Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan,
bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Upaya kesehatan
diselenggarakan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan promotif, pencegahan
penyakit preventif, penyembuhan penyakit kuratif, dan pemulihan kesehatan rehabilitatif, yang
dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan. Konsep kesatuan upaya
kesehatan ini menjadi pedoman dan pegangan bagi semua fasilitas kesehatan di Indonesia
termasuk rumah sakit. Rumah sakit yang merupakan salah satu dari sarana kesehatan, merupakan
rujukan pelayanan kesehatan dengan fungsi utama menyelenggarakan upaya kesehatan yang
bersifat penyembuhan dan pemulihan bagi
pasien.
Instalasi adalah fasilitas penyelenggara pelayanan medik, pelayanan penunjang medik,
kegiatan penelitian, pengembanagan, pendidikan, pelatihan dan pemeliharaan sarana rumah
sakit. Farmasi rumah sakit adalah seluruh aspek kefarmasian yang dilakukan di suatu rumah
sakit. Jadi instalasi farmasi adalah suatu unit di suatu rumah sakit di bawah pimpinan seorang
apoteker dan dibantu oleh beberapa orang apoteker yang memenuhi persyaratan perundang-
undangan yang berlaku dan kompeten secara profesional, tempat penyelenggaraan yang
bertanggung jawab atas seluruh pekerjaan dan pelayanan kefarmasian.
Pelayanan farmasi rumah sakit merupakan salah satu kegiatan di rumah sakit yang
menunjang pelayanan kesehatan yang bermutu. Hal tersebut diperjelas dalam Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor : 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit, yang
menyebutkan bahwa pelayanan farmasi rumah sakit adalah bagian yang tidak terpisahkan dari
sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan
obat yang bermutu, termasuk pelayanan farmasi klinik, yang terjangkau bagi semua lapisan
masyarakat.
Pengelolaan perbekalan farmasi atau sistem perbekalan farmsi merupakan suatu siklus
kegiatan yang dimulai dari perencanaan sampai evaluasi yang saling terkait antara satu dengan
yang lainnya.Kegiatan mencakup perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan,
pendistribusian, pengendalian, pencatatan dan pelaporan, penghapusan, monitoring dan evaluasi.
Tuntutan pasien dan masyarakat akan mutu pelayanan farmasi, mengharuskan adanya
perubahan pelayanan dari paradigm lama drug oriented ke paradigma baru patient oriented
dengan filosofi Pharmaceutical Care (pelayanan kefarmasian). Praktek pelayanan kefarmasian
merupakan kegiatan yang terpadu dengan tujuan untuk mengidentifikasi, mencegah dan
menyelesaikan masalah obat dan masalah yang berhubungan dengan kesehatan.
Mengingat Standar Pelayanan Farmasi Rumah Sakit sebagaimana tercantum dalam
Standar Pelayanan Rumah Sakit masih bersifat umum, maka untuk membantu pihak rumah sakit
dalam mengimplementasikan Standar Pelayanan Rumah Sakit tersebut perlu dibuat Standar
Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit. Sehubungan dengan berbagai kendala sebagaimana disebut
di atas, maka sudah saatnya pula farmasi rumah sakit menginventarisasi semua kegiatan farmasi
yang harus dijalankan dan berusaha mengimplementasikan secara prioritas dan simultan sesuai
kondisi rumah sakit

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalahnya adalah sebagai berikut :
a. Apa pengertian dari Pelayanan farmasi rumah sakit?
b. Bagaimana penyelenggaraan pelayanan farmasi di rumah sakit?
c. Bagaimana konsep pelayanan kefarmasian di rumah sakit?
d. Bagaimana fungsi dan peran apoteker farmasi rumah sakit?
e. Bagaimana tahap manajemen di rumah sakit?
f. Bagaimana pemantauan dan evaluasi penggunaan oabt yang rasional?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan pelayanan farmasi di tumah sakit adalah sebagai berikut :
a. Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal baik dalam keadaan biasa maupun
dalam keadaan gawat darurat, sesuai dengan keadaan pasien maupun fasilitas yang
tersedia.
b. Menyelenggarakan kegiatan pelayanan profesional
c. berdasarkan prosedur kefarmasian dan etik profesi.
d. Melaksanakan KIE (Komunikasi Informasi dan Edukasi) mengenai obat.
e. Menjalankan pengawasan obat berdasarkan aturan-aturan yang berlaku.
f. Melakukan dan memberi pelayanan bermutu melalui analisa, telaah dan evaluasi
pelayanan.
g. Mengawasi dan memberi pelayanan bermutu melalui analisa, telaah dan evaluasi
pelayanan.
h. Mengadakan penelitian di bidang farmasi dan peningkatan metoda.

1.4 Manfaat
Adapun manfaat penulisan makalah ini diantaranya yaitu :
1. Mahasiswa dapat memahami penyelenggaraan pelayanan farmasi di rumah sakit
2. Mahasiswa dapat memahami mutu pelayanan farmasi di rumah sakit
3. Mahasiswa dapat memahami konsep pelayanan kefarmasian
4. Mahasiswa dapat memahami fungsi dan peran apoteker farmasi rumah sakit
5. Mahasiswa dapat melindungi masyarakat dari pelayanan yang tidak professional

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian
a. Alat kesehatan adalah instrumen, aparatus, mesin implant yang tidak mengandung obat
yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan dan meringankan
penyakit, merawat orang sakit, serta pemulihan kesehatan, pada manusia dan atau
membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh.
b. Evaluasi adalah proses penilaian kinerja pelayanan farmasi di rumah sakit yang meliputi
penilaian terhadap sumber daya manusia (SDM), pengelolaan perbekalan farmasi,
pelayanan kefarmasian kepada pasien/pelayanan farmasi klinik.
c. Mutu pelayanan farmasi rumah sakit adalah pelayanan farmasi yang menunjuk pada
tingkat kesempurnaan pelayanan dalam menimbulkan kepuasan pasien sesuai dengan
tingkat kepuasan rata rata masyarakat, serta penyelenggaraannya sesuai dengan standar
pelayanan profesi yang ditetapkan serta sesuai dengan kode etik profesi farmasi.
d. Obat yang menurut undang-undang yang berlaku, dikelompokkan ke dalam obat keras,
obat keras tertentu dan obat narkotika harus diserahkan kepada pasien oleh Apoteker.
e. Pengelolaan perbekalan farmasi adalah suatu proses yang merupakan siklus kegiatan,
dimulai dari pemilihan, perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan,
pendistribusian, pengendalian, penghapusan, administrasi dan pelaporan serta evaluasi
yang diperlukan bagi kegiatan pelayanan.
f. Pengendalian mutu adalah suatu mekanisme kegiatan pemantauan dan penilaian
terhadap pelayanan yang diberikan, secara terencana dan sistematis, sehingga dapat
diidentifikasi peluang untuk peningkatan mutu serta menyediakan mekanisme tindakan
yang diambil sehingga terbentuk proses peningkatan mutu pelayanan farmasi yang
berkesinambungan.
g. Perbekalan farmasi adalah sediaan farmasi yang terdiri dari obat, bahan obat, alat
kesehatan, reagensia, radio farmasi dan gas medis.
h. Perbekalan kesehatan adalah semua bahan dan peralatan yang diperlukan untuk
menyelenggarakan upaya kesehatan, yang terdiri dari sediaan farmasi, alat kesehatan, gas
medik, reagen dan bahan kimia, radiologi, dan nutrisi.
i. Perlengkapan farmasi rumah sakit adalah semua peralatan yang digunakan untuk
melaksanakan kegiatan pelayanan kefarmasian di farmasi rumah sakit.
j. Resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, dokter hewan kepada Apoteker,
untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan yang berlaku.
k. Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional, dan kosmetika.

