Anda di halaman 1dari 46

PENERAPAN SLOW DEEP BREATHING TERHADAP PENURUNAN

TEKANAN DARAH PASIEN HIPERTENSI DI WILAYAH KERJA


PUSKESMAS SIMPANG IV SIPIN JAMBI
TAHUN 2023

PROPOSAL
LAPORAN TUGAS AKHIR

AHMAD MUSTOFA KAMAL


NIM. PO.71202220019

KEMENTRIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN JAMBI JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI PROFESI NERS KEPERAWATAN
TAHUN 2023
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.......................................................................................................................i
BAB I.................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
A. Latar Belakang....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...............................................................................................5
C. Tujuan..................................................................................................................5
D. Manfaat................................................................................................................6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................7
A. Konsep Hipertensi...............................................................................................7
B. Konsep Ashuan Keperawatan...........................................................................14
C. Konsep Slow Deep Breathing..........................................................................33
BAB III............................................................................................................................39
METODE PENELITIAN.................................................................................................39
A. Desain Studi Kasus............................................................................................39
B. Subjek................................................................................................................40
C. Waktu dan Tempat Pelaksanaan.......................................................................40
D. Tahap Pelaksanaan............................................................................................40
E. Instrumen Pengumpulan Data...............................................................................41
F. Prosedur Pengumpulan Data.................................................................................42
G. Pengolahan dan Penyajian Data........................................................................42
H. Etika Studi Kasus..............................................................................................43
DFTAR PUSTAKA.........................................................................................................44

i
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Peyakit tidak menular (PTM) merupakan masalah kesehatan utama di negara-

negara maju. Menurut Word Healt Organization (WHO) kematian akibat penyakit

tidak menular diperkirakan akan terus meningkat dan penyakit cardiovaskular

merupakan penyebab terbesar kematian dari populasi penyakit tidak menular.

Hipertensi termasuk penyakit tidak menular yang memiliki pengidap terbesar dari

seluruh populasi PTM dan memiliki tingkat kematian yang cukup tinggi (Kemenkes

2019).

Berdasarkan data WHO tahun 2018 menunjukan sekitar 1,3 milyar orang

didunia menyandang hipertensi artinya 1 dari 3 orang didunia terdiagnosis hipertensi.

Jumlah hipertensi terus meningkat setiap tahunya diperkirakan pada tahun 2025 akan

ada 1,5 milyar orang yang terdiagnosis hipertensi. Dan diperkirakan setiap tahunnya

ada 9,4juta orang meninggal akibat hipertensi dan komplikasinya (Kemenkes 2019).

Menurut Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2018 prevalensi hipertensi

berdasarkan hasil pengukuran pada penduduk usia 18 tahun keatas sebesar (34,1%)

tertinggi di Kalimantan Selatan (44,1%) sedangkan terandah di Papua sebesar

(22,2%). Hal ini terjadi karena sebagian besar penderita hipertensi tidak menyedari

akan penyakitnya (Kemenkes 2019).

Sedangkan berdasarkan data dari dinas Provinsi Jambi penyakit hipertensi di

Provinsi Jambi terus meningkat setiap tahunnya, hingga pada tahun 2018 pravalensi

hpertensi yang didiagnosis dokter pada populasi umum diatas 18 tahun sebesar

1
2

14,29% dari seluruh populasi penduduk provinsi Jambi diatas 18 tahun. Sebagian

besar penyebabnya belum diketahui secara pasti hingga terjadi komplikasi (Riskesdas

2018)

Hipertensi adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah

secara abnormal dan terus menerus pada beberapa kali pemeriksaan dimana tekanan

sistolik dan diastoliknya diatas 140/90mmHg. Hipertensi dapat terjadi berkaitan

dengan beberapa faktor resiko baik faktor resiko yang dapat dikendalikan maupun

yang tidak. Faktor resiko yang tidak dapat dikendalikan adalah riwayat keluarga, ras

dan usia. Sedangkan faktor resiko yang dapat dikendalikan seperti obesitas, konsumsi

alkohol, kebiasaan merokok, konsumsi garam berlebih, stress dan aktifitas fisik

(Smeltzer & Bare 2013)

Hipertensi dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu hipertensi primer dan

skunder. Hipertensi primer penyebabnya belum diketahui secara pasti beberapa

faktor yang mempengaruhi hipertensi primer yaitu faktor genetik, stres, lingkungan,

dan peningkatan penggunaan garam. Sedangkan hipertensi skunder disebabkan oleh

adanya penyakit ginjal, penggunaan estrogen dan pemakaian kontrasepsi oral

(Smeltzer 2013).

Hipertensi dapat diatasi secara farmakologi maupun dengan terapi

nonfarmakologi. Manajemen hipertensi dengan farmakologi sebagian besar

mengikuti 3 pedoman internasional yang mengusulkan 5 tingkatan obat anti

hipertensi yaitu diuretik thiazide, penghambat saluran kalsium, penghambat enzim

angiotensin (ACE), penghambat reseptor angiotensin (ARB) dan penghambat beta


3

(BB). Sedangkan manajemen dengan terapi non farmakologi dapat memberikan atau

mengajarkan untuk memodifikasi gaya hidup, mengurangi berat badan, pemberian

diet, pengendalian stress dan melakukan aktifitas fisik (Kemenkes 2013)

Penderita hipertensi seringkali perlu mengkonsumsi obat secara teratur untuk

mengontrol tekanan darah. Tindakan sudah banyak dilakukan dan tersedia banyak

obat untuk mengatasi hipertensi, dikutip dari pharmaceutical care untuk penyakit

hipertensi, terapi farmakologis membutuhkan waktu yang lama serta memberikan

efek samping, seperti contoh pemberian captopril, pemberian obat tersebut dapat

menyebabkan hiperkalemia pada pasien dengan penyakit ginjal kronis terhadap tubuh

dan dapat menyebabkan gagal ginjal pada pasien dengan renal arteri stenosis.

Kondisi ini dapat membutuhkan biaya yang mahal, dan waktu yang panjang. Selain

itu beberapa terapi jenis obat tertentu tidak menimbulkan efek penurunan tekanan

darah secara signifikan, oleh karena itu dibutuhkan terapi pendamping yaitu terapi

nonfarmakologi (Moyad & Hawks 2011 didalam Siswanti & Purnomo ).

Salah satu terapi nonfarmakologis yang dapat digunakan untuk mengontrol

tekanan darah adalah dengan latihan Slow Deep Breathing. dimana Slow Deep

Breathing adalah salah satu teknik pengontrolan napas. Langkah-langkah melakukan

latihan slow deep breathing yaitu sebagai berikut. Atur pasien dengan posisi duduk

atau berbaring Kedua tangan pasien diletakkan di atas perut, Anjurkan melakukan

napas secara perlahan dan dalam melalui hidung dan tarik napas selama tiga detik,

rasakan perut mengembang saat menarik napas. Tahan napas selama tiga detik,

Kerutkan bibir, keluarkan melalui mulut dan hembuskan napas secara perlahan

selama enam detik. Rasakan perut bergerak ke bawah, Ulangi langkah latihan selama
4

15 menit ,Latihan slow deep breathing dilakukan dua kali sehari, yaitu pagi dan sore

hari (Tarwoto 2012).

Slow Deep Breathing / relaksasi nafas dalam merupakan tindakan yang disadari

untuk mengatur pernapasan secara dalam dan lambat yang dapat menimbulkan efek

relaksasi. Terapi relaksasi banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari untuk

dapat mengatasi berbagai masalah misalnya stres, ketegangan otot, nyeri, hipertensi,

gangguan pernapasan, dan lain-lain. Relaksasi secara umum merupakan keadaan

menurunnya kognitif, fisiologi, dan perilaku Pada saat relaksasi terjadi perpanjangan

serabut otot, menurunnya pengiriman impuls saraf ke otak, menurunnya aktifitas

otak, dan fungsi tubuh yang lain. Karakteristik dari respons relaksasi ditandai oleh

menurunnya denyut nadi, jumlah pernapasan, penurunan tekanan darah, dan

konsumsi oksigen (Potter & Perry, 2013).

