Anda di halaman 1dari 51

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penduduk Lanjut Usia merupakan bagian dari anggota keluarga dan anggota
masyarakat yang semakin bertambah jumlahnya sejalan dengan peningkatan usia
harapan hidup. Pada tahun 1980 penduduk lanjut usia baru berjumlah 7,7 juta jiwa
atau 5,2 persen dari seluruh jumlah penduduk. Pada tahun 1990 jumlah penduduk
lanjut usia meningkat menjadi 11,3 juta orang atau 8,9 persen. Jumlah ini
meningkat di seluruh Indonesia menjadi 15,1 juta jiwa pada tahun 2000 atau 7,2
persen dari seluruh penduduk. Dan diperkirakan pada tahun 2020 akan menjadi 29
juta orang atau 11,4 persen. Hal ini menunjukkan bahwa penduduk lanjut usia
meningkat secara konsisten dari waktu ke waktu. Angka harapan hidup penduduk
Indonesia berdasarkan data Biro Pusat Statistik pada tahun 1968 adalah 45,7
tahun, pada tahun 1980 : 55.30 tahun, pada tahun 1985 : 58,19 tahun, pada tahun
1990 : 61,12 tahun, dan tahun 1995 : 60,05 tahun serta tahun 2000 : 64.05 tahun
(BPS.2010)
Dengan makin meningkatnya harapan hidup penduduk Indonesia, maka
dapat diperkirakan bahwa insidensi penyakit degeneratif akan meningkat pula.
Salah satu penyakit degeneratif yang mempunyai tingkat morbiditas dan
mortalitas tinggi adalah hipertensi. Hipertensi pada usia lanjut menjadi lebih
penting lagi mengingat bahwa patogenesis, perjalanan penyakit dan
penatalaksanaannya tidak seluruhnya sama dengan hipertensi pada usia dewasa
muda. Pada umumnya tekanan darah akan bertambah tinggi dengan bertambahnya
usia pasien, dimana tekanan darah diastolik akan sedikit menurun sedangkan
tekanan sistolik akan terus meningkat.
Penyakit degeneratif dan penyakit tidak menular mengalami peningkatan
resiko penyebab kematian, dimana pada tahun 1990, kematian penyakit tidak
menular 48 % dari seluruh kematian di dunia, sedangkan kematian akibat penyakit
jantung dan pembuluh darah, gagal ginjal dan stroke sebanyak 43% dari seluruh
kamatian di dunia dan meningkat pada tahun 2000 kematian akibat penyakit tidak
menular yaitu 64 % dari seluruh kematian dimana 60% disebabkan karena
penyakit jantung dan pembuluh darah, stroke dan gagal ginjal. Pada tahun 2020,

1
2

diperkirakan kematian akibat penyakit tidak menular sebesar 73% dari seluruh
kematian di dunia dan sebanyak 66% diakibatkan penyakit jantung dan pembuluh
darah, gagal ginjal dan stroke, dimana faktor resiko utama penyakit tersebut
adalah hipertensi. (Zamhir, 2006). Hipertensi atau tekanan darah tinggi
merupakan penyebab kematian dan kesakitan yang tinggi. Darah tinggi sering
diberi gelar The Silent Killer karena hipertensi merupakan pembunuh tersembunyi
karena disamping karena prevalensinya yang tinggi dan cenderung meningkat di
masa yang akan datang, juga karena tingkat keganasannya yang tinggi berupa
kecacatan permanen dan kematian mendadak. Sehingga kehadiran hipertensi pada
kelompok dewasa muda akan sangat membebani perekonomian keluarga, karena
biaya pengobatan yang mahal dan membutuhkan waktu yang panjang, bahkan
seumur hidup. (Bahrianwar, 2009)
Di Indonesia dari hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1995,
prevalensi hipertensi di Indonesia adalah 8.3% (pengkuran standart WHO yaitu
pada batas tekanan darah normal 160/90 mmHg). Pada tahun 2000 prevalensi
penderita hipertensi di indonesia mencapai 21% (pengukuran standart Depkes
yaitu pada batas tekanan darah normal 139 / 89 mmHg). Selanjutnya akan
diestimasi akan meningkat menjadi 37 % pada tahun 2015 dan menjadi 42 % pada
tahun 2025. (Zamhir, 2006).
Penyebab hipertensi tidak diketahui pada sekitar 95 % kasus. Bentuk
hipertensi idiopatik disebut hipertensi primer atau esensial. Patogenesis pasti
tampaknya sangat kompleks dengan interaksi dari berbagai variabel, mungkin
pula ada predisposisi genetik. Mekanisme lain yang dikemukakan mencakup
perubahan – perubahan berikut: (1). Eksresi natrium dan air oleh ginjal, (2).
Kepekaan baroreseptor, (3). Respon vesikuler, dan (4). Sekresi renin. Sedangkan
5% penyakit hipertensi terjadi sekunder akibat proses penyakit lain seperti
penyakit parenkhim ginjal atau aldosterronisme primer (Prince, 2005). Beberapa
organisasi dunia dan regional telah memproduksi, bahkan memperbaharui
pedoman penanggulangan hipertensi. Dari berbagai strategi dapat disimpulkan
bahwa penanggulangan hipertensi melibatkan banyak disiplin ilmu. Kunci
pencegahan atau penanggulangan perorangan adalah gaya hidup sehat.
Masyarakat juga perlu tahu risiko hipertensi agar dapat saling mendukung untuk
3

mencegah atau menanggulangi agar tidak menyebabkan peningkatan yang


signifikan sampai mencegah terjadinya komplikasi. (Bahrianwar,2009). Di
Indonesia, Pemerintah bersama Departemen Kesehatan RI memberi apresiasi dan
perhatian serius dalam pengendalian penyakit Hipertensi. Sejak tahun 2006
Departemen Kesehatan RI melalui Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak
Menular yang bertugas untuk melaksanakan pengendalian penyakit jantung dan
pembuluh darah termasuk hipertensi dan penyakit degenaritaif linnya, serta
gangguan akibat kecelakaan dan cedera. (Depkes, 2007). Untuk mengendalikan
hipertensi di Indonesia telah dilakukan beberapa langkah, yaitu mendistribusikan
buku pedoman, Juklak dan Juknis pengendalian hipertensi; melaksanakan
advokasi dan sosialisasi; melaksanakan intensifikasi, akselerasi, dan inovasi
program sesuai dengan kemajuan teknologi dan kondisi daerah setempat (local
area specific); mengembangkan (investasi) sumber daya manusia dalam
pengendalian hipertensi; memperkuat jaringan kerja pengendalian hipertensi,
antara lain dengan dibentuknya Kelompok Kerja Pengendalian Hipertensi;
memperkuat logistik dan distribusi untuk deteksi dini faktor risiko penyakit
jantung dan pembuluh darah termasuk hipertensi; meningkatkan surveilans
epidemiologi dan sistem informasi pengendalian hipertensi; melaksanakan
monitoring dan evaluasi; dan mengembangkan sistem pembiayaan pengendalian
hipertensi. (Depkes, 2007).
Pada usia lanjut aspek diagnosis selain kearah hipertensi dan komplikasi,
pengenalan berbagai penyakit yang juga diderita oleh orang tersebut perlu
mendapatkan perhatian oleh karena berhubungan erat dengan penatalaksanaan
secara keseluruhan. Dahulu hipertensi pada lanjut usia dianggap tidak selalu perlu
diobati, bahkan dianggap berbahaya untuk diturunkan. Memang teori ini didukung
oleh observasi yang menunjukkan turunnya tekanan darah sering kali diikuti pada
jangka pendeknya oleh perburukan serangan iskemik yang transient (TIA). Tetapi
akhir-akhir ini dari penyelidikan epidemiologi maupun trial klinik obat-obat
antihipertensi pada lanjut usia menunjukan bahwa hipertensi pada lansia
merupakan risiko yang paling penting untuk terjadinya penyakit kardiovaskuler,
strok dan penyakit ginjal. Banyak data akhir-akhir ini menunjukan bahwa
4

pengobatan hipertensi pada lanjut usia dapat mengurangi mortalitas dan


morbiditas.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah adalah sebagai
berikut : “Bagaimana Asuhan Keperawatan pada Oma.T dengan masalah
Hipertensi di Panti Bakti Luhur Surabaya?”

1.3 Tujuan Asuhan Keperawatan


1.3.1 Tujuan Umum
Dari penulisan asuhan keperawatan adalah untuk mendapatkan atau
memperoleh kemampuan dalam menyusun dan menyajikan laporan asuhan
keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mahasiswa mampu menuliskan latar belakang dari asuhan keperawatan.
1.3.2.2 Mahasiswa mampu menuliskan konsep dasar kebutuhan dasar manusia
dan konsep dasar penyakit serta manajemen asuhan keperawatan terkait
kasus yang dikelola.
1.3.2.3 Mahasiswa mampu menuliskan hasil pemberian asuhan keperawatan
berdasarkan teori pendokumentasian keperawatan.
1.3.2.4 Mahasiswa mampu membahas kasus berdasarkan teori.
1.3.2.5 Mahasiswa mampu membuat kesimpulan berdasarkan pembahasan dasar
yang mengacu pada menfaat laporan asuhan keperawatan.