2.2 Tugas Pokok Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit


Tugas pokok pelayanan farmasi di rumah sakit antara lain:
a. Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal
b. Menyelenggarakan kegiatan pelayanan farmasi professional berdasarkan prosedur
kefarmasian dan etik profesi
c. Melaksanakan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)
d. Memberi pelayanan bermutu melalui analisa, dan evaluasi untuk meningkatkan mutu
pelayanan farmasi
e. Melakukan pengawasan berdasarkan aturan-aturan yang berlaku
f. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan di bidang farmasi
g. Mengadakan penelitian dan pengembangan di bidang farmasi
h. Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan dan formularium rumah
sakit

2.3 Fungsi Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit


2.3.1 Fungsi Pengelolaan Perbekalan Farmasi Antara Lain:
a. Memilih perbekalan farmasi sesuai kebutuhan pelayanan rumah sakit
b. Merencanakan kebutuhan perbekalan farmasi secara optimal
c. Mengadakan perbekalan farmasi berpedoman pada perencanaan yang telah dibuat sesuai
ketentuan yang berlaku
d. Memproduksi perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di
rumah sakit
e. Menerima perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan ketentuan yang berlaku
f. Menyimpan perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan persyaratan kefarmasian
g. Mendistribusikan perbekalan farmasi ke unit-unit pelayanan di rumah sakit.

2.3.2 Pelayanan Kefarmasian dalam Penggunaan Obat dan Alat Kesehatan


a. Mengkaji instruksi pengobatan/resep pasien
b. Mengidentifikasi masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat dan alat kesehatan
c. Mencegah dan mengatasi masalah yang berkaitan dengan obat dan alat kesehatan
d. Memantau efektifitas dan keamanan penggunaan obat dan alat kesehatan
e. Memberikan informasi kepada petugas kesehatan, pasien/keluarga
f. Memberi konseling kepada pasien/keluarga
g. Melakukan pencampuran obat suntik
h. Melakukan penyiapan nutrisi parenteral
i. Melakukan penanganan obat kanker
j. Melakukan penentuan kadar obat dalam darah
k. Melakukan pencatatan setiap kegiatan
l. Melaporkan setiap kegiatan

2.4 Administrasi dan Pengelolaan


Pelayanan diselenggarakan dan diatur demi berlangsungnya pelayanan farmasi yang efisien dan
bermutu, berdasarkan fasilitas yang ada dan standar pelayanan keprofesian yang universal.
1. Adanya bagan organisasi yang menggambarkan uraian tugas, fungsi, wewenang dan
tanggung jawab serta hubungan koordinasi di dalam maupun di luar pelayanan farmasi
yang ditetapkan oleh pimpinan rumah sakit.
2. Bagan organisasi dan pembagian tugas dapat direvisi kembali setiap tiga tahun dan
diubah bila terdapat hal :
a. Perubahan pola kepegawaian
b. Perubahan standar pelayanan farmasi
c. Perubahan peran rumah sakit
d. Penambahan atau pengurangan pelayanan
3. Kepala Instalasi Farmasi harus terlibat dalam perencanaan manajemen dan penentuan
anggaran serta penggunaan sumber daya.
4. Instalasi Farmasi harus menyelenggarakan rapat pertemuan untuk membicarakan
masalah-masalah dalam peningkatan pelayanan farmasi. Hasil pertemuan tersebut disebar
luaskan dan dicatat untuk disimpan.
5. Adanya Komite/Panitia Farmasi dan Terapi di rumah sakit dan apoteker IFRS (Insatalasi
Farmasi Rumah Sakit) menjadi sekretaris komite/panitia.
6. Adanya komunikasi yang tetap dengan dokter dan paramedis, serta selalu berpartisipasi
dalam rapat yang membahas masalah perawatan atau rapat antar bagian atau konferensi
dengan pihak lain yang mempunyai relevansi dengan farmasi.
7. Hasil penilaian/pencatatan konduite terhadap staf didokumentasikan secara rahasia dan
hanya digunakan oleh atasan yang mempunyai wewenang untuk itu.
8. Dokumentasi yang rapi dan rinci dari pelayanan farmasi dan dilakukan evaluasi terhadap
pelayanan farmasi setiap tiga tahun.
9. Kepala Instalasi Farmasi harus terlibat langsung dalam perumusan segala keputusan yang
berhubungan dengan pelayanan farmasi dan penggunaan obat.

2.5 Staf dan Pimpinan


Pelayanan farmasi diatur dan dikelola demi terciptanya tujuan pelayanan
1. IFRS (Instalasi Farmasi Rumah Sakit) dipimpin oleh Apoteker.
2. Pelayanan farmasi diselenggarakan dan dikelola oleh Apoteker yang mempunyai
pengalaman minimal dua tahun di bagian farmasi rumah sakit.
3. Apoteker telah terdaftar di Depkes dan mempunyai surat ijin kerja.
4. Pada pelaksanaannya Apoteker dibantu oleh Tenaga Ahli Madya Farmasi (D-3) dan
Tenaga Menengah Farmasi (AA).
5. Kepala Instalasi Farmasi bertanggung jawab terhadap segala aspek hukum dan peraturan-
peraturan farmasi baik terhadap pengawasan distribusi maupun administrasi barang
farmasi.
6. Setiap saat harus ada apoteker di tempat pelayanan untuk melangsungkan dan mengawasi
pelayanan farmasi dan harus ada pendelegasian wewenang yang bertanggung jawab bila
kepala farmasi berhalangan.
7. Adanya uraian tugas job description bagi staf dan pimpinan farmasi.
8. Adanya staf farmasi yang jumlah dan kualifikasinya disesuaikan dengan kebutuhan.
9. Apabila ada pelatihan kefarmasian bagi mahasiswa fakultas farmasi atau tenaga farmasi
lainnya, maka harus ditunjuk apoteker yang memiliki kualifikasi pendidik/pengajar untuk
mengawasi jalannya pelatihan tersebut.
10. Penilaian terhadap staf harus dilakukan berdasarkan tugas yang terkait dengan pekerjaan
fungsional yang diberikan dan juga pada penampilan kerja yang dihasilkan dalam
meningkatkan mutu pelayanan.

