Anda di halaman 1dari 40

FAKTOR POLA MAKAN ASIN DENGAN TINGKAT KEJADIAN

HIPERTENSI DI PUSKESMAS X KOTA MEDAN TAHUN 2024

(Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Kepaniteraan Klinik Senior


Departemen Kesehatan Masyarakat)

Disusun oleh :
Reza Firmansyah (2208320017)
Afifah Amalina R Hrp (2208320029)
Chairiyah Atiqah Putri (2208320018)
Maulia Utari (2208320030)
Sadila Keliat (2208320012)

Pembimbing :

dr. Pinta Pudianti Siregar, M.SC,PhD

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


DEPARTEMEN KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA
MEDAN
2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala, karena berkat
rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini dalam rangka memenuhi salah
satu syarat dalam kepaniteraan klinik di Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Sumatera Utara. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan
skripsi ini. Oleh karena itu, saya ucapkan terima kasih saya kepada :
1. dr. Siti Masliana Siregar, Sp.THT-KL(K), selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara
2. dr. Pinta Pudiyanti Siregar, M.Sc, Ph.D selaku pembimbing yang telah
berkenan memberikan saran, motivasi, bimbingan, dan waktu bagi penulis.
3. dr. Sri Wirya Ningsih, selaku kepala puskesmas Glugur Darat
4. dr. Reny Sustika, selaku pembimbing kami selama menjalani stase PH di
Puskesmas Glugur Darat
5. Serta pihak-pihak yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu yang telah ikut
serta dalam membantu penelitian kami.
Akhir kata, kami berharap Allah berkenan membalas segala kebaikan semua
pihak yang telah membantu kami. Semoga penelitian ini membawa manfaat
dalam pengembangan ilmu pengetahuan

Medan, Februari 2024

(Tim Penulis)
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hipertensi atau yang biasa kita kenal dengan tekanan darah tinggi
merupakan suatu penyakit degeneratif yang banyak terjadi dan memiliki
tingkat mortalitas yang cukup tinggi serta mempengaruhi produktifitas dan
kualitas hidup seseorang, karena itulah hipertensi juga disebut the silent killer
karena penyakit ini sering tanpa keluhan dan merupakan pembunuh
tersembunyi. Hipertensi adalah peningkatan tekanan arah dimana tekanan
sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg. (Nelwan
JE 2019)
Prevalensi hipertensi secara global dan nasional juga mengalami
peningkatan. Berdasarkan data World Halth Organization (WHO) pada tahun
2015 diperkirakan terdapat 1,13 miliar orang dewasa di seluruh dunia yang
menderita hipertensi dan meningkat menjadi 1,28 miliar pada tahun 2021.
(Korompis K M Bradley, Porajow G J Zwigly, and Siagian T E Iyone 2020)
Sementara itu, di Indonesia, berdasarkan data RISKESDAS oleh Kementerian
Kesehatan tahun 2018, terdapat peningkatan prevalensi hipertensi menjadi
34,1% dari yang sebelumnya 25,8% pada tahun 2013. Hipertensi merupakan
masalah kesehatan global yang meningkatkan angka kesakitan dan kematian,
serta beban biaya kesehatan. Hipertensi juga merupakan faktor risiko terhadap
kerusakan organ penting seperti otak, jantung, ginjal, retina, pembuluh darah
besar (aorta) dan pembuluh darah perifer.(Perhimpunan Dokter Hipertensi
Indonesia (PERHI) 2019)
Hipertensi yang tidak diobati dapat berakibat meluas seperti penyakit
jantung koroner, infark mikorad , dan stroke. Seringnya hipertensi
menyebabkan jantung bekerja lebih berat untuk memompa darah , yang
menyebabkan volume jantung membesar dan dinding menipis sehinga dapat
menyebabkan gagal jantung. Apabila hipertensi tidak dapat ditanggulangi
secara baik maka akan menyebabkan gangguan ginjal dan pembuluh darah
sistem saraf pusat. Dengan demikian, keadaan ini dapat memperpendek usia
penderita sekitar 10-12%.(Lubis HI, et al 2017).
Faktor–faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi terdiri dari
faktor yang tidak dapat dikendalikan seperti jenis kelamin, umur,genetik,ras
dan faktor yang dapat dikendalikan seperti pola makan, kebiasaan olah raga,
konsumsi garam, kopi, alcohol dan stres. Untuk terjadinya hipertensi
adanya peran faktor risiko secara bersama-sama dengan kata lain satu faktor
risiko saja belum cukup menyebabkan timbulnya hipertensi.
(Kasumayanti, e., zurrahmi, z., & maharani, m. (2021).

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimanakah hubungan antara faktor perubahan gaya hidup
dengan tingkat kejadian hipertensi di puskesmas x kota medan tahun 2024.

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara faktor pola
makan asin dengan tingkat kejadian hipertensi
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk menganalisis karakteristik penderita hipertensi berdasarkan jenis
kelamin.
2. Untuk menganalisis karakteristik penderita hipertensi berdasarkan usia.
3. Untuk menganalisis hubungan antara faktor pola makan asin dengan
tingkat kejadian hipertensi.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Bagi peneliti
Penelitian ini dapat menambah wawasan, pengetahuan serta
pengalaman dan bahan mengaplikasikan ilmu dalam hal penelitian dan juga
sebagai pembelajaran peneliti mengenai hubungan antara faktor pola makan
asin dengan tingkat kejadian hipertensi.

