BIOFARMASI-FARMAKOKINETIKA
PERLAKUAN AWAL SAMPEL BIOLOGIS DAN PEMISAHAN ZAT AKTIF
Disusun oleh:
Perbandingan
Zat Pengendap Protein
(plasma : zat pengendap protein)
Keterangan :
Metanol : Tinggi endapan yang didaptkan 0,5 cm, kemudian kejernihan jernih
Acetonitril : Tinggi endapan yang didapatkan 1,3 cm, kemduaian kejernihan
sangat jernih
ZnSO4 : Tinggi endapan yang didapatkan 1,5 cm, kemudian kejernihan
sangat jernih
Nha2 SO4 : Tinggi endapan yang didapatkan 2 cm, kemudian kejernihan tidak
Jernih
Kesimpulan : Pengendapan plasma yang baik yaitu dengan menggunakan metanol
dilihat dari endapan dan kejernihannya
VI.2. Ekstraksi cair-cair
Larutan yang digunakan Keterangan Gambar
N-Heksan
Klorofrom
Kesimpulan : N-heksan lebih baik dikarnakan emulsi sedikit karna semakin sedikit
emulsi semakin banyak yang lepas dari pelarut
VII. PEMBAHASAN
VII.1. Pengendapan protein plasma
Pengendapan protein atau presipitasi protein dilakukan dengan tujuan
menghilangkan ikatan protein pada plasma, menganalisis kadar obat di dalam darah
dan menghilangkan faktor-faktor yang mengganggu dalam melakukan analisis.
Metode yang digunakan adalah metode bioanalisis yaitu merupakan suatu metode
penentuan secara kuantitatif untuk melihat ada atau tidaknya sampel obat didalam
darah. Protein dapat diendapkan dikarenakan memiliki berbagai sifat diantaranya
adalah bersifat amfoter yakni memiliki 2 muatan yang berlainan dalam 1 molekul
atau yang dikenal juga sebagai zwitter ion. Sifat amfoter ini membuat protein
memiliki muatan yang berbeda pada pH yang berbeda pula. Akibatnya protein dapat
larut didalam rentang pH tertentu dimana protein bermuatan, dimana nanti protein
tersebut akan membentuk suatu ikatan kompleks dan akan membentuk garam pada
titik isoelektrik, yaitu dimana muatan positif dan muatan negative sebanding, hal
tersebut membuat kelarutan dari protein menurun sehingga protein akan mengendap.
Selain dengan cara diatas terdapat beberapa lagi cara untuk membuat protein
dapat mengendap yaitu diantaranya dengan menggunakan pelarut polar seperti
acetonitril dan methanol karena pelarut yang polar ini dapat menurunkan konstanta
dielektrik dari suatu campuran, dimana apabila terjadi penurunan konstanta dielektrik
di dalam suatu campuran otomatis kelarutan akan ikut menurun sehingga protein akan
mengendap. Kemudian presipitasi dengan menggunakan asam dan garam organic
seperti amonium sulfat dimana asam dan garam organic ini akan bersaing dengan
protein didalam plasma dan membuat terjadinya salting out sehingga kelarutan
protein akan menurun dan akan mudah mengendap. Setelah itu pengendapan dengan
menggunakan sonikasi yaitu dengan menggunakan getaran atau suara. Dan yang
terakhir adalah presipitasi protein dengan menggunakan logam dimana ketika logam
di tambahkan pada protein, berat molekul (BM) protein akan meningkat dan secara
otomatis protein akan mengendap.
Sampel biologis adalah sampel yang diambil dari sebagian tubuh untuk tujuan
analisis, misalnya darah, urine, liver atau hati, empedu, otak, ginjal, otot, rambut, atau
bagian tubuh lain (Shargel et al., 2005). Berbagai kendala perlu diperhatikan dalam
penentuan kadar obat dalam sampel biologis diantaranya yaitu kadar analit biasanya
rendah sehingga perlu metode analisis yang sensitif, dalam sampel biologis biasanya
mengandung berbagai senyawa baik endogen maupun eksogen yang dapat
mempengaruhi hasil analisis sehingga perlu analisis yang selektif atau dilengkapi
dengan teknik pemisahan sebelum dilakukan analisis (Shargel et al., 2005).
