DOSEN
Septi Muharni, , M.Farm,Apt
DISUSUN OLEH:
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah swt. yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyusun makalah dengan judul
Drug Related Problem (DRPs) ini dengan baik.
Makalah ini di ambil dari berbagai sumber-sumber terpercaya dan sudah
banyak di kenal masyarakat yang saya rangkum menjadi satu kesatuan. Makalah
ini diharapkan mampu membantu saya dan anda sekalian yang membacanya
untuk memperdalam pemahaman tentang interaksi antar hormon dan segala hal
1
yang berkaitan dengan hormon. Selain itu, makalah ini juga di harapkan dapat
menjadi bacaan dan bahan ajaran para pembaca sekalian.
Akhir kata saya ucapkan terima kasih pada para pembaca yang berkenan
untuk membaca makalah ini dan untuk dosen pembimbing. Sebagai penyusun
saya begitu berharap agar makalah ini dapat bermanfaat. Kritik dan saran selalu
saya nantikan untuk pengembangan dan kesempurnaan makalah ini agar menjadi
layak untuk di pelajari.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................
i
DAFTAR ISI..............................................................................................................
ii
BAB I PENDAHULUAN
2
..............................................................................................................................
2
BAB II ISI
3.1 KESIMPULAN..............................................................................................
27
3.2 SARAN..........................................................................................................
28
DAFTAR PUSTAKA
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
untuk mengatasi berbagai penyakit yang diderita, seperti pada beberapa
penyakit kroni
1.2 Rumusan masalah
1.Apa yang dimaksud dengan Drug Related Problems (DRPs) ?
2.Apa saja jenis-jenis Drug Related Problems (DRPs) ?
3.Bagaimana tanggung jawab farmasis terhadap Drug Related Problems
(DRPs) ?
4.Bagaimana intruksi menyelesaikan DRP ?
5
BAB II
PEMBAHASAN
6
Kunci utama untuk mengidentifikasi DRPs dan untuk menyusun rencana
yang tepat sebagai respon atas kebutuhan obat pasien secara individu adalah
dengan pasien itu sendiri, apabila pasien menggunakan obat sesuai dengan
aturan pemakaian maka kemungkinan terjadinya DRPs selama pengobatan
dapat dihindari (Cipolle et.al., 1998 : 81).
7
efektifnya terapi sehingga pasien tidak sembuh, atau bahkan dapat
memperburuk kondisi kesehatannya. Hal-hal yang menyebabkan pasien
menerima obat dalam jumlah yang terlalu sedikit antara lain ialah
kesalahan dosis pada peresepan obat, frekuensi dan durasi obat yang tidak
tepat dapat menyebabkan jumlah obat yang diterima lebih sedikit dari
yang seharusnya, penyimpanan juga berpengaruh terhadap beberapa jenis
sediaan obat, selain itu cara pemberian yang tidak benar juga dapat
mengurangi jumlah obat yang masuk ke dalam tubuh pasien.
Ada beberapa faktor pendukung yang menyebabkan kejadian tersebut
yaitu antara lain obat diresepkan dengan metode fixed model (hanya
merujuk pada dosis lazim) tanpa mempertimbangkan lebih lanjut usia,
berat badan, jenis kelamin dan kondisi penyakit pasien sehingga terjadi
kesalahan dosis pada peresepan. Adanya asumsi dari tenaga kesehatan
yang lebih menekankan keamanan obat dan meminimalisir efek toksik
terkadang sampai mengorbankan sisi efektivitas terapi. Ketidakpatuhan
pasien yang menyebabkan konsumsi obat tidak tepat jumlah, antara lain
disebabkan karena faktor ekonomi pasien tidak mampu menebus semua
obat yang diresepkan, dan pasien tidak paham cara menggunakan obat
yang tepat. Misalnya pemberian antibiotik selama tiga hari pada penyakit
ISFA Pneumonia.
