Anda di halaman 1dari 15

PROGRAM DOKTER INTERNSIP INDONESIA ANGKATAN KE-I TAHUN 2022

MINI PROJECT

HUBUNGAN USIA DAN JENIS KELAMIN TERHADAP TEKANAN


DARAH TINGGI DI PUSKESMAS TANJUNG RAMBANG
TAHUN 2022

Oleh:
Filza Aldina Humaira
Irna Tarina

PEMERINTAH KOTA PRABUMULIH


DINAS KESEHATAN

UPTD. PUSKESMAS TANJUNG RAMBANG

2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan limpahan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-NYA kami dapat menyelesaiakan Minipro Program
Internsip Dokter Indonesia Angkatan ke-I Tahun 2022 dengan judul Hubungan usia dan
jenis kelamin dengan tekanan darah tinggi di Puskesmas Tanjung Rambang dengan baik.
Penyusunan ini didasarkan dari hasil olah data dengan metode mengunakan data rekam
medis puskesmas Tanjung Rambang. Minipro ini kami susun dengan bantuan dari berbagai
pihak, untuk itu kami sampaikan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan Minipro ini. Terlepas dari semua itu, kami menyadari
sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata
bahasanya.

Prabumulih, 6 Agustus 2022

Mengetahui
Pendamping Program Dokter Internship

dr. Wita Sastri Jerno


BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Hipertensi adalah penyakit yang dapat menyerang siapa saja baik muda maupun tua.
Hipertensi merupakan salah satu penyakit paling mematikan di dunia. Hipertensi atau
tekanan darah tinggi adalah kondisi medis serius yang secara signifikan meningkatkan
risiko jantung, otak, ginjal, dan penyakit lainnya. Diperkirakan 1,28 miliar orang dewasa
berusia 30-79 tahun di seluruh dunia menderita hipertensi, sebagian besar (dua pertiga)
tinggal di negara berpenghasilan rendah dan menengah. Diperkirakan 46% orang dewasa
dengan hipertensi tidak menyadari bahwa mereka memiliki kondisi tersebut. Kurang dari
setengah orang dewasa (42%) dengan hipertensi didiagnosis dan diobati. Sekitar 1 dari 5
orang dewasa (21%) dengan hipertensi dapat mengontrolnya. Hipertensi merupakan
penyebab utama kematian dini di seluruh dunia. Salah satu target global penyakit tidak
menular adalah menurunkan prevalensi hipertensi sebesar 33% antara tahun 2010 dan
2030.¹
Hipertensi pada lanjut usia sebagian besar merupakan hipertensi sistolik terisolasi
(HST). Survey yang dilakukan oleh National Health and Nutrition Examination Survey
dari tahun 1999-2010 mendapatkan hasil HST terjadi 29,4% pada usia 60 tahun.
Meningkatnya tekanan sistolik menyebabkan besarnya kemungkinan timbulnya kejadian
stroke dan infark miokard bahkan walaupun tekanan diastoliknya dalam batas normal
(isolated systolic hypertension).²
World Health Organization (WHO) mengestimasi saat ini prevalensi hipertensi secara
global sebesar 22% dari total jumlah penduduk dunia. Dari jumlah penderita tersebut,
hanya kurang dari seperlima yang melakukan upaya pengendalian terhadap tekanan darah
yang dimiliki. Prevalensi hipertensi tertinggi sebesar 27% terdapat di wilayah Afrika dan
Asia Tenggara berada di posisi ke-3 dengan prevalensi sebesar 25% terhadap keseluruhan
total penduduk.³
Secara nasional prevalensi hipertensi menunjukan kecenderungan peningkatan dari
tahun 2007 hingga tahun 2018. Prevalensi hipertensi pada tahun 2007 sebesar 31,7% dan
pada tahun 2018 sebesar 34,11%. Di kota Prabumulih sendiri pada tahun 2019 kasus
hipertensi mencapai angka 4141 kasus dan di Rambang Kapak Tengah kasus hipertensi
mencapai 329 kasus.⁴
Salah satu faktor risiko hipertensi dapat dibagi menjadi 2 bagian besar yaitu faktor
risiko yang dapat dimodifikasi dan tidak dapat dimodifikasi. Faktor risiko yang dapat
dimodifikasi termasuk diet tidak sehat (konsumsi garam berlebihan, diet tinggi lemak jenuh
dan lemak trans, rendahnya asupan buah dan sayuran), kurangnya aktivitas fisik, konsumsi
tembakau dan alkohol, dan kelebihan berat badan atau obesitas. Faktor risiko yang tidak
dapat dimodifikasi termasuk riwayat keluarga hipertensi, usia di atas 65 tahun dan penyakit
penyerta seperti diabetes atau penyakit ginjal.¹

