Anda di halaman 1dari 21

Makalah hipertensi lansia

Dokumen.tips
Login / Signup

Leadership

Technology

Education

Marketing

Design

More Topics

Search

1. Home

2. Documents

3. Makalah Hipertensi Pada Lansia Revisi

MAKALAH
KEPERAWATAN GERONTIK II
ASUHAN KEPERAWATAN HIPERTENSI PADA LANSIA
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Keperawatan Gerontik II.
Disusun Oleh :
Kelompok
Deshy Lia S. (09060035)
Muhamad Ghufron (09060059)
Indriawati I. (09060022)
Diah Nurul H. (090600
Nina dwi A. (090600
Muhammad Tong (08060125)
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
1
2012
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam,atas rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini penulis buat dengan tujuan
memenuhi tugas Keperawatan Gerontik II.
Tidak lupa penulis ucapkan terimakasih kepada :
1.Team dosen mata kuliah Keperawatan Gerontik selaku dosen pembimbing mata kuliah.
2.Teman teman dan berbagai pihak yang telah membantu terselasaikannya makalah ini.
Penulis berharap agar setelah membaca makalah ini , para pembaca dapat memahami dan
mendapatkan pengetahuan yang lebih baik, sehingga dapat di aplikasikan untuk
mengembangkan kompetensi dalam bidang keperawatan. Penulis juga menyadari sepenuhnya
bahwa makalah ini masih memiliki banyak kekurangan, untuk itu penulis membuka diri
menerima berbagai saran dan kritik demi perbaikan di masa mendatang.
2
of 37

Makalah Hipertensi Pada Lansia Revisi


by ghufrondodol

on Aug 04, 2015

Report

Category:

