungkung untuk fasilitas multiproduk
mungkin dapat diterima selama ada justifikasi. Tindakan pencegahan terhadap
pencemaran silang dan efektifitasnya hendaklah diperiksa secara berkala sesuai
prosedur yang ditetapkan.
d. Sistem Penomoran Bets/Lot
Sistem yang menjelaskan secara rinci penomoran bets/lot dengan tujuan
untuk memastikan bahwa tiap bets/lot produk antara, produk ruahan atau
produk jadi dapat diidentifikasi.Sistem penomoran bets/lot yang digunakan
pada tahap pengolahan dan tahap pengemasan hendaklah saling berkaitan.
e. Penimbangan dan Penyerahan
Penimbangan atau penghitungan dan penyerahan bahan awal, bahan
pengemas, produk antara dan produk ruahan dianggap sebagai bagian darisiklus
produksi dan memerlukan dokumentasi serta rekonsiliasi yang lengkap. Semua
pengeluaran bahan awal, bahan pengemas, produk antara, dan produk ruahan
termasuk bahan tambahan yang telah diserahkan sebelumnya ke produksi,
hendaklah didokumentasikan dengan benar. Hanya bahan awal, bahan

21
pengemas, produk antara, dan produk ruahan yang telah diluluskan oleh
Pengawasan Mutu dan masih belum kedaluwarsa yang boleh diserahkan.
f. Pengembalian
Bahan awal, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan tidak boleh
dikembalikan ke gudang penyimpanan kecuali memenuhi spesifikasi yang telah
ditetapkan dengan cara didokumentasikan dengan benar dan direkonsiliasi.
g. Operasi Pengolahan Produk Antara dan Produk Ruahan
Semua bahan yang dipakai dalam pengolahan hendaklah diperiksa sebelum
dipakai. Kegiatan pembuatan produk yang berbeda tidak boleh dilakukan
bersamaan atau berurutan di dalam ruang yang sama kecualitidak ada risiko
terjadinya kecampurbauran atau kontaminasisilang. Kondisi lingkungan di area
pengolahan hendaklah dipantau dan dikendalikan agar selalu berada pada
tingkat yang dipersyaratkan untukkegiatan pengolahan.
h. Bahan dan Produk Kering
Desain, pemeliharaan serta penggunaan sarana dan peralatan secara khusus
harus dilakukan untuk mengatasi masalah pengendalian debu dan pencemaran
silang yang terjadi pada saat penanganan bahan dan produk kering. Apabila
layak hendaklah dipakai sistem pembuatan tertutup atau metode lain yang
sesuai. Sistem penghisap udara yang efektif hendaklah dipasang dengan letak
lubang pembuangan sedemikian rupa untuk menghindarkan kontaminasi dari
produk atau proses lain. Sistem penyaringan udara yang efektif atau sistem lain
yang sesuai hendaklah dipasang untuk menahan debu. Pemakaian alat penghisap
debupada pembuatan tablet dan kapsul sangat dianjurkan.
i. Produk Cair, Krim dan Salep (nonsteril)
Produk cair, krim, dan salep mudah terkena kontaminasi terutama terhadap
mikroba atau cemaran lain selama proses pembuatan. Oleh karena itu, tindakan
khusus harus diambil untuk mencegah kontaminasi. Penggunaan sistem tertutup
untuk produksi dan transfer sangat dianjurkan; area produksi di mana produk
atau wadah bersih tanpa tutup terpapar ke lingkungan hendaklah diberi ventilasi
yang efektif dengan udara yang disaring.
j. Bahan Pengemas
Seleksi, kualifikasi, persetujuan dan pemeliharaan pemasok bahan

22
pengemas primer dan bahan cetak hendaklah diberi perhatian yang sama seperti
terhadap bahan awal. Perhatian khusus hendaklah diberikan kepada bahan
pengemas cetak. Bahan tersebut hendaklah disimpan di bawah kondisi keamanan
yang memadai dan orang yang tidak berkepentingan dilarang masuk. Label
potong dan bahan pengemas cetak lepas lain hendaklah disimpan dan diangkut
dalam wadah tertutup untuk menghindarkan mix up. Bahan pengemas hendaklah
diserahkan kepada personel yang berwenang sesuai prosedur tertulis yang
disetujui.
k. Pengemasan
Kegiatan pengemasan berfungsi membagi dan mengemas produk ruahan
menjadi produk jadi. Pengemasan hendaklah dilaksanakan di bawah
pengendalian yang ketat untuk menjaga identitas, keutuhan dan mutu produk
akhir yang dikemas. Kegiatan pengemasan, harus diperhatikan secara khusus
untuk meminimalkan risiko kontaminasi silang, kecampurbauran atau substitusi.
Produk yang berbeda tidak boleh dikemas berdekatan kecuali ada segregasi
fisik atau sistem lain yang dapat memberikan jaminan yang sama.
l. Pengawasan dalam proses
Untuk memastikan keseragaman bets dan keutuhan obat, prosedur tertulis
yang menjelaskan pengambilan sampel, pengujian atau pemeriksaan yang harus
dilakukan selama proses dari tiap bets produk hendaklah dilaksanakan sesuai
dengan metode yang telah disetujui oleh kepala bagian Manajemen Mutu
(Pemastian Mutu) dan hasilnya dicatat. Pengawasan tersebut dimaksudkan untuk
memantau hasil dan memvalidasi kinerja dari proses produksi yang mungkin
menjadi penyebab variasi karakteristik produk dalam proses. Prosedur tertulis
untuk pengawasan selama proses hendaklah dipatuhi. Prosedur tersebut
hendaklah menjelaskan titik pengambilan sampel, frekuensi pengambilan
sampel, jumlah sampel yang diambil, spesifikasi yang harus diperiksa dan batas
penerimaan untuk tiap spesifikasi.
m. Karantina Dan Penyerahan Produk Jadi
Karantina produk jadi merupakan tahap akhir pengendalian sebelumpenyerahan
ke gudang dan siap untuk didistribusikan. Sebelum diluluskan untuk diserahkan
ke gudang, pengawasan yang ketat dilaksanakan untuk memastikan produk dan

23
catatan pengemasan bets memenuhi semua spesifikasi yang ditentukan. Prosedur
tertulis hendaklah mencantumkan cara transfer produk jadi ke area karantina,
cara penyimpanan sambil menunggu pelulusan, persyaratan yang diperlukan
untuk memperoleh pelulusan, dan cara transfer selanjutnya ke gudang produk
jadi. Selama menunggu pelulusan dari bagian Manajemen Mutu (Pemastian
Mutu), seluruh bets/lot yang sudah dikemas hendaklah ditahan dalam status
karantina
n. Dokumentasi
Tersedia prosedur dan catatan tertulis yang mendokumentasikan seluruh
kegiatan yang berhubungan dengan penyimpanan dan pengiriman obat,
termasuk semua tanda terima dan hal terkait yang dapat diterapkan. Nama
penerima produk tersebut hendaklah tercantum dalam semua terkait. Hendaklah
tersedia prosedur dan catatan tertulis yang mendokumentasikan seluruh kegiatan
yang berhubungan dengan penyimpanan dan pengiriman obat, termasuk semua
tanda terima dan hal terkait yang dapat diterapkan. Nama penerima produk
tersebut hendaklah tercantum dalam semua terkait. Hendaklah tersedia
mekanisme untuk melakukan transfer informasi, baik informasi mengenai mutu
atau regulasi antara industri farmasi dan pelanggan maupun transfer informasi
kepada BPOM sesuai persyaratan.
o. Penyimpanan dan pengiriman
Kegiatan pengemasan berfungsi membagi dan mengemas produk ruahan
menjadi produk jadi. Pengemasan hendaklah dilaksanakan di bawah
pengendalian yang ketat untuk menjaga identitas, keutuhan dan mutu produk
akhir yang dikemas. Cara Penyimpanan dan Pengiriman Obat yang Baik adalah
bagian yang penting dalam kegiatan pengemasan berfungsi membagi dan
mengemas produk ruahan menjadi produk jadi. Pengemasan hendaklah
dilaksanakan di bawah. Pengendalian yang ketat untuk menjaga identitas,
keutuhan dan mutu produk akhir yang dikemas manajemen rantai pemasokan
obat yang terintegrasi. Dokumen ini menetapkan langkah-langkah yang tepat
untuk membantu pemenuhan tanggung jawab bagi semua yang terlibat dalam
kegiatan pengiriman dan penyimpanan produk. Dokumen ini memberikan
pedoman bagi penyimpanan dan pengiriman produk jadi dari industri farmasi ke

24
distributor.
p. Personalia
Personel kunci yang terlibat dalam penyimpanan dan pengiriman obat
hendaklah memiliki kemampuan dan pengalaman yang sesuai dengantanggung
jawab mereka untuk memastikan bahwa obat disimpan dandikirimkan dengan
tepat. Prosedur dan kondisi kerja bagi karyawan, termasuk karyawan kontrak dan
karyawan temporer, serta personel lain yang mempunyai akses pada obat harus
dirancangdan dijaga untuk membantu meminimalkan kemungkinan produk jatuh
ke pihak yang berwenang.
q. Kondisi Penyimpanan dan Transportasi
Industri farmasi hendaklah menginformasikan semua kondisi penyimpanan dan
pengangkutan yang sesuai kepada pihak yang bertanggung jawab atas
transportasi obat. Perusahaan yang mengangkut harus menjamin kepatuhan
terhadap ketentuan ini. Hendaklah tersedia prosedur tertulis untuk melakukan
investigasi dan penanganan terhadap penyimpangan persyaratan penyimpanan,
misalpenyimpangan suhu. Kendaraan dan perlengkapan yang digunakan untuk
mengangkut, menyimpan atau menangani obat sesuai dengan penggunaannya
dan dilengkapi untuk mencegah pemaparan produk terhadap kondisi yang dapat
memengaruhi stabilitas produk dan keutuhan kemasan, serta mencegah
kontaminasi. Alat untuk memantau kondisi di dalam kendaraan dan wadah
pengiriman, misal suhu dan kelembaban, telah dikalibrasi.
2.2.6 Pengawasan Mutu
Pengawasan mutu mencakup pengambilan sampel, spesifikasi, pengujian
termasuk pengaturan, dokumentasi dan prosedur pelulusan yang memastikan
bahwa semua pengujian yang relevan telah dilakukan, dan bahan tidak diluluskan
untuk dipakai atau produk diluluskan untuk dijual, sampai mutunya telah
dibuktikan persyaratan. Pengawasan mutu tidak terbatas pada kegiatan
laboratorium, tapi juga harus terlibat dalam semua keputusan yang terkait dengan
mutu produk. Independensi pengawasan mutu dari produksi dianggap hal yang
fundamental agar pengawasan mutu dapat melakukan kegiatan dengan benar.

1. Pengambilan Sampel

25
Sampel hendaklah mewakili bets bahan atau produk yang sampelnya
diambil. Sampel lain dapat diambil untuk memantau bagian proses berkondisi
kritis (misal, awal atau akhir suatu proses). Rencana pengambilan sampel
hendaklah dijustifikasi dengan benar dan berdasarkan pendekatan manajemen
risiko. Tiap wadah sampel hendaklah diberi label yang menjelaskan isi, disertai
nomor bets, tanggal pengambilan sampel dan wadah yang diambil sampelnya.
Kegiatan ini hendaklah dilakukan sedemikian rupa untuk meminimalkan risiko
mix up dan melindungi sampel dari kondisi penyimpanan yang merugikan.
2. Pengujian
Metode analisis hendaklah divalidasi. Semua kegiatan pengujian yang
diuraikan dalam izin edar obat hendaklah dilaksanakan menurut metode yang
disetujui. Hasil pengujian yang diperoleh hendaklah dicatat dan dicek untuk
memastikan bahwa masing-masing konsisten satu dengan yang lain. Semua
kalkulasi hendaklah diperiksa dengan kritis.
3. Program Stabilitas Pasca Pemasaran
Setelah dipasarkan, stabilitas obat hendaklah dipantau menurut program
berkesinambungan yang sesuai, yang memungkinkan pendeteksian semua
masalah stabilitas (misal perubahan pada tingkat impuritas atau profil disolusi)
yang berkaitan dengan formula dalam kemasan yang dipasarkan. Tujuan dari
program stabilitas pasca pemasaran adalah untuk memantau produk selama masa
edar dan untuk menentukan bahwa produk tetap dapat diperkirakan akan tetap
memenuhi spesifikasinya selama dijaga dalam kondisi penyimpanan yang tertera
pada label.
Hal ini berlaku bagi obat dalam kemasan yang dijual, namun hendaklah
dipertimbangkan pencakupan dalam program bagi produk ruahan. Misal,
apabila produk ruahan disimpan dalam jangka waktu yang lama sebelum
dikemas dan/atau dikirim dari tempat produksi ke tempat pengemasan, dampak
terhadap stabilitas produk yang dikemas dalam kondisi lingkungan sekeliling
hendaklah dievaluasi dan dikaji. Di samping itu, hendaklah dipertimbangkan
produk antara yang disimpan dan digunakan setelah jangka waktu yang
diperpanjang. Studi stabilitas produk hasil rekonstitusi dilakukan saat
pengembangan produk dan tidak memerlukan pemantauan yang berbasis

26
pascapemasaran. Namun, apabila relevan stabilitas produk hasil rekonstitusi
dapat juga dipantau.
2.2.7 Inspeksi Diri
Tujuan inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek produksi
dan pengawasan mutu industri farmasi memenuhi ketentuan CPOB. Program
inspeksi diri hendaklah dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam pelaksanaan
CPOB dan untuk menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan. Inspeksi diri
hendaklah dilakukan secara rutin, independen, dan rinci oleh petugas yang
kompeten dari perusahaan yang dapat mengevaluasi penerapan CPOB secara
objektif.
1. Audit Mutu
Penyelenggaraan audit mutu berguna sebagai pelengkap inspeksi diri. Audit
mutu meliputi pemeriksaan dan penilaian semua atau sebagian dari sistem
manajemen mutu dengan tujuan spesifik untuk meningkatkannya. Audit mutu
umumnya dilaksanakan oleh spesialis dari luar atau independen atau suatu tim
yang dibentuk khusus untuk hal ini oleh manajemen perusahaan.
2. Audit dan Persetujuan Pemasok
Kepala Bagian Manajemen Mutu (pemastian mutu) hendaklah bertanggung
jawab bersama bagian lain yang terkait untuk memberi persetujuan pemasok
yang dapat diandalkan untukmemasok bahan awal dan bahan pengemas yang
memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan. Hendaklah dibuat daftar pemasok
yang disetujui untuk bahan awal dan bahan pengemas. Daftar pemasok
hendaklah disiapkan dan ditinjau ulang.
3. Keluhan dan Penarikan Produk
Keluhan dan penarikan produk dilakukan untuk melindungi kesehatan
masyarakat. Suatu sistem dan prosedur yang sesuai hendaklah tersedia untuk
mencatat, menilai, menginvestigasi, dan meninjau keluhan termasuk potensi
cacat mutu serta jika perlu, segera melakukan penarikan obat termasuk obat uji
klinik dari jalur distribusi secara efektif.
4. Personel dan Pengelolaan
Personel yang terlatih dan berpengalaman hendaklah bertanggung jawab untuk
mengelola investigasi keluhan dan cacat mutu serta memutuskan langkah-

