Anda di halaman 1dari 29

Makalah Farmasi Klinik

Drug Related Problem (DRPs)

DOSEN
Septi Muharni, , M.Farm,Apt

DISUSUN OLEH:

1 Dhea Rizky Wannisah Putri ( 1501007 )


2 Idhadi Putra ( 1501021 )
3 Sherly Ramadhani (1501044 )
4 Tiara Laras Suci ( 1501047 )
5 Uswatun Hassanah ( 1501049 )

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI RIAU
YAYASAN UNIVERSITAS RIAU
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah swt. yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyusun makalah dengan judul
Drug Related Problem (DRPs) ini dengan baik.
Makalah ini di ambil dari berbagai sumber-sumber terpercaya dan sudah
banyak di kenal masyarakat yang saya rangkum menjadi satu kesatuan. Makalah
ini diharapkan mampu membantu saya dan anda sekalian yang membacanya
untuk memperdalam pemahaman tentang interaksi antar hormon dan segala hal

1
yang berkaitan dengan hormon. Selain itu, makalah ini juga di harapkan dapat
menjadi bacaan dan bahan ajaran para pembaca sekalian.
Akhir kata saya ucapkan terima kasih pada para pembaca yang berkenan
untuk membaca makalah ini dan untuk dosen pembimbing. Sebagai penyusun
saya begitu berharap agar makalah ini dapat bermanfaat. Kritik dan saran selalu
saya nantikan untuk pengembangan dan kesempurnaan makalah ini agar menjadi
layak untuk di pelajari.

Pekanbaru, 05 April 2017

Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................
i

DAFTAR ISI..............................................................................................................
ii

BAB I PENDAHULUAN

1.2 LATAR BELAKANG


........................................................................................................................
1

1.2 TUJUAN PENULISAN

2
..............................................................................................................................
2

1.3 RUMUSAN MASALAH


........................................................................................................................
2

BAB II ISI

2.1 DRUG RELATEDPROBLEMS (DPRs)


........................................................................................................................
3
2.2 KATEGORI DRUG RELATED PROBLEMS (DPRs)
........................................................................................................................
4
2.3 KOMPONEN DPRs
........................................................................................................................
11
2.4 CARA IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS (DPRs)
........................................................................................................................
11
2.5 JENIS-JENIS DPRs
........................................................................................................................
23

BAB III PENUTUP

3.1 KESIMPULAN..............................................................................................
27

3.2 SARAN..........................................................................................................
28

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pharmaceutical care berkembang akibat dari sejarah perkembangan obat
yang mengakibatkan makin banyaknya DRPs (Drug Related Problems).
Terlihat dari catatan sejarah bahwa di USA pada tahun 1997, 140.000
kematian dan 1 juta pasien dirawat dirumah sakit akibat adanya DPRs dari
obat yang diresepkan (Cipolle et al., 1998). Identifikasi, pencegahan dan
pemecahan terhadap timbulnya DRPs merupakan aktivitas utama dalam
pharmaceutical care.
Drug Related Problems (DRPs) merupakan suatu kejadian yang tidak
diharapkan dari pengalaman pasien akibat terapi obat sehingga secara aktual
maupun potensial dapat mengganggu keberhasilan penyembuhan yang
diharapkan (Cipolle et al., 1998)
DRPs dapat diatasi atau dicegah ketika penyebab dari masalah tersebut
dipahami dengan jelas. Dengan demikian perlu untuk mengidentifikasi dan
mengkatagorikan DRPs dan penyebabnya.
Kunci utama untuk mengidentifikasi DRPs dan untuk menyusun rencana
yang tepat sebagai respon atas kebutuhan obat pasien secara individu adalah
dengan pasien itu sendiri, apabila pasien menggunakan obat sesuai dengan
aturan pemakaian maka kemungkinan terjadinya DRPs selama pengobatan
dapat dihindari (Cipolle et.al., 1998 : 81)
Farmasis dalam kaitannya dengan Pharmaceutical care harus memastikan
bahwa pasien mendapatkan terapi obat yang tepat, efisien dan aman. Hal ini
melibatkan tiga fungsi umum, yaitu: mengidentifikasi DRPs yang terjadi dan
potensial terjadi, mengatasi DRPs yang terjadi, mencegah terjadinya DPRs
yang potensial terjadi (Rovers et.al., 2003). Munculnya DRPs dapat dipicu
dengan semakin meningkatnya jenis dan jumlah obat yang dikonsumsi pasien

4
untuk mengatasi berbagai penyakit yang diderita, seperti pada beberapa
penyakit kroni
1.2 Rumusan masalah
1.Apa yang dimaksud dengan Drug Related Problems (DRPs) ?
2.Apa saja jenis-jenis Drug Related Problems (DRPs) ?
3.Bagaimana tanggung jawab farmasis terhadap Drug Related Problems
(DRPs) ?
4.Bagaimana intruksi menyelesaikan DRP ?

