Anda di halaman 1dari 24

BAB 1

KASUS UNTUK PELAYANAN KEFARMASIAN

Janice merupakan seorang pasien berumur 43 tahun yang memiliki penyakit


diabetes. Apotek yang sering ia datangi telah mengisi resepnya untuk obat diabetes
oral selama 5 tahun terakhir. Hari ini dia memberikan resepnya ke apoteker untuk
obat Humulin 70/30, 35 unit setiap pagi. Dia juga saat ini sedang dirawat karena
glaukoma dan hipotiroidisme. Dia mendapatkan sebagian besar obatnya yang lain
melalui pesanan.(1)
Keika anak Andy sedang mengambil obat ayahnya di apotek, dia
memberitahukan bahwa Andy perlu memberikan 50 mg Demerol dengan suntikan
setiap malam sehingga ia bisa tidur. Andy telah melakukan pengobatan dan perwatan
dengan baik pada saat ini dan ia akan melanjutkannya, kata andi.(1)
Edith menelfon apotek ketika pengantar itu masih di rumahnya. Dia hampir
menangis ketika ia mencoba untuk menjelaskan bahwa dia tidak mampu
meningkatkan harga sebesar 45 dollar untuk tablet
lorazepamnya.(1)
Dalam setiap situasi kenyataan seperti ini,
apoteker dihadirkan untuk membuat keputusan. Mereka
bisa mengabaikan situasi. Mereka bisa membenarkan.
Mereka bisa menginstruksikan pasien atau orang yang
merawatnya untuk membahas masalahnya dengan dokter.
Mereka bisa mencoba memeperbaiki masalah dengan
melakukan konseling, atau mungkin panggilan telepon ke dokter. Atau mereka bisa
mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi dengan pasien, menunjukkan masalah tak
dikenali yang mungkin ada, dan bekerja sama dengan pasien dan atau dokter untuk
memastikan pelayanan yang tepat untuk diberikan pada pasien agar mencapai efek
pengobatan yang diinginkan.(1)

1
A. MENGIKUTI SEBUAH FILOSOFI BARU
Memberikan pelayanan kefarmasian berarti mengikuti filsafat sebuah praktek
di mana apoteker bertanggung jawab untuk memilih keputusan terakhir berdasarkan
pilihan keputusan sebelumnya . Apoteker beranggapan bahwa tugas mereka untuk
memastikan segala sesuatu yang terjadi merupakan kepentingan terbaik untuk pasien.
Apoteker tidak hanya harus mengikuti filosofi ini untuk memberikan pelayanan
kefarmasian, tetapi juga menciptakan lingkungan kerja yang memungkinkan.(2).
Sebuah konsep yang diusulkan oleh Bernard Sorofman, ditunjukkan dalam Tabel I.1,
menunjukkan perubahan yang diperlukan baik di apotek dan memungkinkan
apoteker untuk memberikan pelayanan kefarmasian dalam pengaturan praktik
farmasi.(1)
TABEL I.1. Systems IN PLACE VS. LACK OF Systems

LOKASI APOTEK

Sistem pendukung pelayanan Tidak ada sistem pendukung


kefarmasian ditempat ditempat

Aktivitas pelayanan Pelayanan kefarmasian yang Pelayanan kefarmasian yang


kefarmasian ideal tidak lengkap

Tidak ada aktivitas pelayanan Biasanya mahal dan tidak hati-


Selalu memberikan obat
kefarmasian hati dalam memberikan obat

Ketika apoteker memberikan pelayanan kefarmasian, mereka menggunakan


semua pengetahuan dan keterampilan untuk memberikan keuntungan pada pasien,
dan mereka memberikan pelayanan ini kepada pasien dalam waktu tertentu.
Beberapa aturan dasar yang penting bagi praktisi dalam pelayanan farmasi adalah:
1. Kebutuhan pasien dan pasien berhak untuk menerima jenis pelayanan ini.
2. Mereka sebagai apoteker, memiliki hak lebih untuk memberikan
kenyamanan pada pasien dan pengantaran pengobatan yang aman dari
obat-mereka yang bermanfaat untuk kesehatan pasien hingga jangka
panjang.

2
Mereka secara pribadi harus menyediakan tingkat pelayanan kepada pasien. Tingkat
pelayanan dan bekerja sama dengan pasien melampaui pelayanan tradisional antara
apoteker-pasien. Melebihi pencapaian pelatihan yang diterima di sekolah farmasi
untuk semua tapi khususnya untuk lulusan farmasi terbaru. Pelayanan farmasi
berjalan oleh apoteker dan bisa dianggap sebagai puncak dari apa yang harus
apoteker untuk lakukan untuk pasien dalam sistem pelayanan kesehatan.(1)

B. DARI PRODUK KE ORANG


Pada tahun 1986 karangan berjudul “Drug Don’t Have Doses-People Have
Doses!“ Robert Cipolle mendefinisikan peran apoteker sebagai "Pemecah masalah
klinis" dan berbicara langsung dengan perubahan dalam filsafat praktek dari produk
untuk pasien. Di 1990, Charles Hepler dan Linda Strand memberikan definisi kerja
saat pelayanan kefarmasian: "Penentuan terapi obat yang bertanggung jawab untuk
tujuan mencapai hasil dalam meningkatkan kualitas hidup pasien." Konsep-konsep
mereka diambil sejak dianut oleh Pharmaceutical Association Amerika (APhA) dan
American Society of Health-System Apoteker (ASHP) sebagai inti dari prinsip praktik
untuk pelayanan kefarmasian dan pernyataan tentang pelayanann kefarmasian.
Pernyataan ASHP mendefinisikan misi apoteker dalam menjalankan pelayanan
kefarmasian, yang merupakan "... langsung, penyediaan bertanggung jawab terhadap
pelayanan terkait pengobatan untuk tujuan mencapai hasil yang pasti dan
meningkatkan kualitas hidup pasien."(1)
Berdasarkan prinsip APhA terdapat lima karakteristik dari pelayanan farmasi:
1. Hubungan profesional harus ditetapkan dan dipelihara.
2. Pasien-spesifik informasi medis harus dikumpulkan, disusun, direkam, dan
dipelihara.
3. Informasi medis pasien-spesifik harus dievaluasi dan rencana terapi obat
yang dikembangkan dengan pasien.
4. Apoteker harus memastikan bahwa pasien memiliki semua persediaan,
informasi, dan pengetahuan yang diperlukan untuk melaksanakan rencana
terapi obat.

