Anda di halaman 1dari 39

1

TINGKAT KEPATUHAN MINUM OBAT PASIEN HIPERTENSI


DI PUSKESMAS MOJOLANGU KOTA MALANG

KARYA TULIS ILMIAH

OLEH

EVODIUS AGUSTINUS BULU

AKF18035

AKADEMI FARMASI PUTRA INDONESIA MALANG

2022

l
2

DAFTAR ISI

COVER.............................................................................................................................i

LEMBAR PENGESAHAN...........................................................................................ii

DAFTAR ISI....................................................................................................................4

BAB I................................................................................................................................3

PENDAHULUAN...........................................................................................................3

1.1 Latar Belakang......................................................................................................3

1.2 Rumusan Masalah.................................................................................................5

1.3 Tujuan Penelitian..................................................................................................5

1.4 Manfaat Penelitian................................................................................................5

1.5 Ruang lingkup dan Keterbatasan penelitian.......................................................6

1.6 Definisi Istilah.......................................................................................................7

BAB II..............................................................................................................................8

TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................................8

2.1 Tinjauan tentang Hipertensi.................................................................................8

2.2 Tinjauan Tentang Kepatuhan.............................................................................23

2.3 Tinjuan Tentang Puskesmas..............................................................................25

BAB III...........................................................................................................................27

METODE PENELITIAN.............................................................................................27

3.1 Rancangan Penelitian..........................................................................................27

3.2 Populasi dan Sampel penelitian.........................................................................27

3.3 Waktu dan Tempat Penelitian............................................................................29

3.4 Definisi Operasional Variabel...........................................................................29

3.5 Instrumen Penelitian...........................................................................................31

3.6 Prosedur Pengumpulan Data..............................................................................31

l
3

3.7 Analisa Data.........................................................................................................31

DAFTAR RUJUKAN...................................................................................................33

BAB 1

l
4

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Hipertensi atau yang biasa dikenal sebagai tekanan darah tinggi merupakan

suatu keadaan meningkatnya darah sistolik lebih dari sama dengan 140 mmHg

dan diastolik lebih dari sama dengan 90 mmHg. Hipertensi dapat diklarifikasikan

menjadi dua jenis yaitu hipertensi primer atau esensial yang penyebabnya belum

diketahui dan hipertensi sekunder yang dapat disebabkan oleh penyakit ginjal,

penyakit jantung, penyakit endokrin dan gangguan hormon. Hipertensi seringkali

tidak menimbulkan gejala, sementara tekanan darah yang terus menerus tinggi

dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan komplikasi. Oleh karena itu,

hipertensi perlu dideteksi dini yaitu dengan pemeriksaan darah secara

berkala(Kartikasariet al., 2012). Hipertensi lebih berisiko pada mereka yang sudah

berusia lanjut dibandingkan dengan mereka yang berusia relatif lebih muda dan

pada umumnya merupakan hipertensi primer. Hipertensi merupakan faktor resiko

utama untuk stroke, gagal jantung dan penyakit koroner (sugiarto,2007).

Beberapa laporan mengenai prevalensi hipertensi di indonesia, terlihat bahwa

prevalensi hipertensi di Jawa Timur khususnya Kota Malang cukup tinggi. Jumlah

penderita hipertensi didunia mengalami mengalami peningkatan sebesar 25%

sejak tahun 2000 dan pada tahun 2025 diprediksi jumlah penderita hipertensi akan

meningkat menjadi 29% atau sekitar 1,6 miliar orang di seluruh dunia (Kesehatan,

2013). Di Indonesia menurut profil kesehatan nasional tahun 2010, angka

kematian akibat hipertensi mencapai 4,81% .prevalensi tekanan darah tinggi di

Jawa Timur sebesar 26,2% pada tahun 2013(kesehatan, 2013). Berdasarkan

l
5

survey yang di lakukan Dinas Kesehatan Kota Malang pada tahun 2010 sebesar

10,87% (Malang, 2015).

Kepatuhan terhadap minum obat merupakan faktor penting dalam kesehatan

lanjutan dan kesembuhan pasien hipertensi. Kepatuhan dan ketaatan merupakan

prasyarat untuk keefektivan terapi hipertensi. Potensi besar untuk perbaikan

pengendalian hipertensi terletak dalam meningkatkan perilaku kepatuhan pasien

tersebut. ketidakpatuhan pasien terhadap obat antihipertensi adalah salah satu

faktor utama kegagalan terapi (Annisa, dkk., 2013). Kegagalan terapi baik terapi

farmakologis maupun non farmakologis dapat menyebabkan riwayat hipertensi

semakin lama. Hipertensi lama atau berat dapat menimbulkan komplikasi berupa

kerusakan organ pada jantung, otak, ginjal, dan mata. Sedangkan kepatuhan

minum obat akan menurunkan risiko kematian dan risiko kerusakan organ penting

tubuh. Oleh karena itu, kepatuhan dalam mengkonsumsi obat antihipertensi

menjadi fokus untuk mencapai derajat kesehatan pasien. Perilaku kepatuhan

tersebut dapat dilihat dari sejauh mana pasien mengikuti atau menaati

perencanaan pengobatan yang telah disepakati oleh pasien dan dokter

(Nurhidayat, 2017).

Studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti pada masyarakat di sekitar

domisili peneliti, dan hasil tanya jawab terhadap 15 orang yang terdiagnosa

hipertensi dan sudah mengkonsumsi obat antihipertensi, 3 orang diantaranya tidak

minum obat karena lupa membawa obat pada waktu berpergian dan 8 orang tidak

minum obat karena tekanan darahnya normal dan merasa tidak ada keluhan,

sedangkan 4 orang yang lain menjawab teratur minum obat, temuan tersebut

l
6

menunjukkan bahwa 73% dari penderita hipertensi tidak patuh minum obat

antihipertensi.

Puskesmas Mojolangu adalah satu diantara lima belas Puskesmas yang ada di

Kota Malang, informasi yang didapat peneliti dari petugas Puskesmas Mojolangu

tercatat jumlah pasien yang sudah terdiagnosa hipertensi sejumlah 983 orang,

tetapi yang teratur mengambil obat sebulan sekali kurang lebih sejumlah 80

orang(8,1%). Keteraturan pasien dalam mengambil obat belum tentu memberikan

gambaran kepatuhan minum obat, sehingga diamsumsikan pasien yang patuh

minim obat presentasenya kurang dari 8,1%

Berdasarkan uraian diatas dan belum di lakukannnya penelitian tentang

kepatuhan minum obat pasien hipertensi maka peneliti tertarik melakukan

penelitian tingkat kepatuhan minum obat pasien hipertensi di Puskesmas

Mojolangu Kota Malang.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana tingkat kepatuhan

minum obat pasien hipertensi di Puskesmas Mojolangu Kota Malang.?