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh (Siswanti & Purnomo, 2018)

dengan judul penelitian Slow Deep Breathing Terhadap Perubahan Tekanan Darah

Pada Penderita Hipertensi diperoleh hasil penelitian rata-rata tekanan darah sistol

sebelum dilakukan terapi slow deep breathing adalah sebesar 172.06 dan tekanan

darah sistol setelah dilakukan terapi Slow Deep Breathing terjadi penurunan nilai

rata-rata menjadi 165.19. Sementara rata-rata tekanan darah diastol sebelum

dilakukan terapi Slow Deep Breathing adalah sebesar 92.50 dan setelah dilakukan

terapi slow deep breathing terjadi penurunan nilai rata-rata menjadi 87.97.

Berdasarkan uji T dependent diperoleh nilai ρ sebesar 0.000 (αα<0.05) yang berarti

ada pengaruh yang signifikan antara terapi slow deep breathing terhadap tekanan

darah pada pasien hipertensi.


5

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan penjelasan diatas penulis tertarik untuk melakukan asuhan

keperawatan dengan implementasi “Penerapan Slow Deep Breating Terhadap

Penurunan Tekanan Darah Pada Pasien Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas

Simpang IV Sipin Jambi Tahun 2023”

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Menggambarkan penerapan Slow Deep Breating Terhadap Penurunan Tekanan

Darah Pada Pasien Hipertensi

2. Tujuan Khusus

a. Memaparkan hasil pengkajian keperawatan pada pasien hipertensi di di

Wilayah Kerja Puskesmas Simpang IV Sipin Jambi.

b. Memaparkan hasil analisa data pada pasien hipertensi di Wilayah Kerja

Puskesmas Simpang IV Sipin Jambi.

c. Memaparkan hasil intervensi kepewatan pada pasien hipertensi di

Wilayah Kerja Puskesmas Simpang IV Sipin Jambi.

d. Memaparkan hasil implementasi keperawatan pada pasien hipertensi di

di Wilayah Kerja Puskesmas Simpang IV Sipin Jambi.

e. Memaparkan hasil evaluasi keperwatan pada pasien hipertensi di

Wilayah Kerja Puskesmas Simpang IV Sipin Jambi.


6

f. Memaparkan hasil analisis inovasi keperawatan sebelum dan sesudah

tindak penerapan Slow Deep Breathing terhadap pasien hipertensi di di

Wilayah Kerja Puskesmas Simpang IV Sipin Jambi.

D. Manfaat

1. Manfaat Praktik Keperawatan

Pengolahan pasien hipertensi dengan intervensi Slow Deep Breathing,

dapat menjadi intervensi keperawatan di area klinis, guna membantu

menurunkan tekanan darah pasien hipertensi.

2. Manfaat Pengembangan Ilmu dan Teknologi Keperawatan

Penulisan ini diharapkan dapat menambah keluasan ilmu dan teknologi

terapan bidang keperawatan dalam membantu menurunan tekanan darah pada

pasien hipertensi

3. Manfaat Bagi Peneliti Selanjutnya

Laporan tugas akhir ini bermanfaat sebagai gambaran dalam melakukan

penelitian dalam bentuk case study dan case report selanjutnya hasil

intervensi dapat menjadi dasar penelitian tentang pencegahan komplikasi.

E. Keaslian Tulisan

Penelitian- penelitian tentang pengaruh Slow Deep Breathing terhdap

penurunan tekanan darah telah banyak dilakukan sebelumnya diantarnya penelitian

Siswanti & Purnomo, 2018) dengan judul penelitian Slow Deep Breathing Terhadap

Perubahan Tekanan Darah Pada Penderita Hipertensi diperoleh hasil penelitian rata-

rata tekanan darah sistol sebelum dilakukan terapi slow deep breathing adalah

sebesar 172.06 dan tekanan darah sistol setelah dilakukan terapi Slow Deep
7

Breathing terjadi penurunan nilai rata-rata menjadi 165.19. Sementara rata-rata

tekanan darah diastol sebelum dilakukan terapi Slow Deep Breathing adalah sebesar

92.50 dan setelah dilakukan terapi slow deep breathing terjadi penurunan nilai rata-

rata menjadi 87.97 dan penelitian (Sepdianto dkk 2010) didapatkan hasil penelitian

penurunan rata-rata tekanan darah sistolik dan diastolik pada kelompok yang

melakukan latihan slow deep breathing lebih besar dibanding dengan kelompok

yang tidak melakukan latihan slow deep breathing (α< 0,05). Dari hasil penelitian

ini dapat diketahui bahwa latihan slow deep breathing pada pasien hipertensi primer

dapat menurunkan tekanan darah sistolik 18,178 mmHg dan tekanan darah diastolik

8,892 mmHg.

Studi kasus yang akan dilakukan yaitu penerapan Slow Deep Breathing

Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pasien Hipertensi yang memiliki aspek-aspek

yang berbeda dengan penelitian sebelumnya. Studi kasus yang akan dilakukan ini

berupa penerapan Slow Deep Breathing terhadap penurunan tekanan darah pada

pasien hipertensi. Dengan demikian topic studi kasus ini dapat dikatakan keaslianya

sepanjang diketahui penulis


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Hipertensi

1. Definisi

Hipertensi adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan

darah secara abnormal dan terus menerus pada beberapa kali pemeriksaan

tekanan darah yang disebabkan oleh beberapa faktor resiko yang tidak berjalan

sebagai mana mestinya dalam mempertahankan tekanan darah. Hipertensi

berkaitan dengan peningkatan tekanan sistolik dan diastolik dimana tekanan

nya lebih dari 140/90 mmHg yang dapat menyebabkan gagal jantung, dan

stroke (Smeltzer 2013).

Menurut word health organization (WHO). Penyakit hipertensi

merupakan peningkatan tekanan sistolik yang lebih besar atau sama denga 140-

160 mmHg. Hipertensi dapat katagorikan ringan apabila tekanan diastoliknya

antara 95-104 mmHg dan di katagorikan berat apabila tekanan diastoliknya

lebih dari 115 mmHg, pembagian ini berdasarkan peningkatan diastolik karena

di anggap lebih serius daripada peningkatan sistolik (padila 2013).

2. Etiologi

Hipertensi dapat diklasifkasikan menjadi dua golongan yaitu hipertensi

primer (esensial) dan hipertensi skunder. Hipertensi primer adalah hipertensi

yang penyebabnya belum diketahui secara pasti namun ada beberapa faktor

yang mempengaruhi terjadinya hipertensi primer seperti faktor genetik, stress,

hiperaktivitas saraf simpatis dan adanya penigkatan asupan garam. Sedangkan

8
9

hipertensi skunder adalah hipertensi yang di sebabkan karena hipertiroid

obesitas dan adanya penggunaan obat-obatan kontrasepsi oral.

Meningkatnya tekanan darah dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor

resiko yang dapat dikendalikan dan yang tidak dapat dikendalikan. Faktor

resiko yang dapat di kendalikan seperti kelebihan berat badan atau obesitas,

kurang nya aktivitas fisik, meroko, konsumsi alkohol stress, dan diabetes.

Sedangkan faktor resiko yang tidak dapat dikendalikan adalah: usia, ras, dan

riwayat keluarga (Smeltzer 2013).

3. Klasifikasi

a. Hipertensi Dikenal 2 klasifikasi Hipertensi berdasarkan penyebabnya :

1) Hipertensi Primer (hipertensi idiophatik), dimana penyebabnya tidak

diketahui dengan pasti. Dikatakan juga bahwa hipertensi ini adalah

dampak dari gaya hidup seseorang dan faktor lingkungan.