Dalam praktikum kali ini dilakukan penentuan kadar obat dalam sampel biologis
dengan menggunakan beberapa agen pengendap, sampel biologis yang digunakan
pada praktikum ini berupa plasma darah. Dimana dilakukan dulu preparasi sampel
biologis untuk tujuan menghilangkan pengotor atau bahan yang dapat menggangu
proses analisis. Sampel yang digunakan pada percobaan kali ini yaitu plasma. Plasma
merupakan komponen darah berbentuk cairan berwarna kuning, yang sebagian besar
terdiri dari air (95%), protein (7%) dan nutrien (1%). Didalam plasma terdapat faktor-
faktor pembeku darah, komplemen, haptoglobin, transferin, feritin, seruloplasmin,
kinina, enzim, polipeptida, glukosa, asam amino dan lain-lain (Evelyn, 2009).
Pengambilan plasma dari darah dapat dilakukan dengan metode sentrifugasi dimana
darah langsung disentrifugasi menggunakan alat Sentrifuga, hasil dari sentrifugasi
berupa supernatan yang berwarna kuning jernih yang disebut dengan plasma (Evelyn,
2009).
Penentuan kadar obat didalam plasma sangat dipengaruhi oleh adanya protein
plasma, dimana protein plasma ini dapat berikatan dengan obat dalam bentuk ikatan
protein sehingga diperlukan tahap perlakuan awal dan/atau penyiapan sampel
sebelum penentuan kadar obat dapat dilakukan. Tahap tersebut harus dapat
memutuskan ikatan antara obat dengan protein, sehingga obat tidak lagi berikatan
dengan protein yang dapat mengganggu proses analisis. Pemutusan ikatan antara obat
dengan protein tersebut dapat dilakukan dengan beberapa cara diantaranya yaitu
mengatur pH sampel pada pH ekstrim (pH<3 atau pH>9) dengan penambahan asam
atau basa, presipitasi protein menggunakan pelarut polar, presipitasi protein dengan
penambahan asam atau garam anorganik, presipitasi dengan sonikasi dan
pengendapan dengan menggunakan logam. Parameter yang digunakan untuk melihat
apakah proses pemisahan menggunakan berbagai cara tersebut sempurna atau tidak
yaitu dengan melihat kejernihan supernatan dan volume endapan yang diperoleh.
Pengendapan protein ini dilakukan untuk memutuskan ikatan antara obat dengan
protein. Pengendapan protein plasma dilakukan dengan beberapa cara diantaranya
adalah dengan cara menambahkan zat pengendap protein seperti TCA 10%, larutan
jenuh (NH4)2SO4, ZnSO4 10% –NaOH 0,5N (1:1), asetonitril dan metanol dengan
perbandingan yang sesuai kedalam masing-masing tabung mikrosentrifuga yang telah
berisi 250 µL plasma blanko. Kemudian semua tabung mikrosentrifuga divortex
selama 2 menit, dilakukan vortex ini bertujuan agar protein plasma kontak langsung
dengan zat pengendap protein sehingga menghasilkan larutan yang homogen. Setelah
itu disentrifugasi dengan kecepatan 3500 rpm selama 15 menit. Sentrifugasi adalah
metode sedimentasi untuk memisahkan partikel-partikel dari suatu fluida berdasarkan
berat jenisnya dengan memberikan gaya sentripetal (Khopkar, 2010). Sentrifugasi
dilakukan dengan kecepatan yang tinggi hal ini bertujuan untuk memisahkan
komponen-komponen yang ada didalam plasma darah. Prinsipnya yakni dengan
meletakkan sampel pada suatu gaya dengan memutar sampel pada kecepatan tinggi,
sehingga terjadi pengendapan partikel, atau organel-organel sel berdasarkan bobot
jenisnya (Artika, 2010). Substansi yang bobot jenisnya lebih besar akan berada
dibawah yang disebut dengan endapan, sedangkan substansi yang bobot jenisnya
lebih kecil akan berada diatas yang disebut dengan supernatan (Miller, 2000).
Kemudian diamati supernatan dan endapan yang diperoleh. Terbentuknya endapan
menunjukkan bahwa zat pengendap protein yang digunakan berhasil mengendapkan
protein tersebut.
