Anda di halaman 1dari 45

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hipertensi adalah kondisi dimana meningkatnya tekanan darah baik

sistolik ataupun diastolik ≥ 140/90 mmHg (James et al., 2014). Data WHO

(World Health Organization) menunjukkan penderita hipertensi di seluruh

dunia berjumlah sekitar 1 miliar. Prevalensi hipertensi diprediksi akan terus

meningkat, pada tahun 2025 diprediksi sebanyak 29% orang dewasa yang

mengidap hipertensi di seluruh dunia. Sekitar 8 juta orang yang mengidap

hipertensi meninggal dunia setiap tahunnya, dimana 1,5 juta kematian terjadi

di Asia Tenggara (KemenKes RI, 2016).

Penyakit hipertensi merupakan penyakit kronis yang semakin meningkat

baik di negara maju maupun negara berkembang termasuk Indonesia.

Hipertensi di Indonesia merupakan penyakit dengan prevalensi tertinggi, dan

sebagai penyebab utama kematian pada pasien. Banyak pasien yang tidak

mengetahui mengalami hipertensi sehingga tidak ditangani dengan baik. Hasil

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 menunjukkan sebagian besar

kasus hipertensi belum terdiagnosis. Hal ini terlihat dari hasil pengukuran

yaitu hanya 7,2% penduduk yang sudah mengetahui memiliki hipertensi dan

hanya 0,4% kasus yang patuh minum obat hipertensi sehingga 76% dari

masyarakat belum mengetahui mengalami hipertensi (Kementerian Kesehatan

Republik Indonesia, 2012).

1
Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2018, di seluruh dunia,

sekitar 972 juta orang atau 26,4% mengidap penyakit hipertensi, angka ini

kemungkinan akan meningkat menjadi 29,2% di tahun 2021. Data Global

Status Report on Noncommunicable Diseases 2016 dari WHO, menyebutkan

40% negara ekonomi berkembang memiliki penderita hipertensi, sedangkan

negara maju hanya 35%. Kawasan Asia Tenggara, terdapat 36% orang dewasa

yang menderita hipertensi dan telah membunuh 1,5 juta orang setiap tahunnya.

Jumlah penderita hipertensi akan terus meningkat tajam, diprediksikan pada

tahun 2025 sekitar 29% atau sekitar 1,6 miliar orang dewasa di seluruh dunia

menderita hipertensi (Depkes RI 2013).

Berdasarkan hasil dari Riset Kesehatan Dasar (RisKesDas) prevalensi

hipertensi di Indonesia sebesar 34,1%, mengalami peningkatan dibandingkan

prevalensi hipertensi pada RisKesdas tahun 2013 sebesar 25,8%. Hipertensi

dapat mengakibatkan gagal ginjal, gagal jantung, stroke dan kematian jika

tidak dideteksi secara dini dan ditangani dengan tepat (James et al., 2014).

Kepatuhan minum obat pada pasien hipertensi sangatlah penting karena

tekanan darah dapat dikontrol dengan minum obat antihipertensi yang teratur,

sehingga dalam jangka panjang risiko kerusakan organorgan penting tubuh

seperti otak, jantung dan ginjal dapat dikurangi (BPOM, 2016).

Ketidakpatuhan dapat menyebabkan tujuan terapi dari pasien tidak tercapai

dan terjadi peningkatan biaya kesehatan (CMSA, 2016).

2
2

Profil kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah tahun 2020 menyebutkan kasus

tertinggi penyakit tidak menular (PTM) adalah kelompok penyakit jantung

dan

1
pembuluh darah khususnya pada kelompok hipertensi essensial yaitu

sebanyak 497.966 (67,00%) dari total 743.204 kasus penyakit jantung dan

pembuluh darah. Prevalensi hipertensi di Sulawesi Tengah yaitu 26,4% dan

berada pada peringkat ke-9 pada 10 besar provinsi di Indonesia dengan

kejadian kasus hipertensi terbanyak. (Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi

Tengah, 2021).

Data Hipertensi Puskesmas Nosarara, dari tahun 2021 perempuan

sebanyak 203 orang, Laki-laki 205 orang. Selanjutnya pada tahun 2022

Penderita hipertensi perempuan mengalami peningkatan sebanyak 348 orang,

laki-laki sebanyak 214 orang. Pada tahun 2023 data penderita hipertensi dari

bulan januari sampai dengan juni sebanyak 187 orang.

Kepatuhan dapat digunakan sebagai parameter tingkat pengetahuan pasien

melakukan instruksi dari tenaga medis yang berupa pengetahuan tentang

resep, meminum obat secara teratur dan tepat dan merubah gaya hidup. Tujuan

pengobatan pada penderita hipertensi adalah untuk meningkatkan kualitas

hidup, akan tetapi banyak yang berhenti berobat ketika tubuhnya sedikit

membaik, sehingga diperlukan kepatuhan pasien yang menjalani pengobatan

hipertensi agar didapatkan kualitas hidup pasien yang lebih baik. Faktor yang

mempengaruhi kepatuhan pasien dalam berobat antara lain tingkat pendidikan,

tingkat pengetahuan, tingkat penghasilan, kemudahan menuju fasilitas

kesehatan dan tersedianya asuransi kesehatan yang meringankan pasien dalam

membayar biaya pengobatan (Wibawa, 2018).

3
Aktivitas fisik individu tidak dapat dipisahkan dari penyakit kronis yang

akan dialami individu, baik dalam pencegahan maupun pengobatan penyakit

kronis. Aktivitas fisik ringan pada individu seperti terlalu lama duduk dapat

menyebabkan penumpukan kolesterol total pada tubuh yang dapat

meningkatkan risiko penyakit kronis. Salah satu pencegahan maupun

pengobatan dari penyakit kronis adalah dengan olah raga secara teratur.

Penyakit kronis merupakan penyakit yang memerlukan waktu lama, berbilang

bulan atau tahun, untuk proses pengobatan (Arovah, 2021).

Terkait proses pengobatan banyak masalah yang terjadi, khususnya pada

penyakit kronis seperti masalah fisiologis yaitu pemakaian obat jangka

panjang dapat menyebabkan terjadinya efek samping berupa kerusakan

kerusakan organ seperti pada hati, ginjal maupun organ lain. Selanjutnya

masalah psikologis yaitu pemakaian obat jangka panjang membuat pasien

penyakit kronis mengalami rasa tertekan. Hal ini dikarenakan pasien

diwajibkan untuk mengonsumsi obat setiap hari dan adanya efek samping

yang ditimbulkan obat yang dikonsumsi. Selain itu, masalah lingkungan

keluarga ataupun masyarakat, yaitu seringkali keluarga atau masyarakat yang

cenderung tidak mampu menerima keadaan pasien saat didiagnosis mengalami

penyakit kronis. Masalah-masalah yang telah diuraikan di atas merupakan

penyebab pasien penyakit kronis cenderung banyak yang tidak mematuhi

proses pengobatan sesuai yang dianjurkan dan diberikan oleh tim medis, yang

pada akhirnya memutuskan untuk berhenti mengonsumsi obat (Lailatusifah,

2014).

