Konsideran:
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun2009 tentang Rumah Sakit
5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan
Kefarmasian
6. Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 1197/ Menkes / SK /X/2004 tentang Standar
Pelayanan Farmasi Rumah Sakit
7. Surat Keputusan tentang Standar Pelayanan Minimal
8. Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2008
9. Pedoman Akreditasi Rumah Sakit 16 bidang pelayanan
10. Standar Kompetensi Farmasis Indonesia 2003
11. Kebijakan Mutu RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta
12. Rencana Strategis RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta th 2009-2014
13. Struktur organisasi RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta
14. Penunjukan tim-tim dan uraian tugas Komite Medik RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta
A. RENCANA STRATEGIS
FILOSOFI
Pelayanan farmasi adalah wujud amal shalih yang dilandasi iman dan taqwa kepada Allah SWT,
melalui penyediaan obat bermutu dan pelayanan asuhan kefarmasian yang tidak terpisahkan dari
sistem kesehatan rumah sakit yang utuh dan berorientasi pada peningkatan kualitas hidup pasien.
VISI
Terwujudnya pelayanan farmasi yang terpecaya dengan kualitas pelayanan dan pendidikan
kefarmasian yang Islami, aman, profesional, cepat, nyaman dan bermutu.
MISI
1. Mewujudkan pelayanan farmasi yang berkualitas melalui penerapan asuhan kefarmasian dan
dengan dukungan manajemen yang efektif dan efisien
2. Meningkatkan mutu tenaga kefarmasian melalui penyelenggaraan pelatihan dan pendidikan
keprofesian yang didasari nilai-nilai ajaran agama Islam
3. Mewujudkan dakwah amar makruf nahi mungkar di bidang farmasi.
TUJUAN
1. Melangsungkan dan mengembangkan pelayanan farmasi yang optimal baik dalam keadaan
biasa maupun keadaan gawat darurat sesuai dengan keadaan pasien maupun fasilitas yang ada.
2. Menyelenggarakan kegiatan pelayanan profesional berdasarkan prosedur kefarmasian,
sumpah, peraturan perundang-undangan dan etika profesi.
3. Melaksanakan KIE mengenai obat dan penggunaannya serta ajaran-ajaran Islam yang
berhubungan dengan pelayanan kefarmasian.
4. Menyediakan perbekalan farmasi yang bermutu untuk kepentingan pelayanan kesehatan di
rumah sakit, mengelola dan mengawasi penggunaannya sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
5. Melakukan dan memberikan pelayanan bermutu melalui analisa, telaah, dan evaluasi
pelayanan.
6. Mendorong karyawan dan lingkungan untuk belajar seumur hidup (life-long learner).
7. Mengadakan penelitian di bidang farmasi dan peningkatan metoda.
8. Memberikan konsultasi dan sebagai rujukan tentang pelayanan farmasi di lingkup amal usaha
Muhammadiyah
STRATEGI
1. Menginternalisasi budaya Islami dalam organisasi dan mengimplementasikan ajaran agama
Islam dalam memberikan pelayanan kefarmasian
2. Pemenuhan terhadap standar input berbasis standar MUTU, baik kualitas maupun kuantitas
sesuai pelayanan kesehatan yang dilakukan.
3. Melakukan pelayanan yang memenuhi standar MUTU.
4. Melaksanakan kegiatan berbasis Balance Score Card: .
Perspektif keuangan:
a. meningkatkan produktivitas melalui perbaikan struktur biaya (efisiensi belanja dan
meminimalisasi kerugian karena perbekalan farmasi rusak dan kadaluarsa) dan pemaksimalan
utilisasi aset (mengelola aset dengan efisien dan melakukan investasi utk memperlancar proses
produksi)
b. pertumbuhan melalui peningkatan pendapatan dan peningkatan nilai bagi pelanggan.
Perspektif pelanggan:
c. Memberikan perbekalan farmasi yang berkualitas dengan harga yang seekonomis mungkin
d. memberikan pelayanan dengan salam, sapa, senyum, sopan, santun (5S) dalam rangka dakwah
Islam
Perspektif proses bisnis internal:
e. mengupayakan pengelolaan perbekalan farmasi mulai dari proses seleksi, perencanaan,
pengadaan, penyimpanan, distribusi sampai dengan penggunaan berjalan efisien, efektif dan
optimal
f. menciptakan nilai tambah bagi pelanggan melalui kecepatan pelayanan, kenyamanan dan
penerapan asuhan kefarmasian yang berorientasi pada keselamatan pasien
g. Memberikan layanan purna jual berupa kemudahan retur dan layanan konsultasi dalam
penggunaan obat.
h. Melakukan proses kerja yang Rapi, Resik, Rawat, Rajin dan Ringkes (5R), aman dan ramah
lingkungan.
Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan:
i. meningkatkan kompetensi Sumber Daya Insani melalui pendidikan dan pelatihan yang
berkesinambungan
j. menciptakan budaya Islami organisasi
k. menciptakan sistem reward dan disreward yang membangun motivasi
l. pemanfaatan teknologi untuk mendukung proses pelayanan
5. Memonitor dan mengevaluasi seluruh kegiatan berdasar pada ketentuan yang sudah ditetapkan
6. Mengukur kinerja baik individual maupun organisasi instalasi FRS, baik dengan
menggunakan Balance Score Card maupun dengan indikator mutu yang berlaku di Rumah Sakit
PKU Muhammadiyah Yogyakarta
B. KEBIJAKAN UMUM
PELAYANAN FARMASI
Pelayanan farmasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pelayanan kesehatan di rumah
sakit dan diberikan dalam 24 jam setiap hari, kepada pasien rawat jalan, pasien rawat inap dan
unit-unit lain di lingkungan rumah sakit.
Instalasi farmasi juga mendistribusikan obat kepada institusi lain di luar rumah sakit melalui unit
Dana Sehat Muhammadiyah, serta ikut serta dalam pelayanan sosial rumah sakit (CSR).
Pelayanan farmasi meliputi penyediaan, pengadaan dan pendistribusian seluruh perbekalan
farmasi yang digunakan di rumah sakit, serta bertanggung jawab menyajikan informasi semua
kegiatan pelayanan dan pekerjaan kefarmasian yang dilakukan di rumah sakit (sistem farmasi
satu pintu).
Pelayanan farmasi di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta diselenggarakan oleh
bagian setingkat Instalasi yang dikepalai oleh Apoteker yang sudah memiliki Surat Izin Kerja
atau VISUM yang dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta. Kepala
Instalasi bertanggung jawab terhadap terselenggaranya pelayanan farmasi yang sesuai dengan
Undang-Undang, peraturan dan pedoman yang berlaku.
ORGANISASI
1. Bagan Organisasi
Bagan organisasi menggambarkan pembagian tugas, koordinasi dan kewenangan serta fungsi.
Bagan Organisasi Instalasi Farmasi ditetapkan oleh Badan Pengurus Harian RS PKU
Muhammadiyah Yogyakarta melalui proses evaluasi, analisa dan telaah dengan
mempertimbangkan peningkatan mutu pelayanan dan mengantisipasi perubahan standar
pelayanan kefarmasian baik nasional maupun internasional.
Instalasi Farmasi dipimpin oleh seorang Apoteker dan dibantu oleh beberapa Kepala Urusan
dengan kualifikasi pendidikan dan kompetensi yang ditetapkan oleh Rumah Sakit.
2. Administrasi dan Pelaporan
Administrasi dilakukan oleh tenaga administrasi, meliputi administrasi kegiatan pelayanan,
administrasi perbekalan farmasi, administrasi keuangan dan administrasi penghapusan.
Pelaporan adalah pendataan kegiatan dan evaluasi mutu yang dilakukan setiap bulan oleh kepala
urusan dan dilaporkan kepada Kepala Instalasi untuk diadministrasi, diolah dan dianalisa. Hasil
analisa berupa informasi manajemen yang disajikan kepada pihak yang berkepentingan dan
sebagai umpan balik untuk meningkatkan mutu pelayanan.
Laporan rutin yang harus dibuat setiap bulannya meliputi:
a. Laporan penggunaan obat narkotika dan psikotropika
b. Laporan jumlah lembar resep, dan lembar resep generik
c. Kejadian tidak dikehendaki (KTD) dan kejadian nyaris cidera (KNC)
d. Mutu pelayanan sesuai dengan sasaran mutu yang ditetapkan.
