Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PENDAHULUAN

DIABETES MILLITUS DENGAN KEGAWATAN HIPOGLIKEMIA

SARCIANI SUHARTINI KASE

200714901511

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS


STIKES WIDYAGAMA HUSADA MALANG
2021
KONSEP DIABETES MILITUS

A. DEFINISI
Diabetes mellitus merupakan kelainan heterogen yang ditandai
dengan meningkatnya kadar gula dalam darah (Smeltzer, 2012). Dan
menurut Arjatmo (2012), diabetes mellitus suatu gejala karena terjadi
peningkatan kadar gula dalam darah yang disebabkan oleh kekurangan
insulin. Sedangkan menurut Mansjoer (2018), diabetes mellitus merupakan
keadaan hiperglikemi kronik yang disertai dengan berbagai kelainan
metabolik akibat gangguan hormonal yang dapat menimbulkan beberapa
komplikasi kronik, yaitu pada mata, ginjal syaraf, dan pembuluh darah.
Diabetes melitus merupakan sekumpulan gangguan metabolik yang
ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah(hiperglikemia) akibat
kerusakan pada sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya (smeltzel dan
Bare,2015). Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit atau
gangguan metabolik dengan karakteristik hipeglikemia yang terjadi karena
kelainan sekresi urin, kerja insulin, atau kedua – duanya (ADA,2017).
Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit kronik yang terjadi ketika
pankreas tidak cukup dalam memproduksi insulin atau ketika tubuh tidak
efisien menggunakan insulin itu sendiri. Insulin adalah hormon yang
mengatur kadar gula darah. Hiperglikemia atau kenaikan kadar gula darah,
adalah efek yang tidak terkontrol dari diabetes dan dalam waktu panjang
dapat terjadi kerusakan yang serius pada beberapa sistem tubuh, khususnya
pada pembuluh darah jantung (penyakit jantung koroner), mata (dapat terjadi
kebutaan), ginjal (dapat terjadi gagal ginjal) (WHO, 2011)
B. KLASIFIKASI
Klasifikasi diabetes mellitus sebagai berikut (Smeltzer, 2002) yaitu: diabetes
tipe I : diabetes mellitus tergantung insulin (IDDM), diabetes tipe II : diabetes
mellitus tidak tergantung insulin (NIDDM), diabetes mellitus gestasional
(GDM) dan diabetes mellitus yang berhubungan dengan keadaan atau
sindrom lainnya seperti kelainan pankreas, kelainan hormonal, kelainan
reseptor insulin, kelainan genetik dan obat-obat yang dapat menyebabkan
hiperglikemia antara lainFurasemid, thyasida diuretic glukortikoid, dilanting
dan asam hidotinik.
C. KOMPLIKASI
Menurut Price (2018) komplikasi diabetes mellitus dapat dibagi menjadi 2
kategori yaitu :
1. komplikasi metabolik akut seperti ketoasidosis diabetes, asidosis
metabolic, hipolikemia.
2. Komplikasi metabolik kronik seperti Makroangiopati Mikroangiopati
Neuropati diabetik rentang infeksi seperti Tubercullosiss (TBC), infeksi
saluran kemih, ulkus pada kaki.