Documents

Download: 5

Comment: 0

2,556

views

Comments

Description
Download Makalah Hipertensi Pada Lansia Revisi

Transcript
MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK II ASUHAN KEPERAWATAN HIPERTENSI
PADA LANSIA Disusun Untuk Memenuhi Tugas Keperawatan Gerontik II. Disusun Oleh :
Kelompok Deshy Lia S. Muhamad Ghufron Indriawati I. Diah Nurul H. Nina dwi A. Muhammad
Tong (09060035) (09060059) (09060022) (090600 (090600 (08060125) PROGRAM STUDI
ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH MALANG 2012 1 KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah SWT,
Tuhan semesta alam,atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah ini. Makalah ini penulis buat dengan tujuan memenuhi tugas Keperawatan Gerontik II.
Tidak lupa penulis ucapkan terimakasih kepada : 1. Team dosen mata kuliah Keperawatan
Gerontik selaku dosen pembimbing mata kuliah. 2. Teman teman dan berbagai pihak yang
telah membantu terselasaikannya makalah ini. Penulis berharap agar setelah membaca makalah
ini , para pembaca dapat memahami dan mendapatkan pengetahuan yang lebih baik, sehingga
dapat di aplikasikan untuk mengembangkan kompetensi dalam bidang keperawatan. Penulis juga
menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih memiliki banyak kekurangan, untuk itu penulis
membuka diri menerima berbagai saran dan kritik demi perbaikan di masa mendatang. 2
DAFTAR ISI COVER KATA PENGANTAR BAB 1 1.1 1.2 1.3 PENDAHULUAN Latar
Belakang Rumusan Masalah Tujuan BAB 2 2.1 2.2 2.3 2.4 2.5 2.6 2.7 2.8 2.9 PEMBAHASAN
Pengertian hipertensi pada lansia Klasifikasi hipertensi pada lansia Etiologi hipertensi pada
lansia Patofisiologi hipertensi pada lansia Tanda dan gejala hipertensi pada lansia Pemeriksaan
penunjang hipertensi pada lansia Komplikasi hipertensi pada lansia Penatalaksanaan hipertensi
pada lansia Asuhan keperawatan hipertensi pada lansia 3 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar
Belakang Penduduk Lanjut Usia merupakan bagian dari anggota keluarga dan anggota
masyarakat yang semakin bertambah jumlahnya sejalan dengan peningkatan usia harapan hidup.
Pada tahun 1980 penduduk lanjut usia baru berjumlah 7,7 juta jiwa atau 5,2 persen dari seluruh
jumlah penduduk. Pada tahun 1990 jumlah penduduk lanjut usia meningkat menjadi 11,3 juta
orang atau 8,9 persen. Jumlah ini meningkat di seluruh Indonesia menjadi 15,1 juta jiwa pada
tahun 2000 atau 7,2 persen dari seluruh penduduk. Dan diperkirakan pada tahun 2020 akan
menjadi 29 juta orang atau 11,4 persen. Hal ini menunjukkan bahwa penduduk lanjut usia
meningkat secara konsisten dari waktu ke waktu. Angka harapan hidup penduduk Indonesia
berdasarkan data Biro Pusat Statistik pada tahun 1968 adalah 45,7 tahun, pada tahun 1980 :
55.30 tahun, pada tahun 1985 : 58,19 tahun, pada tahun 1990 : 61,12 tahun, dan tahun 1995 :
60,05 tahun serta tahun 2000 : 64.05 tahun (BPS.2000) Dengan makin meningkatnya harapan
hidup penduduk Indonesia, maka dapat diperkirakan bahwa insidensi penyakit degeneratif akan
meningkat pula. Salah satu penyakit degeneratif yang mempunyai tingkat morbiditas dan
mortalitas tinggi adalah hipertensi. Hipertensi pada usia lanjut menjadi lebih penting lagi
mengingat bahwa patogenesis, perjalanan penyakit dan penatalaksanaannya tidak seluruhnya
sama dengan hipertensi pada usia dewasa muda. Pada umumnya tekanan darah akan bertambah
tinggi dengan bertambahnya usia pasien, dimana tekanan darah diastolik akan sedikit menurun
sedangkan tekanan sistolik akan terus meningkat. Penyakit degeneratif dan penyakit tidak
menular mengalami peningkatan resiko penyebab kematian, dimana pada tahun 1990, kematian
penyakit tidak menular 48 % dari seluruh kematian di dunia, sedangkan kematian akibat penyakit
jantung dan pembuluh darah, gagal ginjal dan stroke sebanyak 43% dari seluruh kamatian di
dunia dan meningkat pada tahun 2000 kematian akibat penyakit tidak menular yaitu 64 % dari
seluruh kematian dimana 60% disebabkan karena penyakit jantung dan pembuluh darah, stroke
dan gagal ginjal. Pada tahun 2020, diperkirakan kematian akibat penyakit tidak menular sebesar
73% dari seluruh kematian di dunia dan sebanyak 4 66% diakibatkan penyakit jantung dan
pembuluh darah, gagal ginjal dan stroke, dimana faktor resiko utama penyakit tersebut adalah
hipertensi. (Zamhir, 2006). Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan penyebab kematian
dan kesakitan yang tinggi. Darah tinggi sering diberi gelar The Silent Killer karena hipertensi
merupakan pembunuh tersembunyi karena disamping karena prevalensinya yang tinggi dan
cenderung meningkat di masa yang akan datang, juga karena tingkat keganasannya yang tinggi
berupa kecacatan permanen dan kematian mendadak. Sehingga kehadiran hipertensi pada
kelompok dewasa muda akan sangat membebani perekonomian keluarga, karena biaya
pengobatan yang mahal dan membutuhkan waktu yang panjang, bahkan seumur hidup.
(Bahrianwar, 2009) Di Indonesia dari hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1995,
prevalensi hipertensi di Indonesia adalah 8.3% (pengkuran standart WHO yaitu pada batas
tekanan darah normal 160/90 mmHg). Pada tahun 2000 prevalensi penderita hipertensi di