SUMBER DAYA INSANI (SDI)
1. Kualifikasi dan Standar Kompetensi
SDI yang ada di Instalasi Farmasi meliputi:
a. Untuk pekerjaan kefarmasian meliputi: Apoteker dan Asisten Apoteker (AMF, SMF), yang
sudah teregistrasi
b. Untuk pekerjaan administrasi, meliputi: operator/teknisi komputer, akuntansi keuangan dan
tenaga administrasi, yang memahami kefarmasian
c. Untuk pekerjaan teknis pengelolaan perbekalan farmasi meliputi Asisten Apoteker dan tenaga
umum non farmasi (pekarya)
Kompetensi yang dipersyaratkan:
a. Apoteker: sesuai dengan Standar Kompetensi Apoteker tahun 2003
b. Asisten Apoteker:
1) Mampu melakukan pekerjaan teknis kefarmasian termasuk menyiapkan, meracik dan
memberikan informasi dasar penggunaan obat.
2) Mampu mengelola perbekalan farmasi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
c. Tenaga non kefarmasian: mampu mendukung terlaksananya pelayanan kefarmasian yang
bermutu, efektif dan efisien
2. Perencanaan dan analisa SDI
Analisa SDI memperhatikan:
a. Kapasitas tempat tidur dan BOR
b. Jumlah resep
c. Volume perbekalan farmasi
3. Pengadaan SDI
Pengadaan SDI dilakukan oleh Bagian SDI Rumah Sakit melalui proses evaluasi, analisa dan
telaah yang melibatkan Kepala Instalasi Farmasi menggunakan metode proporsional dgn
kombinasi Full Time Ekivalen dan mengacu pada standar pelayanan farmasi yang berlaku.
4. Orientasi dan Penempatan
Program orientasi untuk karyawan baru dilakukan selama 1 minggu di setiap jenis pelayanan
(rawat jalan dan rawat inap) dan waktu pelayanan pagi (shift pagi). Setelah menjalani masa
orientasi, karyawan baru ditempatkan sesuai dengan kebutuhan. Orientasi juga diberlakukan
untuk karyawan dimutasi dan dievaluasi kinerjanya.
5. Mutasi SDI
Secara berkala dilakukan mutasi SDI dengan mempertimbangkan:
a. Efektifitas pelayanan
b. Pengayaan pengalaman kerja karyawan
6. Pengukuran Kinerja
Kinerja karyawan diukur dengan standar yang telah ditetapkan oleh Rumah Sakit. Pemberian
reward dan disreward mengikuti kebijakan Rumah Sakit. Kepala Instalasi Farmasi wajib
memberikan masukan baik diminta maupun tidak dalam menetapkan standar kinerja karyawan
Instalasi Farmasi.
7. Pendidikan dan Pelatihan
Setiap karyawan harus mengikuti pendidikan dan pelatihan berkelanjutan baik yang
diselenggarakan internal Rumah Sakit maupun external sesuai dengan kompetensi yang
diharapkan, sedikitnya 1 kali dalam setahun. Bersama dengan bagian Pendidikan dan Pelatihan
Rumah Sakit, Kepala Instalasi Farmasi merencanakan program pengembangan SDI.
8. Evaluasi
Evaluasi terhadap manajemen SDI dilakukan setiap tahun untuk menilai efektifitas kebijakan.
KEUANGAN
1. Penyusunan Anggaran
Anggaran disusun oleh Kepala Instalasi berdasarkan masukan dari kepala urusan dan diajukan
kepada team anggaran sesuai dengan kebijakan Rumah Sakit. Anggaran disusun dengan
memperhatikan anggaran tahun sebelumnya, strategi organisasi, aktivitas yang dilakukan serta
asumsi-asumsi yang rasional. Anggaran yang diajukan meliputi rencana anggaran belanja
perbekalan farmasi, anggaran pendapatan, dan anggaran lain yang dibutuhkan untuk operasional
kegiatan dan pengembangan mutu pelayanan.
2. Pemanfaatan dan Pengendalian Anggaran
Pemanfaatan anggaran diupayakan seoptimal mungkin. Evaluasi anggaran dilakukan setiap 3
bulan untuk melihat tingkat realisasi pencapaian.
3. Semua penerimaan dan pengeluaran dana sepenuhnya dikelola oleh rumah sakit melalui unit
keuangan dan pelaporannya dilaksanakan oleh unit akutansi.