1.2. Rumusan Masalah

Bagaimana pengaruh Hubungan Usia Dan Jenis Kelamin Terhadap Tekanan Darah
Tinggi Di Puskesmas Tanjung Rambang Tahun 2022.

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Mengetahui pengaruh Hubungan Usia Dan Jenis Kelamin Terhadap


Tekanan Darah Tinggi Di Puskesmas Tanjung Rambang Tahun 2022.

1.4. Manfaat

1.4.1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai


Hubungan Usia Dan Jenis Kelamin Terhadap Tekanan Darah Tinggi Di Puskesmas
Tanjung Rambang Tahun 2022.

1.4.2. Manfaat Praktisi

1. Bagi tenaga kesehatan dan instansi kesehatan, hasil penelitian ini bisa
untuk penyuluhan serta sebagai masukan untuk meningkatkan
pencegahan kasus hipertensi dimasyarakat
2. Bagi pembaca atau masyarakat, penelitian ini dapat dijadikan sebagai
bahan bacaan untuk menambah wawasan pengetahuan dan
pendekatan dini kasus Hipertensi dimasyarakat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori


2.1.1 Definisi
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah kondisi medis kronis di mana
tekanan darah di arteri meningkat, yang mengharuskan jantung bekerja lebih keras
dari biasanya untuk mengalirkan darah melalui pembuluh darah. Hipertensi
merupakan suatu keadaan tekanan darah dalam arteri mengalami peningkatan yang
tidak normal secara terus menerus.⁵
Hipertensi dapat mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh
darah terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkan, sehingga memberi
gejala berlanjut pada suatu target organ tubuh yang menimbulkan kerusakan lebih
berat pada target organ bahkan kematian.⁶

2.1.2 Etiologi
Hipertensi merupakan suatu penyakit dengan kondisi medis yang beragam.
Bagi sebagian besar pasien dengan tekanan darah tinggi, penyebabnya tidak
diketahui. Ini diklasifikasikan sebagai hipertensi primer atau esensial. Sebagian kecil
pasien memiliki penyebab spesifik tekanan darah tinggi, yang diklasifikasikan
sebagai hipertensi sekunder. Lebih dari 90% pasien dengan tekanan darah tinggi
memiliki hipertensi primer. Hipertensi primer tidak dapat disembuhkan, tetapi dapat
dikontrol dengan terapi yang tepat (termasuk modifikasi gaya hidup dan obat-
obatan). Faktor genetik dapat memainkan peran penting dalam pengembangan
hipertensi primer. Dimana bentuk tekanan darah tinggi ini cenderung berkembang
secara bertahap selama bertahun-tahun.⁵
Kurang dari 10% pasien dengan tekanan darah tinggi memiliki hipertensi
sekunder. Hipertensi sekunder disebabkan oleh kondisi medis atau pengobatan yang
mendasarinya. Mengontrol kondisi medis yang mendasarinya atau menghilangkan
obat-obatan penyebab akan mengakibatkan penurunan tekanan darah sehingga
menyelesaikan hipertensi sekunder. Bentuk tekanan darah tinggi ini cenderung
muncul tiba-tiba dan sering menyebabkan tekanan darah lebih tinggi daripada
hipertensi primer.⁵
2.1.3 Patofisiologi
Hipertensi adalah proses degenerative system sirkulasi yang dimulai dengan
atherosclerosis, yakni gangguan struktur anatomi pembuluh darah perifer yang
berlanjut dengan kekakuan pembuluh darah/arteri. Kekakuan pembuluh darah
disertai dengan penyempitan dan kemungkinan pembesaran plaque yang
menghambat gangguan peredaran darah perifer.Kekakuan dan kelambanan aliran
darah yang menyebabkan badab jantung bertambah bera yang akhirnya dikompensasi
dengan peningkatan upaya pemompaan jantung yang berdampak pada peningkatan
tekanan darah dalam system sirkulasi. Dengan demikian, proses patologis hipertensi
ditandai dengan peningkatan tahanan perifer yang berkelanjutan sehingga secara
kronik dikompensasi oleh jantung dalam bentuk hipertensi.⁷
Ada dua unsur utama yang menyebabkan kenaikan hipertensi yaitu cardiac
output dan tahanan perifer total. Apabila peningkatan tekanan disebabkan oleh jalur
yang pada akhirnya menyebabkan peningkatan cardiac output, maka hipertensi ini
menyebabkan tekanan sistolik akan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan diastolik.
Apabila peningkatan tekanan itu disebabkan oleh kenaikan tahan perifer total maka
hipertensi yang terjadi menyebabkan peningkatan tekana sistolik dan diastolik yang
bersamaan, atau lebih sering tekanan diastolik meningkat lebih tinggi dibandingkan
dengan tekanan sistolik. Kejadian hipertensi resisten dimana tekanan diastolik
peningkatannya lebih besar disbanding dengan tekanan sistolik dapat terjadi jika
peningkatan tahanan perifer total sudah memperlambat fungsi ejeksi daripada cardiac
output.⁸

