OLEH:
dr.Odie Yusparanda
PEMBIMBING:
dr.H.R.Lisa Riantuti
Halaman
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang....................................................................................3
1.2. Rumusan Masalah...............................................................................5
1.3. Tujuan Penelitian................................................................................5
1.4. Manfaat Penelitian..............................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Hipertensi............................................................................................7
2.1.1. Definisi Hipertensi..................................................................7
2.1.2. Etiologi....................................................................................7
2.1.3. Patofisiologi Hipertensi..........................................................8
2.1.4. Klasifikasi Hipertensi..............................................................9
2.1.5. Kontrol Tekanan Darah.........................................................10
2.1.6. Diagnosis Hipertensi.............................................................19
2.1.7. Komplikasi Hipertensi..........................................................20
2.1.8. Penatalaksanaan Hipertensi..................................................20
2.1.9. Faktor yang Mempengaruhi Penatalaksanaan Hipertensi.....25
2.2. Kerangka Konsep..............................................................................27
2.3. Hipotesis...........................................................................................28
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian..............................................................................29
3.2. Populasi dan Sampel.........................................................................29
3.2.1. Populasi Penelitian................................................................29
3.2.2. Sampel Penelitian..................................................................29
3.3. Pengumpulan Data............................................................................29
3.4. Identifikasi Variabel Penelitian........................................................30
3.5. Definisi Operasional Variabel Penelitian.........................................30
3.6. Instrumen Penelitian.........................................................................32
3.6.1. Morisky Medication Adherence Scale (MMAS)...................32
3.6.2. Global Physical Activity Questionnaire (GPAQ).................32
3.6.3. Glover Nilsson-Smoking Behavioural Questionnaire (GN-
SBQ).....................................................................................34
3.6.4. Status Gizi…………………………………………………..34
3.7. Prosedur dan Cara Penelitian............................................................35
3.8. Analisis Data dan Pengolahan Data..................................................36
3.8.1. Analisis Data.........................................................................36
3.8.2. Pengolahan Data...................................................................37
3.9. Etika Penelitian.................................................................................38
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.............................................................39
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………47
LAMPIRAN………………………………………………………………………49
ii
BAB 1 PENDAHULUAN
3
Keikutsertaan dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) turut
mempengaruhi kepatuhan berobat pasien hipertensi (Mutmainah et al, 2010).
4
1.2. Rumusan Masalah
5
tenaga kesehatan dalam penyusunan program maupun kebijakan
dalam penanggulangan penyakit hipertensi.
6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Hipertensi
2.1.2. Etiologi
7
AME = apparent mineralocorticoid excess; CNS = central nervous system; GRA =
glucocorticoid-remediable aldosteronism.
8
Beberapa faktor yang mendukung peningkatan hipertensi diantaranya
gangguan saraf, reseptor adrenergik atau baroreseptor, abnormalitas ginjal,
abnormalitas humoral, defisiensi sintesis substansi vasodilator pada endotelium
vaskuler seperti prostasiklin, bradikinin, dan nitrit oksida, atau peningkatan
produksi substansi vasokontriktor seperti angiotensin II dan endotelin-1.7
9
2.1.5. Kontrol Tekanan Darah
1. Faktor risiko, seperti umur, jenis kelamin, diet dan asupan garam,
konsumsi lemak jenuh, kurang aktifitas fisik, stres, ras, obesitas,
merokok, penggunaan estrogen serta genetis.
b) Jenis kelamin
Jenis kelamin mempunyai pengaruh penting dalam regulasi
tekanan darah. Sejumlah fakta menyatakan hormon sex
mempengaruhi sistem renin angiotensin.
10
Secara umum tekanan darah pada laki – laki lebih tinggi
daripada perempuan. Pada perempuan risiko hipertensi akan
meningkat setelah masa menopause yang mununjukkan adanya
pengaruh hormon.14
a. Umur
b. Ras (etnis)
Ras negro memiliki dua kali lebih tinggi dibandingkan dengan
ras kulit putih dan lebih dari empat kali lipat morbidity rate
yang diakibatkan oleh hipertensi.
11
Merokok sangat berbahaya bagi kesehatan karena dalam rokok ada banyak
zat yang berbahaya bagi tubuh diantaranya adalah nikotin, tar dan karbon
monoksida. Nikotin yang terdapat dalam rokok dapat meningkatkan risiko
terjadinya pengumpalan darah dalam pembuluh darah dan juga nikotin dapat
menyebabkan pengapuran pada dinding pembuluhdarah. Nikotin dalam asap rokok
merangsang tubuh melepasakan adrenalin yang menyebabkan peningkatan detak
jantung dan tekanan darah.12
Nikotin adalah zat atau bahan senyawa yang terdapat
Nicotiana tabacum, Nicotiana rustica, dan spesies lainnya atau sintetisnya
yang bersifat adiktif dapat mengakibatkan ketergantungan. Nikotin juga dapat
menyebabkan penyempitan pembuluh darah termasuk pembuluh darahkoroner yang
membawa oksigen pada jantung dan juga dapat menyebabkan pengumpalan sel
darah ( PP RI No. 109, 2012).
Karbonmonoksida adalah zat yang kerap ditemukan pada asap knalpot
mobil dan merupakan gas yang beracun yang menurukan kadar oksigen dalam
darah (Kemenkes RI, 2012). Tar adalah kondensat asap yang merupakan total
residu dihasilkan saat rokok dibakar setelah dikurangi nikotin dan air yang bersifat
karsinogenik ( PP RI No. 109, 2012). Asap rokok mengandung tar berkisar antara 3
sampai 40 mg.
Merokok ada hubungannya dengan kejadian hipertensi dan hal tersebut
dapat dilihat secara jelas dari lama merokok, jenis rokok dan jumlah rokok yang
dikonsumsi mengakibatkan ketergantungan. Nikotin juga dapat menyebabkan
penyempitan pembuluh darah termasuk pembuluh darahkoroner yang membawa
oksigen pada jantung dan juga dapat menyebabkan pengumpalan sel darah ( PP RI
No. 109, 2012).
