KELOMPOK 7
KELAS D SEMESTER VI
Asuhan keperawatan kritis pada paien stroke ini telah kami usahakan
semaksimal mungkin dan tentunya dengan bantuan berbagai pihak, sehingga dapat
memperlancar pembuatan Asuhan keperawatan kritis pada pasien stroke. Untuk itu
kami tidak lupa menyampaikan bayak terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu kami dalam pembuatan Asuhan keperawatan kritis pada pasien stroke ini.
Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa ada
kekurangan baik dari segi penyusun bahasanya maupun segi lainnya. Oleh karena itu,
dengan lapang dada dan tangan terbuka kami membuka selebar-lebarnya bagi
pembaca yang ingin memberikan saran dan kritik kepada kami sehingga kami dapat
memperbaiki Asuhan keperawatan kritis pada pasien stroke ini.
Akhirnya, kami sebagai penyusun mengharapkan semoga dari Asuhan
keperawatan kritis pada pasien stroke ini dapat diambil hikmah dan manfaatnya
sehingga bisa memberikan inspirasi terhadap pembaca.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari stroke
2. Untuk mengetahui etiologi dari stroke
3. Untuk mengetahui patofisiologi dari stroke
4. Untuk mengetahui klasifikasi dari stroke
5. Untuk mengetahui manifestasi dari stroke berdasarkan klasifikasi
6. Untuk mengetahui komplikasi dari stroke
7. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari stroke
8. Untuk mengetahui stroke chain of survival
9. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari stroke
10. Untuk menegtahui the national institute of health stroke scale
11. Untuk mengetahui penanganan kegawatdaruratan dari stroke
12. Untuk mengetahui dignosa dan intervensi dari stroke
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Stroke adalah gangguan fungsional otak akut fokal maupun global akibat
terhambatnya aliran darah ke otak karena perdarahan ataupun sumbatan dengan
gejala dan tanda sesuai bagian otak yang terkena yang dapat sembuh
sempurna,sembuh dengan cacat,atau kematian (Junaidi,2011)
Stroke dapat diartikan sebagai ditemukannya manifestasi klinik dan gejala
terjadinya gangguan fungsi otak sebagian atau menyeluruh yang berkembang
secara cepat selama 24 jam atau lebih akibat adanya gangguan peredaran darah di
otak (Brainin & Wolf-Dieter, 2010). Stroke merupakan penyakit cerebrovascular
yang terjadi karena adanya gangguan fungsi otak yang berhubungan dengan
penyakit pembuluh darah yang mensuplai darah ke otak (Wardhani & Santi,
2015). Stroke juga biasa disebut dengan brain attack atau serangan otak, yaitu
terjadi ketika bagian otak rusak karena kekurangan suplai darah pada bagian otak
tersebut. Oksigen dan nutrisi tidak adekuat yang dibawa oleh pembuluh darah
menyebabkan sel otak (neuron) mati dan koneksi atau hubungan antar neuron
(sinaps) menjadi hilang (Silva, et al., 2014).
2.2 Etiologi
Faktor risiko stroke dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
a. Faktor yang tidak dapat dimodifikasi
Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi merupakan faktor yang berupa
karakteristik atau sifat pada seseorang yang dapat meningkatkan kemungkinan
berkembangnya suatu penyakit tertentu. Faktor risiko stroke yang tidak dapat
dimodifikasi yaitu faktor yang berupa karakteristik atau sifat pasien yang
tidak dapat diubah. Contoh dari faktor ini yaitu usia, jenis kelamin, berat
badan lahir rendah, ras, suku, dan faktor genetik (Williams, et al., 2010).
b. Faktor yang dapat dimodifikasi
Faktor yang dapat dimodifikasi terdiri dari tingkatan pertama dan kedua.
Tingkat pertama faktor risiko stroke yang dapat dimodifikasi, diurutkan dari
tingkat banyaknya kejadian yaitu hipertensi, diabetes mellitus, merokok,
fibrilasi atrium dan disfungsi ventrikel kiri. Tingkatan kedua yaitu terdiri dari
kolesterol, hiperlipidemia, asimtomatik karotid stenosis, sickle cell disease,
terapi hormon esterogen, diet, obesitas, alkohol, migrain, dan hiperkoagulasi.
