Anda di halaman 1dari 31

PROPOSAL SKRIPSI

HUBUNGAN FUNGSI KOGNITIF DENGAN TEKANAN DARAH


PADA PASIEN HIPERTENSI DI WILAYAH ERJA UPT PUSKESMAS
TANJUNG REJO DELI SERDANG
TAHUN 2021

Oleh
MEYLANI
170204046

PROGRAM STUDI NERS


FAKULTAS FARMASI DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
MEDAN 2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hipertensi merupakan kondisi peningkatan tekanan darah seseorang di atas normal
yang dapat mengakibatkan peningkatan angka kesakitan (morbiditas) dan angka
kematian (mortalitas) (Sumartini, Zulkifli, and Adhitya 2019). Hingga saat ini
hipertensi masih menjadi masalah yang sering terjadi di Negara berkembang dan
Negara maju. Perubahan gaya hidup modern, seperti merokok, minuman alkohol,
pola makan yang tidak seimbang dan kurangnya aktivitas dapat memicu
meningkatnya angka kejadian penyakit hipertensi. Akibat dari perubahan gaya hidup
tersebut, selain hipertensi juga dapat menimbulkan penyakit-penyakit lain misalnya
penyakit pembuluh darah dan jantung (A Sutanto, 2016).

Berdasarkan data World Health Organization (WHO) hingga tahun 2018 bahwa 22%
penduduk dunia menderita penyakit hipertensi, dan mencapai 36% angka kejadian di
Asia Tenggara. Hipertensi juga menjadi penyebab kematian dengan angka 23,7% dari
total 1,7 juta kematian di Indonesia tahun 2016 (Hariawan and Tatisina 2020). Data
terbaru menunjukan bahwa di Indonesia telah mencapai angka 34,1%. Hasil tersebut
merupakan kejadian hipertensi berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah pada
masyarakat Indonesia berusia 18 tahun ke atas (Kemenkes RI 2018). Di provinsi
Sumatera Utara mencapai 29,19 % dari jumlah penduduk di Sumatera Utara,
Sehingga penderita hipertensi mencapai 41.131 ribu tersebar di beberapa kabupaten,
dengan jenis kelamin laki-laki berjumlah 20.203 jiwa dan perempuan 20.928 jiwa
(Balitbangkes Depkes RI 2018). Di kota Deli Serdang 2018 Hipertensi menduduki
peringkat ketiga dari sepuluh penyakit terbesar di kabupaten Deli Serdang dengan
jumlah penderita sebanyak 6.316 jiwa. Hal ini menunjukkan bahwa hipertensi selalu
menduduki lima teratas penyakit terbesar di kabupaten Deli Serdang dengan jumlah
yang tidak bisa diprediksi jumlahnya (Dinkes Deli Serdang, 2018)

Penyebab hipertensi hingga saat ini secara pasti belum dapat diketahui, tetapi gaya
hidup berpengaruh besar terhadap kasus ini (Hariawan and Tatisina 2020). Hipertensi
yang tidak terkontrol akan menjadi berbagai faktor resiko pada penyakit yang
mengancam jiwa, Maka akan mengganggu fungsi kehidupan sehari-hari dari
penderita. Salah satu komplikasi hipertensi pada sistem saraf pusat selain stroke juga
dapat menyebabkan penurunan kognitif, salah satunya fungsi memori yang dibiarkan
secara kronis dapat menyebabkan dementia (vascular cognitive impairment) (Pandean
and Surachmanto 2016).

Hipertensi di usia pertengahan dikaitkan dengan mild cognitive impairment dan


peningkatan resiko dimensia, sebaliknya hipertensi di usia lanjut dengan penurunan
resiko dimensia. Bisa ditafsirkan bahwa tekanan darah tinggi di pertengahan
meningkatkan resiko dimensia di kemudian hari, sedangkan tekanan darah di usia
lanjut dikaitkan dengan proses penuaan dan neuropatologi yang menyertainya.
Perbedaan resiko tersebut dapat karena tingginya tekanan sistolik di usia pertengahan
akan meningkatkan resiko Aterosklerosis, meningkatkan resiko jumlah lesi iskemik
substansia alba, juga meningkatkan jumlah plak neuretik dan tangles di neokorteks
dan hipokampus serta meningkatkan atrofi hipokampus dan amigdala. Masing-masing
kelainan tersebut dapat berpengaruh negatife terhadap fungsi kognitif. Sebaliknya,
rendanya tekanan darah dapat di asosiasikan dengan peningkatan risiko gangguan
kognitif dan dimensia karena perubahan neurodegeneratif akibat hipoperfusi otak
(Pandean and Surachmanto 2016).

Menurut penelitian (Dayamaes Tahun 2015) terdapat 12,3 % mengalami gangguan


kognitif yang disebabkan oleh tekanan darah tinggi. Pasien dengan riwayat hipertensi
dengan yang di ukur menggunakan Mini-Mental State Examination (MMSE) sebesar
42,50%, (Watulingas, Kembuan, and Karema 2016). Serta penelitian yang dilakukan
oleh (Tarukba, Tumewah, and Maja 2016) telah mengungkapkan bahwa hipertensi
jangka panjang dapat menyebabkan penurunan fungsi kognitif, yang akan
mengganggu kualitas hidup penderita. Tetapi tidak terdapat hubungan yang bermakna
antara hipertensi dengan gangguan fungsi kognitif.

Berdasarkan data dari UPT Puskesmas Tanjung Rejo Deli Serdang di tahun tahun
2019 jumlah pasien yang di nyatakan hipertensi oleh petugas kesehatan berjumlah
28.742 kasus sejumlah 30 kasus terjadi komplikasi stroke, meningkat tahun 2020
pasien berjumlah 29.384 kasus , sejumlah 36 kasus dengan komplikasi stroke. Hal ini
menunjukkan hipertensi adalah salah satu masalah utama di UPT Puskesmas Tanjung
Rejo.