1.3 Tujuan Makalah


1.Untuk mengetahui pengertian Drug Related Problems (DRPs)
2.Untuk mengetahui jenis-jenis Drug Related Problems (DRPs)
3.Untuk mengetahui tanggung jawab seorang farmasis terhadap Drug
Related Problems (DRPs)
4.Untuk mengetahui bentuk blanko Drug Related Problems (DRPs)

5
BAB II
PEMBAHASAN

1 Drug Related Problems (DRPs)


Drug Related Problems (DRPs) merupakan suatu kejadian yang tidak
diharapkan dari pengalaman pasien akibat terapi obat sehingga secara aktual
maupun potensial dapat mengganggu keberhasilan penyembuhan yang
diharapkan (Cipolle et al., 1998)
DRPs dibagi menjadi dua yaitu DRPs aktual dan DRPs potensial, tetapi
pada kenyataannya problem yang muncul tidak selalu terjadi dengan
segera.DRPs aktual adalah suatu masalah yang sedang terjadi berkaitan
dengan terapi yang sedang diberikan pada pasien. DRPs potensial adalah suatu
masalah yang diperkirakan akan terjadi berkaitan dengan terapi yang sedang
diberikan pada pasien (Cipolle et al., 1998)
Penggunaan obat yang tidak tepat atau tidak rasional telah menjadi
masalah tersendiri dalam pelayanan kesehatan, masalah ini dapat dijumpai di
unitunit pelayanan kesehatan seperti di rumah sakit maupun di Puskesmas
(Depkes RI, 2009)
Masalahmasalah yang berkaitan dengan penggunaan obat adalah suatu
kejadian atau keadaan yang melibatkan terapi obat dan nyata atau mungkin
mempengaruhi hasil optimal untuk pasien (Siregar dan Amalia, 2003)
Praktek pelayanan farmasi klinik mengharuskan setiap farmasis
meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya dalam proses pelayanan
kesehatan, memahami penyakit dan terapinya dengan memperhatikan kondisi
pasien secara individual, mampu mengidentifikasi dan menatalaksana problem
kesehatan yang terkait dengan penggunaan obat DRP, dan mampu bekerja
sama langsung dalam perawatan penderita (Cipolle et al., 1998)
DRPs dapat diatasi atau dicegah ketika penyebab dari masalah tersebut
dipahami dengan jelas. Dengan demikian perlu untuk mengidentifikasi dan
mengkatagorikan DRPs dan penyebabnya.

6
Kunci utama untuk mengidentifikasi DRPs dan untuk menyusun rencana
yang tepat sebagai respon atas kebutuhan obat pasien secara individu adalah
dengan pasien itu sendiri, apabila pasien menggunakan obat sesuai dengan
aturan pemakaian maka kemungkinan terjadinya DRPs selama pengobatan
dapat dihindari (Cipolle et.al., 1998 : 81).

2 Kategori Drug Related Problems (DRPs)


1 Membutuhkan Obat Tambahan (Indikasi Butuh Obat)
Penyebabnya yaitu pasien membutuhkan obat tambahan misalnya
untuk profilaksis atau pramedikasi, memiliki penyakit kronik yang
memerlukan pengobatan kontinu, memerlukan terapi kombinasi untuk
menghasilkan efeksinergis atau potensiasi dan atau ada kondisi kesehatan
baru yang memerlukan terapi obat.
2 Obat Tanpa Indikasi yang Sesuai
Hal ini dapat terjadi sebagai berikut : menggunakan obat tanpa indikasi
yang tepat, dapat membaik kondisinya dengan terapi non obat, minum
beberapa obat padahal hanya satu terapi obat yang diindikasikan atau
minum obat untuk mengobati efek samping.
Merupakan tanggung jawab farmasi agar pasien tidak menggunakan
obat yang tidak memiliki indikasi yang tepat. DRP kategori ini dapat
menimbulkan implikasi negatif pada pasien berupa toksisitas atau efek
samping, dan membengkaknya biaya yang dikeluarkan diluar yang
seharusnya. Misalnya, pasien yang menderita batuk dan flu mengkonsumsi
obat batuk dan analgesik-antipiretik terpisah padahal dalam obat batuk
tersebut sudah mengandung paracetamol.
3 Menerima Obat yang Salah
Kasus yang mungkin terjadi adalah : obat tidak efektif, ketidak tepatan
pemilihan obat, alergi, adanya resiko kontraindikasi, resisten terhadap
obatyang diberikan, kombinasi obat yang tidak perlu dan atau obat bukan
yang paling aman.

4 Dosis Terlalu Kecil


Pasien menerima obat dalam jumlah lebih kecil dibandingkan dosis
terapinya. Hal ini dapat menjadi masalah karena menyebabkan tidak

7
efektifnya terapi sehingga pasien tidak sembuh, atau bahkan dapat
memperburuk kondisi kesehatannya. Hal-hal yang menyebabkan pasien
menerima obat dalam jumlah yang terlalu sedikit antara lain ialah
kesalahan dosis pada peresepan obat, frekuensi dan durasi obat yang tidak
tepat dapat menyebabkan jumlah obat yang diterima lebih sedikit dari
yang seharusnya, penyimpanan juga berpengaruh terhadap beberapa jenis
sediaan obat, selain itu cara pemberian yang tidak benar juga dapat
mengurangi jumlah obat yang masuk ke dalam tubuh pasien.
Ada beberapa faktor pendukung yang menyebabkan kejadian tersebut
yaitu antara lain obat diresepkan dengan metode fixed model (hanya
merujuk pada dosis lazim) tanpa mempertimbangkan lebih lanjut usia,
berat badan, jenis kelamin dan kondisi penyakit pasien sehingga terjadi
kesalahan dosis pada peresepan. Adanya asumsi dari tenaga kesehatan
yang lebih menekankan keamanan obat dan meminimalisir efek toksik
terkadang sampai mengorbankan sisi efektivitas terapi. Ketidakpatuhan
pasien yang menyebabkan konsumsi obat tidak tepat jumlah, antara lain
disebabkan karena faktor ekonomi pasien tidak mampu menebus semua
obat yang diresepkan, dan pasien tidak paham cara menggunakan obat
yang tepat. Misalnya pemberian antibiotik selama tiga hari pada penyakit
ISFA Pneumonia.
5 Dosis Terlalu Besar
Pasien menerima obat dalam jumlah dosis terlalu tinggi dibandingkan
dosis terapinya. Hal ini tentu berbahaya karena dapat terjadi peningkatan
resiko efek toksik dan bisa jadi membahayakan Hal-hal yang
menyebabkan pasien menerima obat dalam jumlah dosis terlalu tinggi
antara lain ialah kesalahan dosis pada peresepan obat, frekuensi dan durasi
minum obat yang tidak tepat. Misalnya, penggunaan fenitoin dengan
kloramfenikol secara bersamaan, menyebabkan interaksi farmakokinetik
yaitu inhibisi metabolisme fenitoin oleh kloramfenikol sehingga kadar
fenitoin dalam darah meningkat.
6 Pasien Mengalami Efek Obat yang Tidak Diinginkan (Adverse Drug
Reaction)

