Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Praktikum Farmasi Klinik


Yang Diampu Oleh apt. Doni Anshar Nuari, M.Si

Disusun Oleh:

Aida Gantini 24041119105

Giayana Putri Herdiyanti 24041119118

Ida Rahma Ningrum 24041119121

Muhammad Tasdik Rizki Awali 24041119133

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS GARUT

2022-2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat-Nya dan karunia-Nya
kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat pada waktunya. Tanpa pertolongan-Nya
tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat
serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad
SAW yang kita nanti-nantikan syafa’atnya di akhirat nanti.

Kami mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat-Nya, baik itu
berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga kami mampu untuk menyelesaikan
pembuatan makalah sebagai salah satu tugas dari mata kuliah praktikum farmasi klinik.

Kami jauh dari kata sempurna, oleh karena itu keterbatasan dari kemampuan kami
maka kritik dan saran yang membangun senantiasa kami harapkan semoga makalah ini dapat
berguna bagi kami khususnya dan pihak lain yang berkepentingan pada umumnya.

Garut, Januari 2023

Penyususn

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...............................................................................................................ii

DAFTAR ISI.............................................................................................................................iii

BAB I ......................................................................................................................................... 1

PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 1

BAB II........................................................................................................................................ 3

TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................................ 3

A. Hipertensi ....................................................................................................................... 3

B. Chronic kidney disease .................................................................................................. 3

C. Sindrom nefrotik steroid ................................................................................................ 4

BAB III ...................................................................................................................................... 5

HASIL ........................................................................................................................................ 5

A. Identitas Pasien............................................................................................................... 5

B. Riwayat Penyakit ........................................................................................................... 5

C. Subjektif ......................................................................................................................... 5

D. Objektif .......................................................................................................................... 6

E. Assesment .................................................................................................................... 15

F. Plan............................................................................................................................... 15

BAB IV .................................................................................................................................... 17

KESIMPULAN ........................................................................................................................ 17

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 18

iii
BAB I

PENDAHULUAN

Pelayanan kefarmasian yang baik adalah pelayanan yang berperan strategis dalam
perbaikan kesehatan masyarakat (Kemenkes RI, 2004).

Pemantauan Terapi Obat (PTO) merupakan proses yang memastikan bahwa seorang
pasien mendapatkan terapi obat yang efektif dan terjangkau dengan meminimalkan efikasi
dan meminimalkan suatu efek samping (Permenkes RI, 2016).

Pemantauan Terapi Obat (PTO) adalah suatu proses yang mencakup kegiatan untuk
memastikan terapi obat yang aman, efektif dan rasional bagi pasien. Kegiatan tersebut
mencakup pengkajian pilihan obat, dosis, cara pemberian obat, respon terapi, reaksi obat
yang dikehendaki (ROTD), dan rekomendasi perubahan atau alternatif terapi. PTO harus
dilakukan secara berkesinambungan dan dievaluasi secara teratur pada periode tertentu agar
keberhasilan ataupun kegagalan terapi dapat diketahui. Seleksi pasien yang mendapatkan
terapi obat adalah yang memiliki resep polifarmasi, kompleksitas penyakit dan penggunaan
obat serta respons pasien yang sangat individual meningkatkan munculnya masalah terkait
obat. Evaluasi pelaksanaan kegiatan perlu dilakukan untuk menjamin mutu dan pengendalian
mutu pelayanan kefarmasian di rumah sakit. Kegiatan tersebut harus didukung oleh sumber
daya manusia, sarana, dan peralatan serta mempertimbangkan faktor risiko yang akan terjadi
(Depkes RI, 2016).