1.3 Tujuan penelitian

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui tingkat kepatuhan minum obat

pasien hipertensi di Puskesmas Mojolangu Kota Malang.

l
7

1.4 Manfaat penelitian

1. Bagi peneliti dapat menambah wawasan dalam melakukan penelitian dan

hasil penelitian di jadikan referensi dasar sebagai tenaga teknis

kefarmasian.

2. Bagi Institusi Sebagai sumber informasi untuk peneliti selanjutnya dalam

mengembangkan penelitian yang lebih mendalam tentang kepatuhan

hipertensi lebih lanjut.

3. Bagi Masyarakat diharapkan dapat memberikan informasi dan wawasan

tentang pentingnya kepatuhan minum obat terutama pada pasien

hipertensi.

1.5 Ruang lingkup dan Keterbatasan penelitian

Ruang lingkup yang dilakukan dalam penelitian ini adalah

mendeskripsikan tingkat kepatuhan minum obat pasien hipertensi di

Puskesmas Mojolangu Kota Malang

Keterbatasan dalam penelitian ini adalah peneliti tidak bisa menjamin

kejujuran responden dalam mengisi kuisioner penelitian

1.6 Defenisi istilah

1 Kepatuhan minum obat adalah perilaku individu yang berhubungan

dengan kerteraturan minum obat yang sesuai dengan petunjuk medis atau

dokter yang mengobatinya.

2 Obat hipertensi adalah kelompok obat yang digunakan untuk menurunkan

tekanan darah akibat hipertensi.

l
8

3 Hipertensi atau yang biasa dikenal sebagai tekanan darah tinggi

merupakan suatu keadaan meningkatnya darah sistolik lebih dari sama

dengan 140 mmHg dan diastolik lebih dari sama dengan 90 mmHg

4. Pasien adalah orang yang mengalami gejala penyakit hipertensi dan

mengikuti pengobatan yang ditetapkan oleh tenaga kesehatan.

l
9

BAB ll

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjuan tentang hipertensi

2.1.1 Defenisi

Hipertensi atau yang biasa dikenal sebagai tekanan darah tinggi merupakan

suatu keadaan meningkatnya darah sistolik lebih dari sama dengan 140 mmHg

dan diastolik lebih dari sama dengan 90 mmHg. Hipertensi sering menyebabkan

perubahan pada pembuluh darah yang dapat mengakibatkan semakin tingginya

tekanan darah (Muttaqin A, 2009).

Diagnosa hipertensi tidak berdasarkan pada peningkatan tekanan darah yang

hanya sekali. Tekanan darah harus diukur dalam posisi duduk dan berbaring

(Beradero, 2008). Penderita hipertensi adalah kondisi kronis dimana tekanan

darah meningkat, hipertensi dapat terjadi selama bertahun-tahun tanpa disadari

oleh penderitanya. Bahkan, tanpa gejala sekalipun, kerusakan pembuluh darah dan

jantung terus berkelanjutan dan dapat di deteksi.

Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan penyakit kronis dan tidak

dapat menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat global karena

prevalensi yang tingi dan resiko bersamaan untuk penyakit kordiovaskular dan

ginjal. Saat ini lebih dari 25% dari populasi dunia adalah hipertensi dengan

l
10

perkiraan bahwa presentasie ini dapat meningkat 29% pada tahun 2025(Amarel et

al, 2015).

Hipertensi dapat di cegah berdasarkan faktor keturunan, menjaga berat

badan ideal, tidak merokok, olahraga teratur, membatasi minuman berakohol,

jangan terlalu mengonsumsi makanan yang mengandung lemak serta gula, hindari

stres yang berlebihan.

2.1.2 Klarifikasi hipertensi

Berdasarkan klarifikasi hipertensi tekanan darah sistolik dan tekanan darah

sistolik di bagi menjadi empat klarifikasi dan dapat dilihat pada tabel.

Tabel 2.1. Klasifikasi berdasarkan tekanan sistolik dan diastolik

(Smetlzer, et al., 2012)

Tekanan darah sistolik Tekanan darah diastolik


Komplikasi
(mmHg) (mmHg)

Normal < 120 mmHg < 80 mmHg

Prahipertens
120 - 139 mmHg
i 80 - 89 mmHg

Stadium 1 140 - 159 mmHg 90 - 99 mmHg

Stadium 2 ≥ 160 mmHg ≥ 100 mmHg

Hipertensi juga dapat diklasifikasikan berdasarkan tekanan darah

pada orang dewasa menurut Triyanto (2014), adapun klasifikasi tersebut

dapat dilihat pada tabel 2.2

l
11

Tabel 2.2. Klasifikasi berdasarkan tekanan darah pada orang dewasa

(Triyanto, 2014)

Kategori Tekanan Darah Sistolik Tekanan Darah Diastolik

(mmHg) (mmHg)

Normal < 130 mmHg < 85 mmHg

Normal Tinggi 130 -139 mmHg 85 – 89 mmHg

Stadium 1 (ringan) 140 - 159 mmHg 90-99 mmHg

Stadium 2 160-179 mmHg 100 - 109 mmHg

(sedang)

Stadium 3 (berat) 180 - 209 mmHg 110 - 119 mmHg

Stadium 4 ≥ 210 mmHg ≥120 mmHg

(maligna)

Hipertensi dapat diklasifikasikan berdasarkan tingginya tekanan darah dan

berdasarkan etiologinya. Berdasarkan tingginya tekanan darah seseorang

dikatakan hipertensi bila tekanan darah > 140/90 mmHg. Klasifikasi hipertensi

berdasarkan tekanan sistol dan diastole dijelaskan pada table 2.3.

Tabel 2.3. Klasifikasi hipertensi(Menurut JNC VIII)

Klasifikasi Sistol (mmHg) Diastol (mmHg)

Normal < 120 mmHg < 80 mmHg

Prehipertensi 120-139 mmHg 80-89 mmHg

Hipertensi - -

Tingkat 1 140-159 mmHg 90-99 mmHg

Tingkat 2 > 160 mmHg > 100 mmHg

l
12

Klasifikasi Prehipertensi menunjukkan hubungan antara dan tanda yang

dibutuhkan untuk meningkatkan edukasi tenaga kesehatan dan masyarakat untuk

mengurangi tingkat tekanan darah dan mencegah berkembangnya hipertensi

dimasyarakat umum. (Setyowati, 2012).

2.1.2 Etiologinya dan faktor resiko

Penyebab hipertensi sesuai dengan tipe masing-masing hipertensi dibagi

menjadi hipertensi primer atau esensial dan hipertensi sekunder.

A. Etiologi

a) Hipertensi primer atau esensial.

Penyebab pasti dari hipertensi esensial belum dapat diketahui,

sementara penyebab sekunder dari hipertensi esensial juga tidak

ditemukan. Pada hipertensi esensial tidak ditemukan penyakit

renivaskuler, gagal ginjal maupun penyakit lainnya, genetik serta

ras menjadi bagian penyebab timbulnya hipertensi esensial

termasuk stress, intake alkohol moderat, merokok, lingkungan dan

gaya hidup (Triyanto, 2014).

b) Hipertensi sekunder.