4. Pembelian seluruh perbekalan farmasi yang diperlukan oleh rumah sakit harus melalui
Instalasi Farmasi, dilaporkan kepada bagian keuangan dan pembayarannya dilakukan oleh
bagian keuangan tiga kali dalam sebulan, dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Pembelian tanggal 1 s/d 10, dibayar pada tanggal 5 bulan berikutnya.
b. Pembelian tanggal 11 s/d 20, dibayar pada tanggal 15 bulan berikutnya.
c. Pembelian tanggal 21 s/d 31, dibayar pada tanggal 25 bulan berikutnya.
d. Pembayaran dilakukan atas faktur penjualan yang resmi dikeluarkan oleh pemasok, dilengkapi
dengan Surat Pesanan dan kuitansi pembayaran.
e. Faktur penjualan yang dibayar adalah faktur yang sudah melalui proses penitipan faktur di
Instalasi Farmasi.
5. Tarif pelayanan ditentukan berdasarkan kebijakan Direksi atas usulan dan pertimbangan dari
Instalasi Farmasi dan Tim Tarif.
6. Nilai uang perbekalan farmasi yang rusak atau kadaluarsa dilaporkan ke bagian akuntasi untuk
dilakukan proses penghapusan kekayaan.
7. Laporan Keuangan.
Laporan keuangan dibuat oleh Kepala Instalasi setiap bulannya, meliputi:
a. Laporan pembelian perbekalan farmasi
b. Laporan pendapatan dan biaya
c. Laporan stock opname tiap tiga bulan
d. Laporan nilai obat kadaluarsa dan rusak setiap tiga bulan
e. Laporan nilai obat death stock setiap tiga bulan
3. Distribusi (penerimaan, penyimpanan, sistem delivery ke unit, dan dispensing kepada pasien)
a. Perbekalan farmasi yang didistribusikan oleh Instalasi Farmasi adalah obat sesuai dengan
formularium dan suplemen formularium, alat kesehatan habis pakai serta perbekalan farmasi lain
yang dibutuhkan dalam pelayanan kesehatan rumah sakit.
b. Penerimaan perbekalan farmasi RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta dilakukan oleh bagian
logistik farmasi setiap hari kerja dengan berpedoman:
1) Spesifikasi barang harus sesuai dengan Surat Pesanan
2) Harus mempunyai Material Safety Data Sheet (MSDS)
3) Expire date minimal 2 tahun kecuali dengan kesepakatan khusus
4) Disertai dengan faktur/invoice atau tanda terima atau surat jalan yang dikeluarkan oleh
pemasok.
c. Distribusi/delivery perbekalan farmasi dari gudang farmasi dilakukan ke:
1) Depo farmasi rawat inap
2) Depo farmasi rawat jalan
3) Depo distribusi khusus dan produksi
d. Penyimpanan perbekalan farmasi di Instalasi Farmasi dibedakan menurut bentuk sediaan dan
suhu yang menjamin mutu obat/alkes, dikelompokkan berdasarkan kelas terapi, disertai dengan
sistem informasi yang selalu menjamin ketersediaan perbekalan farmasi sesuai kebutuhan. Obat-
obat narkotika dan psikotropika harus disimpan dalam lemari tersendiri dan selalu terkunci.
Hanya Apoteker atau Asisten Apoteker yang sudah memiliki Surat Izin Kerja yang berhak untuk
mengambil obat-obat narkotika dan psikotropika. Bahan yang mudah terbakar, korosif, eksplosif
dan iritatif disimpan di tempat tersendiri terpisah dari obat lain.
e. Perbekalan farmasi disimpan dengan prinsip FIFO (First In First Out), dimana barang yang
datang lebih dahulu harus dikeluarkan lebih dahulu, dan FEFO First Expired First Out), dimana
barang yang memiliki waktu kadaluarsa lebih dekat harus dikeluarkan lebih dahulu.
f. Monitoring penyimpanan dilakukan setiap hari meliputi monitoring suhu dan kelembaban.
g. Sistem distribusi/dispensing kepada pasien rawat inap (In-patient) adalah sistem kombinasi
antara ward floor stock (persediaan obat di ruangan) dengan Individual Prescription (peresepan
individu). Resep dikaji dan divalidasi terlebih dahulu sebelum disiapkan dan diserahkan kepada
perawat. Sistem Unit Dose Dispensing merupakan sistem distribusi/dispensing obat yang
dipertimbangkan untuk dilaksanakan.