Pemantauan terapi obat memiliki 3 tahap yaitu menetapkan parameter


farmakokinetika, menetapkan sasaran terapi, dan menetapkan frekuensi pemantauan. Tahap
PTO menggunakan metode (SOAP). Apoteker melakukan pencatatan data subjektif
berdasarkan wawancara pasien dan melihat kondisi fisik yang dikeluhkan oleh pasien
disesuaikan dengan potensi reaksi obat yang dikonsumsi. Data objektif merupakan tanda vital
(tekanan darah, suhu, tubuh, denyut nadi, kecepatan pernafasan) hasil pemeriksaan
laboratorium dan diagnostik (Kannan 2016)

Pelayanan farmasi klinik menjadi salah satu pelayanan yang berorientasi dan
bersinggungan langsung dengan pasien.Dengan diterapkannya pelayanan farmasi klinik di
rumah sakit maka secara tidak langsung pelayanan yang diberikan apoteker kepada pasien
akan meningkatkan outcome terapi dan meminimalkan risiko terjadinya efek samping karena
obat. Sehingga tujuan dari keselamatan pasien (patient safety) dan kualitas hidup pasien
(quality of life) terjamin (Rusli, 2016).

Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik (SBP) >120 tau tekanan darah
diastolik (DBP) > 90 mmHg yang menjadi masalah kesehatan yang berkembang di seluruh
dunia karena secara signifikan dapat meningkatkan risiko pada jantung, otak, ginjal dan
penyakit lainnya (Delacroix et al, 2014).

1
Pemeliharaan tekanan darah normal tergantung pada keseimbangan antara output
jantung dan resistensi vaskular perifer. Saat ini telah diketahui bahwa sistem kontrol ginjal,
saraf, endokrin, dan kardiovaskular dapat mempengaruhi jantung dan homeostasis vaskular
yang membuat patofisiologi hipertensi menjadi sangat kompleks. Kontribusi masing-masing
faktor ini terhadap nilai tekanan darah yang meningkat terjadi karena interaksi gen dengan
lingkungan dan bervariasi di antara individu yang berbeda (Hall, et al. 2012).

Hipertensi dapat menjadi komplikasi untuk stroke hemoragik, stroke iskemik, infark
miokard, kematian mendadak, gagal jantung, penyakit arteri perifer, penurunan kognitif, dan
demensia. Dengan beberapa komorbiditas, pasien hipertensi juga cenderung mengalami
polifarmasi, faktor yang telah dikaitkan dengan tingginya risiko masalah terkait obat (Drug
Related Problem/ DRPs) (Kusumawardani, L.A et al, 2020 ).

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Hipertensi
a. Definisi
Hipertensi adalah suatu kondisi tekanan darah seseorang berada diatas
angka normal yaitu 120/80 mmHg. Hipertensi pada seseorang dengan tekanan
darah 140/90 mmHg ke atas, diukur di kedua lengan tiga kali dalam jangka
beberapa minggu. (Elvira and Anggraini 2019)
Penyakit hipertensi sering disebut sebagai The Silent Disease atau
penyakit tersembunyi. orang yang tidak sadar telah mengidap penyakit
hipertensi sebelum melakukan pemeriksaan tekanan darah. Hipertensi dapat
menyerang siapa saja, dari berbagai kelompok umur dan status sosial
ekonomi. Hipertensi merupakan suatu keadaan tanpa gejala, dimana tekanan
darah yang tinggi di dalam arteri menyebabkan meningkatnya resiko terhadap
penyakit-penyakit yang berhubungan dengan kardiovaskuler seperti stroke,
gagal jantung, serangan jantung, kerusakan ginjal. (Hidayati 2018)
b. Etiologi
Hipertensi dapat terjadi akibat dari faktor genetik, usia, merokok,
aktivasi sistem saraf simpatik (sympathetic nervous system/SNS), konsumsi
garam berlebih, gangguan vasokontriksi dan vasodilatasi dan sistem
reninangiotensin-aldosteron. Pada saat jantung bekerja lebih berat dan
kontraksi otot jantung menjadi lebih kuat sehingga menghasilkan aliran darah
yang besar melalui arteri. Arteri akhirnya mengalami kehilangan elastisitas
sehingga mempengaruhi peningkatan tekanan darah. (Gunawan, Prahasanti,
and Utama 2020)
c. Faktor risiko
Beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya tekanan
darah tinggi yaitu usia lanjut, adanya riwayat tekanan darah tinggi dalam
keluarga, kelebihan berat badan yang diikuti dengan kurangnya berolahraga.
Fenomena ini disebabkan karena perubahan gaya hidup masyarakat secara
global, seperti semakin mudahnya mendapatkan makanan siap saji membuat
konsumsi sayuran segar dan serat berkurang, kemudian konsumsi garam,
lemak, gula, dan kalori yang terus meningkat. Upaya untuk menekan kejadian
hipertensi ataupun komplikasi yang terjadi akibat hipertensi perlu dilakukan
modifikasi gaya hidup seperti: mengatur pola makan dengan membatasi
asupan garam, lemak, alkohol, berhenti merokok, dan mengontrol berat badan;
melakukan aktivitas fisik; istirahat dan tidur. (Hidayati 2018)
B. Chronic kidney disease
a. Definisi
CKD didefinisikan sebagai kelainan struktur dan fungsi ginjal selama
>3 bulan yang mengakibatkan gangguan kesehatan. Gangguan kesehatan
tersebut dapat terlihat dari penanda kerusakan ginjal diantaranya albuminuria
>30mg/24 jam, terdapat abnormalitas sedimen urin (hematuria, red cell casts,
dll), gangguan elektrolit dan tubular (asidosis tubulus ginjal, diabetes insipidus

