Anda di halaman 1dari 52

PREVALENSI ANGKA KEJADIAN

HIPERTENSI DI KLINIK TJAKRA


TAHUN 2017 JAKARTA TIMUR

DISUSUN OLEH :

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA

JAKARTA

1
BAB I
Pendahuluan

1.1.Latar Belakang

. Keberhasilan pemerintah dalam Pembangunan Nasional telah berhasil


mewujudkan kemajuan diberbagai bidang, kemajuan di bidang kesehatan
berdampak pada peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Hal ini ditandai
dengan berkurangnya angka kejadian penyakit serta meningkatnya angka
harapan hidup. Perubahan tingkat kesehatan tersebut memicu transisi
epidemiologi penyakit yaitu penyakit degeneratif atau penyakit tidak menular.
Salah satu penyakit tidak menular adalah hipertensi atau tekanan darah tinggi
Sampai saat ini, hipertensi masih merupakan tantangan besar di Indonesia.
Betapa tidak, hipertensi merupakan kondisi yang sering ditemukan pada
pelayanan kesehatan primer kesehatan. Hal itu merupakan masalah kesehatan
dengan prevalensi yang tinggi, yaitu sebesar 25,8%, sesuai dengan data
Riskesdas 2013. Di samping itu, pengontrolan hipertensi belum adekuat
meskipun obat-obatan yang efektif banyak tersedia.1,2
Definisi Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan
darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90
mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam
keadaan cukup istirahat/tenang. Peningkatan tekanan darah yang berlangsung
dalam jangka waktu lama (persisten) dapat menimbulkan kerusakan pada ginjal
(gagal ginjal), jantung (penyakit jantung koroner) dan otak (menyebabkan
stroke) bila tidak dideteksi secara dini dan mendapat pengobatan yang
memadai. Banyak pasien hipertensi dengan tekanan darah tidak terkontrol dan
jumlahnya terus meningkat. Oleh karena itu, partisipasi semua pihak, baik
dokter dari berbagai bidang peminatan hipertensi, pemerintah, swasta maupun
masyarakat diperlukan agar hipertensi dapat dikendalikan.2

2
Menurut American Heart Association {AHA}, penduduk Amerika yang
berusia diatas 20 tahun menderita hipertensi telah mencapai angka hingga 74,5
juta jiwa, namun hampir sekitar 90-95% kasus tidak diketahui penyebabnya.
Hipertensi dikategorikan penyakit degeneratif, sebagai the silent disease atau
the silent killer karena penderita tidak mengetahui dirinya mengidap hipertensi
atau tidak mengetahui sebelum memeriksakan tekanan darahnya. Insiden
hipertensi meningkat seiring bertambahnya usia. Faktor- faktor yang dapat
memperbesar risiko atau kecenderungan seseorang menderita hipertensi,
diantaranya ciri-ciri individu seperti umur, jenis kelamin dan suku, faktor
genetik serta faktor lingkungan yang meliputi obesitas, stres, konsumsi garam,
merokok, konsumsi alkohol, dan sebagainya.2 Beberapa faktor yang mungkin
berpengaruh terhadap timbulnya hipertensi biasanya tidak berdiri sendiri, tetapi
secara bersama-sama sesuai dengan teori mozaik pada hipertensi esensial.3
Teori tersebut menjelaskan bahwa terjadinya hipertensi disebabkan oleh
beberapa faktor yang saling mempengaruhi, dimana faktor utama yang berperan
dalam patofisiologi adalah faktor genetik dan paling sedikit tiga faktor
lingkungan yaitu asupan garam, stres, dan obesitas Bahaya hipertensi yang tidak
dapat dikendalikan dapat menimbulkan komplikasi yang berbahaya, seperti
penyakit jantung koroner, stroke, ginjal dan gangguan penglihatan. Kematian
akibat hipertensi menduduki peringkat atas daripada penyebab-penyebab
lainnya.1,3
Hipertensi kini menjadi masalah global karena prevalensinya yang terus
meningkat dan kian hari semakin mengkawatirkan, diperkirakan pada tahun
2025 sekitar 29% orang dewasa di seluruh dunia akan menderita hipertensi
(Depkes RI, 2006). Prevalensi hipertensi pada penduduk umur 18 tahun ke atas
tahun 2007 di Indonesia adalah sebesar 31,7%. Menurut provinsi, prevalensi
hipertensi tertinggi di Kalimantan Selatan (39,6%) dan terendah di Papua Barat
(20,1%). Sedangkan jika dibandingkan dengan tahun 2013 terjadi penurunan
sebesar 5,9% (dari 31,7% menjadi 25,8%). Penurunan ini bisa terjadi berbagai
macam faktor, seperti alat pengukur tensi yang berbeda, masyarakat yang sudah
mulai sadar akan bahaya penyakit hipertensi. Prevalensi tertinggi di Provinsi

3
Bangka Belitung (30,9%), dan Papua yang terendah (16,8)%). Prevalensi
hipertensi di Indonesia yang didapat melalui kuesioner terdiagnosis tenaga
kesehatan sebesar 9,4 persen, yang didiagnosis tenaga kesehatan atau sedang
minum obat sebesar 9,5 persen. Jadi, ada 0,1 persen yang minum obat sendiri.
Berdasarkan data dari WHO, di seluruh dunia, sekitar 972 juta orang atau 26,4%
penghuni bumi mengidap hipertensi, angka ini kemungkinan akan meningkat
menjadi 29,2% di tahun 2025. Dari 972 juta pengidap hipertensi, 333 juta
berada di Negara maju dan 639 sisanya berada di Negara sedang berkembang,
termasuk Indonesia.3,4 .Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi dua
golongan yaitu hipertensi esensial yang tidak diketahui penyebabnya dan
hipertensi sekunder yang diketahui penyebabnya seperti gangguan ginjal,
gangguan hormon, dan sebagainya. Jumlah penderita hipertensi esensial sebesar
90-95%, sedangkan jumlah penderita hipertensi sekunder sebesar 5-10%.1,5
Proporsi penderita penyakit kardiovaskuler yang dirawat di rumah sakit di
Indonesia terus meningkat dari 2,1% di tahun 1990 menjadi 6,8% di tahun 2001.
Penelitian yang dilakukan Misbach (2001) dalam melihat faktor risiko penyakit
kardiovaskuler akibat hipertensi, menunjukan tekanan darah.5
Adanya peningkatan kejadian hipertensi, secara teori tidak terlepas dari
faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi, sehingga di perlukan
upaya analisis lebih lanjut terhadap faktor-faktor yang berhubungan dengan
kejadian hipertensi. Hal inilah yang melatarbelakangi penulis untuk melakukan
penelitian mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan tekanan darah di
KLINIK TJAKRA

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, masalah yang dapat dirumuskan adalah
untuk merumuskan pertanyaan penelitian, yaitu bagaimana gambaran pasien

4
penyakit hipertensi dan untuk mengetahui prevalensi angka kejadian Hipertensi
di Klinik Tjakra Jakarta Timur

1.3. Tujuan Umum


Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran pasien
penyakit hipertensi di Klinik Tajkra Jakarta Timur

1.4. Tujuan Khusus


Yang menjadi tujuan khusus penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui gambaran pasien penyakit hipertensi berdasarkan
jenis kelamin pasien hipertensi di Kinik Tjakra pada periode Juli 2017
sampai dengan Desember 2017
2. Untuk mengetahui gambaran pasien penyakit hipertensi berdasarkan
usia pasien hipertensi di Klinik Tjakra pada periode Juli 2017 sampai
dengan Desember 2017.
3. Untuk mengetahui gambaran pasien penyakit hipertensi berdasarkan
etnis/suku pasien hipertensi di Klinik Tjakra pada periode Juli 2017 sampai
dengan Desember 2017

1.5.Tujuan Khusus
Hasil penelitian ini diharapkan dapat member manfaat bagi :
1. Subjek penelitian Bagi subjek penelitian, diharapkan hasil penelitian ini
dapat menambah pengetahuan mengenai tekanan darah terhadap pasien
hipertensi.
2. Masyarakat Bagi masyarakat, diharapkan hasil penelitian ini dapat
member informasi pada masyarakat tentang tekanan darah terhadap
pasien hipertensi.
3. Peneliti Bagi peneliti
Diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah pemahaman peneliti
mengenai tekanan darah terhadap pasien hipertensi dan penerapan
secara langsung teori pembuatan karya tulis ilmiah sesuai teori yang