Karbonmonoksida adalah zat yang kerap ditemukan pada asap knalpot
mobil dan merupakan gas yang beracun yang menurukan kadar oksigen dalam
darah (Kemenkes RI, 2012). Tar adalah kondensat asap yang merupakan total
residu dihasilkan saat rokok dibakar setelah dikurangi nikotin dan air yang bersifat
karsinogenik ( PP RI No. 109, 2012). Asap rokok mengandung tar berkisar antara 3
sampai 40 mg.
12
Merokok ada hubungannya dengan kejadian hipertensi dan hal tersebut
dapat dilihat secara jelas dari lama merokok, jenis rokok dan jumlah rokok yang
dikonsumsi.
a) Lama merokok
Semakin lama seseorang mengkonsumsi rokok semakin besar juga resiko
menderita hipertensi. Penelitian Setyanda et al (2015) di kota Padang
menemukan ada hubunganantara lama merokok dan kejadaian hipetensi
dimana hasil penelitiannya mendapatkan hasil p= 0, 017 dengan kelompok
lama merokok <10 tahun, 10- 20 tahun dan >20 tahun.
b) Jenis rokok
Ada dua jenis rokok yang dikonsumsi oleh masyarakat yaitu yaitu rokok
dengan filter dan rokok non filter. Penelitian Setyanda,dkk (2015)
menyebutkan bahwa jenis rokok yang digunakan yaitu rokok filter dan non
filterberpengaruh terhadap kejadian hipertensi.
c) Jumlah rokok yang dikonsumsi
Jumlah rokok yang dikonsumsi memilki hubungan dengan tekanan darah
sistolik dan diastolik, responden yang digolongkan pada kelompok
perokok berat yaitu yang menghisap rokok 10 -20 batang setiap hari dan
yang ringan adalah yang menghisap ≤ 10 batang setiap hari (Kurniati, dkk,
2012). Bustan (2007), membagi perokok dibagi atas tiga kategori, yaitu
ringan (1- 10 batang perhari), sedang (11-20 batang perhari) dan berat
(lebih dari 20 batang perhari). Menurut penelitian, diungkapkan bahwa
merokok dapat meningkatkan tekanan darah. Nikotin yang terdapat dalam
rokok sangat membahayakan kesehatan, karena nikotin dapat
meningkatkan penggumpalan darah dalam pembuluh darah dan dapat
menyebabkan pengapuran pada dinding pembuluh darah. Nikotin bersifat
toksik terhadap jaringan saraf yang menyebabkan peningkatan tekanan
darah baiksistolik maupun diastolik, denyut jantung bertambah, kontraksi
otot jantung seperti dipaksa, pemakaian O2bertambah, aliran darah pada
koroner meningkat dan vasokontriksi pada pembuluh darah perifer.13
Hubungan signifikan yang ditemukan pada penelitian yang dilakukan oleh
Galuh, 2021, yaitu konsumsi kopi dan kebiasaan merokok.
13
Penelitian ini sejalan dengan terjadinya hipertensi di lokasi
penelitian ini erat kaitannya dengan status gizi obesitas pada usia
produktif. Hal ini akan tetapi, tidak sesuai dengan penelitian Manggopa
(2017) yang memaparkan 93 responden di wilayah Desa Tarabitan 50%
mengalami kejadian hipertensi. Faktor yang mempengaruhi kejadian
hipertensi di Desa Tarabitan ini yaitu, jumlah batang rokok yang dihisap
per hari dan usia mulai merokok pada responden yang sangat muda. Selain
itu, jenis rokok kretek yang dikonsumsi juga mempengaruhi. Sehingga,
kejadian hipertensi yang diakibatkan perilaku merokok dan terjadi di
wilayah baik kota maupun desa tidak berbeda jauh karena ini lebih banyak
dipengaruhi oleh jumlah batang rokok yang dikonsumsi per hari, usia
mulai merokok seseorang dan banyaknya jumlah keluarga yang menjadi
perokok aktif.
b. Obesitas
Kelebihan lemak tubuh, khususnya lemak abdominal erat kaitannya
dengan hipertensi. Tingginya peningkatan tekanan darah tergantung pada
besarnya penambahan berat badan. Peningkatan risiko semakin bertambah
parahnya hipertensi terjadi pada penambahan berat badan tingkat sedang.
Tetapi tidak semua obesitas dapat terkena hipertensi. Tergantung pada
masing – masing individu. Peningkatan tekanan darah di atas nilai optimal
yaitu >120/80 mmHg akan meningkatkan risiko terjadinya penyakit
kardiovaskuler. Penurunan beratbadan efektif untuk menurunkan
hipertensi, Penurunan berat badan sekitar 5 kg dapat menurunkan tekanan
darah secara signifikan.15
a) Stres
Hubungan antara stres dengan hipertensi diduga melalauisaraf
simpatis yang dapat meningkatkan tekanan darah secara intermiten.
14
menjadi hipertensi.16
b) Asupan
1) Asupan Natrium
Asosiasi Jantung Amerika menganjurkan setiap orang untuk
membatasi asupan garam tidak lebih dari 6 gram per hari. Pada
populasi dengan asupan natrium lebih dari 6 gram per hari, tekanan
darahnya meningkat lebih cepat dengan meningkatnya umur, serta
kejadian hipertensi lebih sering ditemukan.17
2) Asupan Kalium
Penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa asupan rendah kalium akan
mengakibatkan peningkatan tekanan darah dan renal vascular remodeling
yang mengindikasikan terjadinya resistansi pembuluh darah pada ginjal. Pada
populasi dengan asupan tinggi kalium tekanan darah dan prevalensi
hipertensi lebih rendah dibanding dengan populasi yang mengkonsumsi
rendahkalium.17
3) Asupan Magnesium
Magnesium merupakan inhibitor yang kuat terhadap kontraksi vaskuler
otot halus dan diduga berperan sebagai vasodilator dalam regulasi
tekanan darah. The JointNational Committee on Prevention, Detection,
Evaluation and Treatment of High Blood Presure (JNC) melaporkan
bahwa terdapat hubungan timbal balik antara magnesium dan tekanan
darah.17
d) Status Gizi
Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan
dan penggunaan zat-zat gizi, dibedakan antara status gizi buruk, kurang
baik, dan lebih. (Almatsier, 2005).
15
Status gizi adalah cerminan ukuran terpenuhinya kebutuhan gizi. Status
gizi secara parsial dapat diukur dengan antropometri (pengukuran
bagian tubuh tertentu dalam tubuh) atau biokimia atau secara klinis.