Hipertensi sekunder penyebabnya dapat diketahui seperti kelainan

pembuluh darah ginjal, gangguan kelenjar tiroid (hipertiroid),

hiperaldosteronisme, penyakit parenkimal (Buss & Labus, 2013).

B. Faktor resiko yang bisa diubah

1. Faktor resiko yang bisa diubah

a) Usia

l
13

Faktor usia merupakan salah satu faktor resiko yang berpengaruh

terhadap hipertensi karena dengan bertambahnya usia maka semakin

tinggi pula resiko mendapatkan hipertensi. Insiden hipertensi

meningkat seiring dengan bertambahnya usia, hal ini disebabkan

oleh perubahan alamiah dalam tubuh yang mempengaruhi pembuluh

darah, hormon serta jantung (Triyanto, 2014).

b) Obesitas

Penderita obesitas dengan hipertensi memiliki daya pompa jantung

dan sirkulasi volume darah yang lebih tinggi jika di bandingkan

dengan penderita yang memiliki berat badan normal (Triyanto,

2014).

c) Rokok

Kandungan yang berada pada rokok dapat menstimulasi pelepasan

katekolamin. Katekolamin yang mengalami peningkatan dapat

menyebabkan peningkatan denyut jantung, iritabilitas miokardial

serta terjadi vasokontriksi yang dapat meningkatkan tekanan darah

(Ardiansyah, 2012).

d) Kopi

Substansi yang terkandung dalam kopi adalah kafein. Kafein

sebagai anti-adenosine (adenosine berperan untuk mengurangi

kontraksi otot jantung dan relaksasi pembuluh darah sehingga

menyebabkan tekanan darah turun dan memberikan efek rileks)

menghambat reseptor untuk berikatan dengan adenosine sehingga

menstimulus sistem saraf simpatin dan menyebabkan pembuluh

l
14

darah mengalami konstriksi disusul dengan terjadinya peningkatan

tekanan darah (Blush, 2014).

2. Faktor resiko yang tidak bisa dirubah

a) Genetik

Faktor genetik ternyats juga memiliki peran terhadap angka

kejadian hipertensi. Penderita hipertensi esensial sekitar 70-80 %

lebih banyak pada kembar monozigot (satu telur) dari pada

heterozigot (beda telur). Riwayat keluarga yang

menderita hipertensi, oleh sebab itu hipertensi disebut penyakit

turunan (Triyanto, 2014).

b) Ras

Orang berkulit hitam memiliki resiko yang lebih besar untuk

menderita hipertensi primer ketika kadar renin plasma darah yang

rendah mengurangi kemampuan ginjal untuk mengekskresikan kadar

natrium yang berlebih (Kowalak, Weish, & Mayer, 2011).

2.1.3 Gejala Hipertensi

Hipertensi biasanya tidak menimbulkan gejala dan tanda, hal inilah yang

menjadi alasan pentingnya melakukan pemeriksaan tekanan darah secara rutin.

Setelah beberapa tahun pasien merasakan nyeri kepala pada pagi hari sebelum

tidur, dimana nyeri tersebut biasanya hilang setelah bangun tidur. Gangguan

hanya dapat dikenali dengan pengukuran tensi dan adakalanya melalui

l
15

pemeriksaan laboratorium dan tambahan seperti ginjal dan pembuluh ( Setyowati,

2012).

Penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan bahkan

koma karena terjadi pembengkakan otak. Keadaan ini disebut ensefalopati

hipertensif ,yang memerlukan penanganan segera. Gejala yang timbul akibat

menderita darah tinggi tidak sama setiap orang. Hal ini disebabkan karena tekanan

darah seseorang bisa saja tinggi suatu saat karena faktor emosi dan hal ini sering

dikait-kaitkan bahwa orang yang sering marah karena menderita tekanan darah

tinggi (Ningtyasari, 2011).

Hipertensi tidak memberikan gejala khas, baru seletah beberapa tahun ada

kalanya pasien merasakan nyeri kepala pagi hari sebelum bangun tidur, nyeri itu

biasanya hilang setelah bangun. Gangguan hanya dapat di kenali dengan

pengukuran tensi dan ada kalanya melalui pemeriksaan tambahan terhadap ginjal

dan pembuluh (obat-obat Penting, 2015).

2.1.4 Patofisiologi Hipertensi

Hipertensi adalah kelainan heterogen yang bisa muncul dari penyebab

spesifk (hipertensi sekunder) atau dari mekanisme patofisiologi yang tidak

diketahui penyebabnya (hipertensi primer atau esensial). Hipertensi sekunder

terjadi pada kurang dari 5% kasus, dan kebanyakan disebabkan oleh

renoparenchymal kronik atau penyakit renovascular.Kondisi lain yang

menyebabkan hipertensi sekunder termasuk pheochromacytoma, sindroma

Cushing, hipertiroid, hiperparatiroid, aldosteronisme primer, kehamilan,

peningkatan tekanan intercranial, dan koarktasi (penyempitan) aorta. Beberapa

obat yang bisa menaikkan tekanan darah termasuk kortikosteroid, estrogen,

l
16

amfetamin/anorexians, MAO inhibitor, dekongestan oral, venlafaxine,

siklosporin, NSAID, dan hormon tiroid.

2.1.5 Penatalaksanaan Hipertensi

A. Penatalaksanaan Non farmakologi

Modifikasi gaya hidup dalam penatalaksanaan nonfarmakologi sangat

penting untuk mencegah tekanan darah tinggi. Penatalaksanaan

nonfarmakologis pada penderita hipertensi bertujuan untuk menurunkan

tekanan darah tinggi dengan cara memodifikasi faktor resiko yaitu:

a) Mempertahankan berat badan ideal

Mempertahankan berat badan yang ideal sesuai BodyMass Index dengan

rentang 18,5 – 24,9 kg/m². BMI dapat diketahui dengan rumus membagi

berat badan dengan tinggi badan yang telah dikuadratkan dalam satuan

meter. Obesitas yang terjadi dapat diatasi dengan melakukan diet rendah

kolesterol kaya protein dan serat. Penurunan berat badan sebesar 2,5 – 5

kg dapat menurunkan tekanan darah diastolik sebesar 5 mmHg

(Dalimartha, 2008).

b) Makan Kalsium dan Calsium yang cukup dari diet

Kalium menurunkan tekanan darah dengan cara meningkatkan jumlah

natrium yang terbuang bersamaan dengan urin. Konsumsi buah-buahan

setidaknya sebanyak 3-5 kali dalam sehari dapat membuat asupan

potassium menjadi cukup. Cara mempertahankan asupan diet potasium

l
17

(>90 mmol serta 3500 mg/hari) adalah dengan konsumsi diet tinggi buah

dan sayur.

c) Menghindari merokok

Merokok meningkatkan resiko komplikasi pada penderita hipertensi

seperti penyakit jantung dan stroke. Kandungan utama rokok adalah

tembakau, di dalam tembakau terdapat nikotin yang membuat jantung

bekerja lebih keras karena mempersempit pembuluh darah dan

meningkatkan frekuensi denyut jantung serta tekanan darah (Dalimartha,

2008).

d) Penurunan stress

Stress yang terlalu lama dapat menyebabkan kenaikan tekanan darah

sementara. Menghindari stress pada penderita hipertensi dapat dilakukan

dengan cara relaksasi seperti relaksasi otot, yoga atau meditasi yang

mengontrol sistem saraf sehingga menurunkan tekanan darah yang tinggi

(Hartono, 2007)

e) Batasi konsumsi alkohol

Mengkonsumsi alkohol lebih dari 2 gelas per hari pada pria atau lebih

dari 1 gelas per hari pada wanita dapat meningkatkan tekanan darah,

sehingga membatasi atau menghentikan konsumsi alkohol dapat

membantu dalam penurunan tekanan darah (PERKI, 2015).