Dari hasil wawancara yang di lakukan peneliti 1 orang yang berusia 40 tahun
mengatakan sering kepikunan atau menjadi seorang pelupa, 4 orang sulit dalam
berorientasi, dan 3 sering mengulangi pembicaraan apabila sedang bercerita.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan ini, maka peniliti tertarik untuk meneliti dengan
judul Hubungan Fungsi Kognitif Dengan Tekanan Darah Pada Pasien Hipertensi Di
Wilayah Kerja UPT Puskesmas Tanjung Rejo Deli Serdang 2021.
B. Rumusan Masalah
Menurut latar belakang diatas, maka penulis berminat untuk meneliti Bagaimanakah
Hubungan Tekanan Darah Dengan Fungsi Kognitif Pada Pasien Hipertensi Di UPT
Puskesmas Tanjung Rejo

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk Mengetahui Hubungan Fungsi Kognitif Dengan Tekanan Darah Pada
Pasien Hipertensi Di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Tanjung Rejo Deli Serdang
2021.

2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengatahui fungsi kognitif pasien hipertensi Di Wilayah Kerja UPT
Puskesmas Tanjung Rejo Deli Serdang 2021
b. Untuk mengetahui tekanan darah pasien hipertensi Di Wilayah Kerja UPT
Puskesmas Tanjung Rejo Deli Serdang 2021

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Menambah pengetahuan dan memberi pengalaman langsung dalam
mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang di miliki.

2. Bagi perawat puskesmas


Penelitian ini di harapkan sebagai informasi dan bahan masukan bagi tempat
penelitian sehingga dapat meningkatkan pelayanan kepada masyarakat khususnya
pada penderita hipertensi.

3. Bagi institusi pendidikan


Sebagai tambahan informasi akademik tentang hubungan tekanan darah dengan
fungsi kognitif pada pasien hipertensi untuk kegiatan belajar mengajar atau
sebagai sumber pengetahuan keperawatan medical bedah.

4. Bagi Pasien Hipertensi


Sebagai pegetahuan pasien hipertensi tentang hubungan fungsi kognitif dengan
tekanan darah pada pasien hipertensi melalui petugas kesehatan Di Puskesmas
Tanjung Rejo Deli Serdang sehingga masyarakat lebih berhati-hati dalam menjaga
kesehatannya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Hipertensi
1. Definisi
Tekanan darah merupakan kekuatan atau tekanan sirkulasi darah yang di berikan
terhadap dinding pembuluh darah utama tubuh yakni arteri. Hipertensi adalah
kondisi ketika tekanan sirkulasi darah terlalu tinggi (WHO, 2019). Hipertensi
atau tekanan darah tinggi adalah kondisi meningkatnya tekanan darah sistolik
≥140 mmHg dan diastolik ≥90 mmHg dalam dua kali pengukuran yang di
lakukan pada selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat/tenang.
Peningkatan tekanan darah berlangsung jangka waktu yang lama, pengobatan
yang tidak optimal akan menyebabkan kerusakan ginjal, penyakit jantung
coroner dan stroke (Kemenkes RI, 2014). Hipertensi merupakan sebuah kondisi
umum namun cukup berbahaya. Memiliki tekanan darah tinggi berarti tekanan
darah di pembuluh darah lebih tinggi dari seharusnya. Memiliki tekanan darah
yang konsisten berada di atas normal dapat di diagnosis sebagai hipertensi
(Ayukhaliza 2020)

2. Etiologi Hipertensi
Penyebab hipertensi saat ini secara pasti belum dapat di ketahui, tetapi gaya
hidup berpengaruh besar terhadap faktor yang menjadi risiko terjadinya
hipertensi, seperti usia, jenis kelamin, merokok, dan gaya hidup kurang aktifitas
yang dapat mengarah ke obesitas. (Tirtasari and Kodim 2019)

3. Gejala Hipertensi
Julukan “the silent disease”di berikan kepada penyakit hipertensi ini. Hal ini
sesuai dengan kedatangan yang tiba-tiba dan tanpa menunjukan adanya gejala
tertentu. Seringkali para penderita hipertensi baru menyadari atau mengetahui
setalah penyakit hipertensi yang di deritanya menyebabkan berbagai penyakit
komplikasi (Suiraoka, 2016) Pada beberapa hipertensi, tekanan darah meningkat
dengan cepat sehingga tekanan diastole menjadi lebih besar daro 140 mmHg
(hipertensimalignant)

Pada umumnya penderita hipertensi esensial tidak memiliki keluhan. Keluhan


yang dapat muncul antara lain: nyeri kepala, gelisah, palpitasi, pusing, leher
kaku, penglihatan kabur, nyeri dada, mudah lelah, dan impotensi nyeri kepala
umumnya pada hipertensi berat, dengan ciri khas nyeri region oksipital terutama
pada pagi hari. Anamnesis identifikasi faktor risiko penyakit jantung, penyebab
sekunder hipertensi, komplikasi kardiovaskuler dan gaya hidup pasien. (Adrian
2019)

4. Patofisiologi Hipertensi
Patofisiologi hipertensi belum dapat dijelaskan secara pasti. Sebagian kecil
pasien hipertensi (2-5%) memiliki penyakit ginjal yang mendasari kodisi tekanan
darah. Dan selebihkan tidak ada sebab yang mendasar. Sejumlah mekanisme
fisiologis terlibat dalam proses peningkatan tekanan darah . abnormalitas
mekanisme-mekanisme tersebut menyebabkan terjadinya hipertensi, Di antara
faktor-faktor yang secara intensif telah di teliti adalah asupan garam, obesitas,
resistensi insulin, system renin-angiotensin dan system saraf simpatis. Dalam
beberapa tahun terakhir, faktor lain telah di evaluasi termasuk genetika, disfungsi
endotel, berat badan lahir rendah dan nutrsi intra uterin, dan anomaly
neurovaskuler . (Ayukhaliza 2020)