1.4.2 Bagi institusi pendidikan


Mahasiswa dapat secara langsung melakukan aplikasi klinis
pengembangan ilmu pengetahuan kesehatan masyarakat yang merupakan
inti tujuan pengembangan dan penerapan ilmu untuk mahasiswa yang telah
disusun oleh Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat FK UMSU.
1.4.3 Bagi masyarakat
Sebagai acuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat khususnya
masyarakat yang menderita hipertensi dapat mengubah gaya hidup agar
tidak menimbulkan komplikasi dan mampu menjadikan pembelajaran bagi
keluarga untuk menjaga dan mendukung proses pengobatan mereka.
1.4.4 Puskesmas
Puskesmas dapat menggunakan data penelitian ini sebagai acuan untuk
melakukan tindak lanjut dari masalah apa saja yang ada pada pasien
hipertensi di puskesmas.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hipertensi
2.1.1 Definisi Hipertensi
Hipertensi merupakan penyakit kardiovaskular yang ditandai dengan
adanya peningkatan tekanan darah sistemik sistolik diatas atau sama dengan
140 mmHg dan diastolik diatas atau sama dengan 90 mmHg pada dua kali
pengukuran dengan selang waktu 5 menit dalam keadaan cukup tenang
(istirahat).(Rahmatika 2021).
Hipertensi juga dikatakan sebagai suatu penekanan darah sistolik dan
diastolik yang tidak normal, batas yang tepat dari kelainan ini tidak pasti. Nilai
yang diterima dapat berbeda sesuai dengan jenis kelainan ini tidak pasti. Nilai
yang diterima dapat berbeda sesuai dengan jenis kelamin dan usia namun pada
umumnya sistolik yang berkisar 140-190 mmHg dan diastolik antara 90-95
mmHg dianggap merupakan garis batas hipertensi.(Nurhikmawati et al. 2020)
Hipertensi merupakan manifestasi gangguan keseimbangan hemodinamik
sistem kardiovaskuler, yang mana patofisiologinya adalah multifactor,
sehingga tidak bisa diterangkan dengan hanya satu mekanisme tunggal.
Menurut Kaplan, hipertensi banyak menyangkut faktor genetik, lingkungan
dan pusat-pusat regulasi hemodinamik. Bila disederhanakan, hipertensi adalah
interaksi cardiac output (CO) dan tahan perifer total. Semua definisi hipertensi
adalah kesepakatan berdasarkan bukti klinis (evidence based) atau
berdasarkan epidemiologi studi meta analisis. Sebab bila tekanan darah lebih
tinggi dari angka normal yang disepakati, maka risiko morbiditas dan
mortalitas kejadian kardiovaskular akan meningkat. Dimana pada hipertensi
tekanan darah harus persisten diatas atau sama dengan 140/90 mmHg.
(Nurhikmawati et al. 2020)
2.1.2 Etiologi Hipertensi
a. Hipertensi esensial atau hipertensi primer
Sekitar 80-95% kasus hipertensi merupakan hipertensi esensial,
yang didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah tanpa penyebab
yang spesifik. Hipertensi jenis ini tidak dapat disembuhkan, namun
dapat dikontrol. Kondisi seperti ini jarang menimbulkan gejala dan
sering tidak disadari, sehingga dapat menimbulkan morbiditas lain
seperti gagal jantung kongestif, hipertrofi ventrikel kiri, stroke, gagal
ginjal stadium akhir, atau bahkan kematian. Berikut beberapa faktor
resiko dari hipertensi esensial. (Adrian SJ, et al 2019)
1. Genetik
Hipertensi bersifat diturunkan atau bersifat genetik. Individu
dengan riwayat keluarga hipertensi mempunyai risiko dua kali
lebih besar untuk menderita hipertensi daripada orang yang tidak
mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi (D yuliana.2020)
2. Jenis kelamin dan usia
Laki-laki dan perempuan mempunyai risiko untuk menderita
hipertensi. Insidensi hipertensi meningkat seiring bertambahnya
usia. Laki-laki berumur kurang dari 45 tahun menderita hipertensi
paling banyak dibanding wanita, sedangkan risiko laki-laki dan
perempuan setelah umur 45 tahun terhadap hipertensi relatif sama.
3. Berat badan
Berat badan yang berlebih (obesitas) memiliki hubungan yang
bemakna dengan kejadian hipertensi. Kelebihan berat badan pada
laki-laki, menyumbang sekitar 26% kejadian hipertensi, sedangkan
sekitar 28% pada perempuan. Orang yang memiliki IMT tergolong
obesitas memiliki risiko sebesar 1,64 kali untuk menderita
hipertensi derajat 1 dibandingkan yang tergolong IMT normal,
sedangkan orang dengan obesitas sentral memiliki risiko sebesar
1,6 kali untuk menderita hipertensi derajat 1 dibandingkan dengan
yang tidak obesitas sentral. (D yuliana.2020)
4. Gaya hidup
Gaya hidup yang tidak sehat seperti kurang berolahraga,
mengonsumsi makanan cepat saji yang mulai sekarang sangat
mudah didapat, membuat konsumsi serat dan sayuran segar
berkurang, dan meningkatnya mengonsumsi lemak, gula, kalori,
dan garam. Untuk penderita hipertensi
berat diet rendah garam yang disarankan 200 sampai 400 mg
Na/hari sedangkan untuk penderita hipertensi tidak terlalu berat
diet rendah garam yang disarankan 600 sampai 800 mg Na/hari dan
untuk penderita hipertensi ringan diet rendah garam yang
disarankan adalah 1000 sampai 1200 mg Na/hari. (Pangaribuan R
N. 2020)

a. Hipertensi Sekunder
Hipertensi sekunder merupakan 10% dari seluruh kasus hipertensi,
yang didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah karena suatu
kondisi fisik yang ada sebelumnya. Secara mudah penyebab hipertensi
sekunder dapat diidentifikasi dengan singkatan ABCDE: A (Accuracy,
Apnea, Aldosteronism), B (Bruits, Bad Kidney), C (Cathecolamines,
Coarctation, Cushing syndrome), D (Drugs, Diet), dan E (Erythopoetin,
Endocrine disorders).
Salah satu penyebab terjadinya penyakit hipertensi sekunder adalah
penyakit ginjal yang biasanya disebut hipertensi renal. Hipetensi renal
yang terjadi dapat merupakan komplikasi dari hipertensi primer.
Hipertensi primer yang menetap dan tidak diobati dapat menyebabkan
kerusakan ginjal dan kemudian kerusakan ginjal dapat menyebakan
hipertensi menjadi lebih parah dan dapat menyebabkan komplikasi
lainnya.
Jika organ ginjal terganggu, maka fungsinya juga akan terganggu
bahkan bisa sampai berhenti, yang dapat menyebabkan peningkatan
resistensi peredaran darah ke ginjal, dan penurunan fungsi kapiler dari
glomerulus. Hal ini yang dapat menyebabkan iskemia yang merupakan
faktor utama penyebab terjadinya hipertensi. (IGY A 2019)

2.1.3 Faktor Risiko Hipertensi


Sampai saat ini penyebab hipertensi secara pasti belum dapat diketahui
dengan jelas. Secara umum, faktor risiko terjadinya hipertensi yang
teridentifikasi antara lain:(Marhabatsar and Sijid 2021)
a. Umur
Beberapa penelitian yang dilakukan, ternyata terbukti bahwa semakin
tinggi umur seseorang maka semakin tinggi tekanan darahnya. Hal ini
disebabkan elastisitas dinding pembuluh darah semakin menurun seiring
bertambahnya umur. Sebagian besar hipertensi terjadi pada umur lebih
dari 65 tahun. Sebelum umur 55 tahun tekanan darah pada laki-laki lebih
tinggi daripada perempuan. Setelah umur 65 tahun tekanan darah pada
perempuan lebih tinggi daripada laki-laki. Dengan demikian, risiko
hipertensi meningkat dengan semakin bertambahnya umur.
b. Jenis kelamin
Jenis kelamin mempunyai pengaruh penting dalam regulasi tekanan darah.
Sejumlah fakta menyatakan hormon sex mempengaruhi sistem renin
angiotensin. Secara umum tekanan darah pada laki-laki lebih tinggi
daripada perempuan. Pada perempuan risiko hipertensi akan meningkat
setelah masa menopause yang menunjukkan adanya pengaruh hormon
estrogen sepanjang menopause. Estrogen dihubungkan dengan tingkat
HDL yang lebih tinggi dan LDL yang lebih rendah.
c. Genetik
Hipertensi merupakan salah satu gangguan genetik yang bersifat
kompleks. Hipertensi esensial biasanya terkait dengan gen dan faktor
genetik, dimana banyak gen yang turut berperan pada perkembangan
gangguan hipertensi. Faktor genetik menyumbangkan 30% terhadap
perubahan tekanan darah pada populasi yang berbeda.
d. Obesitas
Berat badan merupakan faktor determinan pada tekanan darah pada
kebanyakan kelompok etnik di semua umum. Prevalensi tekanan darah
tinggi pada orang dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) >30 (obesitas)
adalah 38% untuk pria dan 32% untuk wanita, dibandingkan dengan
prevalensi 18% untuk pria dan 17% untuk wanita yang memiliki IMT <25.
e. Merokok
Merokok dapat meningkatkan tekanan darah melalui mekanisme pelepasan
norepinefrin dari ujung-ujung saraf adrenergik yang dipacu oleh nikotin.
Nikotin menyebabkan meningkatnya denyut jantung dan menyebabkan
vasokontriksi perifer yang akan meningkatkan tekanan darah.
f. Konsumsi natrium
Pengaruh asupan natrium terhadap timbulnya hipertensi terjadi melalui
peningkatan volume plasma, curah jantung dan tekanan darah. Garam
menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh, karena menarik cairan
diluar sel agar tidak keluar, sehingga akan meningkatkan volume dan
tekanan darah.
2.14. Klasifikasi
Klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa (usia diatas 18 tahun),
diperlukan tiga kali pengukuran tekanan darah selama tiga kali kunjungan
yang berbeda, dengan 2-3 kali pengukuran dalam satu kunjungan. Pada
klasifikasinya hipertensi dapat dikategorikan dalam empat klasifikasi
yakni normal, prehipertensi, stadium 1 hipertensi, stadium 2 hipertensi.
Klasifikasi pada usia dewasa dan lanjut akan berbeda nilai ambang
batasnya (Nugraha Y 2019)

Tabel 1. Klasifikasi Tekanan Darah pada Orang Dewasa (Usia diatas 18


tahun)

Klasifikasi Tekanan Darah Tekanan Darah


Sistolik (mmHg) Diastolik
(mmHg)
Normal <120 Dan <80
Prehipertensi 120-139 Atau 80-90
HIpertensi 140-159 Atau 90-99
derajat 1
Hipertensi Atau ≥100
derajat 2 >160

Tabel 2. Klasifikasi Tekanan Darah 2018 ESC/ESH Hypertension


Guidelines.

