Anda di halaman 1dari 33

PENGELOLAAN PERBEKALAN FARMASI/ OBAT DI RUMAH

SAKIT

Pelayanan farmasi rumah sakit merupakan salah satu kegiatan di


rumah  sakit yang menunjang pelayanan kesehatan yang bermutu. Hal
tersebut  diperjelas dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 
1333/Menkes/SK/XII/1999  tentang   Standar Pelayanan  Rumah 
Sakit,  yang  menyebutkan bahwa pelayanan farmasi rumah sakit 
adalah  bagian  yang  tidak  terpisahkan dari sistem pelayanan
kesehatan rumah sakit yang  berorientasi kepada  pelayanan  pasien, 
penyediaan  obat  yang  bermutu,

Salah  satu  upaya  kesehatan  yang  dilakukan  pemerintah  adalah 


dengan meningkatkan  mutu  pelayanan  kesehatan  rumah  sakit 
yang  antara  lain  dapat dicapai  dengan  penggunaan obat-obatan
yang rasional  dan berorientasi  kepada pelayanan  pasien, 
penyediaan  obat  yang  bermutu  dan  terjangkau  bagi  semua lapisan
masyarakat (Siregar, 2004).

Biaya yang diserap untuk penggunaan obat merupakan komponen


terbesar dari pengeluaran rumahsakit. Dibanyak Negara berkembang
belanja obat di rumah sakit dadat menyerap sekitar 40-50% dari
biaya keseluruhan rumah sakit. Belanja perbekalan farmasi yang
demikian besar tentunay harus dikelola dengan efektif dan efisien,
hal ini perlu dilakukan mengingat dana kebutuhan obat di rumah sakit
tidak selalu sesuai dengan kebutuhan.

Kondisi diatas tentunya harus disikapi dengan baik-baik. Saat ini pada
tataran global telah dirintis prongram Good Governance In
Pharmaceutical Sector  atau lebih di kenal dengan tata kelola obat
yang baik si Sektor Farmasi. Indonesia termasuk salah satu Negara
yang berpartisipasi dalam program ini bersama 19 negara lainnya.
Pemikiran tentang perlunya tatkelola obat yang baik disektor farmasi
berkembang mengingat banyaknya praktek illegal di lingkungan
kefarmasian mulai dari clinical trial, riset dan pengadaan , registrasi,
pendaftaran, paten, produksi, penetapan harga, pengadaan, seleksi,
distribusi dan trasportasi. Bentuk intransparansi dibidang farmasi
antara lain : pemalsuan data keamanan dan enyufikasi, penyuapan,
kolosi, donasi, promo yang tidak etis maupun tekanan dari berbagai
pihak yang berkepentingan dengan obat.

Instalasi farmasi rumah sakit (IFRS) adalah bagian dari rumah sakit
yang bertugas menyelenggarakan, mengkooadinasikan, mengatur dan
mengawasi seluruh kegiatan pelayanan farmasi serta melaksanaan
pembinaan teknis kefarmasian di rumah sakit, sedangkan Komite
Farmasi dan Terapi adalah bagian yang bertanggung jawab tentang
penyusunan formularium rumah sakit dapat sesuai dengan aturan yang
berlaku, maka diperlukam tenaga professional dibidang tersebut.
Untuk menyiapkan tenaga professional tersebut diperlukan berbagai
masukan diantaranya adalah tersedianya pedoman yang tepat
digunakan dalam pengelolaan perbekalan farmasi di rumah IFRS.

Mengingat  pentingnya  pelayanan  farmasi  di  rumah  sakit,  maka 


calon apoteker  perlu  memahami  dan  mengenal  peranan  apoteker 
di  rumah  sakit, khususnya Instalasi Farmasi. Hal ini penting sebagai
bekal bagi lulusan Program  Pendidikan  Profesi  Apoteker  apabila 
bekerja  di  rumah  sakit.

BAB II

PEMBAHASAN
2.1         Pengelolaan Perbekalan Farmasi Rumah Sakit

Kesehatan merupakan hak asasi manusia. Setiap orang mempunyai hak


untuk hidup layak, baik menyangkut kesehatan pribadi maupun 
keluarganya termasuk di dalamnya mendapat makanan, pakaian, dan 
pelayanan  kesehatan  serta  pelayanan sosial lain yang diperlukan.

Upaya kesehatan bertujuan untuk memelihara dan  meningkatkan 


kesehatan dan tempat yang digunakan untuk menyelenggarakannya
disebut sarana  kesehatan. Sarana  kesehatan berfungsi untuk 
melakukan  upaya  kesehatan  dasar atau upaya kesehatan rujukan
dan/atau upaya kesehatan penunjang. Selain itu, sarana kesehatan
dapat juga dipergunakan untuk kepentingan pendidikan dan pelatihan
serta penelitian, pengembangan  ilmu  pengetahuan  dan teknologi di
bidang kesehatan. Salah satu sarana kesehatan yang
menyelenggarakan upaya kesehatan adalah rumah sakit
(Sheina,2010).

   Pengelolaan sediaan farmasi dan alat kesehatan adalah suatu


proses yang merupakan siklus kegiatan yang dimulai dari perencanaan,
pengadaan/produksi, penerimaan, pendistribusian, pengawasan,
pemeliharaan, penghapusan, pemantauan, administrasi, pelaporan, dan
evaluasi yang diperlukan bagi kegiatan pelayanan. Tujuan pengelolaan
sediaan farmasi dan alat kesehatan yaitu agar tersedianya sediaan
farmasi dan alat kesehatan yang bermutu dalam jumlah dan pada saat
yang tepat sesuai spesifikasi dan fungsi yang ditetapkan oleh panitia
farmasi dan terapi secara berdaya guna dan berhasil
guna (Quick,1997).

     Pengelolaan obat oleh Instalasi Farmasi Rumah  Sakit  (IFRS) 


mempunyai  peran penting dalam  pelaksanaan  pelayanan  kesehatan 
di  rumah  sakit,  oleh  karena  itu pengelolaan  obat  yang  kurang 
efisien  pada  tahap  penyimpanan  akan berpengaruh terhadap peran
rumah sakit secara keseluruhan (Sheina,2010).

