Anda di halaman 1dari 36

KEPERAWATAN KRITIS

Asuhan Keperawatan Kritis Pada Pasien Stroke

KELOMPOK 7

KELAS D SEMESTER VI

1. Novriyanti Karim (841417035)


2. Nurain Bagi (841417076)
3. Meity Rahmawati Nete (841417155)
4. Fatma Bakari (841417160)
5. Fitri Tumaloto (841417178)
6. Dinda Ayu Humolungo (841417184)
7. Mega P. Sudirman (841417185)
8. Zulfikal R. Lihawa (841417186)
9. Aulia Mohammad (841417192)
10. Nurul P. Thalib (841417146)
11. Isra Mahmud (841417150)
12. Jumardin (841417164)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
TA2020
Kata Pengantar
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan kaus

Asuhan keperawatan kritis pada paien stroke ini telah kami usahakan
semaksimal mungkin dan tentunya dengan bantuan berbagai pihak, sehingga dapat
memperlancar pembuatan Asuhan keperawatan kritis pada pasien stroke. Untuk itu
kami tidak lupa menyampaikan bayak terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu kami dalam pembuatan Asuhan keperawatan kritis pada pasien stroke ini. 
Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa ada
kekurangan baik dari segi penyusun bahasanya maupun segi lainnya. Oleh karena itu,
dengan lapang dada dan tangan terbuka kami membuka selebar-lebarnya bagi
pembaca yang ingin memberikan saran dan kritik kepada kami sehingga kami dapat
memperbaiki Asuhan keperawatan kritis pada pasien stroke ini.
            Akhirnya, kami sebagai penyusun mengharapkan semoga dari Asuhan
keperawatan kritis pada pasien stroke ini dapat diambil hikmah dan manfaatnya
sehingga bisa memberikan inspirasi terhadap pembaca.

Gorontalo, November 2019

Penyusun

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Stroke atau disebut dengan Cerebrovascular Attack (CVA) merupakan
penyakit penyebab kematian cukup besar di dunia. Definisi stroke menurut World
Health Organization (WHO) adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat
akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global), dengan gejala-gejala yang
berlangsung selama 24 jam atau lebih, dan dapat menyebabkan kematian.
Terdapat dua macam bentuk stroke yaitu stroke iskemik dan stroke
hemoragik. Iskemi, merupakan 80% dari penyebab stroke, disebabkan oleh
gangguan pasokan oksigen dan nutrisi ke sel-sel otak akibat bentukan trombus
atau emboli. Stroke Hemoragik yaitu pecahnya dinding pembuluh darah, sehingga
terjadi perdarahan di otak dan umumnya terjadi pada saat pasien melakukan
aktivitas. Menurut penyebabnya stroke hemoragik dapat dibedakan menjadi dua,
yaitu perdarahan intraserebral dan perdarahan subarakhnoid. Perdarahan
intraserebral ditemukan pada 10% dari seluruh kasus stroke, terdiri dari 80% di
hemisfer otak dan sisanya di batang otak dan serebelum. Perdarahan subarakhnoid
adalah suatu keadaan dimana terjadi perdarahan di ruang subarakhnoid yang
timbul secara primer. Keadaan ini dapat diperparah oleh terjadinya penurunan
perfusi sistemik yang mengaliri otak. Sedangkan stroke hemoragik intraserebral
dan subarachnoid disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah kranial (Smith et al.,
2005).
Prevalensi (angka kejadian) stroke di Indonesia delapan per seribu
penduduk atau 0,8%. Sebagai perbandingan, prevalensi stroke di Amerika Serikat
adalah 3,4% per 100 ribu penduduk, di Singapura 55 per 100 ribu penduduk dan
di Thailand 11 per 100 ribu penduduk. Dari jumlah total penderita stroke di
Indonesia, sekitar 2,5 persen atau 250 ribu orang meninggal dunia dan sisanya
cacat ringan maupun berat. Pada 2020 mendatang diperkirakan 7,6 juta orang
akan meninggal karena stroke (YSI, 2010).
Terjadinya stroke dipengaruhi oleh adanya faktor resiko. Pada prinsipnya
faktor resiko terjadinya stroke dikelompokkan dalam dua kategori besar, yaitu
faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi dan faktor resiko yang dapat
dimodifikasi. Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi adalah jenis kelamin,
usia, dan hereditas. Sedangkan faktor resiko yang dapat dimodifikasi merupakan
faktor yang dapat diubah, baik dengan perubahan gaya hidup, pengobatan,
maupun kontrol yang teratur. Faktor resiko tersebut antara lain hipertensi, fibrilasi
atrium, penyakit jantung koroner, diabetes mellitus, kecanduan alkohol, merokok
dan hiperkolesterolemia (AHA, 2010).

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana definisi dari stroke ?
2. Bagaimana etiologi dari stroke?
3. Bagaimana patofisiologi dari stroke?
4. Bagaimana klasifikasi stroke?
5. Bagaimana manifestasi stroke berdasarkan klasifikasi?
6. Bagaimana komplikasi dari stroke?
7. Bagaimana pemeriksaan penunjang dari stroke?
8. Bagaimana stroke chain of survival berdasarkan AHA 2016?
9. Bagaimana penatalaksanaan dari stroke?
10. Bagaimana the national institute of health stroke scale?
11. Bagaimana penanganan kegawatdaruratan dari stroke?
12. Bagaimana dignosa dan intervensi dari stroke ?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari stroke
2. Untuk mengetahui etiologi dari stroke
3. Untuk mengetahui patofisiologi dari stroke
4. Untuk mengetahui klasifikasi dari stroke
5. Untuk mengetahui manifestasi dari stroke berdasarkan klasifikasi
6. Untuk mengetahui komplikasi dari stroke
7. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari stroke
8. Untuk mengetahui stroke chain of survival
9. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari stroke
10. Untuk menegtahui the national institute of health stroke scale
11. Untuk mengetahui penanganan kegawatdaruratan dari stroke
12. Untuk mengetahui dignosa dan intervensi dari stroke
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi
Stroke adalah gangguan fungsional otak akut fokal maupun global akibat
terhambatnya aliran darah ke otak karena perdarahan ataupun sumbatan dengan
gejala dan tanda sesuai bagian otak yang terkena yang dapat sembuh
sempurna,sembuh dengan cacat,atau kematian (Junaidi,2011)
Stroke dapat diartikan sebagai ditemukannya manifestasi klinik dan gejala
terjadinya gangguan fungsi otak sebagian atau menyeluruh yang berkembang
secara cepat selama 24 jam atau lebih akibat adanya gangguan peredaran darah di
otak (Brainin & Wolf-Dieter, 2010). Stroke merupakan penyakit cerebrovascular
yang terjadi karena adanya gangguan fungsi otak yang berhubungan dengan
penyakit pembuluh darah yang mensuplai darah ke otak (Wardhani & Santi,
2015). Stroke juga biasa disebut dengan brain attack atau serangan otak, yaitu
terjadi ketika bagian otak rusak karena kekurangan suplai darah pada bagian otak
tersebut. Oksigen dan nutrisi tidak adekuat yang dibawa oleh pembuluh darah
menyebabkan sel otak (neuron) mati dan koneksi atau hubungan antar neuron
(sinaps) menjadi hilang (Silva, et al., 2014).