Hipertensi di mulai dari ateroskleresis yang menyebabkan struktur anatomi


pembuluh darah perifer mengalami gangguan dan berlanjut menjadi pembuluh
darah yang kaku. Pembuluh darah yang kaku tersebut diiringi dengan
pembentukan plak dan penyempitan yang menghambat peredaran darah perifer.
Kekakuan dan kelambanan aliran darah menyebabkan kerja jantung semakin
berat dan akan membuat jantung memompa lebih. Hal tersebut menjadi alasan
mengapa peningkatan tekanan darah dalam system sirkulasi terjadi (Bustan 2016)

5. Klasifikasi Hipertensi
Hipertensi di kelompokkan menjadi dua kategori besar, yaitu hipertensi essensial
(Primer) dan sekunder. Hipertensi essensial atau hipertensi primer adalah
hipertensi yang belum di ketahui penyebabnya secara jelas. Sebagian besar orang
yang menderita hipertensi sulit mengetahui secara tepat apa yang menjadi
pemicu peningkatan tekanan darah mereka. Sedangkan hipertensi seunder yaitu
hipertensi yang penyebabnya sudah di ketahui dengan pasti (Suiraoka, 2016)

1. Hipertensi Primer (Essensial)


Sekitar 80-95% penderita hipertensi merupakan hipertensi esensial, yang
tidak ada penyebab spesifik bahkan jarang menunjukan gejala dan sering
tidak di sadari, sehingga dapat menimbulkan morbiditas lain seperti gagal
jantung kongestif, hipertrofi ventrikel kiri, stroke, gagal ginjal stadium akhir,
atau bahkan kematian. (Adrian 2019)

2. Hipertensi Sekunder
Penyabab lain hipertensi selain faktor yang mengaibatkan hipertensi esensial
adalah hipertensi sekunder, penyebab spesifiknya sudah dapat di ketahui,
mislanya gangguan hormonal, penyakit jantung, diabetes, ginjal, penyakit
pembuluh darah, atau berhubungan dengan kehamilan. Sekita 5%-10%
berasal dari penyakit ginjal, dan sekitar 1 %-2% karena kelainan hormonal
atau pemakaian obat tertentu (misalnya pil KB) (Adlani 2016).

3. Fator Resiko Hipertensi


Faktor resiko hipertensi terdiri dari faktor yang dapat di ubah dan tidak dapat
di ubah. (Adlani 2016)
a. Faktor tidak dapat di ubah.
1. Usia
Hipertensi sangat berkaitan dengan hipertensi, semakin tua seseorang
semakin besar resiko tersrang hipertensi. Seiring bertambahnya usia
pembuluh darah akan kehilangan elastisitasnya.
Meskipun hipertensi bisa terjadi di segala usia, namun sering ditemui
pada usia >35 tahun. Bila tekanan darah sedikit meningkat dengan
bertambahnya umur bisa di sebababkan oleh perubahan alami jantung,
pembuluh darah dan hormon. Tetapi bila perubahan tersebut di sertai
faktor-faktor lain maka bisa memicu hipertensi

2. Gentik
Bila anggota keluarga memiliki tekanan darah tinggi maka akan
berpotensi besar untuk mengalami hipertensi. Faktor genetik terhadap
timbulnya hipertensi terbukti dengan di temukannya kejadian bahwa
hipertensi lebih banyak pada kembar monozigot (satu sel telur) dari
pada heterozigot (berbeda sel telur). Seorang penderita yang
mempunyai sifat genetik hipertensi primer (esensial) apabila dibiarkn
secara alami tanpa intervensi terapi, bersama lingkungannya aan
menyebabkan hipertensinya berkembang, dalam wakt 30-50 tahun aan
timbul tanda dan gejala hipertensi.

3. Jenis Kelamin
Walaupun terdapat perbedaan pravelensi terjadinya hipertensi pada
pria dan wanita, tetapi pria muda dan wanita tua lebih sering
mengalami hipertensi dan wanita menopause mempunyai pengaruh
yang sama untuk terjadinya hipertensi. Menurut beberapa ahli lain
bahwa wanita lebih banyak yang menderita hipertensi di banding pria,
hal ini di karenakan pengaruh dari hormone esterogen
b. Faktor yang tidak dapat di ubah
1. Obesitas
Bila berat badan meningkat di atas berat badan ideal maka risiko
hipertensi akan meningkat. Curah jantung dan sirkulasi volume darah
orang hipertensi yang obesitas lebih tinggi dari pasien yang tidak
obesitas. Pada obesitas tahanan perifer bisa berkurang atau normal,
sedangakan aktivitas saraf simpatis meningkat, ada dugaan bahwa
meningkatnya berat badan normal relatif sebesar 10% mengakibatkan
tekanan darah 7 mmHg. Oleh karena itu, penurunan berat badan pada
penderita obesitas dengan membatasi kalori bisa mencegah terjadinya
hipertensi.

2. Merokok
Rokok merupakan salah satu fator risiko terjadinya hipertensi, asap
rokok di ketahui mengandung ribuan jenis bahan kimia yang
merugikan kesehatan baik bagi perokok atif maupun pasif yang akan
merusak organ tubuh. Nikotin dalam tembakau merupakan penyebab
meningkatnya tekanan darah segera setelah isapan pertama. Seperti
zat-zat kimia lain dalam asap rokok, nikotin diserap oleh pembuluh-
pembuluh darah amat kecil di dalam paru-paru dan di edarkan ke
aliran darah. Hanya dalam beberapa detik nikotin sudah mencapai
otak. Otak bereaksi terhadap nikotin dengan memberi sinyal pada
kelenjar adrenal untuk melepas epinefrin. Hormone yang kuat ini akan
menyempitkan pembuluh darah dan memaksa jantung untuk bekerja
lebih berat karena tekanan yang lebih tinggi. Setelah merokok dua
batang maka baik tekanan sistolik maupun diastolic akan meningkat
10 mmHg.