h. Distribusi/dispensing obat kepada pasien rawat jalan (Out-patient) menggunakan sistem
Individual Prescription (peresepan individu). Resep dikaji dan divalidasi terlebih dahulu sebelum
disiapkan dan diserahkan kepada pasien disertai informasi mengenai aturan pakai, cara
penyimpanan, dan informasi lain mengenai penggunaan obat. Apabila diperlukan dapat
dilakukan proses konseling oleh Apoteker kepada pasien/keluarga pasien.
i. Apabila terjadi kesalahan dalam proses dispensing (dispensing error), harus segera dilaporkan
kepada komite keselamatan pasien, untuk kemudian dilakukan tindak lanjut.
j. Evaluasi proses penyimpanan dilakukan setiap 3 bulan meliputi:
1) Persentase kesusaian kartu stok dengan computer dan barang (sample/cyclic counting)
2) Persentase keseauaian penyimpanan barang dengan metode yang ditetapkan
(FIFO/FEFO/suhu dan kelembaban)
3) TOR = Turn Over Ratio
4) Persentase obat yang rusak dan kadaluwarsa
5) Persentase obat mati (death stock: obat yang tidak digunakan dalam waktu 3 bulan)
6) Tingkat ketersediaan obat (obat tidak terlayani karena stock out)
k. Monitoring dan evaluasi proses dispensing dilakukan setiap bulan meliputi:
1) Average consultation time: rata-rata waktu yang digunakan dalam konsultasi/pemberian
informasi obat
2) Average dispensing time: rata-rata waktu yang digunakan untuk memberikan pelayanan sejak
resep diterima sampai obat diberikan kepada pasien disertai informasi
3) Persentase jumlah resep/obat yang dilayani bandingkan dengan keseluruhan resep/obat yang
seharusnya dilayani
4) Kepuasan pelanggan (internal: tenaga kesehatn lain, eksternal: pasien)
5) Tingkat kevalidan resep yang dilayani
6) Kejadian salah menyerahkan obat
7) Kejadian near miss pelayanan resep
8) Laporan penggunaan obat narkotika dan psikotropika
4. Asuhan kefarmasian dalam penggunaan obat dan alat kesehatan adalah pendekatan
professional yang bertanggung jawab dalam menjamin penggunaan obat dan alat kesehatan
sesuai indikasi, efektif, aman dan terjangkau oleh pasien melalui penerapan pengetahuan,
keahlian, ketrampilan dan perilaku apoteker serta bekerjasama dengan pasien dan profesi
kesehatan lain.
Meliputi:
a. Pengkajian resep
b. Pemantauan dan pelaporan efek samping obat
c. Pelayanan informasi obat
d. Konseling
e. Pengkajian penggunaan obat
f. Pengkajian penggunaan alat kesehatan
Pelaksana pelayanan asuhan kefarmasian adalah seluruh apoteker yang sudah memiliki VISUM
dan atau SURAT IZIN KERJA, dan tergabung dalam Satuan Apoteker Fungsional RS PKU
Muhammadiyah Yogyakarta. Apoteker yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan asuhan
kefarmasian disebut sebagai Apoteker Jaga, dibagi dalam 3 shift selama 24 jam, dan kepadanya
diberikan Jasa Profesi Apoteker. Apabila diperlukan, Apoteker diperkenankan melakukan
dispensing obat-obat bebas, obat bebas terbatas dan Obat Wajib Apotek (OWA) untuk
kepentingan karyawan rumah sakit dan keluarganya, serta pasien rumah sakit lainnya.
5. Keselamatan pasien dalam proses penyerahan dan penggunaan obat harus diperhatikan dan
upaya-upaya pencegahan kejadian nyaris cedera (KNC) dan kejadian tidak dikehendaki (KTD)
harus terus dilakukan dan dikembangkan. Apabila terjadi kesalahan dalam proses penyerahan
obat (dispensing error) atau penggunaan obat (medication error), Instalasi Farmasi harus
mengambil langkah-langkah guna meminimalisir cedera dan melaporkan kejadian tersebut
kepada Komite Keselamatan Pasien RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.