4
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Setiyana, Nabila (2021) tentang

Hubungan pengetahuan dengan kepatuhan minum obat antihipertensi.

Selanjutnya Penelitian Bhanu Juniarti (2023) tentang Tingkat pengetahuan

dengan kepatuhan minum obat pada penderita hipertensi di Kelurahan Talang

Jawa Baturaja.

Menurut studi pendahuluan yang dilakukan penulis pada tanggal 22

Agustus 2023 didapatkan dari wawancara dengan 5 orang pasien hipertensi di

Puskesmas Nosarara bahwa pasien hipertensi datang memeriksakan kesehatan

apabila ada gejala hipertensi seperti sakit kepala, lemas, nyeri dada dan sesak

nafas dan mengkonsumsi obat anti hipertensi pada saat gejala timbul saja

ketika sudah merasa sembuh maka obat anti hipertensi tersebut pasien

hentikan. sedangkan sesuai anjuran dokter apabila sudah memliliki riwayat

hipertensi maka obat tersebut selalu rutin digunakan.

Berdasarkan hal tersebut diatas maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian yang berjudul Hubungan pengetahuan dengan kepatuhan pasien

dalam minum obat anti hipertensi di puskesmas Nosarara.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah pada

penelitian ini adalah apakah ada hubungan pengetahuan dengan kepatuhan

pasien dalam minum obat anti hipertensi di Puskesmas Nosarara?.

5
C. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan dengan kepatuhan

pasien dalam minum obat anti hipertensi di Puskesmas Nosarara.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Puskesmas Nosarara

Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi pentingnya

kepatuhan pasien dalam minum obat anti hipertensi di Puskesmas

Nosarara , sehingga diharapkan mampu memberikan pengobatan KIE

(Komunikasi, Informasi, Edukasi) yang lengkap untuk mengurangi

kejadian hipertensi.

2. Bagi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Indonesia Jaya

Bagi dunia pendidikan dapat memberikan tambahan khasanah

penelitian dan sebagai bahan kajian di bidang program studi Ilmu

Kesehatan Masyarakat.

3. Bagi Peneliti

Dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan dan memperdalam

pengalaman peneliti tentang pentingnya memberikan informasi

kepatuhan dalam mengkonsumsi obat anti hipertensi.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Hipertensi

Beberapa definisi tentang hipertensi telah diungkapkan oleh

beberapa ahli atau penulis buku tentang hipertensi diantaranya menurut

Marliani (2017) menyatakan bahwa hipertensi atau tekanan darah tinggi

merupakan gangguan pada sistem peredaran darah yang dapat

menyebabkan kenaikan tekanan darah di atas nilai normal, yaitu melebihi

140 / 90 mmHg.

Menurut Crea (2019) hipertensi adalah istilah medis untuk

penyakit tekanan darah tinggi dan merupakan salah satu masalah

kesehatan masyarakat yang banyak diderita di dunia termasuk di

Indonesia. Hipertensi termasuk penyakit umum, tanpa disertai gejala

khusus dan biasanya dapat ditangani secara mudah, namun bila dibiarkan

tanpa penanganan dapat menyebabkan bebagai komplikasi yang lebih

parah berupa penyakit jantung dan pembuluh darah seperti aterosklerosis,

infark miokard, gagal jantung, gangguan fungsi ginjal dan kematian dini.

Menurut Shanty (2011) menyatakan bahwa hipertensi atau tekanan

darah tinggi adalah penyakit yang umum terjadi dalam masyarakat kita.

Keadaan itu terjadi jika tekanan darah pada arteri utama didalam tubuh

terlalu tinggi. Hipertensi kini semakin sering dijumpai pada orang lanjut

usia.

7
Berdasarkan beberapa pengertian hipertensi tersebut maka dapat

disimpulkan bahwa hipertensi adalah salah satu penyakit yang biasanya

gangguan terjadi pada sistem peredaran darah yang dapat menyebabkan

kenaikan tekanan darah di atas nilai normal, yaitu melebihi 140 / 90

mmHg

1. Etiologi

Berdasarkan etiologinya, hipertensi dibagi atas hipertensi esensial

dan hipertensi sekunder yaitu sebagai berikut (Setiawati dan Bustami,

2015): Hipertensi esensial, juga disebut hipertensi primer atau idiopatik,

adalah hipertensi yang tidak jelas etiologinya. Lebih dari 90% kasus

hipertensi termasuk dalam kelompok ini. Kelainan hemodinamik utama

pada hipertensi esensial adalah peningkatan resistensi perifer. Penyebab

hipertensi esensial adalah mulitifaktor, terdiri dari factor genetic dan

lingkungan. Faktor keturunan bersifat poligenik dan terlihat dari adanya

riwayat penyakit kardiovaskuler dari keluarga. Faktor predisposisi genetik

ini dapat berupa sensitivitas pada natrium, kepekaan terhadap stress,

peningkatan reaktivitas vascular (terhadap vasokonstriktor), dan resistensi

insulin. Paling sedikit ada 3 faktor lingkungan yang dapat menyebabkan

hipertensi yakni, makan garam (natrium) berlebihan, stress psikis, dan

obesitas. Hipertensi sekunder prevalensinya hanya sekitar 5-8% dari

seluruh penderita hipertensi. Hipertensi ini dapat disebabkan oleh penyakit

ginjal (hipertensi renal), penyakit endokrin (hipertensi endokrin), obat, dan

lain-lain.

8
2. Klasifikasi Hipertensi

Klasifikasi hipertensi menurut JNC (Joint National Committee On

Prevention, Detection, Evaluation, And The Treatment Of High Blood

Pressure), yang dikaji oleh 33 ahli hipertensi nasional Amerika Serikat.

Data terbaru menunjukkan bahwa nilai tekanan darah yang sebelumnya

dipertimbangkan normal ternyata dapat menyebabkan peningkatan resiko

komplikasi kardiovaskuler. Sehingga mendorong pembuatan klasifikasi

baru pada JNC 7, yaitu terdapat pra hipertensi dimana tekanan darah sistol

pada kisaran 120-139 mmHg, dan tekanan darah diastole pada kisaran 80-

89 mmHg. Hipertensi level 2 dan 3 disatukan menjadi level 2. Tujuan dari

klasifikasi JNC 7 adalah untuk mengidentifikasi individu-individu yang

dengan penanganan awal berupa perubahan gaya hidup, dapat membantu

menurunkan tekanan darahnya ke level hipertensi yang sesuai dengan usia.