27
langkah yang harus diambil untuk mengelola setiap potensi risiko yang muncul
akibat masalah tersebut, termasuk penarikan. Personel tersebut hendaklah
independen dari bagian penjualan dan pemasaran, kecuali jika ada justifikasi.
Apabila personel tersebut bukan Kepala Bagian Manajemen Mutu (pemastian
mutu), hendaklah Kepala Bagian Manajemen Mutu (pemastian mutu) segera
diberitahukan secara formal setiap investigasi, setiap tindakan pengurangan
risiko dan setiap pelaksanaan penarikan obat. Personel terlatih dan sumber daya
yang memadai hendaklah tersedia untuk penanganan, penilaian, investigasi,
peninjauan keluhan, dan cacat mutu serta penerapan tindakan pengurangan
risiko. Personel terlatih dan sumber daya yang memadai juga hendaklah tersedia
untuk berkomunikasi dengan otoritas pengawas obat.
5. Investigasi dan Pengambilan Keputusan
Informasi yang dilaporkan terkait kemungkinan cacat mutu hendaklah
dicatat, termasuk semua data yang asli dan rinci. Keabsahan dan luas dari cacat
mutu yang dilaporkan hendaklah didokumentasikan dan dinilai sesuai dengan
prinsip Manajemen Risiko Mutu untuk mendukung keputusan tangkat investigasi
dan tindakan yang diambil. Jika ditemukan atau dicurigai cacat mutu pada suatu
bets, maka hendaklah dipertimbangkan untuk memeriksa bets atau mungkin
produk lain untuk memastikan apakah bets lain atau produk lain tersebut juga
terkena dampak. Terutama hendaklah diinvestigasi apabila bets lain
mengandung bagian atau komponen yang cacat.
Penarikan produk dan kemungkinan tindakan pengurangan risiko lain
hendaklah tersedia prosedur tertulis, yang jika perlu dikaji dan dimutakhirkan
secara berkala, untuk mengatur segala tindakan penarikan kembali. Setelah
produk diedarkan, pengembalian apa pun dari jalur distribusi sebagai akibat dari
cacat mutu hendaklah dianggap dan dikelola sebagai penarikan. (Ketentuan ini
tidak berlaku untuk pengambilan atau pengembalian sampel produk dari jalur
distribusi untuk memfasilitasi investigasi terhadap masalah/laporan cacat mutu).
2.2.8 Dokumentasi
Dokumentasi yang baik merupakan bagian yang esensial dari sistem
pemastian mutu dan merupakan kunci untuk pemenuhan persyaratan CPOB.
Berbagai jenis dokumen dan media yang digunakan hendaklah sepenuhnya

28
ditetapkan dalam sistem mutu industri farmasi. Dokumentasi dapat dibuat dalam
berbagai bentuk,termasuk media berbasis kertas, elektronik, atau fotografi. Tujuan
utama system dokumentasi yang dimanfaatkan haruslah untuk membangun,
mengendalikan, memantau, dan mencatat semua kegiatan yang secara langsung
atau tidak langsung berdampak pada semua aspek kualitas obat.
a. Dokumen CPOB yang diperlukan:
Dokumen Induk Industri Farmasi (DIIF): Dokumen yang menjelaskan tentang
aktivitas terkait CPOB. Jenis instruksi (petunjuk atau persyaratan):
1. Spesifikasi: menguraikan secara rinci persyaratan yang harus dipenuhi
produk atau bahan yang digunakan atau diperoleh selama pembuatan.
Dokumen ini merupakan dasar untuk mengevaluasi mutu.
2. Dokumen Produksi Induk, Formula Pembuatan, Prosedur Pengolahan,
Prosedur Pengemasan dan Instruksi Pengujian/Metode Analisis: Menyajikan
rincian semua bahan awal, peralatan dan system komputerisasi(jika ada) yang
akan digunakan dan menjelaskan semua prosedur pengolahan, pengemasan,
pengambilan sampel dan pengujian Pengawasan selama proses dan Process
Analytical Technologies (PAT) yang akan digunakan hendaklah ditentukan
dimana diperlukan bersama kriteria keberterimaannya.
3. Prosedur (disebut juga Prosedur Tetap atau Protap): Memberikanpetunjuk
cara pelaksanaan suatu kegiatan tertentu.
4. Protokol (kualifikasi, validasi, uji stabilitas, dll): Memberikan instruksi
untuk melakukan dan mencatat kegiatan tertentu.
5. Perjanjian Teknis: Kesepakatan antara pemberi kontrak dan penerima
kontak untuk kegiatan alih daya.
b. Cara Dokumentasi yang baik
Pencatatan yang ditulis tangan hendaklah jelas, terbaca dan tidak mudah
terhapus. Semua perubahan yang dilakukan terhadap pencatatan pada dokumen
hendaklah ditandatangani dan diberi tanggal, perubahan hendaklah
memungkinkan pembacaan informasi semula. Dimana perlu, alasan perubahan
hendaklah dicatat. Catatan hendaklah dibuat atau dilengkapi pada saat kegiatan
dilakukan dan sedemikian rupa sehingga semua aktivitas yang signifikan
mengenai pembuatan obat dapat ditelusuri.

29
2.2.9 Kegiatan Alih Daya
Aktivitas yang tercakup dalam Pedoman CPOB yang dialihdayakan
hendaklah didefinisikan, disetujui dan dikendalikan dengan benar untuk
menghindarkan kesalahpahaman yang dapat menghasilkan produk atau pekerjaan
dengan mutu yang tidak memuaskan. Hendaklah dibuat kontrak tertulis antara
pemberi kontrak dan penerima kontrak yang secara jelas menentukan peran dan
tanggung jawab masing-masing pihak. Sistem mutu industri farmasi dari Pemberi
kontrak hendaklah menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets produk
untuk diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh Kepala Pemastian Mutu.
a. Pemberi Kontrak
Pemberi kontrak bertanggung jawab untuk menilai legalitas, kesesuaian dan
kompetensi penerima pontrak untuk dapat dengan sukses melaksanakan kegiatan
alih daya. Pemberi kontrak juga bertanggung jawab untuk memastikan, melalui
kontrak, bahwa semua prinsip dan Pedoman CPOB diikuti. pemberi kontrak
hendaklah menyediakan semua informasi yang diperlukan kepada Penerima
Kontrak untuk melaksanakan pekerjaan yang dialihdayakan secara benar sesuai
peraturan yang berlaku dan izin edar produk terkait.
b. Pemberi Kontrak
Hendaklah memastikan bahwa Penerima Kontrak memahami sepenuhnya
masalah yang berkaitan dengan produk atau pekerjaan yang dapat
membahayakan bangunan-fasilitas, peralatan, personel, bahan atau produk
lain. Pemberi Kontrak hendaklah memantau dan mengkaji kinerja Penerima
Kontrak dan mengidentifikasi perbaikan yang diperlukan dan pelaksanaannya.
c. Penerima Kontrak
Penerima kontrak hendaklah dapat melaksanakan pekerjaan yang diberikan
oleh pemberi kontrak dengan memuaskan misal memiliki bangunan- fasilitas,
peralatan, pengetahuan, pengalaman, dan personel yang kompeten. penerima
kontrak hendaklah memastikan bahwa semua produk, bahan, dan transfer
pengetahuan yang diterima sesuai dengan tujuan alih daya. Penerima Kontrak
tidak boleh mengalihkan pekerjaan apa pun yang dipercayakan sesuai kontrak,
tanpa terlebih dahulu dievaluasi, disetujui dan didokumentasikan oleh pemberi
kontrak. Pengaturan antara penerima kontrak dengan pihak ketiga manapun

30
hendaklah memastikan ketersediaan informasi dan pengetahuan, termasuk
penilaian kesesuaian pihak ketiga,yang dilakukan dengan cara yang sama seperti
yang dilakukan antara pemberi kontrak dan penerima kontrak. Penerima kontrak
tidak boleh melakukan perubahan apa pun, di luar kontrak, yang dapat
berpengaruh buruk pada mutu produk alih daya dari pemberi Kontrak. Penerima
kontrak hendaklah memahami bahwa kegiatan alih daya, termasuk kontrak
analisis, dapat diperiksa oleh BPOM RI.
d. Kontrak Kontrak
Tertulis hendaklah dibuat antara pemberi kontrak dan penerima kontrak
dengan menetapkan tanggung jawab masing-masing pihak dan jalur komunikasi
terkait dengan kegiatan alih daya. Aspek teknis dari kontrak hendaklah dibuat
oleh personel yang memiliki kompetensi dan pengetahuan yang sesuai dengan
kegiatan alih daya dan CPOB. Semua pengaturan kegiatan alih daya harus sesuai
dengan peraturan dan izin edar produk terkait dan disetujui oleh kedua belah
pihak.
Kontrak hendaklah menguraikan secara jelas pihak yang bertanggung jawab
melaksanakan setiap tahapan pada kegiatan alih daya, misal transfer teknologi,
rantai pasokan, subkontrak (bila ada), mutu dan pembelian bahan, pengujian dan
pelulusan bahan, pelaksanaan produksi dan pengawasan mutu, (termasuk
pengawasan selama-proses, pengambilan sampel, analisis dan uji stabilitas).
2.2.10 Kualifikasi dan Validasi
CPOB mempersyaratkan industri farmasi mengendalikan aspek kritis
kegiatan yang dilakukan melalui kualifikasi dan validasi sepanjang siklus hidup
produk dan proses. Tiap perubahan yang direncanakan terhadap fasilitas, peralatan,
sarana penunjang, dan proses yang dapat memengaruhi mutu produk, hendaklah
didokumentasikan secara formal dan dampak pada status validasi atau strategi
pengendaliannya dinilai.
a. Tahap Kualifikasi untuk Peralatan, Fasilitas, Sarana Penunjang, dan Sistem
Spesifikasi Kebutuhan Pengguna (SKP)
1) Kualifikasi Desain (KD)
Unsur berikut dalam kualifikasi peralatan, fasilitas, sarana penunjang, atau
sistem adalah KD di mana kepatuhan desain pada CPOB hendaklah

31
dibuktikan dan didokumentasikan. Verifikasi terhadap persyaratan
spesifikasi kebutuhan pengguna hendaklah dilakukan selama kualifikasi
desain.
2) Kualifikasi Instalasi (KI) dilakukan terhadap peralatan, fasilitas, sarana
penunjang atau sistem.
3) Kualifikasi Operasional (KO)
KO umumnya dilakukan setelah KI, namun, bergantung pada kompleksitas
peralatan, bisa saja dilakukan sebagai kombinasi Kualifikasi
Instalasi/Operasional (KIO).
4) Kualifikasi Kinerja (KK)
KK umumnya dilakukan setelah KI dan KO berhasil. Namun, mungkin
dalam beberapa kasus, pelaksanaannya bersamaan dengan KO atau Validasi
Proses.
a. Validasi Proses
Ketentuan dan prinsip yang diuraikan dalam Butir-butir ini berlaku
untuk pembuatan semua bentuk sediaan obat. Hal tersebut mencakup
validasi awal dari proses baru, validasi bila terjadi perubahan proses,
transfer lokasi pembuatan, dan verifikasi proses on-going. Secara implisit
tertuang dalam bab ini bahwa proses pengembangan produk yang
tangguh diperlukan agar validasi proses berhasil. Pedoman tentang
Validasi Proses dimaksudkan untuk memberikan panduan mengenai
informasi dan data yang diperlukan dalam pengajuan izin ke regulator.
Namun, persyaratan CPOB untuk validasi proses berlanjut sepanjang
siklus hidup produk.
b. Validasi Metode Analisis
Semua metode analisis yang digunakan dalam kualifikasi, validasi,
atau pembersihan hendaklah divalidasi dengan batas deteksi dan
kuantifikasi yang tepat. Jika pengujian mikroba dilakukan, metode
analisis hendaklah divalidasi untuk memastikan bahwa produk tidak
memengaruhi perolehan kembali mikroorganisme. Bila pengujian
mikroba permukaan dilakukan di ruang bersih, hendaklah dilakukan
validasi pada metode analisis untuk memastikan bahwa bahan sanitasi

32
tidak memengaruhi perolehan kembali mikroorganisme.
c. Validasi Pembersihan
Validasi pembersihan hendaklah dilakukan untuk mengonfirmasi
efektivitas prosedur pembersihan peralatan yang kontak dengan produk.
Bahan simulasi dapat digunakan dengan justifikasi ilmiah yang sesuai.
Bila peralatan sejenis dikelompokkan bersama, dibutuhkan justifikasi
untuk menentukan peralatan yang akan divalidasi. Pemeriksaan
kebersihan secara visual merupakan bagian penting dari kriteria
keberterimaan dalam validasi pembersihan. Umumnya penggunaan
kriteria ini secara berdiri sendiri tidak dapat diterima. Pembersihan yang
diulang dan uji ulang sampai diperoleh hasil residu yang memenuhi
syarat tidak dianggap sebagai pendekatanyang dapat diterima. Pengaruh
waktu antara pembuatan dan pembersihan danwaktu antara pembersihan
dan penggunaan hendaklah diperhitungkan untuk menentukan “waktu
tunggu kotor” (dirty hold time) dan “waktu tunggu bersih” (clean hold
time) untuk proses pembersihan. Pengambilan sampel hendaklah
dilakukan dengan cara usap dan/atau bilas atau dengan cara lain
tergantung pada peralatan produksi. Bahan dan metode pengambilan
sampel tidak boleh memengaruhi hasil. Bila proses pembersihan tidak
efektif atau tidak sesuai untuk beberapa peralatan, hendaklah digunakan
peralatan yang dikhususkan atau tindakan lain yang sesuai untuk tiap
produk.
d. Validasi Pengemasan
Variasi pada parameter peralatan terutama selama proses pengemasan
primer dapat berdampak signifikan terhadap integritas dan fungsi
kemasan yang benar missal, strip, blister, saset dan bahan pengemas
steril. Oleh karena itu peralatan pengemas primer dan sekunder untuk
produk jadi dan produk ruahan hendaklah dikualifikasi. Kualifikasi
peralatan yang digunakan untuk pengemasan primer hendaklah
dilakukan pada rentang operasional minimum dan maksimum yang
ditentukan untuk parameter proses kritis seperti suhu, kecepatan mesin,
dan tekanan penyegelan, atau faktor lain.