2.2         Perencanaan dan seleksi

2.2.1        Anggaran obat

Menurut Gomes, anggaran merupakan dokumen yang berusaha untuk


mendamaikan prioritas-prioritas program dengan sumber-sumber
pendapatan yang diproyeksikan. Anggaran menggabungkan suatu
pengumuman dari aktivitas organisasi atau tujuan untuk suatu jangka
waktu yang ditentukan dengan informasi mengenai dana yang
dibutuhkan untuk aktivitas tersebut atau untuk mencapai tujuan
tersebut.

Menurut Mulyadi, anggaran merupakan suatu rencana kerja yang


dinyatakan secara kuantitatif yang diukur dalam satuan moneter
standar dan satuan ukuran yang lain yang mencakup jangka waktu
satu tahun.

Menurut Supriyono, penganggaran merupakan perencanaan keuangan


perusahaan yang dipakai sebagai dasar pengendalian (pengawasan)
keuangan perusahaan untuk periode yang akan datang (Anonim,2012).

Jadi, anggaran obat adalah suatu perencanaan yang disusun


berdasarkan kebutuhan obat yang akan diadakan dalam suatu
instalasi farmasi (Anonim,2012).

2.2.2        Sistem perencanaan

Perencanaan merupakan proses kegiatan dalam pemeliharaan jenis,


jumlah dan harga sediaan farmasi dan alat kesehatan yang sesuai
dengan kebutuhan dan anggaran dalam rangka pengadaan untuk
menghindari kekosongan obat dengan metode yang dapat
dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar pelaksanaan yang telah
ditentukan. Perencanaan berpedoman pada DOEN (Daftar Obat
Esensial Nasional), formularium RS, standart terapi RS, data catatan
medik, anggaran yang tersedia, penetapan prioritas, siklus penyakit,
sisa persediaan, data pemakaian periode yang lalu dan rencana
pengembangan (Quick,1997).

Tujuan perencanaan perbekalan farmasi adalah untuk menetapkan


jenis dan jumlah perbekalan farmasi sesuai dengan pola penyakit dan
kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit.

2.2.3 Metode perencanaan

Ada tiga jenis metode perencanaan yaitu konsumsi, epidemiologi, dan


kombinasi keduanya yang disesuaikan dengan anggaran setempat.
Perencanaan dengan metode konsumsi dilakukan berdasarkan data
penggunaan obat diwaktu yang lalu, sedangkan metode epidemiologi
dilakukan berdasarkan data tingkat kejadian penyakit dan standart
pengobatan untuk penyakit tersebut. Data penggunaan obat waktu
yang lalu untuk metode konsumsi harus akurat. Metode konsumsi ini
dapat menyebabkan penggunaan obat yang kurang rasional akan terus
terjadi berbeda dengan halnya metode epidemiologi yaitu mengambil
asumsi bahwa pengobatan disesuaikan dengan penyakit yang ada atau
terjadi pada saat tertentu (Siregar,2004).

Perencanaan pengadaan sediaan farmasi dan alat kesehatan


mempertimbangkan dana yang tersedia. Untuk mencapai efisiensi
dalam penyusunan daftar kebutuhan obat digunakan gabungan dua
cara analisis, yaitu analisis VEN dan ABC (Paretto). Analisis VEN
mengelompokan obat berdasarkan tingkat kegawatdaruratan untuk
pengobatan pasien. Pembagian VEN adalah sebagai berikut :

a.       Kategori V adalah obat vital dengan jumlah sedikit tetapi harus


selalu disediakan untuk menyelamatkan jiwa pasien (life-saving drug),
misalnya insulin, heparin, adrenalin, atropin sulfat, albumin dan obat-
obat pelayanan kesehatan standar, misalnya serum antibisa ular.

b.       Kategori E adalah obat esensial yang umum digunakan dalam


pelayanan kesehatan masyarakat, misalnya obat jantung, obat
hipertensi, obat diabetes.

c.      Kategori N adalah obat non-esensial yang boleh disediakan atau


boleh tidak disediakan karena tidak membahayakan nyawa bila tidak
tersedia, misalnya  food suplement   dan vitamin (Quick,1997).

Analisis ABC/Paretto  mengelompokkan obat berdasarkan volume and


value of consumption  obat, yaitu sebagai berikut:

a.       Kelompok A adalah obat yang berharga mahal dan sering ditulis


dengan resep dokter, menyerap dana sebesar ± 80% dari total dana
dengan jumlah item ± 20% dari total item obat yang ada.

b.      Kelompok B adalah obat yang dibutuhkan dalam banyak kasus


dan sering keluar, menyerap dana sebesar ± 15% dari total dana
dengan jumlah item ± 60% total item obat yang ada.

c.       Kelompok C adalah kelompok obat yang hanya sebagai suplemen


saja. Menyerap dana sebesar ± 5% dari total dana dengan
jumlah item ± 20% total item obat yang ada (Quick,1997).
2.3         Pengadaan

Pengadaan merupakan kegiatan untuk merelisasikan kebutuhan yang


telah direncanakan dan disetujui, melalui:

1.     Pembelian

2.     Produksi atau pembuatan sediaan farmasi

3.     Sumbangan/drooping atau hibah

Pembelian dengan penawaran yang kompetitif( tender) merupakan


suatu metode penting untuk mencapau keseimbangan yang tepat
antara mutu dan harga, apabila ada dua atau lebih pemasok, apoteker
harus mendasarkan pada criteria berikut :

mutu produk, reputasi produsen, harga, berbagai syarat, ketepatan


waktu pengiriman, mutu pelayanan pemasok, dapat dipercaya,
kebijakan tentang barang yang dikembalikan, dan pengemasan.