Setelah disentrifugasi dilakukan pengamatan terhadap supernatant dan endapan
yang diperoleh. Pengamatan dilakukan terhadap 2 aspek, yaitu kejernihan supernatant
dan banyaknya endapan. Dari kedua aspek pengamatan tersebut dapat disimpulakan
zat pengendap protein yang mana yang lebih baik. Jika suatu campuran memiliki
supernatant yang lebih jernih dan mengandung endapan yang lebih banyak maka zat
pengendap protein yang digunakan lebih baik, karena semakin jernih dan semakin
banyak endapan yang diperoleh maka zat tersebut bekerja dengan baik dalam
memisahkan sampel dari padatan.
Pada tabung mikrosentrifuga yang ditambahkan zat pengendap protein TCA 10%
dengan perbandingan 1:0,2 (plasma:TCA 10%) menghasilkan volume endapan
sebanyak 0,5 cm dan supernatan yang diperoleh dengan kejernihan +++ (cukup
jernih). Protein dapat diendapkan karena memiliki 2 muatan yang berlainan didalam 1
molekul. Muatan tersebut membuat protein dapat larut dalam plasma pada rentang pH
tertentu. Pada pH tertentu protein akan mencapai titik isoelektrik, dimana jumlah total
muatan protein sama dengan nol (netral) sehingga akan mempengaruhi kelarutan
protein. Ketika kelarutan protein sangat rendah protein akan dapat diendapkan. TCA
10% sebagai zat pengendap protein memiliki mekanisme dalam mengendapkan
protein yaitu TCA memiliki muatan ion negatif sehingga akan bergabung dengan
protein yang ada pada kondisi kation (pH larutan dalam kondisi asam hingga pH
isoelektrik protein) sehingga akan membentuk garam protein, beberapa garam yang
dihasilkan tersebut tidak larut (mengendap) sehingga plasma dan protein terpisah
(Hurana et al, 2001).
Pada tabung mikrosentrifuga yang ditambahkan zat pengendap protein larutan
jenuh (NH4)2SO4 dengan perbandingan 1:2 (plasma:larutan jenuh (NH4)2SO4
menghasilkan volume endapan sebanyak 0,4 mL dan supernatan yang diperoleh
dengan kejernihan + (tidak jernih). Larutan jenuh (NH4)2SO4 merupakan garam
dengan konsentrasi tinggi, dimana (NH4)2SO4 sering disebut sebagai anti presipitasi
protein (salting out). (NH4)2SO4 sebagai zat pengendap protein yang memiliki
mekanisme dalam mengendapkan protein yaitu salting out dimana terjadi penurunan
kelarutan protein dengan adanya peningkatan konsentrasi garam. Protein kurang
terlarut ketika berada pada daerah yang konsentrasi kadar garam anorganik tinggi
sehingga kelarutan protein akan menurun dan protein akan mengendap. Protein larut
didalam plasma yang sebagian besar komponen utamanya yaitu air kemudian
ditambahkan garam yang memiliki sifat meretensi atau menarik air, sehingga terjadi
kompetisi antara protein dengan garam dalam menarik atau mengikat air. Pada
konsentrasi tinggi, kekuatan ionik garam semakin kuat sehingga garam lebih dapat
mengikat molekul air, maka jumlah air yang tersedia untuk molekul protein akan
berkurang. Dengan demikian, tidak cukup banyak air yang terikat pada protein
sehingga gaya tarik menarik antar molekul protein lebih menonjol dibandingkan
dengan tarik menarik antara air dan protein. Dalam kondisi seperti itu protein akan
mengendap (Mayes et al., 1990).