33
2.3 Pengolahan Limbah Dalam Industri
Industri Farmasi dalam pembuatan produk-produk farmasi menggunakan proses
dan teknologi yang sangat kompleks. Ada beberapa bagian yang banyak
menghasilkan limbah dalam Industri Farmasi antara lain adalah:
1. Penelitian dan pengembangan
2. Laboratorium sintesis kimia
3. Ekstraksi bahan alami
4. Fermentasi
5. Formulasi
Dalam PP No. 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun, limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) adalah sisa suatu usaha atau
kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan beracun yang karena sifat,
konsentrasi, dan jumlahnya baik secara langsung maupun tidak langsung dapat
mencemarkan dan merusak lingkungan hidup, membahayakan lingkungan hidup
serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya. Limbah Industri
Farmasi merupakan limbah B3 dari sumber yang spesifik. Limbah ini berasal dari:
1. Hasil buangan dari fasilitas produksi
2. Pelarut bekas
3. Produk kadaluarsa dan sisa
4. Hasil buangan dari IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah)
5. Peralatan dan kemasan bekas
6. Residu proses produksi dan formulasi
7. Adsorben dari filter (karbon aktif)
8. Residu proses destilasi, evaporasi, dan reaksi
9. Limbah laboratorium
10. Residu dari proses insinerasi
Golongan limbah B3 adalah limbah yang mengandung arsen (senyawa arsen),
raksa dan senyawanya, kadmium, talium, berilium, senyawa krom, timbal, antimon,
fenol dan senyawa fenol, sianida organik dan anorganik, isosianat, senyawa
organoklor, pelarut terklorinasi, pelarut organik, zat-zat biosida dan fitofarmasi
(pestisida), residu kilang minyak, senyawa obat, peroksida, klorat, perklorat, eter,
bahan kimia dari laboratorium, asbes, polisiklik aromatis hidrokarbon (PAH),

34
metalkarbonil, senyawa tembaga yang larut asam dan basa yang digunakan dalam
proses pengolahan permukaan dan finishing logam. Dalam rekomendasi UNIDO
(United Nation Industrial Development Organization) tentang penanganan limbah
farmasi menerangkan bahwa pengolahan air limbah meliputi 3 metode, antara lain.
1. Fisika
Tujuannya untuk memisahkan bahan pencemar yang tidak larut dalam air,
termasuk proses ini adalah:
a. Penyaringan
Air limbah dialirkan melalui saringan yang akan menahan padatan.
Penyaringan ini dilakukan sesuai dengan situasi setempat.
b. Pemisahan pasir
Pasir dalam air limbah harus dipisahkan karena cenderung untuk mengendap
pada pipa-pipa yang dapat mengganggu kinerja.
c. Pemisahan minyak
Minyak dan lemak-lemak yang tidak dapat diemulsikan harus dipisahkan.
Minyak dipisahkan dengan mengapungkannya pada permukaan air limbah,
sedangkan air dikeluarkan dari bagian bawah.
d. Sedimentasi, pengapungan, dan koagulasi
Proses ini untuk memisahkan partikel padat berukuran 0,4 mm dari dalam
air limbah yang berat dengan sedimentasi sedang, yang ringan dengan
pengapungan.
2. Biologi
Tujuannya untuk memisahkan pencemaran organik yang dapat dipecahkan
secara biologis oleh mikroorganisme. Organisme mencerna bahan pencemar
organik dengan proses aerob ataupun anaerob.
3. Kimia
Tujuannya untuk memisahkan bahan pencemar yang tidak larut dalam air
tetapi tidak dapat didegradasi secara biologi, baik organik (bahan warna organik,
fenol dan sebagainya) maupun bahan anorganik seperti Cu,Hg,CN, PO4, dan lain
sebagainya.

35
2.4 Peran Tenaga Teknis Kefarmasian
Didalam industri kefarmasian terkhusus LAFI PUSKESAD Tenaga Teknisi
Kefarmasian (TTK) sendiri mempunyai tugas pokok yaitu sebagai motor atau biasa
disebut sebagai pelaksana, pengoperasian penggerak segala sesuatu yang
direncanakan oleh apoteker yang sesuai dengan protap atau batch record. Menurut
PP RI No. 51 Tahun 2009 Tenaga kefarmasian melaksanakan pekerjaan
kefarmasian pada :
a. Fasilitas produksi sediaan farmasi berupa industri farmasi obat, industri bahan
baku obat, industri obat tradisional, pabrik kosmetika, dan pabrik lain yang
memerlukan Tenaga kefarmasian untuk menjalankan tugas dan fungsi produksi
dan pengawasan mutu;
b. Fasilitas distribusi atau penyaluran sediaan farmasi dan alat kesehatan melalui
pedagang besar farmasi, penyalur alat kesehatan, instalasi sediaan farmasi dan
alat kesehatan milik pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah
daerah kabupaten/kota;
c. Fasilitas pelayanan kefarmasian melalui praktik di apotek, instalasi farmasi
rumah sakit puskesmas klinik, toko obat, atau Praktik bersama.

36
BAB III
TINJAUAN KHUSUS
3.1 Profil Industri
3.1.1 Sejarah Singkat LAFI PUSKESAD
Lembaga Farmasi Pusat Kesehatan Angkatan Darat (LAFI PUSKESAD),
atau yang dahulu bernama Militaire Scheikunding Labratorium (MSL), merupakan
lembaga Angkatan Darat didirikan oleh Pemerintahan Belanda pada tahun 1818 di
jakarta. Lembaga ini berfungsi sebagai tempat pemeriksaan obat-obatan yang
dibutuhkan oleh tentara Belanda. Pada tanggal 1 juni 1950, lembaga ini diambil alih
oleh Pemerintah Republik Indonesia dan dibagi menjadi dua bagian yaitu :
a. Laboraturium Kimia Angkatan Darat (LKT) yang kemudian berkembang
menjadi Laboraturium Kimia Angkatan Darat (LKAD).
b. Depot Obat Tentara Pusat (DOTP) yang berkembang menjadi Depot Obat
Angkatan Darat (DOAD) Berdasarkan Surat Keputusan Ditkesad nomor:
KPTS/61/10/9/1960 tanggal 13 September 1960 terhitung mulai tanggal 8 juni
1960 LKAD dan DOAD disatukan menjadi Lembaga Farmasi Angkatan Darat
(LAFI PUSKESAD ). Terhitung mulai tanggal 15 Oktober 1970 Lembaga
Farmasi Angkatan Darat (LAFI PUSKESAD ) dipisah kembali mejadi dua
bagian yaitu :
 Lembaga Farmasi Angkatan Darat (LAFI AD), Selanjutnya menjadi LAFI
PUSKESAD dan kemudian menjadi Lembaga Farmasi Jawatan Kesehatan
Angkatan Darat (LAFI JANKESAD)
 Depot Angkatan Darat (DOAD), Selanjutnya Menjadi Depot Alat Peralatan
Kesehatan (DOPALKES) dan kemudian menjadi Depot Pusat Perbekalan
Kesehatan Angkatan Darat (DOPUSBEKKES JANKESAD).
Pada tahun 1968 antara Lafi Jankesad dan Dopusbekkes Jankesad disatukan
kembali menjadi Lafi Ditkesad. Terhitung mulai tanggal 30 Januari 2004 Lafi
Ditkesad dipisah kembali menjadi Lembaga Farmasi Ditkesad (Lafi Ditkesad) dan
Gudang Pusat II Ditkesad (Gupus II Ditkesad). Selanjutnya pada tahun 2017 telah
resmi menjadi Lembaga Farmasi Pusat Kesehatan Angkatan Darat.
Pada awalnya kegiatan LAFI PUSKESAD dengan bangunan yang memiliki
luas tanah 6.592 m2 dan luas bangunan 3.382 m2 . Namun berdasarkan hasil

37
evaluasi Dirjen POM Depkes RI, sarana fasilitas LAFI PUSKESAD belum sesuai
dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 43/ Menkes/ SK/ II/ 1988 tentang
pedoman CPOB dan Surat Keputusan Dirjen POM No. 544/A/SK/XII/1989 tentang
Penerapan CPOB, sehingga Lafi Ditkesad belum memenuhi syarat untuk
memperoleh sertifikat CPOB. Tahun 1993 diajukan Rencana Induk Perbaikan LAFI
PUSKESAD di lokasi Jl. Gudang Utara No. 26 dengan rancangan bangunan sesuai
CPOB, dan mendapat persetujuan Dirjen POM Depkes untuk 21 sertifikat CPOB
secara bertahap.
Tahun 2000 LAFI PUSKESAD memperoleh sertifikat CPOB untuk 4
(empat) sertifikat sediaan Betalaktam. Tahun 2001 Lafi Ditkesad memperoleh 1
(satu) sertifikat yaitu sediaan serbuk injeksi steril Betalaktam dan turunannya. Pada
tahun 2006 memperoleh 5 (lima) sertifikat CPOB produk Non betalaktam. Pada
Tanggal 5 September 2007 LAFI PUSKESAD memperoleh izin Industri Farmasi.
3.1.2 Visi dan Misi LAFI PUSKESAD
Sebagai lembaga yang bertanggung jawab untuk menyediakan obat-obatan
bagi TNI Angkatan Darat, LAFI PUSKESAD memiliki visi dan misi sebagai
berikut :
a. Visi Menjadi salah satu lembaga produksi yang mampu memenuhi kebutuhan
obat yang bermutu bagi TNI.
b. Misi
1. Mampu memenuhi kebutuhan obat Dukkes (Dukungan Kesehatan) dan
Yankes (Yayasan Kesehatan) TNI AD.
2. Pusat litbang dan informasi obat bagi TNI AD
3. Mampu menjadi mitra industri farmasi lain dalam memenuhi kebutuhan obat
nasional.
3.1.3 Kedudukan, Tugas Pokok, dan Fungsi Puskesad
LAFI PUSKESAD adalah Badan Pelaksana Puskesad yang berkedudukan
langsung di bawah Direktur Kesehatan Angkatan Darat. Tugas pokok LAFI
PUSKESAD adalah membantu Puskesad dalam menyelenggarakan pembinaan &
melaksanakan produksi, penelitian serta pengembangan obat dalam rangka
mendukung tugas pokok Puskesad.
LAFI PUSKESAD menyelenggarakan tugas sebagai berikut ;

38
a. Dalam melaksanakan fungsi utama :
1. Produksi, meliputi segala usaha, pekerjaan, dan kegiatan di bidang
produksi obat.
2. Pengawasan mutu, meliputi segala usaha, pekerjaan, dan kegiatan
pemeriksaan fisika, kimia dan mikrobiologi terhadap bahan baku, bahan
pendukung produksi, serta pengawasan selama proses, produk antara,
produk ruahan, dan produk jadi.
3. Penelitian dan pengembangan, meliputi segala usaha, pekerjaan, dan
kegiatan di bidang penelitian dan pengembangan produk, sistem
metode dan personil dalam rangka menyelenggarakan produksi obat.
4. Pemeliharaan, meliputi segala usaha, pekerjaan, dan kegiatan di bidang
pemeliharaan dan perbaikan peralatan produksi, serta pengawasan mutu
dan sistem penunjang.
5. Penyimpanan, meliputi segala usaha, pekerjaan, dan kegiatan di bidang
penyimpanan.
b. Dalam melaksanakan fungsi organik :
1. Fungsi organik militer Meliputi segala usaha, pekerjaan, dan kegiatan
di bidang intelijen, operasi, personil, logistik, teritorial, perencanaan,
dan pengawasan serta pemeriksaan dalam rangka mendukung tugas
pokok LAFI PUSKESAD.
2. Fungsi organik pembinaan Meliputi segala usaha, pekerjaan, dan
kegiatan di bidang latihan kesatuan dalam rangka mendukung tugas
pokok LAFI PUSKESAD.
3.1.4 Struktur Organisasi LAFI PUSKESAD

Gambar. 3.1 Struktur Organisasi LAFI PUSKESAD


39
Keterangan :
PASTITU = Pemastian Mutu
BIOTEKFI = Bioteknologi Farmasi
AMDAL = Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
MINLOG = Administrasi dan Logistik
SITU/UD = Seksi Tata Usaha dan Urusan Dalam
LITBANG = Penelitian dan Pengembangan
PRODUKSI = Produksi
WASTU = Pengawasan Mutu
HAR DAN SISJANG = Pemeliharaan dan Sistem Penunjang
SIMPAN = Penyimpanan
3.1.5 Tugas dan Tanggung Jawab
1. Eselon Pimpinan
a. Kepala Lembaga Farmasi, disingkat Kalafi Kalafi dijabat oleh seorang
Pamen Angkatan Darat berpangkat Kolonel Ckm. Dalam melaksanakan
tugas dan kewajibannya bertanggung jawab kepada Pusat Kesehatan
Angkatan Darat (PUSKESAD).
b. Wakil Kepala Lembaga Farmasi, disingkat Wakalafi Wakalafi dijabat
oleh seorang Pamen Angkatan Darat, berpangkat Letnan Kolonel Ckm,
dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya bertanggung jawab
kepada Kalafi.
2. Eselon Pembantu Pimpinan
a. Perwira Ahli Lembaga Farmasi. Disingkat Pa Ahli Lafi, Pa Ahli Lafi
dijabat oleh 2 (dua) orang Pamen Angkatan Darat berpangkat Letnan
Kolonel Ckm, dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya
bertanggung jawab langsung kepada Kalafi.
Pa Ahli terdiri dari:
a) Perwira Ahli Madya Manajemen Mutu disingkat Pa ahli JemenMutu.
b) Perwira Ahli Madya Teknologi Farmasi, disingkat Tekfi.
c) Perwira Ahli Madya Analisis Mengenai Dampak Lingkungan,
disingkat Pa Ahli Madya Amdal.
b. Bagian Administrasi Logistik, disingkat Kabagminlog Kabagminlog

40
dijabat oleh Pamen Angkatan Darat berpangkat Letnan Kolonel Ckm,
dalam pelaksanaan tugas dan kewajibannya bertanggung jawab kepada
Kalafi. Dalam melaksanakan tugasnya Kabagminlog dibantu oleh 2
(dua) Kepala Seksi yang masing-masing dijabat oleh seorang Pamen
Angkatan Darat berpangkat Mayor Ckm, terdiri dari:
a) Kepala Seksi Perencanaan Program dan Anggaran, disingkat
Kasirenprogar
b) Kepala Seksi Pengendalian Materil, disingkat Kasidalmat.
3. Eselon Pelayanan
Yakni Seksi Tata Usaha dan Urusan Dalam Seksi Tata Usaha dan
Urusan Dalam (Kasituud) dijabat oleh seorang Pamen Angkatan Darat
berpangkat Mayor Ckm, yang dalam melaksanakan tugasnya bertanggung
jawab kepada Kalafi. Kasituud dibantu oleh 3 (tiga) kepala urusan yang
masing-masing dijabat oleh dua orang Pama Angkatan Darat berpangkat
Kapten Ckm, satu orang PNS golongan III dan satu Perwira Urusan yang
dijabat oleh Pama Angkatan Darat berpangkat Letnan Ckm yaitu:
a. Kepala Urusan Administrasi Personel dan Logistik disingkat
Kaurminperslog
b. Kepala Urusan Dalam disingkat Kaurdal
c. Kepala Urusan Tata Usaha disingkat Kaurtu
d. Perwira Urusan Pengamanan disingkat Paurpam
4. Eselon Pelaksana
Eselon pelaksana dijabat oleh lima Kepala Instalasi (Kainstal), yaitu:
a. Kepala Instalasi Penelitian dan Pengembangan (Kainstallitbang),
dijabat oleh seorang Pamen Angkatan Darat berpangkat Letnan Kolonel
Ckm yang dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya bertanggung
jawab kepada Kalafi dan dibantu oleh dua Kepala Seksi (Kasi) yang
masing-masing dijabat oleh Pamen Angkatan Darat berpangkat Mayor
Ckm, terdiri dari:
a) Kepala Seksi Penelitan dan Pengembangan Produksi, disingkat
Kainstalprod
b) Kepala Seksi Penelitian dan Pengembangan Sistem Metoda dan

41
Personel, disingkat Kasilitbangsistodapers
b. Kepala Instalasi Produksi, disingkat Kainstalprod dijabat oleh seorang
Pamen Angkatan Darat berpangkat Letnan Kolonel Ckm berkualifikasi
Apoteker. Dalam pelaksanaan tugas dan kewajibannya bertanggung
jawab kepada Kalafi dan dibantu oleh empat Kepala Seksi yang masing-
masing dijabat oleh Pamen Angkatan Darat berpangkat Mayor Ckm,
terdiri dari:
a) Kepala Seksi Sediaan Non Betalaktam, disingkat Kasidia Non
Betalaktam
b) Kepala Seksi Sediaan Betalaktam, disingkat Kasida Betalaktam
c) Kepala Seksis Sediaan Sefalosporin, disingkat Kasida Sefalosporin
d) Kepala Seksi Kemas, disingkat Kasikemas
c. Kepala Instalasi Pengawasan Mutu, disingkat Kainstal wastu dijabat
oleh seorang Pamen Angkatan Darat berpangkat Letnan Kolonel Ckm
berkualifikasi Apoteker. Kainstal wastu dalam melaksanakan tugas dan
kewajibannya bertanggung jawab kepada Kalafi dan dibantu oleh dua
Kepala Seksi yang masing-masing dijabat oleh Pamen Angkatan Darat
berpangkat Mayor Ckm, terdiri dari:
a) Kepala Seksi Pengujian Kimia, Fisika, dan Mikrobiologi disingkat
Kasiuji Kifis dan Mikro
b) Kepala Seksi Inspeksi, disingkat Kainspek
d. Kepala Instalasi Pemeliharaan dan Sistem Penunjang, disingkat
Kainstalhar & sisjang dijabat oleh Pamen Angkatan Darat berpangkat
Mayor Ckm. Kainstalhar & sisjang dalam melaksanakan tugas dan
kewajibannya bertanggung jawab kepada kalafi dan dibantu oleh dua
Kepala Urusan yang masing-masing dijabat oleh Pamen Angkatan
Darat berpangkat Kapten Ckm, terdiri dari:
a) Kepala Urusan Pemeliharaan, disingkat Kaurhar
b) Kepala Urusan Sistem Penunjang, disingkat Kaursisjang
e. Kepala Instalasi Penyimpanan, disingkat Kainstalsimpan dijabat oleh
Pamen Angkatan Darat berpangkat Mayor Ckm. Kainstal simpan dalam
melaksanakan tugas dan kewajibannya bertanggung jawab kepada

42
Kalafi, dalam melaksanakan tugas sehari-hari dikoordinasikan oleh
Wakalafi. Kainstalsimpan dibantu oleh satu Kepala Urusan yang dijabat
oleh Pama Angkatan Darat berpangkat Kapten Ckm dan satu Perwira
Urusan yang dijabat oleh Pama Angkatan Darat berpangkat Letnan
Ckm, terdiri dari:
a) Kepala Urusan Penyimpanan Material Produksi, disingkat
Kaursimpanmatprod
b) Perwira Urusan Penyimpanan Obat Jadi, disingkat Paursimpan Obat
Jadi.

