Disusun Oleh:
UNIVERSITAS GARUT
2022-2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat-Nya dan karunia-Nya
kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat pada waktunya. Tanpa pertolongan-Nya
tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat
serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad
SAW yang kita nanti-nantikan syafa’atnya di akhirat nanti.
Kami mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat-Nya, baik itu
berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga kami mampu untuk menyelesaikan
pembuatan makalah sebagai salah satu tugas dari mata kuliah praktikum farmasi klinik.
Kami jauh dari kata sempurna, oleh karena itu keterbatasan dari kemampuan kami
maka kritik dan saran yang membangun senantiasa kami harapkan semoga makalah ini dapat
berguna bagi kami khususnya dan pihak lain yang berkepentingan pada umumnya.
Penyususn
ii
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.............................................................................................................................iii
BAB I ......................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 1
BAB II........................................................................................................................................ 3
A. Hipertensi ....................................................................................................................... 3
HASIL ........................................................................................................................................ 5
A. Identitas Pasien............................................................................................................... 5
C. Subjektif ......................................................................................................................... 5
D. Objektif .......................................................................................................................... 6
E. Assesment .................................................................................................................... 15
F. Plan............................................................................................................................... 15
BAB IV .................................................................................................................................... 17
KESIMPULAN ........................................................................................................................ 17
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Pelayanan kefarmasian yang baik adalah pelayanan yang berperan strategis dalam
perbaikan kesehatan masyarakat (Kemenkes RI, 2004).
Pemantauan Terapi Obat (PTO) merupakan proses yang memastikan bahwa seorang
pasien mendapatkan terapi obat yang efektif dan terjangkau dengan meminimalkan efikasi
dan meminimalkan suatu efek samping (Permenkes RI, 2016).
Pemantauan Terapi Obat (PTO) adalah suatu proses yang mencakup kegiatan untuk
memastikan terapi obat yang aman, efektif dan rasional bagi pasien. Kegiatan tersebut
mencakup pengkajian pilihan obat, dosis, cara pemberian obat, respon terapi, reaksi obat
yang dikehendaki (ROTD), dan rekomendasi perubahan atau alternatif terapi. PTO harus
dilakukan secara berkesinambungan dan dievaluasi secara teratur pada periode tertentu agar
keberhasilan ataupun kegagalan terapi dapat diketahui. Seleksi pasien yang mendapatkan
terapi obat adalah yang memiliki resep polifarmasi, kompleksitas penyakit dan penggunaan
obat serta respons pasien yang sangat individual meningkatkan munculnya masalah terkait
obat. Evaluasi pelaksanaan kegiatan perlu dilakukan untuk menjamin mutu dan pengendalian
mutu pelayanan kefarmasian di rumah sakit. Kegiatan tersebut harus didukung oleh sumber
daya manusia, sarana, dan peralatan serta mempertimbangkan faktor risiko yang akan terjadi
(Depkes RI, 2016).
Pelayanan farmasi klinik menjadi salah satu pelayanan yang berorientasi dan
bersinggungan langsung dengan pasien.Dengan diterapkannya pelayanan farmasi klinik di
rumah sakit maka secara tidak langsung pelayanan yang diberikan apoteker kepada pasien
akan meningkatkan outcome terapi dan meminimalkan risiko terjadinya efek samping karena
obat. Sehingga tujuan dari keselamatan pasien (patient safety) dan kualitas hidup pasien
(quality of life) terjamin (Rusli, 2016).
Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik (SBP) >120 tau tekanan darah
diastolik (DBP) > 90 mmHg yang menjadi masalah kesehatan yang berkembang di seluruh
dunia karena secara signifikan dapat meningkatkan risiko pada jantung, otak, ginjal dan
penyakit lainnya (Delacroix et al, 2014).