Pada tabung mikrosentrifuga yang ditambahkan zat pengendap protein ZnSO 4
10%–NaOH 0,5N (1:1) dengan perbandingan 1:2 (plasma: ZnSO 4 10%–NaOH 0,5N
(1:1) menghasilkan volume endapan sebanyak 1,5 cm dan supernatan yang diperoleh
dengan tingkat kejernihan +++ (cukup jernih). ZnSO 4–NaOH sebagai zat pengendap
protein memiliki mekanisme dalam mengendapkan protein yaitu NaOH akan
memberikan suasana basa pada larutan dan mengakibatkan protein berada dalam
keadaan ion negatif atau anion. Anion protein ini akan berikatan dengan ion positif
yang berasal dari Zn2+ sehingga membentuk logam protein yang tidak larut. Ikatan
dari ion logam bermuatan prositif akan menurunkan kelarutan protein. Logam berat
juga akan merusak struktur sekunder dan tersier dari protein. Ion logam akan
berkompetisi dengan proton pada larutan untuk berikatan dengan asam amino,
semakin kuat ikatan ion-ion logam untuk menggantikan ikatan oleh proton maka akan
menurunkan pH larutan. Kombinasi dari penurunan pH akan menyebabkan protein
mengendap (Moshage et al., 1995).
Pada tabung mikrosentrifuga yang ditambahkan zat pengendap protein asetonitril
dengan perbandingan 1:2 (plasma:asetonitril) menghasilkan volume endapan
sebanyak 1,5 cm dan supernatan yang diperoleh dengan kejernihan +++++ (sangat
jernih). Pada tabung mikrosentrifuga yang ditambahkan zat pengendap protein
metanol dengan perbandingan 1:2 (plasma:metanol) menghasilkan volume endapan
sebanyak 2 cm dan supernatan yang diperoleh dengan kejernihan ++++ (jernih).
Metanol dan asetonitril merupakan pelarut organik polar yang dapat mengendapkan
protein. Konstanta dielektrik menggambarkan tingkat kepolaran suatu pelarut.
Semakin tinggi nilai KD maka sifat pelarut semakin polar sebaliknya semakin rendah
nilai KD maka sifat pelarut semakin non polar. Suatu zat akan terlarut sempurna
dalam pelarut yang nilai KDnya sama. Protein larut didalam plasma yang sebagian
besar komponen utamanya yaitu air, sehingga KD protein dianggap hampir sama
dengan KD air atau plasma. Metanol dan asetonitril sebagai zat pengendap protein
memiliki mekanisme dalam mengendapkan protein yaitu plasma sebagian besar
komponen utamanya yaitu air ditambahkan dengan metanol dan asetonitril (pelarut
organik polar) akan menurunkan nilai konstanta dielektrik plasma yang mengandung
protein terlarut sehingga nilai KD plasma akan semakin jauh dengan protein
sedangkan nilai KD protein tetap karena merupakan zat terlarut bukan pelarut,
akibatnya nilai KD protein dengan plasma berbeda. Perbedaan nilai KD tersebut
menyebabkan protein menjadi tidak larut sempurna dan protein akan mengendap.
Pengendapan ini berkaitan dengan potensi Ion (pI) protein, dimana semakin jauh dari
titik isoelektrik maka kelarutan akan semakin meningkat dan semakin dekat dengan
titik isoelektrik maka kelarutan akan semakin menurun. Penambahan pelarut organik
pada larutan protein dalam air akan menurunkan nilai KD. Pelarut atau air yang
meningkatkan tarikan antara molekul-molekul bermuatan dan memfasilitasi interaksi
elektrostatik protein. Selain itu pelarut organik ini juga akan menggantikan beberapa
molekul air di sekitar daerah hidrofob dari permukaan protein yang berasosiasi
dengan protein sehingga menurunkan konsentrasi air dalam larutan dengan demikian
kelarutan protein akan menurun dan memungkinkan terjadinya pengendapan
(Guevara, 1998).
Pada percobaan ini dapat disimpulkan zat pengendap protein yang paling baik
dalam mengendapkan protein yaitu metanol karena menghasilkan tinggi endapan
yang paling tinggi yaitu 2 cm sehingga banyak protein yang terendapkan dimana
semua protein yang terdenaturasi terendapkan pada proses sentrifugasi. Dan
menghasilkan supernatan dengan kejernihan ++++ (jernih) dengan mekanisme
pengendapan protein yaitu penurunan konstanta dielektrik (KD) didalam suatu
campuran sehingga otomatis kelarutan akan menurun dan terjadilah pengendapan.