3
nefrogenik, pengeluaran kalium dan magnesium ginjal, sindrom Fanconi,
proteinuria non albumin, cystinuria), kelainan ginjal yang terlihat berdasarkan
histologi maupun pencitraan, riwayat transplantasi ginjal, serta adanya
penurunan GFR. Penyakit ginjal dijuluki sebagai silent disease karena
seringkali tidak menunjukkan tanda-tanda peringatan. Hal tersebut akan
memperburuk kondisi penderita dari waktu ke waktu dan akhirnya jatuh
kedalam kondisi penyakit chronic kidney disease (CKD). (Rachmawati and
Marfianti 2020)
b. Etiologi
Kerusakan pada ginjal akibat penggunaan obat-obatan maupun
minuman berenergi terjadi akibat penggunaan yang sering dan jangka panjang.
Penyakit tersebut juga dapat diakibatkan oleh obstruksi (batu, striktur,
kelainan anatomi, pembesaran prostat) dan infeksi saluran kencing.
(Rachmawati and Marfianti 2020)
c. Faktor risiko
Diabetes mellitus dan hipertensi menjadi faktor risiko tertinggi.
Lamanya hipertensi turut mempengaruhi kejadian CKD. Fungsi ginjal akan
lebih cepat mengalami kemunduran jika terjadi hipertensi berat. Usia menjadi
salah satu faktor risiko terjadinya CKD, semakin tua usia seseorang maka
risiko terjadinya CKD semakin besar menunjukkan bahwa penurunan fungsi
ginjal yang berkaitan dengan usia berhubungan dengan hipertensi sistemik,
aktivitas merokok, dislipidemia, penyakit aterosklerosis dan obesitas.
(Rachmawati and Marfianti 2020)
C. Sindrom nefrotik steroid
a. Definisi
Sindrom nefrotik (NS) adalah salah satu penyakit glomerulus yang
paling sering terjadi pada anak-anak. Menurut respon terapi steroid, NS
diklasifikasikan menjadi sindrom nefrotik sensitif steroid (SSNS) dan sindrom
nefrotik resisten steroid (RSNS).2 Sindrom nefrotik sensitif steroid adalah NS
dengan respon dalam 4 minggu setelah memulai kursus steroid standar,
sementara SRNS adalah NS dengan kegagalan untuk merespons dalam waktu
4 minggu terapi standar steroid. ( Dewa 2019))
b. Etiologi
Sindrom nefrotik (SN) adalah sindrom klinik yang mempunyai banyak
penyebab, ditandai permeabilitas membran glomerulus yang meningkat
dengan manifestasi proteinuri masif yang menyebabkan hipoalbuminemia dan
biasanya disertai edema dan hiperkolesterolemia. (Handayani 2007)
c. Faktor risiko
Kondisi medis seperti diabetes, lupus, dan amiloidosis. Obat-obatan
seperti anti-radang non-steroid atau beberapa antibiotik. Infeksi seperti HIV,
hepatitis B, hepatitis C, dan malaria. (Handayani 2007)