Status gizi merupakan faktor yang menentukan setiap organ tubuh agar
berfungsi secara baik. Status gizi seseorang pada hakikatnya
merupakan hasil keseimbangan antara konsumsi zat-zat gizi dengan
ekspenditure dari organisme tersebut, apabila dalam keseimbangan
normal, maka individu tersebut berada dalam keadaan gizi normal
(Depkes RI, 2012).
Menurut Fatmah (2010) Seiring bertambahnya usia, kebutuhan zat gizi
karbohidrat dan lemak umunya lebih rendah karena adanya penurunan
metabolisme basal. Proses metabolisme yang menurun pada usia lanjut
akan beresiko mengakibatkan kegemukan karena terjadi penurunan
aktivitas fisik, maka kalori yang berlebih akan diubah menjadi lemak
sehingga mengakibatkan kegemukan. Proses menua menyebabkan
proporsi lemak dan otot dalam tubuh berubah. Semakin tua dan
melemah sehingga menyebabkan kegemukan (Obesitas). Puncak
kenaikan berat badan pada wanita terjadi pada usia 55-65 Tahun dan
pria pada usia 34-54 tahun (Fatmah, 2010).
Klasifikasi Status Gizi
16
Hubungan Status Gizi dengan Hipertensi pada lansia
Apabila seseorang berhasil mencapai usia lanjut, maka salah satu upaya
utama adalah mempertahankan atau membawa status gizi yang bersangkutan pada
kondisi optimum agar kualitas hidup yang bersangkutan tetap baik. Perubahan
kesehatan. Perubahan ini akan makin nyata pada kurun usia dekade 70-an.
Terjadi kekurangan gizi pada lansia oleh karena sebab-sebab yang bersifat
hidup seorang diri, baru kehilangan pasangan hidup, gangguan fisik, gangguan
peningkatan kebutuhan zat gizi, alkoholisme serta pola hidup yang tidak baik.
Kondisi kekurangan gizi pada lansia dapat terbentuk kurang kalori protein (KKP)
baik ringan, sedang, maupun berat. Keadaan ini dapat di lihat dengan mudah
tersebut. Keadaan kelebihan gizi yang dimulai pada awal usia 50 tahunan ini akan
membawa lansia pada keadaan obesitas dan dapat pula disertai dengan munculnya
Perubahan status gizi yang ditandai dengan peningkatan berat badan dapat secara
dengan Tekanan darah Sistolik terendah 100 mmHg dan Tertinggi adalah 139
17
mmHg sedangkan Tekanan darah Sistolik Terendah 60 mmHg dan Tertinggi
indeks massa tubuh (IMT) ternyata penduduk cina bagian utara mempunyai IMT
kelebihan berat badan (Ting Fei Ho, 2009). Status Gizi menggunakan IMT
merupakan salah satu indikator yang paling sering digunakan dan praktis untuk
(Sugondo, 2006).
kejadian hipertensi dan diduga peningkatan berat badan berperanan penting pada
metabolisme basal. Proses metabolisme yang menurun pada usia lanjut akan
kegemukan.
Proses menua menyebabkan proporsi lemak dan otot dalam tubuh berubah.
kenaikan berat badan pada wanita terjadi pada usia 55-65 tahun dan pria pada usia
18
34-54 tahun (Fatmah, 2010).
19
Menurut Anggraini (2009) Tekanan darah Pada Usia Lanjut (lansia) akan
cenderung tinggi sehingga lansia lebih besar berisiko terkena hipertensi (tekanan
dinding arteri pada usia lanjut (Lansia) akan mengalami penebalan yang
darah akan berangsur-angsur menyempit dan menjadi kaku (Anggraini dkk, 2009).
pemeriksaan yang harus dijalani sebelum menentukan terapi atau tatalaksana yang
20
2.1.8. Komplikasi Hipertensi
1. Jantung
a. Hipertrofi Ventrikel Kiri
b. Angina atau Infark Miokardium
c. Gagal Jantung
2. Otak
a. Stroke atau Transient Ischemic Attack
3. Penyakit Ginjal Kronis
4. Penyakit Arteri Perifer
5. Retinopati
Selain mempengaruhi kesehatan fisik, hipertensi juga mempengaruhi
kesehatan mental. Pengaruh pada kesehatan mental terlihat pada stadium
lanjut.7
22
Rekomendasi 5. Pada populasi berusia ≥18 tahun dengan diabetes, terapi
farmakologi inisiasi untuk menurunkan tekanandarah dari sistolik ≥140 mmHg
atau diastolik ≥90 mmHg menjadi sistolik <140 mmHg dan diastolik <90 mmHg
(Expertopinion-Grade E).
Rekomendasi 6. Pada populasi umum non kulit hitam (negro), termasuk
pasien dengan diabetes, terapi antihipertensi inisial sebaiknya menyertakan diuretic
tipe tiazid, Calcium Channel Blocker (CCB), Angiotensin- Converting Enzyme
Inhibitor (ACEI) atau Angiotensin Receptor Blocker (ARB)(Moderate
recommendation-Grade B).
Rekomendasi 7. Pada populasi kulit hitam, termasuk mereka dengan
diabetes, terapi inisial hipertensi sebaiknya menggunakan diuretik tipe tiazid atau
CCB. (Rekomendasi untuk populasi kulit hitam secara umum: Moderate
recommendation-Grade B; sedangkan populasi kulit hitam dengan diabetes: Weak
recommendation-Grade C).
Rekomendasi 8. Pada populasi berusia ≥18 tahun dengan GGK,ACEI atau
ARB sebaiknya digunakan dalam terapi inisial atau terapi tambahan untuk
meningkatkan outcome pada ginjal. Hal ini berlaku pada semua pasien GGK dalam
semua ras maupun status diabetes (Moderate recommendation-Grade B).
Rekomendasi 9. Tujuan utama terapi hipertensi adalah untuk mencapai dan
mempertahankan target tekanan darah. Jika target tekanan darah tidak tercapai
dalam waktu satu bulan pengobatan,meningkatkan dosis obat awal atau
menambahkan obat kedua dari satu kelas direkomendasi sesuai rekomendasi 6.