3.2 Sertifikasi Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)


Dalam melaksanakan proses produksi, LAFI PUSKESAD selalu berpedoman
pada CPOB, hal tersebut telah dibuktikan dengan diperolehnya sembilan buah
sertifikat CPOB untuk produk sediaan yaitu betalaktam, yang diperoleh pada tahun
2000 dan 2001, mencakup :

No Nama Sertifikat Bentuk Sediaan


1. 352A/CPOB/A/V/11 Tablet biasa dan tablet salut non
antibiotik
2. 3525B/CPOB/A/V/11 Kapsul keras non antibiotik
3. 3525C/CPOB/A/V/11 Serbuk oral non antibiotik
4. 3525C/CPOB/A/V/11 Cairan obat luar non antibiotik
5. 2138/CPOB/A/IV/00 Tablet biasa antibiotik penisilin dan
turunannya
6. 2139/CPOB/A/IV/00 Tablet salut antibiotik penisilin dan
turunannya
7. 2140/CPOB/A/IV/00 Kapsul keras antibiotik penisilin dan
turunannya
8. 214/CPOB/A/IV/00 Suspensi kering oral antibiotik
penisilin dan turunannya
Tabel 3.1 Daftar Sertiikat CPOB Lafi Puskesad

43
3.3 Produksi yang dihasilkan LAFI PUSKESAD
Berikut adalah daftar produk obat yang dihasilkan oleh LAFI PUSKESAD :
No. Nama produk Isi Bentuk sediaan
1. Amoxad 500 Amoxisisilin Kaplet
2. Floxad Ciprofloxasin Kaplet
3. Thiamfi 500 Thiamfenicol Kaplet
4. Yudhafit Vitamin c Kaplet
5. Ponstad Asam mefenamat Kaplet
6. Buscofiad Hoisin N-butil bromida Tablet
7. Imodiad Loperamide HCL Tablet
8. Fimol Parasetamol Tablet

3.4 Penerapan Aspek CPOB di LAFI PUSKESAD


Penerapan CPOB di LAFI PUSKESAD sangat penting untuk menjamin mutu
obat secara konsisten walaupun konsumsinya tidak diperuntukkan masyarakat
umum. Usaha-usaha dalam pemenuhan persyaratan CPOB terus dikembangkan,
terbukti dengan telah diperolehnya 4 buah sertifikat CPOB untuk sediaan Non β-
laktam dan 2 buah sertifikat CPOB untuk sediaan β-laktam.
Pedoman CPOB meliputi 12 aspek, antara lain manajemen mutu, personalia,
bangunan dan fasilitas, peralatan, sanitasi dan higiene, produksi, pengawasan mutu,
inspeksi diri dan audit mutu, penanganan keluhan terhadap obat dan penarikan
kembali obat jadi serta obat kembalian, pembuatan dan analisis berdasarkan
kontrak, dokumentasi serta validasi dan kualifikasi. Pelaksanaan CPOB di LAFI
PUSKESAD tercakup dalam uraian berikut ini:
1. Manajemen Mutu
Manajemen mutu merupakan tindakan sistematis yang diperlukan untuk
mendapatkan kepastian dengan tingkat kepercayaan yang tinggi, sehingga
produk (atau jasa pelayanan) yang dihasilkan akan selalu memenuhi persyaratan
yang telah ditetapkan. Manajemen mutu mencakup unsur struktur organisasi,
prosedur, proses, dan sumber daya. LAFI PUSKESAD sebagai lembaga
pelaksana produksi obat-obatan dituntut untuk menghasilkan obat jadi yang

44
bermutu tinggi, aman, dan berkhasiat. Dalam memenuhi tuntutan tersebut LAFI
PUSKESAD berusaha secara konsisten untuk memenuhi aspek-aspek CPOB,
hal ini dibuktikan dengan diperolehnya 10 sertifikat CPOB oleh Lafi Puskesad.
Selain itu sistem manajemen mutu di LAFI PUSKESAD juga didukung dengan
ketersediaan personil yang kompeten, infrastruktur atau sistem mutu yang tepat,
mencakup struktur organisasi, prosedur, proses dan sumber daya yang cukup dan
memadai. Adanya pemastian mutu secara sistematis untuk mendapatkan
kepastian dengan tingkat kepercayaan yang tinggi, sehingga produk yang
dihasilkan akan selalu memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan.
2. Personalia
Tugas, wewenang dan tanggung jawab dari setiap personal dapat dijelaskan
dari struktur organisasi dan pendelegasian tugas dalam bentuk job description
sehingga setiap personal yang bekerja mengetahui tugas, wewenang dan
tanggung jawabnya, serta terdiri atas orang-orang yang telah terdidik, terlatih,
dan berpengalaman di bidangnya. LAFI PUSKESAD mempunyai Kepala
Instalasi Produksi, Kepala Instalasi Pengawasan Mutu, dan Kepala Pemastian
Mutu yang masing-masing adalah seorang Apoteker yang terlatih, mempunyai
keterampilan dalam kepemimpinan dan mempunyai pengalaman praktis tentang
farmasi sehingga pelaksanaan tugasnya dapat dilakukan secara profesional.
Lembaga Farmasi Puskesad juga memiliki tim Komisi Pemeriksaan Barang
(KPB) yang mempunyai kualifikasi dalam menilai mutu suatu bahan baku obat
sehingga mutu bahan baku obat dapat terjamin. Pelatihan personal secara rutin
dilakukan untuk meningkatkan kualitas dan efektivitas kerja Lafi Puskesad.
Pelatihan personal LAFI PUSKESAD telah dilaksanakan menurut prosedur tetap
yang dibuat oleh LAFI PUSKESAD dan menurut pedoman CPOB.
3. Bangunan dan Fasilitas
Pemilihan lokasi bangunan LAFI PUSKESAD telah memenuhi persyaratan
CPOB dimana transportasinya mudah, mempunyai fasilitas air, listrik dan
telepon, bebas pencemaran dan tidak mencemari lingkungan. Lokasi bangunan
produksi dibuat lebih tinggi dibandingkan dengan jalan dan dilengkapi dengan
saluran pembuangan air untuk mencegah pengaruh banjir (masuknya air
kedalam gedung produksi). Gedung produksi LAFI PUSKESAD terdiri atas

45
gedung produksi β-laktam, gedung produksi Non β-Laktam, gedung produksi
Sefalosporin dan gedung Instalasi Pengawasan Mutu.
1) Instalasi Produksi
LAFI PUSKESAD mempunyai ruang produksi Non β-Laktam,β-
Laktam, dan Sefalosporin yang terpisah. Ruangan produksi mempunyai
dinding yang licin serta tidak berbentuk sudut (melengkung) sehingga
memudahkan pembersihan, sanitasi dan perawatan serta terhindar dari
pencemaran silang, penumpukkan debu, kotoran, atau dampak lain yang dapat
menurunkan mutu obat. Ruangan untuk masing-masing mesin atau peralatan
dipisahkan untuk memperkecil risiko terjadinya kekeliruan, pencemaran
silang dan kesalahan lain. Penataan ruangan produksi disesuaikan dengan
urutan proses produksi. Ruang produksi dibagi menjadi beberapa kelas
ruangan tergantung dengan kegiatan yang dilakukan, klasifikasi kelas
ruangan sebagai berikut:
a) Kegiatan pengolahan dilakukan di ruang kelas A, B, C, D, dan E
a. Kelas A, B, C, dan D digunakan untuk ruang pengolahan produk steril
(Sefalosporin). Tekanan pada ruang pengolahan steril disesuaikan
berdasarkan kelas kebersihan ruangan. Semakin tinggi kelas kebersihan
maka semakin tinggi tekanannya.
b. Kelas E digunakan untuk pengolahan dan pengemasan primer produk
nonsteril (β-Laktam dan Non β-Laktam). Koridor ruang pengolahan
kelas E mempunyai tekanan lebih tinggi daripada ruang pengolahan
(clean corridor).
b) Kegiatan pengemasan primer dilakukan di ruang kelas produk tersebut
diolah.
c) Kegiatan pengemasan sekunder dilakukan di ruang kelas F.
d) Kegiatan penyimpanan bahan baku, bahan pengemas, dan produk jadi di
ruang kelas G.
Spesifikasi ruang kelas sediaan non steril terdiri atas:
a. Ruang Produksi Kelas G
a) Ruang ganti pria dan wanita
b) Gudang cairan

46
c) Gudang bahan pendukung
d) Gudang bahan baku
e) Ruang administrasi gudang
b. Ruang Kelas F
a) Ruang kemas sekunder
c. Ruang Produksi Kelas E
a) Ruang penimbangan
b) Ruang staging
c) Ruang produksi sediaan padat
d) Ruang produksi sediaan cairan obat dalam
e) Ruang produksi sediaan cairan obat luar
2) Instalasi Penyimpanan
Instalasi Penyimpanan mempunyai empat gudang yang terdiri atas.
a. Gudang bahan baku terdiri atas dua bagian yaitu gudang sejuk (suhu 8-
15oC) untuk Penyimpanan bahan baku obat yang tidak tahan pada suhu
tinggi dan gudang suhu kamar
b. Gudang pendukung
c. Gudang cairan
d. Gudang karantina obat jadi
Ruang karantina bahan baku obat terdapat di Gupus II. Pada instalasi
Penyimpanan terdapat ruangan sampling untuk bahan baku. Bangunan
Instalasi Penyimpanan dirawat dan dijaga kebersihannya, sehingga dapat
melindungi bahan-bahan yang disimpan dari kerusakan. Sistem pengeluaran
barang di gudang Instalasi Penyimpanan First In First Out (FIFO) dan yaitu
First Expired First Out (FEFO) serta disesuaikan dengan jadwal produksi.
Pada ruang Penyimpanan barang disusun berdasarkan:
a) Barang yang kurang stabil disimpan di gudang sejuk
b) Barang yang fast moving disimpan di dekat ruang timbang, sedangkan
slow moving disimpan di ruang yang sesuai dengan stabilitasnya.
c) Barang yang bobotnya besar atau berat diletakan di bagian depangudang
agar lebih mudah dikeluarkan.
d) Barang yang ringan dan mahal diletakkan di bagian dalam gudang, untuk

47
mencegah terjadinya kehilangan. Sistem administrasi di Instalasi
Penyimpanan masih dilaksanakan dengan cara manual yaitu dengan
menggunakan kartu kendali dan kartu barang untuk mengontrol
pengeluaran dan pemasukan barang.
3) Instalasi Pengawasan Mutu Bangunan
Instalwastu terpisah secara khusus dari gedung produksi dantelah
memenuhi persyaratan CPOB, dengan pembagian ruangan yang jelas di
setiap bagiannya, yaitu laboratorium kimia, mikrobiologi, fisika, ruang
instrumen, ruang timbang, gudang reagensia, ruang penyimpanan contoh
pertinggal, perpustakaan dan ruang staf.
Bangunan Instalwastu terdiri atas:
a. Laboratorium kimia
Ruang laboratorium kimia mempunyai peralatan kimia yang
menunjang pemeriksaan mutu secara kimia antara lain: lemari asam,
climatic chamber, oven, buret, taped bulk densitiy, moisture analizer, pH
meter, polarimeter, melting point, dan furnace (uji kadar abu).
Laboratorium ini juga dilengkapi dengan safety shower dan pembilas
mata darurat sesuai dengan persyaratan di CPOB yang digunakan dalam
keadaan darurat bila terkena zat kimia yang ada di laboratorium.
b. Laboratorium mikrobiologi
Laboratorium mikrobiologi terdiri atas laboratorium uji potensi, uji
cemaran dan uji sterilitas. Laboratorium mikrobiologi dilengkapi dengan
fasilitas peralatan seperti: LAF (laminar air flow), alat pembaca daya
hambat bakteri (read biotic), passthrough dan passbox.
c. Ruang uji fisika
Peralatan yang terdapat di ruang fisika diantaranya adalah alat uji
ketebalan tablet, diameter tablet, kebocoran strip, kekerasan tablet,
friabilitas dan waktu hancur.
d. Ruang instrument
Peralatan yang terdapat di ruang instrumen yaitu spektrofotometer
UVVis, alat uji disolusi dan HPLC.
e. Ruang timbang

48
Peralatan yang terdapat di ruang timbang berisikan timbangan
analitik yang telah terkalibrasi secara periodik.
f. Ruang contoh pertinggal
Ruang contoh pertinggal obat jadi dan bahan baku obat. Untuk
contoh pertinggal obat jadi disimpan selama 1 tahun setelah expired date
dan untuk contoh pertinggal bahan baku obat disimpan selama 2 tahun
setelah obat jadi yang mengandung bahan baku tersebut di luluskan oleh
Pastitu. Jumlah penyimpanan contoh pertinggal 2 kali jumlah pengujian
keseluruhan.
g. Gudang reagensia
Penyimpanan bahan reagensia disimpan berdasarkan alfabetis,
bentuk sediaan, FEFO dan FIFO.
h. Perpustakaan dan ruang staf
4. Peralatan
Mesin-mesin produksi dan peralatan penunjang dalam proses produksi β-
laktam, Non β-laktam, dan Instalasi Pengawasan Mutu sebagian besar telah
memenuhi persyaratan CPOB. Perawatan dan kalibrasi dilakukan secara berkala
untuk menjamin proses kerja dari peralatan tersebut. Rancang bangun dan
konstruksi peralatan yang tepat dengan ukuran yang memadai dan ditempatkan
pada tempat yang sesuai akan menghasilkan suatu mutu obat yang baik karena
memudahkan dalam pembersihan dan perawatannya. Pada setiap kegiatan yang
berhubungan dengan peralatan dilengkapi dengan Prosedur Tetap (Protap) baik
protap pengoperasian alat untuk mencegah kesalahan pengoperasian mesin,
protap pemeliharaan alat untuk menjaga agar alat dapat bekerja baik maupun
protap pembersihan alat untuk mencegah kontaminasi dari bahan yang
digunakan sebelumnya maupun dari bakteri yang tidak diinginkan. Peralatan di
ruang produksi telah memenuhi persyaratan CPOB, semua peralatan di ruang
produksi terbuat dari stainless steel yang bersifat inert sedangkan untuk peralatan
yang terbuat dari besi atau baja, dilapisi dengan bahan inert dan tidak berkarat.
Peralatan yang digunakan untuk menimbang dan mengukur telah dikalibrasi
secara berkala. Bila tidak digunakan, peralatan ditutup sehingga kebersihannya
terjamin. Peralatan yang digunakan untuk proses produksi dilakukan kualifikasi