Tujuan pengadaaan :

Mendapatkan perbekalan farmasi dengan harga yang layak, dengan


mutu yang baik, pengiriman barang terjamin  dan tepat waktu, proses
berjalan lancer, dan tidak memerlukan tenaga serta waktu
berlebihan.

1.        Pembelian

Pembelian adalah rengakain proses pengadaan unutuk mendapatkan


perbekalan farmasi. Hal ini sesuai dengan peraturan presiden RI no
94 tahun 2007 tentang pengendalian dan pengawasan atas pengadaan
dan penyaluran bahan obat, obat spesifik dan alat kesehatan yang
berfungsi sebagai obat dan peraturan presiden RI no 95 tahun 2007
tentang perubahan ketujuh atas keputusan presiden no 80 tahun
2003 tentang pedoman pelaksanaan pengadaan barang atau jasa
pemerintah.

Ada 4 metode pada proses pembelian :

a.    Tender terbuka, berlaku untuk semua rekanan yang terdaftar,


dan sesuai dengan criteria yang telah ditentukan.

b.    Tender terbatas, sering disebutkan lelang tertutup. Hanya


dilakukan pada rekanan tertentu yang sudah terdaftar dan memiliki
riwayat yang baik

c.    Pembelian dengan tawar-menawar, dilakukan bila item tidak


penting, tidak banyak, dan biasanya dilakukan pendekatan langsung
untuk item tertentu

d.   Pembelian langsung, pembeli jumlah kecil, perlu segera tersedia.


Harga tertentu, relative agak lebih mahal.

2.        Produksi

Produksi perbekalan farmasi di rumah sakit merupakan kegiatan


membuat, merubah bentuk, dan pengemasan kembali sediaan farmasi
steril atau non-steril untuk memenuhi kebutuhan pelayanan
kesehatan di rumah sakit.

          Kriteria perbekalan farmasi yang di prosuksi :

a.         Sediaan farmasi dengan formula khusus

b.        Sediaan farmasi dengan mutu sesuai standar dengan harga


lebih murah
c.         Sediaan farmasi yang memerlukan pengemasan kembali

d.        Sediaan farmasi yang tidak tersedia di pasaran

e.         Sedian farmasi untuk penelitian

f.         Sediaan nutrisi parenteral

g.        Rekonstotusi sediaan perbekalan farmasi sitostasika

h.        Sediaan farmasi yang harus selalu di buat baru

3.        Sumbangan /hibah/droping

Pada prinsipn pengelolaan perbekalan farmasi dari hibah/ sumbangan,


mengikuti kaidah umum pengelolaan perbekalan farmasi regular.
Perbekalan farmasi yang tersisa dapat dipakai untuk menunjang
pelayanan kesehatan disaat situasi normal. (Depkes RI,2008)

2.4  Penerimaan

Penerimaan adalah kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi yang


telah diadakan sesuai aturan kefarmasian, melalui pembelian
langsung, tender, konsinyasi atau sumbangan.

Penerimaan perbekalan farmasi harus dulakukan oleh petugas yang


bertanggung jawab. Petugas yang dilibatkan dalam penerimaan harus
terlatih baik dalam tanggung jawab dan tugas mereka, serta harus
mengerti sifat penting dari perbekalan farmasi. Dalam tim
penerimaan harus ada tenaga farmasi.
Tujuan penerimaan adalah untuk menjamin perbekalan farmasi yang
diterima sesuai kontrak baik spesifikasi mutu, jumlah maupun waktu
kedatangan

Perbekalan farmasi yang di terima harus sesuai dengan spesifikasi


kontrak yang telah ditetapkan. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam
penerimaan :

1.      Harus mempunyai Material, Safety, Data, Sheet(MSDS), untuk


bahan berbahaya.

2.      Khusus untuk alat kesehatan harus mempunyai serticate of


origin.

3.      Sertifikat analisa produk (Depkes RI,2008)

2.5         Penyimpanan

Gudang merupakan tempat penyimpanan sementara sediaan farmasi


dan alat kesehatan sebelum didistribusikan. Fungsi gudang adalah
mempertahankan kondisi sediaan farmasi dan alat kesehatan yang
disimpan agar tetap stabil sampai ke tangan pasien (Siregar,2004).

Tujuan penyimpanan adalah :

a.       Memelihara mutu sediaan farmasi

b.      Menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawab

c.       Menjaga ketersediaan

d.      Memudahkan pencarian dan pengawasan (Depkes RI,2008)

Penumpukan stok barang yang kadaluwarsa dan rusak dapat dihindari


dengan pengaturan sistem penyimpanan seperti fisrt expired fisrt
out  (FEFO) dan fisrt in fisrt out  (FIFO). Sistem FEFO adalah
dimana obat yang memiliki waktu kadaluwarsa lebih pendek keluar
terlebih dahulu, sedangkan dalam sistem FIFO obat yang pertama
kali masuk adalah obat yang pertama kali keluar (Quick,1997).

Obat-obatan sebaiknya disimpan sesuai dengan syarat kondisi


penyimpanan masing-masing obat. Kondisi penyimpanan yang dimaksud
antara lain adalah temperatur/suhu sekitar 20-25 0C, kelembaban dan
atau paparan cahaya. Tempat penyimpanan yang digunakan dapat
berupa ruang atau gedung yang terpisah, lemari, lemari terkunci,
lemari es, freezer,  atau ruangan sejuk. Tempat penyimpanan
tergantung pada sifat atau karakteristik masing-masing
obat (Siregar,2004).

Pengaturan obat digudang dapat dikelompokkan dengan 7 cara yaitu


berdasarkan :

1)      Kelompok farmakologi/terapeutik

2)      Indikasi klinik

3)      Kelompok alphabetis

4)      Tingkat penggunaan

5)      Bentuk sediaan

6)      Random bin

7)      Kode barang.

Selain disimpan dalam tempertur yang sesuai, barang-barang


sebaiknya disimpan dalam keadaan yang mudah terambil dan tetap
terlindung dari kerusakan (Siregar,2004).