indonesia mencapai 21% (pengukuran standart Depkes yaitu pada batas tekanan darah normal
139 / 89 mmHg). Selanjutnya akan diestimasi akan meningkat menjadi 37 % pada tahun 2015
dan menjadi 42 % pada tahun 2025. (Zamhir, 2006). Penyebab hipertensi tidak diketahui pada
sekitar 95 % kasus. Bentuk hipertensi idiopatik disebut hipertensi primer atau esensial.
Patogenesis pasti tampaknya sangat kompleks dengan interaksi dari berbagai variabel, mungkin
pula ada predisposisi genetik. Mekanisme lain yang dikemukakan mencakup perubahan
perubahan berikut: (1). Eksresi natrium dan air oleh ginjal, (2). Kepekaan baroreseptor, (3).
Respon vesikuler, dan (4). Sekresi renin. Sedangkan 5% penyakit hipertensi terjadi sekunder
akibat proses penyakit lain seperti penyakit parenkhim ginjal atau aldosterronisme primer
(Prince, 2005). Beberapa organisasi dunia dan regional telah memproduksi, bahkan
memperbaharui pedoman penanggulangan hipertensi. Dari berbagai strategi dapat disimpulkan
bahwa penanggulangan hipertensi melibatkan banyak disiplin ilmu. Kunci pencegahan atau
penanggulangan perorangan adalah gaya hidup sehat. Masyarakat juga perlu tahu risiko
hipertensi agar dapat saling mendukung untuk mencegah atau menanggulangi agar tidak
menyebabkan peningkatan yang signifikan sampai mencegah terjadinya komplikasi.
(Bahrianwar,2009). Di Indonesia, Pemerintah bersama Departemen Kesehatan RI memberi
apresiasi dan perhatian serius dalam pengendalian penyakit Hipertensi. Sejak tahun 2006
Departemen Kesehatan RI melalui Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak 5 Menular yang
bertugas untuk melaksanakan pengendalian penyakit jantung dan pembuluh darah termasuk
hipertensi dan penyakit degenaritaif linnya, serta gangguan akibat kecelakaan dan cedera.
(Depkes, 2007). Untuk mengendalikan hipertensi di Indonesia telah dilakukan beberapa langkah,
yaitu mendistribusikan buku pedoman, Juklak dan Juknis pengendalian hipertensi; melaksanakan
advokasi dan sosialisasi; melaksanakan intensifikasi, akselerasi, dan inovasi program sesuai
dengan kemajuan teknologi dan kondisi daerah setempat (local area specific); mengembangkan
(investasi) sumber daya manusia dalam pengendalian hipertensi; memperkuat jaringan kerja
pengendalian hipertensi, antara lain dengan dibentuknya Kelompok Kerja Pengendalian
Hipertensi; memperkuat logistik dan distribusi untuk deteksi dini faktor risiko penyakit jantung
dan pembuluh darah termasuk hipertensi; meningkatkan surveilans epidemiologi dan sistem
informasi pengendalian hipertensi; melaksanakan monitoring dan evaluasi; dan mengembangkan
sistem pembiayaan pengendalian hipertensi. (Depkes, 2007). Pada usia lanjut aspek diagnosis
selain kearah hipertensi dan komplikasi, pengenalan berbagai penyakit yang juga diderita oleh
orang tersebut perlu mendapatkan perhatian oleh karena berhubungan erat dengan
penatalaksanaan secara keseluruhan. Dahulu hipertensi pada lanjut usia dianggap tidak selalu
perlu diobati, bahkan dianggap berbahaya untuk diturunkan. Memang teori ini didukung oleh
observasi yang menunjukkan turunnya tekanan darah sering kali diikuti pada jangka pendeknya
oleh perburukan serangan iskemik yang transient (TIA). Tetapi akhir-akhir ini dari penyelidikan
epidemiologi maupun trial klinik obat-obat antihipertensi pada lanjut usia menunjukan bahwa
hipertensi pada lansia merupakan risiko yang paling penting untuk terjadinya penyakit
kardiovaskuler, strok dan penyakit ginjal. Banyak data akhir-akhir ini menunjukan bahwa
pengobatan hipertensi pada lanjut usia dapat mengurangi mortalitas dan morbiditas. 6 1.2
Rumusan Masalah 1.2.1 1.2.2 1.2.3 1.2.4 1.2.5 1.2.6 1.2.7 1.2.8 1.2.9 Apa itu hipertensi pada
lansia? Apa saja klasifikasi hipertensi pada lansia? Bagaimana etiologi hipertensi pada lansia?
Seperti apa patofisiologi hipertensi pada lansia? Bagaimana Tanda dan Gejala hipertensi pada
lansia? Apa saja pemeriksaan penunjang hipertensi pada lansia? Apa saja komplikasi hipertensi
pada lansia? Bagaimana penatalaksanaan hipertensi pada lansia? Bagaimana Asuhan
Keperawatan hipertensi pada lansia? 1.3 Tujuan 1.3.1 Tujuan Umum Agar pembaca dapat
memahami lebih jauh tentang penyakit hipertensi pada lansia. 1.3.2 Tujuan Khusus 1.3.2.1 Untuk
mengetahui pengertian hipertensi pada lansia. 1.3.2.2 Untuk mengetahui klasifikasi hipertensi
pada lansia. 1.3.2.3 Untuk mengetahui etiologi hipertensi pada lansia. 1.3.2.4 Untuk mengetahui
patofisiologi hipertensi pada lansia. 1.3.2.5 Untuk mengetahui Tanda dan Gejala hipertensi pada
lansia. 1.3.2.6 Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang hipertensi pada lansia. 1.3.2.7 Untuk
mengetahui komplikasi hipertensi pada lansia. 1.3.2.8 Untuk mengetahui penatalaksanaan
hipertensi pada lansia. 1.3.2.9 Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan hipertensi pada lansia.
1.4 Manfaat Tulisan ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumber informasi baik bagi tenaga
kesehatan ataupun masyarakat umum mengenai Hipertensi pada lansia. 7 BAB II
PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Hipertensi Pada Lansia Hipertensi dicirikan dengan peningkatan