Klasifikasi Tekanan Darah Tekanan Darah


Sistolik (mmHg) Diastolik
(mmHg)
Optimal <120 Dan <80
Normal 120-129 Dan/atau 80-84
130-139 Dan/atau 85-89
Normal-tinggi

Hipertensi 140-159 Dan/atau 90-99


derajat 1
Hipertensi 160-179 Dan/atau 100-109
derajat 2

Hipertensi Dan/atau
derajat 3 ≥ 180 ≥ 110

Dan
Hipertensi ≥ 140 < 90
sistolik terisolasi

2.15 Patofisiologi Hipertensi

Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya


angiostensin II dari angiostensin I oleh Angiostensin I Converting Enzyme
(ACE). ACE memegang peran fisiologis penting dalam mengatur tekanan
darah. Darah mengandung angiostensinogen yang diproduksi di hati.
Selanjutnya oleh hormon, renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah
menjadi angiostensin I. oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiostensin I
diubah manjadi angiostensin II. Angiostensin II inilah yang memiliki
peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua aksi utama
(Prayitnaningsih et al., 2021).
Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormone antidiuretik (ADH)
dan rasa haus. ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan
bekerja pada ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume urin.
Meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh
(antidiuresis), sehingga menjadi pekat dan tinggi osmolaritasnya. Untuk
mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan
cara menarik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah
meningkat yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah. Aksi
kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal.
Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting pada
ginjal. Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan
mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari
tubulus ginjal (Prayitnaningsih et al., 2021).
Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara
meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan
meningkatkan volume tekanan darah. Patogenesis dari hipertensi esensial
merupakan multifaktorial dan sangat komplek. Faktor-faktor tersebut
merubah fungsi tekanan darah terhadap perfusi jaringan yang adekuat
meliputi mediator hormon, latihan vaskuler, volume sirkulasi 10 darah,
kaliber vaskuler, viskositas darah, curah jantung, elastisitas pembuluh darah
dan stimulasi neural. Patogenesis hipertensi esensial dapat dipicu oleh
beberapa faktor meliputi faktor genetik, asupan garam dalam diet, tingkat
stress dapat berinteraksi untuk memunculkan gejala hipertensi
(Prayitnaningsih et al., 2021)
2.1.6 Patogensis Hipertensi
Penyebab-penyebab hipertensi ternyata sangat banyak. Tidak bisa
diterangkan hanya dengan satu faktor penyebab. Memang betul pada
akhirnya kesemuaanya itu akan menyangkut kendali natrium (Na) di ginjal
sehingga tekanan darah meningkat (Harahap et al., 2022). Ada empat faktor
yang mendominasi terjadinya hipertensi :

1. Peran volume intravaskular

Menurut Kaplan tekanan darah tinggi adalah hasil interaksi antara


cardiac output (CO) atau curah jantung (CJ) dan total peripheral resisten
(TPR) yang masing-masing dipengaruhi oleh beberapa faktor. Volume
intravaskular merupakan determinan utama untuk kestabilan tekanan darah
dari waktu ke waktu. Tergantung keadaan TPR apakah dalam posisis
vasodilatasi atau vasokonstriksi. Bila asupan NaCl meningkat, maka ginjal
akan merespons agar ekskresi garam keluar bersama urine ini juga akan
meningkat. Tetapi bila upaya mengekskresi NaCl ini melebihi ambang
kemampuan ginjal, maka ginjal akan meretensi H2O sehingga volume
intravaskular meningkat. Pada gilirannya CO dan CJ akan meningkat.
Akibatnya terjadi ekspansi volume intravaskular, sehingga tekanan darah
akan meningkat. Seiring dengan perjalanan waktu TPR juga akan
meningkat, lalusecara berangsur CO dan CJ akan turun menjadi normal
lagi akibat autoregulasi. Bila TPR vasodilatasi tekanan darah akan
menururn, sebaliknya bila TPR vasokonstriksi tekanan darah akan
meningkat.
2. Peran kendali saraf otonom
Persarafan autonom ada dua macam, yang pertama ialah saraf sistem
saraf simpatis, yang mana saraf ini yang akan menstimulasi saraf viseral
(termasuk ginjal) melalui neurotransmiter : katekolamin, epinefrin,
maupun dopamin. Sedang saraf parasimpatis adalah yang menghambat
stimulasi saraf simpatis. Regulasi simpatis dan para simpatis berlangsung
independen tidak dipengaruhi oleh kesadaran otak, akan tetapi terjadi
secara otomatis sesuai siklus sikardian. Ada beberapa reseptor adrenergik
yang berada di jantung, ginjal, otak serta dinding vaskular pembuluh darah
ialah reseptor α1, α2, β1 dan β2. Belakangan ditemukan reseptor β3 di
aorta yang ternyata kalau dihambat dengan beta bloker β1 selektif yang
baru (nebivolol) maka akan memicu terjadinya vasodilatasi malalui
peningkatan nitrit oksida (NO). Karena pengaruh-pengaruh lingkungan
misalnya genetik, stres kejiwaan, rokok, dan sebagainya, akan terjadi
aktivitas sistem saraf simpatis berupa kenaikan ketekolamin, nor epineprin
(NE) dan sebagainya. Selanjutnya neurotransmiter ini akan meningkatkan
denyut jantung (Heart Rate) lalu di ikuti kenaikan CO atau CJ, sehingga
tekanan darah akan meningkat dan akhirnya akan mengalami agregrasi
platelet. Peningkatan neurotransmiter NE ini menpunyai efek negatif
terhadap jantung, sebab di jantung ada reseptor α1, β1, β2 yang akan
memicu terjadinya kerusakan miokard, hipertrofi, dan aritmia dengan
akibat progesivitas dari hipertensi aterosklerosis. Karena pada dinding
pembuluh darah juga ada reseptor α1, maka bila NE meningkat hal
tersebut akan memicu vasokonstriksi (melalui reseptor α1) sehingga
hipertensi aterosklerosis juga semakin progresif. Pada ginjal NE juga
berefek negatif, sebab di ginjal ada reseptor β1 dan α1 yang akan memicu
terjadinya retensi natrium, mengaktifasi sistem RAA, memicu
vasokonstriksi pembuluh darah dengan akibat hipertensi aterosklerosis
juga makin progresif. Selanjutnya bila NE kadarnya tidak pernah normal
maka sindroma hipertensi aterosklerosis juga akan berlanjut makin
progresif menuju kerusakan organ target / Target Organ Damage (TOD).
3. Peran renin angiotensin aldosteron (RAA)
Bila tekanan darah menurun maka ini akan memicu refleks
baroreceptor. Berikutnya secara fisiologis sistem RAA akan mengikuti
kaskade seperti tampak pada gambar dibawah ini yang mana pada
akhirnya renin akan disekresi, lalu angiotensin I (A I), angiotensin II (AII),
dan seterusnya sampai tekanan darah meningkat kembali. Begitulah secara
fisiologis autoregulasi tekanan darah terjadi melalui aktifasi dari sistem
RAA Adapun proses pembentukan renin dimulai dari pembentukan
angiotensinogen yang di buat di hati. Selanjutnya angiotensinogen akan di
rubah menjadi angiotensin I oleh renin yang dihasilkan oleh makula densa
appartat juxta glomerulus ginjal. Lalu angiotensin I akan dirubah menjadi
angiotensin II oleh enzim ACE (angiotensin converting enzime).
Akirnyaangiotensin II ini akan bekerja pada reseptor-reseptor yang terkait
AT1, AT2, AT3, AT4 Faktor risiko yang tidak dikelola akan memicu
sistem RAA. Tekanan darah makin meningkat, hipertensi aterosklerosis
makin progresif. Ternyata yang berperan utama untuk memicu
progresifitas ialan angiotensin II,bukti uji klinis yang sangat kuat. Setiap
intervensi klinik pada tahap-tahap aterosklerosis kardiovaskular kontinum
ini terbukti selalu bisa menghambat progresifitas dan menurunkan risiko
kejadian kardiovaskular
4. Peran dinding vaskular pembuluh darah
Hipertensi adalah the disease cardiovascular continuum, penyakit yang
berlanjut terus menerus sepanjang usia. Paradigma yang baru tentang
hipertensi dimulai dengan disfungsi endotel, lalu berlanjut menjadi
disfungsi vascular, vascular biologis berubah, lalu berakhir dengan TOD.
Mungkin hipertensi ini lebih cocok menjadi bagian dari salah satu gejala
sebuah sindroma penyakit yang akan kita sebut sebagai “The
artherosclerosis syndrome” atau “the hypertension syndrome”, sebab pada
hipertensi sering disertai gejala-gejala lain berupa resistensi insulin,
gangguan toleransi glukosa, kerusakan membran transport, disfungsi
endotel, dislipidemia, pembesaran ventrikel kiri, gangguan simpatis
parasimpatis. Aterosklerosis ini akan akan berjalan progresif dan berakhir
dengan kejadian kardiovaskular. Bonetti et al berpendapat bahwa disfungsi
endotel merupakan sindroma klinis yang bisa langsung berhubungan
dengan dan dapat memprediksi peningkatan risiko kejadian kardiovaskular
Progresifitas sindrom aterosklerotik ini dimulai dengan faktor risiko yang
tidak dikelola, akibatnya hemodinamika tekanan darah makin berubah,
hipertensi makin meningkat serta vaskular biologi berubah, dinding
pembuluh darah makin menebal dan pasti berakhir dengan kejadian
kardiovaskular. Faktor risiko yang paling dominan memegang peranan
untuk progresivitas ternyata tetap diegang oleh angiotensin II. Bukti klinis
sudah mencapai tingkat evidence A, bahwa bila peran angiotensin II
dihambat oleh ACE-inhinitor (ACEI) atau angiotensin receptor blocker
(ARB), risiko kejadian hipertensidapat dicegah-diturunkan secara
meyakinkan. WHO menetapkan bahwa faktor risiko paling banyak
menyebakan premature death adalah hipertensi.