49
terlebih dahulu untuk menjamin bahwa alat yang akan digunakan telah terpasang
dengan benar, dapat beroperasi dengan baik dan benar serta dapat menghasilkan
produk yang sesuai dengan spesifikasi yang diharapkan.
5. Sanitasi dan Higiene
Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi personalia, bangunan, peralatan
dan perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya, dan setiap hal yang bisa
menjadi sumber pencemaran produk hendaklah diminimalkan.
1) Higiene Perorangan
Pada umumnya karyawan telah mengetahui akan kebersihan diri,
bangunan, dan peralatan. Serta dilakukan pembinaan dan upaya lain yang
dapat memotivasi para karyawan agar tetap disiplin dan mempunyai
kesadaran sendiri dalam menerapkan prinsip-prinsip sanitasi dan higine untuk
kebersihan produk obat, peralatan, dan lingkungan kerja serta kesehatan
karyawan itu sendiri. Dalam setiap produksi, karyawan menggunakan
perlindung diri seperti pakaian khusus untuk produksi yang dilengkapi
dengan masker, penutup kepala, alas kaki, dan sarung tangan. Perlengkapan
perlindung diri yang dipakai karyawan di ruang Non β-laktam dan β-laktam
disesuaikan berdasarkan kelas ruangan.
2) Sanitasi Bangunan dan Fasilitas
Gedung produksi β-laktam dan Non β-laktam telah mempunyai sanitasi
yang baik dan selalu dibersihkan secara berkala sesuai dengan prosedur tetap
pembersihan yang telah ditetapkan. Sarana untuk penyimpanan pakaian
personal dan milik pribadi telah menggunakan lemari tertutup (locker). Selain
lebih efisien, penggunaan locker ini juga lebih aman karena locker bersifat
tertutup dan ruangan dapat tertata lebih baik. Penanganan limbah produksi di
LAFI PUSKESAD telah memenuhi persyaratan CPOB. Pengolahan limbah
dilakukan melalui proses fisika, kimia, dan mikrobiologi. Pada proses
produksi, LAFI PUSKESAD membudayakan kebiasaan bersih dan rapi di
dalam kegiatan sehari-harinya (mandi, cuci tangan dan kaki, rambut pendek,
dan lain-lain) serta larangan memakai perhiasan dan kosmetik yang
berlebihan pada waktu bekerja di ruang produksi. Personal dilarang makan,
minum, merokok di semua ruang Produksi (pengolahan dan pengemasan),

50
Instalwastu, dan gudang, serta senantiasa menjaga kebersihan dan kerapian
ruang kerja. Prosedur sanitasi dan higiene divalidasi dan dievaluasi secara
periodik untuk memastikan bahwa bangunan memenuhi persyaratan, yaitu
bersih dan bebas dari sisa produk bahan pembersih dan bahan asing yang
lainnya.
6. Produksi
Bahan awal yang digunakan dalam proses produksi dicatat dalam Batch
Record yang meliputi pencatatan semua pemasukan dan pengeluaran,
keterangan persediaan, nomor bets, tanggal kadaluarsa, serta keterangan
pemasoknya. Setiap produk telah mempunyai Batch Record tersendiri, sehingga
produk obat yang dihasilkan dapat memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan.
Setiap personal yang terlibat dalam proses produksi telah menyadari pentingnya
mengikuti petunjuk yang ada dalam Batch Record. Kedisiplinan setiap personal
di bagian produksi dalam mencatat setiap tindakan selama proses produksi dalam
kolom yang tersedia di Batch Record, merupakan suatu konsekuensi dari tugas
dan tanggung jawabnya. Sedangkan validasi dilakukan terhadap seluruh
prosedur produksi terutama pada tahap–tahap kritis. Validasi dilaksanakan
menurut prosedur dan hasilnya didokumentasikan.
Sistem perencanaan dan pengadaan bahan baku obat sampai menjadi produk
yang siap didistribusikan ke seluruh daerah di Indonesia memerlukan waktu
yang cukup lama yaitu selama empat tahun. Pada tahun pertama dimulai dengan
pengajuan dari tiap-tiap daerah seluruh Indonesia ke Subdityankes. Tahun kedua
adalah untuk pengadaan bahan baku obat dan tahun ketiga merupakan tahun
untuk diadakannya proses produksi sedangkan tahun terakhir adalah untuk
distribusi produk jadi ke tiap-tiap daerah diseluruh Indonesia. Dari sistem
perencanaan yang ada selama ini, produk terlalu lama untuk sampai di tangan
konsumen, karena produk harus melewati serangkaian peraturan yang panjang,
sedangkan pola penyakit kemungkinan akan berbeda setiap tahunnya. Produk-
produk yang dihasilkan oleh LAFI PUSKESAD telah melalui serangkaian
metode analisis yang dilakukan terhadap produk, baik secara kimia, fisika, dan
mikrobiologi oleh Instalasi Pengawasan Mutu. Instalasi ini pun mengembangkan
metode analisis dan melakukan validasi metode analisis, serta melakukan uji

51
stabilitas terhadap sediaan.
7. Pengawasan
Mutu Instalasi Pengawasan Mutu di LAFI PUSKESAD bertugas melakukan
pengawasan mutu terhadap obat hasil produksi LAFI PUSKESAD meliputi
semua fungsi analisis termasuk pengambilan contoh, pemeriksaan dan pengujian
bahan awal, produk antara, produk ruahan dan obat jadi. Hal ini dilakukan tanpa
adanya campur tangan dari pihak produksi dalam menentukan kualitas bahan
baku, bahan pengemas, dan obat jadi. Instalasi Pengawasan Mutu juga
melakukan pengujian stabilitas dipercepat dan penetapan tanggal kedaluwarsa,
validasi metode analisis, penyimpanan contoh pertinggal, penyusunan
spesifikasi yang berlaku bagi tiap bahan dan produk termasuk metode
pengujiannya. Selain itu, Instalwastu juga bertanggung jawab terhadap kualitas
lingkungan kerja menyangkut pengawasan bangunan, ruangan, dan peralatan
serta fasilitas penunjang lain seperti kualitas udara, pengendalian mutu air, dan
pemeriksaan limbah. Personal Instalwastu yang berfungsi sebagai analis
mempunyai keterampilan dan pengalaman yang cukup. Selain itu, pelatihan-
pelatihan selalu dilakukan agar personal Instalwastu dapat bekerja secara tepat
dan baik dalam melakukan pengawasan mutu obat yang dihasilkan. Prosedur
pengujian terhadap obat-obatan yang dihasilkan oleh LAFI PUSKESAD telah
terdokumentasikan dengan baik sehingga memudahkan dalam proses
pemeriksaan mutu bahan baku, bahan pengemas, dan obat jadi. Ruang
laboratorium terpisah dengan ruang produksi sehingga terhindar dari cemaran
maupun getaran yang dapat berpengaruh terhadap hasil pengujian. Ruangan
yang terdapat di Instalwastu diantaranya ruang pengujian fisika, ruang pengujian
kimia, ruang pengujian mikrobiologi, ruang instrumen, ruang staf,ruang
reagensia, dan ruang contoh pertinggal dengan fungsi masing-masing serta
dilengkapi dengan alat-alat yang memadai dan lengkap. Untuk ruang instrumen,
suhu dan kelembaban ruangan diatur untuk melindungi peralatan yang sensitif
seperti spektrofotometer UV-Vis. Tata letak ruangan-ruangan tersebut terpisah
dan diatur sedemikian rupa sehingga memudahkan alur pergerakan personal
maupun barang. Semua peralatan yang digunakan untuk pengujian dikalibrasi
dengan rentang waktu tertentu sehingga hasil pengujian dapat dipercaya.

52
8. Inspeksi Diri dan Audit Mutu
Inspeksi Diri di LAFI PUSKESAD dilakukan secara berkala minimal satu
tahun sekali, Tindakan perbaikan dilaksanakan berdasarkan hasil inspeksi.
Inspeksi Diri juga dilakukan di Instalasi Produksi. Pelaksanaaan Inspeksi Diri di
LAFI PUSKESAD telah dilakukan namun belum maksimal karena
pelaksanaannya belum terjadwal dengan baik.
9. Penanganan Keluhan Terhadap Obat dan Penarikan Kembali Obat Jadi serta Obat
Kembalian
Selama ini, belum pernah ada penanganan keluhan terhadap obat ataupun
penarikan kembali obat jadi serta obat kembalian. Jika terdapat keluhan, maka
LAFI PUSKESAD akan memberikan tanggapan sesuai dengan keluhan (minor,
mayor, atau kritis). Jika diperlukan suatu pengujian terhadap adanya keluhan,
pemeriksaan dilakukan melalui retained sample (sampel pertinggal) sebagai
pembanding, yang dilakukan oleh Instalwastu. Hasil pemeriksaan tersebut
dianalisis dan dievaluasi oleh Instalwastu, kemudian Instalwastu akan
melakukan perbaikan-perbaikan, bila perlu dilakukan penarikan produk obat
tersebut. Tanggapan terhadap keluhan tersebut dapat berupa saran-saran
mengenai penanganan obat yang mengalami kerusakan.
10. Dokumentasi
LAFI PUSKESAD merupakan sebuah perusahaan obat yang juga harus
mempunyai dokumentasi yang berkaitan dengan seluruh kegiatan pengadaan,
produksi, dan distribusi obat yang dilakukannya. LAFI PUSKESAD telah
melakukan kegiatan dokumentasi tersebut dengan baik yaitu meliputi dokumen
batch record, protap untuk produksi, operasional, perawatan gedung, perawatan
alat dan peralatan penunjang lainnya, spesifikasi bahan dan produk, metode dan
prosedur analisis, penyimpanan dan sebagainya.
Penyusunan prosedur tetap di LAFI PUSKESAD disusun oleh Kepala setiap
Instalasi. Sistem pendokumentasian perlu ditingkatkan, agar proses dokumentasi
lebih teratur dan sistematis baik terhadap dokumen utama dan dokumen
penunjang. Sistem dokumentasi yang teratur dapat memberi kemu dahan dalam
penulusuran produk, karena sistem dokumentasi akan sangat menunjang dalam
manajemen sistem informasi dalam sebuah organisasi atau perusahaan.

53
11. Pembuatan dan Analisis
Berdasarkan Kontrak Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak yang
dilakukan di LAFI PUSKESAD hanya berupa kerjasama toll in dari Industri
Farmasi lain, karena sarana dan prasarana di LAFI PUSKESAD sudah
memenuhi persyaratan CPOB, sehingga tidak perlu melakukan pembuatan di
Industri Farmasi lain. Sebelum pelaksanaan toll in, pihak pemberi kontrak
terlebih dahulu melakukan audit terhadap LAFI PUSKESAD untuk melihat
fasilitas yang dimiliki. Hingga saat ini, ada beberapa perusahaan yang
melakukan toll in kepada Lafi Puskesad.
12. Kualifikasi dan Validasi
1) Validasi yang dilakukan meliputi validasi proses, metode analisis, dan
pembersihan.
a. Validasi Proses
Validasi proses di LAFI PUSKESAD mencakup validasi proses baru
ketika menggunakan alat atau formula standar baru dalam memproduksi
suatu obat. Validasi proses dilakukan bila terjadi perubahan proses
seperti penyesuaian alat atau formula saat melakukan kerja dengan
formula standar yang berbeda atau formula standar yang sama tetapi
menggunakan bahan baku yang 70 berbeda, sedangkan validasi ulang
yang bertujuan untuk melihat kinerja alat yang digunakan agar senantiasa
sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan.
b. Validasi Metode Analisis
Validasi Metode Analisis yang dilakukan di LAFI PUSKESAD ada
empat jenis yaitu uji identifikasi, uji kuantitatif kandungan impuritas, uji
batas impuritas, dan uji kuantitatif zat aktif dalam obat jadi. Selain
keempat uji di atas, metode Analisis lain seperti uji disolusi obat atau
penentuan ukuran partikel untuk bahan baku aktif juga dilakukan
validasi.
c. Validasi Pembersihan
Pada proses pembersihan di LAFI PUSKESAD dilakukan sebelum
dan setelah proses produksi selesai. Validasi Pembersihan
dilaksanakannya untuk permukaan alat yang bersentuhan langsung

54
dengan produk. Hal yang dikerjakan adalah melihat efektifitas
pembersihan, penentuan batas kandungan residu suatu produk, bahan
pembersih, dan cemaran mikroba. Sampling bahan obat yang digunakan
untuk Validasi Pembersihan adalah dengan spesifikasi sebagai berikut,
yaitu bahan yang mempunyai potensi cemaran yang besar dan bahan
yang sukar larut dalam air.
2) Kegiatan Kualifikasi di LAFI PUSKESAD meliputi empat hal yaitu:
a. Kualifikasi Desain Tujuan
Kualifikasi Desain adalah untuk menjamin dan mendokumentasikan
bahwa sistem atau peralatan atau bangunan yang akan dipasang atau
dibangun (rancang bangun) sesuai dengan ketentuan atau spesifikasi yang
diatur dalam ketentuan CPOB yang berlaku yang dicantumkan pada
desain. Jadi, kualifikasi desain dilaksanakan pada mesin, peralatan
produksi atau sarana penunjang (termasuk bangunan untuk industri
farmasi) yang baru.
b. Kualifikasi Instalasi Kualifikasi
Instalasi dilakukan terhadap fasilitas, sistem, dan peralatan baru atau
yang dimodifikasi. Kualifikasi instalasi dilakukan dengan menyesuaikan
alat dan sarana penunjang lainnya dengan manual book dari masing-
masing alat. Bagian yang berperan dalam Kualifikasi Instalasi di LAFI
PUSKESAD adalah bagian Instalasi Pemeliharaan dan Sistem Penunjang.
c. Kualifikasi Operasional Kegiatan
Kualifikasi Operasional di LAFI PUSKESAD mencakup kalibrasi,
prosedur pengoperasian dan pembersihan, pelatihan operator dan
ketentuan perawatan preventif. Setelah Kualifikasi Operasional selesai
dilakukan selanjutnya dibuat suatu persetujuan tertulis yang menyatakan
bahwa alat tersebut dapat bekerja sesuai dengan spesifikasinya.
d. Kualifikasi Kinerja
Setelah Kualifikasi Desain, Instalasi dan Operasional selesai
dilaksanakan, dikaji dan disetujui selanjutnya dilakukan Kualifikasi
Kinerja untuk melihat kerja alat yang bersangkutan apakah memberikan
hasil sesuai dengan kapasitas hasil produksi maksimal dan minimal alat

55
yang tertera di manual book.