Seorang klinisi harus terus mengontrol tekanan darah dan menyesuaikan
rejimen pengobatan sampai target tekanan darah tercapai. Jika target tekanan darah
tidak dapat tercapai dengan 2 obat, menambah dan titrasi obat ketiga dari daftar
yang tersedia diperbolehkan. Jika target tekanan darah tidak tercapai karena pasien
memiliki kontraindikasi terhadap obat yang sesuai rekomendasi 6, obat
antihipertensi dari kelas lain dapat dipergunakan.
23
Rujukan ke spesialis diindikasikan untuk pasien yang tidak dapat mencapai
target tekanan darah dengan strategi di atas atau untuk manajemen pasien yang
rumit dan memerlukan konsultasi tambahan (Expert opinion-Grade E).
24
Tabel 3. Evidence-Based Dosing for Antihypertensive Drugs (James et al, 2013).
(mg)
ACE inhibitor
Captopril 50 150-200 2
Enalapril 5 20 1-2
Lisinopril 10 40 1
Candesartan 4 12-32 1
Irbesartan 75 300 1
Β-Blockers
Amlodipine 2.5 10 1
Release
Nitrendipine 10 20 1-2
Thiazide-type diuretics
Bendroflumethiazide 5 10 1
a Current recommended evidence-based dose that balances efficacy and safety is 25-50 mg daily.
25
2.1.9.2 Tatalaksana Nonfarmakologi
a. Sikap
26
Orang penting yang dimaksud adalah petugas kesehatan yang
memberikan informasi tentang pentingnya pengendalian dan
pencegahan terhadap penyakit hipertensi.Pembentukan sikap juga dapat
dipengaruhi oleh faktor emosional pasien.14
b. Pengawasan Keluarga
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara pengawasan
keluarga dengan upaya pengendalian hipertensi. Adanya pengawasan
keluarga dalam pengendalian hipertensi merupakan bentuk dukungan
keluarga agar responden tetap dalam kondisi yang sehat. Bentuk
dukungan tersebut dapat berupa anjuran asupan makanan yang baik
seperti masakan yang tidak banyak garam, anjuranberolahraga seperti
jalan sehat ataupun senam, anjuran minum obat secara teratur.14
c. Pengetahuan
Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan antara pengetahuan
dengan upaya pengendalian hipertensi. Pengetahuan berperan penting
dalam membentuk perilaku atau tindakan seseorang. Pengetahuan
dapat diperoleh baik dari diri pasien sendiri berdasarkan
pengalamanhidup sehari-hari dan dari orang lain.14
27
Faktor sistem kesehatan meliputi sikap tenaga kesehatan,
pembiayaankesehatan, mudah tidaknya mendapatkan obat yang
diresepkan di apotek, informasi yang diberikan kepada pasien,
kepemilikan asuransikesehatan, distribusi obat, dan hubungan yang
terjalin antara pasien dan dokter.15
Selain kepatuhan minum obat, diagnosa yang tepat, pemilihan obat,
pemberian obat yang benar dari tenaga kesehatan juga sangat
mempengaruhi terkontrolnya tekanan darah pasien.9 Banyak obat-obat
untukhipertensi yang harganya cukup mahal dan tidak terjangkau oleh
sebagian besar masyarakat.15 Selain itu kemampuan pasien untuk
mengikuti perawatan secara optimal, sering terganggu oleh beberapa
penghalang diantaranya: faktor sosial ekonomi, sistemperawatan
kesehatan, karakteristik penyakit, terapi penyakit dan faktor yang
terkait dengan pasien.12
Kerangka konsep merupakan abstraksi yang terbentuk oleh generalisasi dari hal-
hal khusus.
Kepatuhan
Minum Obat
Aktivitas Kontrol
Fisik Tekanan
Darah
Perilaku
Merokok
Status Gizi
28
2.3. Hipotesis
Hipotesis penelitian adalah jawaban sementara peneliti, patokan duga, atau dalil
sementara, yang kebenarannya akan dibuktikan dalam penelitian
tersebut.Setelah melalui pembuktian dari hasil penelitian maka hipotesis ini
dapat benardan salah, dapat diterima atau ditolak. Hipotesis dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
Ho :
Ha :
29
BAB 3 METODE PENELITIAN
30
yang diambil dari dokumen atau rekam medik yang tercatat dalam buku
register tentang identitas dan hasil pemeriksaan tekanan darah.
3.4. Identifikasi Variabel Penelitian
Variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat atau ukuran yang
dimiliki atau didapatkan untuk suatu penelitian tentang suatu konsep
pengertian tertentu. Dalam penelitian ini menggunakan dua variabel yaitu:
31
Aktivitas Setiap pergerakan Wawancara Kuesioner 0. Rendah : tidak Kategorik
Fisik tubuh akibat GPAQ memenuhi kriteria Ordinal
aktivitas otot-otot sedang dan tinggi.
skeletal yang 1. Sedang : melakukan
mengakibatkan aktivitas kuat
pengeluaran energi minimal 20
untuk menit/hari selama
meningkatkan ≥3 hari atau
kemampuan melakukan aktivitas
kardiorespi. sedang ≥5 hari atau
berjalan paling
sedikit 30
menit/hari atau
melakukan
kombinasi aktivitas
fisik yang berat,
sedang, berjalan
dalam ≥5 hari
dengan intensitas
minimal 600 MET-
menit/minggu.
2. Tinggi : melakukan
aktivitas yang berat
minimal 3 hari
dengan intensitas
minimal 1500 MET
menit/minggu atau
melakukan
kombinasi aktivitas
fisik yang berat,
sedang, dan berjalan
dalam 7 hari
dengan internsitas
minimal 3000
Met-
menit/minggu
(World Health
Organization, 2010)
Variabel Terikat
Kontrol Tekanan darah Medis Tensi 0 = Tidak terkontrol Nominal
Tekanan pasien hipertensi meter 1= Terkontrol
Darah sesuai target yang
direkomendasikan
JNC VII selama
3 bulan berturut-
turut
32
3.6. Instrumen Penelitian
MET adalah rasio laju metabolisme saat kerja dengan laju metabolisme
saat istirahat yang digambarkan dengan satuan kkal/kg/jam. Satu MET
didefinisikan sebagai energi yang dikeluarkan saat duduk tenang.