2.6 Fasilitas dan Peralatan


Harus tersedia ruangan, peralatan dan fasilitas lain yang dapat mendukung administrasi,
profesionalisme dan fungsi teknik pelayanan farmasi, sehingga menjamin terselenggaranya
pelayanan farmasi yang fungsional, profesional dan etis.
1. Tersedianya fasilitas penyimpanan barang farmasi yang menjamin semua barang farmasi
tetap dalam kondisi yang baik dan dapat dipertanggung jawabkan sesuai dengan
spesifikasi masing-masing barang farmasi dan sesuai dengan peraturan.
2. Tersedianya fasilitas produksi obat yang memenuhi standar.
3. Tersedianya fasilitas untuk pendistribusian obat.
4. Tersedianya fasilitas pemberian informasi dan edukasi.
5. Tersedianya fasilitas untuk penyimpanan arsip resep.
6. Ruangan perawatan harus memiliki tempat penyimpanan obat yang baik sesuai dengan
peraturan dan tata cara penyimpanan yang baik.
7. Obat yang bersifat adiksi disimpan sedemikian rupa demi menjamin keamanan setiap
staf.

2.7 Kebijakan dan Prosedur


Semua kebijakan dan prosedur yang ada harus tertulis dan dicantumkan tanggal dikeluarkannya
peraturan tersebut. Peraturan dan prosedur yang ada harus mencerminkan standar pelayanan
farmasi mutakhir yang sesuai dengan peraturan dan tujuan dari pada pelayanan farmasi itu
sendiri.
1. Kriteria kebijakan dan prosedur dibuat oleh kepala instalasi, panitia/komite farmasi dan
terapi serta para apoteker.
2. Obat hanya dapat diberikan setelah mendapat pesanan dari dokter dan apoteker
menganalisa secara kefarmasian. Obat adalah bahan berkhasiat dengan nama generic
3. Kebijakan dan prosedur yang tertulis harus mencantumkan beberapa hal berikut :
a. Macam obat yang dapat diberikan oleh perawat atas perintah dokter
b. Label obat yang memadai
c. Daftar obat yang tersedia
d. Gabungan obat parenteral dan labelnya
e. Pencatatan dalam rekam farmasi pasien beserta dosis obat yang diberikan
f. Pengadaan dan penggunaan obat di rumah sakit.
g. Pelayanan perbekalan farmasi untuk pasien rawat inap, rawat jalan, karyawan dan
pasien tidak mampu
h. Pengelolaan perbekalan farmasi yang meliputi perencanaan, pengadaan, penerimaan,
pembuatan/ produksi, penyimpanan, pendistribusian dan penyerahan
i. Pencatatan, pelaporan dan pengarsipan mengenai pemakaian obat dan efek samping
obat bagi pasien rawat inap dan rawat jalan serta pencatatan penggunaan obat yang
salah dan atau dikeluhkan pasien
j. Pengawasan mutu pelayanan dan pengendalianperbekalan farmasi
k. Pemberian konseling/informasi oleh apoteker kepada pasien maupun keluarga pasien
dalam hal penggunaan dan penyimpanan obat serta berbagai aspek pengetahuan
tentang obat demi meningkatkan derajat kepatuhan dalam penggunaan obat
l. Pemantauan terapi obat (PTO) dan pengkajian penggunaan obat
m. Apabila ada sumber daya farmasi lain disamping instalasi maka secara organisasi
dibawah koordinasi instalasi farmasi
n. Prosedur penarikan/penghapusan obat
o. Pengaturan persediaan dan pesanan
p. Cara pembuatan obat yang baik
q. Penyebaran informasi mengenai obat yang bermanfaat kepada staf
r. Masalah penyimpanan obat yang sesuai dengan pengaturan/undang-undang
s. Pengamanan pelayanan farmasi dan penyimpanan obat harus terjamin
t. Peracikan, penyimpanan dan pembuangan obat-obat sitotoksik
u. Prosedur yang harus ditaati bila terjadi kontaminasi terhadap staf
4. Harus ada sistem yang mendokumentasikan penggunaan obatyang salah dan atau
mengatasi masalah obat.
5. Kebijakan dan prosedur harus konsisten terhadap system pelayanan rumah sakit lainnya.
2.8 Tahap Perencanaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit
2.8.1 Prinsip Perencanaan Pengadaan Obat
Ada 2 cara yang digunakan dalam menetapkan kebutuhan yaitu berdasarkan :
a. Data statistik kebutuhan dan penggunaan obat, dari data statistik berbagai kasus penderita
dengan dasar formularium Rumah Sakit, kebutuhan disusun menurut data tersebut.
b. Data kebutuhan obat disusun berdasarkan data pengelolaan sistem administrasi atau
akuntansi Instalasi Farmasi Rumah Sakit.
Data kebutuhan tersebut kemudian dituangkan dalam rencana operasional yang digunakan dalam
anggaran setelah berkonsultasi dengan Panitia Farmasi dan Terapi.
2.8.2 Tahap Perencanaan Kebutuhan Obat
Tahap perencanaan kebutuhan obat meliputi :
1. Tahap Persiapan
Perencanaan dan pengadaan obat merupakan suatu kegiatan dalam rangka menetapkan jenis dan
jumlah obat sesuai dengan pola penyakit serta kebutuhan pelayanan kesehatan, hal ini dapat
dilakukan dengan membentuk tim perencanaan pengadaan obat yang bertujuan meningkatkan
efisiensi dan efektifitas penggunaan dana obat melalui kerjasama antar instansi yang terkait
dengan masalah obat.
2. Tahap Perencanaan
a. Tahap pemilihan obat
Tahap ini untuk menentukan obat-obat yang sangat diperlukan sesuai dengan kebutuhan, dengan
prinsip dasar menentukan jenis obat yang akan digunakan atau dibeli.
b. Tahap perhitungan kebutuhan obat
Tahap ini untuk menghindari masalah kekosongan obat atau kelebihan obat. Dengan koordinasi
dari proses perencanaan dan pengadaan obat diharapkan obat yang dapat tepat jenis, tepat jumlah
dan tepat waktu. Metode yang biasa digunakan dalam perhitungan kebutuhan obat, yaitu :
- Metode konsumsi
Secara umum metode konsumsi menggunakan konsumsi obat individual dalam memproyeksikan
kebutuhan yang akan datang berdasarkan analisa data konsumsi obat tahun sebelumnya.
- Metode morbiditas
Memperkirakan kebutuhan obat berdasarkan jumlah kehadiran pasien, kejadian penyakit yang
umum, dan pola perawatan standar dari penyakit yang ada.
- Metode penyesuaian konsumsi
Metode ini menggunakan data pada insiden penyakit, konsumsi penggunaan obat. Sistem
perencanaan pengadaan didapat dengan mengekstrapolasi nilai konsumsi dan penggunaan untuk
mencapai target sistem suplai berdasarkan pada cakupan populasi atau tingkat pelayanan yang
disediakan.
- Metode proyeksi tingkat pelayanan dari keperluan anggaran
Metode ini digunakan untuk menaksir keuangan keperluan pengadaan obat berdasarkan biaya
per pasien yang diobati setiap macam-macam level dalam sistem kesehatan yang sama.

2.9 Tahap pengadaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit


2.9.1 Siklus Pengadaan Obat
Pada siklus pengadaan tercakup pada keputusan-keputusan dan tindakan dalam menentukan
jumlah obat yang diperoleh, harga yang harus dibayar, dan kualitas obat-obat yang diterima.
Siklus pengadaan obat mecakup pemilihan kebutuhan, penyesuaian kebutuhan dan dana,
pemilihan metode pengadaan, penetapan atau pemilihan pemasok, penetapan masa kontrak,
pemantauan status pemesanan, penerimaan dan pemeriksaan obat, pembayaran, penyimpanan,
pendistribusian dan pengumpulan informasi penggunaan obat.
Proses pengadaan dikatakan baik apabila tersedianya obat dengan jenis dan jumlah yang cukup
sesuai dengan mutu yang terjamin serta dapat diperoleh pada saat diperlukan.