3.5 Kegiatan Produksi Obat


Kegiatan LAFI PUSKESAD dalam pengadaan obat-obatan meliputi
perencanaan dan pengadaan barang, penyimpanan barang, produksi barang,
pemeriksaan laboratorium, penelitian dan pengembangan (litbang), serta kegiatan
administrasi.
3.5.1 Perencanaan dan Pengadaan Barang
Perencanaan kebutuhan dilakukan oleh sub Pembinaan Material Kesehatan
(Subbinmatkes) Puskesad, pola penyakit di daerah dan laporan dari masing-masing
Kesdam, Satkes, RSPAD Gatot Subroto. Daftar kebutuhan obat tersebut akan
disesuaikan dengan besarnya anggaran yang tersedia sehingga dibuat rencana
kebutuhan bahan baku, bahan pembantu, dan embalase (bahan pengemas). Adapun
anggaran untuk kegiatan LAFI PUSKESAD berasal dari :
a) Rencana Belanja Kesehatan (RBK) APBN
b) Dana pemeliharaan Kesehatan (DPK) yang berasal dari pemotongan gaji
prajurit dan PNS secara rutin
Anggaran yang didapat kemudian dialokasikan sesuai dengan program kerja
Lafi Puskesad. Bagminlog (Bagian Administrasi dan Logistik) bekerja sama
dengan Instalasi Produksi dan Instalasi Pengawasan Mutu menyusun perencanaan,
penyesuaian anggaran, serta kebutuhan bahan baku, bahan pembantu, dan bahan
pengemas untuk kebutuhan produksi dan laboratorium.
Instalasi produksi dan Instalasi Pengawasan Mutu mengajukan daftar
kebutuhan masing-masing yang terdiri dari spesifikasi dan jumlah kebutuhan obat
untuk satu tahun anggaran. Bagminlog akan membuat daftar kebutuhan tersebut
dengan memperhatikan persediaan bahan di Instal Simpan, untuk kemudian melalui
Kepala LAFI PUSKESAD diajukan pemenuhan kepada Puskesad, satu tahap
produksi dibagi menjadi dua triwulan. Pengadaan barang dilaksanakan dua kali,
pertama tahap produksi I dan kedua pada tahap produksi II.
Pengadaan barang dilakukan oleh Puskesad melalui Subbinmatkes dengan
sistem lelang melalui pembentukan panitia lelang. Pelelangan dilakukan oleh
komisi tender yang salah satu anggotanya adalah wakil dari Lafi Puskesad.

56
Puskesad memberikan spesifikasi kepada para calon rekanan, selanjutnya
ditentukan pemenang lelang kemudian dibuat kontrak jual beli.
Pihak rekanan akan mengirimkan barang sesuai dengan isi kontrak tersebut
kepada LAFI PUSKESAD dan kemudian Puskesad akan mengirimkan surat
Perintah Penerimaan Material (PPM) ke LAFI PUSKESAD melalui Instal Simpan
agar barang tersebut dapat diterima. Puskesadakan membentuk Tim Komisi
penerimaan barang yang bertugas memeriksa keadaan barang secara administrasi,
fisika, dan kimia. Setelah barang-barang lulus uji mutu, maka dibuat Hasil
Pemeriksaan Laboratorium dan Berita Acara penerimaan. Bila barang yang dikirim
tidak sesuai dengan spesifikasi yang diminta atau tidak memenuhi syarat, maka
barang akan dikembalikan kepada supplier untuk diganti sesuai isi kontrak. Barang-
barang yang telah memenuhi persyaratan kemudian disimpan di gudang transit
Instal Simpan.
3.5.2 Kegiatan Instalasi Penyimpanan (Instal Simpan)
Penyimpanan barang dilakukan oleh bagian Instal Simpan. Barang- barang
yang disimpan adalah barang-barang yang berkaitan dengan segala proses kerja
yang berlangsung di LAFI PUSKESAD baik produksi, laboratorium, pengemasan,
administrasi maupun proses pendukung lain. Barang-barang di gudang disimpan
berdasarkan jenis, sifat, atau keadaan bahan yang disimpan. Sistem penyimpanan
menggunakan sistem first In First Out (FIFO).
Instalasi penyimpanan memiliki beberapa gudang, yaitu :
a. Gudang bahan baku obat, menyimpan bahan baku obat. Gudang bahan baku obat
terdiri dari gudang sejuk (17-21oC) guna menyimpan bahan baku yang tidak
stabil terhadap panas, dan gudang suhu kamar (22- 30oC).
b. Gudang embalase, menyimpan bahan-bahan pengemasan seperti Polycello,
botol, karton, dll, serta bahan pendukung seperti masker, sarung tangan, etiket,
brosur, dll.
c. Gudang khusus, menyimpan bahan cair dan semi solid serta bahan- bahan yang
berbahaya dan mudah terbakar.
d. Gudang obat jadi, menyimpan obat jadi hasil produksi LAFI PUSKESAD
sebelum didistribusi.
Kontrol persediaan barang dilakukan melalui proses yang sangat ketat. Pada

57
kartu persediaan dicatat pemasukan dan pengeluaran barang harian, dan
rekapitulasi setiap bulan dicatat dalam kartu pertanggung jawaban. Terdapat dua
kartu persediaan yaitu, kartu stok untuk disimpan dalam brankas dan kartu stok
yang digantung pada barang. Untuk membantu pencatatan digunakan satu buku
harian untuk mencatat kegiatan keluar masuk barang dan satu buku induk untuk
mempermudah pemeriksaan dan inspeksi terhadap pergudangan.
Pada akhir tahun anggaran dilakukan pengontrolan terhadap keadaan stok
barang keseluruhan, hasilnya dilaporkan ke Kapuskesad. Dokumeninstal simpan
terlampir pada Gambar . Pengeluaran barang dari instal simpan untuk produksi
obat dilakukan setelah ada perintah pengeluaran material dari Kapuskesad.
Dokumen Instal Simpan untuk produksi obat dilakukan setelah ada Perintah
Pengeluaran Material dari Puskesad dengan jumlah dan jenis yang sesuai dengan
kebutuhan produksi.
Pengeluaran obat jadi dilakukan setelah terbit Perintah Pengeluaran Material
(PPM) dari Kapuskesad dan Ka LAFI PUSKESAD membuat surat perintah
pengemasan barang. Obat jadi dikirim ke masing-masing tujuan. Barang yang
kadaluarsa, rusak atau hendak dimusnahkan melalui usul pencelaan penaksiran
harga lalu dilaporkan ke Kapuskesad kemudian Kapuskesad membuat pengajuan
komisi penghapusan yang diajukan, maka barang dapat dimusnahkan atau ke Staf
Umum Gudang Pusat II (GUPUS II). Setelah terbentuk komisi penghapusan maka
barang dapat dimusnahkan atau dihibahkan bila memungkinkan. Penghapusan atau
pemberian hibah dilengkapai dengan BA atau Berita Acara Penghapusan Material
dan secara resmi barang keluar dari tanggung jawab Instal Simpan atau Lafi
Puskesad.
LAFI PUSKESAD setiap bulan membuat laporan produksi dan distribusi
obat jadi psikotropik yang disampaikan pada Kantor Wilayah Departemen
Puskesad, Ka Balai POM Jawa Barat, Kepala Dinas Kesehatan Kota Bandung, Ka
instal Produksi, dan Ka Instal Simpan Lafi Puskesad. Laporan Bahan Baku obat
jadi antibiotik dibuat setiap tanggal 17 setiap bulan kepada Kapuskesad, untuk
laporan bahan baku, obat jadi, dan embalase dibuat setiap tiga bulan.

58
3.5.3 Kegiatan Instalasi Produksi (Instalprod)
Instalasi Produksi (InstalProd) merupakan pelaksanaan fungsi produksi obat-
obatan yang kegitannya meliputi perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian.
Produk yang dihasilkan oleh LAFI PUSKESAD dibedakan menjadi dua yaitu
produk β-laktam dan Non β-laktam yang masing masing dikerjakan pada gedung
yang berbeda. Di instalasi produksi terdapat empat seksi yaitu Seksi Sediaan Non
β-laktam, seksi sediaan Penicillin, Seksi sediaan Sefalosporin, dan Seksi
Pengemasan. Masing masing seksi dikepalaioleh Kepala Seksi (Apoteker). Obat-
obat yang diproduksi LAFI PUSKESAD belum Memiliki nomor Registrasi
sehingga tidak diperdagangkan kepada masyarakat umum tetapi umtuk
pembuatannya tetap mengikuti CPOB yang berlaku.
Rencana produksi dibuat setiap tahunnya dengan mempertimbangkan jumlah
anggaran, jenis obat yang diminta oleh Satkes, jenis peralatan yang dimiliki
(kapasitas produksi dan spesifikasi) jumlah sumber daya manusia, dan jumlah kerja
yang dibutuhkan.
Seluruh proses didokumentasikan dalam catatan pengolahan dan catatan
pengemasan Bets (batch Record) yang disusun oleh tim dan disetujui oleh Ka Instal
Produksi, Ka Instal Wastu, Ka Instal simpan yang selanjutnya didistribusikan dan
disimpan. Batch Record disimpan hingga satu tahun setelah tanggal kadaluarsa obat
yang bersangkutan. Hal yang diuraikan dalam Batch Record yaitu nama obat,
nomor batch, jumlah yang produksi, kekuatan obat, bentuk sediaan obat, pemerian,
prosedur produksi, hasil pengamatan selama proses produksi,dan dokumen yang
bersangkutan dengan nomor batch, besar batch, dan tanggal produksi. Pada bagian
catatan pengolahan batch diuraikan mengenai jumlah penimbangan bahan,
prosedur pengolahan, serta data IPC (In Process Control) pada bagian catatan
pengemasan batch diuraikan jenis kemasan yang digunakan, jumlah kemasan yang
digunakan, jumlah hasil produksi jadi, prosedur pengemasan, dan data IPC (In
Process Control).
Proses produksi dimulai dari proses penimbangan bahan baku yangdilakukan
oleh Instalasi Simpan. Sebelum masuk ke Instalasi Produksi, bahan baku yang
sudah ditimbang terlebih dahulu disimpan diruang Staging. Penyerahan bahan baku
dari Instalasi Simpan ke Instalasi Produksi dapat dilakukan jika terdapat perwakilan

59
dari masing-masing Instalasi. Penyerahan ini didokumentasikan dalam Log Book
Harian penyerahan Bahan Baku Obat. Pada saat penyerahan bahan baku, Batch
Record Obat tersebut ikut diserahkan kepada bagian Instalasi Produksi.
Proses pengolahan obat dimulai setelah bahan baku diserahkan ke bagian
produksi. Produksi sediaan Betalaktam dan Non Betalaktam dilakukan digedung
yang berbeda. Untuk produksi sediaan Non Betalaktam digunakan ruangan kelas
E sesuai CPOB. Produksi sediaan Non β-laktam menggunakan ruangan kelas E.
Proses pengolahan obat dimulai dari penimbangan bahan baku yang akan
digunakan dan dikeluarkan dari Instalasi simpan selanjutnya memasuki tahap
pengolahan pada masing- masing seksi produksi, yaitu seksi sediaan Non
Betalaktam, seksi sediaan Betalaktam, dan seksi sediaan Sefalosporin.
3.5.4 Kegiatan Intalasi Pengawasan Mutu (Instal Wastu)
Pengawasan mutu merupakan bagian Integral dalam proses produksi obat.
Bagian pengawasan mutu bertanggung jawab terhadap setiap hal yang
berhubungan dengan kualitas obat dan bahan baku obat, bahan pembatu, bahan
pengemas, produk antara, produk ruahan, dan obat jadi yang dihasilkan serta
pemastian mutu satu tahun setelah obat kadaluarsa. Bagian pengawasan bangunan,
ruangan fasilitas, penunjang lain seperti sirkulasi udara khusunya dibagian
Betalaktam, pengendalian mutu air, dan penanganan limbah.
3.5.5 Kegiatan Instalasi Penelitian dan Pengembangan
Dalam melaksanakan perannya Instalasi litbang melakukan penelitian
terhadap produk baru dan pengembangan produk lama untuk memperoleh kualitas
yang lebih baik. Pelaksanaan kegiatan dimulai dari pengajuan rencana penelitian
dan pengembangan produk LAFI PUSKESAD yang meliputi :
a. Membuat spesifikasi teknis bahan baku obat, bahan pembantu, dan bahan
pengemas.
b. Mencari dan meneliti formula yang dapat dikembangkan sebagaiproduk
LAFI PUSKESAD
c. Merevisi ulang suatu formula yang sudah ditetapkan bila suatu saat terjadi
perubahan alat, bahan baku, dan komponen produksi lainnya.
d. Mengadakan evaluasi terhadap keluhan yang terjadi dan obat kembalian.
Penelitian dan pengembangan dimulai dari penelusuran pustaka, pengadaan

60
bahan, penelitian skala laboratorium dan skala produksi, selanjutnya dilakukan
validasi proses produksi dan pengawasan mutu dengan kerjasama antara
Instal prod dan Instal wastu.
3.5.6 Kegiatan Instalasi Pemeliharaan dan Sistem Penunjang
Instalasi Pemeliharaan dan Sistem Penunjang merupakan pelaksana fungsi
pemeliharaan dan perbaikan terhadap alat produksi dan laboratorium sehingga siap
digunakan, penatalaksanaan limbah industri, menyatukan utilitas guna mendukung
kegiatan produksi dan merencanakan kebutuhan suku cadang untuk mendukung
kegiatan pemeliharaan dan perbaikan. Seluruh kegiatan pemeliharaan dan
perbaikan dilaporkan kepada Kepala Lafi.
Fasilitas pendukung yang ada di LAFI PUSKESAD adalah pengolahan air,
instalasi listrik, uap/boiler, udara bertekanan dan AHS. Sumber air bersih didapat
dari suplai Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) yang kemudian mengalami
pengolahan lebih lanjut. Penanggung jawab pengolahan fasilitas utility ini adalah
Kainstalhar (Kepala Instalasi Pemeliharaan) dan Sisjang (Sistem Penunjang).
Adapun fasilitas pendukung ini terdiri dari :
a. Instalasi Listrik
Sumber listrik LAFI PUSKESAD berasal dari PLN dengan daya sebesar
1000 kVA dan sampai saat ini belum digunakan generator, tetapi sedang
diupayakan pengadaannya. Sumber listrik dari gardu PLN dialirkan ke gardu
induk LAFI PUSKESAD, lalu dialirkan ke ruang panel. Dari ruang panel
dialirkan ke panel-panel unit terkecil di masing- masing instalasi.
b. Uap Panas (Boiler/Steam)
Air yang digunakan untuk menghasilkan vap panas adalah aquadestilata
yang ditekan melalui pompa air sehingga mask ke dalam filter lalu ditampung di
dalam tangki stainless steel untuk selanjutnya dipanaskan melalui biller hingga
menjadi up. Alat ini bekerja secara semi otomatis dengan alat-alat pengaman
yang lengkap. Udara panas yang dihasilkan akan dialirkan melalui pipa ke ruang-
ruang produksi yang membutuhkan.
c. Udara Bertekanan (Compressed Air)
Udara bertekanan diperoleh dengan menggunakan alat kompresor yang
bekerja secara otomatis dengan menggunakan alat pressure switch. Kompresor