2) Hipertensi Sekunder adalah hipertensi yang terjadi akibat dari

penyakit lain misalnya kelainan pada ginjal atau kerusakan dari sistem

hormon

b. Klasifikasi hipertensi berdasarkan peningkatan tekanan darah sistol dan

diastol. Klasifikasi hipertensi menurut The Sevent Report of The Joint

National
10

tablel 2.1 Klasifikasi Hipertensi Menurut JNC VII


Klasifikasi Tekanan Darah Tekanan Daah sistol Tekanan Darah Distol
(mmHg) (mmHg)
Normal <120 <80
Pre Hipertensi 120-139 80-89
Hipertensi Stage I 140-159 90-98
Hipertensi Stage II 160->160 100->100

Joint National Committe on Prevention Detection, Evaluation,and Treatment or High


Pressure VII/JNC- VII, 2003

4. Patofisiologi

Mekanisme yang mengontrol kontriksi dan relaksasi pembuluh darah

terletak dipusat vasomotor pada medula di otak, rangsangan pusat vasomotor

dihantarkan dalam bentuk implus yang bergerak kebawah melalui sistem saraf

simpatis ke gangila simpatis ditorak dan abdomen. Pada saat bersamaan sistem

saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respons rangsangan emosi

dan rangsangan klenjar adrenal yang mengakibatkan tambahan aktivitas

vasokontriksi dan berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat

mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsangan vasokontriksi.

Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainya yang dapat memperkuat

respons vasokontriktor pembuluh darah. Vasokontriksi yang mengakibatkan

penurunan aliran keginjal menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang

pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II,

suatu vasokontriktor kuat yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron

oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh

tubulus ginjal menyebabkan peningkatan volume intra vasskuler. Semua faktor

ini cendrung mencetuskan keadaan hipertensi


11

Utuk pertimbangan gerontologi, perubahan structural dan fungsional pada

sistem pembuluh perfier bertanggung jawab paada perubahan tekanan darah

yang terjadi. Perubahan tersebut meliputi aterosklorosis hilangnya elastisitas

jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah,

konsekuensi nya aorta dan arteri besar berkurang kemampuanya dalam

mengakomondasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup)

yang dapat mengakibatkan penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan

perifer (Smeltzer 2013).

5. Manifestasi Klinis

Pada pemeriksaan fisik, pasien hipertensi tidak dijumpai kelainan apapun

selain peningkatan tekanan darah, tetapi dapat di temukan perubahan pada

retina, perdarahan eksudat, penyempitan pembuluh darah, dan pada kasus

hipertensi berat terdapat edema pupil (edema pada diskus optikus). Individu

yang menderita hipertensi kadang tidak menampakan gejala hingga timbulnya

komplikasi, bila ada gejala biasanya menungjungkan adanya kerusakan

vaskuler Penyakit arteri koroner dengan angina adalah gejala yang menyertai

hipertensi. Hiperterofi ventrikel kiri terjadi sebagai respons peningkatan beban

kerja pada ventrikel saat dipaksa berkontraksi melawan tekanan sistemik yang

meningkat. Apabila jantung tidak mampu lagi menahan peningkatan beban

kerja maka dapat terjadi gagal jantung (Smeltzer 2013).

Menurut (Corwin 2000) sebagian besar gejala klinis hipertensi adalah

nyeri kepala akibat peningkatan tekanan intrakarnial, ayunan langkah yang


12

tidak menetap karena kerusakan susunan saraf, nokturia karena peningkatan

aliran darah ke ginjal, dan edema dependen akibat peningkatan tekanan kapiler.

6. Pemeriksaan Diagnostik

Menurut (Smeltzer 2013) pemeriksaan diagnostik pasien hipertensi meliputi:

a. Pemeriksaan laboraturium untuk mengetahui kerusakan organ seperti

organ ginjal dan jantung.

b. EKG untuk mengetahui hipertropi ventrikel kiri.

c. Urinalisasi untuk mengetahui protein dalam urin, darah dan glukosa.

d. Pemeriksaan pungsi ginjal terpisah dan penentuan kadar urin.

e. Foto dada atau CT scan.

f. Pemeriksaan retina

7. Penatalaksanaan.

a. Penatalaksanaan Nonfarmakologi.

Penatalaksanaan nonfarmakologi dengan modifikasi gaya hidup sangat

penting dalam mencegah dan mengobati tekanan darah tinggi

penatalaksanaan nonfarmakologis meliput.

1) Diet

Diet rendah garam, rendah kolestrol, dan rendah asam lemak jenuh

pertahankaan berat badan ideal, hindari konsumsi alkohol dan nikotin

dan diet tinggi kalium

2) Aktivitas
13

Klien disarankan untuk berpartisipasi pada kegiatan dalam batasan

medis dan disesuaikan pada kemampuan pasien seperti, senam dan

berjalan/joging

b. Penatalaksanaan farmakoligi

Tujuan pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan tekanan darah

tetapi juga mencegah komplikasi akibat hipertensi, pengobatan hipertensi

umumnya di lakukan seumur hidup. Standar pengobatan yang dianjurkan

oleh komite dokter ahli hipertensi (joint national committee on detection

evaluation and treatmenof high blood presure USA, 1988) menyimpulkan

bahwa obat diurtetika, betabloker, vasodilator dan ACE inhibitor dapat

diguanakan sebagai obat tunggal pertama dengan memperhatikan keadaan

penderita dan penyakit lain yang ada pada pasien (Padila2013).

8. Komplikasi dan pencegahan

a. Komplikasi

Menurut (Smeltzer 2013) Komplikasi yang terjadi pada hipertensi meliputi

gagal jantung, stroke, dan gagal ginjal.

1) Jantung

Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan terjadinya gagal jantung dan

penyakit jantung koroner, peningkatan tekanan darah dapat menambah

beban kerja jantung dan otot jantung akan mengendor dan

elastisitasnya berkurang dan mengakibatkan jantung tidak mampu lagi

memompa sehingga cairan tertahan di paru maupun jaringan tubuh


14

lain yang menyebabkan sesak nafas dan oedema kondisi ini di sebut

gagal jantung.

2) Otak

Komplikasi hipertensi pada otak dapat menimbulkan gejala stroke

akibat meningkatnya tekanan itrakarnial dan resiko stroke pada pasien

hipertensi 7 kali lebih besar.

3) Ginjal

Tekanan darah tinggi juga menyebabkan kerusakan sistem penyaring

didalam ginjal yang mengakibatkan ginjal tidak mampulagi

membuang zat-zat yang tidak di butuhkan tubuh sehingga zat-zat

tersebut masuk ketubuh melalaui aliran darah dan menumpuk di

dalam tubuh.

b. Pencegahan

Menurut Saiful Nurhidayat (2015) pencegahan agar tidak terjadi

komplikasi pada pasien hipertensi yaitu:

1) Diet rendah garam

2) Membatasi konsumsi lemak

3) Mempertahankan BB normal / menghindari obesitas

4) Menhindari merokok

5) Latihan relaksasi

6) Berolahraga teratur / melakukan aktivitas fisik ringan

7) Istirahat yang teratur.


