Anda di halaman 1dari 8

AKALAH KEPERAWATAN GERONTIK II ASUHAN KEPERAWATAN HIPERTENSI PADA LANSIA Disusun

Untuk Memenuhi Tugas Keperawatan Gerontik II.Disusun Oleh : Kelompok Deshy Lia S. Muhamad
Ghufron Indriawati I. Diah Nurul H. Nina dwi A. Muhammad Tong (09060035) (09060059) (09060022)
(090600 (090600 (08060125)PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 20121KATA PENGANTARSegala puji bagi Allah SWT, Tuhan
semesta alam,atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini penulis buat dengan tujuan memenuhi tugas Keperawatan Gerontik II. Tidak lupa penulis
ucapkan terimakasih kepada : 1. Team dosen mata kuliah Keperawatan Gerontik selaku dosen
pembimbing mata kuliah. 2. Teman teman dan berbagai pihak yang telah membantu
terselasaikannya makalah ini. Penulis berharap agar setelah membaca makalah ini , para pembaca
dapat memahami dan mendapatkan pengetahuan yang lebih baik, sehingga dapat di aplikasikan
untuk mengembangkan kompetensi dalam bidang keperawatan. Penulis juga menyadari sepenuhnya
bahwa makalah ini masih memiliki banyak kekurangan, untuk itu penulis membuka diri menerima
berbagai saran dan kritik demi perbaikan di masa mendatang.2DAFTAR ISICOVER KATA PENGANTAR
BAB 1 1.1 1.2 1.3 PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah TujuanBAB 2 2.1 2.2 2.3 2.4 2.5
2.6 2.7 2.8 2.9PEMBAHASAN Pengertian hipertensi pada lansia Klasifikasi hipertensi pada lansia
Etiologi hipertensi pada lansia Patofisiologi hipertensi pada lansia Tanda dan gejala hipertensi pada
lansia Pemeriksaan penunjang hipertensi pada lansia Komplikasi hipertensi pada lansia
Penatalaksanaan hipertensi pada lansia Asuhan keperawatan hipertensi pada lansia3BAB I
PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang Penduduk Lanjut Usia merupakan bagian dari anggota keluarga
dan anggota masyarakat yang semakin bertambah jumlahnya sejalan dengan peningkatan usia
harapan hidup. Pada tahun 1980 penduduk lanjut usia baru berjumlah 7,7 juta jiwa atau 5,2 persen
dari seluruh jumlah penduduk. Pada tahun 1990 jumlah penduduk lanjut usia meningkat menjadi
11,3 juta orang atau 8,9 persen. Jumlah ini meningkat di seluruh Indonesia menjadi 15,1 juta jiwa
pada tahun 2000 atau 7,2 persen dari seluruh penduduk. Dan diperkirakan pada tahun 2020 akan
menjadi 29 juta orang atau 11,4 persen. Hal ini menunjukkan bahwa penduduk lanjut usia meningkat
secara konsisten dari waktu ke waktu. Angka harapan hidup penduduk Indonesia berdasarkan data
Biro Pusat Statistik pada tahun 1968 adalah 45,7 tahun, pada tahun 1980 : 55.30 tahun, pada tahun
1985 : 58,19 tahun, pada tahun 1990 : 61,12 tahun, dan tahun 1995 : 60,05 tahun serta tahun 2000 :
64.05 tahun (BPS.2000) Dengan makin meningkatnya harapan hidup penduduk Indonesia, maka
dapat diperkirakan bahwa insidensi penyakit degeneratif akan meningkat pula. Salah satu penyakit
degeneratif yang mempunyai tingkat morbiditas dan mortalitas tinggi adalah hipertensi. Hipertensi
pada usia lanjut menjadi lebih penting lagi mengingat bahwa patogenesis, perjalanan penyakit dan
penatalaksanaannya tidak seluruhnya sama dengan hipertensi pada usia dewasa muda. Pada
umumnya tekanan darah akan bertambah tinggi dengan bertambahnya usia pasien, dimana tekanan
darah diastolik akan sedikit menurun sedangkan tekanan sistolik akan terus meningkat. Penyakit
degeneratif dan penyakit tidak menular mengalami peningkatan resiko penyebab kematian, dimana
pada tahun 1990, kematian penyakit tidak menular 48 % dari seluruh kematian di dunia, sedangkan
kematian akibat penyakit jantung dan pembuluh darah, gagal ginjal dan stroke sebanyak 43% dari
seluruh kamatian di dunia dan meningkat pada tahun 2000 kematian akibat penyakit tidak menular
yaitu 64 % dari seluruh kematian dimana 60% disebabkan karena penyakit jantung dan pembuluh