8
Dalam terapinya pasien mungkin menderita ADR yang dapat
disebabkan karena obat tidak sesuai dengan kondisi pasien, cara
pemberian obat yang tidak benar baik dari frekuensi pemberian maupun
durasi terapi, adanya interaksi obat, dan perubahan dosis yang terlalu cepat
pada pemberian obat-obat tertentu.
ADR merupakan respon terhadap suatu obat yang berbahaya dan tidak
diharapkan serta terjadi pada dosis lazim yang dipakai oleh manusia untuk
tujuan profilaksis, diagnosis maupun terapi.
Pada umumnya ADR dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu :
a. Reaksi tipe A
Reaksi tipe A mencakup kerja farmakologis primer atau sekunder yang
berlebihan atau perluasan yang tidak diharapkan dari kerja obat seperti
diuretik mengimbas hipokalemia atau propanolol mengimbas pemblok
jantung. Reaksi ini seringkali bergantung dosis dan mungkin
disebabkan oleh suatu penyakit bersamaan, interaksi obat-obat atau
obat-makanan. Reaksi tipe A dapat terjadi pada setiap orang.
b. Reaksi tipe B
Reaksi tipe B merupakan reaksi idiosinkratik atau reaksi imunologi.
Reaksi alergi mencakup tipe berikut :
Tipe I, anafilaktik (reaksi alergi mendadak bersifat sistemik) atau
segera (hipersensitivitas)
Tipe II, sitotoksik
Tipe III, serum
Tipe IV, reaksi alergi tertunda misalnya penggunaan fenitoin dalam
jangka waktu lama dapat menyebabkan Steven Johnson syndrome.
c. Reaksi Tipe C (berkelanjutan)
Reaksi tipe C disebabkan penggunaan obat yang lama misalnya
analgesik, nefropati.
d. Reaksi Tipe D
Reaksi tipe D adalah reaksi tertunda, misalnya teratogenesis dan
karsinogenesis.
e. Reaksi Tipe E
Reaksi tipe E, penghentian penggunaan misalnya timbul kembali
karena ketidakcukupan adrenokortikal.
7 Terjadinya Interaksi Obat
Interaksi antara obat-obat merupakan masalah yang perlu dihindari.
Semua obat termasuk obat non resep harus dikaji untuk interaksi obat.

9
Apoteker perlu mengetahui interaksi obat-obat yang secara klinik
signifikan. Suatu interaksi dianggap signifikan secara klinik jika hal itu
mempunyai kemungkinan menyebabkan kerugian atau bahaya pada
pasien. Interaksi antar obat dapat berakibat merugikan atau
menguntungkan. Interaksi obat dianggap penting secara klinik bila
berakibat meningkatkan toksisitas dan/atau mengurangi efektivitas obat
yang berinteraksi, terutama bila menyangkut obat dengan batas keamanan
yang sempit.
Mekanisme interaksi obat, yakni :
a Interaksi farmasetik (inkompatibilitas)
Inkompatibilitas ini terjadi di luar tubuh (sebelum obat diberikan)
antara obat yang tidak dapat dicampur (inkompatibel). Pencampuran
obat demikian menyebabkan terjadinya interaksi langsung secara fisik
atau kimiawi yang hasilnya mungkin terlihat sebagai pembentukan
endapan, perubahan warna dan lain-lain, atau mungkin juga tidak
terlihat. Interaksi ini biasanya berakibat inaktifasi obat.
Bagi tenaga kesehatan, interaksi farmasetik yang penting adalah
interaksi antar obat suntik dan interaksi antara obat suntik dengan
cairan infus.
b Interaksi farmakokinetik
Interaksi farmakokinetik terjadi bila salah satu obat mempengaruhi
absorpsi, distribusi, metabolisme atau ekskresi obat kedua sehingga
kadar plasma obat kedua meningkat atau menurun. Akibatnya, terjadi
peningkatan toksisitas atau penurunan efektivitas obat tersebut.
Interaksi farmakokinetik tidak dapat diekstrapolasikan ke obat lain
yang segolongan dengan obat yang berinteraksi, sekalipun struktur
kimianya mirip, karena antara obat segolongan terdapat variasi sifat-
sifat fisiko kimia yang menyebabkan variasi sifat-sifat
farmakokinetiknya. Misalnya, penggunaan ketokonazol dan
paracetamol secara bersamaan, menyebabkan inhibisi metabolisme
paracetamol oleh ketokonazol sehingga kadar paracetamol meningkat.
c Interaksi farmakodinami