3. Konsumsi Na (Natrium)
Asupan garam secara tidak langsung bisa meyebabkan hipertensi
melalui peningkatan volume plasma, curah jantung dan tekanan darah.
Faktor lain yang ikut berperan yaitu system renin angiotensin yang
berperan penting dalam pengaturan tekanan darah. Produksi renin di
pengaruhi oleh berbagai faktor antara lain simulasi saraf simpatis.
Renin berperan dalam proses konversi angiotensin I menjadi
angiotensin II menyebabkn sekresi aldosterone yang mengakibatkan
menyimpanan garam dalam air. Keadaan ini yang berperan pada
timbulnya hipertensi

4. Stress
Stress dapat menyebabkan hipertensi untuk semnetara waktu dan bila
stress sudah hilang tekanan darah bisa normal kembali. Peristiea
mendadak menyebabkan stress dapat meningkatkan tekanan darah,
namun akibat stress berkelanjutan yang dapat menimbulkan hipertensi
belum dapat di pastikan. Stress juga memiliki hubungan dengan
hipertensi melalui saraf simpatis yang dapat meningkatkan tekanan
darah secara intermiten.

4. Komplikasi
Hipertensi harus dikendalikan, sebab semakin lama tekanan yang berlebihan
berfebihan peda dinding arteri dapat merusak banyak organ vital dalam tubuh
Tempat-tempat utama yang paling dipengaruhi hipertensi adalah; pembuluh
arteri, jantung, otak, ginjal, dan mata.
a. Sistem Kardiovaskuler
Arterosklerosis : Hipertensi dapat mempercepat penumpukan lemak di dalam
dan di bawah lapisan arteri. Ketika dinding dalam arteri rusak, sel-sel darah
disebut trombosit akan menggumpal pada daerah yang rusak, timbunan
lemak akan menjadi berparut dan lemak menumpuk disana sehingga terjadi
penyempitan pembuluh darah arteri.

Aneurisma :Adanya penggelembungan pada arteria akibat pembuluh darah


yang tidak alestis lagi, sering terjadi pada arteri otak atau aorta bagian bawah.
Jika terjadi kebocoran atau pecah sangat fatal akibatnya.Gejala : sakit kepala
hebat.

Gagal jantung : Jantung tidak kuat memompa darah yang kembali ke jantung
dengan cepat, akibatnya cairan terkumpul di paru-paru, kaki dan jaringan lain
sehingga terjadi odema. Akibatnya sesak nafas.

b. Otak
Hipertensi secara signifikan meningkatkan kemungkinan terserang
stroke.Stroke disebut juga serangan otak, merupakan sejenis cidera otak yang
disebabkan tersumbatnya atau pecahnya pembuluh darah dalam otak
sehingga pasokan darah ke otak terganggu.

c. Dimensia
Dimensia dapat terjadi karena hipertensi. Dimensia adalah penurunan daya
ingat dan kemampuan mental lain. Resiko untuk dimensia meningkat secara
tajam pada usia 70 tahun keatas. Pengobatan hipertensi dapat menurunkan
resiko dimensia.

d. Ginjal
Fungsi ginjal adalah membantu mengontrol tekanan darah dengan mengatur
jumlah natrium dan air dalam darah. Seperlima daridarah yang dipompa
jantung akan melewati ginjal. Ginjal mengatur keseimbangan mineral, derajat
asam air dalam darah. Ginjal juga menghasilkan zat kimia yang mengontrol
ukuran pembuluh darah dan fungsinya, hipertensi dapat mempengaruhi
proses ini. Jika pembuluh darah dalam ginjal mengalami arteroklerosis
karena tekanan darah tinggi, maka aliran darah ke nefron akan menurun
sehingga ginjal tidak dapat membuang semua produk sisa dalam darah. Lama
kelamaan produk sisa menumpuk dalam dareh, ginjal akan mengecil dan
berhenti berfungsi, sebaliknya penurunan tekanan darah dapat memperlambat
laju penyakit ginjal dan mengurangi kemungkinan dilakukannya cuci darah
dan cengkok ginjal.

e. Mata
Hipertensi mempercepat penuaan pembuluh darah halus dalam mata, bahkan
bias menyebabkan kebutaan (Suiraoka, 2016).

5. Pencegahan
Cara terbaik untuk menghindari tekanan darah tinggi adalah dengan megadopsi
pola hidup sehat seperti aktif olahraga, mengatur diet serta mengupayakan
perubahan kondisi (menghindari stress dan mengobati penyakit.
a. Mengatasi obesitas dan mengontrol berat badan
Bagi pendertita obesitas harus mengupayakan untuk mengatasi obesitas,
penderita obesitas juga berisiko terkena penyakit lainnya.
b. Mengatur pola makan (diet sehat dan mengurangi asupan garam)
Pola makan yang sehat dengan gizi seimbang sangat penting di lakukan
dalam usaha mengontrol tekanan darah. Gunakan garam yang beryodium
dan secukupnya.
c. Menghindari stress
Suasana yang tenang dan nyaman sangat di perlukan, menjauhkan diri dari
dari hal-hal yang membuat stress akan mengurangi resiko terkenan
hipertensi.
d. Mengontrol tekanan darah
Pemeriksaan secara rutin dan berkala penting di lakukan sebagai deteksi
dini.
e. Meningkatkan aktifitas fisik
Olahraga dan latihan fisik bisa menurunkan tekanan darah ke normal dan
menurunkan resiko serangan hipertensi 50% lebih besar.
f. Mengobati penyakit
Usaha yang dapat dilakukan adalah dengan mengobati penyakit tertentu
penyebeb hipertensi agar tidak menimbulkan komplikasi hipertensi
(Suiraoka, 2016).