2.2 Etiologi
Faktor risiko stroke dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
a. Faktor yang tidak dapat dimodifikasi
Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi merupakan faktor yang berupa
karakteristik atau sifat pada seseorang yang dapat meningkatkan kemungkinan
berkembangnya suatu penyakit tertentu. Faktor risiko stroke yang tidak dapat
dimodifikasi yaitu faktor yang berupa karakteristik atau sifat pasien yang
tidak dapat diubah. Contoh dari faktor ini yaitu usia, jenis kelamin, berat
badan lahir rendah, ras, suku, dan faktor genetik (Williams, et al., 2010).
b. Faktor yang dapat dimodifikasi
Faktor yang dapat dimodifikasi terdiri dari tingkatan pertama dan kedua.
Tingkat pertama faktor risiko stroke yang dapat dimodifikasi, diurutkan dari
tingkat banyaknya kejadian yaitu hipertensi, diabetes mellitus, merokok,
fibrilasi atrium dan disfungsi ventrikel kiri. Tingkatan kedua yaitu terdiri dari
kolesterol, hiperlipidemia, asimtomatik karotid stenosis, sickle cell disease,
terapi hormon esterogen, diet, obesitas, alkohol, migrain, dan hiperkoagulasi.
Kebanyakan dari faktor risiko yang tingkatan kedua ini, memiliki hubungan
dengan pengembangan faktor risiko tingkat pertama, misalnya obesitas
merupakan faktor risiko untuk terjadinya hipertensi dan diabetes (Williams, et
al., 2010).
Faktor risiko yang umumnya menyebabkan stroke yaitu tekanan darah
tinggi (hipertensi). Tekanan darah tidak boleh melebihi 140/90 mmHg.
Tekanan darah yang tinggi akan menyebabkan tingginya tekanan di dinding
arteri sehingga bisa menyebabkan bocornya arteri otak, bahkan ruptur pada
arteri otak yang akan mengakibatkan terjadinya stroke hemoragik. Tekanan
darah tinggi juga bisa menyebabkan stroke iskemik yang dikarenakan oleh
adanya atherosclerosis (Silva, et al., 2014).

2.3 Patofisiologi
Gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi di mana saja di dalam
arteri-arteri yang membentuk Sirkulus arteria karotis interna dan sistem
vertebrobasilar atau semua cabang-cabangnya. Secara umum, apabila aliran darah
ke jaringan otak terputus selama 15 sampai 20 menit, akan terjadi infark atau
kematian jaringan. Perlu diingat bahwa oklusi di suatu arteri tidak selalu
menyebabkan infark di daerah otak yang diperdarahi oleh arteri tersebut.
Alasannya adalah bahwa mungkin terdapat sirkulasi kolateral yang memadai ke
daerah tersebut. Proses patologik yang mendasari mungkin salah satu dari
berbagai proses yang terjadi di dalam pembuluh darah yang memperdarahi otak.
Patologinya dapat berupa (1) keadaan penyakit pada pembuluh itu sendiri, seperti
pada aterosklerosis dan trombosis, robeknya dinding pembuluh, atau peradangan;
(2) berkurangnya perfusi akibat gangguan status aliran darah, misalnya syok atau
hiperviskositas darah; (3) gangguan aliran darah akibat bekuan atau embolus
infeksi yang berasal dari jantung atau pembuluh ekstrakranium; atau (4) ruptur
vaskular di dalam jaringan otak atau ruang subaraknoid (Price et al, 2006).