2.9.2 Jenis Pengadaan Obat di Rumah Sakit


Jenis pengadaan obat di Rumah Sakit dibagi menjadi :
a. Berdasarkan dari pengadaan barang, yaitu :
Pengadaan barang dan farmasi
Pengadaan bahan dan makanan
Pengadaan barang-barang dan logistik
b. Berdasarkan sifat penggunaannya :
Bahan baku, misalnya : bahan antibiotika untuk pembuatan salep
Bahan pembantu, misalnya : Saccharum lactis untuk pembuatan racikan puyer
Komponen jadi, misalnya : kapsul gelatin
Bahan jadi, misalnya : bukan kapsul antibiotika, cairan infus
c. Berdasarkan waktu pengadaan, yaitu :
Pembelian tahunan (Annual Purchasing), Merupakan pembelian dengan selang waktu satu
tahun
Pembelian terjadwal (Schedule Purchasing, Merupakan pembelian dengan selang waktu
tertentu, misalnya 1 bulan, 3 bulan ataupun 6 bulan
Pembelian tiap bulan,
Merupakan pembelian setiap saat di mana pada saat obat mengalami kekurangan.
Sistem pengadaan perbekalan farmasi adalah penentu utama ketersediaan obat dan biaya total
kesehatan. Manajemen pembelian yang baik membutuhkan tenaga medis. Proses pengadaan
efektif seharusnya :
Membeli obat-obatan yang tepat dengan jumlah yang tepat
Memperoleh harga pembelian serendah mungkin
Yakin bahwa seluruh obat yang dibeli standar kualitas diketahui
Mengatur pengiriman obat dari penyalur secara berkala (dalam waktu tertentu), menghindari
kelebihan persediaan maupun kekurangan persediaan
Yakin akan kehandalan penyalur dalam hal pemberian serius dan kualitas
Atur jadwal pembelian obat dan tingkat penyimpanan yang aman untuk mencapai total lebih
rendah.

2.9.3 Metode Pelaksanaan Pengadaan Obat


Terdapat banyak mekanisme metode pengadaan obat, baik dari pemerintah, organisasi non
pemerintahan dan organisasi pengadaan obat lainnya. Sesuai dengan keputusan Presiden No. 18
Tahun 2000 tentang Pedoman Pelakasanaan Barang dan Jasa Instansi Pemerintah, metode
pengadaan perbekalan farmasi di setiap tingkatan pada sistem kesehatan dibagi menjadi 5
kategori metode pengadaan barang dan jasa, yaitu :
1. Pembelian
a. Pelelangan (tender)
b. Pemilihan langsung
c. Penunjukan langsung
2. Swakelola Produksi
a. Kriterianya adalah obat lebih murah jika diproduksi sendiri.
b. Obat tidak terdapat dipasaran atau formula khusus Rumah Sakit
c. Obat untuk penelitian
3. Kerjasama dengan pihak ketiga
4. Sumbangan
5. Lain-lain

2.9.4 Kriteria Umum Pemilihan Pemasok


Kriteria pemilihan pemasok sediaan farmasi untuk Rumah Sakit, adalah :
1. Telah memenuhi persyaratan hukum yang berlaku untuk melakukan produksi dan
penjualan (telah terdaftar).
2. Telah terakreditasi sesuai dengan persyaratan CPOB dan ISO 9000.
3. Suplier dengan reputasi yang baik.
4. Selalu mampu dan dapat memenuhi kewajibannya sebagai pemasok produk obat.

2.9.5 Beberapa Prinsip Praktek Pengadaan Obat dan Perbekalan Kesehatan yang baik dan
merupakan standar universal mencakup aspek :
a. Pengadaan Obat merujuk kepada obat generik
b. Pengadaan Obat terbatas kepada DOEN atau daftar formularium Rumah Sakit
c. Pengadaan obat secara terpusat dan dengan jenis terbatas akan menurunkan harga
d. Pengadaan secara kompetitif
Pada tender terbatas, hanya suplier yang telah melewati prakualifikasi yang diizinkan
mengikuti.
e. Adanya komitmen pengadaan
Suplier harus menjamin pasokan obat yang kontraknya telah ditandatangani
f. Jumlah obat yang diadakan harus sesuai dengan perkiraan kebutuhan nyata
Gunakan penghitungan berdasarkan konsumsi kebutuhan masa kros cek dengan pola
penyakit dan jumlah kunjungan
Lakukan penyesuaian terhadap stok over, stok out, obat expired
Lakukan penyesuaian dan perhitungan terhadap kebutuhan program dan perubahan
pola penyakit (utamanya) lansia
g. Lakukan Manajemen Keuangan yang baik dan Pembayaran Pasti
Kembangkan kepastian pembayaran
Mekanisme pembayaran yang pasti akan dapat menurunkan harga
h. Prosedur tertulis dan transparan
Kembangkan dan ikuti prosedur tertulis seperti pada Kepres nomor 18 tahun 2000
Umumkan hasil pelelangan kepada publik
i. Pembagian Fungsi
Pembagian fungsi membutuhkan keahlian tertentu
Beberapa fungsi akan melibatkan beberapa tim, unit individu dalam aspek
perencanaan kebutuhan, pemilihan jenis obat, pemilihan suplier dan pelelangan
j. Program Jaminan Mutu Produk
Pastikan ada keharusan melakukan jaminan mutu produk dalam setiap dokumen
Jaminan Mutu Produk Termasuk : Sertifikasi, test lab, mekanisme laporan terhadap
obat yang diduga tidak memenuhi syarat
k. Lakukan Audit tahunan dan Publikasikan hasilnya.
Untuk menguji kepatuhan terhadap prosedur pengadaan, kepastian pembayaran dan
faktor lain yang berhubungan
Sampaikan hasilnya kepada pengawas internal atau eksternal
l. Buat Laporan Periodik terhadap Kinerja Pengadaan
Buat laporan untuk indikator kinerja dibandingkan dengan target setidaknya setahun
sekali
Gunakan indikator kunci seperti : rasio harga terhadap harga di pasar (market),
rencana pengadaan dan realisasi

2.10 Tahap Distribusi Obat di Rumah Sakit


Sistem distribusi obat di rumah sakit digolongkan berdasarkan ada tidaknya satelit/depo farmasi
dan pemberian obat ke pasien rawat inap.
Berdasarkan ada atau tidaknya satelit farmasi, sistem distribusi obat dibagi menjadi dua sistem,
yaitu:
1. Sistem pelayanan terpusat (sentralisasi)
2. Sistem pelayanan terbagi (desentralisasi)

Berdasarkan distribusi obat bagi pasien rawat inap, digunakan empat sistem, yaitu:
1. Sistem distribusi obat resep individual atau permintaan tetap
2. Sistem distribusi obat persediaan lengkap di ruang
3. Sistem distribusi obat kombinasi resep individual dan persediaan lengkap di ruang
4. Sistem distribusi obat dosis unit.