2.1.4 Etiologi
Berdasarkan penyebabnya hipertensi terbagi menjadi dua golongan yaitu:
1) Hipertensi esensial atau hipertensi primer
Merupakan 90% dari seluruh kasus hipertensi adalah hipertensi esensial yang
didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah yang tidak 14 diketahui
penyebabnya (Idiopatik). Beberapa faktor diduga berkaitan dengan
berkembangnya hipertensi esensial seperti berikut ini:
a) Genetik Individu yang mempunyai riwayat keluarga dengan hipertensi,
beresiko tinggi untuk mendapatkan penyakit ini. Faktor genetik ini tidak
dapat dikendalikan, jika memiliki riwayat keluarga yang memliki tekanan
darah tinggi.
b) Jenis kelamin dan usia 18 Laki-laki berusia 35-50 tahun dan wanita
menopause beresiko tinggi untuk mengalami hipertensi. Jika usia bertambah
maka tekanan darah meningkat faktor ini tidak dapat dikendalikan serta
jenis kelamin laki-laki lebih tinggi dari pada perempuan.
c) Diet konsumsi diet tinggi garam atau lemak secara langsung berhubungan
dengan berkembangnya hipertensi.
d) Berat badan Faktor ini dapat dikendalikan dimana bisa menjaga berat badan
dalam keadaan normal atau ideal.Obesitas (>25% diatas BB ideal) dikaitkan
dengan berkembangnya peningkatan tekanan darah atau hipertensi.
e) Gaya hidup Faktor ini dapat dikendalikan dengan pasien hidup dengan pola
hidup sehat dengan menghindari faktor pemicu hipertensi itu terjadi yaitu
merokok, dengan merokok berkaitan dengan jumlah rokok yang dihisap
dalam waktu sehari dan dapat menghabiskan berapa putung rokok dan lama
merokok berpengaruh dengan tekanan darah pasien. Konsumsi alkohol yang
sering, atau 15 berlebihan dan terus menerus dapat meningkatkan tekanan
darah pasien sebaiknya jika memiliki tekanan darah tinggi pasien diminta
untuk menghindari alkohol agar tekanan darah pasien dalam batas stabil dan
pelihara gaya hidup sehat penting agar terhindar dari komplikasi yang bisa
terjadi. ⁹
2) Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder merupakan 10% dari seluruh kasus hipertensi adalah
hipertensi sekunder, yang didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah karena
suatu kondisi fisik yang ada sebelumnya seperti penyakit ginjal atau gangguan tiroid,
hipertensi endokrin, hipertensi renal, kelainan saraf pusat yang dapat mengakibatkan
hipertensi dari penyakit tersebut karena 19 hipertensi sekunder yang terkait dengan
ginjal disebut hipertensi ginjal (renal hypertension).
Gangguan ginjal yang paling banyak menyebabkan tekanan darah tinggi
karena adanya penyempitan pada arteri ginjal, yang merupakan pembuluh darah
utama penyuplai darah ke kedua organ ginjal. Bila pasokan darah menurun maka
ginjal akan memproduksi berbagai zat yang meningkatkan tekanan darah serta
ganguuan yang terjadi pada tiroid juga merangsang aktivitas jantung, meningkatkan
produksi darah yang mengakibtkan meningkatnya resistensi pembuluh darah
sehingga mengakibtkan hipertensi.
Faktor pencetus munculnya hipertensi sekunder antara lain: penggunaan
kontrasepsi oral, coarctation aorta, neurogenik (tumor otak, ensefalitis,
gangguanpsikiatris), kehamilan, peningkatan volume 16 intravaskuler, luka bakar,
dan stress karena stres bisa memicu sistem saraf simapatis sehingga meningkatkan
aktivitas jantung dan tekanan pada pembuluh darah.⁹