Tetapi berdasarkan literatur zat pengendap protein yang paling efektif adalah ZnSO4
+ NaOH (NaSO4). Dimana ZnSO4 + NaOH (NaSO4) memiliki mekanisme dalam
mengendapkan protein yaitu pembentukan kompleks yang tidak larut antara logam
dengan protein dan logam dapat merusak struktur sekunder dan tersier dari protein.
VII.2. Ekstraksi cair-cair
Selanjutnya pada percobaan kali ini dilakukan juga metode ektraksi cair-cair.
Ekstraksi cair-cair merupakan metode untuk memperlakukan sampel agar analit-
analit terpisah dari komponen matriks yang memungkinkan akan mengganggu pada
saat proses analisis. pada pelaksanaannya salah satu fase seringkali berupa air dan
fase yang lainnya berupa pelarut organic seperti kloroform atau petroleum eter, n-
heksan, dan lain sebagainya. (Rohman A, 2009). Pemilihan pelarut harus diperhatikan
toksisitas, ketersediaan, harga, sifat tidak mudah terbakar, rendahnya suhu kritis dan
tekanan kritis untuk meminimalkan biaya operasi serta reaktivitas (Mamonto, S.I.,
dkk, 2014).
Tujuan dari metode ekstraksi cair-cair pada percobaan ini adalah menarik
senyawa obat dalam plasma darah oleh pelarut organik yang digunakan yaitu pelarut
kloroform dan n-heksan. Untuk melihat keberhasilan isolasi atau penarikan senyawa
obat pada plasma maka dapat dilihat dari lapisan yang terbentuk. Karena parameter
keberhasilan dari proses ekstraksi cair-cair adalah jika terjadi pemisahan sempurna
antara pelarut dan plasma selain itu juga parameternya adalah jumlah senyawa obat
yang tertarik oleh pelarut yang digunakan. Namun pada penelitian kali ini hanya akan
melakukan secara kualtitatif yaitu melihat proses pemisahan antara pelarut dengan
plasma.
Tahap awal yang dilakukan adalah kedalam 2 tabung sentrifuga dimasukkan
masing-masing 1 mL plasma blanko. Kemudian ditambahkan pelarut organik
pengekstraksi yaitu pelarut kloroform dimasukan pada tabung 1 dan pelarut n-heksan
dimasukkan kedalam tabung 2, masing-masing dimasukkan sebanyak 5mL. Lalu
dilakukan proses vortex selama 15 menit. tujuan dari dilakukannya proses vortex ini
adalah agar plasma dan pelarut organik bercampur dengan sempurna selain itu vortex
ini merupakan proses ekstraksi cair-cair yang terjadi. Jadi pada saat itu proses
penarikan senyawa obat dari dalam plasma oleh pelarut organik itu terjadi. Setelah itu
dilakukan proses sentrifugasi dengan kecepatan 3500-6000 rpm dalam waktu 15
menit. Proses sentrifugasi ini dilakukan agar memisahkan antara plasma dengan
pelarut oraganik yang telah menarik senyawa dari dalam plasma. Kemudian
dilakukan pengamatan terhadap hasil ekstraksi, lalu bandingkan kedua hasilnya.
Perbandingan dilakukan dari segi jumlah sisa emulsi paling sedikit pada tabung,
karena emulsi ini merupakan campuran antara plasma dengan pelarut maka jika
plasma dengan pelarut telah terpisah jumlah emulsi pun akan berkurang.
Pada proses ekstraksi cair-cair ini dihasilkan bahwa, pada tabung 1 dengan
campuran plasma dan pelarut kloroform didapatkan hasil terbentuknya 3 lapisan,
dimana pada bagian atas berwarna kuning transparan berupa plasma, pada bagian
tengah berwarna putih susu berupa emulsi protein, dan pada bagian bawah berwarna
putih transparan berupa pelarut kloroform. Sedangkan pada tabung 2 dengan
campuran plasma dengan n-heksan, didapatkan hasil terbentuk 2 lapisan dimana pada
bagian atas berwara putih susu berupa emulsi protein dan pada bagian bawah
berwarna kuning transparan berupa plasma.