Kebanyakan dari faktor risiko yang tingkatan kedua ini, memiliki hubungan
dengan pengembangan faktor risiko tingkat pertama, misalnya obesitas
merupakan faktor risiko untuk terjadinya hipertensi dan diabetes (Williams, et
al., 2010).
Faktor risiko yang umumnya menyebabkan stroke yaitu tekanan darah
tinggi (hipertensi). Tekanan darah tidak boleh melebihi 140/90 mmHg.
Tekanan darah yang tinggi akan menyebabkan tingginya tekanan di dinding
arteri sehingga bisa menyebabkan bocornya arteri otak, bahkan ruptur pada
arteri otak yang akan mengakibatkan terjadinya stroke hemoragik. Tekanan
darah tinggi juga bisa menyebabkan stroke iskemik yang dikarenakan oleh
adanya atherosclerosis (Silva, et al., 2014).
2.3 Patofisiologi
Gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi di mana saja di dalam
arteri-arteri yang membentuk Sirkulus arteria karotis interna dan sistem
vertebrobasilar atau semua cabang-cabangnya. Secara umum, apabila aliran darah
ke jaringan otak terputus selama 15 sampai 20 menit, akan terjadi infark atau
kematian jaringan. Perlu diingat bahwa oklusi di suatu arteri tidak selalu
menyebabkan infark di daerah otak yang diperdarahi oleh arteri tersebut.
Alasannya adalah bahwa mungkin terdapat sirkulasi kolateral yang memadai ke
daerah tersebut. Proses patologik yang mendasari mungkin salah satu dari
berbagai proses yang terjadi di dalam pembuluh darah yang memperdarahi otak.
Patologinya dapat berupa (1) keadaan penyakit pada pembuluh itu sendiri, seperti
pada aterosklerosis dan trombosis, robeknya dinding pembuluh, atau peradangan;
(2) berkurangnya perfusi akibat gangguan status aliran darah, misalnya syok atau
hiperviskositas darah; (3) gangguan aliran darah akibat bekuan atau embolus
infeksi yang berasal dari jantung atau pembuluh ekstrakranium; atau (4) ruptur
vaskular di dalam jaringan otak atau ruang subaraknoid (Price et al, 2006).
2.6 Komplikasi
Komplikasi stroke dibagi menjadi komplikasi fase akut dan fase lanjut. Pada
komplikasi fase akut, komplikasi yang sering terjadi adanya edema otak yang
terjadi 24-48 jam pertama setelah stroke. Selain itu, kejang juga dapat terjadi pada
stroke hemorrhagik. Selain gangguan neurologis, komplikasi pada fase akut juga
menyebabkan beberapa gangguan nonneurologis. Hipertensi reaktif merupakan
komplikasi nonneurologis yang sering terjadi, nantinya akan turun sendiri dalam
beberapa hari. Emboli pulmonal juga dapat terjadi tanpa gejala awal.
a. Komplikasi Akut
Komplikasi akut yang dapat terjadi pada stroke dibedakan menjadi komplikasi
neurologis dan nonneurologis. Komplikasi neurologis yang dapat terjadi di
antaranya adalah edema otak, infark yang bertransformasi menjadi
perdarahan, vasospasme, hidrosefalus, dan kejang. Komplikasi nonneurologis
yang dapat terjadi di antaranya hipertensi, hiperglikemia reaktif, edema paru,
kelainan jantung dan aritmia, syndrome of inappropriate antidiuretic
hormone (SIADH), dan trombosis vena dalam.
b. Komplikasi Lanjutan
Pada fase lanjut, komplikasi yang dapat terjadi dapat berupa hidrosefalus
obstruktif, akibat adanya sumbatan dalam darah. Bronkopneumonia, ulkus
dekubitus, serta depresi dapat terjadi akibat rawat inap yang cukup lama.