KONSEP HIPOGLIKEMIA

A. DEFINISI
Hipoglikemia merupakan suatu kegagalan dalam mencapai batas
normal kadar glukosa darah (Kedia,2011). Dan menurut McNaughton (2011),
hipoglikemia merupakan suatu keadaan dimana kadar glukosa darah <60
mg/dl. Jadi, dapat disimpulkan bahwa, hipoglikemia merupakan kadar
glukosa darah dibawah normal yaitu <60 mg/dl.
Hipoglikemia adalah keadaan dengan kadar glukosa darah sewaktu
dibawah 60 mg/dl, kadar gula atau glukosa di dalam tubuh lebih rendah dari
kebutuhan tubuh (Smeltzer, 2012). Faktor yang memudahkan hipoglikemia
antara lain kelebihan dosis insulin pada pengidap diabetes dependen-insulin
per-oral maupun perIV, penggunaan sulfonylurea, kurangnya konsumsi
makanan yang cukup, latihan fisik yang berlebih, dan situasi stress (Nitil,
2011). Hipoglikemia adalah menurunnya kadar glukosadarah yang
menyebakan kebutuhan metabolic yang diperlukan oleh sistem saraf tidak
cukup sehingga timbul berbagai keluhan dan gejala klinik (Admin, 2012).
B. ETIOLOGI
Dosis pemberian insulin yang kurang tepat, kurangnya asupan
karbohidrat karena menunda atau melewatkan makan, konsumsi alkohol,
peningkatan pemanfaatan karbohidrat karena latihan atau penurunan berat
badan (Kedia, 2011).
Adapun penyebab hipoglikemia yaitu :
1. Dosis suntikan insulin terlalu banyak
Saat menyuntikan obat insulin, anda harus tahu dan paham dosis
obat yang anda suntik sesuai dengan kondisi gula darah saat itu.
Celakanya, terkadang pasien tidak dapat memantau kadar gula
darahnya sebelum disuntik, sehingga dosis yang disuntikan tidak
sesuai dengan kadar gula darah saat itu. Memang sebaiknya bila
menggunakan insulin suntik, pasien harus memiliki monitor atau alat
pemeriksa gula darah sendiri.
2. Lupa makan atau makan terlalu sedikit
Penderita diabetes sebaiknya mengkonsumsi obat insulin dengan
kerja lambat dua kali sehari dan obat yang kerja cepat sesaat
sebelum makan. Kadar insulin dalam darah harus seimbang dengan
makanan yang dikonsumsi. Jika makanan yang anda konsumsi
kurang maka keseimbangan ini terganggu dan terjadilah hipoglikemia.
3. Aktifitas terlalu berat
Olah raga atau aktifitas berat lainnya memiliki efek yang mirip dengan
insulin. Saat anda berolah raga, anda akan menggunakan glukosa
darah yang banyak sehingga kadar glukosa darah akan menurun.
Maka dari itu, olah raga merupakan cara terbaik untuk menurunkan
kadar glukosa darah tanpa menggunakan insulin.
4. Minum alkohol tanpa disertai makan
Alkohol menganggu pengeluaran glukosa dari hati sehingga kadar
glukosa darah akan menurun.
5. Menggunakan tipe insulin yang salah pada malam hari
Pengobatan diabetes yang intensif terkadang mengharuskan anda
mengkonsumsi obat diabetes pada malam hari terutama yang bekerja
secara lambat. Jika anda salah mengkonsumsi obat misalnya anda
meminum obat insulin kerja cepat di malam hari maka saat bangun
pagi, anda akan mengalami hipoglikemia.
6. Penebalan di lokasi suntikan
Dianjurkan bagi mereka yang menggunakan suntikan insulin agar
merubah lokasi suntikan setiap beberapa hari. Menyuntikan obat
dalam waktu lama pada lokasi yang sama akan menyebabkan
penebalan jaringan. Penebalan ini akan menyebabkan penyerapan
insulin menjadi lambat.
7. Kesalahan waktu pemberian obat dan makanan
Tiap tiap obat insulin sebaiknya dikonsumsi menurut waktu yang
dianjurkan. Anda harus mengetahui dan mempelajari dengan baik
kapan obat sebaiknya disuntik atau diminum sehingga kadar glukosa
darah menjadi seimbang.
8. Penyakit yang menyebabkan gangguan penyerapan glukosa
Beberapa penyakit seperti celiac disease dapat menurunkan
penyerapan glukosa oleh usus. Hal ini menyebabkan insulin lebih
dulu ada di aliran darah dibandingan dengan glukosa. Insulin yang
kadung beredar ini akan menyebabkan kadar glukosa darah menurun
sebelum glukosa yang baru menggantikannya.
9. Gangguan hormonal
Orang dengan diabetes terkadang mengalami gangguan hormon
glukagon. Hormon ini berguna untuk meningkatkan kadar gula darah.
Tanpa hormon ini maka pengendalian kadar gula darah menjadi
terganggu.
10. Pemakaian aspirin dosis tinggi
Aspirin dapat menurunkan kadar gula darah bila dikonsumsi melebihi
dosis 80 mg.
11. Riwayat hipoglikemia sebelumnya
Hipoglikemia yang terjadi sebelumnya mempunyai efek yang masih
terasa dalam beberapa waktu. Meskipun saat ini anda sudah merasa