5
diajarkan sewaktu kuliah, serta menjadi syarat untuk mendapat gelar
serjana kedokteran dari Fakultas Kedokteran Universitas Kristen
Indonesia
4. Institusi Pendidikan
Bagi institusi pendidikan, diharapkan hasil penelitian ini dapat
menambah studi kepustakaan dan diharapkan menjadi suatu masukan
yang berarti dan bermanfaat bagi mahasiswa pada bidang kesehatan di
Universitas Kristen Indonesia

6
BAB II
Tinjauan Pustaka

II. 1. Landasan Teori


Hipertensi telah menjadi masalah kesehatan masyarakat yang utama
di negara-negara maju serta di beberapa negara-negara berkembang.
Indonesia sebagai salah satu negara berkembang juga menghadapi masalah
ini. Semakin meningkatnya arus globalisasi di segala bidang, telah
membawa banyak perubahan pada perilaku dan gaya hidup masyarakat di
Indonesia, termasuk dalam pola konsumsi makanan keluarga. Perubahan
tersebut tanpa disadari telah memberi pengaruh terhadap terjadinya transisi
epidemiologi dengan semakin meningkatnya kasus-kasus hipertensi di
Indonesia.1,6,7

Hipertensi dilihat dari segi klinis, merupakan penyakit yang umum,


asimptomatis, mudah dideteksi dan mudah ditangani jika dikenali secara
dini. Namun, hipertensi dapat menyebabkan komplikasi-komplikasi yang
mematikan jika tidak ditangani.2,7

WHO mencatat pada tahun 2013 sedikitnya sejumlah 972 juta kasus
2 Hipertensi, diperkirakan menjadi 1,15 milyar kasus pada tahun 2025 atau
sekitarn 29% dari total penduduk dunia menderita hipertensi, dimana 333
juta berada di negara maju dan 639 sisanya berada dinegara
berkembang.termasuk Indonesia, Hipertensi juga menempati peringkat ke 2
dari 10 penyakit terbanyak pada pasien rawat jalan dirumah sakit di
Indonesia. penderitanya lebih banyak wanita (30%) dan pria (29% )sekitar
80 % kenaikan kasus hipertensi terjadi terutama dinegara berkembang.
Menurut National basic health survey prevalensi hipertensi diindonesia
pada kelompok usia 15 - 24 tahun adalah 8,7% pada kelompok usia 25 - 34
tahun adalah 14,7%, kelompok umur 35 - 44 tahun 24,8% usia 45 - 54 tahun
35,6%,usia 55 - 64 tahun 45,9% untuk usia 65 - 74 tahun57,6% sedangkan

7
lebih dari 75 tahun adalah 63,8%, dengan prevalensi yang tinggi tersebut
hipertensi yang tidak disadari jumlahnya bisa lebih tinggi lagi.hal ini terjadi
karena hipertensi dan komplikasinya jumlahnya jauh lebih sedikit dari pada
hipertensi yang tidak ada gejala

Berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah, prevalensi hipertensi


pada penduduk umur 18 tahun ke atas tahun 2007 di Indonesia adalah
sebesar 31,7%. Menurut provinsi, prevalensi hipertensi tertinggi di
Kalimantan Selatan (39,6%) dan terendah di Papua Barat (20,1%).
Sedangkan jika dibandingkan dengan tahun 2013 terjadi penurunan sebesar
5,9% (dari 31,7% menjadi 25,8%). Penurunan ini bisa terjadi berbagai
macam faktor, seperti alat pengukur tensi yang berbeda, masyarakat yang
sudah mulai sadar akan bahaya penyakit hipertensi. Prevalensi tertinggi di
Provinsi Bangka Belitung (30,9%), dan Papua yang terendah (16,8)%).
Prevalensi hipertensi di Indonesia yang didapat melalui kuesioner
terdiagnosis tenaga kesehatan sebesar 9,4 persen, yang didiagnosis tenaga
kesehatan atau sedang minum obat sebesar 9,5 persen. Jadi, ada 0,1 persen
yang minum obatsendiri.

Balas ambang sistole ~140mmHg, diastole ~90mmHg Sumber: Riskesdas 2007, Riskesdas 2013, Balitbangkes, Kemenkes

8
Tabel 1. 5 Provinsi dengan Prevalensi Hi ertensi Tertinggi dalam Jumlah Absolut
(Jiwa)

berdasarkan estimasi penduduk sasaran program pembangunan kesehatan tahun 2014, Pusdatin

Tabel 2. 5 Provinsi dengan Prevalensi Hipertensi Terendah dalam Jumlah


Absolut (Jiwa)

berdasarkan estimasi penduduk sasaran program pembangunan kesehatan tahun 2014, Pusdatin

Gambar. Prevalensi Hipertensi Berdasarkan Jenis Kelamin

Sumber: Riskesdas 2007 & 2013, Balitbangkes, Kemenkes

9
II. 2. DEFINISI HIPERTENSI
Secara umum, pengertian hipertensi adalah tekanan darah yang
tinggi. Oleh karena itu, untuk dapat memahami hipertensi, maka diperlukan
pengertian mengenai tekanan darah. Tekanan darah adalah suatu ukuran
dari kekuatan darah yang menekan dinding pembuluh darah. Tekanan darah
yang digunakan sebagai batasan dalam menentukan penyakit hipertensi
adalah tekanan darah arteri. Jadi, hipertensi adalah tingginya tekanan darah
yang dilihat dari kekuatan darah dalam menekan dinding pembuluh darah
arteri.8

Pengukuran tekanan darah arteri yang umumnya menggunakan


sphygmomanometer dan stetoskop akan menghasilkan dua buah angka hasil
pencatatan, yaitu tekanan darah sistol dan tekanan darah diastol. Angka
pertama yang lebih besar nilainya, menunjukkan tekanan darah sistol.
Tekanan darah sistol merupakan tekanan darah terhadap dinding arteri
ketika jantung sedang berkontraksi memompa darah. Angka kedua yang
lebih kecil nilainya, menunjukkan tekanan darah diastol. Tekanan darah
diastol merupakan tekanan darah terhadap dinding arteri ketika jantung
sedang berelaksasi di antara dua kontraksi. Tekanan darah diastol juga
menggambarkan keadaan elastisitas dinding arteri.4 Tekanan darah diastol
akan menurun setelah usia 50an oleh karena elastisitas dinding arteri yang
berkurang.9

Pencatatan nilai tekanan darah sistol dilakukan terlebih dahulu dan


kemudian nilai tekanan darah diastol. Kedua angka ini dipisahkan oleh
sebuah garis miring. Sebagai contoh, tekanan darah sistol sebesar 120
mmHg dan tekanan darah diastol sebesar 80 mmHg akan dicatat sebagai
120/80 mmHg.9

Oleh karena tidak ada garis batas yang tegas antara tekanan darah
yang normal dengan tekanan darah yang tinggi, definisi hipertensi
ditetapkan berdasarkan kesepakatan yang mempertimbangkan risiko
komplikasi penyakit kardiovaskular pada beberapa tingkat tekanan darah.