2.1.5 Kalasifikasi Hipertensi


Klasifikasi hipertensi dapat di bedakan berdasarkan penyebabnya dan
berdasarkan derajat tekanan darah.
a. Berdasarkan Penyebabnya
1) Hipertensi primer, Hipertensi primer atau esensial adalah jenis yang paling
umum dari Hipertensi. Hipertensi yang penyebabnya tidak diketahui
(idiopatik), hipertensi primer tidak dapat disembuhkan, tetapi dapat dikontrol
dengan terapi yang tepat (termasuk modifikasi gaya hidup dan obat-obatan).
Faktor genetik dapat memainkan peran penting dalam pengembangan
hipertensi primer.⁶
2) Hipertensi sekunder, Hipertensi yang diketahui penyebabnya. Kurang dari 10%
pasien dengan tekanan darah tinggi memiliki hipertensi sekunder. Hipertensi
sekunder disebabkan oleh kondisi medis atau pengobatan yang mendasarinya,
misalnya penyakit ginjal, tiroid, obat pil KB, dekongestan dan lainnya.⁶

b. Klasifikasi berdasarkan derajat Hipertensi.¹⁰


Klasifikasi Hipertrnsi berdasarkan JNC 8:
Klasifikasi TD Sistolik TD Diastolik
Normal < 120 mmHg < 80 mmHg

Pre-Hipertensi 120-139 mmHg 80-89 mmHg


Hipertensi stage-1 140-159 mmHg 90-99 mmHg
Hipertensi stage-2 ≥ 160 mmHg ≥100 mmHg