4
BAB III

HASIL

A. Identitas Pasien

Nama pasien : An. YS

Jenis kelamin : Perempuan

Usia : 14 tahun

No. Rekam medik : 0001442xxx

Status pasien : BPJS

Ruang rawat : Kenanga 2

BB/TB/LPT : 44 kg/140 cm/1,25 m2

MRS : 09 April 2017

Alergi : Tidak ada

Nama DPJP : dr. Vicanita Kusnadi, Sp. A. M.Kes

Kondisi khusus : Gangguan ginjal

B. Riwayat Penyakit
● CKD stage IV
● Sindroma Nefrotik Resisten Steroid
C. Subjektif
● Tanggal 09/04: Bengkak ada, sesak nafas tidak ada, panas badan tidak ada,
kondisi umum sakit sedang, nyeri kepala tidak ada, keadaan umum lemah
● Tanggal 10/04: Keadaan umum lemah, demam tidak ada, bengkak ada, sesak
nafas tidak ada, nyeri kepala tidak ada
● Tanggal 11/04: Keadaan umum lemah, demam tidak ada, KU tampak sakit
sedang, bengkak ada, sesak nafas tidak ada
● Tanggal 12/04: Keadaan umum tenang, demam tidak ada, sesak tidak ada,
sakit kepala tidak ada, BAK tidak ada keluhan
● Tanggal 13/04: Keadaan umum lemah, panas badan tidak ada, badan bengkak
tidak, sesak nafas tidak ada, tampak sakit sedang, nyeri kepala tidak ada,
muntah tidak ada, pandangan kabur tidak ada
● Tanggal 14/04: Keadaan umum tenang, kejang 1x <1 menit, nyeri kepala tidak
ada, tampak sakit sedang, demam tidak ada, bengkak tidak ada
● Tanggal 15/04: Keadaan umum tenang, kejang tidak ada, nyeri kepala tidak
ada, penurunan kesadaran tidak ada, sesak tidak ada

5
● Tanggal 16/04: Keadaan umum tenang, demam tidak ada, bengkak tidak ada,
nyeri kepala tidak ada, kejang tidak ada
● Tanggal 17/04: Panas badan tidak ada, nyeri kepala tidak ada, sesak nafas
tidak ada, bengkak ada, tampak sakit berat, 1x <1 menit, mata mendelik ke
atas
● Tanggal 18/04: Kejang 5x, lama kurang lebih 2 menit setelah kejang pasien
kembali sadar, panas badan tidak terlalu tinggi, batuk ada, mata mendelik ke
atas, tampak sakit berat
D. Objektif

Data pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan Nilai Tanggal


normal
09/04 11/04 14/04 17/04

HEMATOLOGI

Hemoglobin (g/dL) 12,0 – 11,0


16,0

Hematokrit (%) 345– 47 34

Eritrosit (juta/uL) 3,6 – 5,8 4,37

Leukosit (/mm3) 4500 – 11000


13000

Trombosit (/mm3) 150000- 373000


450000

Indeks Eritrosit

MCV (fL) 80-100 77,8

MCH (pg) 26-34 25,2

MCHC (%) 32-36 32,4

6
Hitung Jenis
Leukosit

Basofil (%) 0,1 – 1 0 0

Eosinofil (%) 1–6 0 0

Batang (%) 3–5 2 0

Segmen (%) 40 – 62 66 86

Limfosit (%) 27 – 40 22 11

Monosit (%) 2 - 10 7 3

Metammielosit (%) 2

Mielosit (%) 1

KIMIA KLINIK

CRP Kuantitatif <5


(mg/dL)

Natrium (mEq/L) 135 – 134


145

Kalium (mEq/L) 3.6 – 5.5 4,3

Klorida (mEq/L) 98 – 108

Kalsium/Ca. Bebas 4,7 – 5,2 4,87


(mg/dL)

Albumin (g/dL) 3,8 - 5,4 1,7 2,8


(C)