1.4 Manfaat Penulisan


1.4.1 Teoritis
Sebagai bahan masukan dan informasi bagi perawat untuk meningkatkan
mutu profesi keperawatan dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada klien
dengan penyakit Hipertensi.
5

1.4.2 Praktis
1.4.2.1 Bagi Mahasiswa
Untuk menambah ilmu dan pengetahuan bagi mahasiswa dalam
mempelajari asuhan keperawatan pada klien dengan Hipertensi. Serta sebagai
acuan atau referensi mahasiswa dalam penulisan asuhan keperawatan gerontik
selanjutnya.
1.4.2.3 Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai sumber bacaan di perpustakaan STIKes Eka Harap Palangka Raya
dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan keperawatan di masa yang akan
datang serta sebagai tolak ukur kemampuan mahasiswa dalam penguasaan
terhadap ilmu keperawatan mulai dari proses keperawatan sampai
pendokumentasiaan.
6

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKAA

2.1 KONSEP DASAR LANSIA


2.1.1 Pengertian Lansia
Berdasarkan definisi secara umum, seseorang yang dikatakan lanjut usia
(lansia) apabila usianya 65 tahun ke atas. Lansia bukan suatu penyakit, namun
merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai dengan
penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stress lingkungan
(Efendi, 2009).
Usia lanjut adalah semua kejadian yang pasti akan dialami oleh semua orang
yang dikarunia usia panjang, terjadinya tidak bisa dihindari oleh siapapun. Usia
tua adalah periode penutup dalam rentang kehidupan seseorang, yaitu suatu
periode dimana seseorang telah “beranjak jauh” dari periode terdahulu yang lebih
menyenangkan atau beranjak dari waktu ke waktu yang penuh bermanfaat
(Murwani,dkk, 2011).
Menurut Undang-Undang RI nomor 13 tahun 1998, yang dimaksud dengan
usia lanjut adalah laki-laki atau perempuan yang berusia 60 tahun atau lebih, baik
yang secara fisik masih berkemampuan (potensial) maupun karena suatu hal tidak
lagi mampu berperan aktif dalam pembangunan atau tidak potensial
(Murwani,dkk, 2011).

2.1.2 Karateristik Lanjut Usia


1) Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), usia lanjut dibagi menjadi
empat kriteria sebagai berikut.
(1) Usia pertengahan (Middle age) ialah kelompok usia 45 sampai 59
tahun.
(2) Usia lanjut (elderly) antara 60 sampai 74 tahun.
(3) Usia tua (old) anatara 75-90 tahun.
(4) Usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun.
2) Depertemen Kesehatan RI membagikan lansia sebagai berikut.
(1) Kelompok menjelang usia lanjut (45-54 tahun) sebagai masa vibrilitas.

6
7

(2) Kelompok usia lanjut (55-64 tahun) sebagai presenium.


(3) Kelompok usia lanjut (65 tahun keatas)sebagai senium.
3) Menurut UU nomor 13 tahun 1998 dalam bab I pasal 1 ayat 2 yang berbunyi
“Lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 (enam puluh) tahun
keatas.

2.1.3 Tipe Lansia


Dalam Maryam (2008) ada beberapa tipe pada lansia bergantung pada
karakter, pengalaman hidup, lingkungan, kondisi fisik, mental, sosial, dan
ekonominya (Nugroho, 2000). Tipe tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:
1) Tipe arif bijaksana
Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan perubahan
zaman, mempunyai kesibukkan. bersikap ramah, rendah hati, sederhana,
dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi panutan.
2) Tipe mandiri
Mengganti kegiatan yang hilang, dengan yang baru, selektif dalam mencari
pekerjaan, bergaul dengan teman, dan memenuhi undangan.
3) Tipe tidak puas
Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi pemarah,
tidak sabar, mudah tersinggung sulit dilayani, pengkritik dan banyak
menuntut.
4) Tipe pasrah
Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama, dan
melakukan pekerjaan apa saja.
5) Tipe bingung
Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal, pasif,
dan acuh tak acuh.
Tipe lain dari lansia adalah tipe optimis, tipe konstruktif, tipe dependen
(kebergantungan), tipe defensif (bertahan), tipe militan, dan serius, tipe
pemarah/frustasi (kecewa akibat kegagalan dalam melakukan sesuatu), serta tipe
putus asa (benci pada diri sendiri).
8

Sedangkan bila dilihat dari tingkat kemandiriannya yang dinilai berdasarkan


kemampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari (indeks kemandirian Katz),
para lansia dapat digolongkan menjadi beberapa tipe yaitu lansia mandiri
sepenuhnya, lansia mandiri dengan bantuan langsung keluarga, lansia mandiri
dengan bantuan tidak langsung, lansia dengan bantuan badan sosial, lansia dipanti
wreda, lansia yang dirawat dirumah sakit, dan lansia dengan gangguan mental.

2.1.4 Proses Penuaan dan perubahan yang terjadi pada lansia


Proses penuaan merupakan suatu proses alamiah setelah tiga tahap
kehidupan, yaitu masa anak, masa dewasa, dan masa tua yang tidak dapat
dihindari oleh setiap individu. Pertambahan usia akan menimbulkan perubahan-
perubahan pada struktur dan fisiologis dari berbagai sel/jaringan/organ dan sistem
yang ada pada tubuh manusia. Proses ini menjadikan kemunduran fisik maupun
psikis. kemunduran fisik ditandai dengan kulit mengendur, rambut memutih,
penurunan pendengaran, penglihatan memburuk, gerakan lambat, dan kelainan
berbagai fungsi organ vital. Sedangkan kemuduran psikister jadi peningkatan
sensitivitas emosional, menurunnya gairah, bertambahnya minat terhadap diri,
berkurangnya minat terhadap penampilan, meningkatkan minat terhadap material,
dan minat kegiatan rekreasi tidak berubah (hanya orientasidan subjek saja yang
berbeda). Namun hal diatas tidak harus menimbulkan penyakit. Oleh karena itu,
lansia harus senantiasa berada dalam kondisi sehat, yang diartikan sebagai
kondisi: Bebas dari penyakit fisik, mental, dan sosial, mampu melakukan aktivitas
untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, mendapatkan dukungan secara sosial dari
keluarga dan masyarakat.
Ada dua proses penuaan, yaitu penuaan secara primer dan penuaan secara
sekunder. Penuaan primer akan terjadi bila terdapat perubahan pada tingkat sel,
sedangkan penuaan sekunder merupakan proses penuaan akibat faktor lingkungan
fisik dan sosial, stress fisik/psikis, serta gaya hidup dan diet dapat mempercepat
proses menjadi tua. Secara umum, perubahan fisiologis proses penuaan adalah
sebagai berikut:
1) Perubahan mikro merupakan perubahan yang terjadi dalam sel sebagai
berikut :
9

(1) Berkurannya cairan dalam sel.


(2) Berkurangnya ukuran sel.
(3) Berkurangnya jumlah sel.
2) Perubahan makro, yaitu perubahan yang jelas dapat diamati atau terlihat
seperti :
(1) Mengecilnya kelenjar mandibula.
(2) Menipisnya diskus intervertebralis.
(3) Erosi pada permukaan sendi-sendi.
(4) Terjadinya osteoporosis.
(5) Otot-otot mengalami otrofi.
(6) Sering dijumpai adanya emfisema polmonum.
(7) Presbiopi.
(8) Adanya arterioklerosis.
(9) Menopouse pada wanita.
(10) Adanya demensia senilis.
(11) Kulit tidak elastis lagi.
(12) Rambut memutih.

2.1.5 Perubahan Sistem Tubuh Lansia


1) Perubahan Fisik
(1) Sel
Pada Lansia, jumlah selnya akan lebih sedikit dan ukurannya akan lebih
besar. Cairan tubuh dan cairan intraseluler akan berkurang, proporsi protein
diotak, otot, ginjal, darah, dan hati juga ikut berkurang. Jumlah sel otak akan
menurun, mekanisme perbaikan sel akan terganggu, dan otak menjadi atrofi.
(2) Sistem persarafan
Rata-rata berkurangnya saraf neocortical sebesar 1 per detik, hubungan
persarafan cepat menurun, lambat dalam merespon baik dari gerakan maupun
jarak waktu, khususnya dengan stress, mengecilnya saraf pancaindra, serta
menjadi kurang sensitif terhadap sentuhan.
10

(3) Sistem pendengaran


Gangguan pendengaran (presbiakusis), membran timpani mengalami atrofi,
terjadi pengumpulan dan pengerasan serumen karena peningkatan kreatin,
pendengaran menurun pada lanjut usia yang mengalami ketegangan jiwa atau
stress.
(4) Sistem Penglihatan
Timbul sklerosis pada sfinger pupil dan hilangnya respon terhadap sinar,
kornea lebih berbentuk seperti bola (sferis), lensa lebih suram (keruh) dapat
menyebabkan katarak, meningkatnya ambang pengamatan sinar dan daya adaptasi
terhadap kegelapan menjadi lebih lambat dan sulit untuk melihat dalam keadaan
gelap, hilangnya adanya akomodasi, menurunnya lapang pandang, dan
menurunnya daya untuk membedakan antara warna biru dengan hijau pada skala
pemeriksaan.
(5) Sistem Kardiovaskular
Elastisitas dinding aorta menurun, katup jantung menenal menjadi kaku,
kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah berumur
20 tahun, hal ini menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya. Kehilangan
elastisitas pembuluh darah, kurangnya efektivitas pembuluh darah perifer untuk
oksigenasi, sering terjadi postural hipotensi, tekanan darah meningkat diakibatkan
oleh meningkatnya resitensi dari pembuluh darah perifer.
(6) Sistem Pengaturan Suhu Tubuh
Suhu tubuh menurun (hipotermia) sevara fisiologis ± 35 0C, hal ini
diakibatkan oleh metabolisme yang menurun, keterbatasan refleks menggigil, dan
tidak dapat memproduksi panas yang banyak sehingga terjadi rendahnya aktivitas
otot.
(7) Sistem Pernapasan
Otot-otot pernapasan mulai kehilangan kekuatan dan menjadi kaku,
menurunya aktivitas dari silia, paru-paru kehilangan elastisitas sebagai kapasitas
residu meningkat, menarik napas lebih berat, kapasitas pernapasan maximun
manurun, dan kedalaman bernapas menurun. Ukuran alveoli melebar dari normal
dan jumlahnya berkurang, oksigen pada arteri menurun menjadi 75 mmHg,
kemampuan untuk batuk berkurang.
11