Permenkes 28/MENKES/PER/I/1978 tentang penyimpanan narkotika


disebutkan bahwa RS harus memiliki tempat khusus untuk menyimpan
narkotika, dimana tempat tersebut harus seluruhnya terbuat dari
kayu atau bahan lain yang kuat, selain itu tempat penyimpanan
narkotika tersebut harus mempunyai kunci yang kuat dan tempat
penyimpanan terbagi menjadi 2 bagian masing-masing dengan kunci
yang berlainan.

2.6. Distribusi

2.6.1        Distribusi rawat inap

Distribusi sediaan farmasi dan alat kesehatan merupakan salah satu


tugas utama pelayanan farmasi dirumah sakit. Distribusi memegang
peranan penting dalam penyerahan sediaan farmasi dan alat
kesehatan yang diperlukan ke unit-unit disetiap bagian farmasi rumah
sakit termasuk kepada pasien. Hal terpenting yang harus
diperhatikan adalah berkembangnya suatu proses yang menjamin
pemberian sediaan farmasi dan alat kesehatan yang benar dan tepat
kepada pasien, sesuai dengan yang tertulis pada resep atau kartu
obat atau Kartu Instruksi Obat (KIO) serta dilengkapi dengan
informasi yang cukup (Quick,1997).

Tujuan pendistribusian : tersedianya perbekalan farmasi diunit-unit


pelayanan secara tepat waktu tepat jenis dan jumlah (Depkes
RI,2008)

Farmasi rawat inap menjalankan kegiatan pendistribusian perbekalan


farmasi untuk memenuhi kebutuhan pasien rawat inap di RS, yang
diselenggarakan secara sentralisasi dan atau desentralisasi dengan
sistem persediaan lengkap diruangan, sistem resep perorangan,
sistem unit dosis dan sistem kombinasi oleh satelit farmasi.

Ada tiga macam sistem pendistribusian rawat inap, yaitu:


a)      Sistem persediaan lengkap (Floor stock system), meliputi
semua persediaan obat dan alat kesehatan yang dibutuhkan
diruangan. Pelayanan dalam sistem persediaan ruangan salah satu
adalah penyediaan emergency kit  (kotak obat darurat) yang
digunakan untuk keperluan gawat darurat (Siregar,2004).

b)      Resep perorangan (individual prescribing)  merupakan cara


distribusi obat dan alat kesehatan berdasarkan permintaan dalam
resep atau kartu obat pasien rawat inap. Sistem ini memiliki
keuntungan berupa adanya pengkajian resep pasien oleh apoteker
adanya kesempatan interaksi profesional penggunaan obat lebih
terkendali dan mempermudah penagihan biaya obat pada pasien.
Keterbatasannya adalah adanya kemungkinan keterlambatan obat
untuk dapat sampai kepada pasien (siregar dan amalia, 2004).

c)      sistem unit dose dispensing (UDD) didefinisikan sebagai obat


yang disiapkan dan diberikan kepada pasien dalam unit dosis tunggal
yang berisi obat untuk sekali minum. Konsep UDD bukan merupakan
inovasi baru dalam farmasi dan pengobatan. Unit dose dispensing
merupakan tanggung jawab farmasi yang tidak dapat berjalan
disituasi institusi rumah sakit tanpa kerja sama dengan perawat dan
staf kesehatan yang lain. Keuntungan UDD antara lain penderita
hanya membayar obat yang digunakanya saja,mengurangi kesalahan
pengobatan,memperbesar komunikasi antara apoteker-dokter
perawat,serta apoteker dapat melakukan pengkajian penggunaan
obat. Keterbatasannya adalah jumlah tenaga farmasi yang dibutuhkan
lebih tinggi (Siregar dan Amalia,2004).

Kelebihan sistem UDD dibandingkan dengan sistem yang lain


diantaranya adalah:
a)      Pasien mendapat pelayanan farmasi yang lebih baik selama 24
jam sehari dan hanya membayar untuk obat-obatan yang digunakan
saja,

b)      Semua obat yang dibutuhkan dibagian perawatan disiapkan oleh


farmasi sehingga perawat mempunyai lebih banyak waktu merawat
pasien,

c)      Memberikan kesempatan farmasis menginterpretasikan dan


memeriksa kopi pesanan resep, bagi perawat mengurangi
kemungkinana kesalahan obat,

d)     Meniadakan duplikasi pesanan obat dan kertas kerja yang


berlebihan dibagian perawat dan farmasi,

e)      Menghemat ruang-ruang di pos perawatan,

f)       Meniadakan kemungkinan terjadi pencurian dan pemborosan


obat,

g)      Mengurangi kemungkinan kesalahan obat dan juga membantu


menarik kembali kemasan pada saat obat itu ditarik dari peredaran
karena kemasan dosis unit masing-masing diberi label,

h)      Farmasis dapat mengunjungi pos perwatan untuk menjalankan


tugasnya yang diperluas (Siregar,2004).

2.6.2        Disribusi rawat jalan

Pedoman pelayanan farmasi untuk pasien rawat


jalan (ambulatory) di RS mencakup: persyaratan manajemen,
persyaratan fasilitas dan peralatan, persyaratan pengelohan order
atau resep obat, dan pedoman operasional lainnya (siregar dan amalia,
2003).
Pelayanan farmasi untuk penderita ambulatory  harus dipimpin oleh
seorang apoteker yang memenuhi syarat secara hukum dan kompeten
secara professional (Anonim,2012).

Sistem distribusi obat yang digunakan untuk pasien rawat jalan


adalah sistem resep perorangan yaitu cara distribusi obat pada
pasien secara individual berdasarkan resep dokter. Pasien harus
diberikan informasi mengenai obat karena pasien sendiri yang akan
bertanggung jawab atas pemakaian obat tanpa adanya pengawasan
dari tenaga kesehatan. Apoteker juga harus bertindak sebagai
konsultan obat bagi pasien yang melakukan swamedikasi (Siregar dan
Amalia, 2003).