3
5. Apoteker harus meninjau, memantau, dan memodifikasi rencana terapi yang
diperlukan dan tepat, dalam menunjukkan ke pasien dan pelayanan kesehatan
tim.
Konsep-konsep yang diajukan oleh Hepler dan Strand, APhA, dan ASHP
membentuk dasar untuk pendekatan yang dijelaskan dalam buku ini dan, kami
percaya, prasyarat untuk memberikan setiap layanan pelayanan pasien di apotek.
Tanpa mengikuti filosofi ini, kemampuan apoteker untuk melakukan sumber
daya dan upaya yang diperlukan untuk memberikan pelayanan yang berkualitas
akan berkurang. "Komit" adalah kata kunci, karena tanpa komitmen, pelayanan
menjadi tidak terorganisir, pengiriman layanan menjadi terisolasi untuk pasien
yang tidak terlibat dengan apoteker mereka.(1)

C. HUBUNGAN TERAPETIK
Komponen utama dari pelayanan kefarmasian adalah membentuk hubungan
terapeutik antara apoteker dan pasien. Karena pasien perlu dilibatkan secara aktif
dalam perawatan kesehatan mereka sendiri. Penting agar apoteker dan pasien
mengembangkan hubungan saling percaya dan kolaboratif dengan penyedia layanan
kesehatan lain. Dalam hubungan terapeutik, misalnya seperti membuat perjanjian
dengan pasien: janji untuk melakukan apapun yang mungkin untuk memastikan
pasien mencapai hasil positif dari terapi obat.(3).
Apoteker berkontribusi untuk hubungan profesional ini meliputi:
1. Memegang kesejahteraan pasien
2. Mempertahankan sikap yang tepat untuk mencapai kesejahteraan pasien.
3. Menggunakan pengetahuan profesional dan keterampilan atas nama pasien dalam
hubungan kerja sama
Tanggung jawab pasien termasuk penyediaan informasi pribadi, mengungkapkan
preferensi, dan berpartisipasi dalam pengembangan rencana perawatan. Hubungan
ini difasilitasi oleh komunikasi yang efektif, pengumpulan data yang komprehensif,
dan penekanan pada pasien saat ini dan selanjutnya.(1)

4
D. LEBIH MUDAH DIUCAPKAN DARIPADA DILAKUKAN
Membahas definisi pelayanan farmasi dan bagaimana mengembangkan
ikatan hubungan dengan pasien jauh lebih mudah daripada melakukannya. Apa
pelayanan kefarmasian terlihat seperti ketika diimplementasikan dalam praktek? Ini
tidak terlihat seperti konsultasi, kantor apoteker, teknisi, sistem komputer baru, atau
grafik pasien rinci, meskipun semua ini dapat digunakan untuk memfasilitasi
pemberian layanan farmasi. Dan itu bukan tentang menjalankan tes laboratorium,
melakukan perhitungan dosis, menjawab pertanyaan informasi obat, atau
memberikan informasi tentang farmakokinetika obat ke dokter, meskipun semua
kegiatan ini mungkin terjadi dalam perjalanan menyediakan layanan farmasi untuk
pasien. pelayanan farmasi adalah filsafat, bukan bentuk atau perlengkapan. Makadari
itu, perlu dipupuk rasa kepedulian yang tinggi, terutama pada pasien.(1)
Saat memberikan pelayanan farmasi, apoteker mengenal pasien mereka jauh
lebih baik dari sebelumnya. Apoteker tidak hanya memastikan bagaimana pasien
dapat menerima obat dan bagaimana mereka mengonsumsinya, tetapi juga
bagaimana perasaan dan pengetahuan mereka tentang kesehatan mereka sendiri.
Apoteker mengumpulkan dan mengevaluasi informasi tentang pasien secara
terorganisir, dan menentukan masalah terkait rejimen yang dijalani pasien. Jika
terdapat masalah, apoteker mencari solusi, menyusun rencana untuk memperbaiki
masalah, dan menempatkan rencana itu berlaku untuk membantu pasien. Untuk
melakukan hal ini, apoteker mungkin perlu untuk meningkatkan atau keterampilan
dan pengetahuan di luar yang dibutuhkan. Tindakan apoteker mengambil mungkin
termasuk dalam hubungan terapetik adalah memastikan pasien benar-benar mengerti
bagaimana menggunakan obat. Hal ini dapat melibatkan dokter untuk membahas
kesesuaian obat atau dosis. Atau bekerjasama dengan health provider lain untuk
memastikan bahwa pasien benar-benar menerima regimen obat yang telah
disepakati.(1)

E. RESPON TERHADAP MASALAH DALAM SISTEM


Banyak alasan untuk mengalami perubahan menjadi pelayanan kefarmasian,
tetapi diantaranya karena kekurangan dalam distribusi obat dan adanya kesalahan