2.4 Klasifikasi stroke


1. Stroke Non Hemoragik
Stroke non hemoragik atau stroke iskemik merupakan 88% dari seluruh
kasus stroke. Pada stroke iskemik terjadi iskemia akibat sumbatan atau
penurunan aliran darah otak. Berdasarkan perjalanan klinis, dikelompokkan
menjadi :
a. TIA (Transient Ischemic Attack)
Pada TIA gejala neurologis timbul dan menghilang kurang dari 24 jam.
Disebabkan oleh gangguan akut fungsi fokal serebral, emboli maupun
trombosis.
b. RIND (Reversible Ischemic Neurologic Deficit) Gejala neurologis pada
RIND menghilang lebih dari 24 jam namun kurang dari 21 hari.
c. Stroke in Evolution Stroke yang sedang berjalan dan semakin parah dari
waktu ke waktu.
d. Completed Stroke Kelainan neurologisnya bersifat menetap dan tidak
berkembang lagi.
Stroke non hemoragik terjadi akibat penutupan aliran darah ke sebagian otak
tertentu, maka terjadi serangkaian proses patologik pada daerah iskemik.
Perubahan ini dimulai dari tingkat seluler berupa perubahan fungsi dan bentuk
sel yang diikuti dengan kerusakan fungsi dan integritas susunan sel yang
selanjutnya terjadi kematian neuron.
Stroke non hemoragik dibagi lagi berdasarkan lokasi penggumpalan, yaitu:
a. Stroke Non Hemoragik Embolik
Pada tipe ini embolik tidak terjadi pada pembuluh darah otak, melainkan
di tempat lain seperti di jantung dan sistem vaskuler sistemik. Embolisasi
kardiogenik dapat terjadi pada penyakit jantung dengan shunt yang
menghubungkan bagian kanan dengan bagian kiri atrium atau ventrikel.
Penyakit jantung rheumatoid akut atau menahun yang meninggalkan
gangguan pada katup mitralis, fibrilasi atrium, infark kordis akut dan
embolus yang berasal dari vena pulmonalis. Kelainan pada jantung ini
menyebabkan curah jantung berkurang dan serangan biasanya muncul
disaat penderita tengah beraktivitas fisik seperti berolahraga.
b. Stroke Non Hemoragik
Trombus Terjadi karena adanya penggumpalan pembuluh darah ke otak.
Dapat dibagi menjadi stroke pembuluh darah besar (termasuk sistem arteri
karotis) merupakan 70% kasus stroke non hemoragik trombus dan stroke
pembuluh darah kecil (termasuk sirkulus Willisi dan sirkulus posterior).
Trombosis pembuluh darah kecil terjadi ketika aliran darah terhalang,
biasanya ini terkait dengan hipertensi dan merupakan indikator penyakit
atherosklerosis.
2. Stroke Hemoragik
Pada stroke hemoragik terjadi keluarnya darah arteri ke dalam ruang
interstitial otak sehingga memotong jalur aliran darah di distal arteri tersebut
dan mengganggu vaskularisasi jaringan sekitarnya. Stroke hemoragik terjadi
apabila susunan pembuluh darah otak mengalami ruptur sehingga timbul
perdarahan di dalam jaringan otak atau di dalam ruang subarachnoid
2.5 Manifestasi stroke berdasarkan kalsifikasi
1. Stroke non hemoragik
Tanda dan gejala yang timbul dapat berbagai macam tergantung dari berat
ringannya lesi dan juga topisnya. Namun ada beberapa tanda dan gejala yang
umum dijumpai pada penderita stroke non hemoragik yaitu:
a. Gangguan Motorik
1) Tonus abnormal (hipotonus/ hipertonus)
2) Penurunan kekuatan otot
3) Gangguan gerak volunter
4) Gangguan keseimbangan
5) Gangguan koordinasi
6) Gangguan ketahanan
b. Gangguan Sensorik
1) Gangguan propioseptik
2) Gangguan kinestetik
3) Gangguan diskriminatif
c. Gangguan Kognitif, Memori dan Atensi
1) Gangguan atensi
2) Gangguan memori
3) Gangguan inisiatif
4) Gangguan daya perencanaan
5) Gangguan cara menyelesaikan suatu masalah
d. Gangguan Kemampuan Fungsinal
Gangguan dalam beraktifitas sehari-hari seperti mandi, makan, ke toilet
dan berpakaian
2. Stroke hemoragik
a. Gejala Perdarahan Intraserebral (PIS) Gejala yang sering djumpai pada
perdarahan intraserebral adalah: nyeri kepala berat, mual, muntah dan
adanya darah di rongga subarakhnoid pada pemeriksaan pungsi lumbal
merupakan gejala penyerta yang khas. Serangan sering kali di siang hari,
waktu beraktivitas dan saat emosi/marah. Kesadaran biasanya menurun
dan cepat masuk koma (65% terjadi kurang dari setengah jam, 23% antara
1/2-2 jam, dan 12% terjadi setelah 3 jam).
b. Gejala Perdarahan Subarakhnoid (PSA) Pada penderita PSA dijumpai
gejala: nyeri kepala yang hebat, nyeri di leher dan punggung, mual,
muntah, fotofobia. Pada pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan
pemeriksaan kaku kuduk, Lasegue dan Kernig untuk mengetahui kondisi
rangsangan selaput otak, jika terasa nyeri maka telah terjadi gangguan
pada fungsi saraf. Pada gangguan fungsi saraf otonom terjadi demam
setelah 24 jam. Bila berat, maka terjadi ulkus pepticum karena pemberian
obat antimuntah disertai peningkatan kadar gula darah, glukosuria,
albuminuria, dan perubahan pada EKG.

2.6 Komplikasi
Komplikasi stroke dibagi menjadi komplikasi fase akut dan fase lanjut. Pada
komplikasi fase akut, komplikasi yang sering terjadi adanya edema otak yang
terjadi 24-48 jam pertama setelah stroke. Selain itu, kejang juga dapat terjadi pada
stroke hemorrhagik. Selain gangguan neurologis, komplikasi pada fase akut juga
menyebabkan beberapa gangguan nonneurologis. Hipertensi reaktif merupakan
komplikasi nonneurologis yang sering terjadi, nantinya akan turun sendiri dalam
beberapa hari. Emboli pulmonal juga dapat terjadi tanpa gejala awal.
a. Komplikasi Akut
Komplikasi akut yang dapat terjadi pada stroke dibedakan menjadi komplikasi
neurologis dan nonneurologis. Komplikasi neurologis yang dapat terjadi di
antaranya adalah edema otak, infark yang bertransformasi menjadi
perdarahan, vasospasme, hidrosefalus, dan kejang. Komplikasi nonneurologis
yang dapat terjadi di antaranya hipertensi, hiperglikemia reaktif, edema paru,
kelainan jantung dan aritmia, syndrome of inappropriate antidiuretic
hormone (SIADH), dan trombosis vena dalam.
b. Komplikasi Lanjutan
Pada fase lanjut, komplikasi yang dapat terjadi dapat berupa hidrosefalus
obstruktif, akibat adanya sumbatan dalam darah. Bronkopneumonia, ulkus
dekubitus, serta depresi dapat terjadi akibat rawat inap yang cukup lama.
Kontraktur dan atrofi otot dapat terjadi akibat imobilisasi saat dirawat ataupun
saat di rumah (Kumar S,2010)