darah, stroke dan gagal ginjal. Pada tahun 2020, diperkirakan kematian akibat penyakit tidak menular
sebesar 73% dari seluruh kematian di dunia dan sebanyak466% diakibatkan penyakit jantung dan
pembuluh darah, gagal ginjal dan stroke, dimana faktor resiko utama penyakit tersebut adalah
hipertensi. (Zamhir, 2006). Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan penyebab kematian dan
kesakitan yang tinggi. Darah tinggi sering diberi gelar The Silent Killer karena hipertensi merupakan
pembunuh tersembunyi karena disamping karena prevalensinya yang tinggi dan cenderung
meningkat di masa yang akan datang, juga karena tingkat keganasannya yang tinggi berupa kecacatan
permanen dan kematian mendadak. Sehingga kehadiran hipertensi pada kelompok dewasa muda
akan sangat membebani perekonomian keluarga, karena biaya pengobatan yang mahal dan
membutuhkan waktu yang panjang, bahkan seumur hidup. (Bahrianwar, 2009) Di Indonesia dari hasil
Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1995, prevalensi hipertensi di Indonesia adalah 8.3%
(pengkuran standart WHO yaitu pada batas tekanan darah normal 160/90 mmHg). Pada tahun 2000
prevalensi penderita hipertensi di indonesia mencapai 21% (pengukuran standart Depkes yaitu pada
batas tekanan darah normal 139 / 89 mmHg). Selanjutnya akan diestimasi akan meningkat menjadi
37 % pada tahun 2015 dan menjadi 42 % pada tahun 2025. (Zamhir, 2006). Penyebab hipertensi tidak
diketahui pada sekitar 95 % kasus. Bentuk hipertensi idiopatik disebut hipertensi primer atau
esensial. Patogenesis pasti tampaknya sangat kompleks dengan interaksi dari berbagai variabel,
mungkin pula ada predisposisi genetik. Mekanisme lain yang dikemukakan mencakup perubahan
perubahan berikut: (1). Eksresi natrium dan air oleh ginjal, (2). Kepekaan baroreseptor, (3). Respon
vesikuler, dan (4). Sekresi renin. Sedangkan 5% penyakit hipertensi terjadi sekunder akibat proses
penyakit lain seperti penyakit parenkhim ginjal atau aldosterronisme primer (Prince, 2005). Beberapa
organisasi dunia dan regional telah memproduksi, bahkan memperbaharui pedoman
penanggulangan hipertensi. Dari berbagai strategi dapat disimpulkan bahwa penanggulangan
hipertensi melibatkan banyak disiplin ilmu. Kunci pencegahan atau penanggulangan perorangan
adalah gaya hidup sehat. Masyarakat juga perlu tahu risiko hipertensi agar dapat saling mendukung
untuk mencegah atau menanggulangi agar tidak menyebabkan peningkatan yang signifikan sampai
mencegah terjadinya komplikasi. (Bahrianwar,2009). Di Indonesia, Pemerintah bersama Departemen
Kesehatan RI memberi apresiasi dan perhatian serius dalam pengendalian penyakit Hipertensi. Sejak
tahun 2006 Departemen Kesehatan RI melalui Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak5Menular yang
bertugas untuk melaksanakan pengendalian penyakit jantung dan pembuluh darah termasuk
hipertensi dan penyakit degenaritaif linnya, serta gangguan akibat kecelakaan dan cedera. (Depkes,
2007). Untuk mengendalikan hipertensi di Indonesia telah dilakukan beberapa langkah, yaitu
mendistribusikan buku pedoman, Juklak dan Juknis pengendalian hipertensi; melaksanakan advokasi
dan sosialisasi; melaksanakan intensifikasi, akselerasi, dan inovasi program sesuai dengan kemajuan
teknologi dan kondisi daerah setempat (local area specific); mengembangkan (investasi) sumber daya
manusia dalam pengendalian hipertensi; memperkuat jaringan kerja pengendalian hipertensi, antara
lain dengan dibentuknya Kelompok Kerja Pengendalian Hipertensi; memperkuat logistik dan
distribusi untuk deteksi dini faktor risiko penyakit jantung dan pembuluh darah termasuk hipertensi;
meningkatkan surveilans epidemiologi dan sistem informasi pengendalian hipertensi; melaksanakan
monitoring dan evaluasi; dan mengembangkan sistem pembiayaan pengendalian hipertensi.