33
Perbandingan aktivitas dalam kategori sedang yaitu 4 kali lebih besar
dibandingkan dengan aktivitas duduk tenang, sehingga perhitungan pada
aktivitas kategori sedang dikalikan 4 MET. Aktivitas dalam kategori berat
mempunyai perbandingan 8 kali lebih besar dari duduk tenang, sehingga
perhitungan pada aktivitas dalam kategori berat dikalikan 8 MET.
GPAQ telah tervalidasi untuk mengukur aktivitas fisik pada rentang usia 16-84
tahun dengan nilai reliabilitas kuat (Kappa 0,67 sampai 0,73) dan hasil
validitasnya baik (α=0.65). Hasil ini menunjukkan bahwa GPAQ adalah
instrumen yang sesuai dan dapat diterima untuk memantau aktivitas fisik dalam
sistem surveilans kesehatan penduduk (Bull et al, 2009).
Dalam perbaikan kualitas data yang diperoleh, GPAQ telah mengalami
pengembangan dengan adanya GPAQ versi 2. Rumus yang digunakan untuk
menghitung total volume aktivitas fisik dalam satuan MET- menit/minggu
adalah [(P2 x P3 x 8) + (P5 x P6 x 4) + (P8 x P9 x 4) + (P11 x P12 x 8) +
(P14 x P15 x 4)]. Menurut analysis guide yang terlampir pada GPAQ versi 2
WHO (2010), tingkat dari total aktivitas fisik akan dikategorikan menjadi tiga
kategori sebagai berikut:
a. Tinggi
1) Melakukan aktivitas berat minimal 3 hari dengan intensitas minimal
1500 MET-menit/minggu, atau atau
34
3.6.3. Glover Nilsson-Smoking Behavioural Questionnaire (GN-SBQ)
Perilaku merokok diukur dengan menggunakan Glover NilssonSmoking
Behavioral Questionnaire (GN-SBQ) untuk melihat kegiatanatau
aktivitas merokok yang dimulai dari membakar, menghisap sampai
menghembuskannya keluar sehingga menimbulkan asap rokok yang
diukur melalui persepsi dan aktivitas responden terhadap merokok.
35
3.7. Prosedur dan Cara Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada pasien hipertensi yang sebelumnya sudah pernah
berkunjung dan terdiagnosis hipertensi di Puskesmas kampung bugis.
Pengambilan data pada responden dilakukan dengan mengukur berat badan.
1. Tahap Persiapan
3. Tahap Pengolahan
Data Analisis dengan program komputer
Interpretasi data
36
3.8. Analisis Data dan Pengolahan Data
37
3.8.2 Pengolahan Data
38
3.9. Etika Penelitian
39
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
40
5.2 Distribusi Frekuensi Pasien Hipertensi, Kepatuhan Minum Obat, Status
Gizi, Aktivitas Fisik dan Perilaku Merokok pada Pasien Hipertensi
Tabel 5.2 menunjukkan bahwa dari 98 responden berdasarkan kontrol tensi
menunjukkan 38 responden (38,8%) tidak terkontrol dan 60 responden (61,2%)
memiliki kadar tensi yang terkontrol. Berdasarkan kepatuhan minum obat
didapatkan 38 responden (38,8%) tidak patuh dan 60 responden (61,2%) patuh
meminum obat tensi. Dari status gizi menunjukkan responden yang underweight
sebanyak 2 responden (2%), normoweight sebanyak 65 responden (66,3%),
overweight sebanyak 27 responden (27,6%) dan obesitas sebanyak 4 responden
(4,1%). Untuk aktivitas fisik didapatkan 31 responden (31,6%) memiliki aktivitas
ringan, 33 responden (33,7%) memiliki aktivitas sedang dan 34 responden
(34,7%) memiliki aktivitas berat. Dan berdasarkan tingkat merokok, 41 responden
(41,8%) merupakan perokok ringan, 16 responden (16,3%) perokok sedang, 32
responden (32,7%) perokok berat dan 9 responden (9,2%) perokok sangat berat.
41
5.3 Hubungan Antara Kepatuhan Minum Obat dengan Kontrol Tekanan Darah
pada Pasien Hipertensi di Puskesmas Kampung Bugis.
Kadar Tekanan Kadar Tekanan
Variabel Kategorik Darah Tidak Darah Terkontrol Total
Terkontrol
f % f %
Kepatuhan Tidak Patuh 17 17,3 21 21,4 38
(38,8%)
Patuh 21 21,4 39 39,8 60
(61,2%)
Total 38 38,8 60 61,2 98
(100%)
Tabel 5.3 Hubungan Antara Kepatuhan Minum Obat dengan Kontrol Tekanan
Darah pada Pasien Hipertensi di Puskesmas Kampung Bugis.
Dari tabel diatas menunjukkan bahwa responden yang tidak patuh minum obat
tensi dengan kadar tekanan darah yang tidak terkontrol sebanyak 17 responden
(17,3%) dan responden yang tidak patuh minum obat tensi namun memiliki tekanan
darah yang terkontrol sebanyak 21 responden (21,4%). Kemudian responden yang
patuh minum obat tensi namun memiliki kadar tekanan darah yang tidak terkontrol
sebanyak 21 responden (21,4%) dan responden yang patuh minum obat tensi namun
memiliki kadar tekanan darah terkontrol sebanyak 39 responden (39,8%). Dari hasil
penelitian yang didapat dari Uji Chi Square nilai p = 0,035 (p > 0,05), maka H1
diterima H0 ditolak yang berarti ada hubungan antara kepatuhan minum obat dengan
kontrol tekanan darah pada pasien hipertensi di Puskesmas Kampung Bugis.
5.4 Hubungan Antara Aktivitas Fisik dengan Kontrol Tekanan Darah pada
Pasien Hipertensi di Puskesmas Kampung Bugis.
Kadar Tekanan Kadar Tekanan
Variabel Kategorik Darah Tidak Darah Terkontrol Total
Terkontrol
f % f %
31
Ringan 11 11,2 20 20,4
Aktivita (31,6%)
s fisik 33
Sedang 15 15,3 18 18,4
(33,7%)
34
Berat 12 12,2 22 22,4
(34,7)
98
Total 38 38,8 60 61,2
(100%)
42
Tabel 5.4 Hubungan Antara Aktivitas Fisik dengan Kontrol Tekanan Darah
pada Pasien Hipertensi di Puskesmas Kampung Bugis.