10
Interaksi farmakodinamik adalah interaksi antara obat yang bekerja
pada sistem reseptor, tempat kerja atau sistem fisiologik yang sama
sehingga terjadi efek yang aditif, sinergistik atau antagonistik.
Interaksi farmakodinamik merupakan sebagian besar dari interaksi
obat yang penting dalam klinik. Berbeda dengan interaksi
farmakokinetik, interaksi farmakodinamik seringkali dapat
diekstrapolasikan ke obat lain yang segolongan dengan obat yang
berinteraksi, karena penggolongan obat memang berdasarkan
persamaan efek farmakodinamiknya. Misalnya, penggunaan warfarin
dan aspirin dapat meningkatkan terjadinya perdarahan.
8 Ketidakpatuhan Pasien (Pasien Mengalami Kondisi Keadaan Yang Tidak
Diinginkan Akibat TidakMinum Obat Secara Benar)
Kepatuhan adalah tingkat ketepatan perilaku seorang individu dengan
nasehat medis atau kesehatan. Kepatuhan pasien untuk minum obat
dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain :
a Persepsi tentang kesehatan
b Pengalaman mengobati sendiri
c Pengalaman dengan terapi sebelumnya
d Lingkungan (teman, keluarga)
e Adanya efek samping obat
f Keadaan ekonomi
g Interaksi dengan tenaga kesehatan (dokter, apoteker, perawat).
Akibat dari ketidakpatuhan (non-compliance) pasien untuk mengikuti
aturan selama pengobatan dapat berupa kegagalan terapi dan toksisitas.
Ketidakpatuhan seolah-olah diartikan akibat kelalaian dari pasien, dan
hanya pasienlah yang bertanggung jawab terhadap hal-hal yang terjadi
akibat ketidakpatuhannya. Padahal penyebab ketidakpatuhan bukan
semata-mata hanya kelalaian pasien dalam mengikuti terapi yang telah
ditentukan, namun banyak faktor pendorongnya, yaitu :
a Obat tidak tersedia
Tidak tersedianya obat yang dibutuhkan pasien diapotek terdekat
menyebabkan pasien enggan untuk menebus obat keapotek lain.
b Regimen yang kompleks
Jenis sediaan obat terlalu beragam, misalnya pada saat bersamaan
pasien mendapat sirup, tablet, tablet hisap, dan obat inhaslasi, hal ini
dapat menyebabkan pasien enggan minum obat.

11
c Usia lanjut
Misalnya, banyak pasien geriatrik menggunakan lima atau eman obat-
obatan beberapa kali dalam sehari pada waktu yang berbeda.
Kesamaan penampilan seperti ukuran, warna, atau bentuk obat-obat
tertentu dapat berkontribusi pada kebingungan. Beberapa pasien
geriatrik dapat mengalami hilang daya ingat yang membuat ketidak
patuhan lebih mungkin.
d Lamanya terapi
Pemberian obat dalam jangka panjang misalnya pada penderita TBC,
DM, arthritis, hipertensi dapat mempengaruhi kepatuhan pasien,
dimana pasien merasa bosan dalam penggunaan obat tersebut yang
menyebabkan efek terapi tidak tercapai.

e Hilangnya gejala
Pasien dapat merasa lebih baik setelah menggunaan obat dan merasa
bahwa ia tidak perlu lebih lama menggunakan obatnya setelah reda.
Misalnya, ketika seorang pasien tidak menghabiskan obatnya selama
terapi antibiotik setelah ia merasa bahwa infeksi telah terkendali. Hal
ini meningkatkan kemungkinan terjadinya kembali infeksi, sehingga
pasien wajib diberi nasehat untuk menggunakan seluruh obat selama
terapi antibiotik.
f Takut akan efek samping
Timbulnya efek samping setelah meminum obat, seperti : ruam kulit
dan nyeri lambung atau timbulnya efek ikutan seperti urin menjadi
merah karena minum obat rimpafisin dapat menyebabkan pasien tidak
mau menggunakan obat.
g Rasa obat yang tidak enak
h Masalah rasa obat-obatan paling umum dihadapi dengan penggunaan
cairan oral oleh anak-anak, misalnya dalam formulasi obat cair oral
bagi anak-anak penambahan penawar rasa dan zat warna dilakukan
untuk daya tarik, sehingga mempermudah pemberian obat dan
meningkatkan kepatuhan.
i Tidak mampu membeli obat