(8) Sistem Gastrointestinal


Kehilangan gigi, indra pengecapan mengalami penurunan, esofagus
melebar, sensitivitas akan rasa lapar menurun, peristaltik lemah dan biasanya
timbul konstipasi, fungsi absorbsi menurun, hati (liver) semakin mengecil dan
menurunnya tempat penyimpanan, serta berkurangnya suplai aliran darah.
(9) Sistem Genitourinaria
Ginjal dan nefron menjadi atrofi, aliran darah menurun hingga 50% fungsi
tubulus berkurang (berakibat pada penurunan kemampuan ginjal untuk
mengonsentrasikan urine, berat jenis urine menurun, proteinuria biasanya +1),
blood urea nitrogen (BUN) meningkat hingga 21 mg%, nilai ambang ginjal
terhadap glukosa meningkat. Otot-otot kandung kemih (Vesica urinaria) melemah,
kapasitasnya menurun hingga 200 ml dan menyebabkan frekuensi buang air kecil
meningkat, kandung kemih sulit dikosongkan sehingga meningkatkan retensi
urine. Pria dengan usia 65 tahun ke atas sebagian besar mengalami pembesaran
prostat hingga ±75% dari besar normalnya.
(10) Sistem Endokrin
Menurunnya produksi ACTH, TSH, FSH, dan LH, aktivitas tiroid, basal
metabolic rate (BMR), daya pertukaran gas, produksi aldosteron, serta sekresi
hormon kelamin seperti progesteron, esterogen, dan testoteron.
(11) Sistem Integumen
Kulit menjadi keriput akibat kehilangan jaringan lemak, permukaan kulit
kasar dan bersisik, menurunnya respons terhadap trauma, mekanisme proteksi
kulit menurun, kulit kepala dan rambut menipis serta berwarna kelabu, rambut
dalam hidung dan telinga menebal, berkurangnya elastisitas akibat menurunnya
cairan dan vaskularisasi, pertumbuhan kuku lebih lambat, kuku jari menjadi keras
dan rapuh, kuku kaki tumbuh secara berlebihan dan seperti tanduk, kelenjar
keringat berkurang jumlahnya dan fungsinya, kuku menjadi pudar dan kurang
bercahaya.
(12) Sistem Muskuloskeletal
Tulang kehilangan kepadatannya (density) dan semakin rapuh, kifosis,
persendian membesar dan menjadi kaku, tendon mengerut dan mengalami
12

sklerosis, atrofi serabut otot-otot sehingga gerak seseorang menjadi lamba, otot-
otot kram dan menjadi tremor.
2) Perubahan Mental
Faktor-faktor yang memengaruhi perubahan mental adalah perubahan fisik,
kesehatan umum, tingkat pendidikan, keturunan (hereditas), lingkungan, tingkat
kecerdasan (intellegence quotientI.Q.), dan kenangan (memory). Kenangan
dibagi menjadi dua, yaitu kenangan jangka panjang (berjam-jam sampai berhari-
hari yang lalu) mencakup beberapa perubahan dan kenangan jangka pendek atau
seketika (0-10 menit) biasanya dapat berupa kenangan buruk.
3) Perubahan Psikososial
Perubahan psikososial terjadi terutama setelah seseorang mengalami
pensiun. Berikut ini adalah hal-hal yang akan terjadi pada masa pensiun.
(1) Kehilangan sumber finansial atau pemasukan (income) berkurang.
(2) Kehilangan status karena dulu mempunyai jabatan posisi yang cukup tinggi,
lengkap dengan segala fasilitasnya.
(3) Kehilangan teman atau relasi.
(4) Kehilangan pekerjaan atau kegiatan.
(5) Merasakan atau kesadaran akan kematian (sense of awareness of mortality).

2.1.6 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kehidupan Lansia


1) Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan merupakan hal terpenting dalam menghadapi masalah
semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin banyak pengalaman yang dilalui,
sehingga akan lebih siap dalam menghadapi masalah yang terjadi. Umumnya
lansia yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi masih produktif, mereka
justru banyak memberikan kontribusinya sebagai pengisi waktu luang untuk
menulis buku-buku ilmiah maupun biografinya sendiri.
2) Motivasi
Adanya motivasi sangat membantu individu dalam menghadapi dan
menyelesaikan masalah. Individu yang tidak mempunyai motivasi akan
membentuk koping yang destruktif.
3) Dukungan Keluarga
13

Keluarga merupakan tempat berlindung yang paling disukai lansia. Sampai


sekarang penelitian dan observasi tidak menemukan bukti yang menunjukkan
bahwa anak/keluarga segan untuk melakukan hal ini.Menempatkan lansia di panti
werda merupakan alternatif terakhir. Martabat lansia dalam keluarga dan
keakraban hidup kekeluargaan didunia timur seperti yang kita rasakan sekarang
perlu dipertahankan.

2.2 KONSEP DASAR HIPERTENSI


2.2.1 Pengertian Hipertensi
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah
sistolik lebih dari 130 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg. Pada
manula hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik lebih dari 160 mmHg dan
tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg. (Brunner and Suddarth, 2012).
Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah sistolik
sedikitnya 140 mmHg atau tekanan distolik sedikitnya 90 mmHg (Price, 2016).
Penyakit hipertensi sering disebut sebagai ‘the Silent Disease”atau penyakit
tersembunyi. Sebutan awal dari banyaknya orang yang tidak sadar telah mengidap
penyakit hipertensi sebelum mereka melakukan pemeriksaan tekanan darah.
Hipertensi dapat menyerang siapa saja, dari berbagai kelompok umur dan status
sosial ekonomi. Para penderita hipertensi dengan tekanan darah lebih besar dari
130/90 mmHg (Sutanto, 2010).
Hipertensi adalah penyakit yang biasa menyerang siapa saja, baik muda
maupun tua, entah kaya maupun miskin. Hipertensi merupakan salah satu
penyakit mematikan di sunia. Namun, hipertensi tidak dapat secara langsung
membunuh penderitanya, melainkan dapat memicu terjadinya penyakit lain yang
tergolong kelas berat alias mematikan (Adib, 2015).
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa hipertensi adalah
peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 130 mmHg dan tekanan distolik
lebih dari 90 mmHg dengan gejala nyeri kepala, epistaktis, marah, rasa berat
dikepala, pusing, mata berkunang dan sukar tidur.
14

2.2.2 Etiologi
Menurut Mansjoer (2011), berdasarkan penyebab hipertensi dibagi
menjadi dua golongan, yaitu:
1. Hipertensi esensial atau hipertensi primer.
Terdapat sekitar 95% kasus. Banyak faktor yang mempengaruhinya
seperti genetik, lingkungan, hiperaktivitas susunan saraf simpatis, sistem
renin-angiotensin, defek dalam ekskresi natrium, peningkatan natrium
dan kalsium intraselular dan faktor-faktor yang meningkatkan resiko
seperti obesitas, alkohol, merokok dan polisitemia.
2. Hipertensi renal atau hipertensi sekunder
Terdapat sekitar 5% kasus. Penyebab spesifiknya diketahui, seperti
gangguan estrogen, penyakit ginjal, hipertensi vaskular renal,
hiperaldosteronisme primer dan sindrom cushing, feokromositoma,
koarktasio aorta dan hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan.

2.2.3 Klasifikasi Hipertensi


Klasifikasi menurut JNC VII (Price, 2006).
Kategori Sistol Diastol
Optimal < 120 < 80
Normal < 130 < 85
Normal-tinggi 130-139 85- 89
Tingkat 1 (hipertensi ringan) 140-159 90-99
Sub-grup perbatasan 140-149 90-94
Tingkat 2 (hipertensi sedang) 160-179 100-109
Tingkat 3 (hipertensi berat) ≥ 180 ≥ 110

2.2.4 Manifestasi Klinis


Manisfestasi klinis menurut Widian Nur Indriani  2009:
1. Sakit kepala atau nyeri di daerah kepala bagian belakang
2. Kelelahan
3. Mual muntah
4. Sesak nafas
5. Gelisah
6. Pandangan kabur
15