6. Diagnosis Hipertensi
Untuk menegakan diagnosis hipertensi dilakukan pengukuran tekanan darah
minimal 2 kali dengan jarak 1 minggu (Kemenkes RI, 2018). Klasifikasi tekanan
darah dapat dilihat pada table di bawah ini:

Kategori TDS (mmHg) TDD (mmHg)


Normal <120 Dan <80
Pra-hipertensi 120-139 Atau 80-89
Hipertensi tingkat 1 140-159 Atau 90-99
Hipertensi tingkat 2 ≥160 Atau ≥100
Sumber : Joint National Committee on Prevention Detection , Evaluation and
Treatment or high pressure VIII/JNC – VIII, 2015

7. Penatalaksanaan Hipertensi
Penatalaksanaan hipertensi adalah menurunkan morbiditas dan mortalitas
kardiovasuler, mencegah kerusakan organ lain, dan mencapai target tekanan
darah <140/90 mmHg. Pengobatan hiperetensi terdiri dari terapi norfarmakologi
dan farmakologi. (Adlani 2016)
a. Penatalaksanaan nonfarmakologi
1. Tidak merokok
Nikotin yang terdapat di dalam rokok yang memicu hormone adrenalin
yang menyebabkan tekanan darah meningkat. Tekanan darah akan turun
secara perlahan dengan berehenti merokok. Selain itu merokok dapat
menyebabkan obat penurun tekanan darah tidak berekerja optimal.
2. Mengurangi berat badan
Penerapan pola makan seimbang dapat mengurangi berat badan dan
menurunkan tekanan darah. Berdasarkan penelitian eksperimental,
pengurangan sekitar 10 kg berat badan bisa menurunkan 2-3 mmHg
tekanan darah per kg berat badan. Diet rendah kalori di anjurkan bagi
orang yang obesitas.

3. Mengurangi asupan garam


Pengurangan asupan garam di gunakan sebagai langkah awal
pengobatan hipertensi. Pembatasan asupan garam sampai 60 mmol per
hari atau dengan kata lain konsumsi garam dapur tidak lebih dari ¼
sampai ½ sendok teh. Adapun yang di sebut diet rendah garam, bukan
hanya membatasi konsumsi garam dapur tetapi mengkonsumsi makanan
rendah sodium. Pedoman diet mereomendasikan orang dengan
hipertensi harus membatasi asupan garam kurang dari 1.500 ml per hari.

4. Istirahat yang cukup


Meluangkan waktu istirahat perlu di lakukan secara rutin di antara jam
sibuk bekerja sehari-hari. Bersantai juga bukan berarti melakukan
rekreasi yang melelahkan, tetapi yang di maksudkan dengan istirahat
adalah usaha untuk mengembalikan stamina tubuh dan mengembalikan
keseimbangan hormone di tubuh,

b. Penatalaksanaan farmakologi
Jenis-jenis obat anti hipertensi untuk terapi farnakologis yaitiu diuretika
( jenis Thiazide atau aldosterone antagonist). Beta blocker, Caksium channel
blocker, angiotensin converting enzyme inhibitor, dan angiotensin II
receptor blocker. Penatalaksanaan dengan obat antihipertensi bagi sebagian
besar pasien mulai dengan dosis rendah kemudian ditingkatkan secara tirasi
sesuai dengan umur, kebutuhan, dan usia.

B. Fungsi Kognitif
1. Definisi.
Kognitif adalah proses-proses mental atau aktifitas pikiran dalam mencari, atau
menemukan/memahami informasi. Kemampuan berfikir dan memberikan
rasional. Termasuk proses mengingat (memori), Memperhatikan (atensi),
berkomunikasi (bahasa), bergerak (motorik), merencanakan keputusan
(eksekutif), menilai, orientasi, persepsi dan memperhatikan serta mampu
membuat konsep dan intelegensi (Adlani 2016).

Fungsi kognitif umumnya di sebabkan oleh gangguan pada system saraf pusat
yang meliputi suplai oksigen ke otak, degenerasi/penuaan, penyakit Alzheimer
dan malnutrisi. Dari faktor-faktor tersebut masalah yang sering di hadapi lansia
yang mengalami perubahan mental (gangguan kognitif) diantarannya gangguan
orientasi waktu, ruang, tempat dan tidak mudah menerima hal/ide baru. (Ramli
and Fadhillah 2020)

Pada studi komunitas ditemukan pravelensi gangguan fungsi kognitif ringan


sampai berat sekitar 17-34 % populasi lanjut usia. Salah satu fungsi kognitif ini
berkaitan dengan beberapa faktor, mencakup penyakit neurologi, penyakit
vaskuler, depresi dan diabetes mellitus. Beberapa penelitian sebelumnya telah
mengungkapkan bahwa hipertensi jangka lama dapat menyebabkan penurunan
fungsi kognitif, yang tentunya akan sangat mengganggu kualitas hidup penderita.
(Pandean and Surachmanto 2016)
Gangguan kognitif berupa penurunan kesadaran, gangguan visuospatial,
gangguan pembelajaran nonverbal, gangguan aspek pragmatis pada cara
berkomunikasi dan berkurangnya atensi. Kelainan kognitif yang muncul akibat
dari kerusakan otak yaitu adanya kelainan persepsi, atensi, bahasa, memori,
emosi, dan fungsi eksekutif.Untuk mengetahui adanya suatu gangguan fungsi
kognitif dapat dilakukan pemeriksaan skrining fungsi kognitif Pemeriksaan
skrining fungsi kognitif yang sering digunakan adalah Mini-Mental State
Examination (MMSE). Selain itu tes yang dapat juga dipakai adalah Montreal
Cognitive Assesment-versi Indonesia (MoCAINA) (Hanas, Lestari, and Asni
2016)

2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Kognitif


Setiap manusia memiliki karakteristik yang berbeda-beda, perkembangan
kognitif tidak sama pada setiap individu. Perbedaan perkembangan ini tidak lepas
dari beberapa faktor.Terdapat empat faktor yang mempengaruhi perkembangan
kognitif.
a) Perkembangan organik dan kematangan system syaraf
Hal ini erat kaitannya dengan pertumbuhan fisik dan perkembangan organ
tubuh. Seseorang yang memiliki fisik belum tentu mengalami perkembangan
kognitif yang lambat. Begitu juga sebaliknya, seseorang yang pertumbuhan
fisiknya sempurna bukan merupakan jaminan bahwa perkembangan
kognitifnya cepat. System syaraf turut mempengaruhi proses perkembangan
kognitif.
b) Latihan dan pengalaman
Hal ini berkaitan dengan pengembangan diri melalui serangkaian {atihan-
latihan dan pengalaman. Perkembangan kognitif seseorang sangat
dipengaruhi oleh latihan-latihan dan pengalaman.
c) Interaksi social
Perkembangan kognitif juga dipengaruhi oleh hubungan dengan lingkungan
sekitar, terutama situasi social, baik itu interaksi antara teman sebaya
maupun orang-orang terdekat.
d) Ekuilibrasi
Ekuilibrasi merupakan proses terjadinya kescimbangan yang mengacu pada
tempat tahap perkembangan kognitif. Kescimbangan tahapan yang dilalui
tentu menjadi faktor penentu perkembangan kognitif .(Amalia 2014)