2.10.1 Metode Distribusi Obat Berdasarkan Ada atau Tidaknya Satelit Farmasi
2.10.1.1. Sistem Pelayanan Terpusat (Sentralisasi)
Sentralisasi adalah sistem pendistribusian perbekalan farmasi yang dipusatkan pada satu tempat
yaitu instalasi farmasi. Pada sentralisasi, seluruh kebutuhan perbekalan farmasi setiap unit
pemakai baik untuk kebutuhan individu maupun kebutuhan barang dasar ruangan disuplai
langsung dari pusat pelayanan farmasi tersebut. Resep orisinil oleh perawat dikirim ke IFRS,
kemudian resep itu diproses sesuai dengan kaidah cara dispensing yang baik dan obat disiapkan
untuk didistribusikan kepada penderita tertentu.
Keuntungan sistem ini adalah:
a. Semua resep dikaji langsung oleh apoteker, yang juga dapat memberi informasi kepada
perawat berkaitan dengan obat pasien,
b. Memberi kesempatan interaksi profesional antara apoteker-dokter-perawat-pasien,
c. Memungkinkan pengendalian yang lebih dekat atas persediaan,
d. Mempermudah penagihan biaya pasien.
Permasalahan yang terjadi pada penerapan tunggal metode ini di suatu rumah sakit yaitu sebagai
berikut:
a) Terjadinya delay time dalam proses penyiapan obat permintaan dan distribusi obat ke pasien
yang cukup tinggi,
b) Jumlah kebutuhan personel di Instalasi Farmasi Rumah Sakit meningkat,
c) Farmasis kurang dapat melihat data riwayat pasien (patient records) dengan cepat,
d) Terjadinya kesalahan obat karena kurangnya pemeriksaan pada waktu penyiapan komunikasi.
Sistem ini kurang sesuai untuk rumah sakit yang besar, misalnya kelas A dan B karena memiliki
daerah pasien yang menyebar sehingga jarak antara Instalasi Farmasi Rumah Sakit dengan
perawatan pasien sangat jauh.

2.10.1.2. Sistem Pelayanan Terbagi (Desentralisasi)


Desentralisasi adalah sistem pendistribusian perbekalan farmasi yang mempunyai cabang di
dekat unit perawatan/pelayanan. Cabang ini dikenal dengan istilah depo farmasi/satelit farmasi.
Pada desentralisasi, penyimpanan dan pendistribusian perbekalan farmasi ruangan tidak lagi
dilayani oleh pusat pelayanan farmasi. Instalasi farmasi dalam hal ini bertanggung jawab
terhadap efektivitas dan keamanan perbekalan farmasi yang ada di depo farmasi.
Tanggung jawab farmasis dalam kaitan dengan distribusi obat di satelit farmasi :
Dispensing dosis awal padapermintaan baru dan larutan intravena tanpa tambahan
(intravenous solution without additives).
Mendistribusikan i. v. admikstur yang disiapkan oleh farmasi sentral.
Memeriksa permintaan obat dengan melihat medication dministration record (MAR).
Menuliskan nama generik dari obat pada MAR.
Memecahkan masalah yang berkaitan dengan distribusi.
Ruang lingkup kegiatan pelayanan depo farmasi adalah sebagai berikut :
a)Pengelolaan perbekalan farmasi
Pengelolaan perbekalan farmasi bertujuan untuk menjamin tersedianya perbekalan farmasi dalam
jumlah dan jenis yang tepat dan dalam keadaan siap pakai pada waktu dibutuhkan oleh pasien,
dengan biaya yang seefisien mungkin. Pengelolaan
barang farmasi terbagi atas :
1. Pengelolaan barang farmasi dasar (BFD)
Barang farmasi dasar meliputi obat dan alat kesehatan yang diperoleh dari sub instalasi
perbekalan farmasi.
2. Pengelolaan barang farmasi non dasar (BFND)
Depo farmasi melakukan pengelolaan BFND mulai dari penerimaan sampai dengan
pendistribusian. Perencanaan BFND tidak dilakukan melalui depo farmasi.
Kegiatan pengelolaan perbekalan farmasi, meliputi :
a. Perencanaan
Perencanaan bertujuan untuk menyusun kebutuhan perbekalan farmasi yang tepat sesuai
kebutuhan, mencegah terjadinya kekosongan / kekurangan barang farmasi , mendukung /
meningkatkan penggunaan perbekalan farmasi yang efektif dan efisien.
b. Pengadaan
Pengadaan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan perbekalan farmasi yang berkualitas
berdasarkan fungsi perencanaan dan penentuan kebutuhan.
c. Penerimaan
Penerimaan bertujuan untuk mendapatkan perbekalan farmasi yang berkualitas sesuai
kebutuhan.
d. Penyimpanan
Penyimpanan bertujuan untuk menjaga agar mutu perbekalan farmasi tetap terjamin,
menjamin kemudahan mencari perbekalan farmasi dengan cepat pada waktu dibutuhkan
untuk mencegah kehilangan perbekalan farmasi.
e. Pendistribusian
Pendistribusian bertujuan untuk memberikan perbekalan farmasi yang tepat dan aman pada
waktu dibutuhkan oleh pasien.

b. Pelayanan farmasi klinik


Pelayanan farmasi klinik bertujuan untuk menjamin kemanjuran, keamanan dan efisiensi
penggunaan obat serta dalam rangka meningkatkan penggunaan obat yang rasional.
Tanggung jawab farmasis dalam memberikan pelayanan farmasi klinik pada satelit farmasi
ialah :
1) Monitoring ketepatan terapi obat, interaksi antar obat serta reaksi samping obat yang
tidak diinginkan (adverse drug reaction).
2) Monitoring secara intensif terapi obat seperti total parenteral nutrition (TPN) dan terapi
antineoplastik.
3) Menyiapkan dosis farmakokinetik.
4) Menjadwalkan pengobatan obat terpilih.
5) Sebagai pusat informasi obat bagi dokter, perawat dan pasien.
6) Mengidentifikasi, mencegah, dan memecahkan masalah yang berkaitan dengan obat.
Kegiatan yang dilakukan yaitu monitoring pengobatan pasien untuk memantau efek samping
obat yang merugikan serta menjamin pemakaian obat yang rasional.

c. Administrasi
Kegiatan administrasi berupa stock opname perbekalan farmasi, pencatatan perbekalan farmasi
yang rusak/tidak sesuai dengan aturan kefarmasian, pelaporan pelayanan perbekalan farmasi
dasar, pelaporan pelayanan distribusi perbekalan farmasi dan pelaporan pelayanan farmasi klinik.
Keuntungan dari penerapan metode desentralisasi diantaranya sebagai berikut :
1) Penyediaan obat pesanan atau permintaan dapat dipenuhi dengan waktu yang lebih
singkat.
2) Komunikasi langsung yang terjadi antara farmasis, dokter, dan perawat.
3) Farmasis dapat langsung memberikan informasi mengenai obat yang dibutuhkan oleh
dokter dan perawat.
4) Pelayanan farmasi klinik.
5) Penurunan waktu keterlibatan perawaran dalam distribusi obat.