2.1.6 Manifestasi Klinis


Tanda dan gejala hipertensi dibedakan menjadi :
a. Tidak ada gejala
Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan peningkatan
tekann darah, selain penentuan tekanan arteri. Hal ini berarti hipertensi arterial
tidak akan pernah terdiagnosa jika tekanan arteri tidak diukur.
b. Gejala yang lazim
Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi
nyeri kepala dan kelelahan. Beberapa pasien yang menderita hipertensi
mengalami sakit kepala, pusing, lemas, kelelahan, sesak napas, gelisah, mual,
muntah, epistaksis, kesadaran menurun.¹¹
2.1.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan hipertensi dapat dilakukan melalui dua metode yaitu
farmakologi dan nonfarmakologi. Metode farmakologi merupakan sebuah metode
yang menggunakan obat-obatan medis. Dalam hal ini pemilihan obat yang akan
diberikan pada penderita hipertensi tidak bisa sama. Dirangkum dari berbagai sumber,
berikut adalah tabel tentang pemberian obat-obatan medis bagi penderita hipertensi
berdasarkan target tekanan darah.¹²
Penatalaksanaan hipertensi pada dasarnya memiliki prinsip dasar dimana
penurunan tekanan darah berperan sangat penting dalam menurunkan risiko mayor
kejadian kardiovaskuler pada pasien hipertensi. Dengan begitu focus utama dalam
penanganan hipertensi yaitu mengontrol tekanan darah pada penderita hipertensi.
Selain penatalaksanaan dengan obat-obat medis, modifikasi gaya hidup turut
berperan penting dalam mengurangi risiko hipertensi semakin kronik.¹²
Modifikasi gaya hidup dapat dilakukan dengan membatasi konsumsi garam
menjadi 6gr / hari, menurunkan berat badan, menghindari minuman berkafein, rokok,
dan minuman beralkohol. Olahraga secara rutin dan tidur yang berkualitas dengan 6-
8 jam tidur per hari dapat membantu mengurangi stress.
1. Pengurangan konsumsi garam
Konsumsi garam pada kondisi normal berkisar pada 2-3 sdt per hari
dimana jumlah ini masih rentan terhadap peningkatan hipertensi. Oleh
karena itu pengurangan konsumsi garam pada pasien hipertensi menjadi
¼ - ½ sdt per hari merupakan salah satu langkah yang dianjurkan. Baik
garam dapur atau garam lainnya, mengandung kadar natrium yang cukup
tinggi. Sehingga bagi penderita hipertensi, pembatasan natrium menjadi
2-3 sdt per hari berhasil menurunkan tekanan darah sistolik 3,7 mmHg
dan tekanan darah diastolic 2 mmHg.
2. Menurunkan berat badan
Kondisi berat badan berlebih dapat memicu hipertensi semakin
meningkat. Diet atau menurunkan berat badan menjadi berat badan yang
ideal dianjurkan untuk mengontrol tekanan darah semakin meningkat.
3. Menghindari minuman berkafein
Mengkonsumsi kopi dalam jumlah banyak dan jangka waktu yang lama
diketahui dapat meningkatkan risiko penyakit hipertensi. Bagi para
penggemar kopi relative memiliki tekanan darah yang lebih tinggi dari
penderita hipertensi yang tidak suka mengonsumsi kopi. Maka untuk
mengurangi risiko penyakit hipertensi, frekuensi konsumsi kopi
sebaiknya dikurangi.
4. Menghindari rokok
Kebiasaan merokok pada masyarakat laki-laki terutama penderita
hipertensi memiliki risiko diabetes, serangan jantung, dan stroke. Jika
kebiasaan ini dilanjutkan dalam jangka waktu yang lama, hal ini akan
menjadi kombinasi penyakit yang sangat berbahaya.
5. Olahraga secara rutin
Risiko penyakit hipertensi semakin meningkat jika penderitanya kurang
dalam melakukan aktivitas fisik. Jalan kaki di lingkungan sekitar dapat
membantu program gaya hidup sehat. 19 6. Tidur berkualitas Istirahat
dengan waktu yang cukup sangat penting bagi penderita hipertensi
sebagaimana yang dianjurkan 6-8 jam sehari. Kualitas tidur yang baik
akan merilekskan anggota tubuh maupun organ tubuh sehingga mampu
bekerja secara maksimal.¹³
Bagi penderita hipertensi juga memperhatikan makanan apa saja yang hendak
dikonsumsi. Beberapa makanan yang dilarang untuk penderita hipertensi yaitu :
1. Makanan yang berkadar lemak jenuh tinggi (otak, ginjal, paru, minyak kelapa,
gajih).
2. Makanan yang diolah dengan menggunakan garam natrium (biscuit, crackers,
keripik dan makanan kering yang asin).
3. Makanan dan minuman dalam kaleng (sarden, sosis, korned, sayuran serta buah-
buahan dalam kaleng, soft drink).
4. Makanan yang diawetkan (dendeng, asinan sayur/buah, abon, ikan asin, pindang,
udang kering, telur asin, selai kacang).
5. Susu full cream, mentega, margarine, keju mayonnaise, serta sumber protein
hewani yang tinggi kolesterol seperti daging merah (sapi/kambing), kuning telur,
kulit ayam).
6. Bumbu-bumbu seperti kecap, maggi, terasi, saus tomat, saus sambal, tauco serta
bumbu penyedap lain yang pada umumnya mengandung garam natrium.
7. Alkohol dan makanan yang mengandung alkohol seperti durian, tape.¹⁴