10
Tekanan darah sistol/diastol sebesar 120/80 ditetapkan sebagai batas
tekanan darah yang normal. Hal ini didapatkan dengan mempertimbangkan
bahwa kenaikan risiko penyakit kardiovaskular pada orang-orang
bertekanan darah di bawah 115/75 mmHg tidak terlalu signifikan
dibandingkan dengan orang-orang bertekanan darah di atas nilai tersebut.8,9

Joint National Committee (JNC) (sebuah komite yang menyediakan


panduan mengenai pencegahan, deteksi, evaluasi dan penanganan
hipertensi), dalam laporannya yang ke-7, membuat sistem klasifikasi
hipertensi sebagai berikut:10

Tabel 1. Klasifikasi Hipertensi pada Orang Dewasa (18 tahun ke atas)

Tabel 2. Klasifikasi hipertensi menurut WHO

11
Tabel. Klasifikasi Hipertensi Hasil Konsensus Perhimpunan Hipertensi Indonesi

Prehipertensi bukan merupakan kategori penyakit, namun lebih


merupakan penanda yang dipilih untuk mengidentifikasi individu-individu
yang berisiko tinggi menjadi hipertensi. Kategori ini diperlukan untuk
meningkatkan kewaspadaan para klinikus dan juga pasien sehingga
tindakan-tindakan pencegahan hipertensi dapat dilakukan secara dini.
Pasien yang berada dalam kategori ini bukan merupakan kandidat untuk
mendapatkan terapi farmakologis, namun perlu disarankan untuk mengubah
pola hidupnya untuk mengurangi risiko terkena hipertensi.10,11

Penanganan hipertensi berdasarkan klasifikasi yang dibuat JNC VII


tidak mengelompokkan individu-individu berdasarkan ada tidaknya
indikasi-indikasi tertentu (faktor risiko lain atau kerusakan organ target).
Pasien-pasien hipertensi yang memiliki indikasi-indikasi tertentu akan
dibahas pada bagian lain dari makalah ini. JNC VII menyarankan agar
semua orang dengan hipertensi (stage 1 dan stage 2) ditangani dengan
pemberian obat. Tujuan pemberian obat pada penderita hipertensi adalah
agar tekanan darahnya <140/90 mmHg. Sedangkan tujuan penanganan
pasien yang berada dalam kategori prehipertensi adalah menurunkan
tekanan darah hingga normal dan mencegah kenaikan tekanan darah yang
lebih lanjut dengan cara perubahan pola hidup.11

12
II.3. ETIOLOGI, PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI HIPERTENSI

Hipertensi dengan penyebab yang tidak diketahui dinamakan


hipertensi primer, esensial atau idiopatik. Hipertensi primer ini merupakan
85% dari kasus hipertensi. Pada sebagian kecil sisanya, penyebab
hipertensinya diketahui. Hipertensi ini dinamakan hipertensi sekunder.12

Definisi inilah yang terkadang menyulitkan para klinisi dalam


membedakan kedua golongan tersebut. Penyebab yang tidak diketahui,
suatu saat, seiring dengan kemajuan zaman akan diketahui sedikit demi
sedikit. Selama proses perkembangan ilmu pengetahuan akan terdapat
kesulitan dalam membedakan kedua golongan tersebut, karena batas antara
penyebab yang tidak diketahui dan penyebab yang diketahui menjadi tidak
jelas.

Saat ini, jika penyebab hipertensi adalah suatu kelainan organ


struktural atau gen yang spesifik, maka dimasukkan ke dalam golongan
hipertensi sekunder. Namun, jika penyebab hipertensi adalah kelainan-
kelainan yang umum dan fungsional, maka dimasukkan ke dalam golongan
hipertensi primer.

Berikut akan dijelaskan mengenai etiologi, patogenesis dan


patofisiologi dari hipertensi primer dan sekunder. 13

II.3.1. Hipertensi Primer

Hipertensi Primer atau hipertensi esensial adalah hipertensi yang


penyebabnya tidak diketahui secara pasti atau idiopatik. Kesulitan dalam
menemukan mekanisme yang bertanggung jawab atas terjadinya hipertensi
primer adalah banyaknya sistem yang terlibat dalam pengaturan tekanan
darah. Sistem saraf adrenergik baik sentral maupun perifer, sistem
pengaturan ginjal, sistem pengaturan hormon dan pembuluh darah adalah
sistem-sistem yang mempengaruhi tekanan darah. Sistem-sistem ini saling
mempengaruhi dengan susunan yang kompleks dan dipengaruhi oleh gen-
gen tertentu.14

13
Faktor-faktor yang mempengaruhi sistem-sistem tersebut erat
kaitannya dalam membicarakan etiologi, patogenesis dan patofisiologi dari
hipertensi. Faktor-faktor yang diketahui memiliki pengaruh antara lain
adalah faktor-faktor lingkungan seperti asupan natrium, obesitas, pekerjaan,
asupan alkohol, besar keluarga dan keramaian penduduk. Faktor-faktor ini
telah diasumsikan sebagai faktor yang berperan penting dalam peningkatan
tekanan darah seiring bertambahnya usia setelah membandingkannya antara
kelompok masyarakat yang lebih banyak terpapar dengan yang lebih sedikit
terpapar dengan faktor-faktor tersebut.14

Faktor genetik atau faktor keturunan juga memiliki pengaruh


terhadap kejadian hipertensi karena sistem-sistem yang mempengaruhi
tekanan darah diatur oleh gen. Hipertensi merupakan salah satu kelainan
genetik kompleks yang paling umum ditemukan dan diturunkan pada rata-
rata 30% keturunannya. Namun, faktor keturunan ini dipengaruhi oleh
penyebab-penyebab yang multifaktorial sehingga setiap kelainan genetik
yang berbeda dapat memiliki manifestasi hipertensi sebagai salah satu
ekspresi fenotipnya.15

Berdasarkan hal di atas dan penelitian-penelitian di bidang tersebut,


maka faktor-faktor seperti usia, ras, jenis kelamin, merokok, asupan
alkohol, kolesterol serum, intoleransi glukosa dan berat badan dapat
mempengaruhi prognosis dari hipertensi. Semakin muda seseorang
mengetahui kelainan hipertensinya, semakin besar umur harapan hidup
orang tersebut.14

Etnis seseorang juga mempunyai pengaruh terhadap kejadian


hipertensi, namun penelitian mengenai hubungan etnis dan kejadian
hipertensi menghasilkan hasil yang beragam. Hal ini disebabkan, karena
selain faktor etnis, terdapat juga faktor lingkungan dan faktor perilaku yang
ikut mempengaruhi kejadian hipertensi. Sehingga penelitian terhadap etnis
yang sama di tempat yang berbeda, menghasilkan data yang berbeda. Secara
umum, banyak penelitian yang menunjukkan kejadian hipertensi lebih

14
banyak terjadi pada etnis Afro-Karibia dan Asia Selatan dibandingkan
dengan etnis kulit putih.15

Aterosklerosis merupakan penyakit yang sering ditemukan


bersamaan dengan hipertensi dan memiliki hubungan timbal balik positif.
Tekanan darah yang tinggi akan memberikan beban terhadap dinding
pembuluh darah dan melalui proses yang kronis, tekanan berlebih ini akan
menyebabkan kerusakan pada dinding pembuluh darah. Kerusakan dinding
arteri ini merupakan pencetus terjadinya proses aterosklerosis.
Aterosklerosis sendiri akan menyebabkan hipertensi jika terjadi secara
menyeluruh di pembuluh darah sistemik. Maka, bukanlah hal yang tidak
wajar, jika faktor-faktor risiko yang mempengaruhi kejadian aterosklerosis
seperti tingginya kadar kolesterol serum, intoleransi glukosa dan kebiasaan
merokok juga mempengaruhi kejadian hipertensi.3,9

Gambar 1. Alur hipotetis hipertensi primer11

15
II.3.2. Hipertensi Sekunder

Seperti telah disebutkan sebelumnya, hipertensi sekunder


merupakan hipertensi dengan penyebab yang dapat diidentifikasi.
Walaupun hipertensi sekunder lebih sedikit, namun penyakit ini perlu
mendapat perhatian lebih oleh karena :16

(1) Terapi terhadap penyebab dapat menyembuhkan hipertensi

(2) Hipertensi sekunder dapat menjadi penghubung dalam memahami


etiologi dari hipertensi primer.

Penyebab-penyebab dari hipertensi sekunder adalah kelainan ginjal,


kelainan endokrin, koartasi aorta dan juga obat-obatan. Penyebab-penyebab
tersebut akan dibicarakan pada bagian berikut.17

II.3.2.1 Kelainan Ginjal

Hipertensi yang diakibatkan oleh kelainan ginjal dapat berasal dari


perubahan sekresi zat-zat vasoaktif yang menghasilkan perubahan tonus
dinding pembuluh darah atau berasal dari kekacauan dalam fungsi
pengaturan cairan dan natrium yang mengarah pada meningkatnya volume
cairan intravaskular. Pembagian lebih lanjut dari kelainan ginjal yang
menyebabkan hipertensi adalah kelainan renovaskular dan kelainan
parenkim ginjal.