2.7 Pemeriksaan penunjang


Menurut joyce & jane 2014 pemeriksaan penunjang untuk ketepatan dan
kecepatan diagnosis stroke yang dapat dilakukan diantaranya:
a. CT scan dapat memberikan informasi tentang lokasi, ukuran infark,
perdarahan, dan apakah perdarahan menyebar ke ruang intravesikuler, serta
dapat membantu perencanaanoperasi..
b. MRI dapat menunjukkan infark pada fase akut dalam beberapa saat setelah
serangan yang dengan pemeriksaan CT scan belum tampak.Pemeriksaan ini
cukup rumit serta memerlukan waktu yang lama sehingga kurang bijaksana
dilakukan pada stroke perdarahan akut.
c. EKG Pentingnya iskemia dan aritmia jantung, serta penyakit jantung lainnya,
sebagai penyebabstroke, maka pemeriksaan EKG harus dilakukan pada semua
penderita stroke akut.
d. Kadar gula darah
Pemeriksaan kadar gula darah sangat diperlukan karena pentingnya diabetes
mellitussebagai salah satu faktor risiko utama stroke. Tingginya kadar gula
darah pada strokeakut berkaitan pula dengan tingginya angka kecacatan dan
kematian. Selain itu, dengan pemeriksaan dapat diketahui adanya
hipoglikemia yang memberikan gambaran klinikmenyerupai stroke.
e. Elektrolit serum dan faal ginjal
Pemeriksaan ini diperlukan, terutama berkaitan dengan kemungkinan
pemberian obatosmoterapi pada penderita stroke yang disertai peningkatan
tekanan intracranial, dankeadaan dehidrasi
f. Darah lengkap (hitung sel darah)
Pemeriksaan ini diperlukan untuk menentukan keadaan hematologic yang
dapatmempengaruhi stroke iskemik, misalnya anemia, polisitemia, dan
keganasan.
g. Faal hemostasis
Pemeriksaan jumlah trombosit, waktu protrombin (PT) dan tromboplastin
(aPTT) diperlukan terumata berkaitan dengan pemakaian obat antikoagulan
dan trombolitik
2.8 “Stroke Chain Of Survival” Berdasarkan AHA 2016
Pengenalan dan pengobatan dini tidak hanya dapat membuat perbedaan
antara hidup dan mati tetapi juga dapat mengurangi cacat jangka panjang. Untuk
mengembangkan respons yang ramping terhadap pasien stroke yang potensial,
American Heart Association (AHA) mengembangkan Stroke Chain of Survival.
Rantai ini melibatkan lima tautan atau langkah yang harus diambil oleh pasien,
anggota keluarga, dan personel pra-rumah sakit dan ruang gawat darurat dalam
merawat pasien stroke. Tautan dalam rantai mewakili langkah-langkah kunci
dalam perawatan pasien untuk mengurangi peluang dan tingkat kecacatan
permanen dan kematian.
Tautan dalam rantai adalah sebagai berikut:
1. Kenali gejala dan aktifkan EMS
2. Tanggapan EMS tepat waktu
3. Transportasi ke dan beri tahu pusat stroke
4. Perawatan stroke berbasis pedoman
5. Perawatan pasca stroke yang berkualitas
Dalam Stroke Chain of Survival adalah 8 D dari perawatan stroke, yang
menyoroti langkah-langkah utama diagnosis dan pengobatan stroke dan poin-poin
penting di mana keterlambatan mungkin terjadi. Masing-masing dari 8 D dalam
rantai bertahan hidup adalah langkah-langkah penting yang meningkatkan
kemungkinan diagnosis yang cepat dan pengobatan stroke.
1. Detection
Pengenalan cepat dan reaksi terhadap tanda-tanda stroke. Keluhan
pertama kebanyakan pasien (95%) mulai sejak di luar rumah sakit. Hal ini
penting bagi masyarakat luas (termasuk pasien dan orang terdekat dengan
pasien) dan petugas kesehatan profesional (dokter umum dan resepsionisnya ,
perawat penerima telpon, atau petugas gawat darurat) untuk mengenal stroke
dan perawatan kedaruratan
Tenaga medis atau dokter terlibat di unit gawat darurat atau pada
fasilitas prahospital harus mengerti tentang gejala stroke akut dan penanganan
pertama yang cepat dan benar. Pendidikan berkesinambungan perlu dilakukan
terhadap masyarakat tentang pengenalan atau deteksi dini stroke
Beberapa gejala atau tanda yang mengarah kepada diagnosis stroke
antara lain hemiparesis, gangguan sensorik satu sisi tubuh, hemianopia atau
buta mendadak, diplopia, vertigo, afasia, disfagia, disatria, ataksia, kejang
atau penurunan kesadaran yang kesemuanya terjadi secara mendadak. Untuk
memudahkan digunakan istilah FAST (Fasial movement, Arm movement,
Speech, Test all three). Tes ini sangat mudah. Bila ada anggota keluarga,
rekan, kerabat, atau tetangga yang dicurigai tekena stroke, dan menunjukkan
hasil tes yang positif segeralah minta pertolongan medis. Tindakan yang tepat
dan cepat diharapkan akan membuahkan hasil yang lebih baik pula.
FAST merupakan suatu metode deteksi dini pasien stroke yang bisa
dilakukan secara cepat. FAST terdiri dari Facial Movement, Arm movement
dan Speech.
a. Facial movement merupakan penilaian pada otot wajah, pemeriksaan ini
dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :
1) Minta pasien untuk tersenyum atau menunjukkan giginya.
2) Amati simetrisitas dari bibir pasien, tandai pilihan “YES” bila terlihat
ada deviasi dari sudut mulut saat diam atau saat tersenyum. c)
3) Kemudian identifikasi sisi sebelah mana yang tertinggal atau tampak
tertarik, lalu tandai apakah di sebelah kiri “L” atau sebelah kanan “R”
b. Arm movement merupakan penilaian pergerakan lengan untuk
menentukan apakah terdapat kelemahan pada ekstremitas, pemeriksaannya
dilakukan dengan tahapan berikut :
1) Angkat kedua lengan atas pasien bersamaan dengan sudut 90o bila
pasien duduk dan 45o bila pasien terlentang. Minta pasien untuk
menahannya selama 5 detik.
2) Amati apakah ada lengan yang lebih dulu terjatuh dibandingkan
lengan lainnya
3) Jika ada tandai lengan yang terjatuh tersebut sebelah kiri atau kanan.
c. Speech merupakan penilaian bicara yang meliputi cara dan kualitas bicara.
Pemeriksaannya dilakukan dengan tahapan berikut :
1) Perhatikan jika pasien berusaha untuk mengucapkan sesuatu
2) Nilai apakah ada Gangguan dalam berbicara
3) Dengarkan apakah ada suara pelo
4) Dengarkan apakah ada kesulitan untuk mengungkapkan atau
menemukan kata- kata. Hal ini bias dikonfirmasi dengan meminta
pasien untuk menyebutkan benda-benda yang terdapat di sekitar,
seperti pulpen, gelas, piring dan lain-lain.
5) Apabila terdapat gangguang penglihatan, letakkan barang tersebut di
tangan pasien dan minta pasien menyebutkan nama benda tersebut.
2. Dispatch
Bila seseorang dicurigai terkena serangan stroke, maka segera panggil
ambulans gawat darurat. Ambulans gawat darurat sangat berperan penting
dalam pengiriman pasien ke fasilitas yang tepat untuk penanganan stroke.
Semua tindakan dalam ambulansi pasien hendaknya berpedoman kepada
protokol. Staff ambulans berperan dalam menilai apakah pasien dicurigai
menglami stroke akut dengan mengevaluasi melalui metode FAST dan jika
pemeriksaannya positif, segera menghubungi personel di pusat control
ambulans di rumah sakit. Personel tersebut yang kemudian menghubungi
petugas unit gawat darurat untuk menyediakan tempat dalam penanganan
lebih lanjut.
3. Delivery
Utamakan transportasi (termasuk transportasi udara) untuk pengiriman pasien
ke rumah sakit yang dituju. Petugas ambulans gawat darurat harus mempunyai
kompetensi dalam penilaian pasien stroke pra rumah sakit. Fasilitas ideal yang
harus ada dalam ambulans yaitu personil yang terlatih, mesin EKG, peralatan
dan obat-obatan resusitasi dan gawat darurat, obat-obat neuroprotektan,
telemedisin, ambulans yang dilengkapidengan peralatan gawat darurat, antara
lain, pemeriksaan glukosa (glukometer), kadar saturasi O2 (pulse oximeter).
Personil pada ambulans gawat darurat yang terlatih mampu mengerjakan
a. Memeriksa dan menilai tanda-tanda vital
b. Tindakan stabilitas dan resusitasi (Airway Breathing Circulation / ABC).
Intubasi perlu dipertimbangkan pada pasien dengan koma yang dalam,
hipoventilasi, dan aspirasi.
c. Bila kardiopulmuner stabil, pasien diposisikan setengah duduk
d. Memeriksa dan menilai gejala dan tanda stroke.
e. Pemasangan kateter intravena, memantau tanda-tanda vital dan keadaan
jantung
f. Berikan oksigen untuk menjamin saturasi > 95%
g. Memeriksa kadar gula darah
h. Menghubungi unit gawat darurat secepatnya (stroke is emergency)
i. Transportasi secepatnya (time is brain)
4. Door
Door mengacu pada kedatangan pasien di UGD. Idealnya, tim stroke harus
ada di fasilitas penerima sebelum kedatangan pasien untuk memastikan
penilaian dan diagnosis yang cepat. Menurut rekomendasi dari National
Institute of Neurological Disorders and Stroke, penilaian harus diselesaikan
oleh dokter UGD dalam waktu 10 menit setelah kedatangan pasien di UGD.
5. Data
Pengumpulan data merupakan komponen penting dari rantai kelangsungan
hidup. CT scan adalah alat penting yang diperlukan untuk diagnosis yang
akurat. Pemindaian CT noncontrast harus dilakukan untuk membedakan
stroke iskemik dari stroke hemoragik. CT scan harus diselesaikan dalam
waktu 25 menit setelah pasien tiba di UGD dan harus dibaca dalam waktu 45
menit setelah UGD.
6. Decision
Keputusan mengenai jenis perawatan yang dibutuhkan adalah langkah
selanjutnya dalam merawat pasien dengan stroke. Informasi, seperti jenis
stroke yang telah terjadi dan waktu dari timbulnya gejala, dipertimbangkan
sebelum keputusan perawatan dibuat. Tingkat keparahan stroke mungkin juga
berperan dalam memutuskan perawatan apa yang paling tepat. Pasien dan
anggota keluarga juga harus diberitahu tentang risiko dan manfaat dari opsi
perawatan. Teknik pencitraan tambahan seperti perfusi CT, CT angiografi,
atau pemindaian resonansi magnetik pasien yang diduga stroke harus segera
ditafsirkan oleh dokter yang ahli dalam penafsiran neuroimaging
7. Drugs/device
Pemberian obat, jika sesuai, adalah mata rantai berikutnya dalam rantai
bertahan hidup. Jika pasien adalah kandidat untuk terapi fibrinolytic, peluang
untuk pemberiannya sempit. Menurut pedoman AHA, terapi fibrinolitik harus
diberikan dalam waktu 3 jam setelah timbulnya gejala. Jika pasien bukan
kandidat untuk terapi obat, mereka mungkin memenuhi syarat untuk terapi
endovaskular untuk menghilangkan bekuan darah secara mekanis daripada
dengan fibrinolitik.
8. Disposition
Langkah dalam perawatan stroke ini berfokus pada perawatan berkelanjutan
pasien stroke. Dianjurkan agar pasien dirawat di unit perawatan intensif atau
unit stroke dalam waktu 3 jam setelah tiba di UGD. Pemantauan berkelanjutan
pasien stroke mencakup penilaian status neurologis yang sering dan
pemantauan kadar glukosa dan tanda-tanda vital, serta pencegahan
komplikasi.