1
Pemeliharaan tekanan darah normal tergantung pada keseimbangan antara output
jantung dan resistensi vaskular perifer. Saat ini telah diketahui bahwa sistem kontrol ginjal,
saraf, endokrin, dan kardiovaskular dapat mempengaruhi jantung dan homeostasis vaskular
yang membuat patofisiologi hipertensi menjadi sangat kompleks. Kontribusi masing-masing
faktor ini terhadap nilai tekanan darah yang meningkat terjadi karena interaksi gen dengan
lingkungan dan bervariasi di antara individu yang berbeda (Hall, et al. 2012).
Hipertensi dapat menjadi komplikasi untuk stroke hemoragik, stroke iskemik, infark
miokard, kematian mendadak, gagal jantung, penyakit arteri perifer, penurunan kognitif, dan
demensia. Dengan beberapa komorbiditas, pasien hipertensi juga cenderung mengalami
polifarmasi, faktor yang telah dikaitkan dengan tingginya risiko masalah terkait obat (Drug
Related Problem/ DRPs) (Kusumawardani, L.A et al, 2020 ).
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Hipertensi
a. Definisi
Hipertensi adalah suatu kondisi tekanan darah seseorang berada diatas
angka normal yaitu 120/80 mmHg. Hipertensi pada seseorang dengan tekanan
darah 140/90 mmHg ke atas, diukur di kedua lengan tiga kali dalam jangka
beberapa minggu. (Elvira and Anggraini 2019)
Penyakit hipertensi sering disebut sebagai The Silent Disease atau
penyakit tersembunyi. orang yang tidak sadar telah mengidap penyakit
hipertensi sebelum melakukan pemeriksaan tekanan darah. Hipertensi dapat
menyerang siapa saja, dari berbagai kelompok umur dan status sosial
ekonomi. Hipertensi merupakan suatu keadaan tanpa gejala, dimana tekanan
darah yang tinggi di dalam arteri menyebabkan meningkatnya resiko terhadap
penyakit-penyakit yang berhubungan dengan kardiovaskuler seperti stroke,
gagal jantung, serangan jantung, kerusakan ginjal. (Hidayati 2018)
b. Etiologi
Hipertensi dapat terjadi akibat dari faktor genetik, usia, merokok,
aktivasi sistem saraf simpatik (sympathetic nervous system/SNS), konsumsi
garam berlebih, gangguan vasokontriksi dan vasodilatasi dan sistem
reninangiotensin-aldosteron. Pada saat jantung bekerja lebih berat dan
kontraksi otot jantung menjadi lebih kuat sehingga menghasilkan aliran darah
yang besar melalui arteri. Arteri akhirnya mengalami kehilangan elastisitas
sehingga mempengaruhi peningkatan tekanan darah. (Gunawan, Prahasanti,
and Utama 2020)
c. Faktor risiko
Beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya tekanan
darah tinggi yaitu usia lanjut, adanya riwayat tekanan darah tinggi dalam
keluarga, kelebihan berat badan yang diikuti dengan kurangnya berolahraga.
Fenomena ini disebabkan karena perubahan gaya hidup masyarakat secara
global, seperti semakin mudahnya mendapatkan makanan siap saji membuat
konsumsi sayuran segar dan serat berkurang, kemudian konsumsi garam,
lemak, gula, dan kalori yang terus meningkat. Upaya untuk menekan kejadian
hipertensi ataupun komplikasi yang terjadi akibat hipertensi perlu dilakukan
modifikasi gaya hidup seperti: mengatur pola makan dengan membatasi
asupan garam, lemak, alkohol, berhenti merokok, dan mengontrol berat badan;
melakukan aktivitas fisik; istirahat dan tidur. (Hidayati 2018)
B. Chronic kidney disease
a. Definisi
CKD didefinisikan sebagai kelainan struktur dan fungsi ginjal selama
>3 bulan yang mengakibatkan gangguan kesehatan. Gangguan kesehatan
tersebut dapat terlihat dari penanda kerusakan ginjal diantaranya albuminuria
>30mg/24 jam, terdapat abnormalitas sedimen urin (hematuria, red cell casts,
dll), gangguan elektrolit dan tubular (asidosis tubulus ginjal, diabetes insipidus
3
nefrogenik, pengeluaran kalium dan magnesium ginjal, sindrom Fanconi,
proteinuria non albumin, cystinuria), kelainan ginjal yang terlihat berdasarkan
histologi maupun pencitraan, riwayat transplantasi ginjal, serta adanya
penurunan GFR. Penyakit ginjal dijuluki sebagai silent disease karena
seringkali tidak menunjukkan tanda-tanda peringatan. Hal tersebut akan
memperburuk kondisi penderita dari waktu ke waktu dan akhirnya jatuh
kedalam kondisi penyakit chronic kidney disease (CKD). (Rachmawati and
Marfianti 2020)
b. Etiologi
Kerusakan pada ginjal akibat penggunaan obat-obatan maupun
minuman berenergi terjadi akibat penggunaan yang sering dan jangka panjang.