Instalasi Farmasi Rumah Sakit adalah suatu bagian/unit/divisi atau fasilitas dirumah sakit, tempat
penyelenggaraan semua kegiatan pekerjaan kefarmasian yang ditujukan untuk keperluan rumah
sakit itu sendiri (Siregar dan Amalia, 2004). Instalasi Farmasi Rumah Sakit dikepalai oleh
seorang apoteker dan dibantu oleh beberapa orang apoteker yang memenuhi persyaratan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan merupakan tempat atau fasilitas
penyelenggaraan yang bertanggung jawab atas seluruh pekerjaan serta pelayanan kefarmasian
(Siregar dan Amalia, 2004).
Fungsi farmasi rumah sakit yang tertera pada Kepmenkes No. 1197/MENKES/SK/X/2004
tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit adalah sebagai berikut:
1. Pemilihan
Merupakan proses kegiatan sejak dari meninjau masalah kesehatan yang terjadi di rumah sakit,
identifikasi pemilihan terapi, bentuk dan dosis, menentukan kriteria pemilihan dengan
memprioritaskan obat esensial, standarisasi sampai menjaga dan memperbaharui standar obat.
2.Perencanaan
Merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah, dan harga perbekalan farmasi yang
sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, untuk menghindari kekosongan obat dengan
menggunakan metode yang dapat dipertanggung jawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang
telah ditentukan antara lain konsumsi, epidemiologi, kombinasi metode konsumsi dan
epidemiologi disesuaikan dengan anggaran yang tersedia. Pedoman perencanaan berdasarkan
DOEN, formularium rumah sakit, standar terapi rumah sakit, ketentuan setempat yang berlaku,
data catatan medik, anggaran yang tersedia, penetapan prioritas, siklus penyakit, sisa
persediaan,data pemakaian periode yang lalu, dan rencana pengembangan.
3.Pengadaan
Merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah direncanakan dan disetujui,
melalui pembelian secara tender (oleh panitia pembelian barang farmasi) dan secara langsung
dari pabrik/distributor/pedagang besar farmasi/rekanan, melalui produksi/pembuatan sediaan
farmasi (produksi steril dan produksi non steril), dan melalui sumbangan/droping/hibah.
4. Produksi
Merupakan kegiatan membuat, mengubah bentuk, dan pengemasan kembali sediaan farmasi
steril atau nonsteril untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit. Kriteria
obat yang diproduksi adalah sediaan farmasi dengan formula khusus, sediaan farmasi dengan
harga murah, sediaan farmasi dengan kemasan yang lebih kecil, sedian farmasi yang tidak
tersedia dipasaran, sediaan farmasi untuk penelitian, sediaan nutrisi parenteral, rekonstruksi
sediaan obat kanker.
5. Penerimaan
Merupakan kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi yang telah diadakan sesuai dengan
aturan kefarmasian, melalui pembelian langsung, tender, konsinasi atau sumbangan. Pedoman
dalam penerimaan perbekalan farmasi yaitu pabrik harus mempunyai sertifikat analisa, barang
harus bersumber dari distributor utama, harus mempunyai material safety data sheet (MSDS),
khusus untuk alat kesehatan/kedokteran harus mempunyai certificate of origin, dan expire date
minimal 2 tahun.
6. Penyimpanan
Merupakan kegiatan pengaturan perbekalan farmasi menurut persyaratan yang ditetapkan
menurut bentuk sediaan dan jenisnya, suhu dan kestabilannya, mudah tidaknya
meledak/terbakar, dan tahan/tidaknya terhadap cahaya, disertai dengan sistem informasi yang
selalu menjamin ketersediaan perbekalan farmasi sesuai kebutuhan.
7. Pendistribusian
Merupakan kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi di rumah sakit untuk pelayanan
individu dalam proses terapi bagi pasien rawat inap dan rawat jalan serta untuk menunjang
pelayanan medis. Sistem distribusi dirancang atas dasar kemudahan untuk dijangkau oleh pasien
dengan mempertimbangkan:
Pasal 1 Ayat 9 : Instalasi Farmasi adalah unit pelaksana fungsional yang menyelenggarakan
seluruh kegiatan pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit.