Kontraktur dan atrofi otot dapat terjadi akibat imobilisasi saat dirawat ataupun
saat di rumah (Kumar S,2010)
2.9 Penatalaksanaan
Penderita yang baru saja mengalami stroke sebaiknya segera dibawa ke
rumah sakit agar dapat diberikan penanganan yang optimal. Semakin cepat
pertolongan diberikan, semakin baik hasil yang dicapai. (Menurut joyce & jane
2014), prognosis penderita sangat tergantung terutama kepada kecepatan
pertolongan saat therapeutic window yang relatif sangat pendek (±3 jam), oleh
karena itu pertolongan terpadu dan rasional secara cepat, tepat dan cermat akan
menurunkan mortalitas dan morbiditas sehingga akan meningkatkan kualitas
hidup penderita.
Adapun tujuan terapi pada fase akut, adalah:
a. Mencegah agar stroke tidak berlanjut atau berulang.
b. Melakukan upaya agar cacat dapat diatasi
c. Mencegah terjadinya komplikasi
d. Mencari dan mengorbati penyakit lain yang dapat mempengaruhi perjalanan
stroke.
e. Membantu pemulihan penderita, misalnya melalui obat-obatan, terapi fisik
dan psikis.
f. Mencegah terjadinya kematian
Penatalaksanaan stroke terdiri atas:
a. Penatalaksanaan stroke iskemik, dibedakan pada fase akut dan fase pasca akut
1) Pada fase akut, sasaran pengobatan adalah untuk menyelamatkan neuron
yang menderita jangan sampai mati dan agar proses patologik lainnya
yang menyertai tidak mengganggu fungsi otak. Tindakan dan obat yang
diberikan harus menjamin perfusi darah ke otak tetap cukup. Memantau
jalan nafas, fungsi pernafasan dan sirkulasi serta penggunaan obat untuk
memulihkan aliran darah dan metabolisme otak yang menderita.
2) Pada fase pasca akut, sasaran pengobatan dititik beratkan pada tindakan
rehabilitasi penderita dengan fisioterapi. Terapi wicara dan psikoterapi
serta pencegahan terulangnya stroke dengan jalan mengobati dan
menghindari faktor risiko stroke.
b. Penatalaksanaan stroke hemoragik
Penderita biasanya berada dalam keadaan koma, maka pengobatan dibagi
dalam pengobatan umum dan pengobatan spesifik.
1) Pengobatan umum, dengan memperhatikan jalan nafas dan pernafasan,
menjaga tekanan darah, mencegah terjadinya edema otak, memperhatikan
balans cairan serta memperhatikan fungsi ginjal dan pencernaan.
2) Pengobatan spesifik, dengan pengobatan kausal yaitu pengobatan terhadap
perdarahan di otak dengan tujuan hemostasis, misalnya dengan
menggunakan asam traneksamat. Untuk stroke hemoragik dengan
perdarahan subaraknoidal, setelah lewat masa akut, dianjurkan angiografi
untuk mencari lesi sumber perdarahan, bila ditemukan maka bisa
dilakukan operasi bedah saraf.
2.10 The Nasional Institute Of Health Stroke Scale (NIHSS)
Stiker Identitas
TANGGAL PEMERIKSAAN
PARAMETER
No
YANG SKALA
.
DINILAI
SKOR
1 = Sadar penuh
1 = Tidak sadar penuh; dapat
dibangunkan dengan stimulasi
minor (suara)
Tingkat
1a 2 = Tidak sadar penuh; dapat
Kesadaran berespon dengan stimulasi
berulang atau stimulasi nyeri
3 = Koma; tidak sadar dan tidak
berespon dengan stimulasi
apapun
1b Menjawab 0 = Benar semua
pertanyaan
1 = 1 benar/ETT/disartria
2 = Salah semua/afasia/stupor/koma
0 = Normal
0 = Normal
Kanan:
5 Motorik 0 = Tidak ada drift; lengan dapat
Lengan diangkat 90 (45)°, selama
minimal 10 detik penuh
1 = Drift; lengan dapat diangkat 90
Kiri:
(45) namun turun sebelum 10
Kanan:
dipertahankan dalam posisi 30°
minimal 5 detik
Kiri:
2 = Ada upaya melawan gravitasi;
tungkai jatuh mengenai tempat tidur
dalam 5 detik, namun ada upaya
0 =melawan
Tidak adagravitasi
ataksia
10 Disartria 0 = Normal
TOTAL
Keterangan :
Jatuh ke bumi
Makan
PENANGANAN KEGAWATDARURATAN
3.1 Pengkajian
1. pengkajian primer
a. Airway
1) keadaan jalan nafas
a). Benda asing di jalan nafas : terdapat sumbatan pangkal lidah.
b). Bunyi nafas : Snoring (suara seperti ngorok).
