KASUS MEDIS
RABIES
Disusun oleh:
dr. Riskidio Aryo Hardianto
Pembimbing :
dr. Mario B.R. Nara, Sp.A
Pendamping :
dr. Lince Holsen
dr. Mey Indradewi
Rabies adalah penyakit zoonosis (penyakit yang ditularkan dari hewan ke manusia)
dan infeksi akut yang berkembang secara cepat dari sistem saraf pusat (SSP) pada manusia
dan hewan yang disebabkan oleh infeksi virus rabies, dari genus Lyssavirus, dalam famili
Rhabdoviridae.1,2
World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa sekitar 55.000 orang per
tahun mati karena Rabies, 95% dari jumlah itu berasal dari Asia dan Afrika (WHO, 2008).
Sebagian besar dari korban sekitar 30-60% adalah anak-anak usia kecil dibawah 15 tahun.
Sedangkan di Vietnam rata – rata 9.000 kasus/tahun kasus kematian akibat rabies dan India
rata – rata 20.000 kasus/tahun, Filipina 200-300 kasus/tahun dan di Indonesia rata – rata 131
pada tahun 1884 pada seekor kerbau. Kemudian oleh Penning pada anjing pada tahun 1889
dan oleh E.V. de Haan pada manusia tahun 1894. Penyebaran rabies di Indonesia bermula
dari 3 provinsi yaitu Jawa Barat, Sumatera Utara dan Sulawesi Selatan sebelum Perang Dunia
ke-2 meletus. Distribusi penyakit Rabies sangat bervariasi untuk setiap belahan dunia. Di
Indonesia hewan penular utama aitu anjing sebesar 98%, monyet dan kucing sebesar 2%.3
Portofolio Medis
Tanggal (kasus):
Topik: Rabies
1 September 2018
Nama Pembimbing:
Tanggal Presentasi: 12 Januari 2019 dr. Mario B.R. Nara, Sp.A
Obyektif Presentasi:
Deskripsi: An. E, datang dengan keluhan gaduh gelisah dirasakan 1 hari yang lalu
Daftar Pustaka:
1. Jackson AC. Rabies and Other Rhabdovirus Infections. In: Kasper DL, Fauci AS, Hauser
SL, Longo DL, Jameson JL, Loscalzo J, et al., editors. Harrison's Principle of Internal
Medicine. 19th ed. New York: McGraw-Hill; 2015. p.1299-1304.
2. World Health Organization. What Is Rabies?. Geneva: WHO; 2018
3. Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI. Jangan Ada Lagi Kematian Akibat
Rabies. Jakarta: PUSDATIN 2016
4. Ropper AH, Samuels MA, Klein JP. Viral Infections of the Nervous System, Chronic
Meningitis, and Prion Disease. Adams and Victor’s Principles of Neurology. 10 th ed. New
York: McGraw-Hill; 2014. p. 753-754.
5. Shandera WX, Garnes NJMD. Viral & Rickettsial Infection. In: Papadakis MA, McPhee
SJ, Rabow MW., editors. Current Medical Diagnosis & Treatment. 56 th ed. New York:
McGraw-Hill; 2017. p. 1386-1388.
6. World Health Organization. WHO Position Paper on Rabies Vaccine, February 2018.
Geneva: WHO; 2018
Hasil Pembelajaran:
1. Subyektif:
Pasien perempuan berusia 5 tahun datang dirujuk dari RS St. Gabriel Kewapante,. Pasien
mengeluh gaduh gelisah. Gaduh gelisah dirasakan terus-menerus dan pasien semakin gaduh
gelisah ketika minum air, kena angin dan kena cahaya. Pasien juga mengeluh sulit menelan,
banyak mengeluarkan ludah, demam 1 hari, nyeri kepala.
Sebelumnya pasien mempunyai riwayat digigit anjing di tungkai bawah kanan sejak 3
bulan yang lalu. Pada pasien onset digigit anjing sangat penting untuk mengetahui perjalanan
penyakit dan masa inkubasi. Kemungkinan pada pasien ini terjadi adanya infeksi virus Rabies
didapatkan dari anamnesis gaduh gelisah setelah digigit anjing 3 bulan yang lalu dan pasien juga
semakin gaduh gelisah ketika minum air, kena angin dan kena cahaya.
Pada pasien perlu pemeriksaan Hydrophobic Test dan Aerophobic Test sehingga dapat
tegak diagnosa pasien.
Pasien dimasukkan ke Instalasi Rawat Inap di ruangan Melati Isolasi dengan rencana terapi
secara suportif.
2. Obyektif:
a. BB : 14 kg
b. Suhu : 38,50C
c. Nadi : 135 kali/menit
d. RR : 40 kali/menit
e. Hydrophobic Test (+)
f. Aerophobic Test (+)
3. Assessment:
Dari anamnesis didapatkan informasi mengenai riwayat digigit anjing 3 bulan yang
lalu yang dialami pasien.
Pada pemeriksaan fisik terdapat Hydrophobic Test dan Aerophobic Test positif.
Diagnosa pada pasien adalah Ensefalitis Rabies. Diagnosis dapat ditegakkan dengan
adanya riwayat digigit anjing 3 bulan yang lalu, anjing ditemukan mati mendadak,
semakin gaduh gelisah jika minum air dan tertiup angin.
4. Plan
Pada prinsipnya, penatalaksanaan Rabies adalah terapi suportif. Pada dasarnya Rabies
belum ditemukan obatnya, dan prognosis pada penyakit Rabies adalah Malam.
Oleh karena itu karena keterbatasan fasilitas, pada saat di rawat pasien hanya bisa
dilakukan
- IVFD : D5 ½ NS 1000cc/24 jam
- Ceftriaxone 2 x 700 mg IV (ST)
- Dexamethasone 7 mg IV -> 3 x 1,4 mg IV
- Antrain 4 x 140 mg IV K/P
- Diazepam 4,2 mg IV pelan jika gaduh gelisah
- VAR
- KIE prognosis malam
- MRS ruang Melati
Pembimbing
Pendamping, Pendamping,