Kelalaian yang harus diwaspadai bila kita sebagai orang yang bergelut dengan bidang
instalasi farmasi adalah ketersediaan obat-obatan digudang. Mengapa ketersediaan obat di
gudang menjadi hal yang harus di perhatikan ? karena bila tidak diperhatikan dengan baik akan
terjadi kekosongan obat saat pasien menginginkan obat tertentu. Masalah menjadi rumit saat
kekosongan obat ini berdampak buruk pada pasien, selanjutnya menjadi konsumsi publik dan
menyentuh ranah hukum pidana. Bila ini terjadi, bisa dipastikan berbagai pihak akan lepas
tangan dan mencari kambing hitam terhadap masalah yang ada instalasi kefarmasian seringkali
menjadi kambing hitam dalam kasus ini. Pengelolaan obat di rumah sakit merupakan salah satu
komponen penting dalam manajemen rumah sakit. Pengelolaan obat bertujuan agar obat yang
diperlukan bisa selalu tersedia setiap saat diperlukan dalam jumlah yang cukup, tepat jenis, tepat
waktu dan mutu yang terjamin serta digunakan secara rasional. Jika pengelolaan tidak efisien
akan berdampak negatif terhadap rumah sakit secara medis maupun ekonomi (Quick et al, 1997).
Sebenarnya penyediaan obat di sebuah rumah sakit tidak hanya tanggung jawab instalasi
farmasi namun juga tanggung jawab banyak pihak diantaranya Secara garis besar, tahapan
pengelolaan obat meliputi: seleksi, perencanaan, pengadaan, penyimpanan, distribusi dan
penggunaan obat. Setiap tahapan tidak mudah dan tidak sederhana. Tahapan tahapannya dimulai
seperti berikut :
seleksi, perencanaan, pengadaan, penyimpanan, distribusi dan penggunaan obat
1. Seleksi
Merupakan proses kegiatan sejak dari meninjau masalah kesehatan di rumah sakit,
mengidentifikasi pemilihan terapi, bentuk dan dosis, menentukan kriteria pemilihan dengan
memprioritaskan obat esensial serta melakukan standarisasi, menjaga dan memperbaharui
standar obat. Dasar-dasar seleksi kebutuhan obat tidaklah sembarangan. Obat dipilih berdasarkan
seleksi ilmiah, medis dan statistik yang memberikan efek terapi jauh lebih baik. Begitu
banyaknya obat yang beredar, tidaklah mungkin bagi rumah sakit untuk menyediakan semua
obat yang ada. Tim di rumah sakit yang melibatkan berbagai macam profesi harus menyepakati
dan menyeleksi obat-obat yang akan digunakan dan beredar di rumah sakit. Hasil kesepakatan
tim ini sering disebut dengan Daftar Obat Rumah Sakit atau Formularium Obat Rumah Sakit.
Pemerintah Republik Indonesia melalui kementerian kesehatannya juga telah menyusun
Formularium Nasional (ForNas) yang berisi daftar obat-obatan yang dapat digunakan oleh rumah
sakit pemerintah untuk mendukung program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang mulai
berlaku per 1 Januari 2014.
2. Perencanaan
3. Pengadaan
Bagian pengadaan bertanggung jawab atas ketersediian obat obat yang dibutuhkan pasien
secara lengkap. Lengkap tidak berarti semua jenis obat ada namun lengkap berarti semua jenis
obat yang dibutuhkan oleh pasien bisa dipenuhi. Dalam pengadaan barang apoteker sangat
bertanggung jawab, apoteker harus selalu menandatangani surat pesanan obat untuk menghindari
kecurangan dari beragai pihak. Baik itu kehilangan obat digudang maupun pengadaan obat
disunat oleh pihak-pihak tidak bertanggung jawab.
4. Penyimpanan
Pada proses penyimpanan harus dijaga dengan ketat oleh keamanan untuk mencegah
perbuatan curang. Penyimpanan biasa dilakukan di gudang.
5. Distribusi
Penyebaran seluruh obat keseluruh sektor di rumah sakit harus adil, adil tidak berarti
sama. Sektor yang dimaksud adalah bagian bagian, bangsal bangsal yang ada di rumah sakit.
6. Penggunaan Obat
Penggunaan obat untuk pasien baik pasien rawat inap maupun pasien rawat jalan.
Demikianlah perjalanan obat yang menjadi tanggung jawab bagian instalasi farmasi di sebuah
instalasi kesehatan.
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/yudihardis/pengelolaan-obat-di-rumah-
sakit_54f70803a33311462d8b458e
Berikut video gambaran komunikasi dan konseling apotek di suatu rumah sakit
Analisis ABC adalah metode pembuatan grup atau penggolongan berdasarkan peringkat nilai
dari nilai tertinggi hingga terendah, dan dibagi menjadi 3 kelompok besar yang disebut kelompok
A, B dan C.