7. Mata berkunang-kunang
8. Mudah marah
9. Telinga berdengung
10. Sulit tidur
11. Epistaksis
12. Muka pucat

2.2.5 Patofisiologi
Keadaan normal jantung memiliki kemampuan untuk memompa lebih dari
daya pompanya dalam keadaan istirahat. Kalau jantung menderita beban volume
atau tekanan berlebihan secara terus-menerus, maka ventrikel dapat melebar untuk
meningkatkan daya kontraksi sesuai dengan hukum starling yaitu hipertrophi
untuk meningkatkan jumlah otot dan kekuatan memompa sebagai kompensator
alamiah.
Jika mekanisme pengkompensasian tidak dapat menopang perfusi perifer
yang memadai, maka aliran harus dibagi sesuai kebutuhan. Darah akan
dipindahkan dari daerah-daerah yang tidak vital seperti kulit dan ginjal sehingga
perfusi darah ke otak dan jantung dapat dipertahankan. Akibatnya tanda
permulaan dari syok atau perfusi jaringan yang tidak adekuat adalah berkurangnya
pengeluaran air seni, kulit dingin. Perubahan bermakna pada aliran darah yang
menuju organ vital terjadi.
Tekanan arteri sistemik ditimbulkan oleh cardiac output dan tahanan
perifer total. Cardiac output ditentukan oleh isi sekuncup (stroke volume) dan
denyut jantung. Sedang tahan perifer dipelihara oleh sistem saraf otonom dan
sirkulasi hormon. Setiap perubahan pada tahanan perifer, denyut jantung dan
stroke volume akan merubah tekanan arteri sistemik.
Terdapat empat sistem kontrol yang mempertahankan tekanan darah yaitu
sistem baroreseptor arteri, regulasi volume cairan tubuh, sistem renin angiotensin
dan autoregulasi vaskuler.
Stimulasi baroreseptor di sinus karotikus dan arkus aorta akan merangsang
sistem saraf simpatik sehingga menimbulkan peningkatan epinefrin dan
16

norepinefrin. Keadaan ini menimbulkan peningkatan cardiac output dan resistensi


vaskuler sistemik.
Perubahan volume cairan akan mempengaruhi tekanan arteri sistemik. Jika
di dalam tubuh terdapat air dan garam yang berlebihan, maka akan meningkatkan
aliran balik vena, cardiac output dan tekanan.
Autoregulasi pembuluh darah adalah proses yang mempertahankan perfusi
ke suatu jaringan tetap konstan. Jika aliran berubah, proses autoregulasi akan
menurunkan resistensi vaskuler sehingga mengakibatkan penurunan atau
peningkatan aliran.
Meskipun jelas bahwa aterosklerosis dan hipertensi ada hubungannya, hal
ini tidak tentu mana penyebab dan mana akibat. Beberapa kasus aterosklerosis,
meningkatnya tekanan arteri dan resistensi perifer terhadap aliran darah,
memberikan dampak terhadap aliran darah yang meningkat.
Renin merupakan enzim yang disekresikan oleh sel jukstaglumerulus
ginjal dan terikat dengan aldeosteron dalam lingkungan umpan balik negatif.
Produk akhir kerja renin pada subtratnya adalah pembentukan angiotensin peptida
II, mempengaruhi aldosteron untuk terjadi pengikatan natrium dan air ke
interstitial sehingga volume pembuluh darah meningkat. Ketidakcocokan sekresi
renin meningkatkan perlawanan periphenal, mitral eskemi arteri ginjal akan
membebaskan renin yang menyebabkan kontraksi arteri dan meningkatkan
tekanan darah.
Rokok memiliki kandungan nikotin di dalamnya yang dapat mengendap di
dalam pembuluh darah yang mengakibatkan arteriosklerosis sehingga kerja dalam
pembuluh darah tidak dapat sempurna yang berakibat timbulnya peningkatan
tekanan darah.
Stres, dapat meningkatkan produksi hormon kortisol. Hormon ini
merupakan jenis hormon kortikosteroid yang meningkatkan tekanan darah.
Naiknya tekanan darah menyebabkan kelainan pada dinding pembuluh nadi,yang
menyebabkan penurunan kapasitas seseorang untuk mempertahankan aktifitas
sampai ke tingkat yang di inginkan.
17

Nyeri (Sakit kepala) keadaan dimana seorang individu mengalami nyeri


yang menetap atau intermiten yang berlangsung selama enam bulan atau lebih.
Yang di tandai dengan peningkatan pembuluh darah ke otak.
Intoleransi aktifitas terjadi karena penurunan aktifitas seseorang untuk
mempertahankan aktifitas sampai ketingkat yang di inginkan.di karenakan suplai
O2 menurun sehingga terjadi kelemahan fisik.
Kurang informasi yang tidak adekuat yang menyebabkan individu atau
kelompok mengalami defisiensi pengetahuan kognitif atau ketrampilan
psikomotor berkenaan dengan kondisi atau rencana pengobatan sehingga terjadi
kurang pengetahuan.
Penurunan curah jantung adalah keadaan di mana seseeorang individu
mengalami penurunan jumlah darah yang di pompakan di karenakan beban kerja
jantung meningkat dan suplai O2 ke otak menurun.
18

Web Of Caution (WOC) PENYAKIT HIPERTENSI


Umur, Jenis Kelamin, Stres, Gaya Hidup, Obesitas (Kegemukan)

Kerusakan vaskuler pembuluh darah

Perubahan struktur

Penyumbatan pembuluh darah Kurang terpapar


informasi kesehatan
Vasokontriksi
Perubahan status kesehatan
Gangguan sirkulasi

Kurangnya Informasi
HIPERTENSI

B1 (Breathing) B2 (Blood) B3 (Brain) B4 (Bladder) B5 (Bowel) B6 (Bone)

Vasodilator kapiler Ginjal Pencernaan Penurunan aliran


Pembuluh darah Cerebral darah
Pelepasan Medrator Nyeri
Permeablitas kapiler Vasokontrksi pembuluh Mual muntah
Sistemik Merangsang Nosiseptor Suplai O2 Suplai O2 dan nutrisi
darah ginjal
Perpindahan eksudat (Reseptor Nyeri) ke cerebral
Vasokontriksi Inteke tidak adekuat
plasma ke intertisier
Pembuluh Darah Metabolisme anaerob
Dihantarkan serabut tipe A&C Sinkop Blood flow
Oedema ruang kapiler alveoli Kebutuhan Nutrisi
Afterload Peningkatan timbunan
Medulla spiralis Respon RAA Kurang Dari
Kesadaran asam laktat
Muka pucat, keringat Kebutuhan Tubuh
Penurunan suplai O2
Penurunan Curah Cerebral (korteks dingin, gelisah
Rangsang oldosteron Patique
Jantung somato sensorik)
PCO2
CO2 Retensi Na
Gangguan Perfusi Jaringan
O2 Persepsi nyeri Intoleransi Aktifitas
Gangguan Rasa
Nyaman (Nyeri) Retensi Urine BAK Edema
Gangguan Pertukaran
Gas

6
18

2.2.6 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang pada hipertensi (Mansjoer, 2000):
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Hb/Ht: untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan
(viskositas) dan dapat mengindikasikan faktor resiko seperti:
hipokoagulabilitas, anemia.
b. BUN atau Creatinin: memberikan informasi tentang perfusi atau
fungsi ginjal.
c. Glukosa: Hiperglikemi (DM adalah pencetus hipertensi)
dapatdiakibatkan oleh pengeluaran kadar ketokolamin.
d. Urinalis: darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal
danada DM.
e. CT Scan: Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati.
2. EKG: Dapat menunjukan pola regangan, dimana luas, peninggian
gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.
3. IUP: Mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti: Batu ginjal,
perbaikan ginjal.
4. Foto dada: Menunjukan destruksi kalsifikasi pada area katup,
pembesaran jantung.

2.2.7 Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Non Farmakologis
a. Diet
Pembatasan atau pengurangan konsumsi garam. Penurunan BB dapat
menurunkan tekanan darah dibarengi dengan penurunan aktivitas rennin
dalam plasma dan kadar adosteron dalam plasma.
b. Aktivitas
Klien disarankan untuk berpartisipasi pada kegiatan dan disesuaikan
denganbatasan medis dan sesuai dengan kemampuan seperti berjalan,
jogging, bersepeda atau berenang.
19

2. Penatalaksanaan Farmakologis
Secara garis besar terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
pemberian atau pemilihan obat anti hipertensi yaitu:
a. Mempunyai efektivitas yang tinggi.
b. Mempunyai toksitas dan efek samping yang ringan atau minimal.
c. Memungkinkan penggunaan obat secara oral.
d. Tidak menimbulkan intoleransi.
e. Harga obat relative murah sehingga terjangkau oleh klien.
f. Memungkinkan penggunaan jangka panjang.
Golongan obat-obatan yang diberikan pada klien dengan hipertensi
sepertigolongan diuretic, golongan betabloker, golongan antagonis kalsium,
golongan penghambat konversi rennin angitensin.

2.2.8 Komplikasi Hipertensi


Hipertensi dapat menimbulkan gangguan pada (Widian Nur Indriani,
2009):
1. Otak: Menyebabkan stroke dengan pecahnya pembuluh darah diotak dan
kelumpuhan.
2. Mata: Menyebabkan retinopati hipertensi atau perdarahan pada selaput
bening retina mata dan dapat menyebabkan kebutaan.
3. Jantung: Menyebabkan gagal jantung, serangan jantung, penyakit jantung
koroner.
4. Ginjal: Menyebabkan penyakit ginjal kronik dan gagal ginjal terminal.
20

BAB 3
MANANJEMEN KEPERAWATAN

3.1 MANAJEMEN KEPERAWATAN


3.1.1 Pengkajian Keperawatan
1) Identitas Pasien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat rumah, agama atau
kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai, status pendidikan dan
pekerjaan pasien.
2) Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari
pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada pasien dengan
hipertensi didapatkan keluhan berupa sakit kepala atau pusing.
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Biasanya pada pasien dengan hipertensi didapatkan keluhan pusing,
tengkuk bagian belakang terasa berat, mata berkunang-kunang. Adanya
riwayat merokok dan alkohol.
4) Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan apakah pasien pernah menderita penyakit seperti
hipertensi, jantung, dan penyakit ginjal. Hal ini diperlukan untuk
mengetahui kemungkinan adanya faktor predisposisi.
5) Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit-
hipertensi.
6) Pemeriksaan Fisik B1-B6
(1)B1 (Breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum,
sesak napas, penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi
pernapasan. Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronkhi pada klien
dengan peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk yang
menurun yang sering didapatkan pada klien stroke dengan penurunan
kesadaran (koma).