3. Komponen fungsi kognitif


Secara umum fungsi kognitif mempunyai empat item utama, yaitu :
1. Fungsi reseptif, yang melibatkan kemampuan untuk menyeleksi, memproses,
mengklasifikasikan dan mengintegrasikan informasi.
2. Fungi memori dan belajar, yang maksudnya adalah mengumpulan informasi
dan memanggil kembali.
3. Fungsi berfikir adalah mengenai organi dan organisasi informasi.
4. Fungsi ekspresif, yaitu informasi-informasi yang di dapat di komunikasikan
dan di lakukan.

Penurunan kognitif tidak hanya terjadi pada seseorang yang mengalami


penyakit yang berpengaruh terhadap proses penurunan kognitif tersebut,
namun juga bisa terjadi pada lansia yang sehat. Pada beberapa individu,
proses penurunan fungsi kognitif tersebut dapat berlanjut sedemikian rupa
hingga terjadi gangguan kognitif atau dimensia yang terus berlangsung dan
apabila tidak di tangani akan berakibat gangguan fungsi independen dalam
kehidupan sehari-hari (Adlani 2016)
4. Faktor terjadinya gangguan kognitif
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi penurunan fungsi kognitif antara lain:
1. Hipertensi
Hipertensi maupun gangguan vaskuler lainnya di kaitkan dengan penurunan
fungsi kognitif dan peningkatan resiko dimensia, pada pasien yang memiliki
riwayat hipertensi atau tekanan sistolik di usia pertengahan akan
meningkatkan terjadinya resiko aterosklerosis. Sebaliknya tekanan darah
rendah dapat di asosiasikan dengan peningkatan resiko gangguan kognitif
dan dimensia karena perubahan neurogeneratif akibat hipoperfusi otak.

2. Penyakit jantung
Gangguan penyakit jantung seperti payah jantung dan aritmia jantung di
kaitkan dengan gangguan status kognitif dan dimensia terutama di kalangan
perempuan dan berusi <75 tahun. Fibrilasi atrium pada usia lanjut di kaitkan
dnegan nilai MMSE yang lebih rendah.

3. Displidemia
Kaitan koleterol dengan fungsi kognitif telah banyak diteliti, tetapi hasilnya
masih belum konsisten, tingginya kadar HDL pada usia pertengahan di
asosiasikan dengan nilai neuropsikometrik yang lebih baik sedangkan kadr
trigliserida tidak berpengaruh, Mungkin terdapat hubungan nonlinear antara
status kognitif dengan kadar kolesterol. (Adlani 2016)

5. Hubungan kognitif dengan tekanan darah


Hipertensi dapat menyebabkan banyak kerusakan organ tubuh, termasuk jantung,
ginjal, mata, dan otak. Pada orang sehat dapat menyebabkan perubahan struktur
dan fungsi otak dari ringan sampai sedang. Perubahan tersebut termasuk
kemampuaan memproses informasi (dikenal sebagai fungsi kognitif).
Peningkatan tekanan darah pada penderita hipertensi akan menyebabkan
perubahan kemampuan autoregulasi otak karena peningkatan tekanan sistolik dan
diastolik mempengaruhi pembuluh darah otak

Penurunan status kognitif merupakan masalah penting , ganggguan vaskuler di


otak berperan terhadap tarjadinya penurunan fungsi otak seperti fungsi kognitif,
keadaan ini bisa di sebabkan oleh kelainan mikrovaskuler seperti hipertensi.
Dengan adanya peningkatan tekanan darah di otak, maka lama kelamaan
pembuluh darah di otak akan mengalami kerusakan dan mengakibatkan
terganggunya fungsi kognitif seperti dimensia.

Hipertensi secara bermakna mempengaruhi kondisi kesehatan seseorang, fungsi


kognitif mulai menurun. Beberapa penelitian mengemukakan bahwa peningkatan
tekanan darah sistolik berkaitan dengan penurunan fungsi kognitif, tekanan darah
yang tinggi dan kronis akan menyebabkan menurunkan fungsi kognitif (Adlani
2016)

C. Mini Mental State Examination (MMSE)


1. Tujuan
Mini Mental State Examination (MMSE) merupakan alat ukur berupa kuisioner
yang di gunakan untuk mengevaluasi fungsi kogntif seseorang meliputi orientasi,
registrasi, atensi, kalkulasi, memori dan bahasa. (Almi, 2016) MMSE merupakan
instrument yang sudah tervaliditas untuk mendeteksi dan melihat perkembangan
penurunan kognitif yang terkait dengan penyakit neurodegeneratif. (Adlani 2016)

2. Gambaran
MMSE di rancang sebagai instrumen pemeriksaan fungsi kognitif yang
sederhana, dengan waktu pemeriksaan berkisar 5-10 menit , Terdiri dari 0-30
poin yang di kategorikan : orientasi, registrasi, atensi, kalkulasi, memori dan
bahasa. Dimana skor tertinggi 30 menyatakan bahwa tidak terjadi penurunan .
(ALMI 2016)