2.9 Penatalaksanaan
Penderita yang baru saja mengalami stroke sebaiknya segera dibawa ke
rumah sakit agar dapat diberikan penanganan yang optimal. Semakin cepat
pertolongan diberikan, semakin baik hasil yang dicapai. (Menurut joyce & jane
2014), prognosis penderita sangat tergantung terutama kepada kecepatan
pertolongan saat therapeutic window yang relatif sangat pendek (±3 jam), oleh
karena itu pertolongan terpadu dan rasional secara cepat, tepat dan cermat akan
menurunkan mortalitas dan morbiditas sehingga akan meningkatkan kualitas
hidup penderita.
Adapun tujuan terapi pada fase akut, adalah:
a. Mencegah agar stroke tidak berlanjut atau berulang.
b. Melakukan upaya agar cacat dapat diatasi
c. Mencegah terjadinya komplikasi
d. Mencari dan mengorbati penyakit lain yang dapat mempengaruhi perjalanan
stroke.
e. Membantu pemulihan penderita, misalnya melalui obat-obatan, terapi fisik
dan psikis.
f. Mencegah terjadinya kematian
Penatalaksanaan stroke terdiri atas:
a. Penatalaksanaan stroke iskemik, dibedakan pada fase akut dan fase pasca akut
1) Pada fase akut, sasaran pengobatan adalah untuk menyelamatkan neuron
yang menderita jangan sampai mati dan agar proses patologik lainnya
yang menyertai tidak mengganggu fungsi otak. Tindakan dan obat yang
diberikan harus menjamin perfusi darah ke otak tetap cukup. Memantau
jalan nafas, fungsi pernafasan dan sirkulasi serta penggunaan obat untuk
memulihkan aliran darah dan metabolisme otak yang menderita.
2) Pada fase pasca akut, sasaran pengobatan dititik beratkan pada tindakan
rehabilitasi penderita dengan fisioterapi. Terapi wicara dan psikoterapi
serta pencegahan terulangnya stroke dengan jalan mengobati dan
menghindari faktor risiko stroke.
b. Penatalaksanaan stroke hemoragik
Penderita biasanya berada dalam keadaan koma, maka pengobatan dibagi
dalam pengobatan umum dan pengobatan spesifik.
1) Pengobatan umum, dengan memperhatikan jalan nafas dan pernafasan,
menjaga tekanan darah, mencegah terjadinya edema otak, memperhatikan
balans cairan serta memperhatikan fungsi ginjal dan pencernaan.
2) Pengobatan spesifik, dengan pengobatan kausal yaitu pengobatan terhadap
perdarahan di otak dengan tujuan hemostasis, misalnya dengan
menggunakan asam traneksamat. Untuk stroke hemoragik dengan
perdarahan subaraknoidal, setelah lewat masa akut, dianjurkan angiografi
untuk mencari lesi sumber perdarahan, bila ditemukan maka bisa
dilakukan operasi bedah saraf.
2.10 The Nasional Institute Of Health Stroke Scale (NIHSS)