12
Ketidakpatuhan sering terjadi dengan penggunaan obat yang relatif
mahal, pasien akan lebih enggan mematuhi instruksi penggunaan obat
yang lebih mahal.
j Pasien lupa dalam pengobatan.
k Kurangnya pengetahuan terhadap kondisi penyakit, pentingnya terapi
dan petunjuk penggunaan obat.
Pasien biasanya mengetahui relatif sedikit tentang kesakitan mereka,
apalagi manfaat dan masalah terapi yang diakibatkan oleh obat.
Biasanya pasien menetapkan pikiran sendiri berkenaan dengan kondisi
dan pengharapan yang berkaitan dengan efek terapi obat. Jika terapi
tidak memenuhi harapan, mereka cenderung tidak patuh. Oleh karena
itu diperlukan edukasi pada pasien tentang kondisi penyakitnya,
manfaat serta keterbatasan terapi obat.
Dari beberapa faktor pendorong terjadinya ketidakpatuhan, apoteker
memiliki peran untuk meningkatkan kepatuhan pasien dengan
memberikan informasi tentang pentingnya pengobatan pada keadaan
penyakit pasien. Selain itu, diperlukan juga komunikasi yang efektif antara
dokter dan apoteker sehingga upaya penyembuhan kondisi penyakit pasien
dapat berjalan dengan baik.
3 Komponen DRPs
Suatu kejadian dapat disebut DRPs bila memenuhi dua komponen berikut :
1 Kejadian tidak diinginkan yang dialami pasien
Kejadian ini dapat berupa keluhan medis, gejala, diagnosis penyakit,
ketidakmampuan (disability) atau sindrom; dapat merupakan efek dari
kondisi psikologis, fisiologis, sosiokultural atau ekonomi.
2 Hubungan antara kejadian tersebut dengan terapi obat
Bentuk hubungan ini dapat berupa konsekuensi dari terapi obat maupun
kejadian yang memerlukan terapi obat sebagai solusi maupun preventif.
Sebagai pengemban tugas pelayanan kefarmasian, seorang farmasis
memiliki tanggung jawab terhadap adanya DRPs yaitu dalam hal:
a. Mengidentifikasi masalah
b. Menyelesaikan masalah
c. Melakukan tindakan untuk mencegah terjadinya DRPs

4 Cara Identifikasi Drug Related Problems (DRPs)

13
Dalam mengidentifikasi dan memecahkan Drug Related Problems
(DRPs) baik aktual maupun potensial menggunakan modul 1-5 yaitu:

1 Modul 1 : Pharmacists Patient Data Base


Tujuan pengisian Pharmacists Patient Data Base adalah untuk
memperoleh data pasien yang obyektif maupun subyektif sehingga dapat
digunakan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan terapi.
Yang dicantumkan di dalam Pharmacists Patient Data
Base adalah:
a Informasi tentang data demografi pasien yang meliputi nama, umur,
jenis kelamin, BB, alamat, agama, pekerjaan, dan lokasi ruangan.
b Tanggal masuk dan ke luar rumah sakit.
c Identitas dokter dan farmasis.
d Riwayat penyakit pasien.
e Riwayat pengobatan sebelumnya dan yang sekarang.
f Riwayat keluarga dan status sosial.
g Gaya hidup atau kebiasaan pasien sehari-hari (pola makan, pola tidur,
dan sebagainya).
h Masalah medis yang bersifat kronis dan akut.
i Data laboratorium dan hasil pemeriksaan lain.
j Jadwal pemberian obat.
k Riwayat alergi
2 Modul 2: Drug Therapy Assesment Worksheet (DTAW)
DTAW adalah form yang berisi langkah-langkah yang harus
dilakukan untuk mereview DRPs, untuk menilai kualitas dan efisiensi
pengobatan yang dihubungkan dengan profil penyakit, profil obat, dan
profil pasien dengan mempertimbangkan efikasi, keamanan, dan biaya.
Semua DRPs yang ditemukan dicatat di dalam DTAW.
3 Modul 3: Drug Therapy Problem List (DTPL)
Pada lembar ini ditulis jenis DRPs yang ditemukan sesuai yang
ada,di DTAW dan rekomendasi yang diberikan kepada dokter atau perawat
untuk tercapainya keberhasilan terapi.
4 Modul 4: Pharmacist Care Plan (PCP)
PCP berisi ulasan lebih rinci tentang rencana yang akan dilakukan
oleh farmasis untuk mewujudkan kerasionalan penggunaan obat. Lembar
ini memuat rencana kerja yang harus dikerjakan oleh farmasis, parameter
klinik yang dipantau untuk mencapai tujuan terapi, frekuensi pemantauan
kepada pasien dan waktu pemantauan.

14
5 Modul 5: Pharmacist Care Plan Monitoring Worksheet (PCPMW)
PCPMW berfungsi untuk mengarahkan farmasis dalam melakukan
monitoring secara efektif dalam pelaksanaan Pharmacist Care Plan (PCP).
Pada PCPMW dilakukan pencatatan efektivitas dari terapi, ataupun
kemungkinan efek samping obat yang dialami pasien.

Secara ringkas, langkah-langkah untuk mengidentifikasi dan menangani


DRPs adalah sebagai berikut.
1. Menentukan klasifikasi permasalahan terapi obat yang terjadi.
2. Menentukan penyebab terjadinya DRPs.
3. Menentukan tindakan intervensi yang paling tepat terhadap DRPs.
4. Melakukan asesmen (penilaian) terhadap intervensi yang telah
dilakukan untuk evaluasi.
Berdasarkan PCNE, DRP di klasifikasikan menjadi 4 bagian dasar yaitu
1. The Problems/masalah
2.The Causes/ penyebab
3.The Interventions/ intervensi
4. The Outcome of intervention/ hasil intervensi
Untuk lebih memudahkan pemahaman, berikut adalah klasifikasi
permasalahan terkait obat terbaru (versi 6.2) menurut PCNE (Pharmaceutical Care
Network Europe Foundation).

Klasisikasi Permasalahan Terkait Obat (DRP)

Permasalahan

Kode
Domain Primer v6.2 Permasalahan

Efektivitas Terapi P1.1 Tidak ada efek terapi


Terdapat (potensi) obat/kegagalan terapi.
masalah karena efek
P1.2 Efek pengobatan tidak optimal.
farmakoterapi yang

15
P1.3 Efek yang tidak diinginkan dari
terapi.

buruk. P1.4
Indikasi tidak tertangani.