61
juga dilengkapi dengan air dryer, main line filter, oil filter, mist separator, dan
micro mist separator. Kompresor ini hanya digunakan untuk peralatan yang
memerlukan udara bertekanan, seperti mesin stripping, pembersihan dan
pengeringan botol, Fluid Bed Dryer (FBD), coating dan mesin produksi.
d. Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)
Pengolahan limbah di LAFI PUSKESAD telah didokumentasikan dan
dibuat suatu Prosedur Tetap (Protap) tahun 2010 tentang Tugas dan Tanggung
jawab Pengolahan Air Limbah LAFI PUSKESAD. Tujuan dari pengelolaan
limbah adalah untuk mengurangi pencemaran yang disebabkan industri agar
limbah yang dibuang tidak mencemari lingkungan dan membahayakan
masyarakat sekitar sehingga terciptanya suatu kondisi lingkungan yang bersih
dan sehat bebas dari pencemaran.
Pencemaran lingkungan yang dapat ditimbulkan dari industri farmasi
adalah pencemaran air, tanah dan udara yang dapat berasal dari bahan cair, padat,
udara. Karena dapat mencemari lingkungan, maka limbah di industri farmasi
perlu diolah terlebih dahulu sebelum dibuang ke lingkungan. Salah satu unit
pengolahan limbah adalah IPAL yang mengolah limbah cair di industri farmasi.
Pada produksi obat non betalaktam, pengolahan limbah padat dilakukan
dengan menggunakan dustcollector dimana limbah berupa debu disedot dari
ruang produksi dengan blower kemudian dikumpulkan dalam kantong
penampung dan dibakar. Khusus untuk limbah dari penyalutan tablet, terlebih
dahulu diolah dengan air washer. Sedangkan limbah cair produksi non
betalaktam langsung dialirkan ke Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).
Pada produksi betalaktam, pengolahan limbah terlebih dahulu diolah
melalui air washer, dimana limbah padat (debu-debu) disedot oleh blower dari
ruangan yang berdebu seperti ruang strip, isi kapsul, cetak, coating, campur dan
ruang isi sirup kering, kemudian disemprot dengan air bertekanan 4 bar sehingga
debu akan jatuh di bak penampungan. Air dialirkan ke bak destruksi yang
dilengkapi dengan dozing pump dan PH meter. Cairan ini didestruksi untuk
memecah cincin betalaktam dengan menggunakan larutan HCL 0,1 N yang
diteteskan secara otomatis sampai diperoleh PH 9, lalu kembali dinetralkan
dengan pemberian NaOH. Sedangkan limbah cair produksi obat non β-laktam

62
tidak mengalami proses destruksi. Selanjutnya limbah hasil produksi β-laktam
dialirkan ke IPAL untuk dilakukan pengolahan lebih lanjut.
Tahapan pengolahan air limbah di LAFI PUSKESAD adalah sebagai
berikut:
a) Bak Penampungan Awal
Air limbah dari produksi Betalaktam yang telah didekstruksi akan ditampung
dan pengotornya diendapkan dalam bak ini. Kemudian dialirkan ke bak
sedimentasi pertama.
b) Bak Sedimentasi Pertama
Disini terjadi proses fisika yaitu pengendapan. Di dalam bak ini terdapat
sekat-sekat yang menghambat laju aliran air sehingga reaksi pengendapan
dapat berlangsung lebih lama. Air dari bak ini mengalir ke bak ekualisasi.
c) Bak Ekualisasi
Bak ini mengalami proses fisika-kimia atau pencampuran endapan air limbah.
Dalam bak Ekualisasi terdapat 2 alat yaitu:
1. Pompa, digunakan untuk mengalirkan air ke tempat lain atau ke bak aerasi
2. Pengaduk, digunakan untuk mengaduk kotoran-kotoran, nutrisi baik pasir
atau endapan hingga menjadi cair dan tersebar secara merata.
d) Bak Aerasi
Di dalam bak ini terdapat proses penambahan mikroorganisme, tawas, pupuk
urea dan Nitrogen Fosfor Kalium (NPK) yang bertujuan untuk digunakan
sebagai penjernih air dan menghilangkan rasa bau.
e) Bak Sedimentasi kedua (clarifier)
Bak ini memiliki dinding terpisah bergerigi untuk menahan pengotor dan dasar yang
berbentuk kerucut untuk mengendapkan sedimen sehingga air yang mengalir ke bak
koalugasi hanya cairannya saja.
f) Bak Koagulasi
Didalam bak ini terjadi proses kimia dengan penambahan PAC (Poly
Alumnium Chloride) yang digunakan untuk mengikat protein rantai panjang
yang masih ada dalam air limbah, mempertebal endapan menjadi besar, dan
menjernihkan air limbah. Konsentrasi PAC yang ditambahkan yaitu 5kg/50L
air.

63
g) Bak Flokulasi
Bak ini berfungsi sebagai tempat pengendapan kembali endapan yang masih
terbawa dari bak koagulasi. Di dalam bak ini terjadi penambahan flokulen
berupa polimer elektrolit sebagai polianionik dengan konsentrasi 2,5 gr/50L
air. Apabila air sudah bersih, maka air akan mengalir ke bak control melalui
bidang miring secara otomatis tetapi jika tidak maka air akan mengalir ke bak
sedimentasi kedua melalui lubang kecil.
h) Bak Sedimentasi Ketiga
Bak ini berbentuk kerucut dan juga memakai saringan sabut atau karung
untuk menyaring kotoran atau endapan kemudian cairan akan masuk ke bak
penampungan.
i) Bak Penampungan
Hasil dari bak sedimentasi ketiga mengalir ke bak ini. Bak ini disertai dengan
pompa yang berfungsi untuk mengalirkan cairan kembali ke bak ekualisasi
untuk proses ulang.
j) Bak Kontrol
Cairan yang sudah bersih di tampung di bak control. Untuk
mengeluarkan limbah terdapat katup yang mengatur keluarnya limbah dari
IPAL. Dalam bak ini dilakukan pengontrolan :
1. COD (Chemical Oxyangen Demand)
2. BOD (Biologycal Oxyangen Demand)
3. pH harus di angka 6-9
4. TDS (Total Dissolove Solide)
Jika hasilnya memenuhi syarat, maka air dapat dibuang ke saluran
pembuangan air umum. Indikator yang digunakan yaitu ikan, ganggang dan
media tanam. Sebagai kontrol pada bak ini dipelihara ikan dan ganggang
hidup, bila ikan mati berarti air belum bebas dari pencemaran sehingga
harus diolah kembali. Pada media tanam melihat lumpur endapan sebagai
media tanam,jika tanaman mati maka limbah tersebut masih berbahaya bagi
lingkungan.
k) Air Handling System (AHS)

64
Air Handling System (AHS) adalah sistem pengaturan udara yang
berfungsi mengkondisikan udara dalam ruang produksi yang dilengkapi
dengan sarana pengatur suhu dan kelembaban. Parameter ini dapat
mempengaruhi kualitas produk dari industri farmasi, selain itu juga terdapat
parameter lainnya antara lain air change (pertukaran udara), tekanan udara,
kontaminasi mikroba dan cemaran partikel. Tujuan dari sistem ini untuk
menyediakan aliran udara kering, bersih dan dingin yang tepat untuk tiap-tiap
ruang produksi.
Pada ruang A, B, C dan D selain terdapat prefilter, mediumfilter dan
HEPA filter, juga dilengkapi dengan LAF (Laminar Air Flow) untuk kelas A.
pada ruang produksi tablet dan sirup kering tekanan ruangan udara akan lebih
negative dari tekanan udara pada koridor. Sebaliknya, untuk ruang produksi
sirupcair tekanan udara diruang produksi akan lebih positif dibandingkan
koridor. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah kontaminasi debu karena
aliran udara bergerak dari tekanan yang tinggi ke yang lebih rendah. Pada
ruang produksi betalaktam, tekanan udara diruang produksi harus lebih
rendah dari pada koridor supaya tidak terjadi pencemaran partikel
Betalaktam kedaerah koridor yang dilewati personil.
Pengumpul debu (dust collector) adalah suatu pembersih yang bekerja
dengan cara menghisap debu-debu yang terdapat pada ruang-ruang produksi.
Untuk wet dust collector (air washer) dilakukan pencampuran aliran udara
yang berdebu dengan air (Roto Klon). Hasil olahan air washer tersebut
selanjutnya dibawa ke IPAL untuk diolah lebih lanjut, khusus untuk olahan
air washer dari produksi Betalaktam terlebih dahulu melewati destruktor.
Cara kerja AHS: sistem udara secara umum dapat dijelaskan secara
singkat sebagai berikut. Suplai udara dalam sistem tata udara berasal dari
udara luar (udara terbuka) dikenal dengan istilah fresh air. Volume fresh air
yang masuk ke sistem ditentukan oleh volume dumper yang terpasang. Udara
tersebut disaring pada saringan pertama/prefilter yang mampu menangkap
partikel berukuran ≥ 1 µm. Udara tersebut akan disaring kembali untuk yang
kedua kalinya oleh medium filter yang mampu menangkap partikel yang
berukuran ≥ 0,5 µm. Selanjutnya oleh cooling Coil udara tresebut diatur

65
suhunya sesuai dengan yang dikehendaki.
Tahap selanjutnya udara akan melewati Heating Coil yang berfungsi
untuk mengatur kelembaban sesuai dengan yang dikehendaki. Udara yang
sudah terkondisi tersebut akan dihembuskan oleh fan coil ke kelas C dan D.
Fan coil berfungsi sebagai pengatur jumlah sirkulasi udara (air change) yang
dalam kerjanya dikombinasikan dengan sistem dumper. Udara bersih yang
dihembuskan ke kelas D 100% berasal dari fresh air yang diproses. Suplai
udara untuk ruang kelas A dan B merupakan recycle yang bersirkulasi terus
menerus melalui filter-filter yang digunakan.
Untuk mencukupi suplai oksigen dikelas A dan B, dimasukkan udara
segar melalui dumper yang dapat mencukupi suplai oksigen ± 20%. Sistem
ini dibuat dengan proses pengolahan seperti aliran udara untuk kelas D
kemudian langsung disalurkan melewati HEPA filter ke kelas A dan B.

66
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Waktu Dan Tempat Pelaksanaan


Berdasarkan hasil Praktik Industri yang telah kami lakukan di Lembaga
Farmasi Pusat Kesehatan Angkatan Darat (LAFI PUSKESAD), yang bertempat
di Jl.Gudang Utara No.25 Kecamatan Sumur Bandung, Kota Bandung. Dimana
Praktik Industri ini dilakukan selama 1 bulan terhitung dari tanggal 06 Februari –
03 Maret 2023. Observasi dilakukan di lima tempat yaitu betalaktam, non
betalaktam, sistem penunjang, penyimpanan dan QC.
4.2 Observasi Ruangan di LAFI PUSKESAD
4.2.1 Ruang produksi terbagi menjadi dua bagian yaitu :
1. Betalaktam
Ruang Produksi Betalaktam Terbagi menjadi dua bagian
a. Penisilin
Ruang penisilin dibagi menjadi :
1) Alur personil( Pintu )
Pada alur personil terdapat loker, tetapi ruang betalaktam dibatasi personil
yang bekerja antara 1-2 orang pada tiap-tiap ruangan.Sebelum personil
masuk kedalam ruang produksi personilmengganti baju dengan jas lab dan
sendal lalu personil memasuki masuk ruang antara, dari ruang antara
personil mengganti baju tanpa serat.
2) Alur barang masuk( Zat Aktif dan Zat Tambahan )
Barang-barang yang masuk diletakan diruangan air lock, untuk
zat atif dibawa dengan kemasannya. Lalu barang-barang diambil bagian
produksi. Proses produksi yang pertama pencampuran sebelumnya bahan-
bahan telah ditimbang dibagian instal simpan. Bahan- bahan diayak
terlebih dahulu utuk lalu zat tambahan fase dalam + zat aktif campur (M1)
lalu fase luar + M1 mixing selama 5 menit lalu dicek homogenitasnya dan
kadar air di bagian WASTU.
Proses selanjutnya pencetakan, ada 4 mesin cetak yaitu mesin
cetak NO 1,2,3,4. Ada dua tipe mesin cetak yaitu tipe B dan D, untuk mesin

67
cetak NO 1,2,4 merupakan tipe B sedangkankan NO Tipe D. Yang
dimaksud tipe B adalah pencetak tablet dengan diameter dibawah 13 mm dan
tipe D pencetak tablet dengan diameter diatas 13 mm. Suhu yang digunakan pada
mesin adalah 40-500 C, tekanan udara 2, kecepatan 10 RPM ( 10 X 35 X 60) (350
X 2 = 700 tablet perjam. Lalu hasil dicek di IPC II dan QC, pengcekan dilakukan
15 menit sekali guna pengcekan adalah untuk mengetahui bahwa tablet tersebut
baik atau tidaknya. Macam-macam yang di cek adalah kekerasan, keseragaman
tablet, diameter, tebal tablet.
Selanjutnya ke pengemasan primer / striping, mesin striping memiliki
kapasitas 6 rol sekali keluar 4 strip yang perlu diperhatikan dalam pengemasan
ini adalah pemotongan secaravertical dan horizontal yang harus sesuai lalu suhu
yang digunakan 800 C dan perhatikan penulisan di mesin yaitu ED dan No Batch.
Selanjutnya hasil striping dicek kebocorannya oleh QC. Ada 3 cara pengecekan
kebocoran 1. Di trawang 2. Menggunakan senter ditempat gelap 3. Di Vakum.
Jika sudah lulus uji kebocoran tablet dimasukan ke ruang skunder untuk di kemas.
Barang-barang dari ruang produksi yang masuk kedalam pengemasan skunder
sebelumnya telah di setujui WASTU dan pengambilan barang diruang antara.
Pengemasan menggunakan plastik karena faktor anggaran. 1 zak 25 strip.
Contoh perhitungan pengemasan skunder :
Timbang 1 strip : 9,4 gram ( 4,7
gram )Timbang zak 1 : 244,0 g
Timbang zak 2 : 243,6 g
Timbang zak 3 : 244,2 g
Timbang zak 4 : 243,8 g
Timbang zak 5 : 244,6 g
Total zak 1-5 : 1.220,2 g : 5 =
244,04 g
Rumus : Hasil akhir +hasil jari-jari 1 strip
Hasil akhir – hasil jari-jari 1 strip
Jadi : 244,04 + 4,7 = 248,74 g
244,04 – 4,7 = 239,34 g
Artinya 1 zak tidak boleh lebih dari 248,74 g dan tidak boleh
kurang dari 239,34 g
3) Alur keluar barang

68
Lalu barang-barang dikirim ke gudang ruang antara dan dikarantina selanjutnya
akan dikirim ke GUPUS II untuk didsitribusikan.
2. Non Betalaktam
a. Ruang Produksi memproduksi sebagai berikut:
1) Sediaan tablet, kapsul, kaplet
2) Sediaan cair
b. Pembagian ruangannya
1) Ruang timbang
2) Ruang stugging
3) Ruang pencampuran
4) Ruang pencetakkan
5) Ruang penyalutan
6) Ruang granulasi
7) Ruang pencucian
Sebelum dilakukan produksi alat-alat telebih dahulu di sterilisasikan
dengan menggunakan alkohol 70% kemudian dilaporkan ke bagian QC untuk
dicek kebersihan alat-alat tersebut sesuai persyaratan. Pada alat yang
dinyatakan bersih akan diberikan label “BERSIH” biasanya berwarna hijau,
biru atau putih, yang belum bersih di beri label merah.
Selanjutnya personil melihat Batch Record serta berapa bahan- bahan
yang dibutuhkan dalam produksi tersebut. Bahan-bahan yang telah ditimbang
diambil diruang karantina. Proses selanjutnya adalah pencmpuran, untuk
produksi yang kami lihat waktu observasi menggunakan metode granulasi
basah sebelum pencampuran dibuat terlebih dahulu Mucilago dengan
pembasah povidon dan alcohol 70% menggunakan alat panci double jacket
selanjutnya fase dalam + mucilago dicampur hingga homogen lalu dikeringkan
di oven ( ada 2 macam oven yaitu : Oven 1 dan oven 2, oven 1 dengan skala
produksi besar sedangkan oven 2 skala produksi kecil. Campurkan granul
kering dan fase dalam di mesin Planetary Mixer lalu buat granul menggunakan
alat Roller Compactor. Lalu ayak menggunakan mesin ayakan DD 13. Tahap
pengayakan ada 2 yaitu : Tahap 1 menggunakan mesh 8 selama 15 jam
(setengah kering) lalu diayak lagi menggunakan mesh 10 selama 8 jam. Lalu