5
penggunaan obat dalam sistem saat ini. Manasse
menyimpulkan bahwa sampai 10% rata-rata dari semua
penerimaan rumah sakit mungkin disebabkan oleh
kesalahan obat. Banyak reaksi obat yang merugikan tidak
disadari karena pasien dan penyedia mentolerir atau
mengabaikan efek obat, dengan asumsi mereka berada
pada kondisi di bawah pengobatan atau terkait dengan
beberapa penyakit lain. Kesalahan pengobatan dan ketidakpatuhan juga menjadi
masalah pada pasien yang baru saja keluar dari rumah sakit. Omori et al menemukan
bahwa 32% dari pasien memakai obat yang salah dan 18% memakai dosis yang salah
setelah satu bulan keluar dari rumah sakit. Hasil menunjukkan 43% pasien tidak
dapat mematuhi regimen yang diresepkan untuk satu atau lebih dari resep mereka
dan lebih dari 70% dari ini dengan sengaja tidak mematuhi.(1)

F. KEBUTUHAN PASIEN AKAN BERKEMBANG


Sebuah hasil penelitian baru menunjukkan bahwa obat non-resep adalah obat
yang paling banyak digunakan oleh pasien. Selain itu ditemukan vitamin / produk
mineral sebesar 40% dan produk herbal / suplemen yang digunakan dan 14% dari
populasi. Hasil survei lain menunjukkan bahwa 38% pasien yang dilayani oleh
organisasi pemeliharaan kesehatan atau Health Management Organization (HMO)
melaporkan penggunaan obat herbal dalam 12 bulan terakhir. Sebagai penyedia
layanan kesehatan yang paling mudah diakses, apoteker pasti bisa mengatasi
kebutuhan untuk bantuan dengan terapi ini.(4).
Data tentang peresepan yang tidak sesuai juga mendukung kebutuhan akan
perubahan. Willcox et al melaporkan bahwa 23,5% dari populasi lansia menerima
satu atau lebih obat-obatan dari daftar yang dianggap tidak sesuai untuk orang tua.
Baru-baru ini, Gonzales et al. menemukan bahwa penggunaan antibiotik yang tidak
tepat untuk kondisi di mana antibiotik menawarkan sedikit atau tidak ada manfaat
ada sekitar 21% dari semua antibiotik yang diresepkan untuk orang dewasa di tahun
1992. Studi ini tidak hanya memberikan kesempatan bagi farmasi, tetapi juga
dampak potensial pada hasil pelayanan kesehatan dan biaya jika masalah ini dapat

6
dihilangkan atau berkurang. Beberapa masalah terapi obat ini mungkin bisa ditangani
oleh apoteker dalam rangka memberikan pelayanan tradisional. Rupp et al.
melaporkan bahwa 2,6% dari resep baru yang disajikan di apotek memiliki kesalahan
yang diperlukan intervensi apoteker aktif. Sekitar 80% dari kesalahan berbasis resep
dan kelalaian (informasi yang tidak lengkap atau tidak jelas mengenai obat,
kekuatan, atau arah). Christensen et al. menemukan bahwa sekitar 4% dari resep
yang disajikan ke HMO rawat jalan terdapat masalah, paling sering yakni ditemukan
adanya interaksi obat.(1)

G. MENURUNKAN BIAYA, MENINGKATKAN HASIL


Johnson dan Bootman memperkirakan bahwa karena kegagalan pengobatan
atau masalah medis baru berkembang selama terapi, lebih dari 40% dari pasien tidak
akan memperoleh hasil yang optimal dari terapi obat dalam kondisi saat ini. Dalam
laporan kemudian, Johnson dan Bootman memperkirakan bahwa 59,6% dari biaya
tahunan morbiditas terkait pengobatan dan kematian bagi pasien rawat jalan dapat
dihindari jika apoteker turun tangan untuk mengatasi masalah yang berhubungan
dengan obat. Dalam pengaturan farmasi masyarakat, Currie et al. dan cipolle et al.
mencatat perbedaan dalam masalah yang diidentifikasi pada pasien yang menerima
pelayanan farmasi versus masalah yang diidentifikasi dalam proses pengeluaran,
seperti kebutuhan untuk terapi tambahan obat, obat yang salah, reaksi obat yang
merugikan, dan terapi obat yang tidak perlu. Masalah seperti ini tidak mungkin
diidentifikasi atau ditangani tanpa pelayanan tambahan yang disediakan oleh
apoteker.(1)

H. PERUBAHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP


Tuntutan pasien dan mayarakat semakin beragam akan mutu pelayanan
sehingga mengharuskan adanya perubahan paradigma pelayanan dari paradigmaawal
yang berorientasi pada produk obat menjadi paradigm baru yang berorientasi pada
pasien. Akibat dari perubahan orientasi tersebut, apoteker/asisten apoteker sebagai
tenaga farmasi dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, ketrampilan, dan perilaku
agar dapat berinteraksi langsung dengan pasien.(5) Sejumlah artikel di media massa