2.1.7 Manifestasi Klinis

Kejadian hipertensi biasanya tidak memiliki tanda dan gejala. Gejala


yang sering muncul adalah sakit kepala, rasa panas di tengkuk, atau kepala
berat. Namun, gejala tersebut tidak bisa dijadikan ada tidaknya hipertensi
pada seseorang. Salah satu cara untuk mengetahui adalah dengan melakukan
pengecekan tekanan darah secara berkala. Seorang pasien biasanya tidak
menyadari bahwa dirinya mengalami hipertensi hingga ditemukan kerusakan
dalam organ, seperti terjadinya penyakit jantung koroner, stroke, atau gagal
ginjal ( Sudarmin et al., 2022) Menurut Triyanto ( Sudarmin et al., 2022)
gejala klinis yang dialami oleh para pederita hipertensi biasanya berupa
pusing, mudah marah, telinga berdengung, sukar tidur, sesak nafas, rasa
berat di tengkuk, mudah lelah, mata berkunang-kunang, dan mimisan
(jarang dilaporkan). Individu yang menderita hipertensi kadang tidak
menampakkan gejala sampai bertahun tahun. Gejala bila ada menunjukan
adanya kerusakan vaskuler, dengan manifestasi yang khas sesuai sistem
organ yang divaskularisasi oleh pembuluh darah bersangkutan. Perubahan
patologis pada ginjal dapat bermanifestasi sebagai nokturia (peningkatan
urinasi pada malam hari) dan azetoma peningkatan nitrogen urea darah.
Keterlibatan pembuluh darah otak dapat menimbulkan stroke atau serangan
iskemik transien yang bermanifetasi sebagai paralis sementara pada satu sisi
(hemiplegia) atau gangguan tajam penglihatan.
2.1.8 Penatalaksanaan Hipertensi
Prinsip penatalaksanaan menurut Mubin ( Kartikasari & Afif, 2021)
adalah menurunkan tekanan darah sampai normal, atau sampai level paling
rendah yang masih dapat ditoleransi oleh penderita dan mencegah
komplikasi yang mungkin timbul. Penatalaksanaan hipertensi, yaitu :
A. Penatalaksanaan umum, merupakan usaha untuk mengurangi faktor risiko
terjadinya peningkatan tekanan darah. Penatalaksanaan umum adalah
penatalaksanaan tanpa obat-obatan, seperti :
1) Diet rendah natrium, dengan syarat dan prinsip diet sebagai berikut :
a) Energi cukup, jika pasien dengan berat badan 115% dari berat badan
ideal disarankan untuk diet rendah kalori dan olahraga.
b) Protein cukup, menyesuaikan dengan kebutuhan pasien
c) Karbohidrat cukup, menyesuaikan dengan kebutuhan pasien
d) Membatasi konsumsi lemak jenuh dan kolesterol
e) Asupan natrium dibatasi 800 mg/hari
f) Asupan magnesium memenuhi kebutuhan harian (DRI) serta dapat
ditambah dengan suplementasi magnesium 240-1000 mg/hari
2) Diet rendah lemak dapat menurunkan tekanan darah
3) Berhenti merokok dan mengonsumsi alkohol
4) Menurunkan berat badan agar kembali mencapai status gizi normal
5) Olahraga, bermanfaat untuk menurunkan tekanan perifer
B. Medikamentosa, merupakan penatalaksanaan hipertensi dengan obat-
obatan, yaitu :
1) Golongan diuretic
2) Golongan inhibitor simpatik
3) Golongan blok ganglion
4) Golongan penghambat Angiotensin I Converting Enzyme (ACE)
5) Golongan antagonis kalsium