2.7          Pengendalian

Pengendalian persedian adalah suatu kegiatan untuk memastikan


tercapainya sasaran yang diinginkan sesuai dengan strategi dan
program yang telah ditetapkan sehingga tidak terjadi kelebihan dan
kekurangan/ kekosongan obat di unit-unit pelayanan.

Tujuan pengendalian : agar tidak terjadi kelbihan dan kekosongan


perbekalan farmasi di unit-unit pelayanan (Depkes RI,2008)

Kegiatan pengendalian mencakup :

a.       Memperkirakan/menghitung pemakaian rata-rata periode


tertentu. Jumlah stok ini disebut stok kerja.

b.      Menentukan stok optimum adalah stok obat yang diserahkan


kepada unit pelayanan agar tidak mengalami kekurangan/ kekosongan.

c.       Menentukan waktu tunggu (lead time) adalah waktu yang


diperlukan dari mulai pemesanan sampai obat diterima (Depkes
RI,2008)
Pengendalian obat di RS terdiri atas:

a.       Sistem satu pintu,

b.      Penandaan pada wadah perbekalan farmasi yang didistribusikan,

c.       Pengembalian wadah bekas,

d.      Penggunaan kartu kendali,

e.       Menghitung dosis obat,

f.       Menghitung biaya perbekalan farmasi yang dikeluarkan dan


membandingkan dengan unit cost  yang diterima (Anonim,2012)

2.8              Penghapusan/ Pemusnahan

Penghapusan merupakan kegiatan penyelesaian terhadap perbekalan


farmasi yang tidak terpakai karena kadaluwarsa, rusak, mutu tidak
memenuhi standar dengan cara membuat usulan penghapusan
perbekalan farmasi kepada pihak terkait sesuai dengan prosedur
yang berlaku.

Tujuan penghapusan adalah untuk menjamin perbekalan farmasi yang


sudah tidak memenuhi syarat dikelola sesuai dengan standar yang
berlaku. Adanya penghapusan akan mengurangi beban penyimpanan
maupun mengurangi risiko terjadi penggunaan obat yang sub
standar (Depkes RI,2008)

Prosedur Tetap Pemusnahan Sediaan Farmasi dan Perbekalan


Kesehatan

a.       Melaksanakan inventarisasi terhadap sediaan farmasi dan


perbekalan kesehatan yang akan dimusnahkan,
b.      Menyiapkan adminstrasi (berupa laporan dan berita acara
pemusnahan),

c.       Mengkoordinasikan jadwal, metode dan tempat pemusnahan


kepada pihak terkait,

d.      Menyiapkan tempat pemusnahan,

e.       Melakukan pemusnahan disesuaikan dengan jenis dan bentuk


sediaan,

f.       Membuat laporan pemusnahan obat dan perbekalan kesehatan,


sekurang-kurangnya memuat:

1)      Waktu dan tempat pelaksanaan pemusnahan sediaan farmasi


dan perbekalan kesehatan,

2)      Nama dan jumlah sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan,

3)      Nama apoteker pelaksana pemusnahan sediaan farmasi dan


perbekalan kesehatan,

4)      Nama saksi dalam pelaksanaan pemusnahan sediaan farmasi dan


perbekalan kesehatan,

5)      Laporan pemusnahan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan


ditandatangani oleh apoteker dan saksi dalam pelaksanaan
pemusnahan.

Pemusnahan Narkotika diatur dalam pasal 60 dan 61 UU No.22 Tahun


1997, yaitu:

Pasal 60:

a)      Diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang


berlaku dan atau tidak dapat digunakan dalam proses produksi,

b)      Kadarluarsa,
c)      Tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan
kesehatan dan atau untuk pengembangan ilmu pengetahuan, atau

d)     Berkaitan dengan tindak pidana.

Pasal 61:

1)      Pemusnahan Narkotika sebagaimana dimaksud dalam pasal 60


huruf a, b dan c dilaksanakan oleh pemerintah, orang atau badan yang
bertanggung jawab atas produksi dan atau peredaran narkotika,
sarana kesehatan tertentu, serta lembaga ilmu pengetahuan tertentu
dengan disaksikan oleh pejabat yang ditunjuk Menkes,

2)      Pemusnahan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dilakukan


dengan pembuatan berita acara yang sekurang-kurangnya memuat:

a)      Nama, jenis, sifat dan jumlah,

b)      Keterangan tempat, jam, hari, tanggal, bulan dan tahun


dilakukan pemusnahan,

c)      Tanda tangan dan identitas lengkap pelaksana dan pejabat yang


menyaksikan pemusnahan.

Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika,

Pasal 75:

Dalam rangka melakukan penyidikan, penyidik BNN berwenang: 

a)      Melakukan penyelidikan atas kebenaran laporan serta


keterangan tentang adanya penyalahgunaan dan peredaran gelap
Narkotika dan Prekursor Narkotika,
b)      Memeriksa orang atau korporasi yang diduga melakukan
penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor
Narkotika,

c)      Memanggil orang untuk didengar keterangannya sebagai saksi,

d)     Memeriksa tanda pengenal diri tersangka, menyuruh berhenti


orang yang diduga melakukan penyalahgunaan dan peredaran gelap
Narkotika dan Prekursor Narkotika serta,

e)      Memeriksa, menggeledah, dan menyita barang bukti tindak


pidana dalam penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan
Prekursor Narkotika,

f)       Memeriksa surat dan/atau dokumen lain tentang


penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor
Narkotika,

g)      Menangkap dan menahan orang yang diduga melakukan


penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor
Narkotika,

h)      Melakukan interdiksi terhadap peredaran gelap Narkotika dan


Prekursor Narkotika di seluruh wilayah juridiksi nasional,

i)        Melakukan penyadapan yang terkait dengan penyalahgunaan


dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika setelah
terdapat bukti awal yang cukup,

j)        Melakukan teknik penyidikan pembelian terselubung dan


penyerahan di bawah pengawasan,

k)      Memusnahkan Narkotika dan Prekursor Narkotika;