2.10.2 Sistem Distribusi Obat Bagi Pasien Rawat Inap


2.10.2.1. Sistem Distribusi Obat Resep Individual
Resep individual adalah order atau resep yang ditulis dokter untuk tiap penderita, sedangkan
sentralisasi adalah semua order/ resep tersebut yang disiapkan dan didistribusikan dari Instalasi
Farmasi Rumah Sakit (IFRS) sentral.
Sistem distribusi obat resep individual adalah tatanan kegiatan pengantaran sediaan obat oleh
IFRS sentral sesuai dengan yang ditulis pada order/resep atas nama penderita rawat tinggal
tertentu melalui perawat ke ruang penderita tersebut. Dalam sistem ini obat diberikan kepada
pasien berdasarkan resep yang ditulis oleh dokter.
Dalam sistem ini, semua obat yang diperlukan untuk pengobatan di-dispensing dari IFRS. Resep
orisinal oleh perawat dikirim ke IFRS, kemudian diproses sesuai dengan kaidah cara dispensing
yang baik dan obat disiapkan untuk didistribusikan kepada penderita tertentu.
Sistem ini mirip dengan dispensing untuk pasien rawat jalan /outpatient. Interval dispensing pada
sistem ini dapat dibatasi misalnya, pengobatan pasien untuk seorang pasien untuk 3 hari telah
dikirim jika terapi berlanjut sampai lebih dari 3 hari, tempat obat yang kosong kembali ke IFRS
untuk di-refill. Biasanya obat yang disediakan oleh IFRS dalam bentuk persediaan misalnya
untuk 2-5 hari.
Keuntungan sistem obat resep individual:
1. Semua resep / order dikaji langsung oleh apoteker, yang juga dapat memberi keterangan atau
informasi kepada perawat berkaitan dengan obat penderita.
2. Memberi kesempatan interaksi profesional antara apoteker-dokter-perawat-pasien
3. Memungkinkan pengendalian yang lebih dekat atas perbekalan
4. Mempermudah penagihan biaya obat penderita

Keterbatasan sistem distribusi obat resep individual


1. Kemungkinan keterlambatan sediaan obat sampai kepada penderita
2. Jumlah kebutuhan personal IFRS meningkat
3. Memerlukan jumlah perawat dan waktu yang lebih banyak untuk penyiapan obat di ruang
pada waktu konsumsi obat
4. Terjadinya kesalahan obat karena kurang pemeriksaan pada waktu konsumsi obat.

Sistem ini kurang sesuai untuk rumah sakit-rumah sakit yang besar, seperti kelas A dan B karena
memiliki daerah pasien yang menyebar sehingga jarak antara IFRS dengan perawatan pasien
sangat jauh. Sistem ini biasanya digunakan di rumah sakit-rumah sakit kecil atau swasta karena
memberikan metode yang sesuai dalam penerapan keseluruhan biaya pengobatan dan
memberikan layanan kepada pasien secara individual.

2.10.2.2. Sistem Distribusi Obat Persediaan Lengkap Di Ruang (Total Floor Stock)
Dalam sistem ini, semua obat yang dibutuhkan penderita tersedia dalam ruang penyimpanan obat
di ruang tersebut. Persediaan obat diruang dipasok oleh IFRS. Obat yang didispensing dalam
sistem ini terdiri atas obat penggunaan umum yang biayanya dibebankan pada biaya paket
perawatan menyeluruh dan resep obat yang harus dibayar sebagai biaya obat.
Obat penggunaan umum ini terdiri atas obat yang tertera dalam daftar yang telah ditetapkan PFT
dan IFRS yang tersedia di unit perawat, misalnya kapas pembersih luka, larutan antiseptic dan
obat tidur.
Sistem distribusi obat persediaan lengkap di ruang adalah tatanan kegiatan penghantaran sediaan
obat sesuai dengan yang ditulis dokter pada resep obat, yang disiapkan dari persediaan di ruang
oleh perawat dan dengan mengambil dosis/ unit obat dari wadah persediaan yang langsung
diberikan kepada penderita di ruang itu.

Keuntungan
1. Obat yang diperlukan segera tersedia bagi pasien
2. Peniadaan pengembalian obat yang tidak terpakai ke IFRS
3. Pengurangan penyalinan kembali resep obat
4. Pengurangan jumlah personel IFRS
Keterbatasan
1. Kesalahan obat sangat meningkat karena resep obat tidak dikaji langsung oleh apoteker
2. Persediaan obat di unit perawat meningkat dengan fasilitas ruangan yang sangat terbatas
3. Pencurian obat meningkat
4. Meningkatnya bahaya karena kerusakan
5. Penambahan modal investasi untuk menyediakan fasilitas penyiapan obat yang sesuai di setiap
daerah unit perawatan pasien
6. Diperlukan waktu tambahan bagi perawat untuk menangani obat
7. Meningkatnya kerugian karena kerusakan obat

Alur sistem distribusi persediaan lengkap di ruang adalah dokter menulis resep kemudian
diberikan kepada perawat untuk diinterpretasikan kemudian perawat menyiapkan semua obat
yang diperlukan dari persediaan obat yang ada di ruangan sesuai resep dokter untuk diberikan
kepada pasien, termasuk pencampuran sediaan intravena. Persediaan obat di ruangan
dikendalikan oleh instalasi farmasi.

2.10.2.3. Sistem Distribusi Obat Kombinasi Resep Individual Dan Persediaan Di Ruang
Rumah sakit yang menerapkan sistem ini, selain menerapkan sistem distribusi resep/order
individual sentralisasi, juga menerapkan distribusi persediaan di ruangan yang terbatas. Sistem
ini merupakan perpaduan sistem distribusi obat resep individual berdasarkan permintaan dokter
yang disiapkan dan distribusikan oleh instalasi farmasi sentral dan sebagian lagi siapkan dari
persediaan obat yang terdapat di ruangan perawatan pasien. Obat yang disediakan di ruangan
perawatan pasien merupakan obat yang sering diperlukan oleh banyak pasien, setiap hari
diperlukan dan harga obat relatif murah, mencakup obat resep atau obat bebas. Jenis dan jumlah
obat yang masuk dalam persediaan obat di ruangan, ditetapkan oleh PFT dengan pertimbangan
dan masukan dari IFRS dan Bagian Pelayanan Keperawatan. Sistem kombinasi ini bertujuan
untuk mengurangi beban kerja IFRS.

Keuntungan
1. Semua resep / order individual dikaji langsung oleh apoteker
2. Adanya kesempatan berinteraksi profesional antara apoteker-dokter-perawat-penderita
3. Obat yang diperlukan dapat segera tersedia bagi penderita (obat persediaan di ruang)
4. Beban IFRS dapat berkurang
5. Mengurangi terjadinya kesalahan terapi obat

Keterbatasan
1. Kemungkinan keterlambatan sediaan obat sampai kepada penderita (obat resep
individual)
2. Kesalahan obat pemberian obat yang disiapkan dari persediaan ruang dapat terjadi.
3. Membutuhkan tempat yang cukup untuk tempat penyimpanan obat

Alur sistem distribusi obat kombinasi persediaan di ruang dan resep individual adalah dokter
menulis resep untuk pasien dan resep tersebut diinterpretasikan oleh apoteker dan perawat.
Pengendalian oleh apoteker dilakukan untuk resep yang persediaan obatnya disiapkan di instalasi
farmasi. Obat kemudian diserahkan ke ruang perawatan pasien sewaktu pasien minum obat.
Pengendalian obat yang tersedia di ruang perawatan dilakukan oleh perawat dan apoteker. Obat
disiapkan kepada pasien oleh perawat.