Dalam Konsensus Penatalaksanaan Hipertensi 2019 (PERHI, 2019)


disebutkan bahwasanya tatalaksana hipertensi terdiri dari :
1. Intervensi Pola Hidup
Pola hidup sehat dapat mencegah ataupun memperlambat awitan
hipertensi dan dapat mengurangi risiko kardiovaskular. Pola hidup sehat
juga dapat memperlambat ataupun mencegah kebutuhan terapi obat pada
hipertensi derajat 1, namun sebaiknya tidak menunda inisiasi terapi obat
pada pasien dengan HMOD atau risiko tinggi kardiovaskular. Pola hidup
sehat telah terbukti menurunkan tekanan darah yaitu pembatasan konsumsi
garam dan alkohol, peningkatan konsumsi sayuran dan buah, penurunan
berat badan dan menjaga berat badan ideal, aktivitas fisik teratur, serta
menghindari rokok.
2. Pembatasan konsumsi garam
Terdapat bukti hubungan antara konsumsi garam dan hipertensi.
Konsumsi garam berlebih terbukti meningkatkan tekanan darah dan
meningkatkan prevalensi hipertensi. Rekomendasi penggunaan natrium (Na)
sebaiknya tidak lebih dari 2 gram/hari (setara dengan 5-6 gram NaCl perhari
atau 1 sendok teh garam dapur). Sebaiknya menghindari makanan dengan
kandungan tinggi garam.
3. Perubahan pola makan
Pasien hipertensi disarankan untuk konsumsi makanan seimbang yang
mengandung sayuran, kacangkacangan, buah-buahan segar, produk susu
rendah lemak, gandum, ikan, dan asam lemak tak jenuh (terutama minyak
zaitun), serta membatasi asupan daging merah dan asam lemak jenuh.
4. Penurunan berat badan dan menjaga berat badan ideal
Terdapat peningkatan prevalensi obesitas dewasa di Indonesia dari
14,8% berdasarkan data Riskesdas 2013, menjadi 21,8% dari data Riskesdas
2018. Tujuan pengendalian berat badan adalah mencegah obesitas (IMT >25
kg/m2), dan menargetkan berat badan ideal (IMT 18,5 – 22,9 kg/m2 )
dengan lingkar pinggang.
5. Berhenti merokok
Merokok merupakan faktor risiko vaskular dan kanker, sehingga status
merokok harus ditanyakan pada setiap kunjungan pasien dan penderita
hipertensi yang merokok harus diedukasi untuk berhenti merokok.
6. Penentuan Batas Tekanan Darah Untuk Inisiasi Obat
Penatalaksanaan medikamentosa pada penderita hipertensi merupakan
upaya untuk menurunkan tekanan darah secara efektif dan efisien. Meskipun
demikian pemberian obat antihipertensi bukan selalu merupakan langkah
pertama dalam penatalaksanaan hipertensi
Tabel 4. Ambang Batas Tekanan Darah untuk Inisiasi Obat

Sumber : ( ESC/ESH Hypertension Guidelines, 2018; PERHI, 2019)

TD = tekanan darah

TDD = tekanan darah diastolic

TDS = tekanan darah sistolik

PGK = penyakit ginjal kronik

PJK = penyakit jantung coroner

TIA = transient ischemic attack

2.1.9 Komplikasi

Hipertensi merupakan faktor resiko utama untuk terjadinya penyakit


jantung, gagal jantung kongesif, stroke, gangguan penglihatan dan penyakit
ginjal. Tekanan darah yang tinggi umumnya meningkatkan resiko terjadinya
komplikasi tersebut. Hipertensi yang tidak diobati akan mempengaruhi
semua sistem organ dan akhirnya memperpendek harapan hidup sebesar 10-
20 tahun. Mortalitas pada pasien hipertensi lebih cepat apabila penyakitnya
tidak terkontrol dan telah menimbulkan komplikasi ke beberapa organ vital.
Sebab kematian yang sering terjadi adalah penyakit jantung dengan atau
tanpa disertai stroke dan gagal ginjal.

2.1.10 Prognosis

Prognosis hipertensi bergantung pada seberapa baik kontrol terhadap


tekanan darah. Hipertensi memerlukan manajemen jangka panjang. Angka
kesintasan penderita hipertensi emergensi mengalami peningkatan dalam
dekade terakhir, meskipun demikian kelompok pasien ini tetap dalam
kategori risiko tinggi dan perlu dilakukan penapisan untuk hipertensi
sekunder.
Setelah tekanan darah mencapai tingkat aman dan stabil dengan terapi
oral, pasien dapat rawat jalan. Kontrol rawat jalan dianjurkan minimal satu
kali sebulan hingga target tekanan darah optimal tercapai dan dilanjutkan
kontrol teratur jangka panjang.

2.2 Gaya Hidup Pola Makan Asin


Faktor gaya hidup diduga telah menyebabkan peningkatan besar
kasus kasus penyakit tidak menular di Indonesia, termasuk dalam hal
ini adalah hipertensi. Gaya hidup seperti faktor makanan, aktifitas fisik,
stress dan merokok juga menjadi factor yang mendukung terjadinya
hipertensi. Berdasarkan laporan hasil Riskesdas menggambarkan hampir
disemua provinsi di Indonesia, konsumsi sayuran dan buah-buahan
terggolong rendah. Serta secara nasional konsumsi makanan asin, kebiasaan
merokok, serta aktifitas fisik yang kurang, istirahat dan tingkat stressor
masih cukup tinggi prevalensinya (Nisa,2018).
Pengobatan hipertensi terdiri dari terapi farmakologis dan non
farmakologis. Terapi farmakologis dilakukan dengan pemberian obat anti
hipertensi sedangkan terapi non farmakologis diantaranya adalah gaya
hidup sehat seperti berhenti merokok, menurunkan berat badan berlebih,
latihan fisik, menurunkan asupan garam, meningkatkan asupan sayur dan
buah dan mengurangi asupan lemak. Salah satu metode pengobatan
pengurangan nyeri kepala dengan terapi non farmakologi yaitu dengan
metode relaksasi otot progresif. Teknik relaksasi otot progresif adalah
memusatkan perhatian pada suatu aktivitas otot, dengan mengidentifikasikan
otot yang tegang kemudian menurunkan ketegangan dengan melakukan
teknik relaksasi untuk mendapatkan perasaan relaks (Purwanto, 2013 dalam
Saputri 2016). Selanjutnya Berek, et al (2015) dalam penelitiannya
menemukan bahwa mengatur pernapasan yang dalam dan 53 lambat
kurang dari 10 kali per menit selama 15 menit dapat dapat menurunkan
tekanan darah sistolik sebesar 28,59 mmHg dan tekanan darah diastolic
sebesar 16, 92 mmHg. Mengatur nafas dalam dan lambat serta diet rendah
garam 12 gr/hari juga dapat menurunkan tekanan darah secara
efektif. Proses pengaturan nafas dalam dan lambat serta pengaturan diet
dapat dijadikan sebagai dasar terapi non farmakologi dan sebagai pola hidup
yang efektif untuk menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi
(Berek, 2018).
BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Defenisi operasional

No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala


Ukur

1. Faktor pola adalah jenis makanan yang Kuesioner baik >50% Ordinal
makan asin mengandung garam natrium Tidak baik
< 1 sendok teh <50%
seperti:keripik . Makanan
dan minuman dalam kaleng
seperti: sarden ,sosis,sayuran
serta buah-buahan dalam
kaleng,soft drink. Makanan
yang di awetkan
seperti:dendeng , abon, ikan
asin, udang kering, telur asin
selai kacang. Makanan yang
mengandung lemak jenuh
dan kolestrol Seperti: daging
babi mentega, makanan
bersantan, daging sapi dan
kambing dalam jumlah yang
banyak.