Reaksi Tidak P2.1 Kejadian yang tidak diinginkan


Diinginkan (non-alergi)
Pasien menderita
P2.2 Kejadian yang tidak diinginkan
kesakitan atau
(alergi)
kemungkinan menderita
kesakitan akibat suatu
efek yang tidak
diinginkan dari obat. P2.3
Reaksi toksisitas

Biaya terapi obat lebih tinggi

P3.1 dari yang sebenarnya


BiayaTerapi
dibutuhkan.
Terapi obat lebih mahal
dari yang dibutuhkan. P3.2
Terapi obat yang tidak perlu.

Pasien tidak puas dengan terapi

P4.1 akibat hasil terapi dan biaya


pengobatan.

P4.2 Masalah yang tidak jelas.


Lain-lain Dibutuhkan klasifikasi lain.

Permasalahan di atas dapat disebabkan oleh berbagai faktor.Klasifikasi


penyebab permasalahan terkait obat terbaru (versi 6.2) menurut PCNE
(Pharmaceutical Care Network Europe Foundation) adalah sebagai berikut.

Klasifikasi Penyebab Permasalahan Terkait Obat (DRP)

16
Penyebab
(satu masalah dapat disebabkan banyak hal)

Kode
Domain Primer v6.2 Penyebab

Pemilihan Obat C1.1 Obat yang tidak tepat


Penyebab DRP terkait (termasuk kontraindikasi
pemilihan obat
C1.2 Penggunaan obat tanpa
indikasi

Kombinasi obat-obat atau

C1.3 makanan-obat yang tidak


tepat

C1.4
Duplikasi yang tidak tepat

C1.5 Indikasi bagi penggunaan


obat tidak ditemukan

C1.6 Terlalu banyak obat


diresepkan pada indikasi

C1.7 Terdapat obat lain yang


lebihcost-effective

Dibutuhkan obat yang

C1.8 sinergistik/pemcegahan
namun tidak diberikan

C1.9 Indikasi baru bagi terapi obat


muncul

Bentuk sediaan obat C2.1 Pemilihan bentuk sediaan


Penyebab DRP berkaitan yang tidak tepat.

17
dengan pemilihan bentuk
sediaan obat.

Pemilihan dosis C3.1


Penyebab DRP berkaitan Dosis terlalu rendah

dengan dosis dan jadwal C3.2


penggunaan obat. Dosis terlalu tinggi

C3.3 Frekuensi regimen dosis


kurang

C3.4 Frekuensi regimen dosis


berlebih

C.3.5 Tidak ada monitoring terapi


obat

Masalah farmakokinetik yang

C3.6 membutuhkan penyesuaian


dosis

Memburuknya/membaiknya

C3.7 kesakitan yang membutuhkan


penyesuaian dosis

Durasi Terapi C4.1


Durasi terapi terlalu singkat
Penyebab DRP berkaitan
dengan durasi terapi. C4.2
Durasi terapi terlalu lama

Proses Penggunaan Obat C5.1 Waktu penggunaan dan/atau


Penyebab DRP berkaitan interval dosis yang tidak tepat
dengan cara pasien
C5.2 Obat yang dikonsumsi
menggunakan obat, diluar
kurang

18
C5.3 Obat yang dikonsumsi
berlebih

C5.4 Obat sama sekali tidak


dikonsumsi

C5.5
Obat yang digunakan salah
instruksi penggunaan pada etiket.
C5.6
Penyalahgunaan obat

Pasien tidak mampu

C5.7 menggunakan obat sesuai


instruksi

C6.1 Obat yang diminta tidak


tersedia
Persediaan/Logistik
C6.2 Kesalahan peresepan
Penyebab DRP berkaitan
(hilangnya informasi penting)
dengan ketersediaan obat
saat dispensing. C6.3 Kesalahan dispensing (salah
obat atau salah dosis)

C7.1
Pasien lupa minum obat

C7.2 Pasien menggunakan obat


yang tidak diperlukan

Pasien mengkonsumsi
Pasien
C7.3 makanan yang berinteraksi
Penyebab DRP berkaitan
dengan obat
dengan kepribadian atau
perilaku pasien. C7.4 Pasien tidak benar
menyimpan obat

19
C8.1
Penyebab lain

C8.2 Tidak ada penyebab yang


Lainnya jelas

Berikut adalah Intervensi terhadap permasalahan terkait obat terbaru (versi 6.2)
menurut PCNE (Pharmaceutical Care Network Europe Foundation).

Klasisikasi Intervensi Penanganan Permasalahan Terkait Obat (DRP)

Intervensi
(satu masalah dapat mendorong lebih dari satu intervensi)

Kode
Domain Primer v6.2 Intervensi

I0.0
Tidak Ada Intervensi Tidak Ada Intervensi

Pada tahap peresepan I1.1 Menginformasikan kepada


dokter

I1.2
Dokter meminta informasi

I1.3 Mengajukan intervensi,


disetujui oleh dokter

I1.4 Mengajukan intervensi, tidak


disetujui dokter

20
I1.5 Mengajukan intervensi,
respon tidak diketahui

I2.1 Melakukan konseling obat


pasien

I2.2 Hanya memberikan


informasi tertulis

I2.3 Mempertemukan pasien


dengan dokter

I2.4 Berbicara dengan anggota


Pada tahap pasien keluarga pasien

Pada tahap pengobatan I3.1


Mengganti obat

I3.2
Mengganti dosis

I3.3 Mengganti formulasi/bentuk


sediaan

I3.4 Mengganti instruksi


penggunaan

I3.5
Menghentikan pengobatan

I3.6
Memulai pengobatan baru

I4.1
Intervensi lain

I4.2 Melaporkan efek samping


Intervensi lain kepada otoritas

21
Berikut adalah klasifikasi efek dari intervensi terhadap permasalahan terkait
obat terbaru (versi 6.2) menurut PCNE (Pharmaceutical Care Network Europe
Foundation).