Strategi tatalaksana Farmakologis Hipertensi Esensial


Strategi tatalaksana hipertensi sebelumnya difokuskan pada penggunaan
berbagai jenis monoterapi, peningkatan dosis, atau penggantian monoterapi. Namun,
peningkatan dosis monoterapi hanya sedikit menurunkan tekanan darah dan
meningkatkan efek samping. Strategi yang sedang dikembangkan menganjurkan
terapi kombinasi, single pill combination (SPC) therapy untuk meningkatkan
ketaatan, dan penggunaan SPC sebagai terapi awal kebanyakan penderita hipertensi,
kecuali pada lanjut usia dan tekanan darah normal-tinggi. Terapi kombinasi awal
lebih efektif daripada monoterapi dosis maksimal. Kombinasi obat juga telah terbukti
aman dan dapat ditoleransi. Pada hipertensi yang tidak dapat terkontrol dengan
kombinasi 2 obat dapat ditambahkan obat ketiga; namun kombinasi 3 obat tidak
direkomendasikan sebagai terapi awal.
Kombinasi 2 obat yang direkomendasikan adalah penghambat angiotensin
converting enzyme (ACE)/ angiotensin II receptor blockers (ARBs) dengan calcium
channel blockers (CCBs)/ diuretik, penyekat beta dengan diuretik atau obat jenis lain
merupakan alternatif jika terdapat indikasi penggunaan penyekat beta seperti angina,
pasca-infark miokard, gagal jantung, dan pengontrolan denyut jantung. Monoterapi
diberikan pada penderita hipertensi stadium 1 dengan sistolik < 150 mmHg, pasien
risiko sangat tinggi dengan tekanan darah normal-tinggi, atau pasien lansia. Pada
hipertensi resisten, dapat ditambahkan spironolakton.
Prinsip Umum terapi Anti-hipertensi Tatalaksana dasar adalah kombinasi
obat antihipertensi dengan modifikasi gaya hidup. Terapi farmaka tidak hanya
menurunkan tekanan darah namun sekaligus mengurangi risiko stroke dan kematian.
Beberapa jenis obat dapat menurunkan tekanan darah. Jenis obat untuk terapi awal
didasarkan pada efektivitasnya dalam mengurangi kejadian klinis serta ditoleransi
dengan baik, antara lain: diuretik tiazid, penghambat ACE, ARBs, dan CCBs.
Terapi awal hipertensi umumnya menggunakan satu jenis obat; kombinasi
dengan jenis obat lain direkomendasikan pada hipertensi stadium 2 atau rerata
tekanan darah > 20/10 mmHg melebihi tekanan darah target.4 Beberapa hal lain yang
perlu diperhatikan dalam penentuan jenis obat antara lain usia, interaksi obat,
komorbiditas, dan keadaan sosioekonomi. Kombinasi obat dengan mekanisme kerja
sama perlu dihindari; misalnya kombinasi obat penghambat ACE dengan ARBs,
karena efektivitas masing-masing obat akan berkurang dan risiko efek samping
meningkat.
Target tekanan Darah pada Hipertensi Esensial Penurunan tekanan darah
penderita hipertensi dapat menurunkan risiko penyakit lain. Penderita hipertensi
dengan komorbid penyakit lain seperti stroke direkomendasikan mencapai tekanan
darah < 130/80 mmHg. Target penurunan tekanan darah pada hipertensi esensial
masih diperdebatkan karena memerlukan pengawasan luaran jangka panjang dapat
dipertimbangkan target tekanan darah < 130/80 mmHg.¹⁵