Penyakit tersebut juga dapat diakibatkan oleh obstruksi (batu, striktur,
kelainan anatomi, pembesaran prostat) dan infeksi saluran kencing.
(Rachmawati and Marfianti 2020)
c. Faktor risiko
Diabetes mellitus dan hipertensi menjadi faktor risiko tertinggi.
Lamanya hipertensi turut mempengaruhi kejadian CKD. Fungsi ginjal akan
lebih cepat mengalami kemunduran jika terjadi hipertensi berat. Usia menjadi
salah satu faktor risiko terjadinya CKD, semakin tua usia seseorang maka
risiko terjadinya CKD semakin besar menunjukkan bahwa penurunan fungsi
ginjal yang berkaitan dengan usia berhubungan dengan hipertensi sistemik,
aktivitas merokok, dislipidemia, penyakit aterosklerosis dan obesitas.
(Rachmawati and Marfianti 2020)
C. Sindrom nefrotik steroid
a. Definisi
Sindrom nefrotik (NS) adalah salah satu penyakit glomerulus yang
paling sering terjadi pada anak-anak. Menurut respon terapi steroid, NS
diklasifikasikan menjadi sindrom nefrotik sensitif steroid (SSNS) dan sindrom
nefrotik resisten steroid (RSNS).2 Sindrom nefrotik sensitif steroid adalah NS
dengan respon dalam 4 minggu setelah memulai kursus steroid standar,
sementara SRNS adalah NS dengan kegagalan untuk merespons dalam waktu
4 minggu terapi standar steroid. ( Dewa 2019))
b. Etiologi
Sindrom nefrotik (SN) adalah sindrom klinik yang mempunyai banyak
penyebab, ditandai permeabilitas membran glomerulus yang meningkat
dengan manifestasi proteinuri masif yang menyebabkan hipoalbuminemia dan
biasanya disertai edema dan hiperkolesterolemia. (Handayani 2007)
c. Faktor risiko
Kondisi medis seperti diabetes, lupus, dan amiloidosis. Obat-obatan
seperti anti-radang non-steroid atau beberapa antibiotik. Infeksi seperti HIV,
hepatitis B, hepatitis C, dan malaria. (Handayani 2007)
4
BAB III
HASIL
A. Identitas Pasien
Usia : 14 tahun
B. Riwayat Penyakit
● CKD stage IV
● Sindroma Nefrotik Resisten Steroid
C. Subjektif
● Tanggal 09/04: Bengkak ada, sesak nafas tidak ada, panas badan tidak ada,
kondisi umum sakit sedang, nyeri kepala tidak ada, keadaan umum lemah
● Tanggal 10/04: Keadaan umum lemah, demam tidak ada, bengkak ada, sesak
nafas tidak ada, nyeri kepala tidak ada
● Tanggal 11/04: Keadaan umum lemah, demam tidak ada, KU tampak sakit
sedang, bengkak ada, sesak nafas tidak ada
● Tanggal 12/04: Keadaan umum tenang, demam tidak ada, sesak tidak ada,
sakit kepala tidak ada, BAK tidak ada keluhan
● Tanggal 13/04: Keadaan umum lemah, panas badan tidak ada, badan bengkak
tidak, sesak nafas tidak ada, tampak sakit sedang, nyeri kepala tidak ada,
muntah tidak ada, pandangan kabur tidak ada
● Tanggal 14/04: Keadaan umum tenang, kejang 1x <1 menit, nyeri kepala tidak
ada, tampak sakit sedang, demam tidak ada, bengkak tidak ada
● Tanggal 15/04: Keadaan umum tenang, kejang tidak ada, nyeri kepala tidak