Efek Dari Intervensi Permasalahan Terkait Obat (DRP)

Efek Dari Intervensi


(satu masalah atau kombinasi intervensi-hanya dapat mendorong satu hasil
penyelesaian masalah)

Kode
Domain Primer v6.2 Efek Dari Intervensi

O0.0 Efek dari intervensi tidak


Tidak Diketahui diketahui

O1.0 Masalah terselesaikan


Masalah terselesaikan seluruhnya

Sebagian masalah O2.0


terselesaikan Sebagian masalah terselesaikan

Masalah tidak O3.1 Masalah tidak terselesaikan,


terselesaikan pasien kurang kooperatif

O3.2 Masalah tidak terselesaikan,


dokter kurang kooperatif

O3.3 Masalah tidak terselesaikan,


intervensi tidak efektif

O3.4 Masalah tidak perlu atau tidak

22
mungkin terselesaikan

2.5 Jenis jenis DRPs


Ada 8 jenis Drug Related Problem, yaitu :
1. Indikasi yang tidak ditangani (Untreated Indication)
Ada indikasi penyakit/keluhan pasien yang belum ditangani dalam resep
tersebut, misalnya pasien mengeluh nyeri di persendian, sedang dalam
resep tersebut tidak ada obat untuk mengatasi masalah nyeri tersebut.
2. Pilihan Obat yang Kurang Tepat (Improper Drug Selection)
Pemilihan obat dalam resep kurang tepat (salah obat) dan beresiko,
misalnya pasien demam dikasih antibiotik rifampisin, ini jelas pemilihan
bat salah.atau obat yang dipilih memiliki kontraindikasi atau perhatian
(caution) terhadap pasien.
3. Penggunaan Obat Tanpa Indikasi(Drug Use Without Indication)
Obat yang ada dalam resep, tidak sesuai dengan indikasi keluhan penyakit
pasien.
4. Dosis Terlalu Kecil(Sub-Therapeutic Dosage)
Dosis obat yang diberikan dalam dosis tersebut terlalu kecil, sehingga efek
terapi tidak memadai untuk mengobati penyakit pasien.
5. Dosis Terlalu Besar(Over Dosage)
Dosis yang diberikan dalam resep terlalu besar, diatas dosis maksimum,
hal ini dapat berakibat fatal.
6. Reaksi Obat Yang Tidak Dikehendaki (Adverse Drug Reactions)
Obat yang diberikan memberikan efek samping yang memberatkan kondisi
pasien, misalnya captopril menyebabkan batuk yang mengganggu (efek
samping ini tidak selalu terjadi, karena sensitifitas setiap orang berbeda-
beda).
7.Interaksi Obat(Drug Interactions)

23
Obat-obatan dalam resep saling berinteraksi seperti warfarin dan vitamin K
bersifat antagonis, atau obat dengan makanan semisal susu dan tetrasiklin
membentuk khelat/kompleks yang tidak bisa diabsorpsi.

8. Gagal Menerima Obat(Failure to receive medication)


Obat tidak diterima pasien bisa disebabkan tidak mempunyai kemampuan
ekonomi, atau tidak percaya dan tidak mau mengkonsumsi obat-obatan.
atau bisa juga disebabkan obat tidak tersedia di apotek sehingga pasien
tidak dapat memperoleh obat.
Jenis-jenis DRPs dan penyebabnya menurut standar disajikan sebagai berikut :

DRPs Kemungkinan kasus pada DRPs


Terapi obat 1. Pasien dengan kondisi terbaru membutuhkan
tambahan terapi obat yang terbaru
2. Pasien yang kronik membutuhkan lanjutan terapi
(need for additional
obat
drug therapy)
3. Pasien dengan kondisi kesehatan yang
membutuhkan kombinasi farmakoterapi untuk
mencapai efek sinergis ataupotensiasi.
4. Pasien dengan resiko pengembangan kondisi
kesehatan barudapat dicegah dengan penggunaan
prophylactic drug atau premedication
Terapi obat yang 1. Pasien yang mendapatkan obat yang tidak tepat
tidak perlu indikasi
2. Pasien yang toksik karena obat atau hasil
(Unnecessary drug
pengobatan
therapy)
3. Pengobatan pada pasien pengkonsumsi obat,
alkohol dan rokok
4. Pasien dalam kondisi pengobatan yang lebih baik
diobatidengan non drug therapy
5. Pasien dengan multiple drugs untuk kondisi
dimana hanyasingle drug therapy dapat
digunakan

