Anda di halaman 1dari 51

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Hipertensi merupakan penyebab paling sering terjadinya pada

kardiovaskular dan juga sebagai masalah utama di negara maju dan di

negara berkembang. Penderita hipertensi juga tidak tahu jika dirinya

memiliki riwayat hipertensi dan akan segera diketahui jika terjadi beberapa

komplikasi (Kemenkes, 2019). Hipertensi terjadi karena dipengaruhi oleh

banyak faktor dan dapat terjadi secara cepat dan juga lambat. Hipertensi

dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti usia, stress, obesitas,

merokok, minum minuman yang beralkohol, penyakit kelainan pada ginjal

dan sebagainya (Wahyuni & Susilowati, 2018). Hipertensi jika telah

berlangsung lama akan merusak endotel dan mempercepat ateroskeloris.

Hipertensi juga sebagai faktor resiko utama pada penyakit pembuluh darah

di otak (stroke berat dan stroke ringan). Penyakit pembuluh darah jantung

(penyakit gagal jantung, nyeri dada), chronic kidney disease, dan denyut

jantung tidak beraturan atau berdebar secara cepat (Rikmasari, 2020).

Beberapa komplikasi yang timbul akibat hipertensi yang tidak

tertangai dengan baik diantaranya transient ischemic attack, infark

miokard, diabetes militus, chronic kidney disease dan kebutaan. Penyebab

kematian tertinggi disebabkan oleh penyakit Stroke (51%) dan Infark

miokard (45%) (Kemenkes, 2017). Angka kejadia stroke setiap tahunnya

mengalami peningkatan (Permatasari, 2020)

1
2

Penyebab kematian yang mengglobal di urutan

pertama adalah penyakit stroke (Kemenkes, 2019). Mengetahui

komplikasi tekanan darah tinggi dapat mencegah stroke. Pengetahuan

tentang pencegahan dan pengobatan hipertensi dapat meningkatkan peran

pasien dalam mencegah stroke. Pengetahuan merupakan syarat dasar bagi

upaya peningkatan perilaku yang mencegah terjadinya komplikasi

hipertensi. Minimnya pemahaman tentang komplikasi hipertensi bisa

pengaruhi perilaku guna menghindari komplikasi hipertensi yang

disebabkan oleh pergantian style hidup, mengkonsumsi santapan tinggi

lemak, merokok, serta kecemasan yang berlebihan (Yanti et al., 2020)

Untuk memperoleh kualitas hidup yang baik

penderita hipertensi harus melakukan pencegahan komplikasi hipertensi.

Penderita hipertensi juga perlu memahami beberapa hal yang berhubungan

dengan penyakit hipertensi, terutama komplikasi yang kemungkinan bisa

terjadi untuk mendapatkan kualitas hidup yang baik (Simatupang,2019).

Mempertahankan berat badan, merendahkan kandungan kolesterol,

kurangi komsumsi garam, komsumsi buah-buahan serta sayur-mayur dan

melaksanakan hidup secara sehat ialah upaya untuk pencegahan hipertensi

bisa dilakukan. (Wahyuni & Susilowati, 2018).

Pencegahan komplikasi hipertensi dapat dilakukan dengan

meningkatkan pengetahuan. Pengetahuan yang kurang hendak pengaruhi

penderita hipertensi supaya bisa menanggulangi kekambuhan ataupun


3

melaksanakan penangkalan supaya komplikasi tidak berlangsung

(Wahyuni & Susilowati, 2018).

Meskipun demikian pravelensi hipertensi di beberapa negara

tergolong tinggi. Pravelensi hipertensi tertinggi di wilayah Afrika dengan

prevalensi tertinggi (27%) dan di Negara Swiss memiliki prevalensi

hipertensi terendah (18%) (World Health Organization, 2021).


Data nasional menampilkan kalau prevalensi hipertensi bersumber

pada hasil pengukuran pada penduduk umur 18 tahun merupakan 34, 1%,

penderita hipertensi paling tinggi di Kalimantan Selatan ( 44, 1%), serta

penderita hipertensi rendah di Papua ( 22, 2%). Diperkirakan jumlah

permasalahan hipertensi di Indonesia merupakan 63. 309. 620 orang,

sementara itu kematian yang terjadi di Indonesia akibat hipertensi

merupakan 427. 218 orang (Kemenkes, 2019).

Di Indonesia sendiri khususnya di Sulawesi Selatan menunjukan

bahwa persentase pelayanan pemeriksaan hipertensi di tahun 2019

sebanyak 25,06%, dengan pelayanan tertinggi di Kabupaten Bantaeng

100% dan Kabupaten Pinrang 87,67%. Jumlah estimasi penderita

hipertensi di atas 15 tahun di Sulawesi Selatan berkisar 1.520.659

penderita dengan pelayanan sebanyak 381.133 orang (Dinkes, 2020).  

Pengetahuan merupakan hasil mengenali yang terjalin sesudah

seorang merasakan sesuatu objek tertentu, bila pengetahuan seorang baik

hingga perilakunya pula hendak terus menjadi baik. Tetapi bila

pengetahuan yang baik tidak dibarengi dengan perilaku yang baik hingga
4

pengetahuan tersebut tidak hendak terdapat maksudnya. Minimnya

pengetahuan hendak pengaruhi penderita hipertensi guna bisa

menanggulangi kekambuhan ataupun melaksanakan aksi penangkalan

supaya tidak berlangsung komplikasi (Wahyuni & Susilowati, 2018).

Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa ada interaksi antara tingkat

pengetahuan dan perilaku guna menanggulangi komplikasi hipertensi.

Dibandingkan dengan pasien dengan tingkat pengetahuan rendah, pasien

dengan tingkat pengetahuan hipertensi yang tinggi memiliki peluang

10,4% untuk mencegah komplikasi hipertensi (Simatupang, 2019; Yanti et

al., 2020). Penelitian lain juga mengungkapkan hubungan yang signifikan

antara tingkat pengetahuan pasien hipertensi dengan sikap mereka

terhadap pencegahan komplikasi hipertensi (Kristin, 2018).

Perilaku merupakan gabungan segala faktor yang saling

berinteraksi. Interaksi tersebut sangat kompleks yang sering tidak disadari

sampai kita kadang tidak menyadari alasan orang mengaplikasin perilaku

tertentu. Oleh sebab itu penting untuk tahu alasan perilaku individu,

sebelum individu tersebut bisa merubah perilakunya (Wawan, 2011).

Puskesmas Bua merupakan salah satu puskesmas yang jumlah

penderita hipertensinya cukup tinggi yakni 1255 penderita pada tahun

2020 yang merupakan penyakit tertinggi yang di derita pasien. Setelah

melakukan wawancara dengan petugas kesehatan, mengatakan bahwa

pasien yang menderita penyakit hipertensi telah mengalami komplikasi

dan rata-rata komplikasi yang di rasakan pada penderita hipertensi yaitu


5

stroke. Sebanyak 235 penderita hipertensi mengalami penyakit stroke

tahun 2020.

Terkait uraian di atas penulis tertarik melakukan penelitian

mengenai ‘‘Hubungan tingkat pengetahuan tentang hipertensi dengan

perilaku pencegahan terjadinya komplikasi hipertensi di wilayah kerja

Puskesmas Bua’’.

B. Rumusan Masalah

Apakah terdapat hubungan tingkat pengetahuan tentang hipertensi

dengan perilaku pencegahan terjadinya komplikasi hipertensi di wilayah

kerja Puskesmas Bua ?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan umum penelitina ini adalah untuk mengetahui hubungan

tingkat pengetahuan tentang hipertensi dengan perilaku pencegahan

terjadinya komplikasi hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Bua.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan pasien hipertensi di

wilayah kerja Puskesmas Bua .

b. Untuk mengetahui perilaku pencegahan terjadinya komplikasi

hipertensi pada pasien di wilayah kerja Puskesmas Bua.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi keilmuan
6

Menambah informasi yang baru dalam dunia kesehatan terkait

hubungan tingkat pengetahuan dengan perilaku pencegahan terjadinya

komplikasi hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Bua tahun 2021.