Bagan 2.1
Pathway Hipertensi

Umur Jenis Gaya Obesitas


kelamin hidup

Hipertensi Perubahan
status
Kerusakan vaskuler kesehatan
pembuluh darah Ansietas
Perubahan struktur

Penyumbatan pembuluh Kualitas Tidur


darah
Vasokonstriksi

Gangguan sirkulasi

Otak Ginjal Pembuluh darah Retina

Vasokontriksi Spasme
pembuluh darah Sistemik Koroner arteriokle
Resistensi Suplai O2 otak ginjal
pembuluh menurun Diplopia
Blood flow Iskemik
darah ke Vasokontriksi
aliran darah ↓ miokard
otak ↑

Sinkop Afterload ↑ Resiko


Respon RAA Nyeri Akut
Nyeri Akut Gangguan Jatuh
Pola Tidur Resiko
Rangsang aldosteron Penurunan
Curah Jantung
Perfusi Perifer
Tidak Efektif Restensi Na Paparan informasi
kurang
Fatique
Edema
Defisit Pengetahuan
Intoleransi Aktivitas
Hipervolemia

15
B. Konsep Asuhan Keperawatan Hipertensi

1. Pengkajian

Menurut Doenges (2014) pengkajian dasar pada pasien hipertensi meliputi;


a. Identitas
1) Nama
2) Umur
3) Tanggal masuk rumah sakit
4) Penanggung jawab
5) Diagnosis medis
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
2) Riwayat kesehatan sekarang
3) Riwayat kesehatan dahulu
4) Riwayat kesehatan keluarga
c. Data dasar pengkajian
1) Aktivitas fisik
Gejala: kelemahan, letih, napas pendek, gaya hidup monoton
Tanda : frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung
2) Sirkulasi
Gejala: riwayat hipertensi, anteroklerosis, penyakit jantung koroner,
penyakit serebrovaskuler
Tanda: kenaikan tekanan darah
3) Integritas ego
Gejala: riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, faktor stress
multipel
Tanda: letupan suasana hati, gelisah, penyempitan kontinue perhatian,
tangisan yang meledak, otot muka tegang, pernapasan menghela,
peningkatan pola bicara

16
17

4) Eliminasi
Gejala: gangguan ginjal saat ini atau yang lalu
5) Makanan/cairan
Gejal: mak[anan yang di sukai mencakup makanan yang tinggi garam,
lemak, dan kolestrol
Tanda: BB normal atau obesitas dan adanya edema
6) Nuerosensoris
Gejala: keluhan pusing, sakit kepala berenyut, gangguan penglihatan
7) Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala: angina, nyeri hilang timbul pada tungkai, sakit kepala oksipital
berat, nyeri abdomen
8) Pernapasan
Gejala: dipsnea yang berkaitan dengan aktivitas, takipnea, ortopnea,
batuk dengan atau tanpa sputum, riwayat merokok
Tanda: distress respirasi/penggunaan otot aksesoris pernapasan, bunyi
napas tambahan sianosis.
9) Keamanan
Gejala: gangguan koordinasi, cara jalan
Tanda: episode parestesia unilateral transien, hipotensi postural

2. Diagnosa

Berikut adalah diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien


dengan hipertensi (TIM Pokja SDKI DPP PPNI, 2017):
a. Perfusi perifer tidak efektif b.d peningkatan tekanan darah
b. Nyeri akut b.d agen cidera fisiologis
c. Hipervolemia b.d gangguan mekanisme regulasi
d. Gangguan Pola Tidur b.d kurang control tidur
e. Defisit pengetahuan b.d kurang terpaparnya informasi
f. Ansietas b.d kurang terpapar informasi
g. Risiko penurunan curah jantung b.d perubahan afterload
3. Intervensi

Tabel 2.3
Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
1. Perfusi Perifer Perfusi Perifer (L.02011) Perawatan Sirkulasi (1.14570)
Tidak Efektif
(D.0009) Kriteria Hasil : Tindakan :
1. Denyut nadi perifer 1. Observasi
meningkat a. Periksa sirkulasi periver (mis. Nadi perifer, edema,
2. Nyeri ekstremitas menurun pengisian kapiler, warna, suhu, ankle brachial index)
3. Kelemahan otot menurun b. Identifikasi faktor resiko gangguan sirkulasi ( mis. Diabetes,
4. Kram otot menurun perokok, orang tua hipertensi dan kadar kolestrol tinggi)
5. Tekanan darah sistolik dan c. Monitor panas, kemerahan, nyeri atau bengkak pada
diastolik membaik ekstermitas
6. Tekanan arteri rata-rata
membaik 2. Teraupetik
7. Indeks anklebrachial a. Hindari pengukuran tekanan darah pada ekstermitas dengan
membaik keterbatasan perfusi
b. Hindari penekanan dan pemasangan tourniquet pada area
yang cidera
c. Lakukan pencegahan infeksi
d. Lakukan perawatan kaki dan kuku

3. Edukasi
a. Anjurkan berhenti merokok
b. Anjurkan berolah raga rutin

18
19

c. Anjurkan minum obat pengontrl tekanan darah secara teratur


d. Anjurkan menggunakan obat penyekat beta
e. Ajarkan program diet untuk memperbaiki sirkulasi ( mis.
Rendah lemak jenuh, minyak ikam omega 3)
f. Informasikan tanda dan gejala darurat yang harus dilaporkan
(mis. Raasa sakit yang tidak hilang saat istirahat, luka tidak
sembuh, hilangnya rasa)

2. Nyeri Akut Tingkat Nyeri Manajemen Nyeri


(D.0077)
Kriteria hasil : Tindakan :
1. Keluhan nyeri menurun 1. Observasi
2. Meringis menurun a. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
3. Sikap protektif menurun intensitas nyeri
4. Gelisah menurun b. Identifikasi skala nyeri
5. Kesulitan tidur menurun c. Identifikasi respon nyeri non verbal
6. Berfokus pada diri sendiri d. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan
menurun nyeri
7. Perasaan depresi menurun e. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
8. Perasaan takut menurun f. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
9. Anoreksi menurun g. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
10. Ketegangan otot menurun h. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah
11. Pupil dilatasi menurun diberikan
12. Frekuensi nadi membaik i. Monitor efek samping penggunaan analgetik
13. Pola napas membaik
14. Tekanan darah membaik 2. Terapeutik
15. Proses berpikir membaik a. Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa
16. Fokus membaik nyeri (mis. TENS, hypnosis, akupresur, terapi musik,
17. Pola tidur membaik biofeedback, terapi pijat, aroma terapi, terapi relaksasi,
teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi
20

bermain)
b. Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan)
c. Fasilitasi istirahat dan tidur
d. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri

3. Edukasi
a. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
b. Jelaskan strategi meredakan nyeri
c. Anjurkan memonitor nyri secara mandiri
d. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
e. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri

4. Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

3. Hipervolemia Keseimbangan Cairan Manajemen cairan


(D.0022)
Kriteria hasil : Tindakan :
1. Observasi
1. Asupan cairan meningkat a. Monitor status hidrasi (misalnya : frekuensi nadi,kekuatan
2. Haluaran urin meningkat nadi, akral, pengisian kapiler, kelembapan mukosa, turgor
3. Kelembapan membran kulit, tekanan darah)
mukosa meningkat b. Monitor berat badan harian
4. Asupan makanan c. Monitor berat badan sebelum dan sesudah dialisis
meningkat d. Monitor hasil pemeriksaan labolatorium(misaln ya :
5. Edema menurun hematokrit, Na, K, Cl, berat jenis urine, BUN)
6. Dehidrasi menurun e. Monitor status hemodinamik (misalnya: MAP, CPV, PAP,
21

7. Asites menurun PCWP jika tersedia)


8. Konfusi menurun
9. Terkanan darah membaik 2. Terapeutik
10. Denyut nadi radial a. Catat intake-output dan hitung balans cairan 24 jam
membaik b. Berikan asupan cairan, sesuai kebutuhan
11. Tekanan arteri rata-rata c. Berikan cairan intravena, jika perlu
membaik
12. Membran mukosa 3. Edukasi
membaik a. Anjurkan melapor jika haluaran urin < 0,5ml/kg/jam dalam
13. Mata cekung membaik 6 jam
14. Tugor kulit membaik b. Anjurkan melapor jika BB bertambah > 1kg dalam sehari
15. Berat badan membaik c. Ajarkan cara mengukur dan mencatat asupan dan haluaran
cairan
d. Ajarkan cara membatasi cairan