7
menyatakan bahwa apoteker tidak selalu melakukan semuanya mereka bisa
melindungi kesehatan masyarakat. Dalam pendapat Gallup Polls, apoteker secara
konsisten dinilai profesional paling tepercaya, namun telah jatuh dalam peringkat
dalam beberapa tahun terakhir. U.S. News an World Report menemukan bahwa
apoteker tidak selalu mendeteksi atau mengintervensi mencegah interaksi obat.
Artikel lain yang dipublikasikan secara luas menunjukkan bahwa perusahaan
asuransi terkadang memberikan tekanan pada pasien dan penyedia layanan kesehatan
untuk mengubah rejimen pengobatan dengan cara yang mungkin tidak sesuai dengan
keinginan pasien. Dalam beberapa kasus apotek dan atau apoteker berkontribusi pada
upaya ini. Ini adalah fakta yang menyedihkan bahwa penggantian saat ini strategi
dan insentif sering menyebabkan apoteker memusatkan perhatian mereka pada
meningkatkan kapasitas resep, memaksimalkan efisiensi, dan mungkin
menghabiskan lebih sedikit waktu daripada lebih banyak bekerja dengan pasien dan
kebutuhan pelayanan kesehatan mereka. Tekanan profesi pada pelayanan
kefarmasian yang dikelola oleh manajer secara terus-menerus, tetapi akan memberi
kita kesempatan baru untuk menetapkan peran profesional dengan pasien.(1).
Kebutuhan untuk perubahan ini tidak baik untuk farmasi. Dalam bukunya The
Age of Paradox, Charles Handy menjelaskan bagaimana kurva sigmoid (Gambar 2)
dapat digunakan untuk menggambarkan perkembangan proses. Sebagaimana
diterapkan pada farmasi, seseorang dapat melihat bahwa ketika kami mengendalikan
profesional keuntungan kami kurva bergerak ke atas. Kemudian kekuatan luar
menciptakan perubahan pada lingkungan hidup kami. Kekuatan kompetitif, pengecer
berkapasitas besar, diskon, dan pesanan pos memasuki gambar. Pembayar pihak
ketiga mulai mengatur ulang aturan dan profitabilitas mulai terbengkalai. Kurva
kami memuncak dan mulai mengarah ke bawah. Handy berpendapat bahwa
rahasianya untuk melanjutkan kesuksesan adalah memulai kurva baru. Apoteker
harus mulai menyediakan sesuatu yang baru dan unik yang dibutuhkan dan
diinginkan oleh sistem pelayanan kesehatan.(1).

8
Gambar I.1. The Sigmoid Curve of Evolving Processes

Kelompok farmasi profesional dan sekolah dan akademi farmasi telah


mengakui bahwa pelayanan kefarmasian bukanlah tren yang sedang lewat, ini adalah
masa depan farmasi. AACP baru-baru ini menegaskan kembali posisinya bahwa misi
praktik farmasi adalah untuk memberikan pelayanan farmasi. AACP juga
merekomendasikan mempercepat laju reformasi kurikulum perguruan tinggi untuk
mempersiapkan lulusan untuk memberikan pelayanan farmasi. Banyak perguruan
tinggi farmasi yang mencurahkan sumber daya yang cukup besar untuk
mengembangkan praktik pelayanan farmasi di apotek komunitas dan pengaturan
pelayanan kesehatan lainnya
Jendela peluang ada di sini sekarang. Dengan berkomitmen pada bentuk
praktik baru dan segera mengambil langkah-langkah konkret, kita dapat membuat
pelayanan kefarmasian menjadi kenyataan. Untuk praktisi individu dan siswa masih
dalam pelatihan, buku ini harus memberikan tips yang solid dan pedoman untuk
meluncurkan praktik pelayanan kefarmasian yang sukses.(1).

9
BAB 2

MENGIDENTIFIKASI MASALAH TERKAIT TERAPI


OBAT

Tujuan dari dilakukannya pharmaceutical care pada apoteker adalah untuk


mencegah terjadinya masalah terapi obat sebelum masalah itu terjadi dan
menyelesaikan masalah yang telah terjadi. Seperti yang telah dijelaskan dalam
APhA’s Principles of Practice for Pharmaceutical Care, apoteker bekerjasama
dengan pasien dan penyedia pelayanan kesehatan lainnya untuk meningkatkan
kesehatan, mencegah penyakit dan memastikan bahwa regimen terapi obat yang
diterima pasien sudah aman dan efektif. Apoteker yang bekerja di bagian pelayanan
kesehatan memberikan kemampuan mereka dalam bagian masalah terapi obat untuk
meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan pasien.(1).

A. SIKLUS PELAYANAN KEFARMASIAN


Praktek dari pelayanan kefarmasian termasuk bagian-bagian lainnya pada
langkah yang diilustrasikan ke dalam diagram Siklus Pelayanan. Poin pertama dari
siklus yaitu mengidentifikasikan masalah terkait terapi obat. Di dalam siklus
pelayanan, apoteker pada awalnya akan bertanya pada diri sendiri bagaimana dia
harus bertindak-apakah pasien mempunyai masalah terapi obat? Jika jawabannya iya,
maka apoteker harus segera bertindak. Langkah selanjutnya yaitu untuk
mendeterminasikan apa yang akan dia lakukan berikutnya, yang melibatkan pada
tujuan terapetik untuk pasien. Kemudian, dia harus memutuskan bagaiman cara yang
terbaik untuk mencapai tujuan. Pada poin ini, apoteker mengembangkan dan
mengimplementasikan rencana pelayanan. Setelah menetapkan rencana, langkah
terakhir yaitu menunjukkan tindak lanjut yang memadai pada pasien dan monitoring
untuk menetapkan apakah tujuan terapetik sudah tercapai.
Jika tujuan telah tercapai, siklus akan berhenti sampai waktu berikutnya
ketika apoteker mempunyai alasan untuk mengevaluasi pasien. Jika tujuan belum

10
tercapai, atau jika kemudian pasien mengembangkan masalah terapi obat, siklus
pelayanan akan dimulai kembali. Setiap apoteker mendeteksi terjadinya masalah
terapi obat, hal tersebut merupakan petunjuk untuk segera bertindak. (1).
Gambar II.1. Siklus Pelayanan Kefarmasian

B. MASALAH TERAPI OBAT, BUKANLAH MASALAH MEDIS


Hal ini penting untuk diketahui bahwa terdapat perbedaan antara masalah
medis dan masalah terapi obat. Masalah medis adalah keadaan sakit: seperti, masalah
yang berakaitan dengan fisiologi hasil dari bukti klinis terkait kerusakan. Sedangkan,
masalah terapi obat, adalah masalah pada pasien yang diakibatkan atau dapat diatasi
dengan obat. Masalah terapi obat biasanya berkembang dari masalah medis.
Hipertensi adalah penyakit, dan merupakan masalah medis. Jika pasien
membutuhkan terapi obat untuk hipertensinya akan tetapi tidak mendapatkan
obatnya, maka ia mengalami masalah terapi obat. Hipertensi bukanlah masalah terapi
obat, tetapi kebutuhan akan terapi obatnya adalah masalah terapi obat.
Setelah apoteker telah memberikan pelayanan farmasi untuk beberapa pasien,
maka apoteker dapat dengan mudah membedakan antara 2 jenis masalah ini.
Bagaimanapun, apoteker harus berhati-hati untuk memastikan bahwa mereka tidak
mencoba untuk mendiagnosa kondisi medis (yang jelas peran dokter). Apoteker juga

11
harus membiasakan diri tidak terbawa dalam diskusi diagnostik ketika pasien
meminta pendapat apoteker tentang kondisi penyakit mereka. (1).