69
granul di cek kadar air nya di IPC I. Proses selanjutnya pencetakan, ada 4
mesin cetak yaitu mesin cetak NO 1,2,3,4. Ada dua tipe mesn cetak yaitu tipe
B dan D, untuk mesin cetak NO 1,2,4 merupakan tipe B sedangkankan NO
Tipe D. Yang dimaksud tipe B adalah pencetak tablet dengan diameter
dibawah 13 mm dan tipe D pencetak tablet dengan diameter diatas 13 mm.
Suhu yang digunakan pada mesin adalah 40-500 C, tekanan udara2, kecepatan
10 RPM ( 10 X 35 X 60) (350 X 2 = 700 tablet perjam. Lalu hasil dicek di IPC
II dan QC, pengcekan dilakukan 15 menit sekali guna pengcekan adalah untuk
mengetahui bahwa tablet tersebut baik atau tidaknya. Macam-macam yang di
cek adalah kekerasan, keseragaman tablet, diameter, tebal tablet.
Selanjutnya ke pengemasan primer / striping, mesin striping memiliki
kapasitas 6 rol sekali keluar 4 strip. Hal yang perlu diperhatikan dalam
pengemasan ini adalah
a) Pemotongan secara vertical danhorizontal yang harus sesuai lalu
b) Suhu yang digunakan 800 c dan
c) Perhatikan penulisan di mesin yaitu ED dan No Batch
Selanjutnya hasil striping dicek kebocorannya oleh QC. Jika sudah
lulus uji kebocoran tablet dimasukan ke ruang sekunder untuk di kemas.
Barang-barang dari ruang produksi yang masuk kedalam pengemasan sekunder
sebelumnya telah di setujui oleh QC dan pengambilan barang diruang antara.
Pengemasan menggunakan plastik karena faktor anggaran. 1 zak 25 strip.
Contoh perhitungan pengemasan sekunder :
Timbang 1 strip : 9,4 gram (4,7 gram)
Timbang zak 1 : 244,0 g
Timbang zak 2 : 243,6 g
Timbang zak 3 : 244,2 g
Timbang zak 4 : 243,8 g
Timbang zak 5 : 244,6 g
Total zak 1-5 : 1.220,2 g: 5 = 244,04 g
Rumus : Hasil akhir + hasil jari-jari 1 strip
Hasil akhir – hasil jari-jari 1 strip
Jadi : 244,04 + 4,7 = 248,74 g

70
244,04 – 4,7 = 239,34 g
Artinya 1 zak tidak boleh lebih dari 248,74 g dan tidak boleh kurang dari
239,34 g.
Lalu barang-barang dikirim ke gudang ruang antara dan dikarantina
selanjutnya akan dikirim ke GUPUS II untuk di disitribusikan.
4.2.2 Sistem Penunjang
Sistem Penunjang Adalah suatu instansi yang memenuhi seluruh kebutuhan
produksi, Sistem penunjang berjalan selama 24 jam meskipun tidak ada produksi
sama sekali. Sistem penunjang terdapat beberapa fasilitas yang terbagi menjadi dua
kelompok:
1. Kelompok energi (air,listrik,uap,udara bertekanan)
2. Kelompok sistem (pengolahan air limbah dan sistem tata udara
HPAC)
 Pengolahan Air
Tujuan dari sistem pengolahan air adalah menghilangkan cemaran sesuai
dengan standar kualitas yang telah ditetapkan ada beberapa kualifikasi air :
1) Grade satu (raw water/rw)
Untuk pemadam kebakaran, menyiram tanaman dan lain-lain
2) Grade dua (pure water/pw)
Untuk pencuci pakaian alat non steril, pembersihan ruangan, cuci tangan,
kamar mandi dan lain-lain
3) Grade tiga (purified water/aqua deminerallisata)
Untuk cuci air container, produksi sirup/tablet/canting dan lain-lain
4) Grade empat (water for injection/wfi)
Untuk cuci air container steril, cuci vial/ampul produksi steril dan
laboratorium.
 Uap Air
Sebagai sumber panas (heater) yang digunakan untuk mengeringkan granul
(dengan oven maupun dengan fluit beddryer) maupun untuk memasak air
(dengan menggunakan double jaket vessel) maupun digunakan dalam proses
sterilisasi dengan menggunakan autoklaf.
 Sistem Udara Bertekanan

71
Menggunakan alat compressor filter dengan nama alat pressureswich yang
bekerja secara otomatis alat tersebut dilengkapi dengan air drayer main line
filter miscefalator dan mikromiscefalator alat ini digunakan untuk
menyemprotkan cairan baik pada proses granulasi tablet maupun proses
penyalutan atau (coating).
 Listrik
Sumber listrik berasal dari PLN dengan daya sebesar dari 1000 kw.
Generator sebagai cadangan.
 Instalasi Pengolahan Air Limbah
Terbagi menjadi non betalaktam dan produksi betalaktam.
a) Non betalaktam adalah pengolahan limbah padat dilakukan dengan
menggunakan dustcolektor dimana limbah (debu) disedot dari ruang
produksi dengan blower kemudian dikumpulkan dalam kantong
penampung pada produksi betalaktam.
b) Betalaktam adalah pengolahan limbah terlebih dahulu diolah melalui
air washer dimana limbah padat (debu) disebut oleh blower dari
ruangan yang berdebu seperti ruang strip, isi kapsul, cetak, coating,
campur dan ruang isi sirup kering kemudian disemprot dengan air
bertekanan empat bar sehingga debu akan jatuh kebak penumpangan.
Setelah dari air washet kemudian limbah keluar dan diberikan chemical
berupa asam kuat HCL 0,1 N sehingga 80% cincin terdestruksi.
 HVAC (Heating, Ventilation, dan Air-Conditioning)
HVAC adalah sistem pengaturan udara yang berfungsi
mengkondisikan udara dalam udara produksi yang dilengkapi dengan sarana
pengatur suhu dan kelembapan.Tujuan HVAC : untuk menyediakan aliran
udara kering dan dingin yang tepat untuk tiap-tiap ruangan produksi.
4.2.3 Pergudangan & Penyimpanan
Tugas umum dari pergudangan meliputi :
1. Penerimaan
2. Penyimpanan
3. Pendokumentasian
4. Pemeliharaan

72
5. Pendistribusian
Instalasi pergudangannya dibagi menjadi beberapa bagian yaitu terdiri
dari:
a. Gudang bahan baku obat, pada gudang bahan baku ini dibagi menjadi
yaitu:gudang sejuk (15-25˚C) dan gudang ambien (dibawah 30˚C)
b. Gudang bahan pengemas (dibawah 30˚C)
c. Gudang bahan baku cair, hanya sebagai pelarut dan pembawa (dibawah
30˚C)
d. Gudang obat jadi (15-25˚C).
Pada penyimpanan sebelum barang disimpan pada penerimaan barang
meliputi beberapa proses yaitu :
 Barang yang diterima diperiksa kelengkapan administrasi (faktur,
COA/sertifikat)
 Setelah diterima barang diletakkan di area karantina (diberi label
karantina berwarna kuning), kemudian dilakukan uji sampling oleh
QC.
Dari hasil yang didapat apabila tidak memenuhi syarat akan (diberi
label merah) ditempatkan terpisah dan akan dikembalikan ke pemasok,
sedangkan untuk yang telah memenuhi syarat (diberi label hijau)
kemudian disimpan di bagian release dan dimasukkan ke gudang untuk
diproduksi langsung.
4.2.4 QC (Quality Control)
Melakukan pengawasan mutu untuk pemeriksaan rutin di pabrik meliputi
kualitas bahan baku dan spesifikasi yang ditentukan agar sesuai dengan standar
mutu yang ditetapkan.
1. Pemeriksaan
a. Pemeriksaan bahan baku
b. Pemeriksaan bahan pengemas
c. Pemeriksaan produk setengah jadi
Pemeriksaan organoleptis, kadar, disolusi, keragaman bobot, keseragaman
kandungan, kekerasaan, waktu hancur, pH, kadar air, kekentalan suspensi, emulsi
sirup, particulate dan kejernihan.

73
2. Pemeriksaan stabilitas
a. Pemeriksaan secara fisika
b. Pemeriksaan secara kimia
c. Pemeriksaan secara biologi
4.2.5 QA (Quality Assurance)
1. Melaksanakan pengawasan dan pengaturan pada setiap tahap kegiatan
2. Melakukan analisa & memberikan status terhadap semua bahan awal,
produk antara, produk ruahan dan produk jadi.
3. Mengevaluasi secara rutin semua spesifikasi metode analisa dan unit
proses dibagian produksi.
4. Membuat protokol dan mengawasi pelaksanaan validasi.
5. Pengendalian dokumen.

4.3 Kelas-Kelas Ruangan di LAFI PUSKESAD


1. Non beta laktam : E
2. Beta laktam :E
3. Gudang :G
4. Kemas : F

4.4 Pengadaan
Semua kebutuhan direkap lalu dikirim ke GUPUS II lalu ke pusat, pusat yang
memilih tender setelah itu barang masuk GUPUS II (dicekkesesuaiannnya) lalu ke
LAFI dicek lagi( kesesuaian dengan permintaan ).

4.5 Pendistribusian
Obat-obat dari LAFI PUSKESAD dikirim hanya untuk Angkatan Darat
seluruh Indonesia. Produk Unggulan LAFI PUSKESAD adalah Neuralgad.

4.6 Pelaporan
Pelaporan dilakukan 3 bulan sekali atau triwulan yang dilaporkan adalah
bahan baku, jumlah dan produk apa saja yang telah diproduksi. Untuk pelaporan
dilakukan secara online, pelaporan dikirim ke BPOM. Guna dilakukan pelaporan

74
adalah untuk mengecek kesesuaian dan sebagai bukti dokumentasi jika ada audit
datang untuk mengecek data stabilitas.

75
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Lembaga Farmasi Pusat
Kesehatan Angkatan Darat pada tanggal 06 Februari – 03 Maret 2023, dapat
disimpulkan bahwa :
1. Kegiatan di LAFI PUSKESAD meliputi: Perencanaan, penelitian dan
pengembangan, pengadaan barang, instal simpan, produksi, pemeriksaan
lab, kegiatan adminitras dan distribusi. Proses kegiatan pengadaan obat-
obatan di LAFI PUKESAD telah dilaksanakan dengan baik dan senantiasa
berusaha meningkatkan kualitas untuk memenuhi standar pelayanan
kefarmasian yang sesuai dengan CPOB dan telah teregistrasi.
2. Perencanaan produksi LAFI PUSKESAD tergantung pada perintah dari
PUSKESAD.
3. LAFI PUSKESAD telah menerapkan aspek CPOB dengan baik, hal ini
dibuktikan dengan diperolehnya sertifikat CPOB, untuk sediaan Betalaktam
dan Non Betalaktam.
5.2 Saran
Berikut ini saran yang dapat kami berikan yaitu :
1. Sebaiknya ada penambahan jumlah personil sehingga dapat
mengoptimalkan kinerja produksi.
2. Sebaiknya menambahkan persyaratan seperti pemberlakuan sistem
dokumentasi batch record secara elektronik guna meningkatkan efisiensi
kinerja pada produksi.

76
DAFTAR PUSTAKA

BPOM RI. 2012. Badan Pengawas Obat dan Makanan : Jakarta


Departemen Kesehatan RI. 2009. Undang-undangNomor 36 tahun 2009 tentang
Kesehatan : Jakarta
Kementerian Kesehatan Provinsi. 1982. Surat Keputusan Gubernur Jawa Barat
Nomor 660.31/SK/694-BKPMD/82 TentangTata Cara
Pengendalian dan Kriteria Pencemaran Lingkungan akibat
Industri.: Bandung
Kementerian Kesehatan RI. 1990. Keputusan Menteri Kesehatan
No.245/Menkes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara
PemberianIzin usaha Industri Farmasi.: Jakarta
Kementerian Kesehatan Provinsi. 1999. Keputusan Gubernur Kepala Daerah
Tingkat 1 Jawa Barat Nomor 6 . 1999 tentang Baku Mutu Limbah
Cair bagi Kegiatan Industri di Jawa Barat.: Bandung
Kementerian Kesehatan RI. 1999. PeraturanPemerintah RI Nomor 18 Tahun
1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun:
Jakarta
Kementerian Kesehatan RI. 2009. Peraturan Pemerintah RI Nomor 51 Tahun
2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian : Jakarta
Kementerian Kesehatan RI. 2010. Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor1799/Menkes/PER/XII/2010 tentang Industri
Farmasi : Jakarta
Kementerian Kesehatan RI. 2013. Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 16 Tahun 2013 tentang Perubahan PerMenKes
No.1799/MenKes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi : Jakarta
Kementerian Kesehatan RI. 2017. Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 17 Tahun 2017 tentang Rencana Aksi
Pengembangan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan:Jakarta
Lafi AD. 2006. Keputusan Kepala Staf Angkatan Darat Nomor Kep/28/IX/2006
tentang Struktur Organisasi Pusat Kesehatan Angkatan
Darat:Bandung

77
Lafi AD . 2007. PerkasadNo: 219/XII/2007 tentang Struktur Organisasi Lafi
Puskesad: Bandung
Lafi AD. 2010. Prosedur Tetap (Protap) tahun 2010 tentang Tugas dan Tanggung
Jawab Pengelolahan Air Limbah LAFI AD :Bandung

78
L

79
Gambar 1. Ruang Non Betalaktam

80
Gambar 2. Konsep Alur Barang dan Personil

81
Gambar 3. Tahapan yang Terdapat di Ruangan Penimbangan

82
Gambar 4. Alur Proses Pembuatan Sediaan Padat

83
Gambar 5. Proses Pembuatan Sedian Sirup

84
Gambar 6: Alur Proses Pembuatan Sedian cair

85
Gambar 7: Sertifikat Analisis

Gambar 8: Mesin isi kapsul

86
Gambar 8. Mesin Isi Kapsul

87
Gambar 9. Mesin Pembersih Kapsul

88
Gambar 10 . Mesin Pencuci Botol

89
Gambar 11. Mesin Striping (Pengemasan Primer)

90
Gambar 12. Ruang Betalaktam

91
Gambar 13. Alur Masuk Ruangan Sefalosporin

92
Gambar 14. Mesin Labeling

Gambar 15. Alur Pengolahan Limbah

93
Gambar 16. Alur penerimaan Barang Instalasi penyimpanan

94
Gambar 17. Instalasi Pengolahan Air Limbah

95
Gambar 18. Rekondisi HVAC Skematik

96
97
Gambar 19. Sistem Udara Bertekanan

98
Gambar 20.. Sistem Pengolahan Air (SPA)

99

Anda mungkin juga menyukai