4. Kolaborasi
a. Kolaborasikan penberian diuretik, jika perlu

4. Gangguan Pola Pola Tidur Dukungan Tidur


Tidur
(D.0055) Kriteria hasil : Tindakan :
1. Keluhan sulit tidur 1. Observasi
menurun a. Identifikasi pola aktivitas dan tidur
2. Keluhan tidak puas tidur b. Identifikasi faktor pengganggu tidur
menurun c. ( fisik dan / atau pisikologi)
3. Keluhan pola tidur berubah d. Identifikasi makanan dan minuman yang mengganggu tidur
menurun (mis. Kopi, teh, alcohol. Makan mendekti waktu tidur,
4. Keluhan istirahat tidak minum banyak air sebelum tidur)
cukup menurun e. Identifikasi obat tifur yang dikonsumsi
5. Kemampuan beraktivitas
22

meningkat 2. Terapeutik
a. Modifikasi lingkungan (mis. Pencahayaaan,kebisingan,
sushu,matras, dan tempat tidur)
b. Batasi waktu tidur siang jika perlu
c. Fasilitasi menghilangkan stress sebelum tidur
d. Tetapkan jadwal tidur rutin
e. Lakukan perosedur untuk meningkatan kenyamanan (mis.
pijat, pengaturan posisi, terapi akupresur)
f. Sesuaikan jadwal pemberian obat dan/ atau tinjakan untuk
menunjang siklur tidur terjaga

3. Edukasi
a. Jelaskan tidur cukup selama sakit
b. Anjurkan menepati kebiasaan waktu tidur
c. Anjurkan menghindari makanan/minuman yang mengganggu
tidur
d. Anjurkan penggunaan obat tidur yang tidak mengganggu
supresor terhadap tidur REM

5 Defisit Pengetahuan Tingkat Pengetahuan Edukasi Perilaku Upaya Kesehatan


(D.0111)
Kriteria Hasil : Tindakan :
1. Observasi
1. Perilaku sesuai anjuran a. Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
meningkat
2. Verbalisasi minat dalam 2. Terapeutik
belajar meningkat a. Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan
3. Kemampuan menjelaskan b. Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
pengetahuan tentang suatu c. Berikan kesempatan untuk bertanya
topik meningkat d. Gunakan variasi mode pembelajaran
23

4. Kemampuan e. Gunakan pendekatan promosi kesehatan dengan


menggambarkan memperhatikan pengaruh dan hambatan dari lingkungan,
pengalaman sebelumnya sosial serta budaya
yang sesuai dengan topik f. Berikan pujian dan dukungan terhadap usaha positif dan
meningkat pencapaiannya
5. Perilaku sesuia dengan
pengetahuan meningkat 3. Edukasi
6. Pertanyaan tentang a. Jelaskan penanganan masalah kesehatan
masalah yang dihadapi b. Informasikan sumber yang tepat yang tersedia di masyarakat
menurun c. Anjurkan menggunakan fasilitas kesehatan
7. Persepsi yang keliru d. Anjurkan menentukan perilaku spesifik yang akan diubah
terhadap masalah menurun (mis. Keinginan mengunjungi fasilitas kesehatan)
8. Menjalani pemeriksaan e. Ajarkan mengidentifikasi tujuan yang akan dicapai
yang tidak tepat menurun f. Ajarkan program kesehatan dalam kehidupan sehari hari

6 Ansietas (D.0080) Tingkat Ansietas Reduksi Ansietas


Kriteria Hasil :
1. Verbalisasi kebingungan Tindakan :
menurun 1. Observasi
2. Verbalisasi khawatir akibat a. Identifikasi saat tingkat anxietas berubah (mis. Kondisi,
kondisi yang dihadapi waktu, stressor)
menurun b. Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
3. Perilaku gelisah menurun c. Monitor tanda anxietas (verbal dan non verbal)
4. Perilaku tegang menurun
5. Keluhan pusing menurun 2. Terapeutik
6. Anoreksia menurun a. Ciptakan suasana  terapeutik untuk menumbuhkan
7. Frekuensi pernapasan, nadi kepercayaan
dan tekanan darah menurun b. Temani pasien untuk mengurangi kecemasan , jika
8. Diaforesis menurun memungkinkan
9. Tremor menurun c. Pahami situasi yang membuat anxietas
24

10. Pucat menurun d. Dengarkan dengan penuh perhatian


11. Konsentrasi membaik e. Gunakan pedekatan yang tenang dan meyakinkan
12. Pola tidur membaik f. Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan
13. Perasaan keberdayaan g. Diskusikan perencanaan  realistis tentang peristiwa yang
membaik akan datang
14. Kontak mata membaik
15. Pola berkemih membaik 3. Edukasi
16. Orientasi membaik a. Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin dialami
b. Informasikan secara faktual mengenai diagnosis,
pengobatan, dan prognosis
c. Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien, jika perlu
d. Anjurkan melakukan kegiatan yang tidak kompetitif, sesuai
kebutuhan
e. Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi
f. Latih kegiatan pengalihan, untuk mengurangi ketegangan
g. Latih penggunaan mekanisme pertahanan diri yang tepat
h. Latih teknik relaksasi
4. Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian obat anti anxietas, jika perlu
7 Risiko Penurunan Curah Jantung  Perawatan Jantung
Curah Jantung
(D.0011) Kriteria Hasil : Tindakan :
1. Kekuatan nadi perifer 1. Observasi
meningkat a. Identifikasi tanda/gejala primer Penurunan curah jantung
2. Ejection fraction meningkat (meliputi dispenea, kelelahan, adema ortopnea paroxysmal
3. Left ventrikular stroke work nocturnal dyspenea, peningkatan CPV)
index meningkat b. Identifikasi tanda /gejala sekunder penurunan curah jantung
4. Stroke volume index (meliputi peningkatan berat badan, hepatomegali ditensi
meningkat vena jugularis, palpitasi, ronkhi basah, oliguria, batuk, kulit
5. Palpitasi menurun pucat)
25

6. Takikardi menurun c. Monitor tekanan darah (termasuk tekanan darah ortostatik,


7. Gambaran ekg aritmia jika perlu)
menurun d. Monitor intake dan output cairan
8. Lelah menurun e. Monitor berat badan setiap hari pada waktu yang sama
9. Edema menurun f. Monitor saturasi oksigen
10. Distensi vena jugularis g. Monitor keluhan nyeri dada (mis. Intensitas, lokasi, radiasi,
menurun durasi, presivitasi yang mengurangi nyeri)
11. Dispnea menurun h. Monitor EKG 12 sadapoan
12. Oliguria menurun i. Monitor aritmia (kelainan irama dan frekwensi)
13. Pucat/sianosis menurun j. Monitor nilai laboratorium jantung (mis. Elektrolit, enzim
14. Paroxysmal noctural jantung, BNP, Ntpro-BNP)
dyspnea menurun k. Monitor fungsi alat pacu jantung
15. Ortopnea menurun l. Periksa tekanan darah dan frekwensi nadisebelum dan
16. Batuk menurun sesudah aktifitas
17. Suara jantung S3 dan S4 m. Periksa tekanan darah dan frekwensi nadi sebelum
menurun pemberian obat (mis. Betablocker, aceinhibitor, calcium
18. Murmur jantung menurun channel blocker, digoksin)
19. Berat badan menurun
20. Hepatomegali menurun 2. Terapeutik
21. Pulmonary vascular a. Posisikan pasien semi-fowler atau fowler dengan kaki
resistance menurun kebawah atau posisi nyaman
22. Systemic vascular resistance b. Berikan diet jantung yang sesuai (mis. Batasi asupan kafein,
menurun natrium, kolestrol, dan makanan tinggi lemak)
23. Capillary refiill time c. Gunakan stocking elastis atau pneumatik intermiten, sesuai
membaik indikasi
24. Pulmonary artery wedge d. Fasilitasi pasien dan keluarga untuk modifikasi hidup sehat
pressure membaik e. Berikan terapi relaksasi untuk mengurangi stres, jika perlu
25. Central venous pressure f. Berikan dukungan emosional dan spiritual
membaik g. Berikan oksigen untuk memepertahankan saturasi oksigen
>94%
26