C. MENEMUKAN MASALAH TERAPI OBAT


Ketika apoteker secara kritis mengevaluasi praktek umum mereka, secara
langsung hal tersebut muncul bahwa mereka telah menemukan dan mengatasi
masalah terapi obat. Setiap hari, apoteker menemukan interaksi obat dan duplikasi
terapetik, berdiskusi dengan dokter, mengedukasi pasien, dan melakukan apa yang
dibutuhkan untuk memecahkan masalah yang belum teratasi. Apakah apoteker yang
melakukan hal tersebut telah melakukan pharmaceutical care? Jawabannya ada pada
bagian, bagaimana apoteker mengatasi masalah terapi obat dan bagaimana praktisi
pharmaceutical care memenuhi keseluruhan proses setelah masalah terapi obat
teridentifikasi.
Semua masalah diidentifikasi dengan metode-metode ini yang mempunyai
dua jenis yang mirip: mereka meyatakan masalah dari resep, bukan pasien dengan
masalah. Lebih lanjut lagi, tidak ada yang mewakili masalah bahwa apoteker secara
perlunya dimaksudkan untuk menemukan, apakah hal tersebut merupakan hal yang
rutin terjadi dalam pengisian resep. Saat ini apoteker tidak menemukan masalah
sebanyak masalah yang menemukan mereka. Ditemukannya masalah-masalah
tersebut tidak selalu merupakan tujuan atau terorganisir, tetapi lebih sering sebuah
ketidaksengajaan. (1).

D. LEBIH DARI KONSELING


AphA Principles of Practice For Pharmaceutical Care mendeskripsikan lima
langkah bagi proses pharmaceutical care (ada di dalam kotak). Sebagai seorang
apoteker memberikan semua aktivitas yang diperlukan untuk menyajikan setiap dari
langkah-langkah tersebut, maka dia telah mempraktekan pharmaceutical care.
5 langkah dalam Pharmaceutical Care Process :
1. Sebuah hubungan professional dengan pasien harus ditetapkan.
2. Informasi medis pasien yang spesifik harus dikumpulkan, disusun, direkam,
dan dipelihara.

12
3. Informasi medis pasien yang spesifik harus dievaluasi dan rencana terapi obat
yang dikembangkan bersama dengan pasien.
4. Apoteker harus memastikan bahwa pasien memiliki semua persediaan,
informasi, dan pengetahuan yang diperlukan untuk melaksanakan rencana
terapi obat.
5. Apoteker harus meninjau, memantau, dan memodifikasi rencana terapi yang
diperlukan dengan tepat, bersama dengan pasien dan tim perawatan kesehatan.

Masalah terapi obat dapat diidentifikasi selama langkah 2 dan 3, karena ini
adalah di mana apoteker mengumpulkan data pasien yang spesifik dan kritis serta
meneliti data untuk menentukan apakah masalah ada. Tersirat dalam lima langkah
adalah realitas yang menyediakan pelayanan farmasi membutuhkan seluruh
pergeseran fokus untuk praktek farmasi; bukan berfokus pada produk saja, apoteker
harus menerima tingkat tanggung jawab baru. Apoteker harus yakin bahwa setiap
pengobatan yang diberikan adalah untuk tujuan yang logis dan bahwa obat
memenuhi tujuan terapeutik-tanpa tidak semestinya memberikan efek merugikan
ataupun interaksi obat. Apoteker juga harus memastikan bahwa pasien mampu untuk
melaksanakan rejimen obat seperti yang telah diinstruksikan dan bahwa pasien tidak
mempunyai kondisi yang tidak ditangani yang akan mempengaruhi penambahan
terapi obat. 5 kebutuhan terkait obat pada pasien berhubungan dengan 7 macam
masalah terapi obat (lihat Tabel II.1). Hanya setelah setiap dari 5 kebutuhan sudah
dievaluasi dan apoteker merasa percaya diri bahwa dari setiap hal tersebut telah
terpenuhi dan memberikan cara optimal dapat disimpulkan bahwa pasien tidak
mempunyai masalah terapi obat. (1).

Tabel II.1. Masalah yang Timbul Dari Tidak Bertemunya Kebutuhan Terkait Obat
Kebutuhan Terkait Obat Masalah Terkait Obat (DRP)

Indikasi Sesuai Terapi yang tidak perlu


Salah obat
Efektivitas
Dosis terlalu rendah

13
Dosis terlalu tinggi
Keamanan
Efek samping obat
Kepatuhan Ketidakpatuhan pasien
Indikasi tak terobati Membutuhkan terapi tambahan

