DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 2
Agustina Manik (032017070)
Desi Pratiwi Samosir (032017066)
Dewi Fortuna Napitupulu (032017071)
Theresia Situmorang (032017063)
Apri Yulianna Br Purba (032017064)
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan karuia-Nya, sehingga penulisan makalah ini dapat menyelesaikan makalah ini
dengan judul’’ASUHAN KEPEREWATAN HIPERTENSI” Penulis menyadari, bahwa
penulisan makalah ini dapat diselesaikan dengan baik karena bantuan, bimbingan serta arahan
dari dosen pembimbing ibu Vina Sigalingging .
Dan penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman memberikan
dukungaan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak memiliki kelemahan dan
kekurangan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun.
1.3 Tujuan
a. Untuk mengetahui defenisi hipertensi
b. Untuk mengetahui etiologi hipertensi
c. Untuk mengetahui bagaimana patofisiologi hipertensi
d. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostic dari hipertensi
e. Untuk menngetahui penatalaksanaan hipertensi
f. Untuk mengetahui komplikasi hipertensi
g. Untuk mengetahui bagaimana pengkajian keperawatan hipertensi
h. Utu mengethui diagnose hiperetensi
i. Untuk mengetahui intervensi dari hipertensi
j. Untuk mengetahui implementasi hipertensi
k. Untuk mengetahui bagaimana evalusi setelah dilakukan implementasi
BAB II
PEMBAHASAN
2.3 Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol kontriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak
dipusat vasomotor pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf
simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla
spinalis ke ganglia simpatis di thorax dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor
dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis
ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron pre-ganglion melepaskan asetilkolin, yang akan
merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan
dilepaskannya norefinefrin mengakibatkan kontriksi pembuluh darah. Berbagai faktor
seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respons pembuluh darah terhadap
rangsangan vasokonstiktor. Klien dengan hipertensi sangat sensitive terhadap
norefinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut dapat terjadi.
Pada saat bersamaan ketika system saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai
respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan
aktifitas vasokonstriksi. Medulla adrena menyekresi epinefrin, yang menyebabkan
vasokonstriksi. Korteks adrenal menyekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat
memperkuat respons vasonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan
penurunan aliran darah ke ginjal menyebabkan pelepasan rennin.
Renin yang dilepaskan merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah
menjadi angiotensin II, Faso konstriktor kuat, yang pada akhirnya merangsang sekresi
aldosteron oleh korteks adrenal. Hormone ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh
tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua factor tersebut
cenderung mencetuskan hipertensi (Brunner & Suddarth, 2002).
1. Kreatin Serum
Hasil yang didapatkan dan pemeriksaan kreatinin adalah kadar kreatinin dalam
darah meningkat sehingga berdampak pada fungsi ginjal.
2. Urinalisa
Darah, protein, glukosa mengisyaratkan disfungsi ginjal/ adanya diabetes
3. Elektrokardiogram
4. Pembesaran ventrikel kiri dan gambaran kardiomegali dapat dideteksi dengan
pemeriksaan ini. Dapat juga menggambarkan apakah hipertensi telah lama
beelangsung. ( Tom Smith, 1991)
5.
2.5 Penatalaksanaan Medis
Tujuan penatalakasaan medis pada klien dengan hipertensi adalah menjega terjadinya
morbiditas dan mortalitas penyerta dengan mencapai dan mempertahankan tekanan darah
dibawah 140/90mmHg. Efektifitas setiap program ditentukan oleh derajat hipertensi,
komplikasi, biaya perawatan, dan kualitas hidup sehubungan dengan terapi. Pengobatan
pasien dengan penyakit jantung hipertensi terbagidalam dua kategori pengobatan dan
pencegahan tekanan darah yang tinggidan pengobatan penyakit jantung hipertensi.