Tabel 2.1 Klasifikasi Hipertensi Menurut JNC VII

Tekanan darah Tekanan darah


Klasifikasi tekanan darah
Sistol (mmHg) Diastol (mmHg)
Normal < 120 Dan < 80
Prehipertensi 120-139 Atau 80-89
Hipertensi stadium 1 140-159 Atau 90-99
Hipertensi stadium 2 > 160 Atau > 100

(Sumber: Crea, 2018)

WHO dan ISHWG (International Society Of Hypertension

Working Group) mengelompokkan hipertensi ke dalam klasifikasi optimal,

normal, normal-tinggi, hipertensi ringan, hipertensi sedang, dan hipertensi

berat yaitu sebagai berikut:

9
Tabel 2.2 Klasifikasi Hipertensi Menurut WHO

Kategori Sistol Diastol


Optimal < 120 < 80
Normal < 130 < 85
Normal – tinggi 130 – 139 85 – 89
Tingkat 1 (hipertensi ringan) 140 – 159 90 – 99
Sub grup: perbatasan 140 – 149 90 – 94
Tingkat 2 (hipertensi sedang) 160 – 179 100 – 109
Tingkat 3 (hipertensi berat) ≥ 180 ≥ 110
Hipertensi sistol terisolasi ≥ 140 < 90
Sub-gruo: perbatasan 140 - 149 < 90

(Sumber: Crea, 2009)

Perhimpunan Hipertensi Indonesia pada januari 2010 meluncurkan

pedoman penanganan hipertensi di Indonesia, yang diambil dari pedoman Negara

maju dan Negara tetangga. Dan klasifikasi hipertensi ditentukan berdasarkan

ukuran tekanan darah sistolik dan diastolic dengan merujuk hasil JNC 7 dan WHO

yaitu sebagai berikut:

Tabel 2.3 Klasifikasi Hipertensi Hasil Consensus Perhimpunan Hipertensi


Indonesia

Tekanan darah Tekanan darah


Kategori tekanan darah
Sistol (mmHg) Diastol (mmHg)
Normal < 120 Dan < 80
Prehipertensi 120 – 139 Atau 80-89
Hipertensi stadium 1 140 – 159 Atau 90-99
Hipertensi stadium 2 > 160 Atau > 110
Hipertensi sistol terisolasi ≥ 140 < 90

(Sumber: Crea, 2019)

3. Patofisiologi

Patofisiologi hipertensi masih belum jelas, banyak faktor yang

saling berhubungan terlibat dalam peningkatan tekanan darah pada pasien

hipertensi esensial. Namun, pada sejumlah kecil pasien penyakit ginjal

10
atau korteks adrenal (2% dan 5%) merupakan penyebab utama

peningkatan tekanan darah (hipertensi sekunder) namun selebihnya tidak

terdapat penyebab yang jelas pada pasien penderita hipertensi esensial.

Beberapa mekanisme fisiologi turut berperan aktif pada tekanan darah

normal dan yang terganggu. Hal ini mungkin berperan penting pada

perkembangan penyakit hipertensi esensial. Terdapat banyak faktor yang

saling berhubungan terlibat dalam peningkatan tekanan darah pada pasien

hipertensi (Crea, 2019).

4. Gejala Hipertensi

Hipertensi sulit disadari oleh seseorang karena hipertensi tidak

memiliki gejala khusus. Menurut Sutanto (2009), gejala-gejala yang

mudah diamati antara lain yaitu : Gejala ringan seperti pusing atau sakit

kepala, sering gelisah, wajah merah, tengkuk terasa pegal, mudah marah,

telinga berdengung,sukar tidur, sesak napas, rasa berat ditengkuk, mudah

lelah, mata berkunang-kunang, mimisan (keluar darah dari hidung).

Menurut Crea (2019) gejala hipertensi adalah sakit kepala bagian

belakang dan kaku, sulit tidur dan gelisah atau cemas dan kepala pusing,

dada berdebar-debar dan lemas, sesak nafas, berkeringat, dan pusing.

5. Komplikasi Hipertensi

Hipertensi dapat berpotensi menjadi komplikasi berbagai penyakit

diantaranya adalah stroke hemorragik, penyakit jantung hipertensi,

penyakit arteri koronaria anuerisma, gagal ginjal, dan ensefalopati

hipertensi (Shanty, 2011).

11
a) Stroke

Stroke adalah kerusakan jaringan otak yang disebabkan karena

berkurangnya atau terhentinya suplai darah secara tiba-tiba. Jaringan otak

yang mengalami hal ini akan mati dan tidak dapat berfungsi lagi. Kadang

pula stroke disebut dengan CVA (cerebrovascular accident). Hipertensi

menyebabkan tekanan yang lebih besar pada dinding pembuluh darah,

sehingga dinding pembuluh darah menjadi lemah dan pembuluh darah

rentan pecah. Namun demikian, hemorrhagic stroke juga dapat terjadi pada

bukan penderita hipertensi. Pada kasus seperti ini biasanya pembuluh

darah pecah karena lonjakan tekanan darah yang terjadi secara tiba-tiba

karena suatu sebab tertentu, misalnya karena makanan atau faktor

emosional. Pecahnya pembuluh darah di suatu tempat di otak dapat

menyebabkan sel-sel otak yang seharusnya mendapat pasokan oksigen dan

nutrisi yang dibawa melalui pembuluh darah tersebut menjadi kekurangan

nutrisi dan akhirnya mati. Darah yang tersembur dari pembuluh darah

yang pecah tersebut juga dapat merusak sel-sel otak yang berada

disekitarnya.

b) Penyakit Jantung

Peningkatan tekanan darah sistemik meningkatkan resistensi

terhadap pemompaan darah dari ventrikel kiri, sebagai akibatnya terjadi

hipertropi ventrikel untuk meningkatkan kekuatan kontraksi. Kebutuhan

oksigen oleh miokardium akan meningkat akibat hipertrofi ventrikel, hal

12
ini mengakibat peningkatan beban kerja jantung yang pada

akhirnya menyebabkan angina dan infark miokardium. Disamping itu juga

secara sederhana dikatakan peningkatan tekanan darah mempercepat

aterosklerosis dan arteriosclerosis.

c) Penyakit Arteri Koronaria

Hipertensi umumnya diakui sebagai faktor resiko utama penyakit

arteri koronaria, bersama dengan diabetes mellitus. Plak terbentuk pada

percabangan arteri yang ke arah aterikoronaria kiri, arteri koronaria kanan

dan agak jarang pada arteri sirromflex. Aliran darah kedistal dapat

mengalami obstruksi secara permanen maupun sementara yang di

sebabkan olehakumulasi plak atau penggumpalan. Sirkulasi kolateral

berkembang di sekitar obstruksiarteromasus yang menghambat pertukaran

gas dan nutrisi ke miokardium. Kegagalan sirkulasikolateral untuk

menyediakan supply oksigen yang adekuat ke sel yang berakibat

terjadinya penyakit arteri koronaria.

d) Aneurisme

Pembuluh darah terdiri dari beberapa lapisan, tetapi ada yang

terpisah sehingga memungkinkan darah masuk. pelebaran pembuluh darah

bisa timbul karena dinding pembuluh darah aorta terpisah atau disebut

aorta disekans. kejadian ini dapat menimbulkan penyakit aneurisma

diamana gejalanya adalah sakit kepala yang hebat, sakit di perut sampai ke

pinggang belakang dan di ginjal. aneurisme pada perut dan dada penyebab

13
utamanya pengerasan dinding pembuluh darah karena proses penuaan

(aterosklerosis) dan tekanan darah tinggi memicu timbulnya aneurisme.

6. Pencegahan Hipertensi

Agar terhindar dari komplikasi fatal hipertensi, harus diambil

tindakan pencegahan yang baik (stop High Blood Pressure), antara lain

menurut (Crea, 2008), dengan cara sebagai berikut:

a. Mengurangi konsumsi garam.