E. PENYEBAB DARI MASALAH TERAPI OBAT


Sebagai apoteker mengumpulkan sejarah, mengevaluasi data, dan
mengidentifikasi masalah terapi obat, mereka juga harus menentukan penyebab
setiap masalah. Penyebabnya adalah penting karena menunjukkan rencana terapi
yang potensial yang dapat dilaksanakan untuk memecahkan masalah. Sebuah
beberapa menit ekstra menentukan penyebabnya dapat mencegah apoteker dari
mengembangkan rencana yang tidak pada akhirnya membantu pasien. Obat-obatan
tidak hanaya memiliki efek yang menguntungkan, tetapi dapat menyebabkan reaksi
efek samping yang merugikan. Drug Related Problem (DRP) mencakup semua
masalah yang dapat mempemgaruhi efek farmakoterapi obat yang akan diberrikan
pada pasien.(8).
Setiap masalah terapi obat pada Tabel II.1 memiliki sejumlah penyebab,
seperti yang ditunjukkan pada Tabel II.2. Kedua tabel memberikan bukti kuat bahwa
metode ini dari identifikasi masalah yang cukup. Meskipun metode yang umum
digunakan di apotek hari ini memungkinkan apoteker untuk mengidentifikasi
masalah sesekali dengan resep yang terkait dengan kepatuhan, alergi, interaksi obat,
dll, tidak semua masalah dan penyebab dapat diidentifikasi tanpa data lebih lanjut.
Sebagai contoh, tidak mungkin untuk apoteker untuk menentukan apakah terapi obat
tambahan yang diperlukan kecuali dia menyadari kondisi medis pasien saat ini. (1).

Tabel II.2. Penyebab Dari Masalah Terapi Obat menurut Cipolle and Strand, 1995
MASALAH TERAPI OBAT PENYEBAB
- Obat tidak ada indikasi medis
1. Terapi obat tidak diperlukan - Ketergantungan pada obat
- Terapi tanpa obat lebih sesuai

14
- Terapi duplikasi
- Mengatasi ROTD
- Bentuk sediaan tidak sesuai
- Kontraindikasi
2. Salah obat - Obat tidak sesuai indikasi
- Resistensi obat
- Tersedia obat lain lebih efektif
- Dosis tidak tepat
- Frekuensi tidak tepat
- Durasi tidak tepat
3. Dosis terlalu rendah
- Penyimpanan tidak tepat
- Cara pemberian tidak tepat
- Interaksi obat
- Obat tidak aman untuk pasien
- Reaksi alergi
4. Reaksi obat yang merugikan - Cara pemberian tidak tepat
- Dosis meningkat/menurun denga cepat
- Efek yamg tidak diinginkan
- Dosis tidak sesuai
5. Dosis terlalu tinggi - Frekuensi tidak tepat
- Interaksi obat
- Obat tidak tersedia
- Tidak mampu membeli obat
6. Ketidakpatuhan pasien - Tidak dapat menggunakan obat
- Tidak mengerti cara pemakaian
- Pasien memilih tidak menggunakan obat
- Kondisi tidak tertangani
7. Butuh terapi obat tambahan - Terapi sinergis
- Terapi profilaksis

15
Pendekatan pelayanan farmasi untuk praktek diperlukan untuk dapat
mengidentifikasi pasien dengan masalah, bukan masalah dengan resep dokter. Tanpa
pendekatan ini, hanya sebagian kecil dari masalah terapi obat akan ditemukan dan
ditindaklanjuti. Dan bahkan jika masalah diidentifikasi, tanpa data yang memadai
sulit untuk menentukan mengapa masalah terjadi. Dalam kasus seperti itu, ada
sedikit apoteker dapat lakukan tetapi memberikan konseling pasien lebih lanjut dan
menekankan perlunya kepatuhan. Seorang praktisi pelayanan farmasi,
bagaimanapun, bisa menentukan apakah pasien patuh karena ia memiliki efek yang
merugikan, tidak mampu obat, atau hanya tidak percaya bahwa obat bekerja. Setelah
penyebabnya diketahui, intervensi pendidikan yang sesuai menjadi lebih jelas. (1).

F. MASALAH TERAPI OBAT AKTUAL DAN POTENSIAL


Masalah terapi obat mungkin aktual atau potensial. Masalah aktual adalah
masalah yang telah terjadi, dan apoteker harus mencoba untuk mengatasinya.
Sedangkan masalah potensial adalah masalah yang diperkirakan akan terjadi suatu
hal beresiko untuk terjadi pada pasien. Jika apoteker tidak segera membuat
keputusan. Konsep dari masalah aktual dan potensial dapat menjadi isu yang melekat
dalam hubungan apoteker-dokter. Dalam praktek kefarmasian yang biasanya,
kebanyakan intervensi yang apoteker coba untuk buat dengan dokter adalah terkait
dengan masalah potensial. Seringkali dokter tidak mempertimbangkan masalah
potensial seperti yang dilakukan apoteker. Sebagai contoh yang paling umum adalah
interaksi obat-obat. Kecuali pasien yang sedang menderita akibat toksisitas atau
kurangnya efek klinis karena interaksi obat-obat, hal tersebut merupakan masalah
terapi obat potensial.
Hasilnya seringkali berbeda antara interaksi apoteker-dokter menyangkut
masalah terapi obat. Contohnya, jika apoteker menemukan tidak ada keluhan pada
pasien dengan mahalnya obat hipertensi karena dia tidak mampu membayarnya,
dokter akan segera mengganti dengan obat lain yang mampu dibayar pasien.(9).
Apoteker tidak seharusnya menyimpulkan bahwa masalah potensial
memerlukan penyelesaian. Lebih baik, sebelum memutuskan hubungi dokter mereka
harus mempertimbangkan seberapa parah konsekuensi dari masalah potensial yang