l)        Melakukan tes urine, tes darah, tes rambut, tes asam


dioksiribonukleat (DNA),  dan/atau tes bagian tubuh lainnya,
m)    Mengambil sidik jari dan memotret tersangka,

n)       Melakukan pemindaian terhadap orang, barang, binatang, dan


tanaman,

o)       Membuka dan memeriksa setiap barang kiriman melalui pos dan


alat-alat perhubungan lainnya yang diduga mempunyai hubungan
dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor
Narkotika,

p)      Melakukan penyegelan terhadap Narkotika dan Prekursor


Narkotika yang disita,

q)      Melakukan uji laboratorium terhadap sampel dan barang bukti


Narkotika dan Prekursor Narkotika,

r)       Meminta bantuan tenaga ahli yang diperlukan dalam


hubungannya dengan tugas penyidikan penyalahgunaan dan peredaran
gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika, dan

s)       Menghentikan penyidikan apabila tidak cukup bukti adanya


dugaan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor
Narkotika.

Pasal 91

1)      Kepala kejaksaan negeri setempat setelah menerima


pemberitahuan tentang penyitaan barang Narkotika dan Prekursor
Narkotika dari penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia atau
penyidik BNN, dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari wajib
menetapkan status barang sitaan Narkotika dan Prekursor Narkotika
tersebut untuk kepentingan pembuktian perkara, kepentingan
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, kepentingan
pendidikan dan pelatihan, dan/atau dimusnahkan. 
2)      Barang sitaan Narkotika dan Prekursor Narkotika yang berada
dalam penyimpanan dan pengamanan penyidik yang telah ditetapkan
untuk dimusnahkan, wajib dimusnahkan dalam waktu paling lama 7
(tujuh) hari terhitung sejak menerima penetapan pemusnahan dari
kepala kejaksaan negeri setempat. 

3)      Penyidik wajib membuat berita acara pemusnahan dalam waktu


paling lama 1 x 24 (satu kali dua puluh empat) jam sejak pemusnahan
tersebut dilakukan dan menyerahkan berita acara tersebut kepada
penyidik BNN atau penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia
setempat dan tembusan berita acaranya disampaikan kepada kepala
kejaksaan negeri setempat, ketua pengadilan negeri setempat,
Menteri, dan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan.

4)      Dalam keadaan tertentu, batas waktu pemusnahan sebagaimana


dimaksud pada ayat (2) dapat diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka
waktu yang sama.

5)      Pemusnahan barang sitaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)


dilaksanakan berdasarkan ketentuan Pasal 75 huruf k.

6)       Barang sitaan untuk kepentingan pengembangan ilmu


pengetahuan dan teknologi diserahkan kepada Menteri dan untuk
kepentingan pendidikan dan pelatihan diserahkan kepada Kepala BNN
dan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam waktu paling
lama 5 (lima) hari terhitung sejak menerima penetapan dari kepala
kejaksaan negeri setempat.

7)      Kepala BNN dan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia


sebagaimana dimaksud pada ayat (6) menyampaikan laporan kepada
Menteri mengenai penggunaan barang sitaan untuk kepentingan
pendidikan dan pelatihan.
2.9              Pencatatan dan Pelaporan

2.9.1        Pencatatan

Pencatatan merupakan suatu kegiatan yang bertujuan untuk


memonitor transaksi perbekalan farmasi yang keluar dan masuk di
lingkungan IFRS. Adanya pencatatan akan memudahkan petugas untuk
melakukan penelusuran bila terjadi adanya mutu obat yang sub
standar dan harus ditarik dari peredaran. Pencatatan dapat dilakukan
dengan menggunakan bentuk digital maupun manual. Kartu yang umum
digunakan untuk melakukan pencatatan adalah Kartu Stok dan Kartu
Stok Induk (Anonim,2012).

Fungsi:

1)      Kartu stok digunakan untuk mencatat mutasi perbekalan


farmasi (penerimaan, pengeluaran, hilang, rusak, atau kadaluwarsa),

2)      Tiap lembar kartu stok hanya diperuntukkan mencatat data


mutasi 1(satu) jenis perbekalan farmasi yang berasal dari 1 (satu)
sumber anggaran,

3)      Data pada kartu stok digunakan untuk menyusun laporan,


perencanaan pengadaan distribusi dan sebagai pembanding terhadap
keadaan fisik perbekalan farmasi dalam tempat penyimpanan (Depkes
RI,2008)

Hal-hal yang harus diperhatikan:

1)      Kartu stok diletakkan bersamaan/berdekatan dengan


perbekalan farmasi bersangkutan,

2)      Pencatatan dilakukan secara rutin dari hari ke hari,


3)      Setiap terjadi mutasi perbekalan farmasi (penerimaan,
pengeluaran, hilang, rusak/kadaluwarsa) langsung dicatat di dalam
kartu stok,

4)      Penerimaan dan pengeluaran dijumlahkan pada setiap


akhir bulan (Depkes RI,2008)

Informasi yang didapat:

1)      Jumlah perbekalan farmasi yang tersedia (sisa stok),

2)      Jumlah perbekalan farmasi yang diterima,

3)      Jumlah perbekalan farmasi yang keluar,

4)      Jumlah perbekalan farmasi yang hilang/ rusak/ kadaluwarsa,

5)      Jangka waktu kekosongan perbekalan farmasi.

Manfaat informasi yang didapat:

1)      Untuk mengetahui dengan cepat jumlah persediaan perbekalan


farmasi,

2)      Penyusunan laporan,

3)      Perencanaan pengadaan dan distribusi,

4)      Pengendalian persediaan,

5)      Untuk pertanggungjawaban bagi petugas penyimpanan dan


pendistribusian,

6)      Sebagai alat bantu kontrol bagi Kepala IFRS.

Hal-hal yang harus Diperhatikan


1)      Petugas pencatatan dan evaluasi, mencatat segala penerimaan
dan pengeluaran perbekalan farmasi di Kartu Stok Induk.