tekanan darah diastolik dan sistolik yang intermiten atau menetap. Pada populasi lansia,
hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg.
(Smeltzer,2001).Menurut WHO ( 1978 ), tekanan darah sama dengan atau diatas 160 / 95 mmHg
dinyatakan sebagai hipertensi. Pada Populasi manula, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan
sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg (Brunner & Suddarth, 1996) 2.2. Klasifikasi
Hipertensi Pada Lansia 2.2.1. Berdasarkan etiologinya, hipertensi dibagi menjadi : 1. Hipertensi
primer atau esensial Penyebab pasti masih belum diketahui. Jenis ini adalah yang terbanyak,
yaitu sekitar 90-95% dari seluruh pasien hipertensi. Riwayat keluarga,obesitas,diit tinggi
natrium,lemak jenuh dan penuaan adalah faktor pendukung. Walaupun faktor genetik sepertinya
sangat berhubungan dengan hipertensi primer, tapi mekanisme pastinya masih belum diketahui.
2. Hipertensi sekunder Hipertensi sekunder akibat penyakit ginjal atau penyebab yang
terindentifikasi lainya. Hipertensi yang penyebabnya diketahui seperti hipertensi renovaskuler,
feokromositoma, sindrom cushing, aldosteronisme primer, dan obat-obatan, yaitu sekitar 2-10%
dari seluruh pasien hipertensi. 2.2.2. Klasifikasi Hipertensi Berdasarkan Pedoman Joint National
Committee 7 Kategori Optimal Normal Prehipertensi Sistolik (mmHg) 115 atau kurang < 120
120-139 Diastolik (mmHg) 75 atau kurang < 80 80-89 8 Hipertensi stage I Hipertensi stage II
140-159 160 90-99 100 Berdasarkan klasifikasi dari JNC-VI maka hipertensi pada usia lanjut
dapat dibedakan: Hipertensi sistolik saja (Isolated systolic hypertension), terdapat pada 6-12%
penderita di atas usia 60th, terutama pada wanita. Insioden meningkat seiring bertambahnya
umur. Hipertensi diastolic saja (Diastolic hypertension), terdapat antara 12-14% penderita di
atas usia 60th, terutama pada pria. Insidensi menurun seiring bertambahnya umur. Hipertensi
sistolik-diastolik: terdapat pada 6-8% penderita usia di atas 60th, lebih banyak pada wanita.
Menningkat dengan bertambahnya umur. 2.3. Etiologi Hipertensi Pada Lansia Dengan perubahan
fisiologis normal penuaan, faktor resiko hipertensi lain meliputi diabetes ras riwayat keluarga
jenis kelamin faktor gaya hidup seperti obesitas asupan garam yang tinggi alkohol yang
berlebihan. Faktor resiko yang mempengaruhi hipertensi yang dapat atau tidak dapat dikontrol,
antara lain: a. Faktor resiko yang tidak dapat dikontrol: Faktor risiko yang tidak dapat diubah,
seperti riwayat keluarga (genetik kromosomal), umur (pria : > 55 tahun; wanita : > 65 tahun),
jenis kelamin pria atau wanita pasca menopause. a. Jenis kelamin Prevalensi terjadinya hipertensi
pada pria sama dengan wanita.Namun wanita terlindung dari penyakit kardiovaskuler sebelum
menopause. Wanita yang belum mengalami menopause dilindungi oleh hormon estrogen yang
berperan dalam meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL). Kadar kolesterol HDL
yang tinggi merupakan faktor pelindung dalam mencegah terjadinya proses aterosklerosis. Efek
perlindungan estrogen dianggap sebagai penjelasan adanya imunitas wanita pada usia
premenopause. Pada premenopause wanita mulai kehilangan sedikit demi sedikit hormon
estrogen yang selama ini 9 melindungi pembuluh darah dari kerusakan. Proses ini terus berlanjut
dimana hormon estrogen tersebut berubah kuantitasnya sesuai dengan umur wanita secara alami,
yang umumnya mulai terjadi pada wanita umur 45-55 tahun. Dari hasil penelitian didapatkan
hasil lebih dari setengah penderita hipertensi berjenis kelamin wanita sekitar 56,5%.Hipertensi
lebih banyak terjadi pada pria bila terjadi pada usia dewasa muda. Tetapi lebih banyak
menyerang wanita setelah umur 55 tahun, sekitar 60% penderita hipertensi adalah wanita. Hal ini
sering dikaitkan dengan perubahan hormon setelah menopause. b. Umur Semakin tinggi umur
seseorang semakin tinggi tekanan darahnya, jadi orang yang lebih tua cenderung mempunyai
tekanan darah yang tinggi dari orang yang berusia lebih muda. Hipertensi pada usia lanjut harus
ditangani secara khusus. Hal ini disebabkan pada usia tersebut ginjal dan hati mulai menurun,
karena itu dosis obat yang diberikan harus benar-benar tepat. Tetapi pada kebanyakan kasus ,
hipertensi banyak terjadi pada usia lanjut. hipertensi sering terjadi pada usia pria : > 55 tahun;
wanita : > 65 tahun. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan hormon sesudah menopause. Hanns
Peter (2009) mengemukakan bahwa kondisi yang berkaitan dengan usia ini adalah produk
samping dari keausan arteriosklerosis dari arteri-arteri utama, terutama aorta, dan akibat dari
berkurangnya kelenturan. Dengan mengerasnya arteri-arteri ini dan menjadi semakin kaku, arteri
dan aorta itu kehilangan daya penyesuaian diri. c. Keturunan (Genetik) Adanya faktor genetik
pada keluarga tertentu akanmenyebabkan keluarga itu mempunyai risiko menderita hipertensi.
Hal ini berhubungan dengan peningkatan kadar sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara
potasium terhadap sodium Individu dengan orang tua dengan hipertensi mempunyai risiko dua
kali lebih besar untuk menderita hipertensi dari pada orang yang tidak mempunyai keluarga