16
dapat terjadi. Contoh: konsekuensi pemberian penisilin kepada pasien yang
mempunyai reaksi alergi sebelumnya terhadap penisilin sangatlah jauh dari
pemberian ibuprofen pada pasien yang mempunyai efek lambung parah saat
diberikan ibuprofen. Dalam kedua kasus ini, apoteker harus segera bertindak
menyelesaikan masalah, tetapi pada akhirnya tetap membutuhkan intervensi dokter.
Apoteker telah dilatih untuk menentukan resep dan mengidentifikasikan
masalah potensial pharmaceutical care akan memberikan proses ini selangkah lebih
maju untuk pasien. Aspek yang paling menantang dari memberikan pelayanan
kefarmasian adalah belajar untuk fokus kepada pasien, tanyakan pertanyaan yang
tepat, dan kembangkan kemampuan penyelidikan dan yang baik pada pasien. (1).
Hal yang harus dilakukan apoteker dalam menangani suatu kasus adalah:
1. Bagaimana seharusnya apoteker mulai mengembangkan hubungan terapeuti
dengan pasien sehingga ia dapat mulai mengumpulkan data yang diperlukan
untuk mengidentifikasi masalah terapi obat.
2. data apa yang perlu dikumpulkan untuk menentukan, apakah
a. ada indikasi yang tepat untuk setiap obat
b. terapi obat yang efektif
c. terapi obat ini aman
d. pasien mampu mematuhi terapi obat
e. ada kondisi yang tidak diobati yang harus diobati dengan terapi obat

17
SKEMA PCNE KLASIFIKASI OBAT-TERKAIT MASALAH
V8.02 (10)

DASAR KLASIFIKASI

KODE DOMAIN PRIMER


Efektivitas pengobatan
P1 Ada (potensial) masalah dengan (kurangnya) efek
farmakoterapi
Masalah
Keamanan pengobatan
(potensial juga)
P2 Pasien menderita, atau bisa menderita, dari efek obat
yang merugikan
P3 Lainnya
Seleksi obat
C1 Penyebab DRP dapat berhubungan dengan pemilihan
obat
Bentuk obat
C2 Penyebab DRP tersebut terkait dengan pemilihan
bentuk obat
Seleksi dosis
C3 Penyebab DRP tersebut terkait dengan pemilihan jadwal
dosis
Penyebab
Lama pengobatan
(termasuk kemungkinan C4
Penyebab DRP adalah terkait dengan durasi pengobatan
penyebab masalah potensial)
Dispensing
C5 Penyebab DRP dapat berhubungan dengan logistic
resep dan proses pengeluaran
Penggunaan obat
Penyebab DRP tersebut terkait dengan cara pasien
C6
mendapat obat dikelola oleh seorang profesional
kesehatan
Terkait pasien
C7
Penyebab DRP dapat berhubungan dengan pasien dan

18
perilaku (disengaja atau tidak disengaja)
C8 Lainnya
I0 Tidak ada intervensi
I1 Tingkat prescriber
Intervensi yang
I2 Tingkat pasien
Direncanakan
I3 Tingkat obat
I4 Lainnya
A1 Penerimaan intervensi
Penerimaan Intervensi A2 Tidak ada penerimaan intervensi
A3 Lainnya
O0 Status masalah yang tidak diketahui
O1 Masalah terselesaikan
Status dari DRP
O2 Masalah terselesaikan sebagian
O3 Masalah tidak terpecahkan

MASALAH – MASALAH
DOMAIN PRIMER KODE MASALAH
Efektivitas Pengobatan P1.1 Tidak ada efek terapi obat / kegagalan terapi
P1.2 Efek pengobatan obat tidak optimal
Ada (potensial) masalah
dengan (kurangnya) efek P1.3 Gejala atau indikasi yang tidak diobati
farmakoterapi
Keamanan Pengobatan

Pasien menderita, atau bisa P2.1 Kejadian obat yang merugikan (mungkin) terjadi
menderita, dari efek obat yang
merugikan
P3.1 Masalah dengan efektivitas biaya pengobatan
Lainnya P3.2 Pengobatan obat yang tidak perlu
P3.3 Masalah / keluhan yang tidak jelas

19
PENYEBAB (TERMASUK KEMUNGKINAN PENYEBAB MASALAH
POTENSIAL)

DOMAIN PRIMER KODE PENYEBAB


C1.1 Obat yang tidak sesuai menurut pedoman/formularium
Seleksi Obat C1.2 Obat yang tidak sesuai (kontraindikasi)
C1.3 Tidak ada indikasi untuk obat
Penyebab DRP dapat C1.4 Kombinasi obat yang tidak tepat
berhubungan dengan C1.5 Duplikasi yang tidak tepat dari kelompok terapeutik
pemilihan obat C1.6 Tidak ada pengobatan meskipun ada indikasi
C1.7 Terlalu banyak obat yang diresepkan untuk indikasi
Bentuk Obat

Penyebab DRP tersebut C2.1 Bentuk obat yang tidak sesuai


terkait dengan pemilihan
bentuk obat
Seleksi Dosis C3.1 Dosis obat terlalu rendah
C3.2 Dosis obat terlalu tinggi
Penyebab DRP tersebut C3.3 Regimen dosis tidak cukup sering
terkait dengan pemilihan C3.4 Rejimen dosis terlalu sering
jadwal dosis C3.5 Penginformasian waktu dosis salah, tidak jelas atau hilang
Durasi Pengobatan C4.1 Lama pengobatan terlalu singkat

Penyebab DRP adalah


C4.2 Lama pengobatan terlalu lama
terkait dengan durasi
pengobatan
Penyerahan C5.1 Obat yang diresepkan tidak tersedia
C5.2 Informasi yang diperlukan tidak disediakan
Penyebab DRP dapat C5.3 Obat, kekuatan atau dosis yang disarankan salah (OTC)
berhubungan dengan logistic
resep dan proses
C5.4 Obat atau kekuatan yang tidak ada
pengeluaran

20
Proses Penggunaan Obat C6.1 Waktu pemberian dan / interval pemberian dosis tidak tepat
C6.2 Pengunaan obat kurang
Penyebab DRP tersebut C6.3 Penggunaan obat berlebihan
terkait dengan cara pasien C6.4 Obat tidak diberikan sama sekali
mendapat obat dikelola oleh
seorang profesional
C6.5 Obat yang salah diberikan
kesehatan