(Depkes, 2007). Pada usia lanjut aspek diagnosis selain kearah hipertensi dan komplikasi, pengenalan
berbagai penyakit yang juga diderita oleh orang tersebut perlu mendapatkan perhatian oleh karena
berhubungan erat dengan penatalaksanaan secara keseluruhan. Dahulu hipertensi pada lanjut usia
dianggap tidak selalu perlu diobati, bahkan dianggap berbahaya untuk diturunkan. Memang teori ini
didukung oleh observasi yang menunjukkan turunnya tekanan darah sering kali diikuti pada jangka
pendeknya oleh perburukan serangan iskemik yang transient (TIA). Tetapi akhir-akhir ini dari
penyelidikan epidemiologi maupun trial klinik obat-obat antihipertensi pada lanjut usia menunjukan
bahwa hipertensi pada lansia merupakan risiko yang paling penting untuk terjadinya penyakit
kardiovaskuler, strok dan penyakit ginjal. Banyak data akhir-akhir ini menunjukan bahwa pengobatan
hipertensi pada lanjut usia dapat mengurangi mortalitas dan morbiditas.61.2 Rumusan Masalah
1.2.1 1.2.2 1.2.3 1.2.4 1.2.5 1.2.6 1.2.7 1.2.8 1.2.9 Apa itu hipertensi pada lansia? Apa saja klasifikasi
hipertensi pada lansia? Bagaimana etiologi hipertensi pada lansia? Seperti apa patofisiologi
hipertensi pada lansia? Bagaimana Tanda dan Gejala hipertensi pada lansia? Apa saja pemeriksaan
penunjang hipertensi pada lansia? Apa saja komplikasi hipertensi pada lansia? Bagaimana
penatalaksanaan hipertensi pada lansia? Bagaimana Asuhan Keperawatan hipertensi pada lansia?1.3
Tujuan 1.3.1 Tujuan Umum Agar pembaca dapat memahami lebih jauh tentang penyakit hipertensi
pada lansia.1.3.2Tujuan Khusus1.3.2.1 Untuk mengetahui pengertian hipertensi pada lansia. 1.3.2.2
Untuk mengetahui klasifikasi hipertensi pada lansia. 1.3.2.3 Untuk mengetahui etiologi hipertensi
pada lansia. 1.3.2.4 Untuk mengetahui patofisiologi hipertensi pada lansia. 1.3.2.5 Untuk mengetahui
Tanda dan Gejala hipertensi pada lansia. 1.3.2.6 Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang
hipertensi pada lansia. 1.3.2.7 Untuk mengetahui komplikasi hipertensi pada lansia. 1.3.2.8 Untuk
mengetahui penatalaksanaan hipertensi pada lansia. 1.3.2.9 Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan
hipertensi pada lansia.1.4 Manfaat Tulisan ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumber informasi
baik bagi tenaga kesehatan ataupun masyarakat umum mengenai Hipertensi pada lansia.7BAB II
PEMBAHASAN2.1 Pengertian Hipertensi Pada Lansia Hipertensi dicirikan dengan peningkatan
tekanan darah diastolik dan sistolik yang intermiten atau menetap. Pada populasi lansia, hipertensi
didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg.
(Smeltzer,2001).Menurut WHO ( 1978 ), tekanan darah sama dengan atau diatas 160 / 95 mmHg
dinyatakan sebagai hipertensi. Pada Populasi manula, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan
sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg (Brunner & Suddarth, 1996)2.2. Klasifikasi
Hipertensi Pada Lansia 2.2.1. Berdasarkan etiologinya, hipertensi dibagi menjadi : 1. Hipertensi
primer atau esensial Penyebab pasti masih belum diketahui. Jenis ini adalah yang terbanyak, yaitu
sekitar 90-95% dari seluruh pasien hipertensi. Riwayat keluarga,obesitas,diit tinggi natrium,lemak
jenuh dan penuaan adalah faktor pendukung. Walaupun faktor genetik sepertinya sangat
berhubungan dengan hipertensi primer, tapi mekanisme pastinya masih belum diketahui.2.