20
21

Pada klien dengan tingkat kesadaran compos mentis, pengkajian


inspeksi pernapasannya tida ada kelainan. Palpasi thoraks didapatkan
taktil premitus seimbang kanan dan kiri. Auskultasi tidak didapatkan
bunyi napas tambahan.
Dipnea yang berkaitan dengan aktivitas atau kerja, takipnea.
(2)B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskuler didapatkan renjatan (syok
hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke. Tekanan darah
biasanya terjadi peningkatan dan dapat terjadi hipertensi masif (tekanan
darah > 200 mmHg.
(3)B3 (Brain)
Keluhan pening atau pusing, GCS 4-5-6, kelemahan pada satu sisi
tubuh, gangguan penglihatan (diplopia, penglihatan kabur), epitaksis,
status mental mengalami perubahan, respons motorik terjadi penurunan
kekuatan genggaman tangan atau refleks tendon dalam, sklerosis atau
penyempitan arteri ringan sampai berat.
(4)B4 (Blader)
Adanya infeksi pada gangguan gijal, adanya riwayat gangguan (susah
BAK, sering berkemih pada malam hari).
(5)B5 (Bowel)
Biasanya terjadinya penurunan nafsu makan, sulit menelan, mual,
muntah pada fase akut. Pola degekasi biasanya terjadi konstipasi akibat
penurunan peristaltik usus. Adanya inkontinensia alvi yang berlanjut
menunjukkan kerusakan neorologis usus.
(6)B6 (Bone)
Kelemahan, letih, keterbatasan melakukan aktivitas.
7) Riwayat Psikososial
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara
mengatasinya serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang
dilakukan terhadap dirinya.
22

8) Kebersihan Diri
Pada pasien dengan kelemahan, ketidakmampuan mempertahankan
kebiasaan rutin dan penurunan kesadaran semua kebutuhan perawatan diri
dibantu oleh petugas atau keluarga.
- Diagnosa I : Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan
peningkatan vaskuler serebral.
- Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam
diharapkan nyeri berkurang atau terkontral.
- Kriteria hasil :
1) Melaporkan nyeri atau ketidaknyamanan berkurang atau terkontrol
2) Mengungkapkan metode yang memberikan pengurangan
3) Mengikuti regimen farmakologi
- Intervensi :
1) Mempertahankan tirah baring selama fase akut.
Rasional : Meminimalkan stimulasi/meningkatkan relaksasi.
2) Berikan tindakan nonfarmakologi untuk menghilangkan sakit kepala, mis :
kompres dingin pada dahi, pijat punggung dan leher, tenang, redupkan
lampu kamar, teknik relaksasi (panduan imajinasi, distraksi) dan aktivitas
waktu senggang.
Rasional : Tindakan yang menurunkan tekanan vascular serebral dan yang
memperlambat/memblok respons simpatis efektif dalam menghilangkan
sakit kepala dan komplikasinya.
3) Hilangkan/minimalkan aktivitas vasokonstriksi yang dapat meningkatkan
sakit kepala, mis : mengejan saat BAB, batuk panjang, membungkuk.
Rasional : Aktivitas yang meningkatkan vasokontriksi menyebabkan sakit
kepala pada adanya peningkatan tekanan vaskular serebral.
4) Bantu pasien dalam ambulasi sesuai kebutuhan.
Rasional : Pusing dan penglihatan kabur sering berhubungan dengan
sakit kepala. Pasien juga dapat mengalami episode hipotensi postural.
5) Berikan cairan, makanan lunak, perawatan mulut yang teratur bila terjadi
perdarahan hidung atau kompres hidung telah dilakuakan untuk
menghentikan perdarahan.
23

Rasional : Meningkatkan kenyamanan umum. Kompres hidung dapat


mengganggu menelan atau membutuhkan napas dengan mulut,
menimbulkan stagnasi sekresi oral dan mengeringkan membran mukosa.
6) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgatik, diazepam.
Rasional : Menurunkan/mengontrol nyeri dan menurunkan rangsangan
sistem saraf simpatis. Dapat mengurangi tegangan dan ketidaknyamanan
yang diperberat oleh stres.
- Diagnosa II : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan masukan berlebihan sehubungan dengan kebutuhan metabolik dan
pola hidup yang menonton.
- Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan
tidak terjadi perubahan nutrisi.
- Kriteria hasil :
1) Mengidentifikasi hubungan antara hipertensi dan kegemukan.
2) Menunjukkan perubahan pola makan (mis : pilihan makanan, kuantitas,
dan sebagainya), mempertahankan berat badan yang diinginkan dengan
pemeliharaan kesehatan optimal.
3) Melakukan/mempertahankan program olah raga yang tepat secara
individual.
- Intervensi :
1) Kaji pemahaman pasien tentang hubungan langsung antara hipertensi dan
kegemukan.
Rasional : Kegemukan adalah resiko tambahan pada tekanan darah tinggi
karena disproporsi antara kapasitas aorta dan peningkatan curah jantung
berkaitan dengan peningkatan massa tubuh.
2) Bicarakan pentingnya menurunkan masukan kalori dan batasi masukan
lemak, garam, dan gula sesuai indikasi.
Rasional : Kesalahan kebiasaan makanan menunjang terjadinya
aterosklerosis dan kegemukan, yang merupakan predisposisi untuk
hiprtensi dan komplikasinya, misalnya stroke, penyakit ginjal, gagal
jantung. Kelebihan masukan garam memperbanyak volume cairan
24

intravaskular dan dapat merusak ginjal, yang lebih memperburuk


hipertensi.
3) Tetapkan keinginan pasien menurunkan berat badan.
Rasional : Motivasi untuk penurunan berat badan adalah internal. Individu
harus berkeinginan untuk menurunkan berat badan, bila tidak maka
program sama sekali tidak berhasil.
4) Kaji ulang pemasukan kalori harian dan pilihan diet.
Rasional : Mengidentivikasi kekuatan/kelemahan dalam program diet
terakhir. Membantu dalam menentukan kebutuhan individu untuk
penyesuaian/penyuluhan.
5) Tetapkan rencana penurunan berat badan yang realistik dengan pasien,
mis: penurunan berat badan 0,5 kg per minggu.
Rasional : Penurunan masukan kalori seseorang sebanyak 500 kalori/hari
secara teori dapat menurunkan berat badan 0,5 kg/minggu. Penurunan
berat badan yang lambat mengindikasikan kehilangan lemak melalui kerja
otot dan umumnya dengan cara mengubah kebiasaan makan.
6) Dorong pasien untuk mempertahankan masukan makanan harian termasuk
kapan dan dimana makan dilakukan dan lingkungan dan perasaan sekitar
saat makanan dimakan.
Rasional : Memberikan data dasar tentang keadekuatan nutrisi yang
dimakan, dan kondisi emosi saat makan. Membantu untuk memfokuskan
perhatian pada faktor mana pasien telah/dapat mengontrol perubahan.
7) Instruksikan dan bantu memilih makanan yang tepat, hindari makanan
dengan kejenuhan lemak tinggi (mentega, keju, telur, eskrim, daging) dan
kolesterol (daging berlemak, kuning telur, produk kalengan, jeroan).
Rasional : Menghindari makanan tinggi lemak jenuh dan kolesterol
penting dalam mencegah perkembangan aterogenesis.
8) Kolaborasi dengan ahli gizi sesuai indikasi.
Rasional : Memberikan konseling dan bantuan dengan memenuhi
kebutuhan diet individual.
25

- Diagnosa III : Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) berhubungan dengan


kurang pengetahuan atau daya ingat dan keterbatasan informasi.
- Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan
pasien sudah menyatakan pemahaman tentang proses penyakit.
- Kriteria hasil :
1) Menyatakan pemahaman tentang proses penyakit dan regimen pengobatan.
2) Mengidentifikasi efek samping obat dan kemungkinan komplikasi yang
perlu diperhatikan.
3) Mempertahankan TD dalam parameter normal.
- Intervensi :
1) Kaji kesiapan dan hambatan dalam belajar. Termasuk orang terdekat.
Rasional : kesalahan konsep dan menyangkal diagnosa karena perasaan
sejahtera yang sudah lama dinikmati mempengaruhi minat pasien/orang
terdekat untuk mempelajari penyakit, kemajuan, dan prognosis.
2) Tetapkan dan nyatakan batas TD normal. Jelaskan tentang hipertensi dan
efeknya pada jantung, pembuluh darah, ginjal dan otak.
Rasional : memberikan dasar untuk pemahaman tentang penin gkatan TD
dan mengklarifikasi istilah medis yang sering digunakan. Pemahaman
bahwa TD tinggi dapat terjadi tanpa gejala adalah ini untuk
memungkinkan pasien melanjutkan pengobatan meskipun ketika merasa
sehat.
3) Hindari mengatakan TD ‘normal’ dan gunakan istilah “terkontrol dengan
baik” saat menggambarkan TD pasien dalam batas yang diinginkan.
Rasional : karena pengobatan untuk hipertensi adalah sepanjang
kehidupan, maka dengan penyampaian ide “terkontrol” akan membantu
pasien untuk memahami kebutuhan untuk melanjutkan
pengobatan/medikasi.
4) Bantu pasien dalam mengidentifikasi faktor-faktor resiko kardiovaskular
yang dapat diubah, mis: obesitas, diet tinggi lemak jenuh, dan kolesterol,
pola hidup mononton, merokok dasn minum alkohol (lebih dari 60 cc/hari
dengan teratur), pola hidup penuh stres.
26