Pembatasan konsumsi garam sangat dianjurkan, maksimal 2 g

garam dapur untuk diet setiap hari.

b. Menghindari kegemukan (obesitas).

Hindarkan kegemukan (obesitas) dengan menjaga berat badan (b.b)

normal atau tidak berlebihan. Batasan kegemukan adalah jika berat

badan lebih 10% dari berat badan normal.

c. Membatasi konsumsi lemak.

Membatasi konsumsi lemak dilakukan agar kadar kolesterol

darah tidak terlalu tinggi. Kadar kolesterol darah yang tinggi dapat

mengakibatkan terjadinya endapan kolesterol dalam dinding

pembuluh darah. Lama kelamaan, jika endapan kolesterol bertambah

akan menyumbat pembuluh nadi dan menggangu peredaran darah.

Dengan demikian, akan memperberat kerja jantung dan secara tidak

langsung memperparah hipertensi.

14
d. Olahraga teratur.

Menurut penelitian, olahraga secara teratur dapat meyerap atau

menghilangkan endapan kolesterol dan pembuluh nadi. Olahraga yang

dimaksud adalah latihan menggerakkan semua sendi dan otot tubuh

(latihan isotonik atau dinamik), seperti gerak jalan, berenang, naik

sepeda. Tidak dianjurkan melakukan olahraga yang menegangkan

seperti tinju, gulat, atau angkat besi, karena latihan yang berat bahkan

dapat menimbulkan hipertensi.

e. Makan banyak buah dan sayuran segar.

Buah dan sayuran segar mengandung banyak vitamin dan mineral.

Buah yang banyak mengandung mineral kalium dapat membantu

menurunkan tekanan darah.

f. Tidak merokok dan minum alkohol.

g. Latihan relaksasi atau meditasi.

Relaksasi atau meditasi berguna untuk mengurangi stress

atau ketegangan jiwa. Relaksasi dilaksanakan dengan

mengencangkan dan mengendorkan otot tubuh sambil

membayangkan sesuatu yang damai, indah, dan menyenangkan.

Relaksasi dapat pula dilakukan dengan mendengarkan musik, atau

bernyanyi.

7. Penatalaksanaan

Tujuan pengobatan pasien hipertensi adalah target tekanan darah

yatiu < 140/90 mmHg dan untuk individu berisiko tinggi seperti diabetes

15
melitus, gagal ginjal target tekanan darah adalah < 130/80 mmHg,

penurunan morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler dan menghambat laju

penyakit ginjal. Pada umumnya penatalaksanaan pada pasien hipertensi

meliputi dua cara yaitu (Yogiantoro, 2016):

1) Non Farmakologis

Terapi non farmakologis terdiri dari menghentikan kebiasaan

merokok, menurunkan berat badan berlebih, konsumsi alkohol

berlebih, asupan garam dan asupan lemak, latihan fisik serta

meningkatkan konsumsi buah dan sayur.

a. Menurunkan berat badan bila status gizi berlebih

Peningkatan berat badan di usia dewasa sangat berpengaruh

terhadap tekanan darahnya. Oleh karena itu, manajemen berat

badan sangat penting dalam prevensi dan kontrol hipertensi.

b. Meningkatkan aktifitas fisik

Orang yang aktivitasnya rendah berisiko terkena hipertensi

30-50% daripada yang aktif. Oleh karena itu, aktivitas fisik antara

30-45 menit sebanyak > 3x/hari penting sebagai pencegahan

primer dari hipertensi.

c. Mengurangi asupan natrium

Apabila diet tidak membantu dalam 6 bulan, maka perlu

pemberian obat anti hipertensi oleh dokter.

16
d. Menurunkan konsumsi kafein dan alcohol

kafein dapat memicu jantung bekerja lebih cepat, sehingga

mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap detiknya. Sementara

konsumsi alkohol lebih dari 2-3 gelas/hari dapat meningkatkan

resiko hipertensi

2. Farmakologis

Terapi farmakologis yaitu obat antihipertensi yang

dianjurkan oleh JNC VII yaitu diuretika, terutama jenis thiazide

(Thiaz) atau aldosteron antagonis, beta blocker, calcium chanel

blocker atau calcium antagonist, Angiotensin Converting Enzyme

Inhibitor (ACEI), Angiotensin II Receptor Blocker atau AT1

receptor antagonist/ blocker (ARB).

B. Tinjauan Umum Tentang Kepatuhan

Kepatuhan adalah perilaku positif penderita dalam mencapai tujuan terapi.

Menurut Decision theory 1985, penderita adalah pengambil keputusan dan

kepatuhan sebagai hasil pengambilan keputusan (Suparyanto, 2015).

Menurut Taylor, perilaku ketat sering diartikan sebagai usaha penderita

untuk mengendalikan perilakunya bahkan jika hal tersebut bisa menimbulkan

resiko mengenal kesehatannya (Suparyanto, 2015). Menurut Ali 1999, patuh

adalah suka menurut perintah, taat pada perintah atau aturan. Sedangkan

kepatuhan adalah perilaku sesuai aturan dan berdisiplin. Seseorang dikatakan

17
patuh berobat bila mau datang ke petugas kesehatan yang telah ditentukan

sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan serta mau melaksanakan apa yang

dianjurkan oleh petugas (Suparyanto, 2015)

1. Pengertian
Kepatuhan adalah sejauh mana perilaku pasien sesuai dengan

ketentuan yang diberikan oleh professional kesehatan. Pasien mungkin

tidak mematuhi tujuan atau mungkin melupakan begitu saja atau salah

mengerti instruksi yang diberikan (Niven, 2012). Kepatuhan adalah salah

satu perilaku pemeliharaan kesehatan yaitu usaha saeseorang untuk

memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha

penembuhan apabila sakit (Notoatmodjo, 2018).

Kepatuhan adalah perilaku individu (misalnya: minum obat,

mematuhi diet, atau melakukan perubahan gaya hidup) sesuai anjuran

terapi dan kesehatan. Tingkat kepatuhan dapat dimulai dari tindak

mengindahkan setiap aspek anjuran hingga mematuhi rencana (Kozier,

2016).

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan


Faktor-faktor yang mempenagruhi kepatuhan menurut Niven

(2012) adalah sebagai berikut :

a. Pendidikan

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk

18
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar

peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya

untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian

diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta

keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa,

dan negara. Pendidikan klien dapat meningkatkan kepatuhan,

sepanjang bahwa pendidikan tersebut merupakan pendidikan

yang aktif.

b. Faktor Lingkungan dan Sosial

Hal ini berarti membangun dukungan sosial dari keluarga dan

teman- teman, kelompok-kelompok pendukung dapat dibentuk

untuk membantuk kepatuhan terhadap program

pengobatan.Lingkungan berpengaruh besar, lingkungan yang

harmonis dan positif akan membawa dampak yang positif serta

sebaliknya.

c. Interaksi Petugas Kesehatan dengan Klien

Meningkatkan interaksi petugas kesehatan dengan klien adalah

suatu hal penting untuk memberikan umpan balik pada klien

setelah memperoleh informasi tentang diagnosis.Suatu

penjelasan penyebab penyakit dan bagaimana pengobatan dapat

meningkatkan kepatuhan, semakin baik pelayanan yang

diberikan tenaga kesehatan, semakin teratur pula pasien

melakukan kunjungan.