B. Penata laksanaan Farmakologi

Penata laksanaan farmakologi menurut Saferi & Mariza (2013) merupakan

penanganan menggunakan obat-obatan, antara lain :

a) Diuretik (Hidroklorotiazid)

l
18

Diuretik bekerja dengan cara mengeluarkan cairan berlebih dalam tubuh

sehingga daya pompa jantung menjadi lebih ringan.

b) Penghambat simpatetik (Metildopa, Klonidin dan Reserpin)

Obat - obatan jenis penghambat simpatetik berfungsi untuk menghambat

aktifitas saraf simpatis.

c) Beta blocker (Metoprolol, Propanolol dan Atenolol)

Fungsi dari obat jenis beta bloker adalah untuk menurunkan daya pompa

jantung, dengan kontraindikasi pada penderita yang mengalami gangguan

pernafasan seperti asma bronkial.

d) Vasodilator (Prasosin dan Hidralasin)

Vasodilator bekerja secara langsung pada pembuluh darah dengan

relaksasi otot polos pembuluh darah.

e) Angiotensin Converting Enzyme (ACE) inhibitor (Captoril)

Fungsi utama adalah untuk menghambat pembentukan zat angiotensin II

dengan efek samping penderita hipertensi akan mengalami batuk kering,

pusing, sakit kepala dan lemas.

f) Penghambat Reseptor Angiotensin II (Valsartan)

Daya pompa jantung akan lebih ringan ketika obat – obatan jenis

penghambat reseptor angiotensin II diberikan karena akan menghalangi

penempelan zat angiotensin II pada reseptor.

g) Antagonis Kalsium (Diltiasem dan Verapamil)

Kontraksi jantung (kontraktilitas) akan terhambat.

l
19

2.1.5.1 Terapi farmakologi

Modifikasi Gaya Hidup

Belum mencapai tekanan darah target (140-90


mmHg) (130-80 mmHg untuk penderita
diabetes atau gangguan ginjal kronik)

Mulai terapi obat

Hipertensi tanpa penyakit


Hipertensi dengan penyakit

Hipertensi stage 1
(TDS 140-159 atau Hipertensi stage 2 Obat untuk
TDD 90-99 mmHg) (TDS≥ 100 mmHg) hipertensi dengan
ini pertam diuretik kombinasi 2 obat penyakit obat
golongan tiazid dapat (biasanya diuretik antihipertensi lain :
dipertimbangkan golongan tiazid dan (diuretik, ACE-1,
ACE-1, ARB, BB, ACE-1 atau ARB, ARB, BB, CCB)
CCB, atau kombinasi atau, BB, CCB yang sesuai
.

l
20

Belum mencapai target tekanan

Tingkatan dosis atau tambahkan obat hingga tekanan darah target dapat
dicapai. Konsultasikan dengan spesialis hipertensi
Gambar 2. 1. Bagan Terapi Farmakologi

Terapi farmakologi dengan menggunakan obat hipertensi disesuaikan

dengan tingkat keparahan hipertensi. Hendaknya pemberian obat dimulai dengan

dosis kecil kemudian ditingkatkan secara perlahan

Pengobatan hipertensi dimulai dari terapi nonfarmakologi yaitu modifikasi

gaya hidup, dengan melakukan olahraga, penurunan berat badan, membatasi

asupan garam, tidak merokok, dan tidak mengkonsumsi alkohol. Jika tekanan

darah belum mencapai target (140/90 mmHg untuk pasien tanpa penyakit

penyerta dan 130/80 mmHg untuk pasien dengan diabetes dan gangguan ginjal

kronik) maka dimulai terapi antihipertensi. Pengobatan hipertensi tanpa penyakit

penyerta untuk Stage 1 dengan TDS 140-159 atau TDD 90-99 mmHg ini pertama

yaitu dengan diuretik golongan tiazid dan dapat dipertimbangkan dengan

menggunakan ACE-I, ARB, BB, CCB atau kombinasi. Sedangkan untuk Stage 2

dengan TDS ≥160 atau TDD ≥ 100 mmHg menggunakan antihipertensi

kombinasi dua obat, biasanya diuretik golongan tiazid dan ACE-I atau ARB atau

BB, CCB ( Ningtyasari, 2011).

2.1.5.2 Obat – obat Antihipertensi :

Terdapat berbagai beberapa golongan obat yang digunakan dalam terapi

antihipertensi, yaitu : diuretik, β -bloker, ACE inhibitor, Angiostensin Reseptor

Blocker (ARB), Calcium Channel Blocker (CCB), vasodilator dan golongan

l
21

antihipertensi lain yang penggunaannya lebih jarang dibandingkan golongan obat

yang di sebutkan.

a) Diuretik

Diuretik tiazid merupakan terapi inisial untuk pasien hipertensi. Diuretik

dapat meningkatkan efektifitas terapi pada terapi kombinasi dengan

antihipertensi lain dalam mencapai tekanan darah target dan sangat

terjangkau. Diuretik tiazid diberikan pada terapi inisial baik sebagai

monoterapi maupun terapi kombinasi dengan kelas antihipertensi lain.

Diuretik bekerja dengan mendeplesi simpanan natrium tubuh. Beberapa

diuretik juga memiliki efek vasodilator selain efek diuresinya. Diuretik

efektif menurunkan tekanan daran 10-15 mmHg pada sebagian besar

penderita hipertensi. Golongan obat ini baik digunakan pada pasien dengan

hipertensi esensial ringan sampai dengan sedang. Efek samping diuretik

yang paling sering adalah deplesi kalium (kecuali diuretik hemat kalium

yang malah dapat menimbulkan hiperkalemi), deplesi magnesium,

merusak toleransi glukosa, meningkatkan kadar lipid serum, meningkatkan

kadar asam urat dan mencetuskan gout. Penggunaan dengan dosis lebih

rendah akan menurunkan efek sistemiknya. Jenis obat golongan diuretik

dan contoh obatnya:

1. Diuretik loop, seperti furosemide

2. Diuretik hemat kalium (potassium-sparing), seperti amiloride dan

spironolactone.