Rasional : faktor-faktor resiko ini telah menunjukkan hubungan dalam


menunjang hipertensi dan penyakit kardiovaskular serta ginjal.
5) Atasi masalah dengan pasien untuk mengidentifikasi cara dimana
perubahan gaya hidup yang tepat dapat dibuat untuk mengurangi faktor-
faktor diatas.
Rasional : Faktor-faktor resiko dapat meningkatkan proses penyakit atau
memperburuk gejala. Dengan mengubah pola perilaku yang
“biasa/memberikan rasa aman” dapat sangat menyusahkan. Dukungan,
petunjuk dan empati dapat meningkatkan keberhasilan pasien dalam
menyelesaikan tugas ini.
6) Bahas pentingnya menghentikan merokok dan bantu pasien dalam
membuat rencana untuk berhenti merokok.
Rasional : Nikotin meningkatkan pelepasan katekolamin, mengakibatkan
peningkatan frekuensi jantung, TD, dan vasokontriksi, mengurangi
oksigenasi jaringan, dan meningkatkan beban kerja miokardium.
7) Beri penguatan pentingnya kerja sama dalam regimen pengobatan dan
mempertahankan perjanjian tindak lanjut.
Rasional : kurangnya kerja sama adalah alasan umum kegagalan terapi
antihipertensif. Oleh karenanya, evaluasi yang berkelanjutan untuk
kepatuhan pasien adalah penting untuk keberhasilan pengobatan. Terapi
yang efektif menurunkan insiden stroke, gagal jantung, gangguan ginjal
dan kemungkinan MI.
8) Instruksikan dan peragakan teknik pemantauan TD mandiri. Evaluasi
pendengaran, ketajaman penglihatan dan keterampilan manual serta
koordinasi pasien.
Rasional : Dengan mengajarkan pasien atau orang terdekat untuk
memantau TD adalah meyakinkan untuk pasien, karena hasilnya
memberikan penguatan visual/positif akan upaya pasien.
9) Bantu pasien untuk mengembangkan jadwal yang sederhana, memudahkan
untuk minum obat.
27

Rasional : Dengan mengnidividualsisasikan jadwal pengobatan sehingga


sesuai dengan kebiasaan/kebutuhan pribadi pasien dapat memudahkan
kerja sama dengan regimen jangka panjang.

3.1.2 Implementasi Keperawatan


Implementasi merupakan langkah keempat dalam tahap proses
keperawatan dengan melaksanakan berbagai strategi keperawatan (tindakan
keperawatan) yang telah direncanakan dalam rencana tindakan keperawatan.
Dalam tahap ini perawat harus mengetahui berbagai hal diantaranya bahaya-
bahaya fisik dan perlindungan pada pasien, teknik komunikasi, kemampuan dalam
prosedur tindakan, pemahaman tentang hak-hak dari pasien serta dalam
memahami tingkat perkembangan pasien. (Hidayat, 2004).

3.1.3 Evaluasi Keperawatan


Evaluasi keperawatan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan
cara melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai
atau tidak. Saat melakukan evaluasi perawat seharusnya memilki pengetahuan dan
kemempuan dalam memahami respons terhadap intervensi keperawatan,
kemempuan menggambarkan kesimpulan tentang tujuan yang di capai serta
kemampuan dalam menghubungkan tindakan keperawatan pada kriteria hasil
(Hidayat, 2004).
28

BAB 4
ASUHAN KEPERAWATAN

Tanggal Pengkajian: 19 Maret 2020 .

4.1 DATA BIOGRAFI


Nama : Ny. T
Tempat dan tanggal lahir : Sidoarjo, 29 April 1952 Gol. Darah: -
Pendidikan terakhir : SMP
Agama : Katolik
Status perkawinan : Menikah
TB/BB : 154cm/58kg
Penampilan : Cukup rapi Ciri-ciri tubuh: Sedang tubuh tegak
Alamat : Telp. -
Org dekat yang dihubungi :
Hubungan dengan lansia :
Alamat : Surabaya Telp. -

4.2 RIWAYAT KELUARGA


1. Genogram

Keterangan :

: laki- laki

: Perempuan

: tinggal serumah

: Garis keturunan

: Meninggal dunia

: klien lansia

28
29

5. RIWAYAT PEKERJAAN
Pekerjaan saat ini : Tidak bekerja,karena tinggal di panti
Alamat pekerjaan : Tidak ada
Berapa jarak dari rumah : Tidak ada
Alat transportasi : Tidak ada
Pekerjaan sebelumnya : Penjaga Warung
Sumber pendapatan & kecukupan : Tidak ada
terhadap kebutuhan

6. RIWAYAT LINGKUNGAN HIDUP (Denah)


Tipe tempat tinggal : Permanen
Jumlah kamar : 4 kamar (Wisma Maria Bawah)
Jumlah tongkat di kamar :-
Kondisi tempat tinggal : Cukup bersih, pencahayaan cukup dan
ventilasi cukup
Jumlah orang yang tinggal : Perempuan 16 orang
Derajat privasi : Pasien memiliki tempat tidur yang
nyaman
Tetangga terdekat : Penghuni panti/wisma didekatnya
Alamat/telepon :

7. RIWAYAT REKREASI
Hobby/minat : Memasak/mengikuti kegiatan diaula dan
bersih bersih wisma
Keanggotaan organisasi : Tidak mengikuti keanggotaan organisasi
Liburan perjalanan : Tidak ada

8. SISTEM PENDUKUNG
Perawat/Bidan/Dokter/Fisioterapi : dokter datang setiap hari selasa,perawat
setiap hari
Jarak dari rumah :-
Rumah sakit : ± 3km
30

Klinik : ±1 km
Pelayanan kesehatan di rumah : Perawat yang bertugas setiap hari selasa
dan jumat untuk melakukan pengukuran
tanda vital
Makanan yang dihantarkan : Nasi,lauk pauk,sayuran,buah-buahan
Perawatan sehari-hari yang :Senam setiap hari di aula
dilakukan keluarga : Tidak ada
Lain-lain : Tidak ada

9. DESKRIPSI KEKHUSUSAN
Kebiasaan ritual : Pasien biasa berdoa sebelum tidur, setelah
bangun tidur, sebelum makan, dan sesudah
makan. Serta pada waktu tertentu ketika
pasien mau berdoa
Yang lainnya : Tidak ada

10. STATUS KESEHATAN


1. Status kesehatan umum selama setahun yang lalu :
Setahun yang lalu pasien menderita hipertensi
2. Status kesehatan umum selama 5 tahun yang lalu :
5 tahun yang lalu pasien menderita hipertensi
KELUHAN UTAMA
Provokative/paliative : Ny.T mengatakan sering sakit kepala setiap
bangun pagi
Quality/quantity : Nyeri seperti di Tusuk-tusuk
Region : di bagian kepala sampai tekuk belakang hingga ke
pundak
Severity scale : skala nyeri 4-6 (sedang)
Timing : pada saat beraktivitas 15-30 menit

Pemahaman dan penatalaksanaan masalah kesehatan :


Pasien bingung atas keluhan yang ia rasakan
31

Obat-obatan

No. Nama Obat Dosis Keterangan

1. Amplodipin 1x10mg Di minum di pagi hari


dan sore sehabis makan.
Fungsi obat bersifat
diuretik untuk penurun
tekanan darah.

Status Imunisasi (Catat tanggal terbaru)


Tetanus : Tidak ada
Difteri : Tidak ada
Infuenza : Tidak ada
Pneumothoraks : Tidak ada
Hepatitis : Tidak ada

Alergi (Catatan agen dan reaksi spesifik)


Obat-obatan : Tidak ada
Makanan : Tidak ada
Faktor lingkungan : Tidak ada
Penyakit yang diderita:
Hipertensi

11. AKTIVITAS HIDUP SEHARI-HARI (ADL)


Indeks Katz Ny.T adalah A (kemandirian dalam hal makan, kontinen,
berpindah, ke kamar kecil, berpakaian dan mandi). Oksigenasi Ny. T tidak ada
masalah karena pemenuhan oksigen tercukupi atau terpenuhi dan tidak ada sesak,
Ny. T minum ± 1-1,5 Liter/hari, frekuensi makan Ny. T 3 kali sehari porsi sedang
berupa nasi, sayur, tahu, tempe dan lauk pauk., untuk frekuensi BAK Ny. T 4-5
kali dalam sehari, untuk BAB bisa 1 kali sehari atau 1 kali dua hari. Istirahat dan
tidur Ny.T siang 1-2 jam malam 7-8 jam. Personal hygiene Ny.T baik, mandi dan
gosok gigi 3 kali/sehari, Ny.T rekreasi dengan berjalan-jalan sekitar panti dan
bersih-bersih wisma serta kegiatan di aula Ny. T tidak memahami bahwa penyakit
32

yang dideritanya mungkin karena faktor usia dan gaya hidup karena Ny. T dulu
suka minum atau makan yang asin. Ny. T tidak merasa rendah diri dengan
kondisinya. Ny. T mengatakan jarang marah-marah dan selalu tenang dalam
bersikap. Ny. T dapat atau mampu beradaptasi dengan lingkungan sekitar dan
orang-orang yang baru dikenalnya. Mekanisme pertahanan diri Ny. T apabila
mengalami suatu masalah selalu berdoa kepada Tuhan YME dan membicarakan
dengan teman-teman dan suster yang ada di Panti Bakti Luhur Sidoardjo. Keadaan
umum Ny. T baik dengan tingkat kesadaran compos menthis, skala koma glasgow
untuk Eye 4 verbal 5 psikomotor 6, tanda-tanda vital Tensi : 150/100 mmHg, N :
90 x/menit, RR : 22 x/menit, S : 36,5 0C. Ny.T tidak mengalami gangguan pada
sistem kardiovaskuler karena tidak mengeluh nyeri dada dan dada tidak berdebar-
debar. Sistem pernapasan juga tidak terganggu karena tidak ada batuk dan sesak
napas. Sistem intergumen tidak terlalu elastis, sudah mulai keriput, kulit pada
daerah kaki kiri bersisik, kulit tampak kering. Sistem perkemihan tidak
mengalami gangguan, pasien BAK 4-5kali dalam sehari. Sistem muskuloskeletal
tidak mengalami gangguan karena Ny. T bisa bergerak bebas dan tidak ada
kecacatan. Sistem endokrin tidak terjadi masalah. Sistem gastrointestinal tidak ada
masalah karena pola makan Ny. T baik dan tidak ada riwayat maag. Sistem
reproduksi Ny. T sudah mengalami menopause. Sistem persayafan Ny. T sakit
kepala. Sistem penglihatan Ny. T mengalami masalah karena penglihatan agak
kabur saat melihat tulisan dengan jarak ± 20-30 cm, pasien menggunakan alat
bantu yaitu kacamata. Sistem pendengaran tidak mengalami masalah karena Ny. T
dapat mendengan dengar dengan jelas. Sistem pengecapan tidak mengalami
masalah karena Ny. T masih bisa merasakan rasa makanan yang dimakannya.
Sistem penciuman masih baik karena Ny. T bisa membedakan bau yang harum
dan bau tidak sedap. Tactil respon Ny. T masih baik karena pasien masih merasa
sakit saat di cubit pada tangan dan kaki.