Kelainan renovaskular disebabkan oleh rendahnya perfusi dari


jaringan ginjal oleh karena stenosis yang terjadi pada arteri utama atau
cabangnya yang utama. Hal ini menyebabkan sistem renin-angiotensin
teraktivasi. Angiotensin II yang merupakan produk dari sistem renin-
angiotensin, akan secara langsung menyebabkan vasokonstriksi atau secara
tidak langsung melalui aktivasi sistem saraf adrenergik. Selain itu
angiotensin II juga akan merangsang sekresi aldosteron yang
mengakibatkan terjadinya retensi natrium.

16
Aktivasi sistem renin-angiotensin juga merupakan penjelasan dari
hipertensi yang diakibatkan kelainan parenkim ginjal. Perbedaannya adalah
penurunan perfusi jaringan ginjal pada kelainan parenkim ginjal disebabkan
oleh peradangan dan proses fibrosis yang mempengaruhi banyak pembuluh
darah kecil di dalam ginjal.17

III.3.2.2. Kelainan Endokrin

Kelainan endokrin dapat menyebabkan hipertensi. Hal ini


disebabkan banyak hormon-hormon yang mempengaruhi tekanan darah.
Beberapa kelainan endokrin ini antara lain adalah :15

1. Hiperaldosteronism primer

2. Cushing syndrome

3. Pheochromocytoma

4. Akromegali

5. Hiperparatiroid

II. 3.2.3.Koartasi Aorta

Hipertensi yang disebabkan oleh koartasi aorta dapat berasal dari


vasokonstriksi pembuluh darah itu sendiri atau perubahan pada perfusi
ginjal. Perubahan perfusi ginjal ini akan menghasilkan bentuk hipertensi
renovaskular yang tidak umum.17

II.3.2.4. KOMPLIKASI DAN MANIFESTASI HIPERTENSI

Penderita hipertensi umumnya meninggal pada usia yang lebih


muda dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki hipertensi. Penyebab
kematiannya yang paling sering adalah akibat penyakit jantung, stroke atau
gagal ginjal. Hipertensi juga dapat menyebabkan kebutaan akibat
retinopati.3

17
III.3.2.4.1. Efek pada Jantung

Pembesaran jantung ini lama-kelamaan akan mengakibatkan gejala-


gejala dan tanda-tanda gagal jantung mulai tampak. Angina pektoris juga
dapat terjadi pada penderita hipertensi yang disebabkan oleh karena
kombinasi dari kelainan pembuluh darah koroner dan peningkatan
kebutuhan oksigen sebagai akibat dari peningkatan massa jantung. Iskemia
dan infark miokard akan terjadi pada tahap lanjut dari perjalanan penyakit
yang dapat mengakibatkan kematian.17

III.3.2.4.2.Efek Neurologis

Efek neurologis jangka panjang dari hipertensi dapat dibagi menjadi


efek pada sistem saraf pusat dan efek pada retina. Oklusi atau perdarahan
merupakan penyebab dari timbulnya efek-efek neurologis ini. Infark
serebral merupakan akibat dari proses aterosklerosis (oklusi) yang sering
ditemukan pada pasien hipertensi. Sedangkan perdarahan serebral adalah
hasil dari peningkatan tekanan darah yang kronis sehingga mengakibatkan
terjadinya mikroaneurisma. Mikroaneurisma ini sewaktu-waktu dapat
pecah dan menimbulkan perdarahan.

Retinopati akibat hipertensi dapat disebabkan oleh efek-efek seperti


penyempitan tak teratur dari arteriol retina atau perdarahan pada lapisan
serat saraf dan lapisan pleksiform luar.

Sakit kepala yang sering terjadi di pagi hari, pusing, vertigo, tinnitus,
pingsan dan penglihatan kabur merupakan gejala-gejala hipertensi yang
berasal dari efek neurologis. Efek neurologis paling berbahaya adalah
kematian dan kebutaan yang merupakan dua hal yang paling ditakutkan
terjadi pada penderita hipertensi.17

II.3.2.4.3.Efek pada Ginjal

Aterosklerosis yang terjadi pada arteriol aferen dan eferen serta


kapiler glomerulus merupakan penyebab yang paling umum dari kelainan

18
ginjal oleh karena hipertensi. Akibatnya adalah terjadi penurunan laju
filtrasi glomerulus dan juga disfungsi dari tubulus ginjal. Proteinuria dan
hematuria mikroskopis terjadi oleh karena kerusakan glomerulus. Kematian
oleh karena hipertensi, 10% di antaranya diakibatkan oleh gagal ginjal.18

III.4. PENANGANAN HIPERTENSI

III.4.1. Prinsip Penanganan

Prinsip penanganan hipertensi adalah mengusahakan agar tekanan


darah penderita tetap di dalam batas normal dan jika terjadi kenaikan seiring
dengan bertambahnya usia, maka kenaikannya tersebut tidak terlalu tinggi.
Hal ini dilakukan agar risiko morbiditas dan mortalitas akibat penyakit
kardiovaskular dan penyakit ginjal dapat dikurangi. Target tekanan darah
yang harus dicapai adalah <140/90 mmHg. Pada penderita diabetes dan
penyakit ginjal, targetnya lebih rendah, yaitu <130/80 mmHg.15

Penelitian-penelitian menunjukkan, bahwa penanganan hipertensi


mempunyai keuntungan seperti

(1) Mengurangi insidensi kasus stroke rata-rata sebesar 35-40%.


(2) Mengurangi insidensi infark miokard rata-rata sebesar 20-25%.
(3) Mengurangi insidensi gagal jantung rata-rata >50%.
Penanganan hipertensi dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan
memperbaiki pola hidup dan dengan terapi farmakologis. Perbaikan pola
hidup perlu dilakukan, terutama jika penderita sudah termasuk dalam
kategori prehipertensi. Sedangkan pada penderita yang sudah mencoba
perubahan pola hidup tetapi tetap gagal mencapai target (<140/90 mmHg) ,
maka terapi farmakologi perlu dimulai.

19
Pada kebanyakan penderita hipertensi, terutama yang berusia di atas
50 tahun, mengurangi tekanan darah sistol lebih sulit daripada mengurangi
tekanan darah diastol. Oleh karena itu, tekanan darah sistol harus menjadi
perhatian utama dalam menangani hipertensi.16

II.4.1.1.Perbaikan Pola Hidup

Terapi nonfarmakologis dengan modifikasi gaya hidup terdiri dari :

1. Menghentikan merokok
2. Menurunkan berat badan berlebih
3. Menurunkan konsumsi lkohol berlebih
4. Latihan fisik
5. Menurunkan asupan garam
6. Meningkatkan konsumsi buah dan sayur serta menurunkan asupan lemak.
Penerapan pola hidup sehat oleh semua orang merupakan hal yang
penting untuk pencegahan hipertensi dan merupakan bagian yang tidak
boleh dilupakan dalam penanganan penderita hipertensi. Penurunan berat
badan sebesar 4,5 kg saja sudah dapat mengurangi tekanan darah, walaupun
yang diutamakan adalah pencapaian berat badan yang ideal. Tekanan darah
juga dapat dikendalikan dengan penerapan pola makan yang dibuat oleh
DASH (Dietary Approaches to Stop Hypertension). Pola makan yang baik
menurut DASH adalah diet kaya akan buah-buahan, sayur-sayuran dan
produk susu yang rendah lemak(lowfat). Asupan natrium juga harus dibatasi
agar tidak lebih dari 100 mmol per hari (2,4 gr natrium). Semua orang yang
mampu sebaiknya melakukan aktivitas fisik aerobik yang teratur seperti
jalan cepat sekurang-kurangnya 30 menit setiap hari. Asupan alkohol harus
dibatasi agar tidak lebih dari 1 ons (30mL) etanol per hari untuk pria.
Sedangkan untuk wanita dan orang yang berat badannya ringan, dibatasi
agar tidak lebih dari 0,5 ons (15ml) etanol per hari.16

II.4.1.2.Terapi Farmakologis

20
Ada berbagai macam obat antihipertensi yang tersedia. Tabel 2
memuat daftar obat-obat yang biasanya digunakan sebagai obat
antihipertensi. Dosis dan frekuensi pemberiannya juga tertera.17