baikan tetapi belum menjamin tidak akan mengalami hipoglikemia
lagi.
C. FAKTOR RESIKO
Terdapat beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko hipoglikemia
pada penderita diabetes menurut Kedia (2011), yaitu:
1. Gangguan kesadaran hipoglikemia merupakan faktor risiko utama,
ketidaksadaran tersebut berarti adaketidakmampuan untuk
mendeteksi terjadinya hipoglikemia dan akibatnya, individu cenderung
kurang untuk memulai tindakan korektif cepat dan lebih cenderung
menderita episode parah.
2. Usia muda karena kesadaran tentang tanda-tanda dan gejala yang
lebih rendah.
D. KLASIFIKASI
Hipoglikemia menurut Setyohadi (2012) dan Thompson (2011)
diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Hipoglikemia ringan
Rentang glukosa darah adalah 54 - 70 mg/dl. Terdapat gejala
autonom, yaitu tremor, palpitasi, gugup, takikardi, berkeringat, dan
rasa lapar. Pasien dapat mengobati sendiri
2. Hipoglikemia sedang
Rentang glukosa darah adalah 40 - 54 mg/dl.Terdapat gejala
autonom dan neuroglikopenia, seperti bingung, rasa marah,
kesulitan konsenterasi, sakit kepala, lupa, mati rasa pada bibir
dan lidah, kesulitan bicara, mengantuk dan pandangan kabur.
Pasien dapat mengobati sendiri.
3. Hipoglikemia berat
Glukosa darah kurang dari 40 mg/dl. Terjadi kerusakan sistem
saraf pusat, dengan gejala perubahan emosi, kejang, stupor, atau
penurunan kesadaran. Pasien membutuhkan bantuan orang lain
untuk pemberian karbohidrat, glukagon, atau resusitasi lainnya.
Bisa terjadi ketidaksadaran pasien.
E. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala hipoglikemia menurut Setyohadi (2012) antara lain:
1. Adrenergik seperti: pucat, keringat dingin, takikardi, gemetar,
lapar, cemas, gelisah, sakit kepala, mengantuk.
2. Neuroglikopenia seperti bingung, bicara tidak jelas, perubahan
sikap perilaku, lemah, disorientasi, penurunan kesadaran, kejang,
penurunan terhadap stimulus bahaya.
Gejala-gejala hipoglikemia terdiri dari dua fase, yaitu :
a. Fase I : gejala-gejala akibat aktivasi pusat otonom di hipotalamus
sehingga hormon epinefrin masih dilepaskan. Gejala awal ini merupakan
peringatan karena saat itu pasien masih sadar sehingga dapat di ambil
tindakan yang perlu untuk mengatasi hipoglikemia lanjut.
b. Fase II : gejala-gejala yang terjadi akibat mulai terganggunya fungsi otak,
karena itu dinamakan gejala neurologis. Pada awalnya tubuh
memberikan respon terhadap rendahnya kadar gula darah dengan
melepasakan epinefrin (adrenalin) dari kelenjar adrenal dan beberapa
ujung saraf. Epinefrin merangsang pelepasan gula dari cadangan tubuh
tetapi juga menyebabkan gejala yang menyerupai serangan kecemasan
(berkeringat, kegelisahan, gemetaran, pingsan, jantung berdebar-debar
dan kadang rasa lapar). Hipoglikemia yang lebih berat menyebabkan
berkurangnya glukosa ke otak dan menyebabkan pusing, bingung, lelah,
lemah, sakit kepala, perilaku yang tidak biasa, tidak mampu
berkonsentrasi, gangguan penglihatan, kejang dan koma. Hipoglikemia
yang berlangsung lama bisa menyebabkan kerusakan otak yang
permanen. Gejala yang menyerupai kecemasan maupun gangguan
fungsi otak bisa terjadi secara perlahan maupun secara tiba-tiba. Hal ini
paling sering terjadi pada orang yang memakai insulin atau obat
hipoglikemik per-oral. Pada penderita tumor pankreas penghasil insulin,
gejalanya terjadi pada pagi hari setelah puasa semalaman, terutama jika
cadangan gula darah habis karena melakukan olah raga sebelum
sarapan pagi. Pada mulanya hanya terjadi serangan hipoglikemia
sewaktu-waktu, tetapi lama-lama serangan lebih sering terjadi dan lebih
berat.
Pada hipoglikemi ;
a. Neuroglikopeni :
1) pusing,
2) bingung
3) bicara tidak jelas,
4) perubahan perilaku
5) koma
b. Neurogenic :
1) Adrenergic
 tremor halus
 jantung berdebar,
 cemas
 bingung
2) Kolinergik
 berkeringat,
 lapar terus,
 tingling
c. Penurunan Berat Badan
F. KOMPLIKASI
Komplikasi dari hipoglikemia pada gangguan tingkat kesadaran yang
berubah selalu dapat menyebabkan gangguan pernafasan, selain itu
hipoglikemia juga dapat mengakibatkan kerusakan otak akut. Hipoglikemia
berkepanjangan parah bahkan dapat menyebabkan gangguan
neuropsikologis sedang sampai dengan gangguan neuropsikologis berat
karena efek hipoglikemia berkaitan dengan system saraf pusat yang
biasanya ditandai oleh perilaku dan pola bicara yang abnormal (Jevon, 2010)