3. Edukasi
a. Anjurkan beraktivitas fisik sesuai toleransi
b. Anjurkan beraktivitas fisik secara bertahap
c. Anjurkan berhenti merokok
d. Ajarkan pasien dan keluarga mengukur berat badan harian
e. Ajarkan pasien dan keluarga mengukur intake dan output
cairan harian
4. Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian antiaritmia, jika perlu
b. Rujuk ke program rehabilitasi jantung
3. Implementasi
Implementasi merupakan tahap proses keperawatan di mana perawat
memberikan intervensi keperawatan langsung dan tidak langsung terhadap
klien (Potter & Perry, 2013). Implementasi merupakan tahap keempat dari
proses keperawatan dimana rencana keperawatan dilaksanakan melaksanakan
intervensi atau aktivitas yang telah ditentukan, pada tahap ini perawat siap
untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas yang telah dicatat dalam rencana
perawatan klien. Agar implementasi perencanaan dapat tepat waktu dan efektif
terhadap biaya, pertama-tama harus mengidentifikasi prioritas perawatan klien,
kemudian bila perawatan telah dilaksanakan, memantau dan mencatat respons
pasien terhadap setiap intervensi dan mengkomunikasikan informasi ini kepada
penyedia perawatan kesehatan lainnya. Kemudian, dengan menggunakan data,
dapat mengevaluasi dan merevisi rencana perawatan dalam tahap proses
keperawatan berikutnya (Wilkinson, 2012).
4. Evaluasi
Menurut (Setiadi, 2012) dalam buku konsep dan penulisan asuhan
keperawatan tahapan penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang
sistematis dan terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah
ditetapkan, dilakukan dengan cara berkesinambungan dengan melibatkan klien,
keluarga dan tenaga kesehatan lainnya. Evaluasi keperawatan terbagi menjadi
dua yaitu:

a. Evaluasi formatif (proses)


Evaluasi formatif adalah aktivitas dari proses keperawatan dan hasil kualitas
pelayanan asuhan keperawatan. Evaluasi formatif harus dilaksanakan segra
setelah perencanaan keperawatan telah diimplementasikan untuk membantu
menilai efektivitas intervensi tersebut. Evaluasi formatif harus
dilaksanakan terus menerus hingga tujuan yang telah ditentukan tercapai.
Metode pengumpulan data dalam evaluasi formatif terdiri atas analisis
rencana asuhan keperawatan, pertemuan kelompok, wawancara, observasi
klien, dan menggunakan from evaluasi. Ditulis dalam catatan perawatan.

27
28

b. Evaluasi sumatif (hasil)


Evaluasi sumatif adalah rekapitulasi dan kesimpulan dari observasi dan
analisa status kesehatan sesuai waktu pada tujuan. Ditulis pada catatan
perkembangan. Fokus evaluasi sumatif adalah perubahan prilaku atau
setatus kesehatan klien pada akhir asuhan keperawatan. Evaluasi ini
dilaksanakan pada akhir asuhan keperawatan secara paripurna.
Hasil dari evaluasi dalam asuhan keperawatan adalah tujuan tercapai/masalah
teratasi: jika klien menunjukan perubahan sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan, tujuan tercapai sebagian/masalah teratasi sebagian: jika klien
menunjukan perubahan sebagian dari standar dan kriteria yang telah
ditetapkan, dan tujuan tidak tercapai/ masalah tidak teratasi : jika klien
tidak menunjukan perubahan dan kemajuan sama sekali dan bahkan timbul
masalah baru.
Penentuan masalah teratasi, teratasi sebagian, atau tidak teratasi adalah
dengan cara membandingkan antara SOAP dengan tujuan dan kriteria hasil
yang telah ditetapkan.Perumusan evaluasi sumatif ini meliputi 4 komponen
yang dikenal dengan istilah SOAP, yakni subjektif, objektif, analisis data
dan perencanaan.
1) S (subjektif) Data subjektif dari hasil keluhan klien, kecuali pada klien
yang afasia
2) O (objektif) Data objektif dari hasi observasi yang dilakukan oleh
perawat.
3) A (analisis) Masalah dan diagnosis keperawatan klien yang dianalisis
atau dikaji dari data subjektif dan data objektif.
4) P (perencanaan) Perencanaan kembali tentang pengembangan tindakan
keperawatan, baik yang sekarang maupun yang akan datang dengan
tujuan memperbaiki keadaan kesehatan pasien
29

C. Konsep Slow Deep Breathing

1. Pengertian Slow deep Breathing

Slow deep breathing/ relaksasi nafas dalam merupakan tindakan yang

disadari untuk mengatur pernapasan secara dalam dan lambat yang dapat

menimbulkan efek relaksasi. Terapi relaksasi banyak digunakan dalam

kehidupan sehari-hari untuk dapat mengatasi berbagai masalah misalnya stres,

ketegangan otot, nyeri, hipertensi, gangguan pernapasan, dan lain-lain.

Relaksasi secara umum merupakan keadaan menurunnya kognitif, fisiologi,

dan perilaku Pada saat relaksasi terjadi perpanjangan serabut otot, menurunnya

pengiriman impuls saraf ke otak, menurunnya aktifitas otak, dan fungsi tubuh

yang lain. Karakteristik dari respons relaksasi ditandai oleh menurunnya denyut

nadi, jumlah pernapasan, penurunan tekanan darah, dan konsumsi oksigen

(Potter & Perry, 2013)

Relaksasi dapat diaplikasikan sebagai terapi non farmakologis untuk

mengatasi stress, hipertensi, ketegangan otot, nyeri dan gangguan pernafasan.

Terjadi perpanjangan serabut otot, menurunnya aktivitas otak dan fungsi tubuh

lain pada saat terjadinya relaksasi. Respon relaksasi ditandai dengan penurunan

tekanan darah, menurunnya denyut nadi, jumlah pernafasan serta konsumsi

oksigen. Latihan slow deep breathing terdiri dari pernafasan abdomen

(diafragma) dan purse lip breathing dapat digunakan sebagai asuhan

keperawatan mandiri dengan mengajarkan melakuakan nafas dalam (menahan

inspirasi secara maksimal), nafas lambat dan cara menghembuskan nafas secara
30

perlahan dengan metode bernafas fase ekshalasi yang panjang Potter & Perry,

2013).

2. Manfaat Slow Deep Breathing

Slow deep breathing memiliki beberapa manfaat yang telah diteliti oleh

Sepdianto, Nurachmah, dan Gayatri, (2010) sebagai berikut :

a. Menurunkan tekanan darah

Slow deep breathing memberi manfaat bagi hemodinamik tubuh. Slow

deep breathing memiliki efek peningkatan fluktuasi dari interval frekuensi

pernapasan yang berdampak pada peningkatan efektifitas barorefleks dan

dapat mempengaruhi tekanan darah. Slow deep breathing juga

meningkatkan central inhibitory rhythmus sehingga menurunkan aktivitas

saraf simpatis yang akan menyebabkan penurunan tekanan darah pada saat

barorefleks diaktivasi. Slow deep breathing dapat memengaruhi

peningkatan volume tidal sehingga mengaktifkan heuring-breurer reflex

yang berdampak pada penurunan aktivitas kemorefleks, peningkatan

sensitivitas barorefleks, menurunkan aktivitas saraf simpatis, dan

menurunkan tekanan darah. Slow deep breathing meningkatkan aktivitas

saraf parasimpatis dan meningkatkan suhu kulit perifer sehingga

memengaruhi penurunan frekuensi denyut jantung, frekuensi napas dan

aktivitas elektromiografi .

b. Menurunkan kadar glukosa darah


31

Slow deep breathing memiliki manfaat sebagai penurunan kadar guladarah

pada penderita diabetes mellitus. Slow deep breathing memberi pengaruh

terhadap kerja saraf otonom dengan mengeluarkan neurotransmitter

endorphin. Neurotransmitter endorphin menyebabkan penurunan aktivitas

saraf simpatis, peningkatan saraf parasimpatis, peningkatan relaksasi

tubuh, dan menurunkan aktivitas metabolisme. Hal tersebut menyebabkan

kebutuhan tubuh terhadap insulin akan menurun.

c. Menurunkan nyeri

Slow deep breathing merupakan metode relaksasi yang dapat memengaruhi

respon nyeri tubuh. Slow deep breathing menyebabkan penurunan aktivitas

saraf simpatis, peningkatan aktivitas saraf parasimpatis, peningkatan

relaksasi tubuh, dan menurunkan aktivitas metabolisme. Hal tersebut

menyebabkan kebutuhan otak dan konsumsi otak akan oksigen berkurang

sehingga menurunkan respon nyeri tubuh.

d. Menurunkan tingkat kecemasan

Slow deep breathing merupakan salah satu metode untuk membuat tubuh

lebih relaksasi dan menurunkan kecemasan. Relaksasi akan memicu

penurunan hormone stress yang akan memengaruhi tingkat kecemasan

melakukan penelitian dan didapatkan hasil bahwa slow deep breathing

memengaruhi tingkat kecemasan pada penderita hipertensi.