Lapisan emulsi dapat terbentuk karena protein dalam plasma dapat berfungsi
sebagai emulgator sehingga ketika disentrifugasi akan terbentuk emulsi. Dilihat dari
hasil pengamatan jumlah emulsi protein yang terbentuk dapat disimpulkan bahwa
ekstraksi menggunakan pelarut n-heksan lebih baik dibandingkan pelarut kloroform
karena emulsi protein yang terbentuk setelah proses sentrifugasi hanya sedikit
sehingga akan lebih mudah dianalisis. Sedangkan ekstrasksi menggunakan pelarut
kloroform setelah proses sentrifugasi hasil emulsinya sangat banyak, yang
menandakan bahwa proses pemisahan antara plasma dengan pelarut tidak berhasil
terjadi dengan sempurna.
VIII. KESIMPULAN
Dari hasil praktikum diperoleh bahwa semua agen presipitasi dapat
mengendapkan protein pada sampel plasma. Dari tabel data pengamatan dapat dilihat
bahwa yang paling efektif adalah Methanol dan ZnSO4 – NaOH. Sedangkan yang
kurang efektif adalah larutan jenuh (NH4)2SO4. Keuntungan metoda presipitasi
plasma protein menggunakan agen presipitsi adalah mudah dilakukan dan cepat
namun kerugiannya yakni tidak dapat mengendapkan protein secara sempurna.
Pelarut organik yang lebih efektif dalam metode ekstraksi cair-cair untuk
menarik senyawa obata dalam plasma adalah pelarut n-heksan.
DAFTAR PUSTAKA
Artika IM, Safithri M. 2010. Diktat Kuliah Struktur dan Fungsi Subseluler.
Bernasconi G. 1995. Teknologi Kimia I. Jakarta: Pradya Paramita.
Chamberlain, J.,1995. The Analysis of Drugs in Biological Fluids 2 nd Ed. New
York: CRC Press.
Day, R. A. and A. L. Underwood. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif, Edisi Keenam.
Jakarta: Erlangga.
Diana Fifi Melva. Fungsi Metabolisme Protein Dalam Tubuh Manusia. Jurnal
Kesehatan Masyarakat. 2009; 4(1): 47-52.
Eistein Yazid. 2005. Kimia Fisika Untuk Paramedis. Yogyakarta: Andi.
Evans, G. 2004. A Handbook of Bioanaysis and Drug Metabolism. USA: CRC Press.
Evelyn CP, 2009. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta. Gramedia.
Ganong, W. F. 2009. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 22. Jakarta : EGC.
Guevara et al. 1998. Determination of Nitrite/Nitrate in Human Biological Material
by
the Simple Griess Reaction. Clin. Chim. Acta
Hendra Adijuwana. 1989. Teknik pemisahan Dalam Analisis Biologis. Bogor:IPB
Press.
Hurana et al. 2001. Biochemistry. Partially Folded Intermediates as Critical Precursor
of Light Chain Amyloid Fibrils and Amorphous Aggregates.
Katzung.Bertram, G. 2011. Farmakologi Dasar dan Klinik, Edisi 10. Jakarta :
Pustaka Buku Kedokteran.
Khopkar, S.M., 2002. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : UI Press.
Mamonto, S.I. Max, R.J.R dan Frenly, W. 2014. Aktivitas Antioksidan Ekstrak Kulit
Biji Buah Pinang Yaki (Areca Vestiaria Giseke) yang di Ekstraksi secara
Soklet. Res. 3 (3): 2302-2493
Mayes, P.A., Granner, D.K., Rodwell, V.W., dan Martin, D.W., 1990. Biokimia
Harper
Edisi 20. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran.
Miller J.N. 2000. Statistics and Chemometrics for Analytical Chemistry 4th ed.
Harlow:
Prentice. Hall.
Moshage et al. 1995. Nitrite and Nitrate Determination in Plasma: a Critical
Evaluation. Clin. Chem.
Rohman,. A,. 2009. Kromatografi untuk Analisis Obat. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Shargel, Leon., Susanna Wu-Pong, Andrew B. C. Yu. 2005. Biofarmasetika dan
Farmakokinetika Terapan, Edisi V, terjemahan Fasich dan Budi Suprapti.
Surabaya : Airlangga University Press.
Sriwidodo. 1985. Cermin Dunia Kedokteran. Jakarta : Pusat Penelitian dan
Pengembangan PT. Kalbe Farma.