5 Dosis Terlalu Besar
Pasien menerima obat dalam jumlah dosis terlalu tinggi dibandingkan
dosis terapinya. Hal ini tentu berbahaya karena dapat terjadi peningkatan
resiko efek toksik dan bisa jadi membahayakan Hal-hal yang
menyebabkan pasien menerima obat dalam jumlah dosis terlalu tinggi
antara lain ialah kesalahan dosis pada peresepan obat, frekuensi dan durasi
minum obat yang tidak tepat. Misalnya, penggunaan fenitoin dengan
kloramfenikol secara bersamaan, menyebabkan interaksi farmakokinetik
yaitu inhibisi metabolisme fenitoin oleh kloramfenikol sehingga kadar
fenitoin dalam darah meningkat.
6 Pasien Mengalami Efek Obat yang Tidak Diinginkan (Adverse Drug
Reaction)
8
Dalam terapinya pasien mungkin menderita ADR yang dapat
disebabkan karena obat tidak sesuai dengan kondisi pasien, cara
pemberian obat yang tidak benar baik dari frekuensi pemberian maupun
durasi terapi, adanya interaksi obat, dan perubahan dosis yang terlalu cepat
pada pemberian obat-obat tertentu.
ADR merupakan respon terhadap suatu obat yang berbahaya dan tidak
diharapkan serta terjadi pada dosis lazim yang dipakai oleh manusia untuk
tujuan profilaksis, diagnosis maupun terapi.
Pada umumnya ADR dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu :
a. Reaksi tipe A
Reaksi tipe A mencakup kerja farmakologis primer atau sekunder yang
berlebihan atau perluasan yang tidak diharapkan dari kerja obat seperti
diuretik mengimbas hipokalemia atau propanolol mengimbas pemblok
jantung. Reaksi ini seringkali bergantung dosis dan mungkin
disebabkan oleh suatu penyakit bersamaan, interaksi obat-obat atau
obat-makanan. Reaksi tipe A dapat terjadi pada setiap orang.
b. Reaksi tipe B
Reaksi tipe B merupakan reaksi idiosinkratik atau reaksi imunologi.
Reaksi alergi mencakup tipe berikut :
Tipe I, anafilaktik (reaksi alergi mendadak bersifat sistemik) atau
segera (hipersensitivitas)
Tipe II, sitotoksik
Tipe III, serum
Tipe IV, reaksi alergi tertunda misalnya penggunaan fenitoin dalam
jangka waktu lama dapat menyebabkan Steven Johnson syndrome.
c. Reaksi Tipe C (berkelanjutan)
Reaksi tipe C disebabkan penggunaan obat yang lama misalnya
analgesik, nefropati.
d. Reaksi Tipe D
Reaksi tipe D adalah reaksi tertunda, misalnya teratogenesis dan
karsinogenesis.
e. Reaksi Tipe E
Reaksi tipe E, penghentian penggunaan misalnya timbul kembali
karena ketidakcukupan adrenokortikal.
7 Terjadinya Interaksi Obat
Interaksi antara obat-obat merupakan masalah yang perlu dihindari.
Semua obat termasuk obat non resep harus dikaji untuk interaksi obat.
9
Apoteker perlu mengetahui interaksi obat-obat yang secara klinik
signifikan. Suatu interaksi dianggap signifikan secara klinik jika hal itu
mempunyai kemungkinan menyebabkan kerugian atau bahaya pada
pasien. Interaksi antar obat dapat berakibat merugikan atau
menguntungkan. Interaksi obat dianggap penting secara klinik bila
berakibat meningkatkan toksisitas dan/atau mengurangi efektivitas obat
yang berinteraksi, terutama bila menyangkut obat dengan batas keamanan
yang sempit.
Mekanisme interaksi obat, yakni :
a Interaksi farmasetik (inkompatibilitas)
Inkompatibilitas ini terjadi di luar tubuh (sebelum obat diberikan)
antara obat yang tidak dapat dicampur (inkompatibel). Pencampuran
obat demikian menyebabkan terjadinya interaksi langsung secara fisik
atau kimiawi yang hasilnya mungkin terlihat sebagai pembentukan
endapan, perubahan warna dan lain-lain, atau mungkin juga tidak
terlihat. Interaksi ini biasanya berakibat inaktifasi obat.