dengan riwayat hipertensi. Seseorang akan memiliki kemungkinan lebih besar untuk
mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah penderita hipertensi. 10 b. Faktor resiko yang
dapat dikontrol: 1. Obesitas Pada usia + 50 tahun dan dewasa lanjut asupan kalori mengimbangi
penurunan kebutuhan energi karena kurangnya aktivitas. Itu sebabnya berat badan meningkat.
Obesitas dapat memperburuk kondisi lansia. Kelompok lansia dapat memicu timbulnya berbagai
penyakit seperti artritis, jantung dan pembuluh darah, hipertensi. Indeks masa tubuh (IMT)
berkorelasi langsung dengan tekanan darah, terutama tekanan darah sistolik. Risiko relatif untuk
menderita hipertensi pada orang obes 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan seorang yang berat
badannya normal. Pada penderita hipertensi ditemukan sekitar 2030% memiliki berat badan
lebih. 2. Kurang Olahraga. Olahraga banyak dihubungkan dengan pengelolaan penyakit tidak
menular, karena olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan tahanan perifer yang akan
menurunkan tekanan darah (untuk hipertensi) dan melatih otot jantung sehingga menjadi terbiasa
apabila jantung harus melakukan pekerjaan yang lebih berat karena adanya kondisi tertentu
Kurangnya aktivitas fisik menaikan risiko tekanan darah tinggi karena bertambahnya risiko
untuk menjadi gemuk. Orang-orang yang tidak aktif cenderung mempunyai detak jantung lebih
cepat dan otot jantung mereka harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi, semakin keras dan
sering jantung harus memompa semakin besar pula kekuaan yang mendesak arteri. 3. Kebiasaan
Merokok Merokok menyebabkan peninggian tekanan darah. Perokok berat dapat dihubungkan
dengan peningkatan insiden hipertensi maligna dan risiko terjadinya stenosis arteri renal yang
mengalami ateriosklerosis. 4. Mengkonsumsi garam berlebih Badan kesehatan dunia yaitu World
Health Organization (WHO) merekomendasikan pola konsumsi garam yang dapat mengurangi
risiko terjadinya hipertensi. Kadar sodium yang direkomendasikan adalah tidak lebih dari 100
mmol (sekitar 2,4 gram sodium atau 6 gram garam) perhari. Konsumsi 11 natrium yang berlebih
menyebabkan konsentrasi natrium di dalam cairan ekstraseluler meningkat. Untuk
menormalkannya cairan intraseluler ditarik ke luar, sehingga volume cairan ekstraseluler
meningkat. Meningkatnya volume cairan ekstraseluler tersebut menyebabkan meningkatnya
volume darah, sehingga berdampak kepada timbulnya hipertensi. 5. Minum alkohol Banyak
penelitian membuktikan bahwa alkohol dapat merusak jantung dan organ-organ lain, termasuk
pembuluh darah. Kebiasaan minum alkohol berlebihan termasuk salah satu faktor resiko
hipertensi. 6. Minum kopi Faktor kebiasaan minum kopi didapatkan dari satu cangkir kopi
mengandung 75 200 mg kafein, di mana dalam satu cangkir tersebut berpotensi meningkatkan
tekanan darah 5 -10 mmHg. 7. Stress Hubungan antara stres dengan hipertensi diduga melalui
aktivitas saraf simpatis peningkatan saraf dapat menaikan tekanan darah secara intermiten (tidak
menentu). Stress yang berkepanjangan dapat mengakibatkan tekanan darah menetap tinggi.
Walaupun hal ini belum terbukti akan tetapi angka kejadian di masyarakat perkotaan lebih tinggi
dibandingkan dengan di pedesaan. Hal ini dapat dihubungkan dengan pengaruh stress yang
dialami kelompok masyarakat yang tinggal di kota. Menurut Anggraini (2009) mengatakan stres
akan meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer dan curah jantung sehingga akan
menstimulasi aktivitas saraf simpatis. Adapun stres ini dapat berhubungan dengan pekerjaan,
kelas sosial, ekonomi, dan karakteristik personal. 12 2.4 2.5 Tanda Dan Gejala Hipertensi Pada
Lansia Seperti penyakit degeneratif pada lanjut usia lainnya, hipertensi sering tidak memberikan
gejala apapun atau gejala yang timbul tersamar (insidious) atau tersembunyi (occult). Menurut
Rokhaeni ( 2001 ), manifestasi klinis beberapa pasien yang menderita hipertensi yaitu :
Mengeluh sakit kepala, pusing Lemas, kelelahan, Sesak nafas, Gelisah, Mual Muntah, Epistaksis,
Kesadaran menurun 2.6 Pemeriksaan Penunjang Hipertensi Pada Lansia a. Hemoglobin /
hematokrit Untuk mengkaji hubungan dari sel sel terhadap volume cairan (viskositas) dan
dapat mengindikasikan factor factor resiko seperti hiperkoagulabilitas, anemia. b. c. BUN :
memberikan informasi tentang perfusi ginjal Glukosa Hiperglikemi (diabetes mellitus adalah
pencetus hipertensi) dapat diakibatkan oleh peningkatan katekolamin (meningkatkan hipertensi).
d. Kalium serum Hipokalemia dapat megindikasikan adanya aldosteron utama (penyebab) atau
menjadi efek samping terapi diuretik. e. Kalsium serum Peningkatan kadar kalsium serum dapat
menyebabkan hipertensi. f. Kolesterol dan trigliserid serum Peningkatan kadar dapat
mengindikasikan pencetus untuk / adanya plak ateromatosa ( efek kardiovaskuler ) g.
Pemeriksaan tiroid. Hipertiroidisme dapat menimbulkan vasokonstriksi dan hipertensi. h. Kadar
aldosteron urin/serum Untuk mengkaji aldosteronisme primer ( penyebab ). i. Urinalisa Darah,
protein, glukosa mengisyaratkan disfungsi ginjal dan atau adanya diabetes. j. Asam urat