2. Bagi institusi

Peneliti mampu menjadikan sebagai referensi pendahuluan bagi

penelitian yang lain jika ingin mengadakan penelitian selanjutnya

terkait penelitian tentang hubungan tingkat pengetahuan tentang

hipertensi dengan perilaku pencegahan terjadinya komplikasi

hipertensi di Wilayah kerja Puskesmas Bua tahun 2021.

3. Bagi peneliti

Sebagai bahan ajar dan referensi yang baru dalam bidang kesehatan

terkait hubungan tingkat pengetahuan tentang hipertensi dengan

perilaku pencegahan terjadinya komplikasi hipertensi di Wilayah kerja

Puskesmas Bua tahun 2021.

4. Bagi masyarakat

Agar dapat memberikan infrormasi pada masyarakat yang

berhubungan dengan hubungan tingkat pengetahuan tentang hipertensi

dengan perilaku pencegahan terjadinya komplikasi hipertensi di

Wilayah kerja Puskesmas Bua tahun 2021.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan umum tentang hipertensi

1. Defenisi hipertensi

Hipertensi merupakan keadaan tekanan darah melebihi 140/90

mmHg. Hal ini menyebabkan terhambatnya suplai oksigen di bawah

darah ke jaringan tubuh yang diperlukan akibat angiopati (Astuti,

2019). Hipertensi juga disebut sebagai pembuluh darah gelap karena

penyakit fatal tanpa gejalah awal sebagai peringatan bagi penderitanya.

Pasien terlambat dalam mengenali gejala-gejala tersebut, meskipun

muncul, karena gejala-gejala tersebut selalu dianggap sebagai

gangguan yang normal (Simatupang, 2019).

Hipertensi merupakan kelainan sepanjang umur, akan tetapi

penderita hipertensi mampu hidup seperti orang sehat biasanya jika

mampu mengatasi tekanan darahnya dengan baik. Oleh karena itu,

seseorang jika masih muda dan belum terkena penyakit hipertensi

harus selalu memeriksa tekanan darahnya, walaupun setahun sekali.

Apalagi jika sudah mempunyai faktor resiko terjadi hipertensi seperti

obesitas, diabetes, penderita penyakit jantung, riwayat dari keturunan,

ibu hamil yang minum pil, dan seseorang yang pernah dikatakan

tekanan

7
darah mereka sedikit tinggi. Hal ini terjadi disebabkan tekanan darah

tinggi terdeteksi secara dini dapat segera diobati (Manuntung, 2019).

Hipertensi adalah penyebab penyakit yang paling sering

terjadinya pada kardiovaskular dan juga sebagai masalah utama di

negara maju dan berkembang. Prevalensi global orang yang terkena

hipertensi meningkat setiap tahun, dan kira-kira 1,5 Miliar orang akan

terkena hipertensi tahun 2025. Ditapsirkan 9,4 juta orang meninggal

karena hipertensi dan komplikasinya setiap tahun (Kemenkes, 2019).

Wanita mempunyai pravelensi lebih tinggi terkena hipertensi daripada

pria (Ardiansyah, 2012).

2. Etiologi

Hipertensi dapat terjadi karena diakibatkan oleh banyak faktor

yang dapat mempengaruhi dan berlangsung secara cepat maupun

lambat. Adapun yang dapat menyebabkan hipertensi adalah usia,

stress, kelebihan berat badan, merokok, minum minumam beralkohol,

kelainan pada ginjal dan lain sebagainya (Wahyuni & Susilowati,

2018).

Penyebab hipertensi dibagi menjadi 2 kelompok yaitu :

a. Hipertensi primer

Dikatakan sebagai hipertensi idiopatik karena tidak

diketahui penyebabnya.

Faktor yang mempengaruhi adalah :

1) Faktor genetik
9

2) Lingkungan, termasuk asupan garam, obesitas, pekerjaan,

kurang olahraga, asupan alcohol, stress psikososial, jenis

kelamin, dan usia.

3) Sistem renin, angiotensin, dan aldosterone.

4) Defek membran sel dalam ekskresi Na, yaitu penurunan

pengeluaran Na dari dalam sel yang diakibatkan oleh

kelainan pada sistem Na+K+ATPase dan Na+H+echanger.

5) Resistensi insulin atau hyperinsulinemia mengakibatkan

retensi natrium ginjal, meningkatkan aktivitas saraf

simpatis, meningkatkan tekanan arteri, dan hipertrofi otot

polos.1`

b. Hipertensi sekunder

Penyebabnya adalah :

1) Penggunaan estrogen.

2) Penyakit gagal ginjal.

3) Sindrom chusing

4) Hipertensi dengan wanita yang hamil (Hardi, 2015).

5) Koarktasio aorta

6) Feokromositomi

7) Hiperaldosteronisme primer (Astuti, 2019)


10

Faktor lain yang dapat menyebabkan tekanan darah tinggi adalah:

1) Usia

Orang dengan usia di atas 40 tahun cenderung

memiliki tekanan darah tinggi, yang perlahan-lahan akan

menjadi tekanan darah tinggi seiring bertambahnya usia.

2) Suku

Ada lebih banyak orang berkulit hitam daripada

orang berkulit putih di luar negeri. Karena perbedaan

kondisi ekonomi, orang berkulit gelap dianggap lebih

rendah dan digunakan sebagai budak di masa lalu.

Akibatnya, banyak dari mereka mengalami tekanan

psikologis yang intens, stres dan tekanan darah tinggi.

3) Urbanisasi

Hal ini dapat menyebabkan penduduk perkotaan

semakin padat dan merupakan salah satu faktor yang bisa

mengakibatkan terjadinya tekanan darah tinggi. Sehingga

otomatis banyak aktivitas di daerah tersebut dan banyak

makanan instan yang mengarah pada kehidupan yang tidak

sehat yang berujung pada tekanan darah tinggi.

4) Geografis

Secara geografis, wilayah pesisir memiliki tingkat

hipertensi yang tinggi. Ini karena daerah pesisir jauh lebih


11

asin daripada daerah pegunungan. Selain itu, kondisi suhu

juga menjadi salah satu penyebab hipertensi lebih banyak

terjadi di daerah pesisir (Manuntung, 2019).

3. Manefestasi Klinis

Pasien dengan hipertensi terutama menimbulkan gejala, tetapi

beberapa gejala yang menyertainya juga dianggap terkait dengan

hipertensi (yang sebenarnya tidak demikian). Gejala masalah adalah

sakit kepala, mimisan, pusing dan malaise. Jika tekanan darah tinggi

berlanjut selama bertahun-tahun dan tidak diobati, bisa menimbulkan

gejala seperti sakit kepala, malaise, muntah, sesak napas, gelisah, dan

penglihatan buram. Orang dengan hipertensi berat bisa kehilangan

kesadaran karena pembengkakan otak. Ini juga dikenal sebagai

ensefalopati hipertensi dan membutuhkan perawatan segera

(Manuntung, 2019).

4. Patofiologi

Ketika tubuh berlebihan yodium dan air, tekanan darah bisa

mengalami peningkatan melalui mekanisme fisiologis kompleks yang

mengubah aliran balik vena ke jantung dan menyebabkan peningkatan

curah jantung. Dengan fungsi ginjal yang memadai, peningkatan

tekanan darah arteri dapat menyebabkan diuresis dan penurunan

tekanan darah.

Sekresi renin yang tidak tepat dianggap sebagai penyebab

peningkatan resistensi pembuluh darah perifer pada pasien dengan


12

hipertensi esensial. Penderita hipertensi sebaiknya menurunkan kadar

renin karena menghambat sekresi renin akibat peningkatan tekanan

arteriol ginjal. Namun, sebagian besar pasien dengan hipertensi

esensial memiliki fungsi ginjal yang normal. Tekanan darah yang

meningkat terus-menerus pada penderita hipertensi dapat merusak

pembuluh darah (Ardiansyah, 2012).

5. Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi dengan tekanan darah tinggi

antara lain: (Saputra, 2014) :

a. Penyakit arteri koronaria

b. Serangan iskemik sementara

c. Infark miokardium

d. Stroke

e. Perubahan penglihatan

f. Gagal ginjal

g. Gagal jantung

h. Krisis hipertensi

Komplikasi tekanan darah tinggi bisa dicegah melalui

pendidikan atau pendidikan kesehatan, penggunaan pola hidup sehat,

dan penggunaan terapi farmakologis dan nonfarmakologis (Yanti et al.,

2020).

6. Pencegahan
13

Hipertensi dapat di cegah dengan memerhatikan beberapa hal,

diantaranya :

a. Kurangi jumlah minuman berkarbonasi. Minuman berkarbonasi

mengandung pengawet dan tinggi sodium.

b. Makan lebih sedikit daging, kepiting, makanan ringan dan

makanan asin.

c. Konsumsi makanan seperti sayur segar, buah segar, tahu, kacang-

kacangan, ayam, dan telur.

d. Makan makanan rendah kolesterol. Makanan harus mengandung

lemak baik dan sedikit lemak jahat, seperti gula, ayam, kuning

telur, sarden dan makanan lainnya.

e. Olahraga dengan teratur.

7. Klasifikasi

Hipertensi Memiliki beberapa tingkatan, diantaranya (Ardiansyah,

2012) :

Tabel 2.1 Klasifikasi

Kategori Diastolik (mmHg) Sistolik (mmHg)

Normal <85 <130

Normal Tinggi 85-89 130-139

Hipertensi

Tinggi 1 (Ringan) 90-99 140-159

Tinggi 2 (Sedang) 100-109 160-179

Tinggi 3 (Berat) 110-119 180-210


14

Tinggi 4 (Sangat berat) >120 >210

B. Tinjauan umum tentang Pengetahuan

1. Defenisi

Pengetahuan adalah hasil dari mengetahui, yang terjadi ketika

seseorang memahami suatu objek tertentu. Pengetahuan dan

pendidikan sangat erat hubungannya, dan berpendidikan tinggi

mengharapkan seseorang memiliki pengetahuan yang lebih luas. Tapi

harus diingat bukan berarti seorang yang berpendidikan rendah

memiliki pengetahuan yang kurang. Hal ini menunjukkan bahwa

peningkatan pengetahuan tidak hanya diperoleh melalui pendidikan

nonformal. Pengetahuan seseorang terhadap suatu objek dapat dibagi

menjadi dua aspek yaitu sisi negatif dan sisi positif. Aspek kedua

inilah yang menentukan sikap seseorang. Di sini, semakin banyak

aspek dan objek positif diketahui, semakin positif sikap terhadap objek

tertentu (Wawan, 2011).

Pengetahuan merupakan kebutuhan dasar dalam upaya

peningkatan perilaku untuk mencegah komplikasi hipertensi.

Minimnya penjelasan terkait komplikasi tekanan darah tinggi bisa

mempengaruhi perilaku yang mencegah perubahan life style, asupan

makanan yang mengandung lemak tinggi, merokok, dan komplikasi

tekanan darah tinggi yang disebabkan oleh kecemasan yang berlebihan

(Yanti et al., 2020).


15

Pengetahuan seseorang tentang sesuatu tidak tergantung pada

pendidikannya. Orang dengan kualifikasi akademik rendah tidak

menutup kemungkinan untuk mengumpulkan pengetahuan sendiri.

Berbagai informasi dapat diperoleh dari berbagai media yang tersedia

(Anshari, 2020).

Pengetahuan akan semakin berkembang karena manusia

memiliki kemampuan untuk berfikir dan memiliki rasa ingin tahu yang

tinggi. Akan tetapi keingintahuan yang erat memerlukan cara yang

sistematis sehingga memperoleh sebuah pengetahuan (Kurniawan,

2021).

2. Tingkat pengetahuan

Terdapat 6 tingkat pengetahuan, diantaranya: (Wawan, 2011) :

a. Tahu

Tahu merupakan bahan yang dipelajari dan tidak dilupakan.

Tingkat pengetahuan ini dimaksudkan untuk mengingatkan anda

tentang materi yang ia pelajari.

b. Memahami

Pemahaman dapat diartikan kemampuan menjelaskan secara

rinci suatu objek terkait apa diketahui, yang mampu

menginterpretasikan secara benar. Misalnya, seseorang yang sudah

memahami materi dapat menjelaskan suatu objek yang diteliti,

menyebutkan contoh, menarik kesimpulan, dll.

c. Aplikasi
16

Aplikasi adalah kemampuan untuk menggunakan materi

yang dipelajari dalam keadaan yang sebenarnya. Aplikasi ini dapat

ditafsirkan sebagai penerapan atau penggunaan rumus, metode,

prinsip, dan lain-lain dalam konteks atau istilah lain.

d. Analisis

Analisis adalah kemampuan untuk merepresentasikan suatu

bahan atau objek sebagai suatu komponen, tetapi masih dalam

struktur organisasi dan saling terkait.

e. Sintetis

Komposit mengacu pada kesanggupan untuk mengeksekusi

atau menghubungkan suatu bagian yang baru. Dengan kata lain,

sintesis yaitu kesanggupan gunamembangun formulasi baru dari

formulasi yang telah ada.

f. Evaluasi

Evaluasi ini ada hubungannya dengan kesanggupan objek

evaluasi. Evaluasi didasarkan pada standar yang ditentukan sendiri

atau menggunakan standar yang ada.

3. Cara memperoleh pengetahuan

Menurut Kelinger dan Wibowo (2014) menunjukkan bahwa

terdapat 4 cara untuk memdapatkan pengetahuan, diantaranya :

a. Metode keteguhan, berpegang teguh pada pendapat yang telah

dipercayai kebenarannya sejak lama.

b. Metode otoritas, mengarah pada pernyataan para ahli.


17

c. Metode intuisi, yaitu kepercayaan yang kebenarannya dianggap

terbukti dengan sendirinya.

d. Metode ilmiah, yaitu berdasarkan kaidah keilmuan, jika dilakukan

oleh orang yang berbeda-beda tapi dapat memperoleh hasil

kesimpulan yang sama.

Sedangkan menurut Notoadmojo (2014) cara memperoleh

pengetahuan dibagi menjadi 2, diantaranya :

a. Cara tradisional

Cara ini dilakukan oleh manusia pada zaman dahulu kala

dalam rangka memecahkan suatu masalah termasuk dalam

menemukan teori pengetahuan baru (Kurniawan, 2021). Adapun

cara yang di lakukan yaitu:

1) Cara coba salah ( Trial and Error)

Metode coba salah digunakan dengan probabilitas untuk

pecahkan masalah, dan jika itu tidak berhasil, coba lain sampai

masalah terpecahkan.

2) Cara otoritas

Terimalah bahwa cara ini didukung oleh tokoh

masyarakat baik formal maupun informal, ahli agama, pemilik

pemerintahan, dan orang-orang berwibawa tanpa terlebih dulu

diuji atau dibuktikan kebenarannya. Hal ini didasarkan pada

fakta atau pendapat mereka sendiri yang dapat berupa prinsip-

prinsip berbagai orang lain.


18

3) Berdasarkan pengalaman pribadi

Pengalaman pribadi juga dapat dipakai untuk

memperoleh pengetahuan dengan cara mengulang-ulang

pengalaman yang didapatkan dalam memecahkan suatu

masalah yang sebelumnya dihadapi.

b. Cara modern

Cara modern ini lakukan melalui cara-cara yang sistemati

dalam bentuk metode penelitian. Kebenaran atau pengetahuan yang

diperoleh benar-benar bisa di pertanggung jawabkan karena telah

melakukan serangkaian proses yang ilmiah (Kurniawan, 2021).

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan.