dan menurut Kedia (2011) hipoglikemia
yang berlangsung lama bisa menyebabkan kerusakan otak yang permanen,
hipoglikemia juga dapat menyebabkan koma sampai kematian.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Gula darah puasa: Diperiksa untuk mengetahui kadar gula darah
puasa (sebelum diberi glukosa 75 gram oral) dan nilai normalnya
antara 70- 110 mg/dl.
2. Gula darah 2 jam post prandial: Diperiksa 2 jam setelah diberi
glukosa dengan nilai normal < 140 mg/dl/2 jam
3. HBA1c: Pemeriksaan dengan menggunakan bahan darah untuk
memperoleh kadar gula darah yang sesungguhnya karena pasien
tidak dapat mengontrol hasil tes dalam waktu 2-3 bulan. HBA1c
menunjukkan kadar hemoglobin terglikosilasi yang pada orang
normal antara 4-6%. Semakin tinggi maka akan menunjukkan
bahwa orang tersebut menderita DM dan beresiko terjadinya
komplikasi.
4. Elektrolit, tejadi peningkatan creatinin jika fungsi ginjalnya telah
terganggu
5. Leukosit, terjadi peningkatan jika sampai terjadi infeksi
H. PATOFISIOLOGI
Dalam diabetes, hipoglikemia terjadi akibat kelebihan insulin relative
ataupun absolute dan juga gangguan pertahanan fisiologis yaitu penurunan
plasma glukosa. Mekanisme pertahanan fisiologis dapat menjaga
keseimbangan kadar glukosa darah, baik pada penderita diabetes tipe I
ataupun pada penderita diabetes tipe II. Glukosa sendiri merupakan bahan
bakar metabolisme yang harus ada untuk otak. Efek hipoglikemia terutama
berkaitan dengan sistem saraf pusat, sistem pencernaan dan sistem
peredaran darah (Kedia, 2011). Glukosa merupakan bahan bakar
metabolisme yang utama untuk otak. Selain itu otak tidak dapat mensintesis
glukosa dan hanya menyimpan cadangan glukosa (dalam bentuk glikogen)
dalam jumlah yang sangat sedikit. Oleh karena itu, fungsi otak yang normal
sangat tergantung pada konsentrasi asupan glukosa dan sirkulasi. Gangguan
pasokan glukosa dapat menimbulkan disfungsi sistem saraf pusat sehingga
terjadi penurunan suplay glukosa ke otak. Karena terjadi penurunan suplay
glukosa ke otak dapat menyebabkan terjadinya penurunan suplay oksigen ke
otak sehingga akan menyebabkan pusing, bingung, lemah (Kedia, 2011).
Konsentrasi glukosa darah normal, sekitar 70-110 mg/dL. Penurunan
kosentrasi glukosa darah akan memicu respon tubuh, yaitu penurunan
kosentrasi insulin secara fisiologis seiring dengan turunnya kosentrasi
glukosa darah, peningkatan kosentrasi glucagon dan epineprin sebagai
respon neuroendokrin pada kosentrasi glukosa darah di bawah batas normal,
dan timbulnya gejala gejala neurologic (autonom) dan penurunan kesadaran
pada kosentrasi glukosa darah dibawah batas normal (Setyohadi, 2012).
Penurunan kesadaran akan mengakibatkan depresan pusat pernapasan
sehingga akan mengakibatkan pola nafas tidak efektif (Carpenito, 2007).
Batas kosentrasi glukosa darah berkaitan erat dengan system hormonal,
persyarafan dan pengaturan produksi glukosa endogen serta penggunaan
glukosa oleh organ perifer. Insulin memegang peranan utama dalam
pengaturan kosentrasi glukosa darah. Apabila konsentrasi glukosa darah
menurun melewati batas bawah konsentrasi normal, hormon-hormon
konstraregulasi akan melepaskan. Dalam hal ini, glucagon yang diproduksi
oleh sel α pancreas berperan penting sebagai pertahanan utama terhadap
hipoglikemia. Selanjutnya epinefrin, kortisol dan hormon pertumbuhan juga
berperan meningkatkan produksi dan mengurangi penggunaan glukosa.
Glukagon dan epinefrin merupakan dua hormon yang disekresi pada
kejadian hipoglikemia akut. Glukagon hanya bekerja dalam hati. Glukagon
mula-mula meningkatkan glikogenolisis dan kemudian glukoneogenesis,
sehingga terjadi penurunan energy akan menyebabkan ketidakstabilan kadar
glukosa darah (Herdman, 2010).
Penurunan kadar glukosa darah juga menyebabkan terjadi penurunan
perfusi jaringan perifer, sehingga epineprin juga merangsang lipolisis di
jaringan lemak serta proteolisis diotot yang biasanya ditandai dengan
berkeringat, gemetaran, akral dingin, klien pingsan dan lemah (Setyohadi,
2012). Pelepasan epinefrin, yang cenderung menyebabkan rasa lapar karena
rendahnya kadar glukosa darah akan menyebabkan suplai glukosa ke
jaringan menurun sehingga masalah keperawatan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh dapat muncul (Carpenito, 2017).
PATWAY
Penuaan, keturunan, infeksi, gaya hidup, kehamilan, obesitas