ada, penurunan kesadaran tidak ada, sesak tidak ada
5
● Tanggal 16/04: Keadaan umum tenang, demam tidak ada, bengkak tidak ada,
nyeri kepala tidak ada, kejang tidak ada
● Tanggal 17/04: Panas badan tidak ada, nyeri kepala tidak ada, sesak nafas
tidak ada, bengkak ada, tampak sakit berat, 1x <1 menit, mata mendelik ke
atas
● Tanggal 18/04: Kejang 5x, lama kurang lebih 2 menit setelah kejang pasien
kembali sadar, panas badan tidak terlalu tinggi, batuk ada, mata mendelik ke
atas, tampak sakit berat
D. Objektif
HEMATOLOGI
Indeks Eritrosit
6
Hitung Jenis
Leukosit
Segmen (%) 40 – 62 66 86
Limfosit (%) 27 – 40 22 11
Monosit (%) 2 - 10 7 3
Metammielosit (%) 2
Mielosit (%) 1
KIMIA KLINIK
7
Protein Total (g/dL) 6,6 - 8,7 4,0 4,3
Ureum (mg/dL) 15 – 50 85
URIN RUTIN
Makroskopis Urine
Kimia Urin
8
(/UL)
pH Urin 5–8 6
Mikroskopis Urine
9
Silinder (/lpk) Negatif Negatif
10
Tanggal
Pemeriksaan Kondisi
Normal 09/04 10/04 11/04 12/04 13/04 14/04 15/04 16/04 17/04 18/04
Kesadaran Compos cm cm cm cm cm cm cm cm cm cm
mentis
KEPALA
Konjungtiva Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
anemis
Sklera Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
ikterik
Thorax
Bentuk dan Simetris Simetris Simetris Simetris Simetris Simetris Simetris Simetris Simetris Simetris Simetris
Gerak
Cor Sisi mumi Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal
reguler
(normal)
Pulmo VBC kiri- Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal
kanan
(normal)
11
ABDOMEN
Abdomen Datar- Cembung Cembung Cembung Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal
lembut
(normal)
Hepar/Lien Tidak teraba Sulit Sulit Sulit Sulit Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
dinilai dinilai dinilai dinilai teraba teraba teraba teraba teraba teraba
EKSRIMITAS
Akral Hangat Hangat Hangat Hangat Hangat Hangat Hangat Hangat Hangat Hangat Hangat
12
Tanggal
Pemeriksaan Nilai Normal
09/04 10/04 11/04 12/04 13/04 14/04 15/04 16/04 17/04 18/04
Suhu 36-37 ± 36,8 37 36,8 36,7 36,7 36,7 36,8 36,7 36,7 37,5
0,3 ⋄C
RR (20×/menit) 28 26 26 24 24 24 24 22 24 28
Tekanan 120/80 140/100 140/100 150/100 170/120 140/100 130/100 150/100 140/115 170/130 150/100
Darah mmHg
13
4. Metilpredniso 4-2-1 po 10/04 18/04 √ √ √ √ √ √ √ //
lon 8 mg
14
E. Assesment
● Tanggal 09/04 dan 10/04: Pemberian captopril sudah tepat,dosis sudah tepat
untuk menurunkan tekanan darah namun pada tatalaksana hipertensi yang
sudah memasuki stage II obat antihipertensi biasanya dikombinasikan
golongan ACEi atau ARB dengan golongan CCB atau ACEi atau ARB
dengan thiazide. untuk mengatasi bengkak penggunaan paracetamol 500 mg
kurang berhasil
● Tanggal 11/04: Penggunaan paracetamol untuk mengatasi bengkak di tanggal
9 dan 10 karena kurang berhasil maka pada tanggal 11 digantikan oleh