Adapun faktor yang mempengaruhi pengetahuan yaitu (Wawan,

2011) :

a. Faktor internal

1) Pendidikan

Pendidikan diartikan sebagai membimbing seseorang

menuju cita-cita tertentu dalam hidup untuk mencapai

kebahagiaan.

2) Pekerjaan

Pekerjaan merupakan suatu kegiatan yang dilakukan

untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Bekerja bukan


19

sumber kebahagiaan, tapi cara yang menantang untuk mencari

nafkah.

3) Usia

Umur adalah umur seseorang dari lahir sampai lahir.

Orang yang tua lebih dipercaya dibanding orang yang muda

dalam hal kepercayaan social.

b. Faktor eksternal

1) Faktor lingkungan

Lingkungan adalah suatu keadaan yang melingkupi

manusia, dan pengaruh manusia bisa mempengaruhi

perkembangan dan perilaku setiap orang.

2) Sosial budaya

Sosial budaya di masyarakat akan mempengaruhi sikap

menerima informasi.

5. Kriteria tingkat pengetahuan

Hasil rasio untuk mengevaluasi data kognitif tentang

komplikasi hipertensi, menggunakan rumus menurut Arikunto sebagai

berikut:

P : N x 100%
X
Keterangan:
P = Persentase
X = Skor yang didapat
N = Jumlah item
20

Sehingga pengetahuan seseorang dapat diketahui dan di

interprestasikan dengan skala yang bersifat kualitatif, yaitu (Wawan,

2011) :

1) Tinggi: hasil presentasi 76% - 100%

2) Sedang : hasil presentasi 56% - 75%

3) Rendah: hasil presentasi ≤55%

C. Tinjauan Umum tentang Perilaku

1. Pengertian

Perilaku adalah reaksi seseorang terhadap perilaku yang dapat

dimengerti, disadari atau tidak, dengan frekuensi dan tujuan tertentu.

Anda mungkin tidak menyadari bahwa interaksi ini sangat kompleks,

dan Anda mungkin tidak memikirkan mengapa seseorang mengambil

tindakan tertentu. Oleh sebab itu, sangat penting untuk mengetahui

alasan dibalik perilaku seseorang sebelum seseorang tersebut dapat

merubah perilakunya (Wawan, 2011).

Perilaku Kesehatan yang cenderung meningkatkan status

kesehatan contohnya adalah olahraga teratur, makan makanan sehat

dengan gizi seimbang, tidur yang cukup. Gaya hidup atau life style

yang baik akan berdampak positif pada kesehatan seseorang, dan

sebaliknya. Gaya hidup sehat dipercayai sebagai langkah preventif

untuk mencegah terjadinya penyakit-penyakit kronis degeneratif

(Widayanti, 2019).
21

Faktor perilaku kesehatan penting dalam mencegah hipertensi.

Faktor perilaku kesehatan meliputi faktor pribadi dan kontekstual.

Faktor pribadi meliputi faktor biologis dan sosial psikologis, dan faktor

kontekstual meliputi faktor ekologi, lingkungan keluarga, teknologi,

dan faktor sosial budaya (Riyadina et al., 2019).

2. Prosedur pembentukan perilaku

Prosedur pembentukan perilaku dalam operant conditioning ini

menurut skinner yaitu:

a. Membuat identifikasi tentang hal dimana menjadi penguat atau

reinforcer seperti hadiah bagi perilaku yang akan di bentuk.

b. Mengerjakan analisis guna mengidentifikasi komponen kecil yang

membentuk perilaku yang dinginkan.

c. Dengan menggunakan secara urut komponen-komponen itu

sebagai tujuan sementara, mengidentifikasi reinforcer atau hadiah

untuk masing-masing komponen itu.

d. Melakukan pembentukan perilaku dengan menggunakan urutan

komponen yang telah tersusun (Wawan, 2011).

3. Bentuk perilaku

Bentuk perilaku dibagi menjadi 2 macam, yaitu :


22

a. Bentuk pasif, dimana respon internal yang terjadi di dalam diri

manusia dan tidak secara langsung dapat dilihat orang lain,

misalnya berfikir, tanggapan atau sikap batin dan pengetahuan.

b. Bentuk aktif adalah ketika perilaku itu jelas dapat di observasi

secara langsung (Wawan, 2011).

Hasil dari presentase untuk menilai data dari perilaku

pencegahan komplikasi hipertensi, dengan menggunakan rumus

menurut Arikunto dibawah ini:

P : N x 100%
X
Keterangan:

P = Persentase

X = Skor yang diperoleh

N = Jumlah item

Kemudian dikategorikan menjadi:

Perilaku Baik : skor 76 %-100 %

Perilaku Cukup : skor : 56 %-75%

Perilaku Kurang : ≤ 55 %

D. Hubungan tingkat pengetahuan dengan perilaku pencegahan

terjadinya komplikasi hipertensi

Pengetahuan merupakan kebutuhan mendasar bagi

upaya perbaikan perilaku untuk mencegah terjadinya komplikasi

hipertensi. Karena minimnya penjelasan mengenai komplikasi hipertensi

bisa mempengaruhi perilaku, penanggulangan komplikasi hipertensi yang


23

disebabkan oleh perubahan life style, makanan tinggi lemak, merokok, dan

kecemasan yang berlebihan (Yanti et al., 2020). Apabila orang tersebut

memiliki pengetahuan yang baik maka berpengaruh juga terhadap perilaku

untuk mencegah terjadinya hipertensi yang baik, karena jika orang tersebut

memiliki pengetahuan yang baik maka perilaku kesehatan seseorang

meningkat untuk mengatasi pencegahan hipertensi (Fajarsari et al., 2020).

Perilaku preventif merupakan hasil dari proses

interaksi individu dalam pengetahuan, pengalaman, dan lingkungan.

Profilaksis hipertensi adalah tindakan pribadi untuk mengurangi risiko

terkena hipertensi (Ardhiatma, 2017). Perilaku dibentuk dari pengetahuan

yang berkaitan dengan dilihat, dipikirkan, dan dipengaruhi oleh

lingkungan, membentuk sikap yang berlaku dalam kehidupan sehari-hari,

dan kemudian perilaku. Demikian pula jika seseorang memiliki

pengetahuan yang baik tentang tekanan darah tinggi, dimulai dari

pengertian tekanan darah tinggi, tentang tindakan pencegahan tekanan

darah tinggi, penyebab tekanan darah tinggi, makanan yang dikelola

dengan baik, berolahraga secara teratur, dan dikonsumsi. Cara perhatikan

agar tidak mengandung garam tinggi, hindari resiko komplikasi hipertensi

(Juwariyah & Priyanto, 2018).

E. Kerangka Konsep

Tingkat pengetahuan Perilaku pencegahan


terjadinya komplikasi
hipertensi
24

Gambar 2.1 Kerangka konsep

Keterangan :

= Variable Independent

= Variable Dependent

F. Defenisi Operasional dan Kriteria Objektif

Tabel 2.2 Defenisi Operasional dan Kriteria objektif

N Variabe Definisi Alat Cara Ukur Hasil Ukur Ska


o l Ukur la
Variable Independent
1 Tingkat Tingkat Questio Memberika 1. Tinggi Ord
Pengetah Pengetahuan adalah ner n kuesioner jika responden inal
uan kesanggupan Hypert dengan memperoleh
responden untuk ension skoring jika skor : 76-100%
mengetahui dan Knowle benar=1, 2. Sedang
memahami tentang dge dan jika jika nilai
pencegahan Level salah=0 responden 56-
komplikasi Scale 75%
hipertensi 3. Rendah
jika nilai
responden
≤55%
Variable Dependent
1 Perilaku Perilaku Kuesio Memberika 1. Baik jika Ord
pencega pencegahan ner n kuesioner nilai responden inal
han terjadinya perilak dengan 76-100%
terjadiny komplikasi u skoring: 2. Cukup
a hipertensi adalah penceg Selalu jika nilai
25

komplik Tindakan yang ahan (SL)=4, respondenn 56-


asi dilakukan kompli Sering 75%
hipertens responden untuk kasi (SR)=3, 3. Kurang
i mengetahui resiko hiperte Kadang- jika nilai
terjadinya nsi Kadang responden
komplikasi (KD)=2 ≤55%
hipertensi Tidak
Pernah=1
Jika adaktif.
Dan Selalu
(SL)=1
Sering
(SR)=2
Kadang-
Kadang(KD
)=3
Tidak
Pernah
(TP)=4

G. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan permasalahan, tinjauan pustaka dan kerangka konsep,

maka penelitian ini merumuskan :

Hipotesis alternatif (Ha): terdapat hubungan tingkat pengetahuan tentang

hipertensi dengan perilaku pencegahan terjadinya komplikasi hipertensi di

wilayah Puskesmas Bua tahun 2021.