3. Diuretik thiazide, seperti hydrochlorothiazide dan indapamide.

b) Beta – Blocker

l
22

β Bloker menurunkan tekanan darah terutama dengan menurunkan curah

jantung, dan menurunkan tahanan vaskuler perifer. β Bloker bekerja

dengan menghambat reseptor β adrenergik baik di jantung, pembuluh

darah dan ginjal . obat ini tidak bekerja di otak karena tidak menembus

saraf darah otak β bloker dapat menurunkan jumlah renin plasma dengan

bloking β ₁ mediated renin release oleh ginjal dan menurunkan sekresi

aldosteron. Contoh obatnya Propanolol, Bisoprolol, Atenolol, Metoprolol

dan Nebivolol.

c) ACE inhibitor

ACE inhibitor memblok kerja ACE sehingga menghambat konversi

angiotensin I menjadi angiotensin II sehingga menurunkan jumlah

angiotensin II yang memegang peranan penting dalam pathogenesis

hipertensi. Contoh obatnya Captopril, Lisinopril, dan Enalapril.

d) Angiostensin II Receptor Blocker (ARB)

Angiostensin II Receptor Blocker (ARB) bekerja dengan memblok

angiotensin II pada reseptor AT₁. Sehingga jumlah angiotensin II plasma

akan meningkat. Seperti ACE inhibitor, ARB menurunkan tekanan darah

dengan cara menurunkan sistemik. ARB tidak mempengaruhi heart rate

dan memiliki efek yang minimal pada curah jantung di jantung yang sehat.

ARB juga dapat menurunkan inflamasi pada pasien aterosklerosis. Contoh

obatnya Candesartan, Eprosartan, Irbesartan, Losartan, Olmesartan,

Telmisartan, dan Valsartan.

e) Calcium Channel Blocker (CCB)

l
23

Calcium Channel Blocker (CCB) menurunkan tahanan vaskuler perifer

dan tekanan darah. Mekanisme kerjanya adalah dengan menghambat

influx kalsium pada otot polos arteri. Berdasarkan penelitian, terjadi

peningkatan risiko infark miokard dan peningkatan mortalitas pada pasien

hipertensi yang diterapi dengan nifedipin lepas cepat. Obat penyekat

kalsium lepas lambat mengendalikan tekanan darah lebih baik dan cocok

untuk hipertensi kronik. Contoh obatnya Amlodipine, Diltiazem,

Nicardipine, Nifedipine, Nimodipine dan Verapamil.

f) Aldosteron Receptor Blocker

Golongan aldosteron receptor bloker bekerja dengan menghambat kerja

aldosteron sehingga terjadi penurunan reabsorbsi natrium. Penurunan

reabsorbsi nantium ini kemudian akan menurunkan volume intravaskuler,

menurunkan preload dan akhirnya menurunkan tekanan darah

g) Antihipertensi lain

Beberapa golongan obat antihipertensi lain adalah :

1. Agonis α ₂ sentral

Contoh obat Agonis α ₂ sentral adalah metildopa dan klonidin. Obat -

obatan golongan ini menurunkan aliran simpatis dari pusat vasopresor

di batang otak namun membiarkan bahkan meningkatkan sensitivitas

baroreseptor. Obat - obatan golongan ini cenderung menyebabkan

sedasi dan depresi mental serta menyebabkan gangguan tidur

termasuk mimpi buruk.

2. Golongan obat penyekat saraf adrenergik

l
24

Obat – obatan golongan ini menurunkan tekanan darah dengan

mencegah fisiologi normal NE post ganglion saraf simpatis.

3. Golongan obat penyekat α

Obat penyekat α menurunkan tekanan arteri dengan mendilatasi

pembuluh darah.

4. Vasodilator

Merelaksasi otot polos arteriol sehingga mengurangi tahanan vaskuler

sistemik.

2.2 Tinjauan Tentang Kepatuhan

2.2.1 Pengertian Kepatuhan

Kepatuhan adalah perilaku untuk mentaati semua saran-saran yang telah

diberikan oleh dokter atau prosedur penggunaan obat, yang sebelumnya telah

melalui proses konsultasi antara pasien dan keluarga sebagai pendukung untuk

kehidupan pasien yang dilakukan dengan dokter sebagai jasa medis Menurut

Fatimah, (2012). Kepatuhan pasien juga diartikan perilaku yang dilakukan pasien

untuk selalu patuh dalam ketentuan yang sudah diberikan pada penderita dari tim

kesehatan yang professional. Kepatuhan pengobatan bagi penderita hipertensi

merupakan hal yang penting karena hipertensi merupakan salah satu penyakit

yang tidak bisa disembuhkan akan tetapi harus di kendalikan atau di kontrol agar

tidak menimbulkan komplikasi yang akhirnya berujung pada kematian (Palmer &

William, 2012).

2.2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan dalam berobat

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kepatuhan dalam pengobatan

l
25

hipertensi, Puspita (2016) dan Ekarin (2011). Faktorfaktor tersebut adalah,

sebagai berikut:

a) Faktor tingkat pendidikan

Tingkat pendidikan bisa mempengaruhi penderita dalam kepatuhan

menjalankan pengobatan hipertensi. Hal ini terjadi karena individu

merupakan sosok yang unik karena memiliki beranekaragam kepribadian,

sifat budaya, dan kepercayaan yang berbeda (Ekarin, 2011).

b) Lama menderita hipertensi

Tingkat dalam kepatuhan penderita hipertensi dalam berobat di Indonesia

cukup rendah. semakin lama seseorang mengalami penyakit hipertensi maka

tingkat kepatuhan seseorang akan menurun atau rendah, karena kebanyakan

penderita merasa bosan karena harus mengkonsumsi obat hipertensi (Gama,

Sarmadi, & Harini, 2014)

c). Tingkat pengetahuan

Tingkat pengetahuan adalah salah satu faktor yang bisa mempengaruhi

seseorang dalam kepatuhan dalam pengobatannya. Dengan ini seseorang

yang memiliki pengetahuan yang cukup terhadap penyakitnya, maka

seseorang akan termotivasi atau terdorong untuk patuh dalam

pengobatannya dan akan menjalankan pengobatan terhadap hipertensi

(Pratama & Ariastuti, 2015)

d). Adanya dukungan dari keluarga

Dukungan dari keluarga merupakan suatu sikap, tindakan, dan penentuan

keluarga pada penderita hipertensi (Friedman, 2010). Dukungan dari

keluarga sangat penting untuk menyemangati dan meningkatkan jika

l
26

penyakit hipertensi naik menjadi sangat parah. Dukungan emosional

keluarga diharapkan bisa membantu untuk mengurangi kecemasan yang

dipengaruhi oleh beberapa komplikasi hipertensi. Dengan hal ini maka perlu

untuk ditingkatkannya lagi dukungan sosial keluarga yang posistif baik itu

dukungan instrumental, emosional, informasional atu penghargaan

(Tumenggung, 2013).