2.10.3. Sistem Distribusi Obat Dosis Unit


Sistem ini mulai diperkenalkan sejak 20 tahun yang lalu, namun penerapannya masih lambat
karena memerlukan biaya awal yang besar dan juga memerlukan peningkatan jumlah apoteker
yang besar. Padahal ada dua kegunaan utama dari sistem ini, yaitu mengurangi kesalahan obat
dan mengurangi keterlibatan perawat dalam penyiapan obat.
Istilah dosis unit berkaitan dengan jenis kemasan dan juga sistem untuk mendistribusikan
kemasan itu. Obat dosis unit adalah obat yang disorder oleh dokter untuk penderita, terdiri dari
satu atau beberapa jenis obat yang masing-masing dalam kemasan dosis unit tunggal dalam
jumlah persediaan yang cukup untuk suatu waktu tertentu. Penderita hanya membayar obat yang
dikonsumsi saja.
Distribusi obat dosis unit adalah tanggung jawab Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) dengan
kerjasama dengan staf medic, perawat, pimpinan rumah sakit dan staf administrative. Maka
diperlukan suatu panitia perencana untuk mengembangkan sistem ini yang sebaliknya dipimpin
oleh apoteker yang menjelaskan tentang konsep sistem ini.
Sistem distribusi dosis unit merupakan metode dispensing dan pengendalian obat yang
dikoordinasikan IFRS dalam rumah sakit. Sistem dosis unit dapat berbeda dalam bentuk,
tergantung pada kebutuhan khusus rumah sakit. Dasar dari semua sistem dosis unit adalah obat
dikandung dalam kemasan unit tunggal di-dispensing dalam bentuk siap konsumsi; dan untuk
kebanyakan obat tidak lebih dari 24 jam persediaan dosis, dihantarkan kea tau tersedia pada
ruang perawatan pada setiap waktu.
Metode pengoperasian sistem distribusi dosis unit ada tiga macam, yaitu :
1. Sentralisasi
Dilakukan oleh IFRS sentral ke semua daerah perawatan penderita rawat tinggal di rumah sakit
secara keseluruhan. Kemungkinan di rumah sakit tersebut hanya ada satu IFRS tanpa adanya
cabang IFRS di beberapa daerah perawatan penderita.
2. Desentralisasi
Dilakukan oleh beberapa cabang IFRS di rumah sakit. Pada dasarnya sistem ini sama dengan
sistem distribusi obat persediaan lengkap diruangan, hanya saja sistem distribusi obat
desentralisai ini dikelola seluruhnya oleh apoteker yang sama dengan pengelolaan dan
pengendalian oleh IFRS sentral.
3. Kombinasi sentralisasi dan desentralisasi
Biasanya hanya dosis mula dan dosis keadaan darurat dilayani oleh cabang IFRS. Dosis
selanjutnya dilayani oleh IFRS sentral. Semua pekerjaan tersentralisasi lain, seperti pengemasan
dan pencampuran sediaan intravena juga dimulai dari IFRS sentral.
Keuntungan
a. Penderita menerima pelayanan IFRS 24 jam sehari dan penderita membayar hanya obat
yang dikonsumsi saja
b. Semua dosis yang diperlukan pada pada unit perawat telah disiapkan oleh IFRS. Jadi
perawat mempunyai waktu lebih banyak untuk perawatan langsung penderita.
c. Adanya sistem pemeriksaan ganda dengan menginterpretasikan resep/ dokter dan
membuat profil pengobatan penderita (p3) oleh apoteker dan perawat memeriksa obat
yang disiapkan IFRS sebelum dikonsumsi. Dengan kata lain, sistem ini mengurangi
kesalahan obat
d. Peniadaan duplikasi order obat yang berlebihan dan pengurangan pekerjaan menulis di
unit perawatan dan IFRS
e. Pengurangan kerugian biaya obat yang tidak terbayar oleh penderita
f. Penyiapan sediaan intravena dan rekonstitusi obat oleh IFRS
g. Meningkatkan penggunaan personal professional dan nonprofessional yang lebih efisien
h. Mengurangi kehilangan pendapatan
i. Menghemat ruangan di unit perawatan dengan meniadakan persediaan ruah obat-obatan
j. Meniadakan pencurian dan pemborosan obat
k. Memerlukan cakupan dan pengendalian IFRS di rumah sakit secara keseluruhan sejak
dari dokter menulis resep / order sampai penderita menerima dosis unit
l. Kemasan dosis unit secara tersendiri-sendiri diberi etiket dengan nama obat, kekuatan,
nomor kendali dan kemasan tetap utuh sampai obat siap dikonsumsi pada penderita. Hal
ini mengurangi kesempatan salah obat juga membantu daalam penelusuran kembali
kemasan apabila terjadi penarikan obat
m. Sistem komunikasi pengorderan dan penghantaran obat bertambah baik
n. Apoteker dapat dating ke unit perawat/ ruang penderita untuk melakukan konsultasi obat,
membantu memberikan masukan kepada tim, sebagai upaya yang diperlukan untuk
perawatan yang lebih baik lagi.
o. Pengurangan biaya total kegiatan yang berkaitan dengan obat
p. pening katan pengendalian obat dan pemantauan penggunaan obat menyeluruh
q. pengendalian yang lebih besar oelh apoteker atas pola beban kerja IFRS dan penjadwalan
staf
r. penyesuaian yang lebih besar untuk prosedur komputerisasi dan otomastisasi

2.10.4 Perencanaan Suatu Sistem Distribusi Obat Bagi Penderita Rawat Tinggal
Perencanaan suatu sistem distribusi obat bagi penderita rawat tinggal di suatu rumah sakit
dilakukan oleh PFT, IFRS, perawat dan unit lain jika diperlukan. Tim yang dibentuk mengadakan
peninjauan luas dari semua sistem distribusi obat yang ada dan kondisi rumah sakit. Tim
mempelajari keuntungan dan keterbatasan suatu sistem distribusi obat berkaitan dengan kondisi
rumah sakit secara menyeluruh. Kemudan tim memilih salah satu dari sistem distribusi obat
untuk selanjutnya dilakukan studi penerapan sistem distribusi obat yang dipilih itu lebih
mendalam.
2.10.4.1 Desain sistem distribusi
Mendesain suatu sistem distribusi obat di rumah sakit memerlukan analisis sistematik dari rasio
manfaat-biaya dan perencanaan operasional. setelah sistem diterapkan, pemantauan unjuk kerja
dari evaluasi mutu pelayanan tetap diperlukan untuk memastikan bahwa sistem berfungsi sesuai
dengan harapan.
Dalam mendesain atau mendesain kembali suatu sistem distribusi obat, perlu dilakukan beberapa
tahapan penting :
1. Menetapkan lokasi dan jumlah semua ruangan perawatan penderita dan buat petanya. dalam
hal ini, perlu dipertimbangkan faktor-faktor sesperti faktor geografis, tata ruang, populasi
penderita, ketersediaan ruangan penyimpanan obat, ruangan pelayanan obat penderita,
ketersediaan staf, fasilitas transpor obat dari IFRS ke tiap ruangan penderita, hambatan politik,
dan hambatan sumber lain.
2. Memilih suatu metode mendistribusikan obat ke unit pengguna.
3. Mengembangkan perangkat rute penghantaran yang mungkin dan ekonomis, serta menyusun
suatu jadwal penghantaran yang praktis melayani tiap rute tersebut.