Lebih dari 2/3 penderita hipertensi tidak dapat dikendalikan dengan


hanya satu obat saja dan membutuhkan dua atau lebih kombinasi obat
antihipertensi dari kelas yang berbeda. Diuretik merupakan obat yang
direkomendasikan sebagai obat yang pertama kali diberikan, jika penderita
hipertensi memerlukan terapi farmakologis, kecuali jika terdapat efek
samping.19

Semua obat antihipertensi bekerja pada salah satu atau lebih tempat
pengaturan tekanan darah berikut:10

1. Resistensi arteriol

2. Kapasitansi venule

3. Pompa jantung

4. Volume darah

Obat-obat antihipertensi tersebut juga dapat diklasifikasikan


berdasarkan tempat kerja utamanya, antara lain:10

1. Diuretik yang menurunkan tekanan darah dengan mengurangi


kandungan natrium tubuh dan volume darah
a. Thiazide diuretic
b. Loop diuretic
c. Potassium sparing diuretic
2. Agen-agen simpatoplegia yang menurunkan tekanan darah dengan
mengurangi resistensi pembuluh darah perifer, menghambat kerja
jantung dan meningkatkan kapasitansi darah dengan memvasodilatasi
vena

21
a. Beta-blocker
b. Alpha-1 blocker
c. Central alpha-2 agonist
3. Vasodilator direk yang menurunkan tekanan darah dengan merelaksasi
otot polos pembuluh darah, sehingga menurunkan resistensi dan
meningkatkan kapasitansi pembuluh darah.
a. Calcium channel blocker
b. Hydralazine
c. Minoxidil
4. Agen yang menghambat produksi atau kerja dari angiotensin sehingga
menurunkan resistensi pembuluh darah perifer dan juga volume darah.
a. Angiotensin Converting Enzyme inhibitor
b. Angiotensin II antagonist
c. Aldosterone receptor blocker
Kenyataan bahwa obat-obat dari golongan yang berbeda ini bekerja
dengan mekanisme yang berbeda pula, membuat kombinasi obat-obat yang
berbeda golongan tersebut dapat meningkatkan efektifitas dan juga dalam
beberapa kasus menurunkan toksisitas dari terapi farmakologis.10

22
Algoritma Penanganan Hipertensi5

Gambar 2. Algoritma Penanganan Hipertensi5

Kombinasi yang telah terbukti efektif dan dapat ditoleransi pasien adalah :

1. CCB dan ACEI atau ARB


2. CCB dan BB
3. CCB dan diuretika
4. AB dan BB
5. Kadang diperlukan tiga atu empat kombinasi obat

23
II.4.1.3.Penanganan Hipertensi pada Kasus-kasus Tertentu

Hipertensi dapat terjadi bersamaan dengan kondisi-kondisi lain


sehingga terdapat beberapa indikasi tertentu dalam pemilihan obat-obatan
antihipertensi. JNC VII memberikan rekomendasi terhadap kasus-kasus
tersebut yang dapat dilihat pada tabel berikut

Tabel 2. Pedoman untuk kasus-kasus hipertensi tertentu.7

II.4.2.3.Penanganan Krisis Hipertensi

Krisis hipertensi terdiri dari hipertensi emergensi (emergency


hypertension) dan hipertensi urgensi (urgency hypertension). Hipertensi
emergensi dikarakterisasi oleh peningkatan tekanan darah yang hebat
(>180/120mmHg) yang disertai dengan keadaan-keadaan disfungsi organ
target atau keadaan-keadaan yang mengarah pada disfungsi organ target.
Hipertensi ini memerlukan penurunan tekanan darah yang segera (tidak
perlu menjadi normal) untuk mencegah atau mengurangi kerusakan organ
target. Contohnya adalah ensefalopati hipertensi, perdarahan intraserebral,
infark miokard akut, gagal jantung kiri akut dengan edema pulmonal,
unstable angina pectoris, diseksi aneurisma aorta, dan eklamsi.5

Hipertensi urgensi adalah keadaan-keadaan dengan peningkatan


tekanan darah yang hebat (>180/120mmHg) tanpa disertai keadaan-keadaan
disfungsi organ target atau keadaan-keadaan yang mengarah pada disfungsi
organ target. Hipertensi urgensi biasanya ditandai dengan sakit kepala yang
hebat, nafas pendek, epitaksis, atau kecemasan yang berlebih.5

24
Pasien-pasien dengan hipertensi emergensi harus dirawat di ICU
(intensive care unit) untuk pemantauan dan pemberian obat-obatan
antihipertensi parenteral. Target terapi awal adalah menurunkan tekanan
darah arteri rata-rata, tetapi tidak lebih dari 25% dalam 1 menit sampai 1
jam. Kemudian, jika tekanan darahnya stabil, target terapi adalah
menurunkan tekanan darahnya sampai 160/100-110 mmHg dalam 2-6 jam
berikutnya. Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba harus dihindarkan
untuk mencegah terjadinya iskemia renal, serebral dan koronaria. Untuk
alasan ini, nifedipin kerja singkat tidak lagi digunakan pada terapi hipertensi
emergensi.20

Jika target tersebut telah tercapai dan keadaan pasien telah stabil,
penurunan tekanan darah berikutnya dapat dilakukan dalam 24-48 jam
kemudian. Terdapat beberapa pengecualian dari penanganan di atas, yaitu:5

 pasien dengan stroke iskemik yang mana pemberian terapi


antihipertensi secara segera masih menimbulkan perdebatan.
 pasien dengan diseksi aorta yang harus menurunkan tekanan
darah sistolnya di bawah 100 mmHg jika memungkinkan.
 pasien yang menerima agen-agen trombolitik.

25
Tabel 3. Obat-obatan parenteral yang digunakan dalam penanganan hipertensi
emergensi.5

II.4.1.4. Evaluasi dan Pemantauan

Setelah terapi farmakologis untuk hipertensi dimulai, penderita


hipertensi harus kontrol secara teratur untuk memantau perkembangannya

26
setidaknya sebulan sekali sampai tekanan darahnya normal. Kunjungan
yang lebih sering diperlukan pada penderita hipertensi derajat 2 (stage II)
atau jika mempunyai komplikasi. Kadar kalium dan kreatinin serum harus
dimonitor setidaknya satu atau dua kali setahun.20

Setelah tekanan darah mencapai target dan stabil, kunjungan dapat


dilakukan dengan interval tiga bulan sekali atau enam bulan sekali. Jika ada
penyakit lain seperti gagal jantung dan diabetes, kunjungan harus lebih
sering dilakukan.21

27
Tabel 4. Rekomendasi pemantauan ulang berdasarkan pemeriksaan tekanan darah awal
untuk pasien tanpa kerusakan organ target.5

28
II.4.2.PENCEGAHAN DAN PENANGANAN HIPERTENSI : TANTANGAN
ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

Pencegahan dan penanganan hipertensi merupakan tantangan yang


perlu dihadapi oleh ilmu kesehatan masyarakat. Jika kenaikan tekanan darah
seiring bertambahnya usia dapat dicegah, maka akan terdapat banyak
penyakit kardiovaskular, stroke dan penyakit ginjal yang dapat dicegah.
Beberapa faktor penyebab hipertensi telah diidentifikasi, termasuk
kelebihan berat badan, kelebihan asupan natrium, kurangnya aktivitas fisik,
kekurangan diet buah-buahan dan sayur-sayuran, serta tingginya konsumsi
minuman beralkohol.5

Oleh karena, risiko kejadian seumur hidup (lifetime risk) hipertensi


adalah sangat tinggi, maka diperlukan suatu strategi di bidang ilmu
kesehatan masyarakat yang mencakup pencegahan dan penanganan
hipertensi. Sebagai upaya untuk mencegah kenaikan tekanan darah dalam
suatu populasi, pencegahan utama ditujukan pada pengurangan faktor-
faktor penyebab pada populasi tersebut. Individu-individu yang termasuk
dalam kategori prehipertensi perlu diberi perhatian lebih.22

Walaupun penurunan tekanan darah dari suatu populasi hanya


menghasilkan penurunan yang kecil, namun dampaknya akan sangat besar.
Sebagai contoh, telah diperhitungkan bahwa jika terdapat penurunan
tekanan darah sistol sebesar 5 mmHg pada suatu populasi, maka akan
menghasilkan penurunan sebesar 14 % dari mortalitas karena stroke, 9 %
dari kematian akibat penyakit jantung koroner dan 7 % dari kematian akibat
semua penyebab.