2.1.8 Komplikasi
Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh baik secara langsung
maupun tidak langsung. Tekanan darah yang meningkat adalah faktor risiko utama
untuk penyakit jantung kronis, stroke, dan penyakit jantung koroner. Peningkatan TD
berkorelasi positif dengan risiko stroke dan penyakit jantung koroner. Selain penyakit
jantung koroner dan stroke, komplikasinya meliputi gagal jantung, penyakit pembuluh
darah perifer, gangguan ginjal, pendarahan retina, dan gangguan penglihatan.¹⁶
Tabel 2.2 berikut menunjukkan manifestasi target penyakit organ akibat hipertensi¹⁷
Sistem Organ Manifestasi
Jantung Bukti klinis, elektrokardiografi, atau
radiologis dari penebalan dinding arteri
ventrikel kiri hipertrofi; malfungsi
ventrikel kiri atau gagal jantung
Cerebrovascular peripheral Serangan iskemik transien atau stroke;
Tidak adanya satu atau lebih pullses di
ekstremitas (kecuali untuk dorsalis pedis);
Indeks Ankle-Brachial, 0,9
Ginjal Peningkatan kreatinin serum: Pria 1,3-1,5
mg / dL,Wanita 1,2-1,4 mg / dL GFR
yang dihitung, 60 mL / menit / 1,73 m²
Ekskresi albumin tinggi
Retinopathy Perdarahan atau eksudat, dengan atau
tanpa pupil edema

Daftar Pustaka
1. World health organization. (2022). Hypertension (online) diakses dari
https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/hypertension pada 20 Januari
2022
2. Bavishi C, Goel S, Messerli FH. Isolated Systolic Hypertension: An Update After
SPRINT. Am J Med [Internet]. 2016;129(12):1251–8. Available from:
http://dx.doi.org/10.1016/j.amjmed.2016.08.0 32
3. World Health Organization. (2019). Hypertension. Kobe: World Health Organization
4. Diskominfo (2020). Data Pendidikan dan Kesehatan Kota Prabumulih.  Prabumulih;
Diskominfo Kota Prabumulih
5. Ibekwe RU (2015). Modifiable Risk factors of Hypertension and Socio-demographic
Profile in Oghara, Delta State; Prevalence and Correlates. Annals of Medical Health
Science research.
6. Kayce Bell, June Twiggs, B.R.O (2018) Hypertension : The Silent Killer : Updated
JNC-8 Gideline Recommendations.
7. Bustan, (2015). Manajemen Pengendalian Penyakit tidak Menular. Jakarta : Rineka
Cipta
8. Akmarawita Kadir. 2015. Hubungan Patofisiologi Hipertensi Dan Hipertensi Renal.
Jurnal Ilmiah Kedokteran Wijaya Kusuma, Vol. 5, No. 1, doi : 10.30742/jikw.v5i1.2
9. Irianto Koes. 2014. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Bandung: Alfabet.
10. Majid Abdul. 2017. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskular. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.
11. Nurarif & Kusuma, 2016. (2016).
12. Kandarini Y, (2018). Tatalaksana Farmakologi Terapi Hipertensi. 13-14
13. Aminuddin, Sudarman, Y., & Syakib, M. (2019). Penurunan Tekanan Darah
Penderita Hipertensi Setelah Diberikan Terapi Akupresur. Jurnal Kesehatan
Manarang, 6(1), 57– 61. Retrieved from
http://jurnal.poltekkesmamuju.ac.id/index.php/m
14. Andri et al., 2021; Kemenkes RI, 2018
15. Carey RM, Whelton PK, for the 2017ACC/AHA Hypertension guideline writing
committee. Prevention, detection, evaluation, and management of high blood
pressure in adults: Synopsis of the 2017 American College of Cardiology/American
Heart Association hypertension guideline. Ann Intern Med. 2018;168(5):351
16. Shikha Singh, Ravi Shankar, G.P.S (2017). Prevalence and Associated Risk Factors
of Hypertension : A. Cross-Sectional Study in Urban Varanasi, 2017.
17. Adrian, S.J., Tommy -, 2019. Hipertensi Esensial : Diagnosis dan Tatalaksana
Terbaru pada Dewasa. Cermin Dunia Kedokt. 46, 172–178. Liu X, Rodriguez CJ,
Wang K. Prevalence and trends of isolated systolic hypertension among untreated
adults in the United States. J Am Soc Hypertens [Internet]. 2015;9(3):197– 205.
Available from: http://dx.doi.org/10.1016/j.jash.2015.01.002

Anda mungkin juga menyukai