3. Prosedur Pelaksanaan Latihan Slow Deep Breathing


32

Slow deep breathing adalah salah satu teknik pengontrolan napas dan Relaksasi

Menurut University of Pittsbugrh Medical Center dalam Tarwoto (2012)

langkah-langkah melakukan latihan slow deep breathing yaitu sebagai berikut:

a. Atur pasien dengan posisi duduk atau berbaring.

b. Kedua tangan pasien diletakkan di atas perut.

c. Anjurkan melakukan napas secara perlahan dan dalam melalui hidung dan

tarik napas selama tiga detik, rasakan perut mengembang saat menarik

napas.

d. Tahan napas selama tiga detik.

e. Kerutkan bibir, keluarkan melalui mulut dan hembuskan napas secara

perlahan selama enam detik. Rasakan perut bergerak ke bawah.

f. Ulangi langkah a sampai e selama 15 menit.

g. Latihan slow deep breathing dilakukan dua kali sehari, yaitu pagi dan sore

hari.

4. Pengaruh Slow Deep Breathing terhadap Tekanan Darah

Slow deep breathing berpengaruh pada system persarafan yang

mengontroltekanan darah. Slow deep breathing berpengaruh terhadap modulasi

system kardiovaskular yang akan meningkatkan fluktuasi dari interval

frekuensi pernapasan dan berdampak pada peningkatan efektivitas barorefleks

serta dapat berkonstribusi terhadap penurunan tekanan darah. Barorefleks akan

mengaktifkan aktivitas system saraf parasimpatis yang mengakibatkan


33

vasodilatasi pembuluh darah, penurunan output jantung dan mengakibatkan

tekanan darah menurun.(Ii,2014).

5. Mekanisme Fisiologi Slow Deep Breathing

Pernapasan dengan metode latihan slow deep breathingakan menyebabkan

rileksasi sehingga menstimulasi pengeluaran hormon endorphine yang berefek

langsung terhadap sistem saraf otonom dan menyebabkan penurunan kerja

sistem saraf simpatis dan peningkatan kerja sistem saraf parasimpatis sehingga

terjadi penurunan tekanan darah. Selain itu, dengan ekshalasi yang panjang

daripada metode latihan slow deep breathing akan menyebabkan terjadinya

peningkatan tekanan intratoraks di paru selama inspirasi yang akan

menyebabkan peningkatan kadar oksigen di dalam jaringan tubuh. Oksigen

yang meningkat akan mengaktivasi refleks kemoreseptor yang banyak terdapat

di badan karotis, badan aorta dan sedikit pada rongga toraks dan paru. Aktivasi

kemoreseptor ini akan mentransmisikan sinyal saraf ke pusat pernapasan

tepatnya dimedula oblongata yang juga menjadi tempat medullary

cardiovascular centre. Sinyal yang di kirim ke otak akan menyebabkan aktivitas

kerja saraf parasimpatis meningkat dan menurunkan aktivitas kerja saraf

simpatis sehingga akan menyebabkan penurunan tekanan darah. Peningkatan

tekanan intratoraks di paru tidak hanya menyebabkan peningkatan oksigen

jaringan, namun juga menyebabkan penurunan tekanan di vena sentral yang

mengakibatkan aliran balik vena dan peningkatan volume vena sentral sehingga

curah jantung dan stroke volume akan meningkat di jantung kiri. Hal ini

mengaktivasi refleks baroreseptor melalui peningkatan tekanan arteri arteri di


34

pembuluh akibat terjadinya peningkatan stroke volume dan curah jantung di

jantung kiri sehingga terjadi penurunan tekanan darah dari aktivasi refleks

baroreseptor yang mengirimkan sinyal ke medullary cardiovascular centre di

medula oblongata yang menyebabkan peningkatan kerja saraf parasimpatis dan

penurunan kerja saraf simpatis .


No Peneliti Tahun Judul Tujuan metode hasil

1 Siswanti & 2018 Slow Deep Breathing Penelitian ini bertujuan Penelitian ini hasil penelitian rata-rata tekanan
Terhadap Perubahan untuk untuk mengetahui menggunakan jenis darah sistol sebelum dilakukan
purnomo Tekanan Darah Pada pengaruh terapi SDB penelitian quasy terapi slow deep breathing adalah
Pasien Hipertensi terhadap perubahan eksperimen. sebesar 172.06 dan tekanan darah
tekanan darah pasien Sedangkan desain sistol setelah dilakukan terapi
hipertensi di Puskesmas penelitian yang Slow Deep Breathing terjadi
Kalinyamatan Jepara digunakan dalam penurunan nilai rata-rata menjadi
penelitian ini adalah 165.19. Sementara rata-rata
desain penelitian pre tekanan darah diastol sebelum
experimental one dilakukan terapi Slow Deep
group pretest – Breathing adalah sebesar 92.50
posttest. dan setelah dilakukan terapi slow
deep breathing terjadi penurunan
nilai rata-rata menjadi 87.97

2 Sepdianto 2010 Penurunan Tekanan Penelitian ini bertujuan Penelitian ini hasil penelitian didapatkan
Nurachmah dan Darah dan Kecemanan untuk mengetahui menggunakan Quasi penurunan rata-rata tekanan darah
Gayatri Melalui Latihan Slow pengaruh latihan slow Experimental Design sistolik dan diastolik pada
Deep Breathing deep breathing terhadap dengan pendekatan kelompok yang melakukan latihan
Terhadap Pasien tekanan darah dan tingkat Pretest-Posttest slow deep breathing lebih besar
Hipertensi Primer kecemasan pasien Control Group Design. dibanding dengan kelompok yang
hipertensi primer di dua dalam penelitian ini tidak melakukan latihan slow deep
Puskesmas Kota Blitar. adalah pasien breathing (α< 0,05). Dari hasil
hipertensi primer yang penelitian ini dapat diketahui
berobat di Puskesmas bahwa latihan slow deep breathing
Sukorejo Kota Blitar pada pasien hipertensi primer
yang mendapatkan dapat menurunkan tekanan darah

35
36

terapi standar sistolik 18,178 mmHg dan


antihipertensi ditambah tekanan darah diastolik 8,892
intervensi dengan mmHg.
latihan slow deep
breathing. Intervensi
dilakukan selama 15
menit 3 kali sehari
dalam waktu 14 hari

3 Rasyidah AZ 2018 Pengaruh slow deep Tujuan penelitian ini Penelitian ini penelitian menunjukkan bahwa
breathing terhadap adalah untuk mengetahui merupakan quasi terdapat penurunan tekanan darah
tekanan darah pada pengaruh slow deep exsperimen dengan responden setelah diberikan slow
penderita hipertensi di breathing terhadap pendekatan one group
deep breathing yaitu tekanan
puskesmas Simpang IV tekanan darah pada pre test and post test.
Sipin Kota Jambi penderita hipertensi di Sampel penelitian darah sistolik sebesar 11,18
Puskesmas Simpang IV adalah penderita mmHg dan tekanan darah
Sipin hipertensi dengan diastolik sebesar 2,94 mmHg.
jumlah sampel Hasil analisis dengan
sebanyak 17 responden menggunakan uji wilxocon
dan diambil secara dengan tingkat kepercayaan 95%
Purposive
dengan α 5% (0,05) didapat nilai
sampling.Pengumpulan
data dengan p-value tekanan darah sistolik
menggunakan alat ukur 0,000 dan tekanan darah diastolik
spygnomano meter air 0,166). Hal ini menunjukkan slow
raksa dan melakukan deep breathing memiliki pengaruh
slow deep breathing. terhadap penurunan tekanan darah
sistolik, tetapi tidak memiliki
pengaruh terhadap tekanan darah
diastolik pada penderita
37

hipertensi.