19
d. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu, dari

pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang

didasari oleh pengetahuan akan langgeng dari pada perilaku

yang tidak didasari oleh pengetahuan.

3. PengukuranKepatuhan

Pengukuran kepatuhan dapat dilakukan menggunakan kuesioner

yaitu dengan cara mengumpulkan data yang diperlukan untuk

mengukur indikator-indikator yang telah dipilih. Indikator tersebut

sangat diperlukan sebagai ukuran tidak langsung mengenai standar

dan penyimpangan yang diukur melalui sejumlah tolok ukur atau

ambang batas yang digunakan oleh organisasi merupakan penunjuk

derajat kepatuhan terhadap standar tersebut. Suatu indikator

merupakan suatu variabel (karakteristik) terukur yang dapat

digunakan untuk menentukan derajat kepatuhan terhadap standar

atau pencapaian tujuan mutu, disamping itu indikator juga

memiliki karakteristik yang sama dengan standar, misalnya

karakteristik itu harus reliabel, valid, jelas, mudah diterapkan,

sesuai dengan kenyataan, dan juga dapat diukur (Al-Assaf, 2010).

4. Cara Ukur Kepatuhan

Cara ukur kepatuhan menurut Feist (2014) setidaknya terdapat

20
lima cara yang dapat digunakan untuk mengukur kepatuhan pada

20
pasien, yaitu :

a. Menanyakan pada petugas klinis

Metode ini adalah metode yang hampir selalu menjadi pilihan

terakhir untuk digunakan karena keakuratan atas estimasi yang

diberikan oleh dokter pada umumnya salah.

b. Menanyakan pada individu yang menjadi pasien

Metode ini lebih valid dibandingkan dengan metode yang

sebelumnya. Metode ini juga memiliki kekurangan, yaitu:

pasien mungkin saja berbohong untuk menghindari

ketidaksukaan dari pihak tenaga kesehatan, dan mungkin

pasien tidak mengetahui seberapa besar tingkat kepatuhan

mereka sendiri.

c. Menanyakan pada individu lain yang selalu memonitor

keadaan pasien.

Metode ini juga memiliki beberapa kekurangan. Pertama,

observasi tidak mungkin dapat selalu dilakukan secara konstan,

terutama pada hal-hal tertentu seperti diet makanan dan

konsumsi alkohol. Kedua, pengamatan yang terus menerus

menciptakan situasi buatan dan seringkali menjadikan tingkat

kepatuhan yang lebih besar dari pengukuran kepatuhan yang

lainnya.

d. Menghitung banyak obat

Dikonsumsi Pasien Sesuai Saran Medis Yang Diberikan Oleh

21
Dokter. Prosedur ini mungkin adalah prosedur yang paling

ideal karena hanya sedikit saja kesalahan.

e. Memeriksa bukti-bukti biokimia

Metode ini mungkin dapat mengatasi kelemahan-kelemahan

yang ada pada metode-metode sebelumnya. Metode ini

berusaha untuk menemukan bukti-bukti biokimia, seperti

analisis sampel darah dan urin.

5. Cara Mengurangi Ketidakpatuhan

Cara Mengurangi ketidakpatuhan menurut Niven (2012) antara lain:

a. Mengembangkan tujuan dari kepatuhan itu sendiri, banyak dari

pasien yang tidak patuh yang memiliki tujuan untuk mematuhi

nasihat- nasihat pada awalnya. Pemicu ketidakpatuhan

dikarenakan jangka waktu yang cukup lama serta paksaan dari

tenaga kesehatan yang menghasilkan efek negatif pada

penderita sehingga awal mula pasien mempunyai sikap patuh

bisa berubah menjadi tidak patuh

b. Perilaku sehat, hal ini sangat dipengaruhi oleh kebiasaan,

sehingga perlu dikembangkan suatu strategi yang bukan hanya

untuk mengubah perilaku, tetapi juga mempertahankan

perubahan tersebut. Kontrol diri, evaluasi diri dan

penghargaan terhadap diri sendiri harus dilakukan dengan

kesadaran diri. Modifikasi perilaku harus dilakukan antara

pasien dengan pemberi pelayanan kesehatan agar terciptanya

22
perilaku sehat.

20
c. Dukungan sosial, dukungan sosial dari anggota keluarga dan

sahabat merupakan faktor-faktor penting dalam kepatuhan

pasien.

6. Cara Meningkatakan Kepatuhan

Cara meningkatkan kepatuhan menurut Niven (2012) antara lain :

1) Meningkatkan kontrol diri.

Penderita harus meningkatkan kontrol dirinya untuk

meningkatkan ketaatannya dalam menjalani pengobatan,

karena dengan adanya kontrol diri yang baik dari penderita

akan semakin meningkatkan kepatuhannya dalam

menjalani pengobatan.

2) Meningkatkan efikasi diri.

Efikasi diri dipercaya muncul sebagai prediktor yang

penting dari kepatuhan. Seseorang yang mempercayai diri

mereka sendiri untuk dapat mematuhi pengobatan yang

kompleks akan lebih mudah melakukannya.

3) Mencari informasi tentang pengobatan.

Kurangnya pengetahuan atau informasi berkaitan dengan

kepatuhan serta kemauan dari penderita untuk mencari

informasi mengenai penyakitnya dan terapi medisnya,

informasi tersebut biasanya didapat dari berbagai sumber

seperti media cetak, elektronik atau melalui program

pendidikan di rumah sakit.

23
C. Tinjauan Umum Tentang Pengetahuan

1. Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan adalah merupakan hasil ”tahu” dan ini terjadi setelah

orang mengadakan penginderaan terhadap suatu objek tertentu yang mana

Penginderaan ini terjadi melalui panca indera manusia yakni indera

penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba yang sebagaian besar

pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pada waktu

penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat

dipengaruhi oleh intensitas perhatian persepsi terhadap objek. Sebagian

besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga

(Notoatmodjo, 2018).

Pengetahuan itu sendiri dipengaruhi oleh faktor pendidikan formal.

Pengetahuan sangat erat hubungannya dengan pendidikan, dimana

diharapkan bahwa dengan pendidikan yang tinggi maka orang tersebut

akan semakin luas pula pengetahuannya. Akan tetapi perlu ditekankan,

bukan berarti seseorang yang berpendidikan rendah mutlak

berpengetahuan rendah pula. Hal ini mengingat bahwa peningkatan

pengetahuan tidak mutlak diperoleh dari pendidikan non formal (Wawan

A dan Dewi, 2010).

Pengetahuan seseorang tentang suatu objek mengandung dua aspek

yaitu aspek positif dan aspek negatif. Kedua aspek ini yang akan

menentukan sikap seseorang, semakin banyak aspek positif dan objek yang

diketahui, maka akan menimbulkan sikap makin positif terhadap objek

24
tertentu. Menurut teori WHO yang dikutip oleh Notoatmodjo (2018), salah

satu bentuk objek kesehatan dapat dijabarkan oleh pengetahuan yang

diperoleh dari pengalaman sendiri (Wawan A dan Dewi, 2010).

2. Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting

untuk terbentuknya tindakan seseorang (ovent behavior). Dari pengalaman

dan penelitian ternyata prilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih

langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.

Pengetahuan yang cukup didalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat

yaitu:

a. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah

mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dan seluruh

bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab

itu ”tahu” ini adalah merupakan tingkat pengetahuan yang paling

rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang

dipelajari yaitu menyebutkan, menguraikan, mengidentifikasi,

menyatakan dan sebagainya.

b. Memahami (Comprehention)

Memahami artinya sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan

secara benar tentang obyek yang diketahui dan dimana dapat

menginterprestasikan secara benar. Orang yang telah paham terhadap

25
objek atau materi terus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh,

menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap suatu objek yang

dipelajari.

c. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi

yang telah dipelajari pada situasi ataupun kondisi rill (sebenarnya).

Aplikasi disini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum -

hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau

situasi yang lain.

d. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menyatakan materi atau

suatu objek kedalam komponen - komponen tetapi masih di dalam

struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitanya satu sama lain.

e. Sintesis (Syntesis)

Sintesis yang dimaksud menunjukkan pada suatu kemampuan

untuk melaksanakan atau menghubungkan bagian - bagian di dalam

suatu keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu

kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi yang ada.

f. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan

justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-

penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau

26
menggunakan kriteria - kriteria yang telah ada (Wawan A dan

Dewi , 2010).

3. Cara Memperoleh Pengetahuan

Cara memperoleh pengetahuan dapat dikelompokkan menjadi dua,

yaitu Cara Tradisional atau Non Ilmiah, dan Cara Modern. (Wawan, A

dan Dewi M, 2010).

a. Cara Tradisional atau Non Ilmiah

1) Cara Coba – Salah (Trial and Error)

Cara coba - salah ini dilakukan dengan menggunakan

beberapa kemungkinan dalam metode memecahkan masalah, dan

apabila kemungkinan tersebut tidak berhasil, dicoba kemungkinan

yang lain. Itulah sebabnya cara ini disebut trial (coba) dan error

(gagal atau salah) atau metode coba salah.

2) Secara Kebetulan

Penemuan kebenaran secara kebetulan karena tidak disengaja

oleh orang yang bersangkutan.

3) Cara Kekuasaan atau Otoritas

Cara memperoleh pengetahuan ini dapat diperoleh dari

pemimpin - pemimpin masyarakat baik formal maupun informal,

para pemuka agama, pemegang pemerintahan dan sebagainya.

Dengan kata lain, pengetahuan tersebut diperoleh berdasarkan

pemegang otoritas, yakni orang yang mempunyai wibawa atau

27
kekuasaan, baik tradisi, otoritas pemerintah, otoritas

pemimpin agama, maupun ahli ilmu pengetahuan atau ilmuan.

4) Berdasarkan Pengalaman Pribadi

Pengalaman pribadi dapat digunakan sebagai upaya

memperoleh pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara

mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam

memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa yang lalu.

5) Melalui Jalan Pikiran

Manusia mempunyai penalaran dalam memperoleh

pengetahuan.

b. Cara Modern Dalam Memperoleh Ilmu Pengetahuan

Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan pada

dewasa ini lebih sistematis, logis, dan ilmiah. Cara ini disebut metode

penelitian ilmiah, atau lebih popular disebut dengan metode penelitian

(Research Methodology). (Notoatmodjo, 2012 )

4. Kriteria tingkat pengetahuan

Menurut Wawan, A dan Dewi. M (2010), pengetahuan seseorang

dapat diketahui dan diinterpretasikan dengan skala yang bersifat kualitatif,

yaitu:

a.) Baik, hasil persentase 76%-100%

b.) Cukup, hasil persentase 56%-75%

c.) Kurang, hasil persentase < 56%

28
5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

a. Faktor Internal

1) Pendidikan

Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang

terhadap perkembangan orang lain menuju kearah cita-cita tertentu

yang menentukan manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupan

untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan. Pendidikan

diperlukan untuk mendapat informasi misalnya hal-hal yang

menunjang kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup.

2) Pekerjaan

Pekerjaan adalah kebutuhan yang harus dilakukan terutama

untuk menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarga. Pekerjaan

bukanlah sumber kesenangan, tetapi lebih banyak merupakan cara

mencari nafkah yang membosankan, berulang dan banyak tantangan.

Sedangkan bekerja umumnya merupakan kegiatan yang menyita

waktu.

3) Umur

Usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan

sampai berulang tahun. Dari segi kepercayaan masyarakat seseorang

yang lebih dewasa dipercaya dari orang yang belum tinggi

kedewasaanya. Hal ini akan sebagai dari pengalaman dan

kematangan jiwa.

29
b. Faktor Eksternal

1) Faktor Lingkungan

Lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada disekitar

manusia dan pengaruhnya yang dapat mempengaruhi perkembangan

dan perilaku orang atau kelompok.

2) Sosial Budaya

Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat

mempengaruhi dari sikap dalam menerima informasi (Wawan A dan

Dewi, 2010).

D. Landasan Teori

Menurut teori Lawrence Green (1980) dalam Notoatmodjo 2018, faktor

yang berhubungan dengan kepatuhan pasien dalam minum obat anti hipertensi

adalah faktor predisposisi, faktor pendukung dan faktor pendorong. Kepatuhan

pasien dalam minum obat anti hipertensi dihubungkan oleh faktor predisposisi

yaitu, pengetahuan, sikap, motivasi dan faktor pendukung adalah fasilitas

pelayanan kesehatan, keterjangkauan sumberdaya kesehatan sedangkan faktor

pendorong adalah petugas kesehatan dan dukungan keluarga.

E. Kerangka Pikir

Kerangka pikir adalah kelanjutan dari kerangka teori atau landasan teori

yang disesuaikan dengan tujuan khusus penelitian yang akan dicapai.

Kerangka pikir dalam penelitian ini adalah untuk meneliti mengenai hubungan

antara pengetahuan dengan kepatuhan pasien dalam minum obat anti

hipertensi di Puskesmas Nosarara.

30
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada kerangka pikir berikut ini:

Pengetahuan Kepatuhan Minum


Obat Anti Hipertensi

Gambar 2.2 Kerangka Pikir Penelitian.

F. Hipotesis

Ada hubungan antara Pengetahuan dengan kepatuhan pasien dalam minum

obat anti hipertensi di Puskesmas Nosarara.

31
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan menggunakan

pendekatan cross sectional yaitu suatu jenis penelitian yang dilakukan

dalam pengumpulan data baik independent variable (variabel bebas)

dengan dependent variable (variabel terikat) dilakukan pada saat yang

bersamaan (Hasmi, 2012).

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan November 2023 dan akan

dilaksanakan di Puskesmas Nosarara.