2) Masalah/diagnosa Keperawatan
Ketidak efeftifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sumbatan
pangkal lidah.
3) Intervensi / Implementasi
a) Buka jalan nafas, gunakan teknik head tilt + chin lift atau jaw trust.
b) Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi.
c) Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan.
d) Pasang oro faringeal tube.
e) Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
b. Breathing
1) Fungsi pernafasan :
a) Frekwensi Pernafasan : nafas cepat (Tachypnea) lebih dari 20
x/menit
b) Bunyi nafas : suara tambahan nafas (ronki,
wheezing)
c) Retraksi Otot bantu nafas : gerakan otot nafas tambahan, retraksi
sela iga
.
2) Masalah/diagnosa Keperawatan
Gangguan pola nafas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat
pernafasan.
3) Intervensi / Implementasi
a) Pertahankan jalan nafas yang paten
b) Berikan terapi oksigen
c) Monitor aliran oksigen
d) Pertahankan posisi pasien
e) Observasi adanya tanda – tanda hipoventilasi.
c. Circulation
1. Keadaan sirkulasi
a) Perdarahan (internal/eksternal) : pembuluh darah pecah
b) Nadi : > 100 x/menit
c) Akral perifer
d) Raba telapak tangan Normal : hangat, kering, Merah. Syok :
dingin, basah, pucat
e) Tekan – lepas ujung kuku/telapak tangan Merah kembali < 2 detik
: normal Merah kembali > 2 detik : syok
2. Masalah/diagnosa Keperawatan
Risiko syok berhubungan dengan ketidak cukupan aliran darah
kejaringan tubuh.
3. Intervensi / Implementasi
a) Monitoring tanda awal syok
b) Monitor warna kulit, suhu kulit, denyut jantung, pernafasan dan
nadi.
c) Tempatkan pasien pada posisi supine, kaki lebih tinggi dari badan
d) Lihat dan pelihara kepatenan jalan nafas
d. Disability
a) Pemeriksaan Neurologis:
GCS : E 1 V 2 M 2 : coma (comatose), yaitu tidak bisa
dibangunkan, tidak ada respon terhadap rangsangan apapun (tidak ada
respon kornea maupun reflek muntah, mungkin juga tidak ada respon
pupil terhadap cahaya).
b) Masalah/diagnosa Keperawatan
Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan oedema
serebral.
c) Intervensi / Implementasi
1) Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap
panas/dingin / tajam / tumpul
2) Pantau tanda-tanda vital terutama tekanan darah.
3) Pertahankan keadaan tirah baring.
4) Letakkan kepala dengan posisi agak ditinggikkan dan dalam posisi
anatomis (netral).
5) Berikan obat sesuai indikasi: contohnya antikoagulan (heparin).
e. Exposure/ kontrol lingkungan: penderita harus dibuka seluruh
pakaiannya.
2. Pengakjian sekunder
a. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak, pada
saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala,
mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala
kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain
b. riwayat penyakit terdahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia,
riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat
anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan
c. riwayat penyakit keluarga
ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes militus.
d. pola fungsi kesehatan
1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan alkohol, penggunaan obat
kontrasepsi oral.
2) Pola nutrisi dan metabolisme
Adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual
muntah pada fase akut.
3) Pola eliminasi
Biasanya terjadi inkontinensia urine dan pada pola defekasi biasanya
terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.
4) Pola aktivitas dan latihan
Adanya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan
sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah
5) Pola tidur dan istirahat
Biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang
otot/nyeri otot
6) Pola hubungan dan peran
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami
kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara.