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain penelitian

Jenis penelitian pada penelitian ini yaitu desain studi korelasi

dengan metode cross sectional dimana pengumpulan terhadap

variabel dilakukan sekali dalam waktu yang bersamaan.

B. Lokasi dan Waktu penelitian

1. Lokasi Penelitian

Adapun tempat yang di jadikan objek penelitian di

wilayah kerja Puskesmas Bua.

2. Waktu Penelitian.

Waktu penelitian dari bulan Juli s/d September 2021.

C. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini yaitu penderita hipertensi

sebanyak 235 orang di wilayah kerja Puskesmas Bua.

2. Sample

Peneliti mengambil sampel dengan cara “Purposive

Sampling” dimana teknik pengambilan sampel ini melihata

pertimbangan tertentu, kriteria tertentu, dan seleksi.

26
Peneliti mengambil responden sebagai sampel dengan

beberapa kriteria sebagai berikut:

a. Kriteria Inklusi dalam penelitian ini :

1) Masyarakat yang menderita hipertensi

2) Masyarakat yang mengalami komplikasi hipertensi

3) Masyarakat dengan rawat jalan

4) Masyarakat yang siap menjadi responden.

b. Kriteria Eksklusi dalam penelitian ini :

1) Masyarakat yang tidak mau menjadi responden.

2) Masyarakat yang tidak bisa mendengar (Tuli).

Penentuan pengambilan sampel tersebut menggunakan

rumus slovin dengan cara :

n = N
1+N(d2)

Keterangan :

n: Jumlah Sampel

N : Jumlah Populasi

d : Tingkat kepercayaan atau ketepatan diinginkan dengan

nilai 0,1

Jadi banyaknya sampel yang diambil dalam penelitian ini

yaitu :

n= N
1+N(d2)

n = 235

27
28

1+235(0.1)2
n = 235
1+235(0,01)

n = 235
1+2,35
n = 235
3,35
n = 70
Dari rumus di atas maka didapatkan sampel yang akan

diambil dari populasi yaitu 70 Responden.

D. Instrumen Penelitian

Instrument penelitian penelitian ini adalah dengan lembar

kuesioner yang memiliki beberapa bagian diantaranya :

1. Kuesioner A data demografi dimana berisi tentang data diri

responden yang meliputi nama (inisal), usia, pendidikan dan

pekerjaan, jenis kelamin.

2. Kuesioner B tingkat pengetahuan (hypertension knowledge

level scale) tentang hipertensi yang digunakan peneliti terdiri

dari 16 pernyataan. Koesioner yang di gunakan adalah skala

Guttman yang berisi 2 alternatif jawaban (benar, salah). Cara

responden memilih satu jawaban yang benar atau yang salah

sesuai dengan keadaan yang di alami responden dengan skorig

benar=1, salah=0.

3. Kuesioner C perilaku pencegahan komplikasi hipertensi yang

digunakan peneliti terdiri dari 13 pernyataan. Skala yang


29

digunakan adalah skala Ordinal, dimana : Selalu (SL)=4,

Sering (SR)=3, Kadang-Kadang (KD)=2, Tidak Pernah (TP)=1

jika adaktif, & Selalu (SL)=1, Sering (SR)=2, Kadang-kadang

(KD)=3, Tidak Pernah (TP)=4 jika maladaktif.

Kuesioner ini sudah digunakan oleh peneliti lain untuk

melakukan penelitian serupa dan melakukan validasi validitas dan

reliabilitas. Nilai korelasi product-moment r (tabel r) adalah

0,3610 dan tingkat signifikansi yang dipilih adalah 5%. Di bawah

kondisi berikut:

a. Pertanyaan responden survei dikatakan valid bila r hitung lebih

besar atau sama dengan r tabel (r hitung ≥r tabel).

b. Jika r hitung lebih kecil dari r tabel (r hitung < r tabel), maka

pertanyaan responden penelitian dikatakan tidak valid.

Setelah dilakukan uji validitas didapatkan dari 27

pernyataan, 16 pernyataan menunjukkan nilai r hitung >0,444 pada

taraf signifikan 5%. Maka terdapat 16 pertanyaan yang valid

karena nilainya >r table.

Sedangkan untuk hasil uji reliabilitas pada Hypertension

Knowledge Level Scale Questionnaire (HK-LS), digunakan rumus

koefisien cronbach alpha dimana alat penelitian dikatakan reliabel,

jika nilai cronbach alpha > 0.60 mendekati 1. Ini pengujian

dilakukan Dengan membandingkan jumlah cronbach alpha dengan

nilai cronbach alpha terendah yaitu 0,60. Setelah uji reliabel, nilai
30

cronbach's alpha adalah 0,712 dan kuesioner perilaku untuk

pencegahan hipertensi memiliki koefisien cronbach's alpha 0,719.

Dari hasil uji reliabilitas yang diperoleh, ditentukan bahwa alat

tersebut reliabel dan dapat digunakan.

Pengumpulan Data

1. Data Primer

Pada data primer ini peneliti mengumpulkan data dengan

cara membagikan kuesioner pada responden dengan

mendatangi rumah responden. Peneliti juga meminta izin

persetujuan kepada responden. Kuesioner diisi responden yang

sudah diberikan penjelasan sebelumnya. Peneliti mendampingi

responden selama proses pengisian kuesioner dan ketika ada

yang tidak dimengerti responden bisa memberitahukan peneliti,

setelah itu kuesioner yang sudah diisi diberikan kembali pada

peneliti.

2. Data Sekunder

Data sekunder ini diambil dari instansi kesehatan yaitu

Puskesmas Bua dalam bentuk file yang berisi tentang data

penyakit pasien yang menderita hipertensi yang di ambil di

ruang Promosi Kesehatan (Promkes) dan Kesehatan

Lingkungan (Kesling) pada tanggal 31 Juli 2021 yang

diberikan oleh petugas kesehatan yang bertugas diruangan

tersebut.
31

E. Pengolahan dan Penyajian Data

1. Pengolahan data

Apabila data kuesioner telah terkumpul , maka perlu

melakukan pengelolaan data dengan berbagai tahap

diantaranya:

a. Editing

Responden mengembalikan lagi lembar kuesioner yang

sudah diisi kepada peneliti untuk diperiksa dan didapatkan

responden mengisi seluruh pernyataan yang ada pada

lembar kuesioner dengan menandatngani lembar.

b. Informed consent.

Untuk memudahkan penilaian dan pengecekan semua

data yang di perlukan.

c. Coding

Yaitu memberi kode seperti angka pada tiap-tiap

hasil kuesioner yang dijawab.

d. Scoring

Yaitu memberi nilai terhadap instrument penelitian

masing-masing pernyataan dan penjumlahan semua hasil

pernyataan dan diisi responden objek penelitian.


32

e. Tabulating

Peneliti memasukkan data yang ada sudah diedit dan

di coding kedalam bentuk tabel agar lebih mudah

diinterpretasikan dan dapat lebih mudah dibaca.

f. Processing

Selanjutnya proses pengolahan data yang dilakukan

dengan entri dari data instrument penelitian menggunakan

software program computer yang relevan.

g. Cleaning

Tujuan dilakukan tahap ini adalah untuk mengecek

lagi data yang sudah di entri dilakukan jika ada salah dalam

menginput data dengan memperhatikan distribusi frekuensi

dari variabel-variabel yang di teliti.