Stiker Identitas

The National Institute of Health Stroke Scale (NIHSS)

TANGGAL PEMERIKSAAN
PARAMETER
No
YANG SKALA
.
DINILAI
SKOR

1 = Sadar penuh
1 = Tidak sadar penuh; dapat
dibangunkan dengan stimulasi
minor (suara)
Tingkat
1a 2 = Tidak sadar penuh; dapat
Kesadaran berespon dengan stimulasi
berulang atau stimulasi nyeri
3 = Koma; tidak sadar dan tidak
berespon dengan stimulasi
apapun
1b Menjawab 0 = Benar semua
pertanyaan
1 = 1 benar/ETT/disartria
2 = Salah semua/afasia/stupor/koma

0 = Mampu melakukan 2 perintah

Mengikuti 1 = Mampu melakukan 1 perintah


1c
perintah
2 = Tidak mampu melakukan
perintah

0 = Normal

1 = Paresis gaze parsial pada 1 atau


2 mata, terdapat
Gaze: abnormal gaze namun forced
Gerakan mata deviation atau paresis gaze total
2
konyugat tidak ada
horizontal
2 = Forced deviation, atau paresis
gaze total tidak dapat
diatasi dengan maneuver
okulosefalik

3 Visual: 0 = Tidak ada gangguan


Lapang
pandang pada 1 = Paralisis minor (sulcus
tes konfrontasi nasolabial rata, asimetri saat
tersenyum)

2 = Paralisis parsial (paralisis total


atau near-total dari wajah
bagian bawah)

3 = Paralisis komplit dari satu atau


kedua sisi wajah (tidak ada
gerakan pada sisi wajah atas
maupun bawah)

0 = Normal

1 = Paralisis minor (sulcus


nasolabial rata, asimetri saat
tersenyum)

2 = Paralisis parsial (paralisis total


4 Paresis Wajah atau near-total dari wajah
bagian bawah)

3 = Paralisis komplit dari satu atau


kedua sisi wajah (tidak ada
gerakan pada sisi wajah atas
maupun bawah)

Kanan:
5 Motorik 0 = Tidak ada drift; lengan dapat
Lengan diangkat 90 (45)°, selama
minimal 10 detik penuh
1 = Drift; lengan dapat diangkat 90

Kiri:
(45) namun turun sebelum 10

detik, tidak mengenai tempat


tidur

0 = Tidak ada drift; tungkai dapat

Kanan:
dipertahankan dalam posisi 30°
minimal 5 detik

Motorik 1 = Drift; tungkai jatuh persis 5 detik,


6
Tungkai namun tidak mengenai tempat tidur

Kiri:
2 = Ada upaya melawan gravitasi;
tungkai jatuh mengenai tempat tidur
dalam 5 detik, namun ada upaya
0 =melawan
Tidak adagravitasi
ataksia

Ataksia 1 = Ataksia pada satu ekstremitas


7 anggota 2 = Ataksia pada 2 atau lebih ekstremitas
gerak
UN = Amputasi atau fusi sendi,
jelaskan…………