metilprednisolon 8 mg, untuk obat hipertensinya dosis sudah tepat namun ada
penambahan obat hipertensi yaitu kombinasi captopril dengan amlodipin serta
adanya peningkatan dosis captropil menjadi 25mg
● Tanggal 13/04: Terjadinya interaksi antara captopril dan furosemid. Interaksi
yang terjadi bersifat minor yaitu tidak membahayakan pasien dan menghindari
efek interaksi yang mungkin timbul dengan pemantauan status cairan tubuh
dan berat,biasanya furosemid ini diberikan lini pertama bagi hipertensi
dengan CKD karena untuk meredakan edema yang timbul. Karena pada
pemeriksaan lab tanggal 11 albumin rendah maka diberikan albumin
● Tanggal 14/04: Adanya interaksi antara captropil dengan irbesartan namun
bersifat minor sehingga masih bisa diberikan. Peresepan kurang karena tidak
adanya obat albumin dimana pada pemeriksaan lab kadar albumin rendah
● Tanggal 15/04 dan 16/04: Interaksi obat antara captopril dan irbesartan.
Interaksi yang terjadi bersifat minor yaitu tidak membahayakan pasien dan
onsetnya tertunda atau tidak langsung terjadi akan tetapi dapat dilakukan
dalam menghindari efek interaksi yang mungkin timbul dengan pemantauan
status cairan tubuh dan berat. nifedipin diberikan secara sublingual untuk
menpercepat absorpsi
● Tanggal 17/04 dan 18/04: Interaksi obat antara captopril dan irbesartan
bersifat minor
F. Plan
● Tanggal 08/04 (sebelum MRS)
Terdapat banyak bakteri coccus dan protein positif pada pemeriksaan urin
rutin sehingga diasumsikan terkena infeksi yang mana nantinya bisa
disarankan untuk diberikan antibiotik
15
- Metilprednisolon dosis tingkatkan untuk mencapai efek terapi
- Diberikan albumin karena hasil pemeriksaan lab albumin nya rendah
● Tanggal 13/04
- Metilprednisolon ditingkatkan dosis agar mencapai efek terapi
- captropil 25 mg,amlodipin 5 mg, dan furosemid 1mg/kg tetap
diberikan
● Tanggal 14/04
- tetap memberikan metilpredinisolon dengan dosis tertinggi
- Diberikan albumin karena kadar albuminnya rendah
● Tanggal 15-18/04
- Pemberian 3-4 obat antihipertensi dalam satu waktu itu logis karena
hipertensi yang di derita sudah memasuki stage II serta masih remaja.
Namun pemberian ini bukan pilihan terbaik.
16
BAB IV
KESIMPULAN
Dalam kasus PTO ini dengan pasien usia 14 tahun yang menderita penyakit
CKD+Hipertensi Stage II + Sindrom Nefrotik Resisten Steroid obat-obat yang
diberikan hampir semuanya sudah tepat walaupun ada beberapa interaksi namun
masih bersifat minor sehingga bisa dipantau penggunaannya,namun beberapa
mungkin bisa disarankan seperti pada dosis metilprednisolon untuk mencapai efek
terapi maka perlu ditingkatkan pada dosis tertinggi karena pasien resisten terhadap
steroid. Namun dilihat dari gejala dari hari-kehari pasien memang sudah ada
komplikasi penyakit sehingga kondisinya semakin memburuk.
17
DAFTAR PUSTAKA
18