2. Penyajian data

Data yang diperoleh akan dikemukakan menjadi bentuk

tabel distribusi dengan penjelasan atau interprestasi data

tentang variabel yang diteliti.

F. Analisis Data

1. Analisis univariat

Analisis univariat memiliki tujuan untuk

mendeskripsikan karatristik variabel yang diteliti (Viendyasari,

2019).

2. Analisis bivariat
33

Analisi bivariat digunakan untuk membuktikan hipotesis

digunakan uji Gamma untuk mengetahui hubungan dari

variabel yang diteliti, sehingga didapatkan hasil sebagai berikut

a. Jika nilai P value < nilai α : 0.05 Maka H a di terima berarti

terdapat hubungan yang signifikan.

b. Jika nilai P value ≥ nilai α : 0.05 Maka H0 di terima berarti

tidak terdapat hubungan yang signifikan.

G. Etika Penelitian

Etika dalam penelitian ini lebih menunjukkan kepada norma

yang harus dipatuhi oleh peneliti dalam melakukan penelitiannya

(Herdiawanto & Hamdayama, 2021).

Adapun prinsip dalam etika penelitian, diantaranya (Doody &

Noonan, 2016) :

1. Autonomy (Otonomi)

Otonomi mengharuskan peserta untuk memahami

sepenuhnya apa yang diminta dan mereka yang berpartisipasi

memiliki kesempatan untuk mengajukan selama penelitian dan

memahami bahwa itu pilihan mereka untuk berpartisipasi.

Otonomi dikelompokkan menjadi 3 bagian, diantaranya :

a. Otonomi pemikiran (pilihan)

b. Otonomi kebebasan, untuk melakukan sesuatu berdasarkan

musyawarah.
34

c. Otonomi kedaulatan, untuk bertindak sesuai keinginan.

2. Beneficience (Kemurahan Hati)

Pada prinsip ini peneliti berusaha untuk membantu dan

berbuat baik kepada peserta atau partisipan secara

keseluruhan.

3. Nonmalefecience

Non malefecience berarti berusaha untuk tidak menyakiti,

dimana peneliti mempunyai tanggung jawab untuk

menyeimbangkan potensi dalam mengurangi kemungkinan

resiko yang terjadi pada peserta atau partisipan.

4. Veracity (Kejujuran)

Kejujuran melibatkan tanggung jawab untuk memberitahu

kebenaran tentang penelitian dan tidak ada unsur kebohongan.

Partisipan memiliki hak untuk mengetahui keberanan dalam

tiap aspek penelitian. Semua aspek penelitian memerlukan

penjelasan oleh peneliti yang harus melakukan segala upaya

untuk memastikan partisipan memahami semua aspek yang

ingin dilakukan.

5. Fidelity (Kesetiaan)

Kesetiaan merupakan kepercayaan diberikan antara peneliti

dan partisipan. Partisipan menaruh kepercayaan kepada

peneliti, ini menciptakan kewajiban untuk melindungi mereka.

Peneliti juga harus memastikan bahwa partisipan memiliki


35

pemahaman tentang resiko dan menumbuhkan rasa saling

percaya.

6. Confidentiality (Kerasahasiaan)

Peneliti bertanggung jawab untuk menjamin kerahasiaan

peserta dan datanya. Informasi yang didapatkan tidak boleh

mengarah pada identifikasi partisipan dan tidak boleh

disampaikan kepada siapa pun tanpa persetujuan partisipan.

7. Conclusion (Kesimpulan)

Sebuah komponen adalah persetujuan dimana tanggung

jawab peneliti telah menyampaikan bahwa mereka sudah

mengambil langkah-langkah yang dibutuhkan untuk menjamin

partisipan yang sudah diberikan informasi yang diminta dengan

cara yang cepat dimenger


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian
Survei dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Bua Kabupaten

Luwu dengan total 70 responden. Gambaran lokasi survei dan hasil

pengolahan data menggunakan analisis uji gamma ditampilkan dalam

format berikut:

1. Gambaran lokasi penelitian

a. Keadaan Geografis

1) Luas wilayah

Puskesmas Bua terletak di kelurahan sakti, Kecamatan Bua

Kabupaten Luwu yang memiliki luas Wilayah Kerja Sekitar

50,62km2 yang secara administratif berada di Jl. Tandipau.

2) Kondisi Geografis

Pada letak geografis wilayah kerja puskesmas Bua dapat

dilihat batas-batas wilayah sebagai berikut:

a) Bagian Utara Desa Padangkalua

b) Bagian Timur Kelurahan Sakti

c) Bagian Selatan Desa Tanarigella

d) Bagian Barat Desa Tiromand

3) Keadaan Geografisi

Jumlah penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas Bua

Kabupaten Luwu tahun 2021 adalah 20,124 jiwa.

36
37

2. Analisis univariate

Analisis univariat digunakan untuk menjelaskan variabel-variabel

survei untuk memperoleh gambaran atau karakteristik umur, jenis

kelamin, pendidikan terakhir, pekerjaan, pengetahuan, dan perilaku

responden sebagai berikut:

a. Umur

Berikut ini adalah distribusi frekuensi kelompok umur

responden di Wilayah Kerja Puskesmas Bua Kabupaten Luwu

tahun 2021 ditampilkan dalam tabel 4.1.

Tabel 4.1
Distribusi berdasarkan umur responden di wilayah kerja
Puskesmas Bua Kabupaten Luwu tahun 2021 (N=70)
Umur Frekuensi (f) Persentase (%)
22-28 9 12.9
29-35 12 17.1
36-42 11 15.7
43-49 11 15.7
50-56 11 15.7
57-63 15 21.4
64-70 1 1.4
Total 70 100.0
Sumber: Data Primer, 2021

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan dari 70 responden

yang diteliti, dimana jumlah responden yang paling banyak adalah

responden yang berusia 57-63 responden (21,4%), dan responden

yang berusia 64-70 tahun adalah responden yang paling sedikit

yaitu 1 responden (1,4%).


38

b. Jenis kelamin

Berikut ini adalah distribusi frekuensi kelompok jenis kelamin

responden di Wilayah Kerja Puskesmas Bua Kabupaten Luwu

tahun 2021 ditampilkan dalam tabel 4.2.

Tabel 4.2
Distribusi berdasarkan jenis kelamin responden di wilayah kerja
Puskesmas Bua Kabupaten Luwu tahun 2021 (N=70)
Jenis Frekuensi (f) Persentase (%)
Kelamin
Sumber:
Laki-Laki 23 32.9
Data Perempuan 47 67.1
Total 70 100.0
Primer,

2021

Berdasarkan Tabel 4.2, kita dapat melihat bahwa 70

responden yang disurvei, 47 (67,1%) adalah perempuan dan 23

(32,9%) adalah laki-laki.

c. Tingkat Pendidikan

Berikut ini adalah sebaran frekuensi kelompok tingkat

pendidikan responden di wilayah kerja Puskesmas Bua Kabupaten

Luwu Tahun 2021, seperti terlihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3
Distribusi berdasarkan tingkat pendidikan responden di wilayah
kerja Puskesmas Bua Kabupaten Luwu tahun 2021 (N=70)
Pendidikan Frekuensi (f) Persentase (%)
2 2.9
Tidak Sekolah
14 20.0
SD
SMP 20 28.6
SMA 26 37.1
Perguruan Tinggi 8 11.4

Total 70 100.0
39

Sumber: Data Primer, 2021

Pada Tabel diatas (37,1%) SMA memiliki jumlah responden

tertinggi berdasarkan tingkat pendidikannya, dan 2 (2,9%) memiliki

jumlah responden putus sekolah terendah.