Berdasarkan tabel 5.4 memperlihatkan 11 responden (11,2%) yang memiliki
aktivitas ringan memiliki kadar tekanan darah yang tidak terkontrol, sedangkan 20
responden (20,4%) yang memiliki aktivitas ringan memiliki kadar tekanan darah
yang terkontrol. Pada 15 responden (15,3%) dengan aktivitas sedang memiliki kadar
tekanan darah yang tidak terkontrol, sedangkan 18 responden (18,4%) dengan
aktivitas sedang memiliki kadar tekanan darah terkontrol. Lalu 12 responden (12,2%)
yang menjalani aktivitas berat memiliki kadar tekanan darah yang tidak terkontrol,
dan 22 responden (22,4%) dengan aktivitas berat memiliki kadar tekanan darah
terkontrol. Hasil penelitian menggunakan Uji Chi Square nilai p = 0,027 (p < 0,05),
maka H1 diterima H0 ditolak yang berarti ada hubungan antara aktivitas fisik dengan
kontrol tekanan darah pada pasien hipertensi di Puskesmas Kampung Bugis.
5.5 Hubungan Antara Perilaku Merokok dengan Kontrol Tekanan Darah pada
Pasien Hipertensi di Puskesmas Kampung Bugis.
Kadar Tekanan Kadar Tekanan
Variabel Kategorik Darah Tidak Darah Terkontrol Total
Terkontrol
f % f %
41
Ringan 16 16,3 25 25,5
(41,8%)
16
Sedang 8 8,2 8 8,2
(16,3%)
Merokok Berat 11 11,2 21 21,4 32 (32,7)
Sangat
3 3,1 6 6,1 9 (9,2%)
Berat
98
Total 38 38,8 60 61,2
(100%)
Tabel 5.5 Hubungan Antara Perilaku Merokok dengan Kontrol Tekanan Darah
pada Pasien Hipertensi di Puskesmas Kampung Bugis.
Berdasarkan tabel 5.4 dapat dilihat bahwa 16 responden (16,3%) dengan
perilaku merokok ringan memiliki kadar tekanan darah tidak terkontrol dan 25
responden (25,5%) dengan aktivitas ringan memiliki tekanan darah terkontrol. Pada
responden yang mempunyai perilaku merokok kategori sedang sebanyak 8
responden (8,2%) memiliki tekanan darah tidak terkontrol dan 8 responden (8,2%)
43
yang memiliki perilaku merokok kategori sedang juga memiliki kadar tekanan darah
terkontrol. Sedangkan pada responden yang mempunyai perilaku merokok yang
berat sebanyak 11 responden (11,2%) memiliki kadar tekanan darah tidak terkontrol,
dan 21 responden (21,4%) dengan perilaku merokok berat memiliki kadar tekanan
darah terkontrol. Kemudian pada 3 responden (3,1%) dengan perilaku merokok
sangat berat memiliki tekanan darah tidak terkontrol, sedangkan 6 responden (6,1%)
yang berperilaku merokok sangat berat mempunyai tekanan darah terkontrol.
Berdasarkan hasil penelitian menggunakan Uji Chi Square nilai p = 0,047 (p < 0,05),
maka H1 diterima H0 ditolak yang berarti ada hubungan antara perilaku merokok
dengan kontrol tekanan darah pada pasien hipertensi di Puskesmas Kampung Bugis.
5.6 Hubungan Antara Status Gizi dengan Kontrol Tekanan Darah pada Pasien
Hipertensi di Puskesmas Kampung Bugis
Kadar Tekanan Kadar Tekanan
Variabel Kategorik Darah Tidak Darah Terkontrol Total
Terkontrol
f % f %
Underweight 0 0 2 2 2 (2%)
(<18)
Status Normoweight 30 30,6 35 66,3 65
Gizi (18,5 – 22,9) (66,3%)
Overweight 7 7,1 20 20,4 27
(23-24,9) (27,6%)
Obesitas (>25) 1 1 3 3,1 4 (4,1%)
Total 38 38,8 60 61,2 98
(100%)
Tabel 5.6 Hubungan Antara Status Gizi dengan Kontrol Tekanan Darah pada
Pasien Hipertensi di Puskesmas Kampung bugis.
Berdasarkan tabel 5.5 didapatkan 2 responden (2%) dengan status gizi underweight memiliki
tekanan darah terkontrol. 30 responden (30,6%) dengan status gizi normoweight memiliki
tekanan darah tidak terkontrol, sedangkan 35 responden (66,3%) dengan status gizi
normoweight memiliki tekanan darah terkontrol. 7 responden (7,1%) dengan status gizi
overweight memiliki tekanan darah tidak terkontrol dan 20 responden (20,4%) dengan status
gizi overweight memiliki tekanan darah terkontrol.
44
Kemudian 1 responden (1%) dengan status gizi obesitas memiliki tekanan darah
tidak terkontrol dan 3 responden (3,1%) memiliki tekanan darah terkontrol.
Berdasarkan hasil penelitian menggunakan Uji Chi Square nilai p = 0,015 (p < 0,05),
maka H1 diterima H0 ditolak yang berarti ada hubungan antara status gizi dengan
kontrol tekanan darah pada pasien hipertensi di Puskesmas Kampung Bugis.
5.7 Analisis Multivariate
Variabel B Nilai P OR 95% CI
Aktivitas fisik 1.900 0,001 21.115 1.348 - 20.027
Kepatuhan 1.638 0,003 15.710 1.053 – 25.142
Merokok 1.662 0,025 8.446 1.129 – 24.125
Status Gizi 1.566 0,010 9.896 2.119 – 22.545
Constant -3.147 0,000 0,043
Tabel 5.7 Hasil Akhir Regresi Logistik
Hasil analisis regresi logistic menunjukkan variabel aktivitas fisik dengan nilai
p=0,001, kepatuhan dengan nilai p=0,003, merokok dengan nilai p=0,025 dan status
gizi dengan nilai p=0,010 berpengatuh terhadap Kontrol Tekanan Darah di
Puskesmas Kampung Bugis. Variabel yang paling berpengaruh adalah aktivitas fisik
dengan nilai OR (Odds Rasio)=21.115.