7) Pola persepsi dan konsep diri
Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, tidak
kooperatif.
8) Pola sensori dan kognitif
Pada pola sensori klien mengalami gangguan penglihatan/kekaburan
pandangan, perabaan/sentuhan menurun pada muka dan ekstremitas
yang sakit. Pada pola kognitif biasanya terjadi penurunan memori dan
proses berpikir.
9) Pola reproduksi seksual
Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat dari beberapa
pengobatan stroke, seperti obat anti kejang, anti hipertensi, antagonis
histamin.
10) Pola penanggulangan stress
Klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah
karena gangguan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi.
11) Pola tata nilai dan kepercayaan
Klien biasanya jarang melakukan ibadah karena tingkah laku yang
tidak stabil, kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
e. pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
a) Kesadaran : umumnya mengelami penurunan kesadaran
b) Suara bicara : kadang mengalami gangguan yaitu sukar
dimengerti, kadang tidak bisa bicara
c) Tanda-tanda vital: tekanan darah meningkat, denyut nadi
bervariasi
2) Pemeriksaan integumen
a) Kulit : jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit akan jelek. Di samping itu
perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang
menonjol karena klien CVA Bleeding harus bed rest 2-3 minggu
b) Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis
c) Rambut : umumnya tidak ada kelainan
3) Pemeriksaan kepala dan leher
a) Kepala : bentuk normocephalik
b) Muka : umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi
c) Leher : kaku kuduk jarang terjadi (Satyanegara, 1998)
4) Pemeriksaan dada
Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi,
wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur
akibat penurunan refleks batuk dan menelan.
5) Pemeriksaan abdomen
Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan
kadang terdapat kembung.
6) Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine
7) Pemeriksaan ekstremitas
Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
8) Pemeriksaan neurologi
a) Pemeriksaan nervus cranialis
Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan XII central.
b) Pemeriksaan motorik
Hampir selalu terjadi kelumpuhan/kelemahan pada salah satu sisi
tubuh.
c) Pemeriksaan sensorik
Dapat terjadi hemihipestesi.
9) Pemeriksaan refleks
Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang.
Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahului
dengan refleks patologis.
f. pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan radiologi
a) CT scan : didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk
ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak. (Linardi Widjaja,
1993)
b) MRI : untuk menunjukkan area yang mengalami hemoragik.
(Marilynn E. Doenges, 2000)
c) Angiografi serebral : untuk mencari sumber perdarahan seperti
aneurisma atau malformasi vaskuler. (Satyanegara, 1998)
d) Pemeriksaan foto thorax : dapat memperlihatkan keadaan jantung,
apakah terdapat pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah
satu tanda hipertensi kronis pada penderita stroke.
2) Pemeriksaan laboratorium
a) Pungsi lumbal : pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai
pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil
biasanya warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-
hari pertama.
b) Pemeriksaan darah rutin
c) Pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut dapat terjadi
hiperglikemia. Gula darah dapat mencapai 250 mg dalajm serum
dan kemudian berangsur-angsur turun kembali.
d) Pemeriksaan darah lengkap : unutk mencari kelainan pada darah itu
sendiri.
Junaidi, I., 2011Kumar S, Selim MH, Caplan LR. Medical complications after stroke.
Silva, D.A.D., Narayanaswamy V., Artemio A.R., Jr., Loh P.K., & Yair L. (2014).
Website: https://www.neuroaid.com
Wardhani, I.O., & Santi M. (2015). Hubungan Antara Karakteristik Pasien Stroke dan
Williams, J., Lin P., & Caroline W. (2010). Acute Stroke Nursing. United Kingdom:
Wiley-Blackwell.
http://www.who.int/topics/cerebrovascular_accident/en/
Yoo AJ, Barak ER, Copen WA, Kamalian S, Gharai LR, Pervez MA, Schwamm LH,
mean transmit time lesion volumes with National Institutes of Health Stroke
Scale Score improves the prediction of acute stroke outcome. Stroke. 2010 Aug
1;41(8):1728.