Hiperurisemia telah menjadi implikasi faktor resiko hipertensi. k. Steroid urin 13 pembentukan
Kenaiakn dapat mengindikasikan hiperadrenalisme l. IVP Dapat mengidentifikasi penyebab
hieprtensiseperti penyakit parenkim ginjal, batu ginjal / ureter. m. Foto dada Menunjukkan
obstruksi kalsifikasi pada area katub, perbesaran jantung. n. CT scan Untuk mengkaji tumor
serebral, ensefalopati. o. EKG Dapat menunjukkan pembesaran jantung, pola regangan,
gangguan konduksi, peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung
hipertensi. 2.7 Komplikasi Hipertensi Pada Lansia Pasien dengan hipertensi dapat meninggal
dengan cepat; penyebab tersering kematian adalah penyakit jantung, sedangkan stroke dan gagal
ginjal sering ditemukan, dan sebagian kecil pada pasien dengan retinopati. a. Komplikasi pada
Sistem Kardiovaskuler Kompensasi akibat penambahan kerja jantung dengan peningkatan
tekanan sistemik adalah hipertrofi ventrikel kiri, yang ditandai dengan penebalan dinding
ventrikel. Hal ini menyebabkan fungsi ventrikel memburuk, kapasitasnya membesar dan timbul
gejala-gejala dan tanda-tanda gagal jantung. Angina pektoris dapat timbul sebagai akibat dari
kombinasi penyakit arteri koronaria dan peningkatan kebutuhan oksigen miokard karena
penambahan massanya. Pada pemeriksaan fisik, didapatkan pembesaran jantung dengan denyut
ventrikel kiri yang menonjol. Suara penutupan aorta menonjol dan mungkin ditemukan murmur
dari regurgitasi aorta. Bunyi jantung presistolik (atrial, keempat) sering terdengar pada penyakit
jantung hipertensif, dan bunyi jantung protodiastolik (ventrikuler, ketiga) atau irama gallop
mungkin saja ditemukan. Pada elektrokardiogram, ditemukan tanda-tanda hipertrofi ventrikel
kiri. Bila penyakit berlanjut, dapat terjadi iskemi dan infark. Sebagian besar kematian dengan
hipertensi disebabkan oleh infark miokard atau gagal jantung kongestif. Data-data terbaru
menduga bahwa kerusakan miokardial mungkin lebih diperantarai oleh aldosteron pada 14
asupan garam yang normal atau tinggi dibandingkan hanya oleh peningkatan tekanan darah atau
kadar angiotensin II. b. Efek Neurologik Efek neurologik pada hipertensi lanjut dibagi dalam
perubahan pada retina dan sistem saraf pusat. Karena retina adalah satu-satunya jaringan dengan
arteri dan arteriol yang dapat langsung diperiksa, maka dengan pemeriksaan optalmoskopik
berulang memungkinkan pengamatan terhadap proses dampak hipertensi pada pembuluh darah
retina. Efek pada sistem saraf pusat juga sering terjadi pada pasien hipertensi. Sakit kepala di
daerah oksipital, paling sering terjadi pada pagi hari, yang merupakan salah satu dari gejala-
gejala awal hipertensi. Dapat juga ditemukan keleyengan, kepala terasa ringan, vertigo, tinitus
dan penglihatan menurun atau sinkope, tapi manifestasi yang lebih serius adalah oklusi vaskuler,
perdarahan atau ensefalopati. Patogenesa dari kedua hal pertama sedikit berbeda. Infark serebri
terjadi secara sekunder akibat peningkatan aterosklerosis pada pasien hipertensi, dimana
perdarahan serebri adalah akibat dari peningkatan tekanan darah dan perkembangan
mikroaneurisma vaskuler serebri (aneurisma Charcot-Bouchard). Hanya umur dan tekanan
arterial diketahui berpengaruh terhadap perkembangan mikroaneurisma. Ensefalopati hipertensi
terdiri dari gejala-gejala : hipertensi berat, gangguan kesadaran, peningkatan tekanan
intrakranial, retinopati dengan papiledem dan kejang. Patogenesisnya tidak jelas tapi
kemungkinan tidak berkaitan dengan spasme arterioler atau udem serebri. Tanda-tanda fokal
neurologik jarang ditemukan dan jikalau ada, lebih dipikirkan suatu infark / perdarahan serebri
atau transient ischemic attack. Hipertensi atau tekanan darah tinggi memberikan kelainan pada
retina berupa retinopati hipertensi, dengan arteri yang besarnya tidak beraturan, eksudat pada
retina, edema retina dan perdarahan retina. Kelainan pembuluh darah dapat berupa penyempitan
umum atau setempat, percabangan pembuluh darah yang tajam, fenomena crossing atau sklerosis
pembuluh darah. c. Efek pada Ginjal 15 Lesi aterosklerosis pada arteriol aferen dan eferen serta
kapiler glomerulus adalah lesi vaskuler renal yang paling umum pada hipertensi dan berakibat
pada penurunan tingkat filtrasi glomerulus dan disfungsi tubuler. Proteinuria dan hematuria
mikroskopik terjadi karena lesi pada glomerulus dan 10 % kematian disebabkan oleh hipertensi
akibat gagal ginjal. Kehilangan darah pada hipertensi terjadi tidak hanya dari lesi pada ginjal;
epitaksis, hemoptisis dan metroragi juga sering terjadi pada pasien-pasien ini. 2.8
Penatalaksanaan Hipertensi Pada Lansia Lebih dari 10 tahun yang lalu masih terjadi perdebatan
tentang perlu tidaknya pengobatan hipertensi pada usia lanjut. Golongan yang kontra
menyatakan bahwa penurunan tekanan darah pada hipertensi lansia justru akan menyebabkan
kemungkinan terjadinya trombosis koroner, hipotensi postural dan penurunan kualitas hidup.
Dengan penelitian-penelitian yang diadakan dalam 10 tahun terakhir ini jelas dibuktikan bahwa
menurunkan tekanan darah pada hipertensi lansia jelas akan menurunkan komplikasi akibat