2.10.4.2 Perencanaan spesifikasi


Proses mendesain suatu sistem distribusi obat, mencakup :menerjemahkan kebutuhan konsumen
(penderita dan staf profesional pelayanan kesehatan) menjadi spesifikasi pelayanan obat,
spesifikasi penghantaran pelayanan obat, dan spesifikasi pengendalian mutu pelayanan obat.
Spesifikasi pelayanan obat
a. Spesifikasi pelayanan obat dengan menetapkan pelayanan yang diberikan. Spesifikasi
pelayanan obat harus mengandung suatu pernyataan yang lengkap dan tepat dari
pelayanan yang diberikan, meliputi :
1. Suatu uraian yang jelas dari karakteristik pelayanan yang menjadi sasaran evaluasi.
2. Suatu standar untuk penerimaan dari tiap karakteristik pelayanan.
b. Spesifikasi penghantaran pelayanan obat
Spesifikasi penghantaran pelayanan obat menetapkan sarana dam metode yang digunakan
untuk menghantarkan pelayanan obat.

Spesifikasi penghantaran pelayanan obat harus mengandung :


1. prosedur penghantaran pelayanan
2. metode yang digunakan dalam proses penghantaran pelayanan
3. uraian dari karakteristik penghantaran pelayanan
4. standar untuk penerimaan dari karakteristik penghantaran pelayanan
5. persyaratan sumber untuk memenuhi spesifikasi pelayanan
6. persyaratan personel, jumlah, dan keterampilan.

Spesifikasi pengendalian mutu pelayanan obat


Spesifikasi pengendalian mutu pelayanan obat menetapkan prosedur untuk mengevaluasi dan
mengendalikan karakteristik pelayanan dan karakteristik penghantaran pelayanan. Spesifikasi
pengendalian mutu pelayanan obat harus memungkinkan pengendalian yang efektif dari tiap
proses pelayanan untuk memastikan bahwa pelayanan secara konsisten memuaskan spesifikasi
pelayanan dan konsumen.

2.10.4.3 Desain pengendalian mutu dan pelayanan obat :


1. mengidentifikasi kegiatan kunci dari tiap proses yang mempunyai pengaruh signifikan
terhadap mutu pelayanan.
2. menganalisis kegiatan, dengan mengukur dan pengendalian akan memastikan mutu pelayanan.
3. menetapkan metode untuk mengevaluasi karakteristik yang dipilih.
4. menetapkan sarana untuk mengendalikan karakteristik dalam batas yang ditetapkan.

2.10.5 Pelaksanaan Program Percobaan Sistem Distribusi Obat Yang Dipilih


Untuk pelaksanaan program percobaan sistem distribusi obat, biasanya untuk tahap pertama
dilakukan dala 1 atau lebih daerah perawatan penderita selama waktu tertentu dan secra terus
menerus dipantau, dievaluasi, dan dilakukan tindakan perbaikan. Jika tahap pertama mulai
mantap, percobaan diteruskan dengan menambah daerah perawatan tertentu lainnya atau
keseluruahan rumah sakit. Percobaan ini dilakukan dalam waktu yang lebih lama, karena pada
tahap ini diadakan pematangan terhadap semua prosedur, spesifikasi, perbaikan, dan evaluasi
karakteristik pelayanan dan penghantaran pelayanan obat.
2.11 Evaluasi dan Pengendalian Mutu
Pelayanan farmasi harus mencerminkan kualitas pelayanan kefarmasian yang bermutu tinggi,
melalui cara pelayanan farmasi rumah sakit yang baik.
1. Pelayanan farmasi dilibatkan dalam program pengendalian mutu pelayanan rumah sakit.
2. Mutu pelayanan farmasi harus dievaluasi secara periodic terhadap konsep, kebutuhan,
proses, dan hasil yang diharapkan demi menunjang peningkatan mutu pelayanan.
3. Apoteker dilibatkan dalam merencanakan program pengendalian mutu.
4. Kegiatan pengendalian mutu mencakup hal-hal berikut :
a. Pemantauan : pengumpulan semua informasi yang penting yang berhubungan dengan
pelayanan farmasi.
b. Penilaian : penilaian secara berkala untuk menentukan masalah-masalah pelayanan
dan berupaya untuk memperbaiki.
c. Tindakan : bila masalah-masalah sudah dapat ditentukan maka harus diambil tindakan
untuk memperbaikinya dan didokumentasi.
d. Evaluasi : efektivitas tindakan harus dievaluasi agar dapat diterapkan dalam program
jangka panjang.
e. Umpan balik : hasil tindakan harus secara teratur diinformasikan kepada staf.

BAB III
STRUKTUR ORGANISASI
3.1 Bagan Organisasi
Organisasi Kerangka Dasar
Pelayanan farmasi diselenggarakan dengan visi, misi, tujuan, dan bagan organisasi yang
mencerminkan penyelenggaraan berdasarkan filosofi pelayanan kefarmasian.
Bagan organisasi adalah bagan yang menggambarkan pembagian tugas, koordinasi dan
kewenangan serta fungsi. Kerangka organisasi minimal mengakomodasi penyelenggaraan
pengelolaan perbekalan, pelayanan farmasi klinik dan manajemen mutu, dan harus selalu
dinamis sesuai perubahan yang dilakukan yang tetap menjaga mutu sesuai harapan pelanggan.
Gambar 1. Struktur Organisasi Rumah Sakit Pemerintah

3.2 Sumber Daya Manusia Farmasi Rumah Sakit


Personalia Pelayanan Farmasi Rumah Sakit adalah sumber daya manusia yang melakukan
pekerjaan kefarmasian di rumah sakit yang termasuk dalam bagan organisasi rumah sakit dengan
persyaratan :
Terdaftar di Departeman Kesehatan
Terdaftar di Asosiasi Profesi
Mempunyai izin kerja.
Mempunyai SK penempatan
Penyelenggaraan pelayanan kefarmasian dilaksanakan oleh tenaga farmasi profesional yang
berwewenang berdasarkan undang-undang, memenuhi persyaratan baik dari segi aspek hukum,
strata pendidikan, kualitas maupun kuantitas dengan jaminan kepastian adanya peningkatan
pengetahuan,
keterampilan dan sikap keprofesian terus menerus dalam rangka menjaga mutu profesi dan
kepuasan pelanggan. Kualitas dan rasio kuantitas harus disesuaikan dengan beban kerja dan
keluasan cakupan pelayanan serta perkembangan dan visi rumah sakit.

Anda mungkin juga menyukai