Hambatan dalam pencegahan hipertensi ini adalah kebudayaan


masyarakat; tidak adanya perhatian terhadap kegiatan pendidikan kesehatan
oleh para praktisi di bidang kesehatan; kurangnya dana untuk program-
program pendidikan kesehatan; kurangnya akses terhadap sarana-sarana
olahraga; besarnya porsi makanan di tempat-tempat makan umum;

29
kurangnya ketersediaan makanan sehat di tempat-tempat umum seperti
sekolah, tempat kerja, dan restoran; kurangnya kegiatan olahraga di sekolah;
tingginya kandungan natrium dari produk-produk makanan yang dibuat
oleh industri pangan dan restoran-restoran; mahalnya harga-harga makanan
sehat.

Upaya untuk menghadapi hambatan-hambatan tersebut memerlukan


pendekatan menyeluruh yang ditujukan tidak hanya pada populasi dengan
risiko tinggi, tetapi juga pada masyarakat secara umum seperti sekolah,
tempat kerja dan industri makanan. Rekomendasi yang dilakukan oleh
American Public Health Association dan juga National High Blood
Pressure Education Program (NHBPEP) Coordinating Committee agar
industri pangan termasuk restoran-restoran untuk mengurangi kandungan
natrium pada produk-produknya sebesar 50 % dalam waktu 10 tahun ke
depan, adalah tipe pendekatan yang jika diterapkan, akan mengurangi
tekanan darah populasi.22,23

30
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

III.1. Jenis Penelitian


Penelitian ini bersifat deskriptif retrospektif dengan menggunakan data
rekam medik atau status pasien yang datang berobat di Klinik Tjakra tahun
2017. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang berfungsi untuk
mendiskripsikan atau memberi gambaran terhadap obyek yang diteliti
melalui data sampel atau populasi yang ada, tanpa melakukan analisis dan
membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum (Sugiyono, 2009).

III.2. Tempat dan Waktu Penelitian

III.2.1. Tempat Penelitian


Penelitian ini akan dilakukan di Klinik Tjakra Jakarta Timur

III.2.2. Waktu Penelitian


Penelitian ini akan dilakukan selama bulan oktober sampai
desember 2017 yang mencakup tahapan persiapan sampai dengan
laporan.

III.3 Populasi dan Sampel


III.3.1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek
yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan
oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya
(Sugiyono, 2012). Populasi dalam penelitian ini adalah semua
penderita Hiptensi yang berada di Klinik Tjakra Jakarta Timur tahun
2017.

31
III.3.2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari keseluruhan objek yang diteliti dan
dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2010). Sampel
pada penelitian ini ditentukan dengan pertimbangan peneliti dengan
menggunakan kriteria sebagai berikut:

a. Kriteria Inklusi:
 Pasien yang datang dengan diagnosis utama Hipertensi
 Pasien yang memiliki kelengkapan data rekam medik, meliputi:
o Nama
o Umur
o Jenis kelamin
o Keluhan utama
o Pemeriksaan penunjang, meliputi: pemeriksaan Tekanan
Darah berserta hasil
o Terapi hipertensi diberikan
b. Kriteria Eksklusi:
 Pasien yang tidak memiliki kelengkapan data rekam medik

III.4. Besar Sampel


Peneliti akan menggunakan seluruh populasi untuk dijadikan
sampel penelitian yaitu semua pasien yang datang ke Klinik Tjakra Jakarta
Timur dengan diagnosis utama Hipertensi yang memiliki data rekam medik
lengkap yang berjumlah 150 orang yang memenuhi kriteria inklusi.

III.5. Teknik Pengambilan Sampel


Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik total
sampling (Sugiyono, 2009). Dimana pengambilan sampel berdasarkan
jumlah total populasi atau sampel yang ada yaitu seluruh pasien yang datang
ke Klinik Tjakra dengan diagnosis utama Hipertensi yang memiliki data
rekam medik lengkap. Jadi jumlah sempel penelitian ini adalah 150
responden yang memenuhi kriteria inklusi.

32
III.6. Variabel dan Definisi Operasional

1. Variabel Bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah umur, jenis kelamin, riwayat
hipertensi dalam keluarga, kebiasaan merokok dan kebiasaan olahraga.
2. Variabel Terikat Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kejadian
hipertensi
a. Kejadian hipertensi Disebut hipertensi, jika tekanan darah sistolik ?
140 mmHg dan diastolik ? 90 mmHg. Tekanan darah diukur dengan
menggunakan sphygmomanometer air raksa. Tekanan darah diukur
sebanyak 2 kali oleh tenaga medis, kemudian hasilnya dirata – rata.
b. Skala: nominal Kategori : 1Hipertensi 2Tidak hipertensi
c. Umur Umur adalah banyaknya tahun yang dilalui oleh responden
dihitung berdasarkan ulang tahun terakhir.
d. Jenis kelamin Pembagian dua jenis kelamin yang ditentukan secara
biologis dan anatomis yang melekat pada jenis kelamin tertentu.
Dilihat dari kartu pelajar atau KTP. Skala : nominal Kategori :
1.Perempuan
2.Laki - laki
e. Riwayat hipertensi dalam keluarga Data riwayat hipertensi dalam
keluarga diperoleh dari rekam medik pasien. Keluarga yang
dimaksud yaitu antara lain: orang tua, saudara kandung, nenek, dan
kakek. Kategori: 1.Ada riwayat hipertensi dalam keluarga
2.Tidak ada riwayat hipertensi dalam keluarga Skala: nominal

III.7.Cara Pengumpulan Data


Peneliti menggunakan instrumen rekam medis untuk melakukan
pengumpulan data. Rekam medis yang digunakan adalah rekam medis
pasien dengan diagnosis utama Hipertensi di Klinik Tjakra Jakarta Timur.
Data yang digunakan berasal dari rekam medik pasien yang sudah
memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Kemudian setelah itu, peneliti akan
melakukan pencatatan yang terdiri dari nama, umur, jenis kelamin, keluhan

33
utama, pemeriksaan Tekanan darah , Terapi pengobatan yang diberikan.
Setelah dilakukan pencatatan peneliti akan melakukan pengolahan data.

III.8. Pengolahan dan Analisis Data


Pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan bantuan
perangkat lunak komputer (Software), yaitu Microsoft Excel 2010.

Untuk analisa data dilakukan analisa univariat. Analisis Univariat


bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap
variabel penelitian dengan membuat tabel distribusi frekuensi.

34
III.9. Kerangka Teori

35
III.10. Kerangka Konsep

 Umur

 Jenis Kelamin

 Riwayat Keluaraga

 Merokok

 Olahraga
Hipertensii

Komplikasi

1. Diabetes militus
2. Gagal Ginjal
3. Penyakit Jantung koroner

Yang di teliti

Yang tidak diteliti

36
III.11. Alur Penelitian

PEMBUATAN PROPOSAL

PENGAJUAN PROPOSAL PADA


DOSEN PEMBIMBING

PENGAJUAN PROPOSAL KEPADA


KLINIK TJAKRA

PENCATATAN DATA

PENULISAN HASIL

37
BAB IV

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di klinik Tjakra Jakarta Timur mulai dari


tanggal 1 Oktober sampai 30 Desember 2017. Penelitian ini bersifat deskriptif
retrospektif dengan menggunakan data rekam medik atau status pasien yang
datang berobat di Klinik Tjakra. Penelitian menggunakan seluruh populasi
untuk dijadikan sampel penelitian yaitu semua pasien yang datang ke Klinik
Tjakra Jakarta Timur dengan diagnosis utama Hipertensi yang memiliki data
rekam medik lengkap yang berjumlah 150 orang yang memenuhi kriteria inklusi.

4.1. Hasil Analisis Univariat


Analisis univariat atau analisis deskriptif dilakukan untuk
mendskripsikan dan melihat distribusi jumlah penderita hipertensi
berdasarkan umur, kebiasaan merokok, jenis kelamin, olahraga.
Analisis data univariat dilakukan dengan menggunakan bantuan
program SPSS dan disajikan dalam bentuk tabel.