12. STATUS KOGNITIF/AFEKTIF/SOSIAL


 Short Porteble Mental Status Qustionnaire (SPMSQ) : Nilai 6 (kerusakan
intelektual sedang)
 Mini Mental State Exam (MMSE) : Nilai 30
 Inventaris Depresi Beck : Nilai 0(depresi tidak ada/minim al)
33

 APGAR Keluarga : Nilai 9

13. DATA PENUNJANG


 Laboratorium :-
 Radiologi :-
34

INDEKS KATZ
Indeks Kemandirian pada Aktivitas Kehidupan Sehari-hari
Nama klien : Ny. T Tanggal : 19 Maret 2020
Jenis kelamin :P TB/BB : 154cm/ 58kg
Umur :67 tahun Gol. Darah : -
Agama : Katolik
Pendidikan : SMP
Alamat : Surabaya

SKORE KRITERIA
A Kemandirian dalam hal makan, kontinen, berindah, ke kamar
kecil, berpakaian dan mandi.
Kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari-hari, kecuali
B
satu dari fungsi tersebut.
Kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari-hari, kecuali
C
mandi, dan satu fungsi tambahan.
Kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari-hari, kecuali
D
mandi, berpakaian dan satu fungsi tambahan.
Kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari-hari, kecuali
E
mandi, berpakaian, ke kamar kecil dan satu fungsi tambahan.
Kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari-hari, kecuali
F mandi, berpakaian, ke kamar kecil, berpindah dan satu fungsi
tambahan.
G Ketergantungan pada ke enam fungsi tersebut.
Tergantung pada sedikitnya dua fungsi, tetapi tidak dapat
Lain-lain
diklasifikasikan sebagai C, D, E atau F.

SHORT PORTABLE MENTAL STATUS QUESTIONNAIRE


(SPMSQ)
Penilaian ini untuk Mengetahui Fungsi Intelektual Lansia
35

Nama klien : Ny. T Tanggal : 19 April 2020


Jenis kelamin :P TB/BB : 154cm/58kg
Umur : 67 tahun Gol. Darah :
Agama : Katolik
Pendidikan : SMP
Alamat : Surabaya
Nama Pewawancara : Nara Siska

SKORE
No. PERTANYAAN JAWABAN
+ -
 1. Tanggal berapa hari ini? Tidak tahu
 2. Hari apa sekarang? Tidak tahu
 3. Apa nama tempat ini? Ruang makan suster
 Berapa nomo telepon Anda? Tidak punya
a. Dimana alamat Anda ?
4.
(tanyakan bila tidak memiliki
telepon)
 5. Berapa umur Anda? 66 tahun
 6. Kapan Anda lahir? Tidak tahu
 7. Siapa Presiden Indonesia sekarang? Tidak tahu
 8. Siapa Presiden sebelumnya? Tidak tahu
 9. Siapa nama kecil ibu Anda? Tidak ingat
 Kurangi 3 dari 20 dan tetap -
10. pengurangan 3 dari setiap angka
baru, semua secara menurun.
Jumlah kesalahan total 6

Keterangan:
1. Kesalahan 0-2  Fungsi intelektual utuh
2. Kesalahan 3-4  Kerusakan intelektual ringan
3. Kesalahan 5-7  Kerusakan intelektual sedang
4. Kesalahan 8-10  Kerusakan intelektual berat
36

 Bisa dimaklumi bila lebih dari 1 kesalahan bila subjek hanya berpendidikan
SD.
 Bisa dimaklumi bila kurang dari 1 kesalahan bila subjek mempunyai
pendidikan lebih dari SD.
 Bisa dimaklumi bila lebih dari 1 kesalahan untuk subjek kulit hitam, dengan
menggunakan kriteria pendidikan yang lama.

MINI MENTAL STATE EXAMINATION (MMSE)


Menguji aspek-Kognitif dari Fungsi Mental
NILAI
PASIEN PERTANYAAN
MAKSIMUM
ORIENTASI
5 (tahun, musim, tanggal, hari, bulan) apa
5 6 sekarang?
37

Dimana kita: (negara bagian, wilayah, kota, di


3 RS, lantai?)
REGISTRASI
Nama 3 objek (1 detik untuk mengatakan
3 masing-masing). Tanyakan klien ke 3 objek
setelah Anda mengatakan nama-namanya. Beri
3 1 point untuk setiap jawaban yang benar,
kemudian ulangi sampai ia memperlajarai ke-3
nya. Jumlahkan percobaan dan catat.
Percobaan: .........
PERHATIAN DAN KALKULASI
Seri 7’s (1 point setiap jawaban benar, berhenti
5
5 setelah 5 jawaban, berganti eja kata dari
belakang) (7 kata dipilih eja dari belakang).
MENGINGAT
Minta untuk mengulangi ke 3 objek di atas, beri
3 3 1 point untuk 1 benar.
BAHASA
Nama pensil dan melihat (2 point)
9
7 Mengulang hal berikut tak ada jika (dan atau
tetapi) 1 point
30 26 Nilai Total

Keterangan:
 Mengkaji tingkat kesadaran klien sepanjang kontinum: Compos mentis,
apatis, somnolen, sopor, koma.
 Nilai maksimum 30 (nilai 21 atau kurang  indikasi ada kerusakan kognitif
sehingga perlu penyelidikan lanjut).
38

INVENTARIS DEPRESI BECK


Penilaian Tingkat Depresi Lansia dari Beck dan Decle (1972)
Nama klien : Ny. T Tanggal : 19 April 2020
Jenis kelamin :P TB/BB : 154cm/58kg
Umur : 67 tahun Gol. Darah :
Agama : Katolik
Pendidikan : SMP
Alamat : Surabaya
Nama Pewawancara : Nara Siska
SKORE URAIAN
A KESEDIHAN
3 Saya sangat sedih/tidak bahagia, dimana saya tidak dapat
39

menghadapinya
2 Saya galau/sedih sepanjang waktu dan tidak dapat keluar darinya
1 Saya merasa sedih/galau
0 Saya tidak merasa sedih

B PESIMISME
3 Merasa masa depan adalah sia-sia dan sesuatu tidak dapat membaik
2 Merasa tidak punya apa-apa dan memandang ke masa depan
1 Merasa kecil hati tentang masa depan
0 Tidak begitu pesimis / kecil hati tentang masa depan

C RASA KEGAGALAN
3 Merasa benar-benar gagal sebagai orang tua (suami /istri )
Bila melihat kehidupan kebelakang, semua yang dapat saya lihat
2
kegagalan
1 Merasa telah gagal melebihi orang pada umumnya
0 Tidak merasa gagal

D KETIDAK PUASAN
3 Tidak puas dengan segalanya
2 Tidak lagi mendapat kepuasan dari apapun
1 Tidak menyukai cara yang saya gunakan
0 Tidak merasa tidak puas

E RASA BERSALAH
3 Merasa seolah sangat buruk / tidak berharga
2 Merasa sangat bersalah
1 Merasa buruk / tidak berharga sebagai bagian dari waktu yang baik
0 Tidak merasa benar-benar bersalah

F TIDAK MENYUKAI DIRI SENDIRI


3 Saya benci diri saya sendiri
2 Saya muak dengan diri saya sendiri
1 Saya tidak suka dengan diri saya sendiri
0 Saya tidak merasa kecewa dengan diri sendiri

G MEMBAHAYAKAN DIRI SENDIRI


3 Saya akan bunuh diri jika saya punya kesempatan
2 Saya punya rencana pasti tentang tujuan bunuh diri
1 Saya merasa lebih baik mati
0 Saya tidak punya pikiran tentang membahayakan diri sendiri

H MENARIK DIRI DARI SOSIAL


3 Saya telah kehilangan semua minat saya pada orang lain dan tidak
40

peduli pada mereka semuanya


Saya telah kehilangan semua minat saya pada orang lain dan
2
mempunyai sedikit perasaan pada mereka
1 Saya kurang berminat pada orang lain dari pada sebelumnya
0 Saya tidak kehilangan minat pada orang lain

I KERAGU-RAGUAN
3 Saya tidak dapat membuat keputusan sama sekali
2 Saya mempunyai banyak kesulitan dalam membuat keputusan
1 Saya berusaha mengambil keputusan
0 Saya membuat keputusan yang baik

J PERUBAHAN GAMBARAN DIRI


3 Merasa bahwa saya jelek / tampak menjijikan
2 Merasa bahwa ada perubahan yang permanen dalam penampilan
Saya khawatir saya tampak tua / tidak menarik dan ini membuat saya
1
tidak menarik
0 Saya tidak merasa bahwa saya tampak lebih buruk daripada
sebelumnya