2. Hipertensi adalah suatu kondisi dimana Sphygmo tensi rata- Ordinal


rata
terjadinya peningkatan manomete
abnormal dari tekanan darah r raksa dan
secara terus menerus lebih stetoskop
dari satu periode dengan
peningkatan tekanan darah
sistolik lebih dari 140
mmHg dan tekanan darah
diastolik lebih dari 90
mmHg pada dua kali
pengukuran dengan selang
waktu lima menit dalam
keadaan cukup
istirahat/tenang

3.2 Jenis penelitian

Penelitian ini menggunakan design penelitian deskripsi analitik dengan


pendekatan cross sectional dimana pengumpulan data menggunakan kuesioner
yang diisi oleh responden. Desain cross sectional merupakan rancangan
penelitian yang pengukuran serta pengamatannya dilakukan bersamaan pada
satu saat (sekali waktu).

3.3 Waktu dan tempat penelitian


3.3.1 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada periode Bulan januari 2024-februari 2024.
3.3.2 Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Puskesmas X, Kecamatan Medan Area, Kota
Medan, Sumatera Utara.

3.4 Populasi dan Sampel Penelitian


3.4.1 Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah berjumlah 113 orang.
1) Kriteria Inklusi meliputi:
1. Usia reproduktif
2. yang bersedia menjadi responden
3. Yang bisa baca dan menulis
2) Kriteria Eksklusi meliput
1. Yang sedang sakit atau membutuhkan istirahat.
2. Yang tidak hadir saat penelitian.
3.4.2 Sampel Penelitian
Jumlah sampel pada penelitian ini dihitung dengan rumus Slovin, yaitu
sebagai berikut:

n= jumlah sampel

N= jumlah populasi

e= Tingkat signifikasi/kesalahan (5%)

n=N

1+ N (e)2

n = 113

1+ 113 (0,012)

n = 113

1 + 1,13

n = 113

2,13
= 53,05
= 50

Dengan demikian besar sampel pada penelitian adalah 50 orang

3.5 Teknik pengumpulan data

Pengumpulan data menggunakan kuesioner gaya hidup dan tensimeter


untuk mengukur gaya hidup dan tekanan darah pasien. Data yang
dikumpulkan adalah data primer yang dianalisis dengan menggunakan SPSS
sehingga didapatkan analisa univariat dan analisa bivariat.
3.6 Pengolahan dan Analisis data
Data yang dikumpulkan oleh peneliti lalu diolah menggunakan program
statistic computer. Tahap pengolahan data yang dilakukan sebagai berikut :
a. Editing yaitu mengecek nama dan kelengkapan identitas.
b. Coding yaitu memberi kode atau angka tertentu pada data tujuannya
agar menjadi panduan untuk menentukan skor yang didapatkan
responden.
c. Entry yaitu memasukkan data-data ke dalam program computer sesuai
dengan kode yang telah ditetapkan.
d. Cleaning yaitu mengecek Kembali data yang telah di entry untuk
mengetahui ada kesalahan atau tidak.
e. Tabulation yaitu data-data yang telah diberi kode selanjutnya dijumlah,
disusun dan disajikan dalam bentuk grafik.
Data yang telah didapatkan dari hasil kuesioner dilakukan analisis data
dengan menggunakan bantuan software SPSS-25. Analisis datanya meliputi :
a. Analisis Univariat
Analisis ini digunakan untuk memberikan gambaran umum terhadap
data hasil penelitian, seperti usia, jenis kelamin, kebiasaan makanan
asin.Data akan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.
b. Analisis bivariat
Analisa ini dilakukan untuk mengetahui kemaknaan hubungan antara
dua variable. Uji statistic yang dapat digunakan pada penelitian ini adalah
uji chi square dengan nilai p <0,05 berarti memiliki makna dan kemudian
data akan ditampilkan dalam bentuk tabel.

3.7 Alur Penelitian

Mengajukan Judul

Sampel

Kriteria Inklusi dan


kriteria eksklusi

Informed Consent

Mengisi Kuesioner

Pengolahan Data dan


Analisis Data
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian


Telah dilakukan penelitian dengan judul “Faktor Pola Makan Asin dengan
Tingkat Kejadian Hipertensi di Puskesmas X Kota Medan Tahun 2024”.
Kuesioner dibagikan pada peserta yang hadir saat penelitian yang berjumlah
50 responden.

4.2 Analisa Univariat


Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi dan Presentase Berdasarkan Faktor Pola
Makan Asin Responden
Faktor Pola Makan Jumlah %
Asin
Baik >50% 27 54,0 %
Tidak Baik <50% 23 46,0 %
Total 50 100 %

Berdasarkan tabel diatas didapati faktor pola makan asin dengan kategori
baik sebanyak 27 orang (54%) dan tidak baik sebanyak 23 orang (23%).

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi dan Presentase Tekanan Darah Responden


Tekanan Darah Jumlah %
Normal 28 56,0 %
Hipertensi 22 44,0 %
Total 50 100 %

Berdasarkan tabel diatas didapati tekanan darah dari kategori normal


sebanyak 28 orang (56%) dan hipertensi sebanyak 22 orang (44%).

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Kelamin Responden


Jenis Kelamin Jumlah %
Laki-Laki 21 42,0 %
Perempuan 29 58,0 %
Total 50 100 %

Berdasarkan tabel diatas didapati dari kategori jenis kelamin laki laki
sebanyak 21 orang (42%) dan perempuan sebanyak 29 orang (58%)

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi dan Presentase berdasarkan Usia Responden


Usia Jumlah %
Dewasa 17 34,0 %
Lansia 33 66,0 %
Total 50 100 %

Berdasarkan tabel diatas didapati dari kategori usia dewasa sebanyak 17


orang (34 %) dan lansia sebanyak 33 orang (66%).

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi dan Presentase berdasarkan Pekerjaan


Responden
Pekerjaan Jumlah %
18,0 %
Ibu rumah tangga 9
Pegawai negeri 11 22,0 %
Pegawai swasta 6 12,0 %
Wiraswasta 6 12,0 %
Lainnya 18 36,0 %
Total 50 100
Berdasarkan tabel diatas kategori pekerjaan ibu rumah tangga sebanyak 9
orang (18%), pegawai negeri sebanyak 11 orang (22%), pegawai swasta
sebanyak 6 orang (12%), wiraswasta sebanyak 6 orang (12%), lainnya
sebanyak 18 orang (36%).

4.3 Analisa Bivariat


Analisa bivariat adalah analisis yang digunakan terhadap dua variabel
berpengaruh yang di duga berhubungan ataupun berpengaruh. Analisa
bivariat ini digunakan untuk mengidentifikasi pengaruh atau hubungan antar
variabel bebas dan terikat.
Tabel 4.6 Hubungan Faktor Pola Makan Asin dengan Kejadian Hipertensi
Tekanan darah
Normal Hipertensi Total
Faktor Pola Baik >50 % 25 2 27
Makan Asin
Tidak Baik <50% 3 20 23
Total 28 22 50

Berdasarkan tabel diatas didapati dari 28 orang yang mempunyai tekanan


darah normal 25 diantaranya mempunyai kebiasaan makan asin yang baik dan
3 orang tidak. Dari 22 orang dengan tekanan darah yang tinggi 2 diantaranya
mempunyai kebiasaan makan makanan asin yang baik sedangkan 20 orang
tidak. Berdasarkan hasil uji statistic didapati nilai signfikansi sebesar 0.00
dengan p-value(<0.05) sehingga hipotesis dalam penelitian ini dapat diterima.

4.4 Pembahasan

Pada penelitian ini didapati faktor pola makan asin dengan kategori baik
sebanyak 27 orang (54%) dan tidak baik sebanyak 23 orang (23%). Pada
penelitian ini didapati tekanan darah dari kategori normal sebanyak 28 orang
(56%) dan hipertensi sebanyak 22 orang (44%).
Pada penelitian ini didapati dari kategori jenis kelamin laki laki sebanyak
21 orang (42%) dan perempuan sebanyak 29 orang (58%). Jenis kelamin juga
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tekanan darah. Berdasarkan
hasil penelitian perempuan cenderung menderita hipertensi daripada laki-laki.
Perempuan akan mengalami peningkatan risiko tekanan darah tinggi setelah
menopouse yaitu usia diatas 45 tahun. Menurut asumsi peneliti, perempuan
yang sudah mengalami menopause yang umurnya sudah memasuki usia tidak
produktif kebanyakan mengalami peningkatan atau risiko hipertensi dibanding
laki-laki pada umumnya (Hamzah, 2021).
Pada penelitian ini didapati dari kategori usia dewasa sebanyak 17 orang
(34 %) dan lansia sebanyak 33 orang (66%). Usia merupakan salah satu faktor
penting dalam mempengaruhi kesehatan seseorang, dimana semakin tua usia
maka akan di iringi juga dengan penurunan fungsi dari organ-organ dalam
tubuh salah satunya dalam mengontrol pola makan dan tekanan darah apabila
tidak di imbangi dengan gaya hidup yang tidak baik maka akan menimbulkan
berbagai penyakit kardiovaskuler akibat peningkatan tekanan darah. Semakin
bertambahnya usia lansia mereka juga akan semakin rentan mendapat penyakit
seperti hipertensi, itu karena adanya kebiasaan mengkonsumsi makanan
banyak natrium, maka dengan itu angka hipertensi lansia di wilayah kerja
Puskesmas Glugur Darat masih terbilang tinggi (Hamzah, 2021).
Pada penelitian ini didapai pekerjaan ibu rumah tangga sebanyak 9 orang
(18%), pegawai negeri sebanyak 11 orang (22%), pegawai swasta sebanyak 6
orang (12%), wiraswasta sebanyak 6 orang (12%), lainnya sebanyak 18 orang
(36%). Pekerjaan merupakan aktifitas yang dilakukan sehari-hari yang juga
dapat mempengaruhi tekanan darah dalam tubuh. Semakin sedikit pekerjaan
yang dilakukan maka semakin kurangnya aktifitas fisik meningkatkan risiko
penderita hipertensi karena meningkatkan risiko kelebihan berat badan. Orang
yang kurang melakukan aktivitas fisik juga cenderung mempunyai frekuensi
denyut jantung yang lebih tinggi sehingga otot jantungnya harus bekerja lebih
keras pada setiap kontraksi. Makin keras dan sering otot jantung harus
memompa, makin besar tekanan yang dibebankan pada arteri (Hamzah, 2021).
Hipertensi merupakan penyakit kardiovaskular yang ditandai dengan
adanya peningkatan tekanan darah sistemik sistolik diatas atau sama dengan
140 mmHg dan diastolik diatas atau sama dengan 90 mmHg pada dua kali
pengukuran dengan selang waktu 5 menit dalam keadaan cukup tenang
(istirahat).(Rahmatika 2021). Pada penelitan ini didapati dari 28 orang yang
mempunyai tekanan darah normal 25 diantaranya mempunyai kebiasaan
makan asin yang baik dan 3 orang tidak. Dari 22 orang dengan tekanan darah
yang tinggi 2 diantaranya mempunyai kebiasaan makan makanan asin yang
baik sedangkan 20 orang tidak. Berdasarkan hasil uji statistic didapati nilai
signfikansi sebesar 0.00 dengan p-value(<0.05) sehingga hipotesis dalam
penelitian ini dapat diterima. Pola makan masyarakat menunjukkan lebih
sering mengkonsumsi makanan tinggi natrium yang pada dasarnya lansia-
lansia tersebut tidak mengetahui makanan apa saja yang memicu
meningkatnya tekanan darah, yang juga sangat rentan terjadi pada lansia
karena pada usia lansia sistem kekebalan tubuh akan mengalami penuruan
fungsi dan gangguan pada pembuluh darah.
Konsumsi makanan asin atau banyaknya kandungan natrium dalam
makanan yang dikonsumsi oleh masyarakat merupakan salah satu penyebab
hipertensi. Natrium yang diserap ke dalam pembuluh darah yang berasal dari
konsumsi garam yang tinggi mengakibatkan adanya retensi air, sehingga
volume darah meningkat. Asupan natrium yang tinggi akan menyebabkan
pengeluaran berlebihan dari hormon natrioretik yang secara tidak langsung
akan meningkatkan tekanan darah (Asiah, 2021).
Garam memiliki hubungan yang sebanding dengan timbulnya hipertensi.
Semakin banyak jumlah garam dalam tubuh, maka akan terjadi peningkatan
volume plasma, curah jantung, dan tekanan darah. Di samping itu, konsumsi
garam dalam jumlah yang tinggi dapat mengecilkan diameter arteri, sehingga
jantung harus memompa lebih keras untuk mendorong volume darah yang
meningkat melalui ruang semangkin sempit akibatnya dapat menyebabkan
hipertensi (Asiah, 2021).
Hal ini sejalan dengan penelitian Elivia (2022) diperoleh p value sebesar
0,000 (lansia pada masa pandemi di Desa Wado. Data penelitian ini,
menunjukkan terdapat 25 responden dengan asupan natrium berlebih yaitu
lebih dari 1500 mg/hari. Jika dilihat dari kuantitasnya, responden dengan
asupan natrium berlebih pada responden yang memiliki hipertensi lebih besar
yaitu sebanyak 25 responden (73,5%) dibandingkan dengan asupan natrium
berlebih pada responden yang tidak hipertensi yaitu sebanyak 9 responden
(26,5%). Sedangkan responden dengan asupan natrium cukup yakni dengan 4
responden (20%) mengalami hipertensi dan 16 responden (80%) tidak
mengalami hipertensi.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah menjelaskan tujuan dan
hipotesis dari penelitian ini, maka dapat di simpulkan bahwa :
1. Adanya hubungan yang bermakna antara faktor pola makan asin dengan
kejadian hipertensi dengan signfikansi sebesar 0.00 dengan p-
value(<0.05) sehingga hipotesis dalam penelitian ini dapat diterima.
2. Terdapat 22 orang dengan tekanan darah yang tinggi 2 diantaranya
mempunyai kebiasaan makan makanan asin yang baik sedangkan 20
orang tidak.

5.2 Saran
1. Bagi Puskesmas Glugur Darat khususnya dokter agar lebih sering
dilakukan penyuluhan mengenai bahaya pola makan asin bagi hipertensi.
Dan bagi ahli gizi agar dapat di konsultasikan agar pasien dapat
memperbaiki pola makan sesuai standart diet hipertensi.
2. Bagi peneliti selanjutnya agar jumlah sampel lebih ditingkatkan dan perlu
adanya pengkajian lebih dalam tentang hubungan aktivitas lansia
terhadap penyakit hipertensi.
DAFTAR PUSTAKA

Nelwan JE, Sumampouw O. Pengaruh Penyuluhan Kesehatan Terhadap


Perubahan. Peratur Mentri. 2019;(July).

Korompis K M Bradley, Porajow G J Zwigly, and Siagian T E Iyone. 2020. “Prevalensi


Penyakit Hipertensi Pada Masa Pandemi Covid-19 Di Praktik Dokter Keluarga.”
10(2):413–16.

Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia (PERHI). 2019. “Konsensus Penatalaksanaan


Hipertensi 2019.” Indonesian Society Hipertensi Indonesia 1–90.

KASUMAYANTI, E., ZURRAHMI, Z., & MAHARANI, M. (2021). Faktor-Faktor Yang


Berhubungan Dengan Kejadian Hipertensi Usia Produktif Di Desa Pulau Jambu Wilayah Kerja
UPTD Puskesmas Kuok. Jurnal Ners, 5(1), 1-7.

Rahmatika, Aufa Fitri. 2021. “Hubungan Kebiasaan Merokok Dengan Kejadian Hipertensi.”
Jurnal Medika Hutama 8(7):706–10.

Nurhikmawati, Syatirah Rizky Ananda, Hasta Handayani Idrus, Wisudawan, and Nurfachanti
Fattah. 2020. “JUrnal Hipertensi IJH Penerbit : Yayasan Citra Cendekia Celebes.” Indonesian
Journal of Health 1(November).

Adrian SJ, Tommy. Hipertensi Esensial : Diagnosis dan Tatalaksana Terbaru pada
Dewasa. Cermin Dunia Kedokt. 2019;46(3):172-178.

D yuliana.Factors Related To Essential Hypertension In Botteng Health Center,


Kecamatan Simboro, Mamuju District 2016 Yuliana D Program Studi DIII
Kebidanan , STIKes St . 2020;3(1):21-37.
Pangaribuan R N. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Hipertensi
pada Pasien Lanjut Usia yang Berobat di Poliklinik Penyakit dalam Rumah Sakit
TK.II Putri Hijau Medan. Intergovernmental Panel on Climate Change, ed.
2020;3(1):1-30.

IGY A. Tatalaksana Farmakologi Hipertensi pada Hiperaldosteronisme Primer.


2019;46:67-73.

Marhabatsar, Nahda Syaidah, and ST. Aisyah Sijid. 2021. “Review: Penyakit Hipertensi
Pada Sistem Kardiovaskular.” Jurnal Bioligi (November):72–78.

Nugraha Y, Hardini N, Hadi P, Kedokteran F. Peningkatan Pengetahuan


Konsumsi Garam Harian Dan. Published online 2019:223-228.

Prayitnaningsih, S., Rohman, M. S., Sujuti, H., Abdullah, A. A. H., & Vierlia, W.

V. (2021). Pengaruh Hipertensi Terhadap Glaukoma. Universitas Brawijaya Press.

Sudarmin, H., Fauziah, C., & Hadiwiardjo, Y. H. (2022). Gambaran Faktor Resiko

Pada Penderita Hipertensi Di Poli Umum Puskesmas Limo Tahun 2020.

Conference.Upnvj.Ac.Id,6(2),1–8.https://conference.upnvj.ac.id/index.php/sensorik/
article/view/2084

Kartikasari, I., & Afif, M. (2021). Penatalaksanaan Hipertensi di Era Pandemi

COVID-19.Journal.Um-Surabaya.Ac.Id,72–79.http://journal.um-surabaya.ac.id/
index.php/proceedingseries/article/view/13708

Asiah, N., Majid, R., Akifah (2021). Hubungan Konsumsi Makanan Asin, Merokok,
Aktivitas Olahraga dan Stres dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia di Wilayah Kerja
Puskesmas Lepo-Lepo Kota Kendari Tahun 2020. Jurnal Wins. Vol. 02. No. 03. Hal: 82-
89.

Hamzah, B., Akbar, H., Langingi, A.R.C., Hamzah, S.R. (2021). Analisis Hubungan Pola
Makan dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia. Journal Health and Science. Vol. 05.
No. 01.

Elivia, H. N. (2022). Hubungan Pola Konsumsi Makanan dan Tindakan Pengendalian


Tekanan Darah dengan Kejadian Hipertensi Lansia di Masa Pandemi (Studi Kasus Usia
60-70 Tahun). Nutrition Research and Development Journal. Vol. 02. No. 03.
Lampiran Hasil SPSS

SPSS

faktor pola makan asin


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid baik >50% 27 54.0 54.0 54.0
tidak baik <50% 23 46.0 46.0 100.0
Total 50 100.0 100.0

tekanan darah
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid normal 28 56.0 56.0 56.0
hipertensi 22 44.0 44.0 100.0
Total 50 100.0 100.0

jenis kelamin
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
21 42.0 42.0 42.0
29 58.0 58.0 100.0
50 100.0 100.0
usia
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Dewasa 17 34.0 34.0 34.0
Lansia 33 66.0 66.0 100.0
Total 50 100.0 100.0

pekerjaan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid ibu rumah tangga 9 18.0 18.0 18.0
pegawai negeri 11 22.0 22.0 40.0
pegawai swasta 6 12.0 12.0 52.0
wiswasta 6 12.0 12.0 64.0
lainnya 18 36.0 36.0 100.0
Total 50 100.0 100.0

faktor pola makan asin * tekanan darah Crosstabulation


Count
tekanan darah
normal hipertensi Total
faktor pola makan asin baik >50% 25 2 27
tidak baik <50% 3 20 23
Total 28 22 50

Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 31.897a 1 .000
Continuity Correctionb 28.750 1 .000
Likelihood Ratio 36.522 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear Association 31.259 1 .000
N of Valid Cases 50
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10.12.
b. Computed only for a 2x2 table

Lampiran Kuesioner

Pertanyaan kuesioner (isi lah pertanyaan dibawah ini pengalam bapak ibu
dalam 1 bulan terakhir)
1. Apakah Anda suka makan makanan Kaleng (sarden, cornet) ≤ 3 kali dalam
seminggu?
2. Apakah Anda suka makan asinan buah ≤ 3 kali dalam seminggu?
3. Apakah Anda suka makan ikan asin(teri, gembung,cumi) 3 kali dalam
seminggu?
4. Apakah Anda suka makan makanan gorengan ≤3 kali dalam seminggu?
5. Apakah Anda suka makan mie instant lebih dari 3 kali dalam seminggu?
6. Apakah Anda suka makan makanan asin, sebutkan………( lebih dari 3
kali dalam seminggu
Lampiran Uji Valisitas dan Reabilitas Kuesioner

Jumlah r r-tabel keterangan Alpa Keterangan


pertanyaan Product (n=30) cronbach’s
moment
P1 0,779465 0,361 Valid
P2 0,875085 0,361 Valid
P3 0,562124 0,361 Valid
P4 0,731004 0,361 Valid 0,820 Reliabel
P5 0,646936 0,361 Valid
P6 0,767731 0,361 Valid

Correlations
Q1 Q2 Q3 Q4 Q5 Q6 TOTAL
Q1 Pearson Correlation 1 .750** .377* .374* .322 .421* .779**
Sig. (2-tailed) .000 .040 .041 .083 .020 .000
N 30 30 30 30 30 30 30
** ** ** **
Q2 Pearson Correlation .750 1 .541 .498 .324 .614 .875**
Sig. (2-tailed) .000 .002 .005 .081 .000 .000
N 30 30 30 30 30 30 30
* **
Q3 Pearson Correlation .377 .541 1 .236 .115 .080 .562**
Sig. (2-tailed) .040 .002 .209 .544 .675 .001
N 30 30 30 30 30 30 30
Q4 Pearson Correlation .374* .498** .236 1 .535** .661** .731**
Sig. (2-tailed) .041 .005 .209 .002 .000 .000
N 30 30 30 30 30 30 30
Q5 Pearson Correlation .322 .324 .115 .535** 1 .716** .647**
Sig. (2-tailed) .083 .081 .544 .002 .000 .000
N 30 30 30 30 30 30 30
* ** ** **
Q6 Pearson Correlation .421 .614 .080 .661 .716 1 .768**
Sig. (2-tailed) .020 .000 .675 .000 .000 .000
N 30 30 30 30 30 30 30
** ** ** ** ** **
TOTAL Pearson Correlation .779 .875 .562 .731 .647 .768 1
Sig. (2-tailed) .000 .000 .001 .000 .000 .000
N 30 30 30 30 30 30 30
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.820 6

Anda mungkin juga menyukai