e). Peran dalam petugas kesehatan

Petugas kesehatan bisa memantau efek samping yang akan terjadi pada

penderita dan bisa mengajarkan ke pasien untuk mengenal keluhan dan

gejala yang terjadi pada penderita. Selain itu petugas juga bisa

menganjurkan mereka untuk melaporkan kondisinya kepada petugas

kesehatan. Petugas kesehatan juga harus melakukan pemeriksaan rutin dan

menanyakan keluhan pada saat penderita melakukan pemeriksaan, untuk itu

sebagai seorang petugas kesehatan maka harus memberikan dorongan

motivasi kepada penderita untuk melakukan pengobatan yang rutin.

f) Motivasi terhadap kepatuhan pengobatan

Motivasi tinggi bisa terbentuk karena adanya hubungan antara dorongan,

tujuan dan kebutuhan. Dengan adanya kebutuhan ingin sembuh, penderika

akan terdorong patuh untuk menjalani pengobatan, yang tujuannya

merupakan akshir dari siklus motivasi (Ekarin, 2011).

2.2.2 Cara Mengukur Kepatuhan Pengobatan

Terdapat dua metode yang bisa digunakan untuk mengukur kepatuhan yaitu:

a) Metode Langsung

l
27

Pengukuran kepatuhan dengan metode langsung dapat dilakukan dengan

observasi pengobatan secara langsung, mengukur konsentrasi obat dan

metabolitnya dalam darah atau urin serta mengukur biologic marker yang

ditambahkan pada formulasi obat. Kelemahan metode ini adalah biayanya

yang digunakan mahal, memberatkan tenaga kesehatan dan rentan terhadap

penolakan pasien

b) Metode Tidak Langsung

Metode tidak langsung dapat dilakukan dengan menanyakan pasien

tentang cara pasien menggunakan obat, menilai respon klinik, melakukan

perhitungan obat (pill count), menilai angka refilling prescriptions,

mengumpulkan kuesioner pasien, menggunakan electronic medication

monitor, menilai kepatuhan pasien anak dengan menanyakan kepada orang

tua (Osterberg dan Blaschke, 2005).

Dari kedua metode tersebut mempunyai kelebihan dan kekurangan

masing-masing. Berikut tabel yang menyajikan kelebihan dan kekurangan

tiap metode :

tabel 2.4. Keuntungan & Kerugian Masing- Masing Metode


Pengukuran Kepatuhan Pengobatan (Osterbarg dan Blaschke,
2005)
Pengukuran Keuntungan Kekurangan
Langsung Pasien dapat
Observasi terapi secara Paling akurat menyembunyikan pil dalam
lansgung mulut dan kemudian
membuangnya
Pengukuran kadar obat atau Obyektif Variasi metabolisme dapat
metabolit dalam darah memberikan penafsiran
yang salah terhadap
kepatuhan, mahal.
Pengukuran penanda biologis Obyektif dalam uji klinik Memerlukan pengujian
dalam darah dapat juga digunakan untuk kuantitatif yang mahal dan
mengukur placebo pengumpulan cairan tubuh
Tidak Langsung Sederhana, tidak mahal, Rentan terhadap kesalahan
Kuesioner metode yang paling berguna dengan kenaikan waktu

l
28

dalam penentuan klinis antara kunjungan, hasilnya


mudah didistorsi oleh
pasien
Menghitung pil Obyektif, mudah melakukan Data mudah diubah oleh
pasien
Monitor obat secara Tempat, hasilnya mudah Mahal, memerlukan
elektronik diukur kunjungan kembali dan
pengambilan data
Pengukuran penanda Biasanya mudah untuk Penanda dapat tidak
fisiologis melakukannya dikendali
Contoh: denyut jantung pada Penyebab lain (misalnya:
penggunaan β−bloker peningkatan metabolisme,
turunnya absorbsi)
Buku harian pasien Membantu memperbaiki Mudah diubah oleh pasien
ingatan yang lemah
Jika pasien anak-anak, Sederhana, obyektif Rentan terhadap distorsi
kuesioner untuk orang tua
atau yang merawatnya

Kecepatan menebus resep Obyektif, mudah untuk Resep yang diambil tidak
kembali memperoleh data sama dengan obat yang
dikonsumsi
Penelian respon klinis pasien Sederhana, umumnya mudah Faktor lain dari kepatuhan
melakukannya pengobatan dapat berefek
pada respon klinik

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode tidak langsung dengan

menggunakan kuesioner. Kuesioner merupakan metode pengumpulan data yang

sering digunakan dan lebih efisien. Selain itu, kuesioner juga cocok digunakan

bila jumlah responden cukup banyak. Kuesioner yang digunakan dalam penelitian

ini adalah kuesioner MMAS-8.

2.2.3 Kuesioner Morisky Medication Adherence Scale 8 items (MMAS-8)

Morisky et al. mengembangkan MMAS untuk mengetahui kepatuhan pasien

berupa kuesioner. Kuesioner MMAS pertama kali diaplikasikan untuk mengetahui

compliance pada pasien hipertensi pada pre dan post interview. Morisky et al.

mempublikasikan versi terbaru pada tahun 2008 yaitu MMAS-8 dengan

reliabilitas yang lebih tinggi yaitu 0,83 serta sensitivitas dan spesifitas yang lebih

tinggi pula. Morisky secara khusus membuat skala untuk mengukur kepatuhan

l
29

dalam mengonsumsi obat yang dinamakan Morisky Medication Adherence Scale

(MMAS), dengan 8 item yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang menunjukkan

frekuensi kelupaan dalam minum obat, kesengajaan berhenti minum obat tanpa

sepengetahuan dokter, kemampuan untuk mengendalikan dirinya untuk tetap

minum obat (Morisky dan Munter, 2009)

Salah satu metode pengukuran kepatuhan pasien secara tidak langsung

adalah dengan menggunakan kuesioner. Metode ini dinilai cukup sederhana dan

murah dalam pelaksanaannya. Salah satu model kuesioner yang telah tervalidasi

untuk menilai kepatuhan terapi jangka panjang adalah Morisky 8-items. Pada

mulanya Morisky mengembangkan beberapa pertanyaan singkat (4 butir

pertanyaan) untuk mengukur tingkat kepatuhan pasien diabetes mellitus.