2)      Kartu Stok Induk adalah :

a)      Sebagai pencerminan perbekalan farmasi yang ada di gudang,

b)      Alat bantu bagi petugas untuk pengeluaran perbekalan farmasi,

c)      Alat bantu dalam menentukan kebutuhan.

3)       Bagian judul pada kartu induk persediaan perbekalan farmasi


diisi dengan :

a)      Nama perbekalan farmasi tersebut,

b)      Sumber/asal perbekalan farmasi,

c)      Jumlah persediaan minimum yang harus ada dalam persediaan,


dihitung sebesar waktu tunggu,

d)     Jumlah persediaan maksimum yang harus ada dalam


persediaan=sebesar stok kerja+waktu tunggu+ stok pengaman.

4)       Kolom-kolom pada Kartu Stok Induk persediaan perbekalan


farmasi diisi dengan:

a)      Tanggal diterima atau dikeluarkan perbekalan farmasi,

b)      Nomor dan tanda bukti misalnya nomor faktur dan lain-lain,

c)      Dari siapa diterima perbekalan farmasi atau kepada siapa


dikirim,

d)     Jumlah perbekalan farmasi yang diterima berdasarkan sumber


anggaran,

e)      Jumlah perbekalan farmasi yang dikeluarkan,

f)       Sisa stok perbekalan farmasi dalam persediaan,


g)      Keterangan yang dianggap perlu, misalnya tanggal dan tahun
kadaluwarsa, nomor batch dan lain-lain.

2.9.2        Pelaporan

Pelaporan adalah kumpulan catatan dan pendataan kegiatan


administrasi perbekalan farmasi, tenaga dan perlengkapan kesehatan
yang disajikan kepada pihak yang berkepentingan.

Tujuan:

a)      Tersedianya data yang akurat sebagai bahan evaluasi,

b)      Tersedianya informasi yang akurat,

c)      Tersedianya arsip yang memudahkan penelusuran surat dan


laporan,

d)     Mendapat data yang lengkap untuk membuat


perencanaan (Depkes RI,2008)

Jenis laporan yang sebaiknya dibuat oleh IFRS meliputi:

N
o Jenis Laporan Kegunaan Ket.

Keuangan (laporan
yang telah
dikeluarkan oleh Untuk keperluan
1. IFRS) audit, wajib dibuat

Mutasi Untuk keperluan


perbekalan perencanaan, wajib
2. farmasi dibuat
Penulisan resep Untuk keperluan
generik dan non pengadaan, wajib
3. generik dibuat

Untuk audit POM


dan keperluan
Narkotika dan perencanaan, wajib
4. Psikotropika dibuat

Untuk keperluan
audit dan
perencanaan, wajib
5. Stok opname dibuat

Untuk keperluan
Pendistribusian, audit dan
berupa jumlah perencanaan, wajib
6. dan rupiah dibuat

Untuk keperluan
audit dan
Penggunaan obat perencanaan, wajib
7. program dibuat

Jaminan Kesehatan
bagi Masyarakat
Miskin Untuk
Pemakaian keperluan audit dan
perbekalan perencanaan, wajib
8. farmasi dibuat

Untuk keperluan
9. Jumlah resep perencanaan

10. Kepatuhan Untuk keperluan


perencanaan,
terhadap informasikan untuk
formularium KFT

Untuk keperluan
perencanaan,
Penggunaan obat informasikan untuk
11. terbesar KFT

Untuk keperluan
perencanaan,
Penggunaan informasikan untuk
12. antibiotik KFT

13. Kinerja Untuk audit

2.10          Monitoring dan Evaluasi

Salah satu upaya untuk terus mempertahankan mutu pengelolaan


perbekalan farmasi dirumah sakit adalah dengan melakukan kegiatan
monitoring dan evaluasi. Kegiatan ini juga bermanfaat sebagai
masukan guna penyusunan perencanaandan pengambilan keputsan.
Pelaksanaan evaluasi dapat dilakukan secara periodic dan berjenjang.
Keberhasilan evaluasi ditentukan oleh supervisor maupun alat yang
digunakan (Depkes RI,2008)

2.10.1          Monitoring

Monitoring adalah proses rutin pengumpulan data dan pengukuran


kemajuan atas objektif program/memantau perubahan yang fokus
pada proses masuk dan keluar.
1)       Monitoring melibatkan perhitungan atas apa yang kita lakukan

2)       Monitoring melibatkan pengamatan atas kualitas dari layanan


yang kita berikan (Depkes RI,2008)

2.10.2    Evaluasi

Evaluasi adalah penggunaan metode penelitian sosial secara


sistematis menginvestigasi efektifitas program dan menilai
kontribusi program terhadap perubahan (Goal/objektif) dan menilai
kebutuhan perbaikan, kelanjutan atau perluasan program
(rekomendasi)

1)      Evaluasi memerlukan desain studi/penelitian,

2)      Evaluasi terkadang membutuhkan kelompok kontrol atau


kelompok pembanding,

3)      Evaluasi melibatkan pengukuran seiring dengan berjalannya


waktu,

4)      Evaluasi melibatkan studi/penelitian khusus.

Kaitan antara Monitoring dan Evaluasi adalah evaluasi memerlukan


hasil dari monitoring dan digunakan untuk kontribusi
program (Anonim, 2012).

Monitoring bersifat spesifik program, sedangkan Evaluasi tidak


hanya dipengaruhi oleh program itu sendiri, melainkan variabel-
variabel dari luar. Tujuan dari Evaluasi adalah evalausi efektifitas
dan cost effectiveness.
Tujuan : meningkankan produktivitas para pengelola perbekalan
farmasi di rumah sakit agar dapat ditingkatkan secara
optimum (Depkes RI,2008)

2.11               Pelayanan farmasi klinik

Pelayan farmasi klinik adalah pendekatan profesional yang


bertangggung jawab dalam menjamin penggunaan sediaan farmasi dan
alat kesehatan sesuai indikasi, efektif, aman dan terjangkau oleh
pasien melalui penerapan pengetahuan, keahlian, keterampilan dan
prilaku tenaga farmasi  serta bekerja sama dengan profesi kesehatan
yang lain. Tujuan pelayanan farmasi klinik adalah:

2)      Memberikan pelayanan farmasi yang dapat menjamin


efektivitas, keamanan dan efisiensi penggunaan obat,

3)      Meningkatkan kerjasama dengan pasien dan profesi kesehatan


lain yang terkait dalam pelayanan farmasi,

4)      Meningkatkan mutu dan memperluas cakupan pelayanan farmasi


di rumah sakit,

5)      Melaksanakan kebijakan obat dirumah sakit dalam rangka


meningkatkan penggunaan obat secara rasional (Anonim.2012).