Bagi tenaga kesehatan, interaksi farmasetik yang penting adalah
interaksi antar obat suntik dan interaksi antara obat suntik dengan
cairan infus.
b Interaksi farmakokinetik
Interaksi farmakokinetik terjadi bila salah satu obat mempengaruhi
absorpsi, distribusi, metabolisme atau ekskresi obat kedua sehingga
kadar plasma obat kedua meningkat atau menurun. Akibatnya, terjadi
peningkatan toksisitas atau penurunan efektivitas obat tersebut.
Interaksi farmakokinetik tidak dapat diekstrapolasikan ke obat lain
yang segolongan dengan obat yang berinteraksi, sekalipun struktur
kimianya mirip, karena antara obat segolongan terdapat variasi sifat-
sifat fisiko kimia yang menyebabkan variasi sifat-sifat
farmakokinetiknya. Misalnya, penggunaan ketokonazol dan
paracetamol secara bersamaan, menyebabkan inhibisi metabolisme
paracetamol oleh ketokonazol sehingga kadar paracetamol meningkat.
c Interaksi farmakodinami
10
Interaksi farmakodinamik adalah interaksi antara obat yang bekerja
pada sistem reseptor, tempat kerja atau sistem fisiologik yang sama
sehingga terjadi efek yang aditif, sinergistik atau antagonistik.
Interaksi farmakodinamik merupakan sebagian besar dari interaksi
obat yang penting dalam klinik. Berbeda dengan interaksi
farmakokinetik, interaksi farmakodinamik seringkali dapat
diekstrapolasikan ke obat lain yang segolongan dengan obat yang
berinteraksi, karena penggolongan obat memang berdasarkan
persamaan efek farmakodinamiknya. Misalnya, penggunaan warfarin
dan aspirin dapat meningkatkan terjadinya perdarahan.
8 Ketidakpatuhan Pasien (Pasien Mengalami Kondisi Keadaan Yang Tidak
Diinginkan Akibat TidakMinum Obat Secara Benar)
Kepatuhan adalah tingkat ketepatan perilaku seorang individu dengan
nasehat medis atau kesehatan. Kepatuhan pasien untuk minum obat
dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain :
a Persepsi tentang kesehatan
b Pengalaman mengobati sendiri
c Pengalaman dengan terapi sebelumnya
d Lingkungan (teman, keluarga)
e Adanya efek samping obat
f Keadaan ekonomi
g Interaksi dengan tenaga kesehatan (dokter, apoteker, perawat).
Akibat dari ketidakpatuhan (non-compliance) pasien untuk mengikuti
aturan selama pengobatan dapat berupa kegagalan terapi dan toksisitas.
Ketidakpatuhan seolah-olah diartikan akibat kelalaian dari pasien, dan
hanya pasienlah yang bertanggung jawab terhadap hal-hal yang terjadi
akibat ketidakpatuhannya. Padahal penyebab ketidakpatuhan bukan
semata-mata hanya kelalaian pasien dalam mengikuti terapi yang telah
ditentukan, namun banyak faktor pendorongnya, yaitu :
a Obat tidak tersedia
Tidak tersedianya obat yang dibutuhkan pasien diapotek terdekat
menyebabkan pasien enggan untuk menebus obat keapotek lain.
b Regimen yang kompleks
Jenis sediaan obat terlalu beragam, misalnya pada saat bersamaan
pasien mendapat sirup, tablet, tablet hisap, dan obat inhaslasi, hal ini
dapat menyebabkan pasien enggan minum obat.
11
c Usia lanjut
Misalnya, banyak pasien geriatrik menggunakan lima atau eman obat-
obatan beberapa kali dalam sehari pada waktu yang berbeda.
Kesamaan penampilan seperti ukuran, warna, atau bentuk obat-obat
tertentu dapat berkontribusi pada kebingungan. Beberapa pasien
geriatrik dapat mengalami hilang daya ingat yang membuat ketidak
patuhan lebih mungkin.
d Lamanya terapi
Pemberian obat dalam jangka panjang misalnya pada penderita TBC,
DM, arthritis, hipertensi dapat mempengaruhi kepatuhan pasien,
dimana pasien merasa bosan dalam penggunaan obat tersebut yang
menyebabkan efek terapi tidak tercapai.
e Hilangnya gejala
Pasien dapat merasa lebih baik setelah menggunaan obat dan merasa
bahwa ia tidak perlu lebih lama menggunakan obatnya setelah reda.