hipertensi secara bermakna. Tujuan penatalaksanaan hipertensi adalah mengurangi morbiditas
dan mortalitas yang berkaitan dengan sistem kardiovaskuler dan ginjal. Karena kebanyakan
penderita hipertensi, khususnya yang berusia > 50 tahun akan mencapai target tekanan diastol
saat target tekanan sistol sudah dicapai, sehingga fokus utamanya adalah mencapai target tekanan
sistol. Penurunan tekanan sistol dan diastol < 140 / 90 mmHg berhubungan dengan penurunan
terjadinya komplikasi stroke, dan pada pasien hipertensi dengan diabetes melitus, target tekanan
darah ialah < 130 / 80 mmHg. Penalaksanaan hipertensi dilandasi oleh beberapa prinsip, yaitu :
1. Pengobatan hipertensi sekunder lebih mendahulukan pengobatan kausal. 2. Pengobatan
hipertensi esensial ditujukan untuk menurunkan tekanan darah dengan harapan memperpanjang
umur dan mengurangi timbulnya komplikasi. 3. Upaya menurunkan tekanan darah dicapai
dengan menggunakan obat antihipertensi. 4. Pengobatan hipertensi adalah pengobatan jangka
panjang, bahkan mungkin seumur hidup. 5. Pengobatan dengan menggunakan standart triple
therapy (stt) menjadi dasar pengobatan hipertensi. 16 Pemakain obat pada lanjut usia perlu
dipikirkan kemungkinan adanya : a. Gangguan absorsbsi dalam alat pencernaan b. Interaksi obat
c. Efek samping obat. d. Gangguan akumulasi obat terutama obat-obat yang ekskresinya melalui
ginjal. Pada pengobatan hipertensi ada tiga hal evaluasi menyeluruh terhadap kondisi penderita
adalah : a. Pola hidup dan indentifikasi ada tidaknya faktor resiko kardiovaskuler. b. Penyebab
langsung hipertensi sekunder atau primer. c. Organ yang rusak karena hipertensi. Secara garis
besar, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan obat antihipertensi, yaitu:
1. 2. 3. 4. 5. 6. Mempunyai efektivitas yang tinggi Mempunyai toksisitas dan efek samping yang
ringan atau minimal Memungkinkan penggunaan obat secara oral. Tidak menimbulkan
intoleransi Harga obat relatif murah sehingga terjangkau oleh penderita. Memungkinkan
penggunaan obat dalam jangka panjang Tidak jarang penatalaksanaan hipertensi dengan
menggunakan obat-obat antihipertensi mengalami kegagalan, yang dapat disebabkan oleh hal-hal
di bawah ini : 1. Ketidakpatuhan penderita 2. Peningkatan volume oleh karena peningkatan
asupan natrium, kerusakan ginjal, dan kurangnya pemberian diuretik 3. Obesitas 4. Dosis yang
tidak adekuat 5. Interaksi obat 6. Kontrasepsi oral 7. Penggunaan obat-obat steroid 8. Hipertensi
sekunder 17 Klasifikasi dan Managemen Tekanan Darah untuk Dewasa * BP Classification SBP
(mmHg) * DBP (mmHg )* Lifestyle Modificati on Initial Drug Therapy Without Compelling
Indication Normal Prehypertension < 120 120-139 and < 80 Encourage or 80-89 Yes No
antihypertensive indicated Stage Hypertension I 140-159 or 90-99 Yes Thiazide-type Drug(s)
compelling indications. Drug(s) for the for With Compelling Indication diuretics for most.
compelling May consider indications. ACEI , ARB, BB Other , II 160 100 CCB or
antihypertensive drugs (diuretics, combination. Stage Hypertension Yes Two-drug combination
most ACEI, ARB, BB, for CCB) as needed. (usually thiazide-type diuretic and ACEI or ARB
or BB or CCB) SBP : Systolic Blood Pressure DBP : Diastolic Blood Pressure. Drug
abbreviations : BP : ACEI : Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor ARB : Angiotensin
Receptor Blocker CCB : Calsium Channel Bloker. BB : Beta-Bloker * Treatment determined by
highest BP category. Initial combined therapy should be used cautiously in those at risk for
orthostatic hypotension. Treat patients with chronic kidney disease or diabetes or BP goal <
130/80 mmHg 18 2.8.1 Konsep Penatalaksanaan Hipertensi Terkini Joint National Committee
VII merekomendasikan konsep terapi yang terbaru yaitu : a. Pasien dengan tekanan darah sistolik
120-139 mmHg dan tekanan darah diastolic 80-89 mmHg hanya memerlukan penatalaksanaan
nonfarmakologis dengan cara modifikasi gaya hidup. b. Pasien yang tidak memiliki komplikasi
hipertensi, diperlukan penatalaksanaan secara farmakologis dengan diberikan obat golongan
diuretik atau bisa juga diberikan obat dari golongan lain. c. Lebih memperhatikan tekanan darah
sistolik dan penanganannya harus dimulai jika tekanan darah sistolik meningkat walaupun
tekanan darah diastoliknya tidak. d. Sebagian besar pasien hipertensi memerlukan obat
kombinasi antihipertensi, salah satunya adalah obat dari golongan diuretik tiazid. e. Kebanyakan
pasien hipertensi memerlukan 2 atau lebih pengobatan untuk mencapai tekanan darah 20/10
mmHg di atas tekanan darah yang diinginkan. f. Golongan ACE Inhibitor sendiri atau kombinasi
dengan golongan diuretic masih merupakan terapi pilihan yang terbaik untuk pasien dengan
hipertensi yang sudah mengalami komplikasi penyakit jantung. Bila hipertensi yang terjadi tanpa
disertai dengan komplikasi atau penyakit penyerta lain, maka pengobatan adalah mudah.
Penatalaksanaan untuk hipertensi dibagi menjadi : 1. Non Farmakologis atau modifikasi gaya
hidup. 2. Farmakologis 19 A. Non farmakologis atau modifikasi gaya hidup meliputi : Kriteria
Indeks Massa Tubuh Kriteria Kurang Normal Berat badan lebih Obesitas Obesitas berat IMT
(kg/m2)