d. Pekerjaan

Berikut ini adalah distribusi frekuensi kelompok pekerjaan

responden di Wilayah Kerja Puskesmas Bua Kabupaten Luwu

tahun 2021 ditampilkan dalam tabel 4.4

Tabel 4.4
Distribusi berdasarkan pekerjaan responden di wilayah kerja
Puskesmas Bua Kabupaten Luwu tahun 2021 (N=70)
Pekerjaan Frekuensi (f) Persentase (%)
IRT 30 42.9
Petani 3 4.3
Pegawai Swasta 20 28.6
Guru 4 5.7
Nelayan 9 12.9
Tidak Bekerja 3 4.3
Perawat 1 1.4
Total 70 100.0

Sumber: Data Primer, 2021

Pada tabel diatas responden berdasarkan pekerjaan yang

dominan adalah IRT sebanyak 30 (42,9%) orang, sedangkan yang

paling sedikit yaitu responden yang bekerja sebagai perawat

sebanyak 1 (1,4%) orang.

e. Tingkat Pengetahuann
40

Berikut ini adalah distribusi frekuensi kelompok Tingkat

Pengetahuan responden di Wilayah Kerja Puskesmas Bua

Kabupaten Luwu tahun 2021 ditampilkan dalam tabel 4.5

Tabel 4.5
Distribusi berdasarkan tingkat pengetahuan responden di wilayah kerja
Puskesmas Bua Kabupaten Luwu tahun 2021 (N=70)
Pengetahuan Frekuensi (f) Persentase (%)
Tinggi 40 57.1
Sedang 25 35.7
Rendah 5 7.1
Total 70 100.0

Sumber: Data Primer, 2021

Pada tabel 4.5 responden berdasarkan Tingkat pengetahuan

paling dominan adalah tingkat pengetahuan yang tinggi sebanyak

40 (57.1%) orang, sedangkan yang paling sedikit adalah

responden yang berpengetahuan rendah sebanyak 5 (7,1%) orang,

Adapun responden yang berpengetahuan sedang sebanyak 25 (35,7

%) orang.

f. Perilakuu

Berikut ini adalah distribusi frekuensi kelompok perilaku

responden di Wilayah Kerja Puskesmas Bua Kabupaten Luwu

tahun 2021 ditampilkan dalam tabel 4.6

Tabel 4.6
Distribusi berdasarkan perilaku responden di wilayah kerja
Puskesmas Bua Kabupaten Luwu tahun 2021 (N=70)
Perilaku Frekuensi Persentase (%)
Baik 30 42.9
Cukup 26 37.1
Kurang 14 20.0
Total 70 100.0
41

Sumber: Data Primer, 2021

Pada tabel 4.6 responden berdasarkan perilaku paling

dominan adalah Baik dimana sebanyak 30 (42,9%) orang,

sedangkan yang paling sedikit adalah responden yang berperilaku

kurang sebanyak 14 (20%) orang. Adapun responden yang

berperilaku cukup sebanyak 26 (37,1%) orang.

3. Analisis Bivariate

Pada tahap ini, hubungan antara variabel independent

(pengetahuan) dan variabel dependent (perilaku) dianalisis. Analisis ini

juga menggunakan uji gamma dengan nilai p = 0,05 untuk mengetahui

kontribusi variabel independent terhadap variabel dependent. Terdapat

hubungan antara hasil yang diperoleh dari analisis ini yaitu nilai

signifikansi variabel dengan alpha (α) sebesar 0,05 atau 5%.

a. Hubungan tingkat pengetahuan tentang hipertensi dengan perilaku

pencegahan terjadinya komplikasi hipertensi

Pengetahuan dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga standar:

tinggi, sedang, dan rendah. Jika skor mencapai 76-100% tergolong

tinggi yaitu responden memiliki kejadian hipertensi tinggi, dan rata-

rata skor respon responden adalah 56-75% menunjukkan bahwa

responden memiliki tingkat pengetahuan sedang. dan tingginya

angka kejadian hipertensi. Hipertensi, bila jawaban responden

kurang dari 55% tergolong rendah artinya responden memiliki

tingkat pemahaman yang rendah tentang kejadian hipertensi.


42

Tabel 4.7
Hubungan tingkat pengetahuan dengan perilaku pencegahan
terjadinya komplikasi di wilayah kerja Puskesmas Bua Kabupaten
Luwu tahun 2021 (N=70)
Tingkat Perilaku pencegahan terjadinya P
Pengetahua komplikasi Hipertensi
n
Baik Cukup Kurang Total
n % n % n % N %
Tinggi 2 36 1 17,1 3 4,28 4 57,4
5 2 4 0 2
Sedang 5 7,14 1 17,1 8 11,4 2 35,7 0.00
2 4 2 5 0
Rendah 0 0 3 3 4,28 5 7,28
2
Total 3 43,1 2 37,2 1 20 7 100
0 4 6 8 4 0 %
Sumber: Uji Gamma,2021
Berdasarkan tabel 4.7 diketahui bahwa pada kelompok

responden yang memiliki tingkat pengetahuan tinggi dengan perilaku

baik sebanyak 25 (36%) responden, dengan perilaku Cukup

sebanyak 12 (17,14%) responden, perilaku kurang sebanyak 3

(4,28%) responden. Tingkat pengetahuan Sedang dengan perilaku

baik sebanyak 5 (7,14%) responden, Perilaku cukup sebanyak 12

(17,14%) responden, Perilaku kurang sebanyak 8 (11,42%)

responden. Dan Tingkat pengetahuan yang rendah dengan perilaku


43

cukup sebanyak 2 (3%) responden, perilaku kurang sebanyak 3

(4,28%).

Berdasarkan hasil uji statistik non parametrik didapatkan nilai

uji gamma p = 0,000 (p value < 0,05) sehingga Ha diterima yang

artinya terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan hipertensi

dengan perilaku pencegahan. Komplikasi Hipertensi di Puskesmas

Bua Kabupaten Luwu.

Hasil uji gamma memberikan nilai koefisien korelasi sebesar

0,720. Hal ini menandakan keeratan hubungan kedua variabel dalam

kategori sangat kuat. Hubungan erat antara kedua variabel tersebut

dikategorikan sangat kuat, karena tingkat pengetahuan tentang

tekanan darah tinggi dan perilaku pencegahan tekanan darah tinggi

berada pada kategori baik. Arah hubungan kedua variabel searah

karena hasil koefisien korelasi (r) bernilai positif. Hal ini

menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pengetahuan tentang

tekanan darah tinggi maka semakin baik pula perilaku untuk

menghindari komplikasi tekanan darah tinggi.

B. Pembahasan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara tingkat

pengetahuan tentang hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Bua

Kabupaten Luwu dengan perilaku pencegahan komplikasi hipertensi.

Kami akan menganalisis hasil penelitian yang diperoleh dan melakukan uji

hipotesis. Pembahasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:


44

1. Tingkat pengetahuan tentang hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas

Bua Kabupaten Luwu

Pengetahuan adalah hasil dari mengetahui dan terjadi ketika

seseorang memaknai sesuuatu objek tertentu. Pengetahuan dipengaruhi

oleh faktor pendidikan formal. Pengetahuan dan pendidikan sangat erat

kaitannya, meskipun orang mengharapkan pengetahuan yang lebih

komprehensif dengan pendidikan tinggi. Tapi ingat, bukan berarti

orang yang berpendidikan rendah juga memiliki sedikit pengetahuan

(Wawan, 2011).

Pengetahuan seseorang tentang sesuatu tidak tergantung pada

pendidikannya. Orang dengan kualifikasi akademik rendah tidak

menutup kemungkinan untuk mengumpulkan pengetahuan sendiri.

Berbagai informasi dapat diperoleh dari berbagai media yang tersedia

(Anshari, 2020).