Misalnya, ketika seorang pasien tidak menghabiskan obatnya selama
terapi antibiotik setelah ia merasa bahwa infeksi telah terkendali. Hal
ini meningkatkan kemungkinan terjadinya kembali infeksi, sehingga
pasien wajib diberi nasehat untuk menggunakan seluruh obat selama
terapi antibiotik.
f Takut akan efek samping
Timbulnya efek samping setelah meminum obat, seperti : ruam kulit
dan nyeri lambung atau timbulnya efek ikutan seperti urin menjadi
merah karena minum obat rimpafisin dapat menyebabkan pasien tidak
mau menggunakan obat.
g Rasa obat yang tidak enak
h Masalah rasa obat-obatan paling umum dihadapi dengan penggunaan
cairan oral oleh anak-anak, misalnya dalam formulasi obat cair oral
bagi anak-anak penambahan penawar rasa dan zat warna dilakukan
untuk daya tarik, sehingga mempermudah pemberian obat dan
meningkatkan kepatuhan.
i Tidak mampu membeli obat
12
Ketidakpatuhan sering terjadi dengan penggunaan obat yang relatif
mahal, pasien akan lebih enggan mematuhi instruksi penggunaan obat
yang lebih mahal.
j Pasien lupa dalam pengobatan.
k Kurangnya pengetahuan terhadap kondisi penyakit, pentingnya terapi
dan petunjuk penggunaan obat.
Pasien biasanya mengetahui relatif sedikit tentang kesakitan mereka,
apalagi manfaat dan masalah terapi yang diakibatkan oleh obat.
Biasanya pasien menetapkan pikiran sendiri berkenaan dengan kondisi
dan pengharapan yang berkaitan dengan efek terapi obat. Jika terapi
tidak memenuhi harapan, mereka cenderung tidak patuh. Oleh karena
itu diperlukan edukasi pada pasien tentang kondisi penyakitnya,
manfaat serta keterbatasan terapi obat.
Dari beberapa faktor pendorong terjadinya ketidakpatuhan, apoteker
memiliki peran untuk meningkatkan kepatuhan pasien dengan
memberikan informasi tentang pentingnya pengobatan pada keadaan
penyakit pasien. Selain itu, diperlukan juga komunikasi yang efektif antara
dokter dan apoteker sehingga upaya penyembuhan kondisi penyakit pasien
dapat berjalan dengan baik.
3 Komponen DRPs
Suatu kejadian dapat disebut DRPs bila memenuhi dua komponen berikut :
1 Kejadian tidak diinginkan yang dialami pasien
Kejadian ini dapat berupa keluhan medis, gejala, diagnosis penyakit,
ketidakmampuan (disability) atau sindrom; dapat merupakan efek dari
kondisi psikologis, fisiologis, sosiokultural atau ekonomi.
2 Hubungan antara kejadian tersebut dengan terapi obat
Bentuk hubungan ini dapat berupa konsekuensi dari terapi obat maupun
kejadian yang memerlukan terapi obat sebagai solusi maupun preventif.
Sebagai pengemban tugas pelayanan kefarmasian, seorang farmasis
memiliki tanggung jawab terhadap adanya DRPs yaitu dalam hal:
a. Mengidentifikasi masalah
b. Menyelesaikan masalah
c. Melakukan tindakan untuk mencegah terjadinya DRPs
13
Dalam mengidentifikasi dan memecahkan Drug Related Problems
(DRPs) baik aktual maupun potensial menggunakan modul 1-5 yaitu:
14
5 Modul 5: Pharmacist Care Plan Monitoring Worksheet (PCPMW)
PCPMW berfungsi untuk mengarahkan farmasis dalam melakukan
monitoring secara efektif dalam pelaksanaan Pharmacist Care Plan (PCP).