24
6. Pasiendengan terapi obat untuk penyembuhan
dapatmenghindari reaksi yang merugikan dengan
pengobatanlainnya
Obat tidak tepat 1. Pasien dimana obatnya tidak efektif
2. Pasien alergi
(Wrong drug)
3. Pasien penerima obat yang paling tidak efektif
untuk indikasi pengobatan
4. Pasien dengan faktor resiko pada kontraindikasi
penggunaanobat
5. Pasien menerima obat efektif tetapi least costly
6. Pasien menerima obat efektif tetapi tidak aman
7. Pasien yang terkena infeksi resisten terhadap
obat yang diberikan
Dosis terlalu 1. Pasien menjadi sulit disembuhkan dengan terapi
rendah (Inadequate obat yang digunakan
2. Pasien menerima kombinasi produk yag tidak
dosage)
perlu dimana single drug dapat memberikan
pengobatan yang tepat
3. Pasien alergi
4. Dosis yang digunakan terlalu rendah untuk
menimbulkanrespon
5. Konsentrasi obat dalam serum pasien di bawah
rangeterapeutik yang diharapkan
6. Waktu prophylaksis (presurgikal) antibiotik
diberikan terlalucepat
7. Dosis dan fleksibilitas tidak cukup untuk pasien
8. Terapi obat berubah sebelum terapetik percobaan
cukupuntuk pasien
9. Pemberian obat terlalu cepat
Reaksi obat yang 1. Pasien dengan faktor resiko yang berbahaya bila
Merugikan obatdigunakan
2. Ketersediaan dari obat dapat menyebabkan
(Adverse drug
interaksi dengan obat lain atau makanan pasien
reaction)
3. Efek dari obat dapat diubah oleh substansi
makanan pasien
4. Efek dari obat diubah enzym inhibitor atau
induktor dari obatlain
5. Efek dari obat diubah dengan pemindahan obat

25
dari bindingsite oleh obat lain
6. Hasil laboratorium dapat berubah karena
gangguan obat lain
Dosis telalu tinggi 1. Dosis terlalu tiggi
2. Konsentrasi obat dalam serum pasien di atas
(Over dosage)
therapeuticrange obat yang diharapkan
3. Dosis obat meningkat terlalu cepat
4. Obat, dosis, rute, perubahan formulasi yang tidak
tepat
5. Dosis dan interval flexibility tidak tepat
Ketidakpatuhan 1. Pasien tidak menerima aturan pemkaian obat
pasien yang tepat (penulisan, obat, pemberian,
(Uncompliance) pemakaian)
2. Pasien tidak menuruti (ketaatan) rekomendasi
yang diberikan untuk pengobatan
3. Pasien tidak mengambil obat yang diresepkan
karena harganya mahal
4. Pasien tidak mengambil beberapa obat yang
diresepkankarena kurang mengerti
5. Pasien tidak mengambil beberapa obat yang
diresepkansecara konsisten karena merasa sudah
sehat
(Cipolle et al., 1998)

Dengan adanya DRP diharapkan seorang apoteker menjalankan


perannya dengan melakukan screening resep untuk mengetahui ada atau
tidaknya DRP, serta melakukan konseling pada pasien tersebut agar
masalah terkait penggunaan obat dapat diatasi dan pasien dapat mengerti
tentang pengobatannya yang bermuara pada meningkatnya kepatuhan
pasien dalam pengobatan yang teratur

26
BAB III
PENUTUP

1 Kesimpulan
1 Drug Related Problems (DRPs) adalah kejadiankejadian yang tidak
diinginkan, yang dialami oleh pasien yang berkaitan atau dianggap
berkaitan dengan terapi obat dan yang benarbenar atau berpotensi
mengganggu proses penyembuhan yang diharapkan oleh pasien

27
2 Komponen Drug Related Problem (DRP) :
a Kejadian tidak diinginkan yang dialami pasien
b Hubungan antara kejadian tersebut dengan terapi obat
3 Tanggung jawab seorang farmasis dalam Drug Related Problem (DRP) :
a Mengidentifikasi masalah
b Menyelesaikan masalah
c Melakukan tindakan untuk mencegah terjadinya DRP
4 Kategori Drug Related Problem(DRP)
a Membutuhkan Obat Tambahan (Indikasi Butuh Obat)
b Obat Tanpa Indikasi yang Sesuai
c Menerima Obat yang Salah
d Dosis Terlalu Kecil
e Dosis Terlalu Besar
f Pasien Mengalami Efek Obat yang Tidak Diinginkan (Adverse Drug
Reaction)
g Terjadinya Interaksi Obat
h Ketidakpatuhan Pasien (Pasien Mengalami Kondisi Keadaan Yang
Tidak Diinginkan Akibat Tidak Minum Obat Secara Benar)
5 Cara identifikasi Drug Related Problem (DRP)
a. Pharmacist Patient Data Base
b. Drug Therapy Assesment Worksheet (DTAW)
c. Drug Therapy Problem List (DTPL)
d. Pharmacist Care Plan (PCP)
e. Pharmacist Care Plan Monitoring Worksheet (PCPMW)
3.2 Saran
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun
agar dalam pembuatan makalah selanjutnya bisa lebih baik lagi, atas perhatiannya
kami ucapkan terimakasih.

28
DAFTAR PUSTAKA

Charles, J.P. Siregar, Lia Amalia. 2003. Farmasi Rumah Sakit: Teori dan
Penerapan. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta

Cipolle, R.J., Strand, L.M., and Morley, P.C., 1998, Pharmaceutical care practice,
McGraw-Hill Companies, Inc, New York
Departemen Kesehatan RI. 2009. Pedoman Pemantauan Terapi Obat. Direktorat
Bina Farmasi Komunitas Dan Klimik. Jakarta

Furqani, W.H., Zulfan, Z., Nabilah, N., Siti, S. Rizky, A dan Keri, L. 2015.
Permasalahan Terkait Obat (Drug Related Problems/DRPs) Pada
Penatalaksanaan Penyakit Ginjal Kronis dengan Penyulit Penyakit Arteri
Koroner. Jurnal Farmasi Klinik Indonesia, Vol. 4, No.2, Halaman 141-150

29

Anda mungkin juga menyukai