Sel beta pancreas rusak, terganggu

Glukosa meningkat

Diabetes Millitus

Dosis insulin terlalu besar Puasa/intake kurang


Hipohlikemia

Glikogen
Defisit Nutrisi

Glikogienesis
Mual, muntah
Defisit Glukagen pada hepar
Pandangan kabur, tidak
Ph
sadar, kejang, koma
Glukosa darah <60/dl

Glukosa dalam otak


Penurunan perfusi jaringan diotak Ketidakseimbangan
kadar glukosa dalam
Kesadaran darah
Respon SSP

Co2 Timbulnya secret Respon/agetatif


Respon otak
dijalan nafas

pCo2 Cortek cerebri kurang Adrenalin, takikardi,


Bersihan Jalan Nafas suplai energi pucat, gemetar
Nafas cepat dan Tidak efektif
dalam Resiko ketidakefektifan Penurunan Curah
perfusi jaringan otak jantung

Pola nafas tidak efektif


Resiko Banyak Keringat, dan
ketidakseimbangan cairan haus berlebihan
I. PENATALAKSANAAN
Menurut Kedia (2011), pengobatan hipoglikemia tergantung pada keparahan
dari hipoglikemia. Hipoglikemia ringan mudah diobati dengan asupan
karbohidrat seperti minuman yang mengandung glukosa, tablet glukosa, atau
mengkonsumsi makanan ringan. Dalam Setyohadi (2011), pada minuman
yang mengandung glukosa, dapat diberikan larutan glukosa murni 20-30
gram (1 ½ - 2 sendok makan). Pada hipoglikemia berat membutuhkan
bantuan eksternal, antara lain (Kedia, 2011) :
1. Dekstrosa: Untuk pasien yang tidak mampu menelan glukosa oral
karena pingsan, kejang, atau perubahan status mental, pada
keadaan darurat dapat pemberian dekstrosa dalam air pada
konsentrasi 50% adalah dosis biasanya diberikan kepada orang
dewasa, sedangkan konsentrasi 25% biasanya diberikan kepada
anak-anak. Bila diperlukan pemberian glukosa cepat (IV) satu
flakon (25 cc) Dex 40% (10 gr Dex) setiap 10-20 menit sampai
pasien sadar, disertai infuse dekstrosa 10% 6 kolf/jam. Dapat
menaikkan kadar glukosa kurang lebih 25-30 mg/dl.
2. Glukagon: Sebagai hormon kontra-regulasi utama terhadap
insulin, glukagon adalah pengobatan pertama yang dapat
dilakukan untuk hipoglikemia berat. Tidak seperti dekstrosa, yang
harus diberikan secara intravena dengan perawatan kesehatan
yang berkualitas profesional, glukagon dapat diberikan oleh
subkutan (SC) atau intramuskular (IM) injeksi oleh orang tua atau
pengasuh terlatih. Hal ini dapat mencegah keterlambatan dalam
memulai pengobatan yang dapat dilakukan secara darurat.
J. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Pengkajian Primery Survey ABCD, dengan hasil yang meliputi:
1) Airway: Tidak ada gangguan jalan nafas, jalan nafas bersih,
tidak ada obstruksi, tidak ada sekret, suara paru vesikuler.
2) Breathing: Frekuensi nafas >24 x/menit, pola nafas teratur,
irama teratur, tidak menggunakan otot bantu pernafasan,
suara auskultasi paru vesikuler kanan dan kiri, suara nafas
bersih.
3) Circulation: Hipotensi (<100/60 mmHg), bradikardi (nadi
teraba lemah, <60 x/menit), hipotermi (35,8oC), akral dingin,
capillary refill kembali <2 detik, anemis.
4) Disability: Terjadi penurunan kesadaran, tremor, lemas,
gelisah, pupil isokor.
5) Exposure.
Pada exposure kita melakukan pengkajian secara
menyeluruh. Karena hipoglikemi adalah komplikasi dari
penyakit DM kemungkinan kita menemukan adanya
luka/infeksi pada bagian tubuh klien / pasien.
b. Pengkajian Secondary Survey
a) Keluhan Utama
Adanya rasa kesemutan pada kaki / tungkai bawah, rasa raba
yang menurun, adanya luka yang tidak sembuh – sembuh dan
berbau, adanya nyeri pada luka.
b) Riwayat kesehatan
 Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab
terjadinya luka serta upaya yang telah dilakukan oleh
penderita untuk mengatasinya.
 Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit
lain yang ada kaitannya dengan defisiensi insulin
misalnya penyakit pankreas. Adanya riwayat penyakit
jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan
medis yang pernah di dapat maupun obat-obatan yang
biasa digunakan oleh penderita.
 Riwayat kesehatan keluarga
Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu
anggota keluarga yang juga menderita DM atau
penyakit keturunan yang dapat menyebabkan
terjadinya defisiensi insulin misal hipertensi, jantung.
 SAMPLE
1) Sign and Sympton : tanda dan gejala yang
dirasakan klien
2) Alergi : Pasien mempunyai alergi atau tidak
terhadap makanan dan obat-obatan.
3) Medikasi : Pengobatan yang dilakukan pasien
sebelum sakit, apakah langsung pergi berobat
ke dokter atau mengkonsumsi obat warung.
4) Past Illness : Riwayat penyakit dahulu yang
diderita pasien.
5) Last Meal : Makanan terakhir yang dimakan
oleh pasien sebelum pergi ke rumah sakit.
6) Evenvironment : Lingkungan pasien, dimana
pasien tinggal apakah didaerah perkampungan
atau perkotaan. Dalam satu rumah pasien
tinggal bersama anak, menantu atau saudara
yang lain. (Baradero, 2019)
2. Tanda tanda vital
Tekanan darah, irama dan kekuatan nadi, irama kedalaman pernapasan,
dan penggunaan otot bantu pernapasan, suhu tubuh
3. Pemeriksaan fisik
1) Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada
leher, telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan
pendengaran, lidah sering terasa tebal, ludah menjadi lebih
kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah,
apakah penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh.
2) Sistem integument
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas
luka, kelembaban dan shu kulit di daerah sekitar ulkus dan
gangren, kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan
kuku.
3) Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita
DM mudah terjadi infeksi.
4) Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang,
takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
5) Sistem gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi,
dehidrase, perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen,
obesitas.
6) Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit
saat berkemih.
7) Sistem musculoskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi
badan, cepat lelah, lemah dan nyeri, adanya gangren di
ekstrimitas.
8) Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi,
mengantuk, reflek lambat, kacau mental, disorientasi
4. Diagnosa Keperawatan
a. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi dan
kelelahan otot pernapasan
b. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi,
obstruksi jalan nafas dan peningkatan sekresi
c. Penurunan curah jantung berhubungan dengan takikardi atau
peningkatan frekuensi kerja jantung
d. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan
korteks cerebri kurang suplai oksigen keotak
e. Defisit nutrisi berhubungan dengan kurangnya asupan nutrisi, glukosa
f. Ketidakseimbangan kadar glukosa dalam darah berhubungan dengan
penurunan kadar gula darah
5. Rencana Intervensi, dan rasional
No Diagnosa Planing Intervensi Rasional
Keperawatan (SDKI) (SLKI) (SIKI)
1 Ketidakseimbangan Setalah dilakukan tindakan MANAJEMEN HIPOGLIKEMIA a. untuk mengetahui
kadar glukosa dalam keperawatan 1x24 jam diharapkan (I.03113) tanda dan gejala dari
darah berhubungan Kestabilan Kadar Glukosa Darah Observasi hipoglikemia
dengan penurunan Membaik ( L.03022) 1. Identifkasi tanda dan gejala b. untuk mengetahui
kadar gula darah Dengan kriteria hipoglikemia penyebab dari
1. Memburuk; 2.cukup 2. Identifikasi kemungkinan hipoglikemia
memburuk; 3. Sedang; 4. penyebab hipoglikemia c. untuk meningkatkan
Cukup membaik; 5. Terapeutik kadar glukosa dalam
Membaik 1. Berikan karbohidrat darah
No Kriteria 1 2 3 4 5 sederhana, jika perlu d. agar dapat
1 Kadar 2. Batasi glucagon, jika perlu mempertahankan
glukosa 3. Berikan karbohidrat kepatenan jalan nafas
dalam kompleks dan protein e. agar dapat memantau
darah sesuai diet kadar glukosa dalam
2 Kdara
4. Pertahankan kepatenan darah sehingga
glukosa
jalan nafas diperlukan untuk
dalam
5. Pertahankan akses IV, jika memantau kadar
urine
3 Palpitasi perlu glukosa dalam darah
6. Hubungi layanan medis,
1. Meningkat; 2. Cukup jika perlu
meningkat; 3. Sedang; 4. Edukasi
Cukup menurun; 5. 1. Anjurkan membawa
Menurun karbohidrat sederhana
No kriteria 1 2 3 4 5 setiap saat
1 Gemetar 2. Anjurkan memakai
2 berkeringat
3 Mulut identitas darurat yang tepat
kering 3. Anjurkan monitor kadar
4 Kesulitan glukosa darah
bicara 4. Anjurkan berdiskusi
dengan tim perawatan
diabetes tentang
penyesuaian program
pengobatan
5. Jelaskan interaksi antara
diet, insulin/agen oral, dan
olahraga
Anjurkan pengelolaan
hipoglikemia(tanda dan
gejala, faktor risiko dan
pengobatan hipoglikemia)
6. Ajarkan perawatan mandiri
untuk mencegah
hipoglikemia (mis.
mengurangi insulin atau
agen oral dan/atau
meningkatkan asupan
makanan untuk
berolahraga
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
dextros, jika perlu
2. Kolaborasi pemberian
glucagon, jika perlu
2 Pola napas tidak Setelah dilakukan tindakan MENEJEMEN JALAN NAPAS (I. a. Untuk mengetahui
efektif berhubungan keperwatan 1x24 jam diharapkan 01011) irama pola napas
dengan Pola nafas membaik (L.01004) Observasi b. Untuk mengetahui
hiperventilasi Dengan kriteria 1. Monitor pola napas adanya bunyi nafas
1. Memburuk; 2. Cukup (frekuensi, kedalaman, tambahan
memburuk; 3. Sedang; 4. usaha napas) c. Untuk
Cukup membaik; 5. 2. Monitor bunyi napas mempertahankan
Membaik tambahan (mis. Gurgling, kepatenan jalan nafas
No Kriteria 1 2 3 4 5 mengi, weezing, ronkhi d. Jika ada secret dapat
1 Frekuensi kering) dilakukan fisioterapi
napas 3. Monitor sputum (jumlah, dada agar secret yang
2 Kedalama warna, aroma) ada disaluran jalan
napas Terapeutik nafas dapat dikeluarkan
3 Ekskursi 1. Pertahankan kepatenan melalui batuk efektif
dada jalan napas dengan head-
tilt dan chin-lift (jaw-thrust
jika curiga trauma cervical)
2. Posisikan semi-Fowler atau
Fowler
3. Berikan minum hangat
4. Lakukan fisioterapi dada,
jika perlu
5. Lakukan penghisapan
lendir kurang dari 15 detik
6. Lakukan hiperoksigenasi
sebelum
7. Penghisapan endotrakeal
8. Keluarkan sumbatan benda
padat dengan forsep McGill
9. Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
1. Anjurkan asupan cairan
2000 ml/hari, jika tidak
kontraindikasi.
2. Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu.