Penggunaan analisis ABC secara efektif dapat membantu Rumah Sakit dalam membuat
perencanaan obat dengan mempertimbangkan aspek pemakaian, nilai investasi dan kekritisan
obat. Pengindeksan obat digunakan untuk meningkatkan efisiensi penggunaan dana dalam
perencanaan pembelian obat.
Kelompok A merupakan kelompok obat yang paling cepat laku dan dalam beberapa kasus
merupakan obat yang sangat mahal. Kelompok A merupakan kelompok mayoritas obat di
apotek, oleh karena itu kelompok A seharusnya di monitoring dengan sangat ketat, agar tidak
mudah dicuri orang. Obat seharusnya dikalkulasi ulang paling sedikit 6 bulan.
Kelompok B merupakan obat yang penjualannya agak lambat dan dalam beberapa kasus obat
yang lebih murah dibandingkan kelompok A. Kelompok ini cukup di kendalikan dengan
menggunakan kartu stok saja, tidak perlu dimonitoring seketat kelompok A.
Kelompok C adalah kelompok obat yang penjualannya paling lambat dan dalam beberapa kasus
merupakan obat yang paling murah dibandingkan kelompok A dan B. Kelompok ini tidak perlu
dimonitor terlalu ketat. Apoteker seharusnya secara periodik memonitoring kelompok C untuk
menentukan apakah obat tersebut semestinya disingkirkan dari persediaan. Menyingkirkan
kelompok C yang lambat lakunya merupakan metode praktis mengurangi jumlah obat dan
investasi persediaan.
Buffer stock merupakan persediaan tambahan yang diadakan untuk melindungi atau menjaga
kemungkinan terjadinya kekurangan persediaan. Kekurangan persediaan dapat disebabakan
permintaan yang lebih besar dari perkiraan semula atau keterlamabatan barang yang dipesan
sampai di gudang penyimpanan.
Tugas Instalasi Farmasi Rumah Sakit
17 April 2016instalasifarmasi Tinggalkan komentar
1. Penyediaan dan pengelolaan, penerapan, pendidikan dan penelitian obat, gas medis dan bahan
kimia.
2. Penyediaan dan pengelolaan alat kedokteran, dan alat perawatan kesehatan.
Manajemen
1. Mewujudkan perilaku sehat melalui penggunaan obat rasional termasuk pencegahan dan
rehabilitasinya
2. Mengidentifikasi permasalahan yang berhubungan dengan obat baik potensial maupun
kenyataan.
3. Menyelesaikan permasalahan yang berhubungan dengan obat melalui kerja sama pasien dan
tenaga kesehatan lain.
4. Merancang, menerapkan dan memonitor penggunaan obat untuk menyelasaikan masalah yamg
berhubungan dengan obat.
5. Menjadi pusat informasi obat bagi pasien, keluarga dan masyarakat serta tenaga kesehatan
rumah sakit.
6. Melaksanakan konseling obat pada pasien, keluarga dan masyarakat serta tenaga kesehatan
rumah sakit.
7. Melakukan pengkajian obat secara prospektif maupun reprospektif.
8. Melakukan pelayanan Total Parenteral Nutrition.
9. Memonitor kadar obat dalam darah.
10. Melayani konsultasi keracunan.
11. Bekerja sama dengan tenaga kesehatan terkait dalam perencanaan, penerapan dan evaluasi
pengobatan.
Farmasi rumah sakit adalah departemen atau unit atau bagian di suatu rumah sakit dibawah
pimpinan apoteker dan dibantu oleh beberapa orang apoteker. Pimpinan dan apoteker yang
memenuhi persyaratan peraturan perundang yang berlaku dan kompeten secara profesional.
Farmasi rumah sakit dengan fasilitas penyelenggaraan yang bertanggung jawab atas seluruh
pekerjaan dan pelayanan kefarmasian, yang terdiri atas pelayanan paripurna.
Pelayanan farmasi rumah sakit adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan
kesehatan rumah sakit yang utuh. Pelayanan farmasi berorientasi kepada pelayanan pasien,
penyedian obat yang bermutu , termasuk pelayanan klinik yang terjangkau bagi semua lapisan
masyarakat (Depkes RI, 2004).
nan langsung pada penderita dan pelayanan klinik yang merupakan program rumah sakit secara
keseluruhan (Siregar, 2004).