Modifikasi kuesioner Morisky 8-items tersebut saat ini telah dapat digunakan

untuk pengukuran kepatuhan pengobatan penyakit yang memerlukan terapi jangka

panjang. Pengukuran skor Morisky Scale 8-items item 1 sampai 4 dan 6 sampai 7,

jika dijawab “ya” maka diberi skor 0 dan jika “tidak” diberi skor 1. Item 5, jika

dijawab “ya” maka diberi skor 1 dan jika “tidak” diberi skor 0. Item 8

menggunakan skala likert 5 poin (0-4), kemudian hasilnya ditambahkan dengan

skor item 1 sampai 7. Skala likert 5 point terdiri dari 5 pendapat responden yang

diminta yaitu tidak pernah (4), sekali-sekali (3), kadang-kadang (2), biasanya (1),

dan selalu (0). MMAS-8 dikategorikan menjadi 3 tingkat kepatuhan minum obat:

kepatuhan tinggi (skor >8), kepatuhan sedang (skor 6 sampai 8), dan kepatuhan

rendah (skor <6) (Morisky et al., 2009).

Tabel 2.5. Pertanyaan pada Morisky Scale (Morisky et al., 2009)


No Pertanyaan Jawaban Skor
Pasien Ya=0
Ya/Tidak Tidak=1

l
30

1. Pernahkah lupa minum obat ?


2. Selain lupa, minum obat karena alasan
tertentu selain lupa. Apakah dalam 2 minggu
terakhir, terdapat hari dimana Anda tidak
minum obat ?
3. Apakah Anda pernah mengurangi atau
berhenti minum obat saat merasa memburuk
setelah minum obat tanpa memberi tahu
dokter ?
4. Apakah Anda terkadang lupa membawa obat
saat Anda bepergian atau keluar rumah ?
5. Apakah kemarin Anda minum obat ?
6. Apakah anda berhenti atau tidak
menggunakan obat lagi disaat kondisi anda
lebih baik ?
7. Minum obat setiap hari kadang membuat
orang tidak nyaman. Apakah anda merasa
terganggu memiliki masalah dalam mematuhi
rencana pengobatan Anda ?
8. Seberapa sering Anda mengalami kesulitan
dalam mengingat penggunaan obat ?
a. Sangat jarang/tidak pernah
b. Sesekali
c. Kadang-kadang
d. Biasanya
e. Sering/selalu

Saat ini kuesioner Morisky Scale telah dimodifikasi menjadi 8 pertanyaan

dengan modifikasi beberapa pertanyaan sehingga lebih lengkap dalam penelitian

kepatuhan (Morisky et al. , 2009). Modifikasi kuesioner Morisky tersebut saat ini

dapat digunakan untuk pengukuran kepatuhan dan ketidakpatuhan pengobatan

penyakit yang memerlukan terapi jangka panjang seperti diabetes mellitus,

jantung koroner dan hipertensi. Pertanyaan pada Morisky Scale terdapat pada

Tabel 2.5.

2.3 Tinjuan Tentang Puskesmas

2.3.1 Definisi Puskesmas

l
31

Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) adalah unit pelaksana teknis dinas

kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan

kesehatan di suatau wilayah kerja (Depkes, 2011).

Puskesmas memberikan pelayanan kesehatan secara komprehensif dan

terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok

serta puskesmas meningkatkan peran masyarakat dalam meningkatkan derajat

kesehatan. Pelayanan kesehatan komprehensif yang diberikan puskesmas meliputi

pelayanan kuratif (Pengobatan), pelayanan Preventif (Pencegahan), pelayanan

promotif (Peningkatan kesehatan), dan rehabilitatif (Pemilihan kesehatan).

Wilayah kerja meliputi satu kecamatan atau sebagaian dari kecamatan karena

tergantung dari faktor kepadatan penduduk, luas daerah, keadaan geografis, dan

keadaan infrastuktur di wilayah tersebut.

2.4 Profil Data Puskesmas Mojolangu

Puskesmas Mojolangu merupakan salah satu puskesmas yang berada di

wilayah Kota Malang. Status dari puskesmas Mojolangu ini adalah Puskemas

rawat jalan.

Visi : Puskesmas Mojolangu adalah terwujudnya kesehatan masyarakat

Puskesmas Mojolangu yang bermartabat.

Misi Puskesmas Mojolangu :

a. Memberikan akses pelayanan yang bermutu dan berkualitas

b. Memberdayakan masyarakat mandiri untuk hidup sehat

c. Meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata, dan terjangkau.

l
32

Motto:MANTAP (Melayani dengan Amanah, Tulus, Adil, dan Profesional)

Janji Layanan : Kami siap memberikan pelayanan yang bermutu, berkualitas,


dan profesional

Tata Nilai : SOLID (Senyum, Sapa, Optimis, Lugas, Inovatif, Dinamis)

2.5. Kerangka Konseptual Dan Kerangka Teori


2.5.1 Kerangka Konsep

Pasien Hipertensi

Terapi non Terapi


farmakologi farmakologi

Konsumsi Obat
hipertensi
Ketepatan pola
hidup

Kepatuhan minum
obat

Keberhasilan
Terapi

Gambar 2.2. Kerangka Konseptual

Keterangan :

: objek yang diteliti

: objek yang tidak diteliti

l
33

2.5.2 Kerangka Teori

Hipertensi merupakan kondisi dimana terjadi peningkatan tekanan darah

secara kronis (dalam kurun waktu yang lama) yang dapat menyebabkan kesakitan

pada seseorang dan bahkan dapat menyebabkan kematian. Seseorang dapat

disebut menderita hipertensi jika didapatkan tekanan darah sistolik >140 mmHg

dan diastolik >90 mmHg. Upaya yang dapat dilakukan untuk menurunkan resiko

penyakit akibat hipertensi adalah melakukan kontrol tekanan darah secara rutin

dan meningkatkan kepatuhan penggunaan obat antihipertensi.

Terapi hipertensi non farmakologi yaitu mempertahankan berat badan ideal,

mengurangi asupan natrium, batasi konsumsi alkohol, makan kalium dan calsium

yang cukup dari diet, menghindari rokok, penurunan stress terlalu lama,

aromaterapi (relaksasi), terapi mesase (pijat). Sedangkan terapi farmakologi yaitu

penganangan menggunakan obat-obat terdiri dari diuretik, penghambat

simpatetik, beta blocker, vasodilator, Angiotensin Converting Enzyme (ACE),

penghambat reseptor Angiotensin II, Antagonis Kalsium

Kepatuhan terhadap pengobatan merupakan faktor penting dalam kesehatan

lanjutan dan kesejahteraan pasein hipertensi. Kepatuhan dan ketaatan merupakan

prasyarat untuk keefektivan terapi hipertensi. Potensi besar untuk perbaikan

pengendalian hipertensi terletak dalam peningkatan perilaku kepatuhan pasien

tersebut. Sedangkan, ketidakpatuhan pasien terhadap obat antihipertensi

merupakan salah satu faktor utama kegagalan terapi.

Penelitian ini akan dilakukan observasi terhadap tingkat kepatuhan

penggunaan obat hipertensi terhadap pasien hipertensi di Puskesmas mojolangu

Kota Malang. Tingkat kepatuhan dianalisis dengan metode MMAS-8

l
34

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian merupakan penelitian deskriptif, rancangan penelitian

deskriptif adalah rancangan penelitian yang memuat gambaran atau deskripsi

tentang suatu keadaan yang objektif (Ramadhan and Bulqini, 2018).