Recommended

hipertensi pada lansia


PENGERTIAN Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan
sistoliknya di atas 140 mmHg dan diastolik di atas 90 mmHg. Pada populasi lansia,

Hipertensi pada Lansia

Hipertensi pada Lansia Posted on September 10, 2008 by diyoyen. Categories: PENYAKIT
DALAM, Uncategorized. I.1. Definisi Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah naiknya

Hipertensi pada lansia

Hipertensi pada lansia Kontrol Ketat Cegah Komplikasi RACIKAN UTAMA - Edisi Juni 2007
(Vol.6 No.11) Sekitar 60% lansia akan mengalami hipertensi setelah berusia 75 tahun.
HIPERTENSI PADA LANSIA

HIPERTENSI = TEKANAN DARAH TINGGI HIPERTENSI/TEKANAN DARAH TINGGI


ADALAH : PENINGKATAN TEKANAN DARAH YANG MENETAP DI ATAS BATAS
NORMAL, YAITU BATAS BAWAH 90 MMHG DAN BATAS

LP Hipertensi Pada Lansia


HIPERTENSI A. PENGERTIAN Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten
dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan diastolik di atas 90 mmHg. Pada populasi

Askep Hipertensi Pada Lansia

ASUHAN KEPERAWATAN HIPERTENSI PADA LANSIA Disusun Oleh : KELOMPOK 6


SUKASIH SYUKURYANAH TITIK ALIFIAH R TUTY FITRIANI STIKES PERTAMEDIKA
NR3 BINTARO 2011 PENGERTIAN Hipertensi

Komplikasi Hipertensi Pada Lansia

Komplikasi Hipertensi pada Lansia Oleh Rosyatul Hikmiya, 1006672945 Hipertensi menjadi
salah satu penyakit yang biasa dialami oleh lansia. Penyakit ini bisa terjadi karena
Hipertensi Pada Lansia

Hipertensi pada lansia Pengertian Hipertensi dicirikan dengan peningkatan tekanan darah
diastolic dan sistolik yang intermiten atau menetap. Pengukuran tekanan darah

45725767 Hipertensi Pada Lansia

PENGERTIAN Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan
sistoliknya di atas 140 mmHg dan diastolik di atas 90 mmHg. Pada populasi lansia,
Askeb Hipertensi Pada Lansia

makalah

Tatalaksana Hipertensi Pada Lansia

Tatalaksana Hipertensi pada Lansia


Proposal Hipertensi Pada Lansia

80375223 LP Hipertensi Pada Lansia

HIPERTENSI A. PENGERTIAN Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten


dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan diastolik di atas 90 mmHg. Pada populasi
Diagnosa Keperawatan Hipertensi Pada Lansia

I. Analisa data No 1 Data DO : DS : 2 Klien tidak tahu kalau obat darah tingginya harus rutin
diminum Ketidakefektifan manajemen pengobatan Bapak A pernah berobat ke

Hipertensi Dan Stroke Pada Lansia

HIPERTENSI DAN STROKE PADA LANSIA HIPERTENSI PADA LANSIA Penyakit


degeneratif yang mempunyai tingkat morbiditas dan mortalitas tinggi. Pada umumnya tekanan
darah
Kuisioner Skrining Hipertensi Pada Lansia

GIZI PADA LANSIA DENGAN HIPERTENSI

Makalah Penyuluhan
Laporan Pendahuluan Hipertensi Pada Lansia

58 langkah asuhan persalinan normal

laporan pendahuluan hipertensi pada lansia

laporan pendahuluan hipertensi pada lansia.docx


Laporan Kasus Hipertensi Pada Lansia

ht

View more

Subscribe to our Newsletter for latest news.

About Terms DMCA Contact


STARTUP - Share & Download Unlimited
Fly UP

Anda mungkin juga menyukai