4 Septiawan, 2019 Pengaruh Latihan Slow : untuk mengetahui Desain menggunakan Terdapat perbedaan nilai tekanan
Permana dan Deep Breathing pengaruh Slow Deep quasy experiment pre darah sebelum dan sesudah latihan
Yuniarti² Terhadap Nilai Tekanan Breathing terhadap nilai dan post test tanpa Slow Deep Breathing dengan P
Darah Pada Pasien tekanan darah sistole dan grup kontrol. Value 0.000 (P < 0.05) sehingga
Hipertensi The Effect of diastole pada pasien Penelitian ini dapat disimpulkan ada pengaruh
Slow Deep Breathing hipertensi dilakukan diwilayah latihan Slow Deep Breathing
Exercise on Blood kerja puskesmas terhadap nilai tekanan darah pada
Pressure Value in Gamping II pasien Hipertensi di Wilayah
Patient With yogyakarta. Sampel Kerja Puskesmas Gamping II
Hypertension pada penelitian ini Yogyakar
sebanyak 39
Responden.
Pengambilan sampel
menggunakan teknik
random sampling.
Analisa menggunakan
uji Wilcoxon test

Table 2.3 State OF The Art


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Studi Kasus

Dalam desain ini penulis menggunakan desain studi kasus dengan pendekatan
pengumpulan data yang dimulai dari pengkajian, menentukan diagnosa, melakukan
perencanaan, melaksanakan tindakan dan melakukan evaluasi pada pasien hipertensi.

1. Struktur Studi Kasus

a. Identitas Pasien

Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai,
status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, nomor
registrasi, tanggal masuk rumah sakit, dan diagnosa medis.

b. Keluhan Utama

Keluhan utama merupakan keluhan yang muncul saat dilakukan pengkajian


pertama kali oleh perawat

c. Riwayat Penyakit Sekarang

Perjalanan penyakit pasien mulai dari kapan gejala dan tanda itu dirasakan
oleh pasien sampai dengan pasien mendapatkan penatalaksanaan di fasilitas
pelayanan kesehatan

d. Riwayat Penyakit Masa Lalu

Masalah-masalah kesehatan yang pernah dialami oleh pasien, orang tua dan
anggota keluarga di masa lalu

38
39

e. Asuhan Keperawatan

Proses berkesinambungan yang dilakukan oleh penulis terhadap pasien


hipertensi mulai dari melakukan asuhan keperawatan meliputi (pengkajian,
diagnosis, intervensi, implementasi dan evaluasi)

B. Subjek

Subjek pada studi kasus ini adalah 1 (satu) orang pasien dengan diagnosa hipertensi
dengan kriteria inklusi

1. Pasien yang telah didiagnosa oleh dokter dengan hipertensi

2. Pasien tanpa komplikasi

3. Pasien hipertensi dengan tekanan darah 140/90 – 159/99mmHg

4. Pasien hipertensi yang mengkonsumsi obat anti hipertensi

5. Pasien yang berusia 40-70 tahun

6. Pasien yang koperatif

C. Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Studi kasus akan dilakukan pada bulan Februari 2023 di Wilayah Kerja Puskesmas
Simpang IV Sipin

D. Tahap Pelaksanaan

1. Tahap pra pelaksanaan :

a. Menyusun proposal

b. Mempersiapkan administrasi

c. Mempersiapkan instrumen pendukung studi kasus saat pengambilan data


40

2. Tahap pelaksanaan :

a. Mempersiapkan peralatan untuk pelaksaan intervensi berupa alat ukur


tekanan darah (sphygmomanometer digital).

b. Mempersiapkan alat tulis

c. Mengkondisikan ruangan yang nyaman

d. Beri salam terapeutik kepada pasien

e. Perkenalkan diri sebaik mungkin

f. Tanyakan keluhan dan perasaan pasien saat ini

g. Jelaskan tujuan, prosedur dan lamanya tindakan

h. Jaga privasi pasien

i. Lakukan pengukuran tekanan darah sebelum memberikan terapi Slow


Deep Breathing

j. Jika memenuhi kriteria, lanjutkan terapi Slow Deep Breathing

k. Lama pemberian intervensi ini selama kurang lebih 10 menit

l. Setelah terapi diberikan dan selesai bersihkan alat dan atur posisi nyaman
untuk klien

m. Lakukan pengukuran tekanan darah seperti sebelum terapi dilakukan,

n. Isi lembar observasi

E. Instrumen Pengumpulan Data

1. Format pengkajian KMB


2. Sphygmomanometer Digital
41

3. SOP Slow Deep Breathing


4. Lembar Observasi

F. Prosedur Pengumpulan Data

1. Wawancara

Dalam pengambilan data penulis melakukan dengan teknik wawancara. Berikut


point penting yang akan ditanyakan saat wawancara pada pasien misalnya :
keluhan utama, riwayat kessehatan masa lalu, tindakan atau treatment yang
sudah pernah diambil oleh pasien dalam mengatasi masalah yang pernah
dirasakan

2. Observasi

Penelitian melakukan pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap


gejala yang tampak pada objek penelitian

3. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan head to toe melalui teknik inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi

4. Studi Dokumentasi dan Kepustakaan

Mengumpulkan data dari dokumen, catatan atau laporan kesehatan pasien


(rekam medis pasien dan pemeriksaan penunjang lainnya)

G. Pengolahan dan Penyajian Data

1. Data Reduction (Reduksi Data)

Penulis melakukan proses pemilihan data yang didapatkan selama proses


pengkajian setelah memilah-milah data yang tidak beraturan menjadi potongan-
potongan yang lebih teratur penulis mengkoding, menyusunnya menjadi kategori
dan merangkumnya menjadi pola dan susunan yang sederhana. Untuk itulah
42

dengan adanya reduksi data akan mempermudah penelitian untuk


mengumpulkan informasi selanjutnya dan melengkapi data yang diperlukan.

2. Data Display (Penyajian Data)

Penyajian data yang akan dilakukan oleh penulis pada studi kasus ini adalah
dalam bentuk uraian singkat dan bagan.

3. Conclusion Drawing/Verification

Kesimpulan yang ditarik merupakan kesimpulan yang masih bersifat sementara.


Keadaan itu akan berbah apabila peneliti tidak menemukan penemuan-penemuan
atau informasi baru dilapangan yang dapat mendukung pernyataan penelit. Maka
kesimpulan yang telah dibuat mestinya dirubah. Tetapi apabila fakta-fakta yang
ditemukan dilapangan sesuai dan didukung oleh bukti serta teori yang dapat
dipertanggung jawabkan, maka kesimpulan tersebut dapat dinyatakan benar.

H. Etika Studi Kasus

1. Informed Concent (Persetujuan)

Pengambilan sampel terlebih dahulu penelitian meminta izin kepada responden


secara lisan dan tertulis dengan menandatangani lembar persetujuan jika setuju
menjadi responden dan jika responden tidak bersedia makan peneliti harus
menghormati haknya.

2. Anonymity (Tanda Nama)

Peneliti tidak akan mencantumkan nama responden pada lembar pengumpulan


data, melainkan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data.

3. Confidentiality (Kerahasiaan)
43

Peneliti menjamin kerahasiaan informasi yang telah dikumpulkan, hanya


kelompok data tertentu yang akan dilaporkan sebagai hasil penelitian. Semua
data yang terkumpul akan kembali koleksi pribadi dan tidak akan disebarluaskan
kepada orang lain tanpa seizin responden
DFTAR PUSTAKA

44

Anda mungkin juga menyukai