Karakteristik pelayanan farmasi klinik di rumah sakit adalah :

1)      Berorientasi kepada pasien,

2)      Terlibat langsung di ruang perawatan di rumah sakit (bangsal),

3)      Bersifat pasif, dengan melakukan intervensi setelah


pengobatan dimulai dan memberi informasi bila diperlukan,
4)      Bersifat aktif, dengan memberi  masukkan kepada dokter
sebelum pengobatan dimulai, atau menerbitkan buletin informasi obat
atau pengobatan,

5)      Bertanggungjawab atas semua saran atau tindakan yang


dilakukan,

6)      Menjadi mitra dan pendamping dokter.

Sistem pelayanan kesehatan  pada konteks farmasi klinik, farmasi


adalah ahli pengobatan dalam terapi. Mereka bertugas melakukan
evalusi pengobatan dan memberikan rekomendasi pengobatan, baik
kepada pasien maupun tenaga kesehatan lain. Farmasis merupakan
sumber utama informasi ilmiah terkait dengan penggunaan obat yang
aman, tepat dan cost effective.

Kegiatan pelayanan farmasi klinik meliputi:

b)      Pengkajian resep, yaitu merupakan kegiatan dalam pelayanan


kefarmasian yang dimulai dari seleksi persyaratan administrasi,
persyaratan farmasi dan persyaratan klinis baik untuk pasien rawat
inap maupun rawat jalan,

c)      Dispensing, yaitu merupakan kegiatan pelayanan yang dimulai


dari tahap validasi, interprestasi, menyiapkan/meracik obat,
memberikan label/tiket, penyerahan obat dengan memberikan
informasi obat yang memadai disertai sistem
dokumentasi. Dispensing dibedakan berdasarkan atas sifat sediaan,
yaitu dispensing sediaan farmasi khusus (nutrisi parental dan
pencampuran obat steril) dan dispensing   sediaan farmasi berbahaya
(penanganan obat kanker secara aseptis),

d)     Pemantauan dan pelaporan efek samping obat, yaitu merupakan


pemantauan setiap respon terhadap obat yang merugikan atau tidak
diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan pada
manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi,

e)      Pelayanan informasi obat (PIO), yaitu kegiatan pelayanan yang


dilakukan oleh tenaga farmasi untuk memberikan informasi secara
akurat, tidak bias dan terkini kepada perawat, profesi kesehatan
lainnya dan pasien.

Tujuan dari PIO adalah:

1)      Menyediakan informasi mengenai obat kepada pasien atau


keluarganya dan tenaga kesehatan dilingkungan rumah sakit,

2)      Menyediakan inforamasi untuk kebijakan yang berhubungan


dengan obat yang ditetapkan PFT,

3)       Meningkatkan profesionalisme tenaga farmasi,

4)      Menunjang pengolahan dan terapi obat yang rasional dan


berorientasi pada pasien,

5)      Konseling,adalah suatu proses sistematik untuk


mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah pasien yang berkaitan
dengan pengambilan dan penggunaan obat pasien rawat jalan dan
rawat inap,

6)      Pemantauan kadar obat dalam darah, yaitu melakukan


pemeriksaan kadar beberapa obat tertentu atas permintaan dokter
yang merawat karena indeks terapi yang sempit,

7)      Ronde/visite  pasien, yaitu kegiatan kunjungan ke pasien rawat


inap bersama tim dokter dan tenaga kesehatan lainnya. Hal ini
bertujuan: pemilihan obat, menerapkan secara langsung pengetahuan
farmakologi terapik, menilai kemajuan pasien, bekerja sama dengan
tenaga kesehatan lain,
8)      Pengkajian penggunaan obat, yaitu program evaluasi penggunaan
obat yang terstruktur dan berkesinambungan untuk menjamin obat-
obatan yang digunakan sesuai indikasi, efektif, aman dan terjangkau
oleh pasien (Anonim,2001).

BAB III

PENUTUP

3.1         Kesimpulan

Pengelolaan sediaan farmasi dan alat kesehatan adalah suatu proses


yang merupakan siklus kegiatan yang dimulai dari
perencanaan, pengadaan/produksi, penerimaan, pendistribusian,
pengawasan, pemeliharaan, penghapusan, pemantauan, administrasi,
pelaporan, dan evaluasi yang diperlukan bagi kegiatan pelayanan.
Tujuan pengelolaan sediaan farmasi dan alat kesehatan yaitu agar
tersedianya sediaan farmasi dan alat kesehatan yang bermutu dalam
jumlah dan pada saat yang tepat sesuai spesifikasi dan fungsi yang
ditetapkan oleh panitia farmasi dan terapi secara berdaya guna dan
berhasil guna.

Untuk menyiapkan tenaga professional tersebut diperlukan berbagai


masukan diantaranya adalah tersedianya pedoman yang tepat
digunakan dalam pengelolaan perbekalan farmasi di rumah
IFRS.Mengingat  pentingnya  pelayanan  farmasi  di  rumah  sakit, 
maka  calon apoteker  perlu  memahami  dan  mengenal  peranan 
apoteker  di  rumah  sakit, khususnya Instalasi Farmasi. Hal ini
penting sebagai bekal bagi lulusan Program  Pendidikan  Profesi 
Apoteker  apabila  bekerja  di  rumah  sakit.

Anda mungkin juga menyukai