Pada PCPMW dilakukan pencatatan efektivitas dari terapi, ataupun
kemungkinan efek samping obat yang dialami pasien.
Permasalahan
Kode
Domain Primer v6.2 Permasalahan
15
P1.3 Efek yang tidak diinginkan dari
terapi.
buruk. P1.4
Indikasi tidak tertangani.
16
Penyebab
(satu masalah dapat disebabkan banyak hal)
Kode
Domain Primer v6.2 Penyebab
C1.4
Duplikasi yang tidak tepat
C1.8 sinergistik/pemcegahan
namun tidak diberikan
17
dengan pemilihan bentuk
sediaan obat.
Memburuknya/membaiknya
18
C5.3 Obat yang dikonsumsi
berlebih
C5.5
Obat yang digunakan salah
instruksi penggunaan pada etiket.
C5.6
Penyalahgunaan obat
C7.1
Pasien lupa minum obat
Pasien mengkonsumsi
Pasien
C7.3 makanan yang berinteraksi
Penyebab DRP berkaitan
dengan obat
dengan kepribadian atau
perilaku pasien. C7.4 Pasien tidak benar
menyimpan obat
19
C8.1
Penyebab lain
Berikut adalah Intervensi terhadap permasalahan terkait obat terbaru (versi 6.2)
menurut PCNE (Pharmaceutical Care Network Europe Foundation).
Intervensi
(satu masalah dapat mendorong lebih dari satu intervensi)
Kode
Domain Primer v6.2 Intervensi
I0.0
Tidak Ada Intervensi Tidak Ada Intervensi
I1.2
Dokter meminta informasi
20
I1.5 Mengajukan intervensi,
respon tidak diketahui
I3.2
Mengganti dosis
I3.5
Menghentikan pengobatan
I3.6
Memulai pengobatan baru
I4.1
Intervensi lain
21
Berikut adalah klasifikasi efek dari intervensi terhadap permasalahan terkait
obat terbaru (versi 6.2) menurut PCNE (Pharmaceutical Care Network Europe
Foundation).
Kode
Domain Primer v6.2 Efek Dari Intervensi
22
mungkin terselesaikan
23
Obat-obatan dalam resep saling berinteraksi seperti warfarin dan vitamin K
bersifat antagonis, atau obat dengan makanan semisal susu dan tetrasiklin
membentuk khelat/kompleks yang tidak bisa diabsorpsi.
24
6. Pasiendengan terapi obat untuk penyembuhan
dapatmenghindari reaksi yang merugikan dengan
pengobatanlainnya
Obat tidak tepat 1. Pasien dimana obatnya tidak efektif
2. Pasien alergi
(Wrong drug)
3. Pasien penerima obat yang paling tidak efektif
untuk indikasi pengobatan
4. Pasien dengan faktor resiko pada kontraindikasi
penggunaanobat
5. Pasien menerima obat efektif tetapi least costly
6. Pasien menerima obat efektif tetapi tidak aman
7. Pasien yang terkena infeksi resisten terhadap
obat yang diberikan
Dosis terlalu 1. Pasien menjadi sulit disembuhkan dengan terapi
rendah (Inadequate obat yang digunakan
2. Pasien menerima kombinasi produk yag tidak
dosage)
perlu dimana single drug dapat memberikan
pengobatan yang tepat
3. Pasien alergi
4. Dosis yang digunakan terlalu rendah untuk
menimbulkanrespon
5. Konsentrasi obat dalam serum pasien di bawah
rangeterapeutik yang diharapkan
6. Waktu prophylaksis (presurgikal) antibiotik
diberikan terlalucepat
7. Dosis dan fleksibilitas tidak cukup untuk pasien
8. Terapi obat berubah sebelum terapetik percobaan
cukupuntuk pasien
9. Pemberian obat terlalu cepat
Reaksi obat yang 1. Pasien dengan faktor resiko yang berbahaya bila
Merugikan obatdigunakan
2. Ketersediaan dari obat dapat menyebabkan
(Adverse drug
interaksi dengan obat lain atau makanan pasien
reaction)
3. Efek dari obat dapat diubah oleh substansi