4.1.1.Distribusi Umur

Distribusi Hipertensi berdasarkan umur di Klinik Tjakra Jakarta Timur

dapat dilihat pada tabel di bawah ini

38
Tabel 5
Distribusi Hipertensi Berdasarkan Umur
Di Klinik Tjakra Jakarta Timur

Pada tabel 4 distribusi hipertensi yang berdasarkan umur menunjukkan


lebih dari setengah total responden berumur … tahun ke-atas yaitu sebanyak
… orang (…%)

4.1.2 Distribusi Jenis kelamin


Distribusi hipertensi berdasarkan jenis kelamin di Klinik Tjakra Jakarta
Timur dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 6
Distribusi Hipertensi Berdasarkan Jenis kelamin
di Klinik Tjakra Jakarta Timur

Pada tabel 5 distribusi hipertensi yang berdasarkan jenis kelamin


menunjukkan total responden laki-laki yaitu sebanyak …. orang (…%) dan
responden perempuan sebanyak….(...%)

39
4.1.3. Distibusi Kebiasaan Merokok

Distribusi hipertensi berdasarkan merokok di Klinik Tjakra Jakarta


Timur dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 7
Distribusi Hipertensi Berdasarkan Kebiasaan Merokok
di Klinik Tjakra Jakarta Timur

Pada tabel 5 distribusi hipertensi yang berdasarkan kebiasan merokok


menunjukkan total responden yang memiliki kebiasan merokok yaitu
sebanyak …. orang (…%) dan responden yang tidak merokok
sebanyak….(...%)

4.1.4. Distibusi kebiasaan Olahraga

Distribusi hipertensi berdasarkan merokok di Klinik Tjakra Jakarta


Timur dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 8
Distribusi Hipertensi Berdasarkan Kebiasaan Olahraga
di Klinik Tjakra Jakarta Timur

Pada tabel 5 distribusi hipertensi yang berdasarkan kebiasan Olahraga


menunjukkan total responden yang memiliki kebiasan Olahraga yaitu

40
sebanyak …. orang (…%) dan responden yang tidak merokok
sebanyak….(...%)

4.1.5 Distibusi Riwayat keluarga

Distribusi hipertensi berdasarkan riwayat di keluarga di Klinik Tjakra

Jakarta Timur dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 9
Distribusi Hipertensi Berdasarkan Riwayat di Keluarga
di Klinik Tjakra Jakarta Timur

Pada tabel 5 distribusi hipertensi yang berdasarkan kebiasan merokok


menunjukkan total responden yang mempunyai riwayat hipertensi di
keluarga yaitu sebanyak …. orang (…%) dan responden yang tidak
mempunyai riwayat di keluarga sebanyak….(...%)

41
BAB V

PEMBAHASAN

Penelitian ini berjudul “ PREVALENSI ANGKA KEJADIAN


HIPERTENSI DI KLINIK TJAKRA TAHUN 2017 JAKARTA TIMUR”.
Bertempat di klinik Tjakra Jakarta Timur. Jenis penelitian ini adalah
penelitian bersifat deskriptif retrospektif dengan menggunakan data rekam
medik atau status pasien yang datang berobat di Klinik Tjakra tahun 2017.
Subjek penelitian adalah semua penderita Hiptensi yang berada di Klinik
Tjakra Jakarta Timur tahun 2017. Peneliti menggunakan instrumen rekam
medis untuk melakukan pengumpulan data. Rekam medis yang digunakan
adalah rekam medis pasien dengan diagnosis utama Hipertensi di Klinik
Tjakra Jakarta Timur. Data yang digunakan berasal dari rekam medik pasien
yang sudah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Kemudian setelah itu,
peneliti akan melakukan pencatatan yang terdiri dari nama, umur, jenis
kelamin, keluhan utama, pemeriksaan Tekanan darah , Terapi pengobatan
yang diberikan.
5.1. Karakteristik Umur
Berdasarkan umur, pada penderita didapatkan lebih banyak
diatas umur …tahun yaitu sebanyak … orang (…%). Berbagai
perubahan fisiologik berlaku seiring dengan peningkatan umur. Pada
umur diatas ....tahun ini mengalami kelainan hemodinamik yang utama
adalah vasokonstriksi pada arteriole. Kelainan hemodinamik yang
berlaku pada kondisi ini adalah penurunan disentibilitas arteri-arteri
besar sehingga menyebabkan kerusakan pembuluh darah. Makna rusak
pada pembuluh darah adalah pembuluh darah menjadi kaku,berkurang
keelastisitasannya, dan menebal. Rusaknya pembuluh darah
menyebabkan jantung memompa darah lebih keras karena aliran darah
yang masuk jantung berkurang, sehingga menyebabkan tekanan darah

42
meningkat. Tekanan darah yang meningkat terus menerus akan menjadi
persisten dan menyebabkan hipertensi

5.2 . Karakteristik Jenis kelamin


Pada kriteria jenis kelamin didapatkan dominasi penderita laki-laki
dibanding perempuan,yaitu sebanyak ….. orang (…..%). Peningkatan
penderita hipertensi pada penelitian ini kemungkinan disebabkan faktor
faktor lain seperti stress, pekerjaan, kebisaan pada laki- laki. Hipertensi
pada perempuan dapat meningkat akibat mengalami masa
premenopause dan menopause yang menyebabkan hormon estrogen
yang berperan sebagai pelindung pembuluh darah berkurang, akibatnya
pembuluh darah rusak, sehingga wanita usia menopause rentan terkena
hipertensi maupun penyakit lain. Oleh karena itu, ketika wanita sudah
menopause akan sama beresikonya untuk terkena penyakit hipertensi
dengan jenis kelamin laki-laki.

5.3. Karakteristik Kebiasaan Merokok


Hasil penelitian berdasarkan kriteria kebiasaan merokok didapatkan
dominasi sebanyak ….orang (…%)
Zat-zat kimia beracun dalam rokok dapat mengakibatkan tekanan darah
tinggi atau hipertensi. Salah satu zat beracun tersebut yaitu nikotin,
dimana nikotin merupaka suatu bahan kimia yang terdapat didalam
rokok dapat meningkatkan risiko penyakit jantung dengan menurunkan
oksigen ke jantung, meningkatkan tekanan darah dan denyut jantung,
meningkatkan pembekuan darah dan merusak sel-sel pada pembuluh
darah. Zat nikotin juga dapat meningkatkan adrenalin yang membuat
jantung berdebar lebih cepat dan bekerja lebih keras, frekuensi denyut
jantung meningkat dan kontraksi jantung meningkat sehingga
menimbulkan tekanan darah meningkat.

43
5.4. Karakteristik Kebiasaan Olahraga

Hasil penelitian distribusi hipertensi yang berdasarkan kebiasan


Olahraga menunjukkan total responden yang memiliki kebiasan
Olahraga yaitu sebanyak …. orang (…%) dan responden yang tidak
merokok sebanyak….(...%)
Pada penelitian ini menunjukkan bahwa jumlah responden yang tidak
melakukan olahraga sebagian besar adalah penderita hipertensi. Latihan
fi sik merupakan salah satu upaya dalam penatalaksanaan hipertensi
dengan pendekatan non-farmakologis selain pengaturan pola makan,
berhenti merokok dan konsumsi alcohol
Bagi penderita hipertensi faktor yang harus diperhatikan adalah
tingginya tekanan darah. Semakin tinggi tekanan darah semakin keras
kerja jantung, sebab untuk mengalirkan darah saat jantung memompa
maka jantung harus mengeluarkan tenaga sesuai dengan tingginya
tekanan tersebut. Jantung apabila tidak mampu memompa dengan
tekanan setinggi itu, berarti jantung akan gagal memompa darah.
Latihan olahraga dapat menurunkan tekanan sistolik maupun diastolik
pada usia tengah baya yang sehat dan juga mereka yang mempunyai
tekanan darah tinggi ringan. Latihan olahraga tidak secara signifikan
menurunkan tensi pada penderita yang mengalami hipertensi berat,
tetapi paling tidak olahraga membuat seseorang menjadi lebih santai.