Pasien menggunakan / mengambil lebih sedikit obat


C7.1 daripada yang ditentukan atau tidak ambil obatnya sama
sekali
Terkait Pasien
Pasien menggunakan / mengambil lebih banyak obat
C7.2
daripada yang ditentukan
Penyebab DRP dapat
C7.3 Penggunaan obat berlebihan yang tidak diatur
berhubungan dengan pasien
C7.4 Pasien menggunakan obat yang tidak perlu
dan perilaku (disengaja atau
C7.5 Obat berinteraksi dengan makanan
tidak disengaja)
C7.6 Obat pada pasien tidak tepat
C7.7 Interval waktu atau interval dosis yang tidak tepat
C7.8 Pasien menggunakan obat dengan cara yang salah
C7.9 Pasien tidak dapat menggunakan obat sesuai petunjuk
C8.1 Tidak ada atau pemantauan hasil yang tidak sesuai
Lainnya C8.2 Penyebab lainnya
C8.3 Tidak ada penyebab yang jelas

INTERVENSI YANG DIRENCANAKAN


DOMAIN PRIMER KODE INTERVENSI
Tidak Ada Intervensi I0.1 Tidak Ada Intervensi
I1.1 Hanya informasi yang diinformasikan
I1.2 Preskriber meminta informasi
Tingkat Preskriber
I1.3 Intervensi diusulkan kepada prescriber
I1.4 Intervensi didiskusikan dengan prescriber
Tingkat Pasien I2.1 Konseling pasien (obat-obatan)

21
I2.2 Informasi tertulis disediakan (hanya)
I2.3 Pasien dirujuk ke prescriber
I2.4 Disampaikan kepada anggota keluarga
I3.1 Obat diubah menjadi….
I3.2 Dosis diubah menjadi….
I3.3 Formulasi diubah menjadi ... ..
Tingkat Obat
I3.4 Instruksi penggunaan diubah menjadi ... ..
I3.5 Obat dihentikan
I3.6 Obat baru dimulai
I4.1 Intervensi lainnya
Intervensi Lainnya
I4.2 Efek samping dilaporkan kepada ahli

PENERIMAAN PROPOSAL INTERVENSI

DOMAIN PRIMER KODE IMPLEMENTASI


A1.1 Intervensi diterima dan sepenuhnya dilaksanakan
A1.2 Intervensi diterima, sebagian dilaksanakan
Intervensi Diterima
A1.3 Intervensi diterima tetapi tidak diimplementasikan
A1.4 Intervensi diterima, implementasi tidak diketahui
A2.1 Intervensi tidak diterima: tidak layak
Intervensi Tidak A2.2 Intervensi tidak diterima: tidak ada kesepakatan
Diterima A2.3 Intervensi tidak diterima: alasan lain
A2.4 Intervensi tidak diterima: alasan yang tidak diketahui
A3.1 Intervensi yang diusulkan, penerimaan tidak diketahui
Lainnya
A3.2 Intervensi tidak diusulkan

22
STATUS DARI DRP

DOMAIN PRIMER KODE HASIL AKHIR DARI INTERVENSI


Tidak diketahui O0.1 Status masalah tidak diketahui
Terselesaikan O1.1 Masalah benar-benar terselesaikan
Sebagian Terselesaikan O2.1 Masalah sebagian terselesaikan
O3.1 Masalah tidak terselesaikan, kurangnya
kerjasama pasien
O3.2 Masalah tidak terselesaikan, kurangnya
kerjasama prescriber
Tidak Terselesaikan
O3.3 Masalah tidak terselesaikan, intervensi tidak
efektif
O3.4 Tidak perlu atau kemungkinan untuk
menyelesaikan masalah

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Rovers, J. P., Currie, J. D., Hagel, H. P., Mcdonough, R. P., & Sobotka, J. L.,
editor, A Practice Guide to Pharmaceutical Care. Ed ke-2, Washington D.C.,
American Pharmaceutical Association. 2003.

2. Holland RW, Nimmo CM. Transitions, part 1: beyond pharmaceutical care.


American journal of health-system pharmacy. 1999 Sep 1;56(17):1758-64.

3. Roter D. The medical visit context of treatment decision‐making and the


therapeutic relationship. Health Expectations. 2000 Mar;3(1):17-25.

4. Kaufman DW, Kelly JP, Rosenberg L, Anderson TE, Mitchell AA. Recent
patterns of medication use in the ambulatory adult population of the United
States: the Slone survey. Jama. 2002 Jan 16;287(3):337-44.

5. Putri DR. Pengaruh Kualitas Pelayanan Kefarmasian terhadap Kepuasan,


Kepercayaan, & Loyalitas Konsumen Apotek. Indonesian Journal for Health
Sciences. 2017 Mar 31;1(1):23-9.

6. Cipolle RJ, Strand LM, Morley PC. Pharmaceutical care practice. McGraw-
Hill; 1998.

7. Hepler, CD, Strand, LM, ‘Opportunities and Responsibilities in Pharmaceutical


Care’, American Journal of Hospital Pharmacy. 1990.

8. Krähenbühl-Melcher A, Schlienger R, Lampert M, Haschke M, Drewe J,


Krähenbühl S. Drug-related problems in hospitals. Drug safety. 2007 May
1;30(5):379-407.

9. Mutmainah, Nurul, Syafiah Ernawati, and E. M. Sutrisna. "Identifikasi Drug Related


Problems (Drps) Potensial Kategori Ketidaktepatan Pemilihan Obat Pada Pasien
Hipertensi Dengan Diabetes Mellitus Di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit X Jepara
Tahun 2007."2008.

10. PCNE Classification for Drug Related Problems. V8.02 Pharmaceutical Care
Network Europe Foundation.(2017): 3-7.

24

Anda mungkin juga menyukai