Hipertensi sekunder Hipertensi sekunder akibat penyakit ginjal atau penyebab yang terindentifikasi
lainya. Hipertensi yang penyebabnya diketahui seperti hipertensi renovaskuler, feokromositoma,
sindrom cushing, aldosteronisme primer, dan obat-obatan, yaitu sekitar 2-10% dari seluruh pasien
hipertensi.2.2.2. Klasifikasi Hipertensi Berdasarkan Pedoman Joint National Committee 7 Kategori
Optimal Normal Prehipertensi Sistolik (mmHg) 115 atau kurang < 120 120-139 Diastolik (mmHg) 75
atau kurang < 80 80-898Hipertensi stage I Hipertensi stage II140-159 16090-99 100Berdasarkan
klasifikasi dari JNC-VI maka hipertensi pada usia lanjut dapat dibedakan: Hipertensi sistolik saja
(Isolated systolic hypertension), terdapat pada 6-12% penderita di atas usia 60th, terutama pada
wanita. Insioden meningkat seiring bertambahnya umur. Hipertensi diastolic saja (Diastolic
hypertension), terdapat antara 12-14% penderita di atas usia 60th, terutama pada pria. Insidensi
menurun seiring bertambahnya umur. Hipertensi sistolik-diastolik: terdapat pada 6-8% penderita usia
di atas 60th, lebih banyak pada wanita. Menningkat dengan bertambahnya umur.2.3. Etiologi
Hipertensi Pada Lansia Dengan perubahan fisiologis normal penuaan, faktor resiko hipertensi lain
meliputi diabetes ras riwayat keluarga jenis kelamin faktor gaya hidup seperti obesitas asupan garam
yang tinggi alkohol yang berlebihan. Faktor resiko yang mempengaruhi hipertensi yang dapat atau
tidak dapat dikontrol, antara lain: a. Faktor resiko yang tidak dapat dikontrol: Faktor risiko yang tidak
dapat diubah, seperti riwayat keluarga (genetik kromosomal), umur (pria : > 55 tahun; wanita : > 65
tahun), jenis kelamin pria atau wanita pasca menopause. a. Jenis kelamin Prevalensi terjadinya
hipertensi pada pria sama dengan wanita.Namun wanita terlindung dari penyakit kardiovaskuler
sebelum menopause. Wanita yang belum mengalami menopause dilindungi oleh hormon estrogen
yang berperan dalam meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL). Kadar kolesterol HDL yang
tinggi merupakan faktor pelindung dalam mencegah terjadinya proses aterosklerosis. Efek
perlindungan estrogen dianggap sebagai penjelasan adanya imunitas wanita pada usia
premenopause. Pada premenopause wanita mulai kehilangan sedikit demi sedikit hormon estrogen
yang selama ini9melindungi pembuluh darah dari kerusakan. Proses ini terus berlanjut dimana
hormon estrogen tersebut berubah kuantitasnya sesuai dengan umur wanita secara alami, yang
umumnya mulai terjadi pada wanita umur 45-55 tahun. Dari hasil penelitian didapatkan hasil lebih
dari setengah penderita hipertensi berjenis kelamin wanita sekitar 56,5%.Hipertensi lebih banyak
terjadi pada pria bila terjadi pada usia dewasa muda. Tetapi lebih banyak menyerang wanita setelah
umur 55 tahun, sekitar 60% penderita hipertensi adalah wanita. Hal ini sering dikaitkan dengan
perubahan hormon setelah menopause.b. Umur Semakin tinggi umur seseorang semakin tinggi
tekanan darahnya, jadi orang yang lebih tua cenderung mempunyai tekanan darah yang tinggi dari
orang yang berusia lebih muda. Hipertensi pada usia lanjut harus ditangani secara khusus. Hal ini
disebabkan pada usia tersebut ginjal dan hati mulai menurun, karena itu dosis obat yang diberikan
harus benar-benar tepat. Tetapi pada kebanyakan kasus , hipertensi banyak terjadi pada usia lanjut.
hipertensi sering terjadi pada usia pria : > 55 tahun; wanita : > 65 tahun. Hal ini disebabkan
terjadinya perubahan hormon sesudah menopause. Hanns Peter (2009) mengemukakan bahwa
kondisi yang berkaitan dengan usia ini adalah produk samping dari keausan arteriosklerosis dari
arteri-arteri utama, terutama aorta, dan akibat dari berkurangnya kelenturan. Dengan mengerasnya
arteri-arteri ini dan menjadi semakin kaku, arteri dan aorta itu kehilangan daya penyesuaian diri.c.
Keturunan (Genetik) Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akanmenyebabkan keluarga itu
mempunyai risiko menderita hipertensi. Hal ini berhubungan dengan peningkatan kadar sodium
intraseluler dan rendahnya rasio antara potasium terhadap sodium Individu dengan orang tua
dengan hipertensi mempunyai risiko dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi dari pada orang
yang tidak mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi. Seseorang akan memiliki kemungkinan
lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah penderita hipertensi.10b.Faktor
resiko yang dapat dikontrol: 1. Obesitas Pada usia + 50 tahun dan dewasa lanjut asupan kalori
mengimbangi penurunan kebutuhan energi karena kurangnya aktivitas. Itu sebabnya berat badan
meningkat. Obesitas dapat memperburuk kondisi lansia. Kelompok lansia dapat memicu timbulnya
berbagai penyakit seperti artritis, jantung dan pembuluh darah, hipertensi. Indeks masa tubuh (IMT)
berkorelasi langsung dengan tekanan darah, terutama tekanan darah sistolik. Risiko relatif untuk
menderita hipertensi pada orang obes 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan seorang yang berat
badannya normal. Pada penderita hipertensi ditemukan sekitar 2030% memiliki berat badan lebih.2.
Kurang Olahraga. Olahraga banyak dihubungkan dengan pengelolaan penyakit tidak menular, karena
olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan tekanan
darah (untuk hipertensi) dan melatih otot jantung sehingga menjadi terbiasa apabila jantung harus
melakukan pekerjaan yang lebih berat karena adanya kondisi tertentu Kurangnya aktivitas fisik
menaikan risiko tekanan darah tinggi karena bertambahnya risiko untuk menjadi gemuk. Orang-
orang yang tidak aktif cenderung mempunyai detak jantung lebih cepat dan otot jantung mereka
harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi, semakin keras dan sering jantung harus memompa
semakin besar pula kekuaan yang mendesak arteri.3. Kebiasaan Merokok Merokok menyebabkan
peninggian tekanan darah. Perokok berat dapat dihubungkan dengan peningkatan insiden hipertensi
maligna dan risiko terjadinya stenosis arteri renal yang mengalami ateriosklerosis.4. Mengkonsumsi
garam berlebih Badan kesehatan dunia yaitu World Health Organization (WHO)merekomendasikan
pola konsumsi garam yang dapat mengurangi risiko terjadinya hipertensi. Kadar sodium yang
direkomendasikan adalah tidak lebih dari 100 mmol (sekitar 2,4 gram sodium atau 6 gram garam)
perhari. Konsumsi11natrium yang berlebih menyebabkan konsentrasi natrium di dalam cairan
ekstraseluler meningkat. Untuk menormalkannya cairan intraseluler ditarik ke luar, sehingga volume
cairan ekstraseluler meningkat. Meningkatnya volume cairan ekstraseluler tersebut menyebabkan
meningkatnya volume darah, sehingga berdampak kepada timbulnya hipertensi.5. Minum alkohol
Banyak penelitian membuktikan bahwa alkohol dapat merusak jantung dan organ-organ lain,
termasuk pembuluh darah. Kebiasaan minum alkohol berlebihan termasuk salah satu faktor resiko
hipertensi.6. Minum kopi Faktor kebiasaan minum kopi didapatkan dari satu cangkir kopi
mengandung 75 200 mg kafein, di mana dalam satu cangkir tersebut berpotensi meningkatkan
tekanan darah 5 -10 mmHg. 7. Stress Hubungan antara stres dengan hipertensi diduga melalui
aktivitas saraf simpatis peningkatan saraf dapat menaikan tekanan darah secara intermiten (tidak
menentu). Stress yang berkepanjangan dapat mengakibatkan tekanan darah menetap tinggi.
Walaupun hal ini belum terbukti akan tetapi angka kejadian di masyarakat perkotaan lebih tinggi
dibandingkan dengan di pedesaan. Hal ini dapat dihubungkan dengan pengaruh stress yang dialami
kelompok masyarakat yang tinggal di kota. Menurut Anggraini (2009) mengatakan stres akan
meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer dan curah jantung sehingga akan menstimulasi
aktivitas saraf simpatis. Adapun stres ini dapat berhubungan dengan pekerjaan, kelas sosial,
ekonomi, dan karakteristik personal.122.4 2.5 Tanda Dan Gejala Hipertensi Pada Lansia Seperti
penyakit degeneratif pada lanjut usia lainnya, hipertensi sering tidak memberikan gejala apapun atau
gejala yang timbul tersamar (insidious) atau tersembunyi (occult). Menurut Rokhaeni ( 2001 ),
manifestasi klinis beberapa pasien yang menderita hipertensi yaitu : Mengeluh sakit kepala, pusing
Lemas, kelelahan, Sesak nafas, Gelisah, Mual Muntah, Epistaksis, Kesadaran menurun2.6
Pemeriksaan Penunjang Hipertensi Pada Lansia a. Hemoglobin / hematokrit Untuk mengkaji
hubungan dari sel sel terhadap volume cairan (viskositas) dan dapat mengindikasikan factor factor
resiko seperti hiperkoagulabilitas, anemia. b. c. BUN : memberikan informasi tentang perfusi ginjal
Glukosa Hiperglikemi (diabetes mellitus adalah pencetus hipertensi) dapat diakibatkan oleh
peningkatan katekolamin (meningkatkan hipertensi). d. Kalium serum Hipokalemia dapat
megindikasikan adanya aldosteron utama (penyebab) atau menjadi efek samping terapi diuretik. e.
Kalsium serum Peningkatan kadar kalsium serum dapat menyebabkan hipertensi. f. Kolesterol dan
trigliserid serum Peningkatan kadar dapat mengindikasikan pencetus untuk / adanya plak
ateromatosa ( efek kardiovaskuler ) g. Pemeriksaan tiroid. Hipertiroidisme dapat menimbulkan
vasokonstriksi dan hipertensi. h. Kadar aldosteron urin/serum Untuk mengkaji aldosteronisme primer
( penyebab ). i. Urinalisa Darah, protein, glukosa mengisyaratkan disfungsi ginjal dan atau adanya
diabetes. j. Asam urat Hiperurisemia telah menjadi implikasi faktor resiko hipertensi. k. Steroid
urin13pembentukanKenaiakn dapat mengindikasikan hiperadrenalisme l. IVP Dapat mengidentifikasi
penyebab hieprtensiseperti penyakit parenkim ginjal, batu ginjal / ureter. m. Foto dada Menunjukkan
obstruksi kalsifikasi pada area katub, perbesaran jantung. n. CT scan Untuk mengkaji tumor serebral,
ensefalopati. o. EKG Dapat menunjukkan pembesaran jantung, pola regangan, gangguan konduksi,
peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.2.7 Komplikasi
Hipertensi Pada Lansia Pasien dengan hipertensi dapat meninggal dengan cepat; penyebab tersering
kematian adalah penyakit jantung, sedangkan stroke dan gagal ginjal sering ditemukan, dan sebagian
kecil pada pasien dengan retinopati. a. Komplikasi pada Sistem Kardiovaskuler Kompensasi akibat
penambahan kerja jantung dengan peningkatan tekanan sistemik adalah hipertrofi ventrikel kiri, yang
ditandai dengan penebalan dinding ventrikel. Hal ini menyebabkan fungsi ventrikel memburuk,
kapasitasnya membesar dan timbul gejala-gejala dan tanda-tanda gagal jantung. Angina pektoris
dapat timbul sebagai akibat dari kombinasi penyakit arteri koronaria dan peningkatan kebutuhan
oksigen miokard karena penambahan massanya. Pada pemeriksaan fisik, didapatkan pembesaran
jantung dengan denyut ventrikel kiri yang menonjol. Suara penutupan aorta menonjol dan mungkin
ditemukan murmur dari regurgitasi aorta. Bunyi jantung presistolik (atrial, keempat) sering terdengar
pada penyakit jantung hipertensif, dan bunyi jantung protodiastolik (ventrikuler, ketiga) atau irama
gallop mungkin saja ditemukan. Pada elektrokardiogram, ditemukan tanda-tanda hipertrofi ventrikel
kiri. Bila penyakit berlanjut, dapat terjadi iskemi dan infark. Sebagian besar kematian dengan
hipertensi disebabkan oleh infark miokard atau gagal jantung kongestif. Data-data terbaru menduga
bahwa kerusakan miokardial mungkin lebih diperantarai oleh aldosteron pada14asupan garam yang
normal atau tinggi dibandingkan hanya oleh peningkatan tekanan darah atau kadar angiotensin
II.b.Efek Neurologik Efek neurologik pada hipertensi lanjut dibagi dalam perubahan pada retina dan
sistem saraf pusat. Karena retina adalah satu-satunya jaringan dengan arteri dan arteriol yang dapat
langsung diperiksa, maka dengan pemeriksaan optalmoskopik berulang memungkinkan pengamatan
terhadap proses dampak hipertensi pada pembuluh darah retina. Efek pada sistem saraf pusat juga
sering terjadi pada pasien hipertensi. Sakit kepala di daerah oksipital, paling sering terjadi pada pagi
hari, yang merupakan salah satu dari gejala-gejala awal hipertensi. Dapat juga ditemukan
keleyengan, kepala terasa ringan, vertigo, tinitus dan penglihatan menurun atau sinkope, tapi
manifestasi yang lebih serius adalah oklusi vaskuler, perdarahan atau ensefalopati. Patogenesa dari
kedua hal pertama sedikit berbeda. Infark serebri terjadi secara sekunder akibat peningkatan
aterosklerosis pada pasien hipertensi, dimana perdarahan serebri adalah akibat dari peningkatan
tekanan darah danperkembangan mikroaneurisma vaskuler serebri (aneurisma Charcot-Bouchard).
Hanya umur dan tekanan arterial diketahui berpengaruh terhadap perkembangan mikroaneurisma.
Ensefalopati hipertensi terdiri dari gejala-gejala : hipertensi berat, gangguan kesadaran, peningkatan
tekanan intrakranial, retinopati dengan papiledem dan kejang. Patogenesisnya tidak jelas tapi
kemungkinan tidak berkaitan dengan spasme arterioler atau udem serebri. Tanda-tanda fokal
neurologik jarang ditemukan dan jikalau ada, lebih dipikirkan suatu infark / perdarahan serebri atau
transient ischemic attack. Hipertensi atau tekanan darah tinggi memberikan kelainan pada retina
berupa retinopati hipertensi, dengan arteri yang besarnya tidak beraturan, eksudat pada retina,
edema retina dan perdarahan retina. Kelainan pembuluh darah dapat berupa penyempitan umum
atau setempat, percabangan pembuluh darah yang tajam, fenomena crossing atau sklerosis
pembuluh darah.c.Efek pada Ginjal15Lesi aterosklerosis pada arteriol aferen dan eferen serta kapiler
glomerulus adalah lesi vaskuler renal yang paling umum pada hipertensi dan berakibat pada
penurunan tingkat filtrasi glomerulus dan disfungsi tubuler. Proteinuria dan hematuria mikroskopik
terjadi karena lesi pada glomerulus dan 10 % kematian disebabkan oleh hipertensi akibat gagal ginjal.
Kehilangan darah pada hipertensi terjadi tidak hanya dari lesi pada ginjal; epitaksis, hemoptisis dan
metroragi juga sering terjadi pada pasien-pasien ini.2.8 Penatalaksanaan Hipertensi Pada Lansia
Lebih dari 10 tahun yang lalu masih terjadi perdebatan tentang perlu tidaknya pengobatan hipertensi
pada usia lanjut. Golongan yang kontra menyatakan bahwa penurunan tekanan darah pada
hipertensi lansia justru akan menyebabkan kemungkinan terjadinya trombosis koroner, hipotensi
postural dan penurunan kualitas hidup. Dengan penelitian-penelitian yang diadakan dalam 10 tahun
terakhir ini jelas dibuktikan bahwa menurunkan tekanan darah pada hipertensi lansia jelas akan
menurunkan komplikasi akibat hipertensi secara bermakna. Tujuan penatalaksanaan hipertensi
adalah mengurangi morbiditas dan mortalitas yang berkaitan dengan sistem kardiovaskuler dan
ginjal. Karena kebanyakan penderita hipertensi, khususnya yang berusia > 50 tahun akan mencapai
target tekanan diastol saat target tekanan sistol sudah dicapai, sehingga fokus utamanya adalah
mencapai target tekanan sistol. Penurunan tekanan sistol dan diastol < 140 / 90 mmHg berhubungan
dengan penurunan terjadinya komplikasi stroke, dan pada pasien hipertensi dengan diabetes
melitus, target tekanan darah ialah < 130 / 80 mmHg. Penalaksanaan hipertensi dilandasi oleh
beberapa prinsip, yaitu : 1. Pengobatan hipertensi sekunder lebih mendahulukan pengobatan kausal.
2. Pengobatan hipertensi esensial ditujukan untuk menurunkan tekanan darah dengan harapan
memperpanjang umur dan mengurangi timbulnya komplikasi. 3. Upaya menurunkan tekanan darah
dicapai dengan menggunakan obatantihipertensi. 4. Pengobatan hipertensi adalah pengobatan
jangka panjang, bahkan mungkin seumur hidup. 5. Pengobatan dengan menggunakan standart triple
therapy (stt) menjadi dasar pengobatan hipertensi.16Pemakain obat pada lanjut usia perlu dipikirkan
kemungkinan adanya : a. Gangguan absorsbsi dalam alat pencernaan b. Interaksi obat c. Efek
samping obat. d. Gangguan akumulasi obat terutama obat-obat yang ekskresinya melalui ginjal.Pada
pengobatan hipertensi ada tiga hal evaluasi menyeluruh terhadap kondisi penderita adalah : a. Pola
hidup dan indentifikasi ada tidaknya faktor resiko kardiovaskuler. b. Penyebab langsung hipertensi
sekunder atau primer. c. Organ yang rusak karena hipertensi.Secara garis besar, terdapat beberapa
hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan obat antihipertensi, yaitu: 1. 2. 3. 4. 5. 6. Mempunyai
efektivitas yang tinggi Mempunyai toksisitas dan efek samping yang ringan atau minimal
Memungkinkan penggunaan obat secara oral. Tidak menimbulkan intoleransi Harga obat relatif
murah sehingga terjangkau oleh penderita. Memungkinkan penggunaan obat dalam jangka
panjangTidak jarang penatalaksanaan hipertensi dengan menggunakan obat-obat antihipertensi
mengalami kegagalan, yang dapat disebabkan oleh hal-hal di bawah ini : 1. Ketidakpatuhan penderita
2. Peningkatan volume oleh karena peningkatan asupan natrium, kerusakan ginjal, dan kurangnya
pemberian diuretik 3. Obesitas 4. Dosis yang tidak adekuat 5. Interaksi obat 6. Kontrasepsi oral 7.
Penggunaan obat-obat steroid 8. Hipertensi sekunder17Klasifikasi dan Managemen Tekanan Darah
untuk Dewasa * BP Classification SBP (mmHg) * DBP (mmHg )* Lifestyle Modificati on Initial Drug
Therapy Without Compelling Indication Normal Prehypertension < 120 120-139 and < 80 Encourage
or 80-89 Yes No antihypertensive indicated Stage Hypertension I 140-159 or 90-99 Yes Thiazide-type
Drug(s) compelling indications. Drug(s) for the for With Compelling Indicationdiuretics for most.
compelling May consider indications. ACEI , ARB, BB Other , II 160 100 CCB or antihypertensive drugs
(diuretics,combination. Stage Hypertension Yes Two-drug combination mostACEI, ARB, BB, for CCB)
as needed.(usuallythiazide-type diuretic and ACEI or ARB or BB or CCB) SBP : Systolic Blood Pressure
DBP : Diastolic Blood Pressure. Drug abbreviations : BP : ACEI : Angiotensin Converting Enzyme
Inhibitor ARB : Angiotensin Receptor Blocker CCB : Calsium Channel Bloker. BB : Beta-Bloker *
Treatment determined by highest BP category.Initial combined therapy should be used cautiously in
those at risk for orthostatic hypotension.Treat patients with chronic kidney disease or diabetes or BP
goal < 130/80 mmHg182.8.1 Konsep Penatalaksanaan Hipertensi Terkini Joint National Committee VII
merekomendasikan konsep terapi yang terbaru yaitu : a. Pasien dengan tekanan darah sistolik 120-
139 mmHg dan tekanan darah diastolic 80-89 mmHg hanya memerlukan penatalaksanaan
nonfarmakologis dengan cara modifikasi gaya hidup. b. Pasien yang tidak memiliki komplikasi
hipertensi, diperlukan penatalaksanaan secara farmakologis dengan diberikan obat golongan diuretik
atau bisa juga diberikan obat dari golongan lain. c. Lebih memperhatikan tekanan darah sistolik dan
penanganannya harus dimulai jika tekanan darah sistolik meningkat walaupun tekanan darah
diastoliknya tidak. d. Sebagian besar pasien hipertensi memerlukan obat kombinasi antihipertensi,
salah satunya adalah obat dari golongan diuretik tiazid. e. Kebanyakan pasien hipertensi memerlukan
2 atau lebih pengobatan untuk mencapai tekanan darah 20/10 mmHg di atas tekanan darah yang
diinginkan. f. Golongan ACE Inhibitor sendiri atau kombinasi dengan golongan diuretic masih
merupakan terapi pilihan yang terbaik untuk pasien dengan hipertensi yang sudah mengalami
komplikasi penyakit jantung.Bila hipertensi yang terjadi tanpa disertai dengan komplikasi atau
penyakit penyerta lain, maka pengobatan adalah mudah. Penatalaksanaan untuk hipertensi dibagi
menjadi : 1. Non Farmakologis atau modifikasi gaya hidup. 2. Farmakologis19A. Non farmakologis
atau modifikasi gaya hidup meliputi : Kriteria Indeks Massa Tubuh Kriteria Kurang Normal Berat
badan lebih Obesitas Obesitas berat IMT (kg/m2)

Anda mungkin juga menyukai