makanan pasien
4. Efek dari obat diubah enzym inhibitor atau
induktor dari obatlain
5. Efek dari obat diubah dengan pemindahan obat
25
dari bindingsite oleh obat lain
6. Hasil laboratorium dapat berubah karena
gangguan obat lain
Dosis telalu tinggi 1. Dosis terlalu tiggi
2. Konsentrasi obat dalam serum pasien di atas
(Over dosage)
therapeuticrange obat yang diharapkan
3. Dosis obat meningkat terlalu cepat
4. Obat, dosis, rute, perubahan formulasi yang tidak
tepat
5. Dosis dan interval flexibility tidak tepat
Ketidakpatuhan 1. Pasien tidak menerima aturan pemkaian obat
pasien yang tepat (penulisan, obat, pemberian,
(Uncompliance) pemakaian)
2. Pasien tidak menuruti (ketaatan) rekomendasi
yang diberikan untuk pengobatan
3. Pasien tidak mengambil obat yang diresepkan
karena harganya mahal
4. Pasien tidak mengambil beberapa obat yang
diresepkankarena kurang mengerti
5. Pasien tidak mengambil beberapa obat yang
diresepkansecara konsisten karena merasa sudah
sehat
(Cipolle et al., 1998)
26
BAB III
PENUTUP
1 Kesimpulan
1 Drug Related Problems (DRPs) adalah kejadiankejadian yang tidak
diinginkan, yang dialami oleh pasien yang berkaitan atau dianggap
berkaitan dengan terapi obat dan yang benarbenar atau berpotensi
mengganggu proses penyembuhan yang diharapkan oleh pasien
27
2 Komponen Drug Related Problem (DRP) :
a Kejadian tidak diinginkan yang dialami pasien
b Hubungan antara kejadian tersebut dengan terapi obat
3 Tanggung jawab seorang farmasis dalam Drug Related Problem (DRP) :
a Mengidentifikasi masalah
b Menyelesaikan masalah
c Melakukan tindakan untuk mencegah terjadinya DRP
4 Kategori Drug Related Problem(DRP)
a Membutuhkan Obat Tambahan (Indikasi Butuh Obat)
b Obat Tanpa Indikasi yang Sesuai
c Menerima Obat yang Salah
d Dosis Terlalu Kecil
e Dosis Terlalu Besar
f Pasien Mengalami Efek Obat yang Tidak Diinginkan (Adverse Drug
Reaction)
g Terjadinya Interaksi Obat
h Ketidakpatuhan Pasien (Pasien Mengalami Kondisi Keadaan Yang
Tidak Diinginkan Akibat Tidak Minum Obat Secara Benar)
5 Cara identifikasi Drug Related Problem (DRP)
a. Pharmacist Patient Data Base
b. Drug Therapy Assesment Worksheet (DTAW)
c. Drug Therapy Problem List (DTPL)
d. Pharmacist Care Plan (PCP)
e. Pharmacist Care Plan Monitoring Worksheet (PCPMW)
3.2 Saran
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun
agar dalam pembuatan makalah selanjutnya bisa lebih baik lagi, atas perhatiannya
kami ucapkan terimakasih.
28
DAFTAR PUSTAKA
Charles, J.P. Siregar, Lia Amalia. 2003. Farmasi Rumah Sakit: Teori dan
Penerapan. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta
Cipolle, R.J., Strand, L.M., and Morley, P.C., 1998, Pharmaceutical care practice,
McGraw-Hill Companies, Inc, New York
Departemen Kesehatan RI. 2009. Pedoman Pemantauan Terapi Obat. Direktorat
Bina Farmasi Komunitas Dan Klimik. Jakarta
Furqani, W.H., Zulfan, Z., Nabilah, N., Siti, S. Rizky, A dan Keri, L. 2015.
Permasalahan Terkait Obat (Drug Related Problems/DRPs) Pada
Penatalaksanaan Penyakit Ginjal Kronis dengan Penyulit Penyakit Arteri
Koroner. Jurnal Farmasi Klinik Indonesia, Vol. 4, No.2, Halaman 141-150
29