5.8 Pembahasan
Hasil penelitian pada pasien hipertensi di Puskesmas Kampung Bugis
berdasarkan jenis kelamin memperlihatkan bahwa jumlah respoden laki-laki lebih
banyak daripada perempuan yaitu 51 responden (52%) laki-laki dan 47 responden
(48%) perempuan. laki-laki pada usia 46-65 tahun memiliki prevalensi hipertensi
lebih besar (32,5%) dibandingkan dengan perempuan (13.03%) pada range umur
yang sama. Laki-laki pada usia 18-59 tahun memiliki kecenderungan hipertensi yang
lebih tinggi dibandingkan perempuan. Peningkatan prevalensi terjadi pada kelompok
perempuan yang sudah menopause dibandingkan dengan laki-laki pada umur yang
sama. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya perbedaan hormon dan gaya hidup.
Mekanisme vasoprotektif yang dilakukan oleh hormon estrogen hilang setelah
menopause. Wanita pada usia lebih dari 55 tahun kehilangan aktivitas hormon
estrogen pada dinding arteri karotis dan brakialis yang berakibat pada efek
membahayakan seperti memicu kekakuan dan menurunkan elastisitas arteri.
45
Hasil penelitian terhadap responden yang memiliki hipertensi di Puskesmas
Kampung bugis berdasarkan usia menunjukkan bahwa sebagian besar pasien adalah
usia dewasa. Menurut Depkes RI 2009 kategori dewasa akhir berada dalam rentang
usia 44-60 tahun, yang dimana pada usia ini identik dengan penurunan fungsi organ
dan menurunnya elastisitas pembuluh darah yang menjadi faktor risiko pemicu
hipertensi (Nuraini, 2015). Kejadian hipertensi seringkali diawali pada usia dewasa
menengah sesuai dengan penelitian sebelumnya yang menyampaikan bahwa semakin
bertambah usia maka akan meningkatkan risiko hipertensi. Hal ini dikarenakan pada
usia dewasa menengah berhubungan dengan terjadinya disfungsi endotelial dan
meningkatnya kekakuan arteri yang selanjutnya pada usia dewasa tua akan mulai
terjadi kesulitan untuk merawat diri dikarenakan penggunaan obat-obat farmakalogi
seperti anti inflamasi dan kortikosteroid yang dapat meningkatkan tekanan darah.
Rentang usia sendiri tidak dapat menjadi faktor penentu kepatuhan seseorang dalam
hal konsumsi obat, namun usia dapat mempengaruhi terhadap kualitas hidup
seseorang. Dengan bertambahnya usia maka akan terjadi perubahan baik fisik,
psikologi dan psikososial yang dapat mempengaruhi kualitas hidup (Luh et al.,
2020).
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien yang memiliki kepatuhan
minum obat dan memiliki kadar tekanan darah normal berjumlah 39 orang (39,8%).
Semakin patuh seorang pasien dalam meminum obat antihipertensi maka itu berarti
pasien tersebut semakin sadar bahwa mencegah hipertensi sangat bemanfaat bagi
kesehatannya. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Niven (2012) bahwa
pengobatan pada pasien yang menderita penyakit hipertensi dipengaruhi oleh
kepatuhan pasien dalam mengkonsumsi obat antihipertensi. Kepatuhan penderita
hipertensi dalam menjalani program pengobatan hipertensi sangat diperlukan agar
mendapatkan kualitas hidup yang lebih baik. Kepatuhan minum obat pada penderita
penyakit hipertensi sangat penting karena dengan minum obat antihipertensi secara
teratur dapat mengontrol tekanan darah, sehingga dapat mencegah resiko kerusakan
organ-organ seperti jantung, ginjal, dan otak dalam waktu jangka panjang.
Berdasarkan hasil penelitian mayoritas aktivitas fisik yang dilakukan adalah
kategori berat sebanyak 22 responden (22,4%) dengan kadar tekanan darah normal.
Aktivitas fisik secara teori dapat menurunkan tekanan darah seseorang, semakin
sering aktivitas fisik dilakukan maka semakin kecil resiko terkena hipertensi.
46
Aktivitas fisik dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya adalah usia dan proses
penyakit yang sedang dialami (Anisah, 2018). Kegiatan fisik yang dilakukan secara
teratur menyebabkan perubahan-perubahan misalnya jantung akan bertambah kuat
pada otot polosnya sehingga daya tampung besar dan kontruksi atau denyutannya
kuat dan teratur, selain itu selastisitas pembuluh darah akan bertambah karena
adanya relaksasi dan vasodilatasi sehingga timbunan lemak akan berkurang dan
meningkatkan kontraksi otot dinding pembuluh darah tersebut (Anies, 2020).
Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan antara perilaku merokok
dengan kontrol tekanan darah pada pasien hipertensi di Puskesmas Tanjungpinang.
Kebiasaan merokok bisa berpengaruh atau berhubungan karena peningkatan tekanan
darah pada perokok disebabkan karena kebiasaan merokok responden yang sudah
menjadi kebutuhan sehari-hari, sehingga akan menyebabkan penumpukan zat
berbahaya didalam darah dan dapat menyebabkan berbagai penyakit kardiovaskuler
karena zat nikotin dan tar yang masuk kedalam aliran darah dapat merusak lapisan
dinding pembuluh darah arteri dan mengakibatkan proses arterosklerosis dan
hipertensi.
Pada penelitian ini ditemukan bahwa 35 responden (66,3%) yang memiliki
status gizi normoweight memiliki kadar tekanan darah normal. Kelebihan atau
kekurangan gizi yang terjadi pada usia dewasa akan mempengaruhi produktivitas.
Hubungan hipertensi dengan berat badan berlebih sangat kuat. Semakin besar massa
tubuh, semakin banyak darah yang dibutuhkan untuk menyampaikan oksigen dan
makanan ke jaringan tubuh sehingga membutuhkaan pengontrolan berat badan agar
tetap ideal.