7
Protein Total (g/dL) 6,6 - 8,7 4,0 4,3

Kreatinin (mg/dL) 0,57 – 0,84


0,87

AST (SGOT) (U/L < 31 13


37º C)

ALT (SGPT) (U/L < 33 18


37º C)

Ureum (mg/dL) 15 – 50 85

Glukosa Darah < 140 133


Sewaktu (mg/dL)

Pemeriksaan Nilai Tanggal


normal
08/04

URIN RUTIN

Makroskopis Urine

Warna Urin Kuning Kuning

Kejernihan Urin Jernih Keruh

Kimia Urin

Blood Urine Negatif 3+/>1.0


(mg/dL)

Lekosit Esterase Negatif 75

8
(/UL)

Berat Jenis Urin 1.015 – 1.020


1.025

pH Urin 5–8 6

Nitrit Urine Negatif Negatif

Protein Urine Negatif 4+/>1000


(mg/dL)

Glukosa Urine Negatif Negatif


Sewaktu (mg/dL)

Ketone Urine Negatif Negatif


(mg/dL)

Urobilinogen Urine <1 Normal


(mg/dL)

Bilirubin Urin Negatif Negatif


(mg/dL)

Mikroskopis Urine

Eritrosit (/lpb) 0–3 Banyak

Lekosit (/lpb) 0–8 8

Sel Epitel (/lpk) 7

Bakteri (/lpk) Negatif Positif Ditemukan banyak


bakteri berbentuk
coccus

Kristal (/lpk) Negatif Negatif

9
Silinder (/lpk) Negatif Negatif

10
Tanggal
Pemeriksaan Kondisi
Normal 09/04 10/04 11/04 12/04 13/04 14/04 15/04 16/04 17/04 18/04

Kesadaran Compos cm cm cm cm cm cm cm cm cm cm
mentis

KEPALA

Konjungtiva Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
anemis

Sklera Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
ikterik

Thorax

Bentuk dan Simetris Simetris Simetris Simetris Simetris Simetris Simetris Simetris Simetris Simetris Simetris
Gerak

Cor Sisi mumi Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal
reguler
(normal)

Pulmo VBC kiri- Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal
kanan
(normal)

11
ABDOMEN

Abdomen Datar- Cembung Cembung Cembung Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal
lembut
(normal)

Fluid wafe Negatif + + + + + + + + + +

Hepar/Lien Tidak teraba Sulit Sulit Sulit Sulit Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
dinilai dinilai dinilai dinilai teraba teraba teraba teraba teraba teraba

EKSRIMITAS

Akral Hangat Hangat Hangat Hangat Hangat Hangat Hangat Hangat Hangat Hangat Hangat

Edema pretibial Negatif +/+ +/+ +/+ +/+ +/+ +/+

Edema dorsum Negatif +/+ +/+ +/+ +/+


pedis

12
Tanggal
Pemeriksaan Nilai Normal
09/04 10/04 11/04 12/04 13/04 14/04 15/04 16/04 17/04 18/04

Suhu 36-37 ± 36,8 37 36,8 36,7 36,7 36,7 36,8 36,7 36,7 37,5
0,3 ⋄C

RR (20×/menit) 28 26 26 24 24 24 24 22 24 28

HR (80- 110 100 100 100 110 98 98 104 104 110


100×/menit)

Tekanan 120/80 140/100 140/100 150/100 170/120 140/100 130/100 150/100 140/115 170/130 150/100
Darah mmHg

Data pengobatan pasien

Tanggal Pemberian Obat


No Obat Regimen Rute Tgl Tgl
Dosis Mulai Stop 09/04 10/04 11/04 12/04 13/04 14/04 15/04 16/04 17/04 18/04