3 Bersihan jalan nafas Setelah dilakukan tindakan Latihan Batuk Efektif (I.01006) 1. Penurunan bunyi napas
tidak efektif keperawtan 2x24 jam bersihan Observasi indikasi atelektasis,
berhubungan jalan nafas membaik (L.01001) 1. Identifikasi kemampuan ronki indikasi
dengan obstruksi Dengan kriteria : batuk Akumulasi
jalan nafas dan 1. Menurun; 2. Cukup 2. Monitor adanya retensi secret/ketidakmampuan
peningkatan sekresi menurun; 3. Sedang; 4. sputum membersihkan jalan
Cukup meningkat; 5. 3. Monitor tanda dan gejala napas sehingga otot
meningkat infeksi saluran napas aksesori digunakan dan
No kriteria 1 2 3 4 5 4. Monitor input dan output kerja pernapasan
1 Batuk cairan ( mis. jumlah dan meningkat.
efektif karakteristik) 2. Pengeluaran sulit bila
Terapeutik secret tebal, sputum
1. Meningkat; 2. Cukup
1. Atur posisi semi-Fowler berdarah akibat
meningkat; 3. Sedang; 4.
atau Fowler kerusakan paru atau
Cukuo menurun; 5.
2. Pasang perlak dan luka bronchial yang
Menurun bengkok di pangkuan memerlukan
No kriteria 1 2 3 4 5 pasien evaluasi/intervensi
1 Produksi 3. Buang sekret pada tempat lanjut.
sputum sputum 3. Meningkatkan ekspansi
2 wheezing
3 Dyspnea Edukasi paru,
4 Sianosis 1. Jelaskan tujuan dan ventilasi maksimal
5 gelisah
prosedur batuk efektif membuka area
2. Anjurkan tarik napas dalam atelektasis dan
melalui hidung selama 4 peningkatan gerakan
detik, ditahan selama 2 sekret agar mudah
detik, kemudian keluarkan dikeluarkan.
dari mulut dengan bibir 4. Mencegah
mencucu (dibulatkan) obstruksi/aspirasi.
selama 8 detik Suction dilakukan bila
3. Anjurkan mengulangi tarik pasien tidak mampu
napas dalam hingga 3 kali mengeluarkan sekret.
4. Anjurkan batuk dengan 5. Membantu
kuat langsung setelah tarik mengencerkan secret
napas dalam yang ke-3 sehingga mudah
Kolaborasi dikeluarkan.
1. Kolaborasi pemberian 6. Menurunkan
mukolitik atau ekspektoran, kekentalan
jika perlu sekret,ingkaran ukuran
lumentrakeabronkial,
berguna jika terjadi
hipoksemia pada
kavitas yang lama.
4 Penurunan curah Setelah dilakukan tindakan PERAWATAN JANTUNG 1. Untuk mengetahui
jantung keperawatan 2x24 jam diharapkan (I.02075) gejala penurunan curah
berhubungan Curah jantung membaik L.02008 Observasi jantung seperti
dengan takikardi Dengan kriteria : 1. Identifikasi tanda/gejala dyspnea, kelelahan dan
atau peningkatan 1. Meningkat; 2. Cukup primer Penurunan curah edema
frekuensi kerja meningkat; 3, sedang; 4. jantung (meliputi dispenea, 2. Untuk memantau
jantung Cukup menurun; 5. kelelahan, adema ortopnea tanda-tanda vital
Menurun paroxysmal nocturnal 3. Untuk mengetahui
No Kriteria 1 2 3 4 5 dyspenea, peningkatan output dan input cairan
1 palpitasi CPV) dalam tubuh
2 Takikardi
3 Edema 2. Identifikasi tanda /gejala
4 Lemah sekunder penurunan curah
jantung (meliputi
peningkatan berat badan,
hepatomegali ditensi vena
jugularis, palpitasi, ronkhi
basah, oliguria, batuk, kulit
pucat)
3. Monitor tekanan darah
(termasuk tekanan darah
ortostatik, jika perlu)
4. Monitor intake dan output
cairan
5. Monitor berat badan setiap
hari pada waktu yang sama
6. Monitor saturasi oksigen
7. Monitor keluhan nyeri dada
(mis. Intensitas, lokasi,
radiasi, durasi, presivitasi
yang mengurangi nyeri)
8. Monitor EKG 12 sadapoan
9. Monitor aritmia (kelainan
irama dan frekwensi)
10. Monitor nilai laboratorium
jantung (mis. Elektrolit,
enzim jantung, BNP, Ntpro-
BNP)
11. Monitor fungsi alat pacu
jantung
12. Periksa tekanan darah dan
frekwensi nadisebelum dan
sesudah aktifitas
13. Periksa tekanan darah dan
frekwensi nadi sebelum
pemberian obat (mis.
Betablocker, ACEinhibitor,
calcium channel blocker,
digoksin)
Terapeutik
1. Posisikan pasien semi-
fowler atau fowler dengan
kaki kebawah atau posisi
nyaman
2. Berikan diet jantung yang
sesuai (mis. Batasi asupan
kafein, natrium, kolestrol,
dan makanan tinggi lemak)
3. Gunakan stocking elastis
atau pneumatik intermiten,
sesuai indikasi
4. Fasilitasi pasien dan
keluarga untuk modifikasi
hidup sehat
5. Berikan terapi relaksasi
untuk mengurangi stres,
jika perlu
6. Berikan dukungan
emosional dan spiritual
7. Berikan oksigen untuk
memepertahankan saturasi
oksigen >94%
Edukasi
1. Anjurkan beraktivitas fisik
sesuai toleransi
2. Anjurkan beraktivitas fisik
secara bertahap
3. Anjurkan berhenti merokok
4. Ajarkan pasien dan
keluarga mengukur berat
badan harian
5. Ajarkan pasien dan
keluarga mengukur intake
dan output cairan harian