Berdasarkan analisis multivariate didapatkan bahwa aktivitas fisik menjadi
factor resiko paling penting dalam pengendalian tekanan darah. Hal ini disebabkan
karena pada orang yang tidak aktif melakukan kegiatan fisik cenderung mempunyai
frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi. Hal tersebut mengakibatkan otot jantung
bekerja lebih keras pada setiap kontraksi. Makin keras usaha otot jantung dalam
memompa darah, makin besar pula tekanan darah yang dibebankan pada dinding
arteri sehingga tahanan perifer yang menyebabkan kenaikan tekanan darah.
Kurangnya aktivitas fisik juga dapat meningkatkan risiko kelebihan berat badan yang
akan menyebabkan risiko hipertensi meningkat.
47
DAFTAR PUSTAKA
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. 2015a. Panduan praktis program rujuk balik
bagi peserta jkn.
Epri S. 2015. Hubungan status gizi dan asupan makan terhadap tekanan darah
lansiadi uptd pelayanan sosial lanjut usia tresna werdha kecamatan natar
kabupaten lampung selatan. [skripsi]. Bandar Lampung: Universitas Lampung.
Hamzah PK. 2015. Hubungan kepatuhan minum obat antihipertensi, kualitas tidur
dengan tekanan darah pada penderita hipertensi esensial di kota salatiga tahun
2015. [tesis]. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Hernandez-Vila E. 2015. A review of the jnc 8 blood pressure guideline. Tex Heart
Inst J. 42(3):226–8.
Jeanne B. 2016. Prevalensi konsumsi rokok pria usia 18 - 64 tahun dengan hipertensi
di desa susut, kabupaten bangli bali tahun 2014. DOAJ. 6(1):16–22.
48
Kementerian Kesehatan RI. 2014. Hipertensi. Jakarta.
Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. 2017. Robbins basic pathology. Edisi ke-8. New
York: W. B. Saunders Company.
Mayasari NF, Rosalina, Irawati H. 2015. Hubungan aktivitas fisik dengan tekanan
darah pada lansia penderita hipertensi di kelurahan banyumanik kota
semarang. Jurnal NWU. 35:1–8.
National Institute for Health Research & Development. 2013. Riset kesehatan dasar
2015.
Utami PAS, Sahar J, Widyastuti. 2017. Pengendalian faktor risiko hipertensi pada
agregat lansia melalui kunjungan rumah. JKI. 16(1):11–17.
49
LAMPIRAN INFORMED CONSENT
LAMPIRAN 1
PERNYATAAN PERSETUJUAN SEBAGAI RESPONDEN PENELITIAN
Tanjungpinang, 2023
[ ]
Tanda tangan dan nama terang Responden
50
LAMPIRAN KUESIONER
Nama:
Umur:
Petunjuk : Berilah tanda centang pada kolom yang sesuai dengan jawaban
Sebagian orang merasa tidak nyaman jika harus meminum obat setiap
7. hari. Apakah Bapak/Ibu merasa terganggu untuk menjalani
pengobatan?
Seberapa sering Bapak/Ibu lupa minum obat?
a. Tidak pernah/jarang
b. Sesekali
8.
c. Kadang-kadang
d. Biasanya
e. Setiap saat
Interpretasi: Keterangan:
51
Kuesioner Perilaku merokok Glover & Nilsson Smoking Behavior (GN-SBQ)
Nama:
Umur:
Berilah tanda centang (√) pada kolom yang paling sesuai dengan diri anda
TSS S C P SP
NO Pernyataan
(0) (1) (2) (3) (4)
1. Kebiasaan merokok saya sangat penting bagi saya
2. Saya merokok sebagian dari kebiasaan saya.
NO Pertanyaan TP J K S SL
(0) (1) (2) (3) (4)
3. Apakah anda menempatkan sesuatu (permen karet,
pena, atau benda lain) dimulut anda untuk mengalihkan
perhatian anda dari merokok?
4. Apakah anda menjadikan rokok sebagai hadiah
ketika anda menyelesaikan suatu tugas/pekerjaan?
5. Ketika anda tidak merokok, anda akan mengalami
kesulitan dalam berkonsentrasi sebelum mengerjakan
tugas?
6. Jika anda tidak diijinkan merokok ditempat-tempat
tertentu apakah anda kemudian memainkan rokok atau
bungkusnya?
7. Apakah kondisi lingkungan tertentu seperti saat
sedang minum alkohol, berada di kamar/WC,
dikantin memicu anda untuk merokok?
8. Apakah anda sering menyalakan sebatang rokoksecara
rutin (tanpa ada keinginan untuk merokok)?
9. Apakah anda merokok atau menempatkan sesuatu di
mulut anda (permen,pena) untuk mengurangi stres,
ketegangan, frustasi, dll?
10. Apakah kenikmatan merokok adalah ketika anda
mulai menyalakan rokok ?
11. Ketika anda berada di sebuah tempat makan,terminal
bus, kantin atau tempat umum lainnya anda merasa
aman dan nyaman atau lebih percaya diri ketika anda
memegang rokok?
Interpretasi: Keterangan:
52
Kuesioner Aktifitas Fisik (Global Physical Activity Questionnaire)
53
LAMPIRAN DATA
Jenis_Kelamin
Cumulative Perc
Frequency Percent Valid Percent ent
Usia
Cumulative Perc
Frequency Percent Valid Percent ent
Tensi
Cumulative Perc
Frequency Percent Valid Percent ent
Kepatuhan
Cumulative Perc
Frequency Percent Valid Percent ent
54
Status_Gizi
Cumulative Perc
Frequency Percent Valid Percent ent
Aktivitas_fisik (Binned)
Cumulative Perc
Frequency Percent Valid Percent ent
Merokok
Cumulative Perc
Frequency Percent Valid Percent ent
Tensi
Patuh Count 21 39 60
55
% of Total 38.8% 61.2% 100.0%
Chi-Square Tests
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 14.73.
b. Computed only for a 2x2 table
Tensi
Sedang Count 15 18 33
Berat Count 12 22 34
Chi-Square Tests
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expecte
d count is 12.02.
56
Merokok * Tensi Crosstabulation
Tensi
Sedang Count 8 8 16
Berat Count 11 21 32
Chi-Square Tests
a. 1 cells (12.5%) have expected count less than 5. The minimum expect
ed count is 3.49.
57
Status_Gizi * Tensi Crosstabulation
Tensi
Chi-Square Tests
a. 4 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expect
ed count is .78.
58
LAMPIRAN DOKUMENTASI
59
60
61
62
63
64
65