C. Variabel dan Definisi Operasional

1. Variabel

a. Variabel independen (variabel bebas) adalah variabel yang

mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahan dan timbulnya

variabel terikat (Putra, 2012). Variabel bebas dalam penelitian ini

adalah pengetahuan.

b. Variabel dependen (variabel terikat) adalah variabel yang

dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas

(Putra, 2012). Variabel terikat dalam penelitian ini yaitu

Kepatuhan minum obat anti hipertensi.

2. Definisi Operasional

Adapun definisi operasional dalam penelitian ini adalah :

32
a. Kepatuhan minum obat

Kepatuhan minum obat yang dimaksud adalah Ketaatan

responden dalam melakukan pengobatan hipertensi sesuai dengan

ketentuan yang diberikan oleh dokter. Pengobatan yang dimaksud

yaitu Melakukan pemeriksaan (berupa kontrol tekanan darah) dan

Kepatuhan konsumsi obat.

Cara ukur : wawancara

Alat ukur : Kuesioner

Skala ukur : Ordinal

Hasil ukur : 2 = tinggi, jika diperoleh skor 76% - 100%

dari total skor kuesioner.

1 = sedang, jika diperoleh skor 56% - 75% dari

total skor kuesioner .

0 = Kurang jika diperoleh skor < 56%dari total

skor kuesioner.

b. Pengetahuan

Pengetahuan yang dimaksud adalah segala sesuatu yang

diketahui dan dipahami responden tentang pengertian, penyebab,

tanda dan gejala hipertnsi, komplikasi, pencegahan, dan pengobatan

Cara ukur : wawancara

Alat ukur : Kuesioner

Skala ukur : Ordinal

33
Hasil ukur : 2 = Baik jika diperoleh skor 76% - 100% dari

total skor kuesioner.

1 = Cukup jika diperoleh skor 56% - 75% dari total

skor kuesioner .

0 = Kurang jika diperoleh skor< 56%dari total skor

kuesioner. (Wawan dan Dewi, 2010).

D. Jenis dan Cara Pengumpulan Data

1. Jenis Data

a. Data Primer

Data primer diperoleh dengan wawancara langsung kepada

responden dengan menggunakan kuesioner.

b. Data sekunder

Data yang didapatkan dari Dinas Kesehatan Provinsi

Sulawesi Tengah dan Data dari Puskesmas Nosarara.

2. Cara pengumpulan data

Cara yang digunakan dalam pengumpulan data ini adalah cross

sectional yaitu data yang dikumpulkan dengan menyebarkan kuesioner

kepada responden untuk diisi dan dijawab sesuai dengan apa yang

diketahui responden.

Untuk pengetahuan mengunakan skala Guttman, Untuk pernyataan

positif, jika dijawab benar diberi skor 1 dan jika dijawab salah diberi

skor 0. Sedangkan untuk pernyataan negatif, jika dijawab benar diberi

skor 0 dan jika dijawab salah diberi skor 1.

34
Untuk kepatuhan pertanyaan nomor 5 dan 9 merupakan pertanyaan

kepatuhan sedangkan untuk pertanyaan nomor 1,2,3,4,6,7, dan 8

merupakan keterangan tentang riwayat konsumsi obat hipertensi.

Untuk pertanyan kepatuhan mengunakan skala Guttman, dengan

penilaian pernyataan positif, jika dijawab benar diberi skor 1 dan jika

dijawab salah diberi skor 0. Sedangkan untuk pernyataan negatif, jika

dijawab benar diberi skor 0 dan jika dijawab salah diberi skor 1

E. Pengolahan Data

Data yang diperoleh kemudian diolah dengan menggunakan

komputer. Adapun tahap-tahapan pengolahan data yang dilakukan yaitu :

1. Editing (penyunting data), yaitu pengecekan isian pada data instrumen

apakah data yang terkumpul sudah jelas, lengkap, dan relevan.

2. Coding (pengkodean data), yaitu mengubah data berupa huruf menjadi

angka sehingga memudahkan dalam proses entry data.

3. Entry, yaitu proses pemasukan data ke dalam program komputer untuk

selanjutnya dianalisa.

4. Tabulating, yaitu proses mengelompokkan data atau tabulasi data.

5. Cleaning (pembersihan data), yaitu memeriksa kembali data bila terjadi

kesalahan,

6. Describing,yaitu menggambarkan data sesuai dengan variabel

penelitian.

35
F. Analisis Data

Analisis univariat, untuk melihat distribusi frekuensi dari setiap

variabel bebas dan variabel terikat yang termasuk dalam penelitian dengan

menggunakan rumus:

f
P= x 100%
n

Dimana:

P = Persentase

f = Frekuensi

n = Jumlah sampel

Analisis bivariat, untuk menguji hubungan antara variabel

independen dengan variabel dependen menggunakan uji Chi-Square,

dengan tingkat kepercayaan 95% dan tingkat kemaknaan 0,05. Adapun

rumus Chi-Square adalah:

(O−E)²
x² = ∑
E

O = Observed (data yang didapat)

E = expected (data yang diharapkan)

Penguji hipotesis:

a. Jika nilai p ≤ 0,05 berarti secara statistik ada hubungan yang bermakna

(H0 ditolak)

b. Jika nilai p > 0,05 secara statistik tidak ada hubungan bermakna (H0

diterima).

36
G. Penyajian Data

Data yang sudah diolah dan dianalisa akan disajikan dalam bentuk

tabel distribusi frekuensi disertai dengan penjelasan (narasi).

H. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi merupakan keseluruhan objek atau subjek yang berada pada

suatu wilayah dan memenuhi syarat – syarat tertentu (Martono, 2011).

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penderita hipertensi di

Puskesmas Nosarara yang terdata dari bulan januari sampai dengan

juni sebanyak 187 orang.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi (keseluruhan obyek) yang

akan diteliti dan dianggap mewakili populasi. Tekhnik pengambilan

sampel dalam penelitian ini adalah accidental sampling.

Pada penelitian ini yang menjadi sampel adalah penderita

hipertensi yang berobat di Nosarara. Besar sampel dihitung dengan

menggunakan rumus Slovin yaitu sebagai berikut :

Keterangan

N = Jumlah Populasi

n = Jumlah Sampel

d = Derajat Ketepatan 10% (0.1)

37
N
n= 2
1+ N (d ❑❑)

187
n=
1+ 187 ( 0 ,1 ) ²

187
n=
2 ,87

n = 65

jadi, besarnya sampel yang akan dijadikan penelitian adalah 65

responden.

Cara Pengambilan Sampel

Adapun kriteria inklusi dan eksklusi dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

a. Kriteria inklusi

Kriteria inklusi adalah kriteria dimana subjek penelitian dapat

mewakili dalam sampel penelitian yang memenuhi syarat sebagai

sampel (Notoatmodjo, 2012 dalam Amita, 2015). Kriteria inklusi dalam

penelitian ini adalah:

1) Penderita hipertensi ketika diukur tekanan darahnya melebihi batas

normal dengan rentang usia 30 – 65 tahun

2) Pasien yang sudah pernah berobat dengan riwayat hipertensi

sebelumnya

3) Sehat jasmani dan rohani

38
4) Dapat membaca dan menulis

5) Masyarakat yang bertempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas

Nosarara

6) Bersedia menjadi responden

b. Kriteria eksklusi

1) Pasien yang memiliki riwayat hipertensi walaupun pada saat

penelitian tekanan darahnya normal.