5.5. Karakteristik Riwayat di Keluarga

Hasil penelitian distribusi hipertensi yang berdasarkan kebiasan


merokok menunjukkan total responden yang mempunyai riwayat
hipertensi di keluarga yaitu sebanyak …. orang (…%) dan responden
yang tidak mempunyai riwayat di keluarga sebanyak….(...%)
faktor genetika diyakini memiliki kaitan dengan kejadian hipertensi,
dimana bila kedua orang tua baik ayah maupun ibu menderita hipertensi
maka peluang penyakit itu diturunkan kepada keturunannya sebesar

44
50%, sedangkan bila hanya salah satu saja orang tuanya yang menderita
hipertensi, maka peluang keturunannya terkena hipertensi adalah
sebesar 30%.

5.6. Kelemahan Penelitian

1. Penelitian ini tidak meneliti secara spesifik tentang kepatuhan


minum obat, sehingga peneliti tidak bisa membandingkan
responden yang patuh minum obat dan responden yang tidak
patuh minum obat.
2. Penelitian ini hanya berdasarkan pengumpulan rekam medik
tidak didukung dengan pemberian kuisioner kepada pasien.

45
BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

VI.1. KESIMPULAN

Dari hasil penelitian ini dilaksanakan di Klinik Tjakra Jakarta Timur mulai
dari tanggal 1 Oktober sampai 30 Desember dapat disimpulkan bahwa :
1. Gambaran faktor resiko hipertensi sesuai umur di Klinik Tjakra Jakarta
Timur yang lebih dominan adalah umur ….. tahun ke-atas sebanyak
….orang (….....%).
2. Gambaran faktor resiko hipertensi menurut jenis kelamin di Klinik Tjakra
Jakarta Timur yang lebih dominan adalah laki-laki sebanyak…... orang
(….....%).
3. Gambaran faktor resiko hipertensi menurut Kebiasaan Olahraga di Klinik
Tjakra Jakarta Timur yang lebih dominan adalah sebanyak ..... orang (....%)
4. Gambaran faktor resiko hipertensi menurut Kebiasaan merokok di Klinik
Tjakra Jakarta Timur yang lebih dominan adalah sebanyak …... orang
(…...%).
5. Gambaran faktor resiko hipertensi menurut Riwayat di Keluarga di Klinik
Tjakra Jakarta Timur yang lebih dominan adalah sebanyak ….. orang
(…...%)

VI.2. SARAN
Berdasarkan kesimpulan diatas, penulis dapat memberikan saran sebagai
berikut :
1. Agar pihak Dinas Kesehatan di Jakarta Timur lebih memperhatikan
kesehatan masyarakat dan memperhatikan umur, kebiasaan merokok,
kebiasan olah raga yang mempengaruhi terjadinya hipertensi.
2. Demi meningkatkan keilmuan dan mutu penatalaksanaan kesehatan yang
diberikan, diharapkan memperhatikan pengembangan informasi khususnya
tentang faktor-faktor yang erat hubungannya terhadap terjadinya hipertensi.

46
Sehingga baik masyarakat dan stakeholeder kesehatan, yaitu Dokter
maupun Perawat sebagai pemberi pelayanan, kesemuanya mendapat
kepuasaan masing-masing.

47
DAFTAR PUSTAKA

1) Lloyd-Sherlock P, Beard J, Minicuci N, Ebrahim S, Chatterji S.


Hypertension among older adults in lowand middle-income countries:
Prevalence, awareness and control. Int J Epidemiol. 2014;43(1):116–28.
2) Doulougou B, Gomez F, Alvarado B, Guerra RO, Ylli A, Guralnik J, et al.
Factors associated with hypertension prevalence, awareness, treatment and
control among participants in the International Mobility in Aging Study
(IMIAS).2015.30.
3) Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia
2001. Jakarta : 2002.
4) WHO-ISH Hypertension Guideline Committee. Guidelines of the
management of hypertension. J Hypertension. 2003;21(11): 1983-92.
5) James PA, Oparil S, Carter BL, Cushman WC, Dennison-Himmelfarb C,
Handler J, et al. 2014 Evidence-Based Guideline for the Management of
High Blood Pressure in Adults.
6) Capistrant BD, Kowal P. Social epidemiology of hypertension stages.
Hypertension. 2013;62(6).
7) E. P. Havranek, M. S. Mujahid, D. A. Barr et al., “Social determinants
of risk and outcomes for cardiovascular disease: a scientific statement
from the American Heart Association,” Circulation, vol. 132, no. 9,
pp. 873–898, 2015.
8) Allen NB, Siddique J, Wilkins JT, Shay C, Lewis CE, Goff DC, Jacobs DR
Jr, Liu K, Lloyd-Jones D. Blood pressure trajectories in early adulthood and
subclinical atherosclerosis in middle age. JAMA. 2014;311:490– 497
9) P. A. Modesti, M. Calabrese, E. Perruolo et al., “Sleep history and
hypertension burden in first-generation Chinese migrants settled in
Italy: the CHIinese in prato cross-sectional survey,” Medicine, vol.
95, no. 14, Article ID e3229, 2016.

48
10) Williams B, Poulter NR, Brown MJ, Davis M, McInnes GT, Potter JF, et al.
British Hypertension Society guidelines for hypertension management 2004
(BHS-IV): summary. BMJ. 2004;328:634-40..
11) BPJS, 2014, Panduan Praktis Prolanis (Program Pelayanan Penyakit
Kronis), BPJS Kesehatan, Jakarta.
12) Ogihara T, Saruta T, Rakugi H, et al; Valsartan in Elderly Isolated Systolic
Hypertension Study Group. Target blood pressure for treatment of isolated
systolic hypertension in the elderly: Valsartan in Elderly Isolated Systolic
Hypertension Study. Hypertension. 2010;56(2):196-202.
13) Havranek EP, Mujahid MS, Barr DA, Blair I V., Cohen MS, Cruz-Flores S,
et al. Social determinants of risk and outcomes for cardiovascular disease:
A scientific statement from the American Heart Association. Circulation.
2015;132(9):873–98.
14) Cheng H, Montgomery S, Treglown L, Furnham A. Emotional stability,
conscientiousness, and self-reported hypertension in adulthood. Pers
Individ Dif [Internet]. 2017;115:159–63
15) Guidelines Committee 2003. European Society of Hypertension—European
Society of Cardiology Guidelines for the management of hypertension. J
Hypertens 2003; 21: 1011–1053.
16) Vasan RS, Larson MG, Leip EP, et al. Impact of highnormal blood pressure
on the risk of cardiovascular disease. N Engl J Med. 2001;345:1291-1297.
17) James PA, Oparil S, Carter BL, Cushman WC, Himmelfarb CD, Handler J,
dkk, 2014, 2014 evidence based guideline for the management of high blodd
pressure in adults: report from the panel member appointed to the eight joint
national committee (JNC 8),JAMA, 311 (5): 507-520
18) Hussain MA, Al Mamun A, Reid C, Huxley RR. Prevalence, awareness,
treatment and control of hypertension in Indonesian adults aged ≥40 years:
Findings from the Indonesia Family Life Survey (IFLS). PLoS One.
2016;11(8):1–16..

49
19) Mills KT, Bundy JD, Kelly TN, Reed JE, Kearney PM, Reynolds K, et al.
Global disparities of hypertension prevalence and control. Circulation.
2016;134(6):441–50.

20) Gupta AK, McGlone M, Greenway FL, Johnson WD. Prehypertension in


diseasefree adults: a marker for an adverse cardiometabolic risk profile.
Hypertens Res. 2010;33:905–910.
21) Basu S, Millet C. Social Epidemiology of Hypertension in Middle-Income
Countries: Determinants of Prevalence, Diagnosis, Treatment, and Control
in the WHO SAGE Study. Hypertension 2013;62:18–26.
22) Oladapo OO, Salako L, Sadiq L, Shoyinka K, Adedapo K, Falase AO.
Target-organ damage and cardiovascular complications in hypertensive
Nigerian Yoruba adults: a cross-sectional study. US National Library of
Medicine National Institutes of Health. 2012;23(7):379-84.
23) P. A. Modesti, M. Calabrese, E. Perruolo et al., “Sleep history and
hypertension burden in first-generation Chinese migrants settled in
Italy: the CHIinese in prato cross-sectional survey,” Medicine, vol.
95, no. 14, Article ID e3229, 2016.

50
51
52

Anda mungkin juga menyukai