Dalam penelitian ini tingkat pengetahuan yang dimaksud yaitu

pengetahuan dalam tingkat tahu dan paham mengenai hipertensi

seperti pengertian hipertensi, perawatan medis, kepatuhan minum obat,

life style, pola makan, dan komplikasi. Tabel 4.5 memperlihatkan

bahwa tingkat pengetahuan responden yang paling banyak adalah

tinggi. Hal ini diakibatkan oleh faktor pendidikan karena berdasarkan

karakteristik responden, mayoritas responden memiliki pendidikan

terakhir yaitu SMA dan ada juga 8 responden dengan pendidikan

tinggi. Hal ini didukung oleh hasil kuesioner pengetahuan yang


45

menunjukkan bahwa sebagian besar responden menjawab dengan

benar tentang pernyataan bahwa tekanan darah diastolik atau sistolik

yang tinggi mengindikasikan terjadinya hipertensi dan penderita

hipertensi harus minum obat seumur hidup.

Pengetahuan akan semakin berkembang karena manusia

memiliki kemampuan untuk berfikir dan mempunyai rasa ingin tahuu

yang tinggi. Akan tetapi keingintahuann yang erat memerlukan cara

yang sistematis sehingga memperoleh sebuah pengetahuann

(Kurniawan, 2021).

Penelitian ini sama dengan penelitian Fajarsari, dimana

penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden sangat

mengetahui tentang hipertensi (Fajarsari et al., 2020).

2. Perilaku pencegahan terjadinya komplikasi hipertensi di Wilayah

Kerja Puskesmas Bua Kabupaten Luwu

Perilaku adalah respon seseorang terhadap perilaku yang dapat

dipahami dan memiliki frekuensi dan tujuan tertentu, baik disadari

maupun tidak. Terkadang kita tidak menyadari bahwa interaksi ini

begitu rumit sehingga terkadang kita tidak memikirkan mengapa

seseorang melakukan tindakan tertentu. Oleh karena itu, sebelum

seorang individu dapat mengubah perilakunya, sangat penting untuk

dapat mengetahui alasan di balik perilakunya (Wawan, 2011).

Menurut Notoatmodjo (2014), perilaku juga merupakan hasil

interaksi manusia dengan berbagai pengalaman dan lingkungan yang


46

terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap, dan perilaku. Tingkah laku

adalah reaksi atau respon seseorang terhadap rangsangan dari luar atau

dari dalam.

Dalam penelitian ini, perilaku preventif mengacu pada perilaku

yang mencegah terjadinya komplikasi hipertensi yang diukur dengan

menggunakan kuesioner empat bagian yang terdiri dari pemeriksaan

kesehatan, olahraga, asupan makanan, pengendalian mental, dan

manajemen stres. Tindakan untuk mencegah tekanan darah tinggi

dapat dicapai dengan mengurangi atau membatasi asupan garam

hingga kurang dari 1500 mg/hari dengan mengubah gaya hidup.

Makan makanan sehat seperti buah segar, sayuran, makanan rendah

lemak, makanan tinggi serat, dan olahraga teratur. Jangan minum

alkohol atau merokok (Fajarsari et al., 2020).

Dengan bertambahnya pengetahuan, kesehatan akan

meningkat, yang tergantung pada kesadaran dan kemauan seseorang

untuk mencegah penyakit (Nixon, 2018).

Tabel 4.6 menunjukkan bahwa sebagian besar responden

memiliki kinerja yang baik dalam mencegah komplikasi hipertensi.

Hasil kuesioner menunjukkan bahwa sebagian besar responden

menjawab bahwa mereka sering pergi ke pelayanan kesehatan untuk

pemeriksaan kesehatan khususnya tekanan darah, sedangkan hasil

wawancara langsung dengan responden menunjukkan bahwa mereka

sering mengkonsumsi obat darah tinggi, sehingga tekanan darah


47

mereka tinggi. belum kambuh. Namun beberapa responden masih

memiliki perilaku yang tergolong cukup dan kurang. Hasil kuisioner

menunjukkan bahwa responden menjawab tidak pernah melakukan

pemeriksaan kesehatan khususnya tekanan darah pada suatu lembaga

pelayanan kesehatan, dan tidak pernah mengontrol garam saat makan.

3. Hubungan tingkat pengetahuan dengannperilaku pencegahan

terjadinya komplikasiihipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Bua

Kecamatan Bua Tahun 2021

Setelah menggunakan uji gamma untuk pengujian statistik,

didapatkan nilai P value = 0,000 yang berarti signifikan. Hal ini

menunjukkan bahwa ada hubungan antara tingkat pengetahuan di

wilayah kerja Puskesmas Bua dengan perilaku pencegahan komplikasi

hipertensi. Hal ini dapat dijelaskan dengan adanya perbedaan antara

pengetahuan rendah dan pengetahuan tinggi pada pasien hipertensi,

dan perbedaan antara pasien dengan pengetahuan rendah dan

pengetahuan tinggi dalam mencegah komplikasi hipertensi. Jika Anda

memiliki pengetahuan yang baik, Anda akan meningkatkan perilaku

kesehatan seseorang untuk mengatasi pencegahan tekanan darah tinggi

(Fajarsari et al., 2020).

Penelitian ini seperti dengan penelitian sebelumnya yang

dilakukan oleh Yanti bahwa terdapat hubungan antara tindakan

pencegahan komplikasi hipertensi antara pasien yang kurang

berpengetahuan dan berpengetahuan (Yanti et al., 2020).


48

Penelitian ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan

oleh Ardhiatma tentang “Hubungan antara pengetahuan tentang gout

arthritis dengan perilaku pencegahan gout arthritis pada lansia”

perilaku preventif dipengaruhi oleh pengetahuan. Semakin baik

pengetahuan, semakin baik pula perilaku pencegahannya (Ardhiatma,

2017). Sehingga dapat dipahami hasil penelitian ini yaitu ada

hubungan antara tingkat pengetahuan hipertensi dengan perilaku untuk

mencegah terjadinya komplikasi hipertensi. Berdasarkan hasil

penelitian ini, peneliti dapat berasumsi bahwa semakin banyak

pengetahuan, semakin baik perilaku untuk mencegah komplikasi

hipertensi.

4. Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Dalam proses pengambilan data yang dilakukan menggunakan

kuesioner terdapat keterbatasan yaitu waktu dari responden yang

hanya sedikit sehingga mereka terburu-buru dalam mengisi

kuesioner.

b. Pada saat melakukan penelitian di Puskesmas dalam 1 hari hanya

mendapatkan responden ± 3 orang.

c. Pada saat melakukan penelitian dengan mengunjungi rumah

secara langsung, penderita mengatakan tidak ada waktu untuk

mengisi koesiner dan di wawancara.


49

BAB V

KESIMPULAN & SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang sudah dijelaskan sebelumnya terkait

hubungan pengetahuan dengan perilaku pencegahan komplikasi hipertensi

di wilayah kerja Puskesmas Bois tahun 2021 dapat ditarik suatu

kesimpulan yaitu:

1. Penderita Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Bua sebagian besar

berpengetahuan tinggi tentang Hipertensi.

2. Penderita Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Bua telah banyak

menerapkan perilaku baik terhadap pencegahan terjadinya komplikasi

Hipertensi.

3. Ada hubungan tingkat pengetahuan tentang hipertensi dengan perilaku

pencegahan terjadinya komplikasi hipertensi di Wilayah Kerja

Puskesmas Bua Kabupaten Luwu Tahun 2021.

B. Saran

1. Diharapkan kepada masyarakat yang belum mengetahui tentang

hipertensi agar selalu mengikuti kegiatan seperti posbindu agar

mendapatkan informasi Kesehatan khususnya tentang hipertensi.

2. Diharapkan kepada masyarakat yang belum menerapkan perilaku baik

terhadap pencegahan terjadinya komplikasi hipertensi agar segera

mengubah perilakunya.
50

3. Diharapkan kepada petugas kesehatan khususnya perawat di Puskesmas

Bua agar memberikan edukasi kesehatan terkait hipertensi kepada

warga pada saat melakukan kegiatan seperti posbindu atau pada saat

warga kontrol ke puskesmas agar kesehatan masyarakat dapat

terkendali dengan baik.


51

Anda mungkin juga menyukai