Tekanan darah ideal adalahkurang dari 140/90 pada pasien tanpa penyakit diabetes dan
penyakitginjal kronik dan kurang dari 130/90 pada pasien dengan penyakit diatas.Berbagai
macam strategi pengobatan penyakit jantung hipertensi.Pengaturan DietBerbagai studi
menunjukkan bahwa diet dan pola hidupsehat dan atau dengan obat-obatan yang
menurunkan gejala gagal jantung dan bisa memperbaiki keadaan LVH. Beberapa diet
yang dianjurkan:
a) Rendah garam,beberapa studi menunjukan bahwa diet rendah garam dapat
menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi.Dengan pengurangan komsumsi
garam dapatmengurangi stimulasi system renin-angiotensin sehingga sangatberpotensi
sebagai anti hipertensi.Jumlah intake sodium yangdianjurkan 50-100 mmol atau setara
dengan 3-6 gram garamper hari.
b) Diet tinggi potassium, dapat menurunkan tekanan darah tapimekanismenya belum
jelas. Pemberian Potassium secaraintravena dapat menyebabkan vasodilatasi, yang
dipercayadimediasi oleh nitric oxide pada dinding vascular.
c) Diet kaya buah dan sayur.
d) Diet rendah kolesterol sebagai pencegah terjadinya jantungkoroner.
e) Tidak mengkomsumsi Alkohol
2.6 Komplikasi
a. Stroke dapat terjadi akibat hemoragi akibat tekanan darah tinggi di otak, atau
akibat embolus yang terlepas dari pembuluh selain otak yang terpajan tekanan
tinggi. Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronis apabila arteri yang
memperdarahi otak mengalami hipertrofi dan penebalan, sehingga aliran darah ke
otak yang diperdarahi berkurang. Arteri otak yang mengalami arterosklerosis
dapat melemah sehingga meningkatkan kemungkinan terbentuknya aneurisma.
b. Infark miokard dapat terjadi apabila arteri koroner yang arterosklerotik tidak dapat
menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk thrombus yang
menghambat aliran darah melewati pembuluh darah. Pada hipertensi kronis dan
hipertrofi ventrikel, kebutuhan oksigen miokardium mungkin tidak dapat dipenuhi
dan dapat terjadi iskemia jantung yang menyebabkan infark. Demikian juga
hipertrofi ventrikel dapat menyebabkan perubahan waktu hantaran listrik melintasi
ventrikel sehingga terjadi disritmia, hiposia jantung, dan peningkatan resiko
pembentukan bekuan.
c. Gagal ginjal dapat terjadi karna kerusakan progresif akibat tekanan tinggi pada
kapiler glomerulus ginjal. Dengan rusaknya glomerulus, aliran darah ke nefron
akan terganggu dan dapat berlanjut menjadi hipoksik dan kematian. Dengan
rusaknya membrane glomerulus, protein akan keluar melalui urin sehingga
tekanan osmotic koloid plasma berkurang dan menyebabkan edema, yang sering
dijumpai pada hipertensi kronis.
d. Ensefalopati (kerusakan otak) dapat terjadi, terutama pada hipertensi maligna
(hipertensi yang meningkat cepat dan berbahaya). Tekanan yang sangat tinggi
pada kelainan ini menyebabkan peningkatan tekanan kapiler dan mendorong
cairan keruang interstisial diseluruh susunan saraf pusat. Neuron disekitarnya
kolaps dan menjadi koma serta kematian.
e. Kejang dapat terjadi pada wanita preeklamsia. Bayi yang lahir mungkin memiliki
berat lahir kecil akibat perfusi plasenta yang tidak adekuat, kemudian dapat
mengalami hipoksia dan asidosis jika ibu mengalami kejang selama atau sebelum
proses persalinan.
3.3 Riwayat perawatan sekarang : 2 hari yang lalu pasien bangun tidur kemudian
mata berkunang-kunang, oleh keluarga dibawa ke rumah sakit melalui IGD dan
mendapat therapy infus D5% 20tpm injeksi lasik 1 amp, captopril 3 x 1 tablet.
Oleh dokter dianjurkan untuk rawat inap dan dikirim di bangsal bougenvile untuk
mendapat perawatan.
Selama sakit:
Kemampuan dalam perawatan diri 0 1 2 3 4
Makan / Minum √
Mandi √
Toileting √
Berpakaian √
Mobilitas ditempat tidur √
Berpindah √
Ambulansi ROM √
Keterangan : 0 : Mandiri
1 : Dibantu orang lain
2 : Dengan alat bantu
3 : Dibantu orang lain dan alat
4 : Tergantung total.
5. Pola Istirahat-Tidur
Sebelum sakit : Pasien mengatakan tidur dari pukul 21.00 – 05.00 setiap hari
kadangkadang tidur siang 1-2 jam. Selama sakit : pasien mengatakan
tidak bisa tidur karena bising, bisa tidur dari pukul 23.00 sampai 04.00
selama di rumah sakit dan tidur siang 1-2 jam.
6. Pola Persepsi-kognitif
1) Pendengaran: pendengaran pasien normal, tidak mengalami gangguan setelah
dilakukan pengecekan dengan membisikan kata-kata ketelinga pasien,dan mampu
mengulangi kata-kata dengan benar.
2) Penglihatan: penglihatan pasien kabur, tidak bisa menebak huruf dan angka saat
dilakukan pengecekan
3) Penciuman: penciuman baik/normal, pasien mampu membedakan bau minyak
kayu putih dan bau pasta gigi saat dilakukan pengecekan.
4) Pengecapan: tidak ada gangguan pada pengecapan, pasien mampu membedakan
rasa manis dan tawar pada minuman the manis dan air putih.
5) Sensasi: pasien mampu membedakan sensasi halus dan kasar pada permukaan
kulit (pipi,tangan dan kaki)
7. Pola Konsep-persepsi diri
Pasien mengatakan ingin cepat sembuh dan bisa melaksanakan aktivitas seperti biasa.
Pasien tampak segan menggerakan kepala, Pasien tampak mengerutkan dahi. Pasien
tampak menggenggam tangan.
8. Pola Hubungan peran
Pasien sebagai nenek setiap hari mengasuh semua cucunya, hubungan dengan anak
dan menantu harmonis. Selama sakit pasien tampak menghindari keributan/
kebisingan.
8. dada
Jantung :
I : ictus cordis tampak pada intercosta space V
P : ictus cordis teraba pada intercosta space V
P : redup, batas jantung ICS II linea sternalis kanan- ICS II linea sternalis
kiri, ICS II 2-3cm kekiri dari linea sternalis kiri, ICS IV linea sternalis
kanan/kiri- ICS V mid klavikula line kiri.
A : terdengar S1, S2 tunggal / regular
9. Ekstermitas :
Atas : terpasan inpus RL 20 tpm di tangan kanan, capillary refill >2 detik (
jari tangan kiri)
Bawah : tidak ada edema, capillary refill >2 detik ( jari kaki kiri ) 10. kulit :
kuning pucat, dingin dan berkeringat
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
a. Sebaiknya perawat dalam memberikan asuhan keperawatan perlu menguasai komunikasi
terapeutik dengan memberikan informasi tentang penyakit serta perawatannya, sehingga
dapat menambah pengetahuan pasien untuk pencegahan dan perawatannya.
b. Sebaiknya perawat perlu mendokumentasikan setiap tindakan dan catatan perkembangan
pasien setelah tindakan karena dengan adanya catatan ini asuhan keperawatan akan lebih
terarah dan masalah yang belum teratasi dapat diketahui oleh perawat pengganti dan tim
kesehatan lain untuk perawatan lebih lanjut.
DAFTAR PUSTAKA
1. World Health Organization. 2008. About Cardiovascular Diseases.
(http://www.who.int/cardiovascular_diseases/about _cvd/en/, Diakses 10 Juli 2013).
2. Kementrian Kesehatan RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan. Diakses melalui
www.litbang.depkes.go.id/rkd2013/Lapora n_Riskesdas2013.pdf
3. Anggara, & Prayitno,N (2013). Faktorfaktor yang berhubungan dengan tekanan darah
dipuskesmas telaga murni cikarang barat tahun 2012.Jurnal Ilmiah Kesehatan, 5(1);
Januari 2013. Diakses tanggal 29 september 2014
4. South,M., Bidjuni,H., & Malara,R., (2014). Hubungan gaya hidup dengan kejadian
hipertensi dipuskesmas kolongan kecamatan kalawat kabupaten minahasa utara,
ejournal keperawatan(e-Kp) vol.2,no.1 februari 2014. diakses tanggal 29 September
2014
5. Adnyani, P.P., Sudhana, I.W. 2014. Prevalensi Dan Faktor Risiko Terjadinya
Hipertensi Pada Masyarakat Di Desa Sidemen Kecamatan Sidemen Karangasem
Periode Juni-Juli 2014. Jurnal Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
6. Reny Yuli Aspita.2014:Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan
Kardiovaskular.Jakarta:EGC.
7. Udjianti, &Wajan Juni (2011).Keperawatan Kardiovaskular.Jakarta:Salemba Medika
8. Muttaqin & Arif (2009).Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan System
Kardiovaskuler.Jakarta:Salemba Medika
9. Dongoes, E Marilynn. 2003 : Rencana Asuhan Keperawatan.Pedoman Untuk
Pedoman Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. edisi 3 English. Jakarta: EGC.