Metode yang digunakan dalam penelitian yaitu metode survey yang

digunakan untuk mendapatkan data dari tempat penelitian dengan menggunakan

kuesioner.

Penelitian ini meliputi beberapa tahap yaitu tahap persiapan, tahap

pelaksanaan, dan tahap analisa data. Tahap persiapan dimulai dengan menentukan

variabel penelitian, penentuan populasi dan sampel, lokasi dan waktu penelitian

kemudian menentukan metode penelitian. Tahap pelaksanaan dilakukan

wawancara dengan responden menggunakan kuesioner. Tahap akhir yaitu analisa

data secara deskriptif dalam bentuk tabel.

3.2 Populasi dan Sampel penelitian

3.2.1 Populasi

Populasi adalah seluruh jumlah keseluruhan dari satuan-satuan atau

individu-individu yang karakteristiknya hendak diteliti (Djarwanto, 1994).

Populasi Dalam penelitian ini adalah pasien hipertensi yang tercatat di Puskesmas

Mojolangu Kota Malang. Populasi dalam penelitian ini yang teratur mengambil

l
35

obat yaitu kurang lebih sejumlah 80 orang, sehingga populasi dalam penelitian ini

sejumlah 80 orang.

3.2.2 Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi yang dapat dijangkau serta memiliki

sifat yang sama dengan populasi yang diambil sampelnya tersebut (Nana Sudjana

dan Ibrahim, 2004).

3.2.2.1 Jumlah sampel

Jika jumlah populasinya kurang dari 100 orang, maka jumlah sampelnya

diambil secara keseluruhan, tetapi jika populasinya lebeih besar dari 100 orang,

maka bisa diambil 10-15 % atau 20-25% dari jumlah populasinya (arikunto

2012;104). Karena populasi dalam penelitian ini sejumlah 80 orang (kurang dari

100) . maka sampel dalam penelitian ini adalah seluruh populasi yaitu sejumlah

80 orang

3.2.2.2 Teknik sampling

Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik

consecutive sampling yaitu setiap sampel yang memenuhi kriteria penelitian

dimasukkan dalam penelitian sampai kurun waktu tertentu sehingga jumlah data

pasien hipertensi yang diperlukan terpenuhi. Cara pemilihan sampel dalam

penelitian ini diambil dengan cara purposive sampling yaitu pengambilan sampel

didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri

berdasarkan ciri atau sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya

(Notoatmodjo, 2010), adapun kriteria dalam penelitian ini adalah :

1. Kriteria inklusi.

a. Pasien hipertensi yang teratur mengambil obat.

l
36

b. Pasien dapat berkomunikasi, membaca dan menulis dengan baik.

c. Pasien yang bersedia menjadi responden.

2. Kriteria eksklusi.

a. Pasien yang tidak bersedia menjadi responden.

b. Pasien hipertensi yang pertama kali mengambil obat dalam bulan

penelitian.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan selama bulan Februari sampai dengan Maret

2022 di Puskesmas Mojolangu Kota Malang.

3.3 Definisi Operasional Variabel

Tabel 3.1.Definisi Operasional Variabel


Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Ukur
Tingkat Kepatuhan pasien Kuisioner Skor <6 Nominal
Kepatuhan terhadap cara MMAS-8 Kepatuhan
Pasien pemakaian, jadwal Rendah
Hipertensi mengkonsumsi obat, Skor 6 sampai 8
pernah/tidaknya lupa Kepatuhan
mengkonsumsi obat, Sedang
dan pernah/tidaknya Skor >8
berhenti Kepatuhan
mengkonsumsi obat Tinggi

3.5 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuisioner

berisi pertanyaan dari Morisky Medication Adherence Scale 8-items (MMAS-8).

Kuisioner yang akan digunakan terdiri dari pertanyaan untuk menentukan tingkat

kepatuhan pasien hipertensi. Pengumpulan data dilakukan dengan cara menyebar

kuisioner pada pasien di Puskesmas mojolangu. Sebelum digunakan, dilakukan uji

validitas dan reliabilitas kepada minimal 20 responden yang mempunyai

l
37

karakteristik yang sama dengan sampel tetapi bukan responden yang dijadikan

sample

3.6 Prosedur Pengumpulan Data

Gambaran umum sampel (umur, jenis kelamin, pekerjaan, dll) diperoleh

dari wawancara langsung kepada responden. Jenis data yang digunakan dalam

penelitian ini adalah data primer yang dikumpulkan secara langsung

menggunakan instrument berupa kuisioner. Adapun tahap-tahap pengumpulan

data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a) Membuat persetujuan dengan pasien hipertensi yang bersedia mengikuti

penelitian

b) Memberikan lembar kuisioner kepada responden

c) Mengumpulkan kembali semua kuisioner yang telah diisi oleh responden

d) Mengecek kelengkapan data responden dan mendapatkan data hasil

penelitian berupa skor tiap responden.

e) Mengolah data yang telah terkumpul dan menarik kesimpulan dari data

yang diperoleh.

3.7 Analisa Data

Analisa data menggunakan analisa yang sesuai dengan metode pengukuran

kepatuhan kuisioner Morisky Medication Adherence Scale 8 items (MMAS-8),

yaitu sebagai berikut : pengukuran skor Morisky Scale 8-items item 1 sampai 4

dan 6 sampai 7, jika dijawab “ya” maka diberi skor 0 dan jika “tidak” diberi skor

1. Item 5, jika dijawab “ya” maka diberi skor 1 dan jika “tidak” diberi skor 0. Item

8 menggunakan skala likert 5 poin (0-4), kemudian hasilnya ditambahkan dengan

skor item 1 sampai 7. Skala likert 5 point terdiri dari 5 pendapat responden yang

l
38

diminta yaitu tidak pernah (4), sekali-sekali (3), kadang-kadang (2), biasanya (1),

dan selalu (0). MMAS-8 dikategorikan menjadi 3 tingkat kepatuhan minum obat:

kepatuhan tinggi (skor >8), kepatuhan sedang (skor 6 sampai 8), dan kepatuhan

rendah (skor <6) (Morisky et al., 2009).

Semua pertanyaan yang diberikan juga dengan menggunakan kategori,

yaitu:

1. Apabila responden mendapat skor >8 , dikategorikan“Kepatuhan Tinggi”

2. Apabila responden mendapat skor 6-8 , dikategorikan “Kepatuhan

Sedang”

3. Apabila responden mendapat skor <6 , dikategorikan “Kepatuhan Rendah”

Cara menghitung untuk menentukan kategori kepatuhan seluruh responden,

dihitung dengan rumus:

skor di dapat
skor kepatuhan=
skor maksimal

kepatuhan tinggi : skor 8

kepatuhan sedang : skor 6 - < 8

kepatuhan rendah : skor 0 - < 6

l
39

Anda mungkin juga menyukai