1. Captopril 12,5 2×1 po 09/04 10/04 √ √ //


mg

2. Captopril 25 2×1 po 10/04 √ √ √ √ √ √ √ √


mg

3. Paracetamol 3×1 po 09/04 √ √ //


500 mg

13
4. Metilpredniso 4-2-1 po 10/04 18/04 √ √ √ √ √ √ √ //
lon 8 mg

5. Metilpredniso 2-1- po 18/04 √


lon 16 mg

6. Irbesartan 75 1×1 po 11/04 √ √ √ √ √


mg

7. Amlodipin 5 1×1 po 11/04 17/04 √ √ √ √ √ √ //


mg

8. Nifedipine 10 p.r.n SL 10/04 √ √ //


mg

9. Nifedipine 10 3×1 po 17/04 √ √


mg

10. Albumin 25% 160 ml (4 iv 13/04 √


40 gram jam)

11. Furosemid 1 40 mg iv 13/04 √


mg/kg

14
E. Assesment
● Tanggal 09/04 dan 10/04: Pemberian captopril sudah tepat,dosis sudah tepat
untuk menurunkan tekanan darah namun pada tatalaksana hipertensi yang
sudah memasuki stage II obat antihipertensi biasanya dikombinasikan
golongan ACEi atau ARB dengan golongan CCB atau ACEi atau ARB
dengan thiazide. untuk mengatasi bengkak penggunaan paracetamol 500 mg
kurang berhasil
● Tanggal 11/04: Penggunaan paracetamol untuk mengatasi bengkak di tanggal
9 dan 10 karena kurang berhasil maka pada tanggal 11 digantikan oleh
metilprednisolon 8 mg, untuk obat hipertensinya dosis sudah tepat namun ada
penambahan obat hipertensi yaitu kombinasi captopril dengan amlodipin serta
adanya peningkatan dosis captropil menjadi 25mg
● Tanggal 13/04: Terjadinya interaksi antara captopril dan furosemid. Interaksi
yang terjadi bersifat minor yaitu tidak membahayakan pasien dan menghindari
efek interaksi yang mungkin timbul dengan pemantauan status cairan tubuh
dan berat,biasanya furosemid ini diberikan lini pertama bagi hipertensi
dengan CKD karena untuk meredakan edema yang timbul. Karena pada
pemeriksaan lab tanggal 11 albumin rendah maka diberikan albumin
● Tanggal 14/04: Adanya interaksi antara captropil dengan irbesartan namun
bersifat minor sehingga masih bisa diberikan. Peresepan kurang karena tidak
adanya obat albumin dimana pada pemeriksaan lab kadar albumin rendah
● Tanggal 15/04 dan 16/04: Interaksi obat antara captopril dan irbesartan.
Interaksi yang terjadi bersifat minor yaitu tidak membahayakan pasien dan
onsetnya tertunda atau tidak langsung terjadi akan tetapi dapat dilakukan
dalam menghindari efek interaksi yang mungkin timbul dengan pemantauan
status cairan tubuh dan berat. nifedipin diberikan secara sublingual untuk
menpercepat absorpsi
● Tanggal 17/04 dan 18/04: Interaksi obat antara captopril dan irbesartan
bersifat minor
F. Plan
● Tanggal 08/04 (sebelum MRS)

Terdapat banyak bakteri coccus dan protein positif pada pemeriksaan urin
rutin sehingga diasumsikan terkena infeksi yang mana nantinya bisa
disarankan untuk diberikan antibiotik

● Tanggal 09/04 dan 10/4


- Selain captropil yang diberikan untuk hipertensi stage II bisa
dikombinasikan captropil dengan amplodin atau dengan furosemid
- Didiskusikan dengan dokter pemberian metilprednisolon dengan dosis
tertinggi karena pasien didiagnosis sindrom nefrotik steroid
● Tanggal 11/04
- Dosis captopril sudah tepat,bisa dikombinasikan dengan amplodin atau
dengan furosemid

15
- Metilprednisolon dosis tingkatkan untuk mencapai efek terapi
- Diberikan albumin karena hasil pemeriksaan lab albumin nya rendah
● Tanggal 13/04
- Metilprednisolon ditingkatkan dosis agar mencapai efek terapi
- captropil 25 mg,amlodipin 5 mg, dan furosemid 1mg/kg tetap
diberikan
● Tanggal 14/04
- tetap memberikan metilpredinisolon dengan dosis tertinggi
- Diberikan albumin karena kadar albuminnya rendah
● Tanggal 15-18/04
- Pemberian 3-4 obat antihipertensi dalam satu waktu itu logis karena
hipertensi yang di derita sudah memasuki stage II serta masih remaja.
Namun pemberian ini bukan pilihan terbaik.