8 Sensorik 0 = Normal; tidak ada gangguan sensorik

1 = Gangguan sensorik ringan-sedang;


sensasi disentuh atau nyeri berkurang
namun masih terasa disentuh

2 = Gangguan sensorik berat; tidak


merasakan sentuhan di wajah, lengan,
atau tungkai

0 = Normal; tidak ada afasia

1 = Afasia ringan-sedang; dapat


berkomunikasi namun terbatas. Masih
dapat mengenali benda namun
kesulitan bicara percakapan dan
mengerti percakapan
Bahasa
9 2 = Afasia berat; seluruh komunikasi
Terbalik
melalui ekspresi yang terfragmentasi,
dikira-kira dan pemeriksa tidak dapat
memahami respons pasien

3 = Mutisme, afasia global; tidak ada


kata-kata yang keluar maupun
pengertian akan kata-kata

10 Disartria 0 = Normal

1 = Disartria ringan-sedang; pasien pelo


setidaknya pada beberapa kata namun
meski berat dapat dimengerti
2 = Disartria berat; bicara pasien sangat
pelo namun tidak afasia

UN = Intubasi atau hambatan fisik lain,


jelaskan………………………………
…….

0 = Tidak ada neglect

1 = Tidak ada atensi pada salah satu


Pengabaian modalitas berikut; visual, tactile,
11 & Inatensi auditory, spatial, or personal
(Neglect) inattention.

2 = Tidak ada atensi pada lebih dari satu


modalitas

TOTAL

Keterangan :

Skor < 5 : defisit neurologis ringan

Skor 6-14 : defisit neurologis sedang

Skor 15-24 : defisit neurologis berat

Skor ≥ 25 : defisit neurologis sangat berat


Anda tahu kenapa

Jatuh ke bumi

Saya pulang dari kerja

Dekat meja di ruang

Makan

Mereka mendengar dia siaran di radio tadi


malam
BAB III

PENANGANAN KEGAWATDARURATAN

3.1 Pengkajian
1. pengkajian primer
a. Airway
1) keadaan jalan nafas
a). Benda asing di jalan nafas : terdapat sumbatan pangkal lidah.
b). Bunyi nafas : Snoring (suara seperti ngorok).
2) Masalah/diagnosa Keperawatan
Ketidak efeftifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sumbatan
pangkal lidah.
3) Intervensi / Implementasi
a) Buka jalan nafas, gunakan teknik head tilt + chin lift atau jaw trust.
b) Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi.
c) Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan.
d) Pasang oro faringeal tube.
e) Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
b. Breathing
1) Fungsi pernafasan :
a) Frekwensi Pernafasan : nafas cepat (Tachypnea) lebih dari 20
x/menit
b) Bunyi nafas : suara tambahan nafas (ronki,
wheezing)
c) Retraksi Otot bantu nafas : gerakan otot nafas tambahan, retraksi
sela iga
.
2) Masalah/diagnosa Keperawatan
Gangguan pola nafas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat
pernafasan.
3) Intervensi / Implementasi
a) Pertahankan jalan nafas yang paten
b) Berikan terapi oksigen
c) Monitor aliran oksigen
d) Pertahankan posisi pasien
e) Observasi adanya tanda – tanda hipoventilasi.

c. Circulation
1. Keadaan sirkulasi
a) Perdarahan (internal/eksternal) : pembuluh darah pecah
b) Nadi : > 100 x/menit
c) Akral perifer
d) Raba telapak tangan Normal : hangat, kering, Merah. Syok :
dingin, basah, pucat
e) Tekan – lepas ujung kuku/telapak tangan Merah kembali < 2 detik
: normal Merah kembali > 2 detik : syok
2. Masalah/diagnosa Keperawatan
Risiko syok berhubungan dengan ketidak cukupan aliran darah
kejaringan tubuh.
3. Intervensi / Implementasi
a) Monitoring tanda awal syok
b) Monitor warna kulit, suhu kulit, denyut jantung, pernafasan dan
nadi.
c) Tempatkan pasien pada posisi supine, kaki lebih tinggi dari badan
d) Lihat dan pelihara kepatenan jalan nafas
d. Disability
a) Pemeriksaan Neurologis:
GCS : E 1 V 2 M 2 : coma (comatose), yaitu tidak bisa
dibangunkan, tidak ada respon terhadap rangsangan apapun (tidak ada
respon kornea maupun reflek muntah, mungkin juga tidak ada respon
pupil terhadap cahaya).
b) Masalah/diagnosa Keperawatan
Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan oedema
serebral.
c) Intervensi / Implementasi
1) Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap
panas/dingin / tajam / tumpul
2) Pantau tanda-tanda vital terutama tekanan darah.
3) Pertahankan keadaan tirah baring.
4) Letakkan kepala dengan posisi agak ditinggikkan dan dalam posisi
anatomis (netral).
5) Berikan obat sesuai indikasi: contohnya antikoagulan (heparin).
e. Exposure/ kontrol lingkungan: penderita harus dibuka seluruh
pakaiannya.