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
antiaritmia, jika perlu
2. Rujuk ke program
rehabilitasi jantung
5 Defisit nutrisi Setelah dilakukan tindakan MANAJEMEN NUTRISI (I. 03119) 1. Pengkajian penting
berhubungan keperawatan 2x24 jam Status Observasi dilakukan untuk
dengan kurangnya nutrisi membaik (L. 03030) 1. Identifikasi status nutrisi mengetahui status
asupan nutrisi, Dengan kriteria 2. Identifikasi alergi dan nutrisi pasien sehingga
glukosa 1. Memburuk; 2. Cukup intoleransi makanan dapat menentukan
memburuk; 3. Sedang; 4. 3. Identifikasi makanan yang intervensi yang
Cukup membaik; 5. disukai diberikan
Membaik 4. Identifikasi kebutuhan 2. Mulut yang bersih
No kriteria 1 2 3 4 5 kalori dan jenis nutrient dapat meningkatkan
1 Frekuensi 5. Identifikasi perlunya nafsu makan.
makan penggunaan selang 3. Untuk membantu
2 Berat
nasogastric memenuhi nutrisi yang
badan
3 Nafsu 6. Monitor asupan makanan dibutuhkan pasien.
makan 7. Monitor berat badan 4. Informasi yang
8. Monitor hasil pemeriksaan diberikan dapat
laboratorium memotivasi pasien
Terapeutik untuk meningkatkan
1. Lakukan oral hygiene intake nutrisi.
sebelum makan, jika perlu 5. Zat besi dan buah-
2. Fasilitasi menentukan buahan dapat
pedoman diet (mis. membantu sebagai zat
Piramida makanan) penambah darah
3. Sajikan makanan secara sehingga mencegah
menarik dan suhu yang terjadinya anemia atau
sesuai kekurangan darah.
4. Berikan makan tinggi serat 6. Penting untuk
untuk mencegah konstipasi mengetahui
5. Berikan makanan tinggi karakteristik mual dan
kalori dan tinggi protein faktor-faktor penyebab
6. Berikan suplemen mual diketahui maka
makanan, jika perlu dapat menentukan
7. Hentikan pemberian makan intervensi yang
melalui selang nasigastrik diberikan.
jika asupan oral dapat 7. Makan sedikit demi
ditoleransi sedikit dapat
Edukasi meningkatkan intake
1. Anjurkan posisi duduk, jika nutrisi.
mampu 8. Makan dalam kondisi
2. Ajarkan diet yang hangat dapat
diprogramkan menurunkan rasa mual
Kolaborasi sehingga intake nutrisi
1. Kolaborasi pemberian dapat ditingkatkan.
medikasi sebelum makan 9. Dengan menimbang BB
(mis. Pereda nyeri, dapat memantau
antiemetik), jika perlu peningkatan dan
2. Kolaborasi dengan ahli gizi penurunan status gizi.
untuk menentukan jumlah 10. monitor turgor kulit .
kalori dan jenis nutrient 11. Monitor pucat,
yang dibutuhkan, jika perlu kemerahan, dan
kekeringan konjungtiva
6 Resiko Perfusi jaringan: serebral Monitoring Peningkatan 1. Mengetahui keadaan
ketidakefektifan Kriteria hasil: Intrakranial umum pasien sebagai
perfusi jaringan otak 1. Mempertahankan tekanan 1. Monitor tekanan perfusi standar dalam
berhubungan intracranial serebral menuntukan inetrvensi
dengan korteks 2. Tekanan darah dalam 2. Catat respon pasien yang tepat.
cerebri kurang suplai rentang normal terhadap stimulasi 2. Pemberian oksigen
oksigen keotak 3. Tidak ada nyeri kepala 3. Monitor tekanan yang tepat sehingga
(Nanda : Domain 4 4. Tidak ada muntah intrakranial pasien dan suplai oksigen ke otak
kelas 4) 5. Memonitor tingkat respon neurologi terhadap lancar.
kesadaran aktifitas 3. Meningkat atau
4. Monitor intake dan output berkurangnya kekuatan
cairan otot merupakan
5. Kolaborasi dalam penentu adanya
pemberian antibiotic gangguan neurologis
6. Posisikan pasien pada pada pasien.
posisi semi fowler 4. Latihan gerak pada
7. Minimalkan stimulasi dari anggota tubuh yang
lingkungan lemas dan kebas bisa
sebagai fisioterapi yang
mudah agar aliaran
darah lancar.
5. Pasien akan merasa
lebih nyaman
6. Sebagai terapi
terhadap gangguan
neurologis dan
gangguan aliran darah.
DAFTAR PUSTAKA

Admin. 2012. Bahaya Tekanan Gula Darah yang Terlalu Rendah. Diakses
tanggal 22 Oktober 2012 Jam 18.00. http://rumahdiabetes.com
Waspadji S. Kegawatan pada diabetes melitus. Dalam: Prosiding simposium:
penatalaksanaan kedaruratan di bidang ilmu penyakit dalam. Jakarta: Pusat
Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2018. hal.83-4.
Smeltzer. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth
Edisi 8 Vol 2.Jakarta : EGC
McNaughton, Candace D. 2011. Diabetes in the Emergency Department: Acute
Care of Diabetes Patients. Clinical Diabetes
Krnacova, Veronika. 2012. Severe Hypoglycaemia Requiring the Assistance Of
Emergency Medical Services Frequency, Causes and Symptoms. Biomed
Pap Med Fac Univ Palacky Olomouc Czech Repub

Anda mungkin juga menyukai