16
BAB IV

KESIMPULAN

Dalam kasus PTO ini dengan pasien usia 14 tahun yang menderita penyakit
CKD+Hipertensi Stage II + Sindrom Nefrotik Resisten Steroid obat-obat yang
diberikan hampir semuanya sudah tepat walaupun ada beberapa interaksi namun
masih bersifat minor sehingga bisa dipantau penggunaannya,namun beberapa
mungkin bisa disarankan seperti pada dosis metilprednisolon untuk mencapai efek
terapi maka perlu ditingkatkan pada dosis tertinggi karena pasien resisten terhadap
steroid. Namun dilihat dari gejala dari hari-kehari pasien memang sudah ada
komplikasi penyakit sehingga kondisinya semakin memburuk.

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan Republik


Indonesia nomor 72 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di Rumah
Sakit. Jakarta: DepKes RI; 2016.
2. Delacroix, S., Chokka, R.G., dan Worthley, G. (2014). Hypertension:
Pathophysiology and Treatment. J Neurol Neurophysiol 5:6
3. Hall JE, Granger JP, do Carmo JM, da Silva AA, Dubinion J, George E, Hamza S,
Speed J, Hall ME. (2012). Hypertension: physiology and pathophysiology. Compr
Physiol ;2:2393–442.
4. Kusumawardani, L.A., Andrajati, R., dan Nusaibah, A. (2020). Drug-related Problems
in Hypertensive Patients: A Cross-sectional Study from Indonesia. J Res Pharm
Pract.; 9(3): 140–145
5. Kannan B, Nagella AB, Prabhu As. Sasisharan GM, Ramesh AS & Madhugiri V.
Incidence of potential drug-drug inter actions In a limited and stereotyped prescription
serring-comparison of two free online pharmacopoesas. Cureus Journal Of Medical
Science 2016.8 (11)
6. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2004. Standar Pelayanan
Kefarmasian Di Apotek. Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2016. Tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian Di Apotek. Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
8. Rusli. 2016. Modul Bahan Ajar Cetak Farmasi: Farmasi Rumah Sakit dan Klinik.
Jakarta Selatan: Pusat Pendidikan Sumber Daya Manusia
9. Dewa Ayu Dini Primashanti Dewi, Ketut Suarta, Gusti Ayu Putu Nilawati. 2019.
“Risk factors of steroid resistant nephrotic syndrome in children”
10. Elvira, Mariza, and Novi Anggraini. 2019. “Faktor-Faktor Yang Berhubungan
Dengan Kejadian Hipertensi.” Jurnal Akademika Baiturrahim Jambi 8 (1): 78.
https://doi.org/10.36565/jab.v8i1.105.
11. Gunawan, Arif, Kartika Prahasanti, and M. Reza Utama. 2020. “Pengaruh Komorbid
Hipertensi Terhadap Severitas Pasien Yang Terinfeksi Covid 19.” Jurnal Implementa
Husada 1 (2): 136. https://doi.org/10.30596/jih.v1i2.4972.
12. Handayani. 2007. “Profile of Cholesterol and Albumin Concentration and Urine
Sediment Based on Nephrotic Syndrome.” Indonesian Journal of Clinical Pathology
and Medical Laboratory 13 (2): 47–52.
13. Hidayati, Sri. 2018. “Kajian Sistematis Terhadap Faktor Risiko Hipertensi Di
Indonesia.” Journal of Health Science and Prevention 2 (1): 48–56.
14. Rachmawati, A, and E Marfianti. 2020. “Karakteristik Faktor Risiko Pasien Chronic
Kidney Disease (CKD) Yang Menjalani Hemodialisa Di RS X Madiun.” Biomedika
12 (1): 36–43. https://doi.org/10.23917/biomedika.v12i1.9597.

18

Anda mungkin juga menyukai