2. Pengakjian sekunder
a. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak, pada
saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala,
mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala
kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain
b. riwayat penyakit terdahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia,
riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat
anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan
c. riwayat penyakit keluarga
ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes militus.
d. pola fungsi kesehatan
1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan alkohol, penggunaan obat
kontrasepsi oral.
2) Pola nutrisi dan metabolisme
Adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual
muntah pada fase akut.
3) Pola eliminasi
Biasanya terjadi inkontinensia urine dan pada pola defekasi biasanya
terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.
4) Pola aktivitas dan latihan
Adanya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan
sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah
5) Pola tidur dan istirahat
Biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang
otot/nyeri otot
6) Pola hubungan dan peran
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami
kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara.
7) Pola persepsi dan konsep diri
Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, tidak
kooperatif.
8) Pola sensori dan kognitif
Pada pola sensori klien mengalami gangguan penglihatan/kekaburan
pandangan, perabaan/sentuhan menurun pada muka dan ekstremitas
yang sakit. Pada pola kognitif biasanya terjadi penurunan memori dan
proses berpikir.
9) Pola reproduksi seksual
Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat dari beberapa
pengobatan stroke, seperti obat anti kejang, anti hipertensi, antagonis
histamin.
10) Pola penanggulangan stress
Klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah
karena gangguan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi.
11) Pola tata nilai dan kepercayaan
Klien biasanya jarang melakukan ibadah karena tingkah laku yang
tidak stabil, kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
e. pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
a) Kesadaran : umumnya mengelami penurunan kesadaran
b) Suara bicara : kadang mengalami gangguan yaitu sukar
dimengerti, kadang tidak bisa bicara
c) Tanda-tanda vital: tekanan darah meningkat, denyut nadi
bervariasi
2) Pemeriksaan integumen
a) Kulit : jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit akan jelek. Di samping itu
perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang
menonjol karena klien CVA Bleeding harus bed rest 2-3 minggu
b) Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis
c) Rambut : umumnya tidak ada kelainan
3) Pemeriksaan kepala dan leher
a) Kepala : bentuk normocephalik
b) Muka : umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi
c) Leher : kaku kuduk jarang terjadi (Satyanegara, 1998)
4) Pemeriksaan dada
Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi,
wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur
akibat penurunan refleks batuk dan menelan.
5) Pemeriksaan abdomen
Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan
kadang terdapat kembung.
6) Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine
7) Pemeriksaan ekstremitas
Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
8) Pemeriksaan neurologi
a) Pemeriksaan nervus cranialis
Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan XII central.
b) Pemeriksaan motorik
Hampir selalu terjadi kelumpuhan/kelemahan pada salah satu sisi
tubuh.
c) Pemeriksaan sensorik
Dapat terjadi hemihipestesi.
9) Pemeriksaan refleks
Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang.
Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahului
dengan refleks patologis.
f. pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan radiologi
a) CT scan : didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk
ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak. (Linardi Widjaja,
1993)
b) MRI : untuk menunjukkan area yang mengalami hemoragik.
(Marilynn E. Doenges, 2000)
c) Angiografi serebral : untuk mencari sumber perdarahan seperti
aneurisma atau malformasi vaskuler. (Satyanegara, 1998)
d) Pemeriksaan foto thorax : dapat memperlihatkan keadaan jantung,
apakah terdapat pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah
satu tanda hipertensi kronis pada penderita stroke.
2) Pemeriksaan laboratorium
a) Pungsi lumbal : pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai
pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil
biasanya warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-
hari pertama.
b) Pemeriksaan darah rutin
c) Pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut dapat terjadi
hiperglikemia. Gula darah dapat mencapai 250 mg dalajm serum
dan kemudian berangsur-angsur turun kembali.
d) Pemeriksaan darah lengkap : unutk mencari kelainan pada darah itu
sendiri.

3.2 Diagnosa Keperawatan


1. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif b.d disfungsi neuromuskular d.d sputum
berlebih/obstruksi dijalan nafas/mekonium dijalan nafas (pada neonatus), sulit
bicara
2. Pola Nafas Tidak Efektif b.d depresi pusat pernafasan, gangguan
neuromuskular d.d penggunaan otot bantu pernafasan, pola nafas abnormal
(mis. takipnea, bradipnea, hiperventilasi, kussmaul, cheyne-stokes)
3. Risiko Syok b.d kekurangan volume cairan, hipotensi, hipoksia
4. Risiko Perfusi Serebral Tidak Efektif b.d aterosklersosis aorta, keabnormalan
masa protombin dan/atau tromboplastin parsial, embolisme
5. Gangguan Menelan b.d gangguan saraf kranialis d.d mengeluh sulit menelan,
tidak mampu membersihkan rongga mulut
6. Defisit Nutrisi b.d ketidakmampuan menelan makanan, berat badan menurun
minimal 10% dibawah rentang ideal, otot pengunyah lemah, otot menelan
lemah,
7. Gangguan Persepsi Sensori b.d gangguan penglihatan, gangguan penghiduan,
8. Gangguan Mobilitas Fisik b.d gangguan muskuloskeletal, gangguan
neuromuskular, d.d mengeluh sulit menggerakkan ekstremitas, kekuatan otot
menurun, retang gerak (ROM) menurun, gerakan tidak terkoordinasi, gerakan
terbatas, fisik lemah
9. Ansietas b.d Ancaman terhadap kematian d.d merasa khawatir dengan akibat
dan kondisi yang dihadapi, tampak gelisah, merasa tidak berdaya,kontak ata
buruk.
Daftar Pustaka

American Heart Association. Advanced cardiac life support: Provider


manual. United States of America: American Heart Association. 2016.
Berkala Epidemiologi. Vol. 3, No. 1 ( Hlm. 24-34).Black joyce. M & Jane Hokanse
Hawks, (2014). Medical Surgical Nursingvol 2. Jakarta: Salemba Medika
Brainin, M., & Wolf-Dieter, H. (2010). Textbook of Stroke Medicine. New York:

Cambridge University Press

Junaidi, I., 2011Kumar S, Selim MH, Caplan LR. Medical complications after stroke.

The Lancet Neurology. 2010 Jan 1;9(1):105-18.

Muttaqin, A. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan

Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.

Silva, D.A.D., Narayanaswamy V., Artemio A.R., Jr., Loh P.K., & Yair L. (2014).

Understanding Stroke A Guide for Stroke Survivors and Their Families.

Website: https://www.neuroaid.com

Wardhani, I.O., & Santi M. (2015). Hubungan Antara Karakteristik Pasien Stroke dan

Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan Menjalani Rehabilitasi. Jurnal Stroke

Waspadai Ancamannya. Yogyakarta: ANDI

Williams, J., Lin P., & Caroline W. (2010). Acute Stroke Nursing. United Kingdom:

Wiley-Blackwell.

World Health Organization (WHO). (2016). Stroke, Cerebrovascular accident.

Diakses tanggal 17 Juni 2016 dari

http://www.who.int/topics/cerebrovascular_accident/en/
Yoo AJ, Barak ER, Copen WA, Kamalian S, Gharai LR, Pervez MA, Schwamm LH,

González RG, Schaefer PW. Combining acute diffusion-weighted imaging and

mean transmit time lesion volumes with National Institutes of Health Stroke

Scale Score improves the prediction of acute stroke outcome. Stroke. 2010 Aug

1;41(8):1728.

Anda mungkin juga menyukai