39
DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, A. M. 2010. Psikologi Perkembangan. Penerbit Renika Cipta.

Andra. 2009. Ancaman Serius Hipertensi di Indonesia. http://www.majalah-


farmacia.com,.

Anggraini, A.D., dan Waren, A. 2009. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan


Kejadian Hipertensi pada Pasien yang berobat di Poliklinik Dwasa
Puskemas Bangkiang periode Januari sampai Juni 2008.
Http://yayanakhyar.wordpress.com

Arikunto, S. 2009. Prosedur Penelitian: Suatu Pengantar Praktik. Jakarta: Rineka


Cipta.

Arovah 2021. Faktor- Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Hipertensi Pada
Pasien yang berobat di Poliklinik Dewasa Puskesmas Bangkinang, Skripsi,
Fakultas Farmasi, Universitas Tarumanegara.

Aulia Rizki. 2013. hubungan pengetahuan terhadap kepatuhan minum obat pasien
hipertensi di instalasi rawat jalan RSUD Dr. Moewardi Soerakarta. Skripsi

A. Wawan dan Dewi, 2010. Teori dan Pengukuran Pengetahuan, Sikap dan
Perilaku Manusia, Nuha Medik, Yogyakarta.

Baliwati. 2009. Hipertensi : Tekanan Darah Tinggi. Penerbit Kanisius. Jakarta.


E-book google http://books.google.co.id

Bhanu Juniarti. 2023. Tingkat Pengetahuan Dengan Kepatuhan Minum Obat


Pada Penderita Hipertensi.
file:///C:/Users/Windows%207/Downloads/205-Article%20Text-1512-2-
10-20230412.pdf

BPOM, 2016, Kepatuhan Pasien: Faktor Penting Dalam Keberhasilan Terapi, info
POM, Vol 7, No.5.

Crea, M. 2019. Hypertension. Jakarta: Medya.

Depkes. 2010. Masalah Hipertensi di Indonesia. Trans media. Jakarta

Departemen Kesehatan RI, 2013, Pedoman Teknis Penemuan dan Tata Laksana
Penyakit Hipertensi, Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular
DepKes RI, Jakarta.

40
Departemen Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah, 2017, Pedoman Teknis
Penemuan dan Tata Laksana Penyakit Hipertensi, Direktorat Pengendalian
Penyakit Tidak Menular, Palu, Sulawesi Tengah.

Elsanty, S. 2009. Panduan Hidup Sehat Bebas Kolesterol, Stroke, Hipertensi &
Serangan Jantung. Yogyakarta: Araska.

Falupi Niken Kurnia. 2013. Hubungan Pengetahuan Tentang Hipertensi Dengan


Kepatuhan Meminum Obat Pada Pasien Hipertensi di Poliklinik Penyakit
Dalam Rumah Sakit. Skripsi. Surakarta

Jaya. 2009. Analisis Faktor Risiko Hipertensi Pada Masyarakat Nagari Bungo
Tanjung Sumatera Barat. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Sumawa P.M.R., Wullur A.C. and Yamlean P.V.Y., 2015, Evaluasi Kerasionalan
Penggunaan Obat 12 Antihipertensi Pada Pasien Hipertensi Rawat Inap di
RSUP PROF . DR . R . D . Kandou Manado Periode Januari-Juni 2014,
Pharmacon Jurnal Ilmiah Farmasi.

KemenKes RI, 2021, Pedoman Teknis Penemuan dan Tatalaksana Hipertensi,


Kementerian Kesehatan RI, Jakarta.

Kemenkes RI, 2016, Info Datin Pusat Data Dan Informasi Kementrian Kesehatan
RI, Jakarta: Kementerian Kesehatan RI, 109 (1), 1–8. Terdapat di:
http://www.depkes.go.id/download.phpfile=download/pusdatin/infodatin.p
df

KemenKes RI, 2017, Profil Data Kesehatan Indonesia Tahun 2015, Kementerian
Kesehatan RI, Jakarta.

Kumar, 2015. Hipertensi Penyakit Vaskuler. http://www.medicine.com/

Lailatusifah., 2014, Farmakologi dan Terapi Hipertensi Edisi 5, Balai Penerbit


FKUI, Jakarta.

Marliani, L. 2007. 100 Question & Answers Hipertensi. Jakarta: PT Elex Media
Komputindo Gramedia.

Miftakhuddin. 2007. Hubungan antara Faktor Karakteristik, Konsumsi Garam


dan Konsumsi Energi dengan Kejadian Hipertensi Penduduk Usia Lebih
Dari 30 Tahun di Desa Pasar Banggi Rw 4 Kecamatan Rembang
Kabupaten Rembang. Semarang: Universitas Muhammdiyah.

Nisa. 2012. Hubungan pola makan dengan penderita hipertensi. Jakarta. FKM UI

41
Notoatmodjo, S. 2012. Pendidikan dan ilmu perilaku. Jakarta: Rineka Cipta.

Notoatmodjo, S. 2018. Pendidikan dan ilmu perilaku. Jakarta: Rineka Cipta.

Nursalam. 2019. Gambaran Kepatuhan penderita Hipertensi. Semarang. UNDIP

Parkinson, M. 2014. Test Yourself: Personality Questionnaires, Memahami


Kuesioner Kepribadian. Solo: Tiga Seragkai.

Panggabean PASH, Wartana Kadek, Sirait Esron., AB Subardin., Rasiman


Noviany, Pelima Robert. 2017. Pedoman Penulisan Proposal/Skripsi,
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Indonesia Jaya. Palu.

Puskesmas Nosarara.2022. Profil puskesmas Nosarara. Palu Selatan

Rinkesdas. 2013. Laporan Hasil Riset Kesehatan. Jakarta: Penerbit Buku


Kedokteran EGC.

Sarawpang T Yosprinto. 2014. pengetahuan pasien tentang obat antihipertensi


golongan ACE Inhibitor dengan kepatuhan pasien dalam pelaksanaan
terapi hipertensi.Jurnal. Unstrat Manado

Shanty, 2015. Mayo Clinic Hipertensi, Mengatasi Tekanan Darah Tinggi. PT


Intisari Mediatama. Jakarta

Soegeng santosa, Anne lis. 2010. Penyakit Jantung : Hipertensi & Nutrisi.
Penerbit Bumi Aksara. Jakarta

Sulistyoningsih. 2011. Hipertensi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Suparyanto. 2015. Konsep Kepatuhan 1.


(http://dr-suparyanto.blogspot.com/2010/10/konsep-kepatuhan-1.html

Sutanto. 2019. Mayo Clinic Hipertensi, Mengatasi Tekanan Darah Tinggi. PT


Intisari Mediatama. Jakarta

WHO, 2018, Adherence to Long-Term Therapies, Switzeland.

Wibawa R.A., 2018, Hubungan Antara Cara Bayar Dengan Kepatuhan berobat
Pada Pasien Hipertensi Rawat Jalan, Terdapat di: http://digilib.uns.ac.id
[diakses tanggal 11 Agustus 2023].

42

Anda mungkin juga menyukai