3. Komponen MMSE
Komponen penilaian dalam MMSE yaitu:
1. Orientasi
Terdiri dari 5 pertanyaan mengenai waktu dan tempat, poin maksimal adalah
10.
2. Registrasi
Dimana pasien menyebutkan 3 kata, kemudian pasien mengingat dan
mengulang kembali, jika pasien mampu mengulang 3 kata makan poinya 3.
3. Atensi dan kalkulasi
Pasien diminta menjawab serial pengurangan 7 dari 100, jika pasien mampu
menyebutkan 5 jawaban maka poin 5.
4. Memori
Pasien di minta mengulang kembali 3 kata yang telah di sebutkan pada
bagian registrasi, jika mampu menyebutkan 3 kata maka poin 3.
5. Bahasa
Yaiitu kemampuan pasien untuk mengikuti 3 perintah secara berurutan,
mengulang kata-kata, menyebutkan nama objek, membaca dan mematuhi
perintah, serta kemampuan untuk menulis sebuah kalimat, Total skor pada
penilaian ini adalah 8
6. Menyalin 2 gambar pathogen saling berpotongan, jika benar maka point 1.
(ALMI 2016)

4. Interpretasi MMSE
Dari hasil pemeriksaan MMSE skor yang di proleh pada saat pemeriksaan
diinterpretasikan menjadi 3 klasifikasi :
1. Skor : 30-24 normal.
2. Skor : 23-17 proable fungsi kognitif.
3. Skor : 16-0 definitif gangguan kognitif. (Wulandari, Fazriana, and Apriani
2019)

D. Kerangka Konsep

Skema 2.2:
Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Fungsi Kognitif Tekanan Darah

E. Hipotesis
Ha: Ada hubungan antara fungsi kognitif dengan tekanan darah pada pasien
hipertensi di wilayah kerja UPT Puskesmas Tanjung Rejo Deli Serdang 2021

Ho : Tidak ada hubungan antara fungsi kognitif dengan tekanan darah pada pasien
hipertensi di wilayah kerja UPT Puskesmas Tanjung Rejo Deli Serdang 2021
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan desain penelitian


Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik korelasi dengan desain cross sectional,
dimana variabel dependen dan independen di ukur sekaligus pada saat yang sama
yang bertujuan untuk mengetahui hubungan fungsi kognitif dengan tekanan darah
pasien Hipertensi di wilayah kerja UPT Puskesmas Tanjung Rejo Deli Serdang 2021

B. Tempat dan waktu penelitian


1. Tempat penelitian
Penelitian ini akan di laksanakan Di UPT Puskesmas Tanjung Rejo Deli Serdang.
2. Waktu penelitian
Penelitian ini di laksanakan pada januari-maret 2021

C. POPULASI DAN SAMPEL


1. Populasi
Populasi penelitian ini adalah seluruh pasien Hipertensi di UPT Puskesmas
Tanjung Rejo Deli Serdang sebanyak 2.689 pasien yang berobat ke puskesmas
pada bulan Januari - Maret 2021 .

2. Sampel
Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan tekhnik purposive
sampling yaitu peneliti menentukan sendiri sample yang di ambil karena ada
pertimbangan tertentu. Jumlah sample dalam penelitian ini menggunakan rumus
Isaac dan Michael (sugiono, 2013) dengan rumus:
a2 NPQ
S=
a2 ( N −1 ) +a2 PQ
Keterangan :
a 2 : harga table chi-squere untuk a tertentu = 1
P : (Q) = proporsi populasi=0,5
D : Ketelitian (Error) = 5% = 0,5
S : Jumlah sampel
N : Jumlah populasi

Berdasarkan rumus di atas, maka di ketahui jumlah sampelnya adalah sebagai


berikut:
a2 NPQ
S = a2 ( N −1 ) +a2 PQ

12. 2. 698 .0,5. 0.5


S= 0.052 ( 2. 698−1 )+12 . 0,5.0,5
674,5
S= 0,0025 (2.697 ) +0,25
647,5
S= 6,9925
S= 92, 59 93 orang

Berdasarkan rumus tersebut, maka diperoleh sampel sebanyak 93 responden, dan


untuk menghindari drop out maka peneliti menambahkan 10% dari jumlah
sampel

Kriteria inklusi :
a. Pasien kooperatif
b. Pria dan wanita
c. Pasien hipertensi dengan tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan diastolik ≥
90 mmHg
d. Pasien dengan riwayat hipertensi
e. Pasien dengan usia 15 – 59 Tahun
f. Pasien yang bisa baca tulis

Kriteria ekslusi :

a. Pasien dengan gangguan psiaktri


b. Pasien dengan data pendukung tidak lengkap
c. Pasien yang tidak bisa membaca
d. Pasien memiliki gangguan pendengaran
e. Pasien tidak dapat menyelesaikan tes MMSE

D. Alat dan prosedur pengumpulan data


1. Alat pengumpulan data
a. Mengukur tekanan darah pada pasien hipertensi
1. Alat yang di gunakan untuk mengukur tekanan darah pasien hipertensi
penulis menggunakan tensimeter aneroid.
2. Untuk melakukan pengukuran tekanan darah peneliti menggunakan
lembar SOP yang di ambil dari Bakrie tahun 2014

b. Mengukur fungsi kognitif pasien hipertensi


Untuk mengukur fungsi kognitif pasien hipertensi menggunakan kuisioner
MMSE.

2. Prosedur pengumpulan data


a. Data primer
Teknik pengumpulan data yang diperoleh langsung ke lokasi penelitian
mencari data yang lengkap, dilakukan dengan memberikan
kuisioner/angket dan melakukan cek tekanan darah kepada Seluruh
responden.
b. Data Sekunder
Data sekunder yaitu, pengumpulan data penunjang atau pelengkap yang
diambil dari pihak lain, badan/instansi yang secara rutin mengumpulkan
data dari rekam medis di UPT Puskesmas Tanjung Rejo Deli Serdang

E. Definisi operasional

No Variabel Definisi Alat Ukur Hasil Ukur Skala


Operasional Ukur
1. Independen Merupakan Kuisioner Normal : 24- Rasio
Fungsi keseimbangan dan MMSE 30
Kognitif kemampuan Terganggu :
fungsional dari ≤23
kerja otak.
1. 2. Dependen Tekanan darah Tensimeter - Rasio
Tekanan merupakan jumlah Aneroid
Darah tekanan yang di
pompakan oleh
jantung dan di
gunakan dalam
aliran darah.

F. Aspek pengukuran
Variable independen dalam penelitian ini yaitu melakukan observasi dengan
memberikan kuisioner pada setiap sampel untuk menilai apakah fungsi kognitif nya
normal atau terganggu. Di katakan normal jika responden mendapatan skor: 24-30,
dan mengalami gangguan jika mendapat skor ≤23. Tekanan darah di ukur dalam
waktu yang bersamaan, dengan menggunakan tensimeter dan dikatakan jika tekanan
darah responden ≥140/90 mmHg maka di katakana hipertensi, Untuk mengukur
tekanan darah menggunakan tesimeter Aneroid. Kategori satu normal, Kategori dua
hipertensi ≥ 140/90
1. Untuk mengukur fungsi kognitif pada pasien hipertensi menggunakan kuesioner
sebanyak 11 pertanyaan dengan jumlah nilai 30.

G. Etika Penelitian
Resiko penelitian yang mungkin akan muncul pada responden dan peneliti selama
penenlitian berlangsung yaitu ketidak setujuan responden menjadi sampel penelitian
karena takut akan menjelekkan nama baiknya, sehingga peneliti sulit mencari
responden yang setuju menjadi sampel penelitian, maka penelitian ini mendapat
pengantar dari Program Studi Ners Dan Fakultas Farmasi Dan Ilmu Kesehatan
Universitas Sari Mutiara Indonesia Medan, untuk mendapatkan peretujuan penelitian
bagi pasien yang akan menjadi sampel. Setelah mendapatkan persetujuan, maka
penelti melakukan dengan menekankan masalah etika meliputi:
1. Informed Consent (Lembar Persetujuan Menjadi Responden)
Informed Consent merupakan persetujuan antara penulis dan responden dengan
menandatangani lembar persetujuan, dimana informed concent ini diberikan
sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan persetujuan sebagai responden
penelitian. Jika subjek bersedia untuk diteliti maka harus menandatangani lembar
persetujuan sebagai responden penelitian, jika subjek beredia untuk di teliti maka
harus menandatangani lembar persetujuan sebagai responden. Bila responden
pada penelitian menolak untuk diteliti maka penulis tetap menghormati hak
responden.

2. Anonymity (Tanpa Nama)


Prinsip anonymity untuk menjaga kerahasiaan identitas Subjek yang di teliti,
maka penulis tidak akan mencantumkan nama subjek tersebut pada lembar
pengumpulan data dan hanya menuliskan kode tertentu dengan inisial huruf pada
lembar pengumpulan data
3. Maleficience (Terhindar dari Cidera)
Penelitian ini menggunakan prosedur yang tidak menimbulkan bahaya bagi
responden dan terbebas dari rasa tidak nyaman, dalam hal ini penulis
meyakinkan responden bahwa apabila selama penelitian berlangsung, responden
merasa tidak nyaman, kurang berkosentrasi, kelelahan, maka responden dapat
menghentikan sementara dan dapat dilanjut kembali dengan memperhatikan
kesiapan dan kondisi klien Namun jika responden telah bersedia melakukan
wawancara, tetapi dalam pelaksanaan penelitiannya merasa kurang nyaman,
maka responden juga berhak berhenti menjadi responden.

4. Autonomy (Kebebasan)
Sebelum penelitian dilakukan responden diberikan penjelasan meliputi tujuan
penelitian, prosedur dan gambaran resiko atau ketidaknyamanan yang mungkin
terjadi serta keuntungan penelitian. Setelah diberikan penjelasan kepada
responden, responden bebas menentukan pilihan untuk berpartisipasi dalam
penelitian dan tidak ada unsur pakasaan. Responden yang bersedia ikut dalam
penelitian dipersilahkan untuk menandatangani surat persetujuan untuk menjadi
responden.

5. Justice (Keadilan)
Justice merupakan prinsip etik yang memandang keadilan dengan membuktikan
keadilan bagi responden. Responden diberikan terapi yang sesuai prosedur.

6. Confidentiality (Kerahasiaan)
Kerahasiaan dari hasil penelitian baik informasi maupun masalah-masalah
lainnya, maka semua informasi yang telah di kumpulkan dijaga kerahasiaannya
oleh peneliti..
H. Pengolahan Data
Menurut (Notoatmodjo, 2010) setelah data-data di kumpulkan, langkah selanjutnya
adalah mengelolah data sedemikian rupa dengan menggunakan program komputer,
langkah-langkah tersebut adalah :
1. Editing
Setelah mendapatkan data, peneliti melakukan pengeditan data dan memeriksa
kembali kelengkapan kuesioner dari data demografi, tekanan darah dan fungsi
kognitif.

2. Coding
Setelah kelengkapan data di lapangan dilakukan dan data sudah lengkap, langkah
selanjutnya semua data di lakukan pengkodean seperti, jenis kelamin kode 1.
Laki-laki, 2. Perempuan, Umur kode 1. 35-45 Tahun, kode 2. 46-55 Tahun, kode
3. 56-65 Tahun, kode 4. 66-75 Tahun, Pendidikan ode 1. SD, kode 2. SMP, kode
3. SMA, kode 4. D3, kode 5. S1, Pekerjaan kode 1. PNS, kode 2. Wiraswasta,
Kode 3. Petani, Kode 4. IRT, kode 5. Lain-lain, Lama hipertensi kode 1. <5
Tahun

I. Analisa data
1. Analisa Univariat
Dalam penelitian ini analisis univariat yang di gunakan untuk mengetahui
proporsi dari masing-masing variabel penelitian meliputi usia, jenis kelamin,
pendidikan, pekerjaan, dan lama hipertensi dalam bentuk nilai distribusi dan
frekuensi.

2. Analisa Bivariat
Analisa ini di gunakan untuk mengukur hubungan antara 2 variabel penelitian
yang di lakukan menggunakan uji pearson karena kedua data berskala rasio
dengan syarat di lakukan uji normalitas terlebih dahulu, jika data tidak
berdistribusi normal maka di lakukan alternatife uji yaitu uji spearmen.

Anda mungkin juga menyukai