K KESULITAN KERJA
3 Tidak melakukan pekerjaan sama sekali
Telah mendorong diri saya sendiri dengan keras untuk melakukan
2
sesuatu
1 Memerlukan upaya tambahan untuk memulai melakukan sesuatu
0 Saya dapat bekerja ± sebaik-baiknya

L KELETIHAN
3 Saya sangat lelah untuk melakukan sesuatu
2 Saya merasa lelah untuk melakukan sesuatu
1 Saya merasa lelah dari yang biasanya
0 Saya tidak merasa lebih lelah biasanya

M ANOREKSIA
3 Saya tidak lagi punya nafsu makan sama sekali
2 Nafsu makan saya sangat buruk sekarang
1 Nafsu makan saya tidak sebaik sebelumnya
0 Nafsu makan saya tidak buruk dari biasanya
Keterangan:
Penilaian
0-4  Depresi tidak ada/minimal
5-7 Depresi ringan
8-15 Depresi sedang
41

16+ Depresi berat


42

APGAR KELUARGA DENGAN LANSIA


Alat Skrining Singkat yang Dapat Digunakan untuk Mengkaji Fungsi Sosial
Lansia
Nama klien : Ny. T Tanggal : 19 April 2020
Jenis kelamin :P TB/BB : 154cm/58kg
Umur : 67 tahun Gol. Darah :
Agama : Katolik
Pendidikan : SMP
Alamat : Surabaya

No. URAIAN FUNGSI SKORE


Saya puas bahwa saya dapat kembali
pada keluarga (teman-teman) saya untuk
1. ADAPTATION 2
membantu pada waktu sesuatu
menyusahkan saya
Saya puas dengan cara keluarga (teman-
teman) saya membicarakan sesuatu denga
2. PARTNERSHIP 2
saya dan mengugkapkan masalah dengan
saya.
Saya puas dengan cara keluarga (teman-
teman) saya menerima dan mendukung
3. GROWTH 2
saya untuk melakukan aktivitas/arah
baru.
Saya puas dengan cara keluarga (teman-
teman) saya mengekspresikan afek dan
4. AFFECTION 2
berespons terhadap emosi-emosi saya
seperti marah, sedih/mencintai.
Saya puas dengan cara teman-teman saya
5. dan saya menyediakan waktu bersama- RESOLVE
1
sama.
PENILAIAN TOTAL 9
Pertanyaan-pertanyaan yang dijawab:
 Selalu : skore 2
 Kadang-kadang : skore 1
43

 Hampir tidak pernah : skore 0

Keterangan.
 Semakin tinggi total nilai, maka kemampuan APGAR bagus. Misalnya total
nilai 5 artinya perlu dukungan dan motivasi.

ANALISA DATA
DATA INTERPRETASI MASALAH
44

SUBJEKTIF/OBJEKTIF
Etiologi Problem
(Sign/Symptom)

Data Subjektif : Pasien mengatakan “ Peningkatan Tekanan


kepala saya sering nyut-nyutan saat pagi vaskuler serebral
hari”
P: Peningkatan tekanan vaskuler Aliran darah dan suplai O2 ke Nyeri Akut
Q: nyeri seperti di tusuk-tusuk jaringan otak menurun
R: di bagian temporal
S: skala nyeri 4-6 (sedang) Penumpukan asam laktat
T: nyeri dating saat pagi hari
Data Objektif : Nyeri akut
- Pasien tampak meringis
- Pasien tampak gelisah
- TTV
TD : 150/100 mmHg
N : 90x/menit
RR: 20x/menit
S : 36,5°C
Data subjektif : Tidak terpaparnya informasi Defisit
- Pasien mengatakan kurang tentang tentang penyakit pengetahuan
mengetahui apa itu hipertensi hipertensi
Data objektif
- Pasien tampak bingung tampak Perubahan status kesehatan
penyakit yang di deritanya
- Pasien tidak mengetahui tanda dan Kurang mengetahui cara
gejala,penyebab dan penangan penangan hipertensi
hipertensi
Kurang pengetahuan

PRIORITAS MASALAH
45

1. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler


cerebral,yang ditandai dengan nyeri kepala,menjalar ke tekuk dan
punggung. Hasil pengukuran tanda vitak TD:150/100, N:90x/menit,
RR:20x/menit, Suhu: 36,5C

2. Defisit pengetahuan Berhubungan Dengan Kurang


Terpaparnya Informasi tentang penyakit hipertensi yang ditandai dengan
klien sering menanyakan tentang masalah yang dihadapi
46

RENCANA TINDAKAN

DIAGNOSA TUJUAN KRITERIA


No INTERVENSI RASIONAL
KEPERAWATAN HASIL

1. Nyeri akut Tujuan : Setelah dilakukan OTEK :


berhubungan tindakan keperawatan O :Indentifikasi lokasi, 1) Untuk mengetahui lokasi,
dengan selama 1x5 jam diharapkan karakteristik, durasi, frekuensi, karakter, lama, tingkat, kualitas,
peningkatan nyeri berkurang atau bahkan kualitas, dan intensitas nyeri dan intensitas nyeri
tekanan vaskuler hilang T : Kontrol ligkungan yang 2) Untuk mengurangi rasa nyeri
serebral - Kriteria hasil : memperberat rasa nyeri 3) Dapat membantu mengurangi
1) Keluhan nyeri menurun E : Anjarkan tehnik relaksasi dan nyeri secara tindakan mandiri
(5) distraksi pada pasien 4) Analgetik dapat mengurangi
2) Meringis menurun (5) K : Kolaborasi dengan pengasuh nyeri
3) Gelisah menurun (5) untuk memantau perkembangan
4) Tanda vital dalam batas kesehatan pasien agar rutin
normal: minum obat
- TD:120/80mmhg
- Nadi:80-100x/menit
- RR:20x/menit
- Suhu:36,5-37,5

Seteiah dilakukan tindakan


47

2 keperawatan selama 1x5 OTEK


jam diharapkan pasien dapat O : identifikasi kesiapan menerima
1. Untuk mengetahui sejauh mana
mengetahui informasi informasi
pengetahuan pasien akan
tentang hipertensi dengan T : sediakan materi dan media
penyakitnya
Defisit kriteria hasil : pendidikan kesehatan
2. Untuk mengetahui pengetahuan
pengetahuan 1. Perilaku sesuai anjuran E: jelaskan faktor resiko yang
pasien setelah diberikan
berhungan dengan meningkat (5) dapat mempengaruhi kesehatan
pendidikan kesehatan
kurang terpaparnya 2. Verbalisasi minat dalam K : kolaborasi dengan pengasuh
3. Untuk memberikan suatu
informasi belajar meningkat (5) untuk memantau perkembangan
dorongan agar dapat
3. Perilaku sesuai kesehatan pasien agar rutin minum
memperbaiki pola hidup
pengetahuan meningkat obat
4. Mempercepat proses
(5)
penyembuhan
4. Perilaku membaik (5)

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN


48

TANGGAL/WAKTU IMPLEMENTASI EVALUASI (SOAP)

Selasa 31 Desember 2019 1. Mengindentifikasi lokasi, karakteristik, S : pasien mengatakan nyeri berkurang saat
durasi, frekuensi, kualitas, dan beraktivitas setelah minum obat pagi
07.00 – 12.00 WIB
intensitas nyeri O : - Kesadaran composmentis
2. Mengontrol ligkungan yang -Skala nyeri 1-3
memperberat rasa nyeri - TTV
3. Mengajarkan tehnik relaksasi dan TD:130/80mmHg
distraksi pada pasien N:95x/mnt
4. Berkolaborasi dengan pengasuh untuk R:20x/mnt,
memantau perkembangan kesehatan S: 36,5°C
pasien agar rutin minum obat A : Masalah nyeri teratasi sebagian
P : Lanjut intervensi
- Menganjurkan selalu rutin minum obat

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN


49

TANGGAL/WAKTU IMPLEMENTASI EVALUASI (SOAP)

Selasa 31 desember 2019 1. Mengidentifikasi kesiapan menerima S : Oma.T mengatakan “ sudah memahami
informasi apa itu hipertensi
07.00 – 12.00 WIB
2. Menyediakan materi dan media O : - klien tampak menyimak dengan baik
pendidikan kesehatan pendidikan kesehatan yang telah diberikan
3. Menjelaskan faktor resiko yang dapat penyuluh
mempengaruhi kesehatan - Klien sangat berterimakasih atas
4. Berkolaborasi dengan pengasuh untuk dukungan dan informasi tarhadap
memantau perkembangan kesehatan dirinya
pasien agar rutin minum obat A : Masalah teratasi
P : hentikan intervensi
50

DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin, Arif. 2009. Askep Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskular dan
Hematologi. Jakarta: Salemba Medika.

Arif, Mansjoer, dkk. 2011. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:
Kapita Selekta.

Brunner dan Suddarth, D. 2012. Buku Ajar Keperawatan Bedah (Ed.8) Vol 1.
Jakarta: EGC.

Friedman, Marilyn M. 2010. Buku Ajar Keperawatan Keluarga Riset, Teori dan
Praktik. Jakarta:EGC

Jhonson L, Leny R. 2011. Keperawatan Keluarga. Jakarta:Nuha Medika

Mubarak Iqbal W, dkk. 2009. Ilmu Keperawatan Komunitas: Konsep dan


Aplikasi. Jakarta: Salemba Medika

Potter, Patricia A dan Anne G. Perry. 2009. Fundamentals of Nursing. Jakarta:


EGC.

Zaidin Ali, Haji. 2009. Pengantar Keperawatan Keluarga. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai