Anda di halaman 1dari 30

PROPOSAL PROMOSI KESEHATAN

HIPERTENSI PADA LANSIA DI PUSKESMAS CIKALONGWETAN

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan


Mata Kuliah Promosi Kesehatan Semester 1

Dosen Pengampu: Ns. Mega Monasari, M.Kes

Dosen Pembimbing: Sri Wahyuni., S.Pd., M.Kes., Ph.D

Oleh :

KELOMPOK 4

Neng Dian Cahya. P C.0105.19.065

Risma Asryanti C.0105.19.0

Galuh Nazlul Furqon C.0105.19.0

YAYASAN PAMBUDHI LUHUR


STIKES BUDI LUHUR CIMAHI
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS
2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hipertensi merupakan salah satu kontributor yang menyebabkan
penyakit jantung dan stroke, yang kemudian menjadi penyebab kematian
prematur dan kecacatan di dunia. Hipertensi menyebabkan sekitar 9,4 juta
kematian di seluruh dunia setiap tahunnya. Hipertensi menyebabkan
setidaknya 45% kematian karena penyakit jantung dan 51% kematian karena
penyakit stroke (Kementrian Kesehatan RI, 2014). Hipertensi umumnya
terjadi tanpa gejala, sehingga dapat dikatakan sebagai pembunuh diam-diam
atau silent killer. Hal ini dapat berlangsung bertahun-tahun, sampai akhirnya
penderita jatuh ke dalam kondisi darurat, dan bahkan terkena penyakit
jantung, stroke atau rusak ginjalnya (WHO, 2013).
Hipertensi seringkali tidak menimbulkan gejala, sementara tekanan
darah yang terus-menerus tinggi dalam jangka waktu lama dapat
menimbulkan komplikasi. Hipertensi merupakan suatu kondisi ketika tekanan
darah di pembuluh darah meningkat secara kronis (Rhosifanni, 2016).
Hipertensi yang tidak terkontrol akan menimbulkan berbagai komplikasi, pada
jantung dapat terjadi infark miokard, jantung koroner, gagal jantung kongestif,
pada otak dapat terjadi stroke, ensevalopati hipertensif, dan bila mengenai
ginjal terjadi gagal ginjal kronis, sedangkan bila mengenai mata akan terjadi
retinopati hipertensif. Selain berbagai komplikasi yang mungkin timbul,
hipertensi dapat berdampak terhadap psikologis penderita yang disebabkan
kualitas hidup yang rendah (Nuraini, 2015).
Menurut catatan World Health Organization (WHO) tahun 2011, satu
milyar orang di dunia menderita hipertensi. Prevalensi hipertensi akan terus
mengalami peningkatan secara tajam. Pada tahun 2025, diprediksi 29%
penduduk di dunia akan menderita hipertensi, dengan estimasi sekitar 1,56
milyar orang dewasa (Kementrian Kesehatan RI, 2013). Dari 927 juta
penderita hipertensi di dunia, sebanyak 333 juta penderita berada di negara
maju dan 639 juta penderita sisanya terdapat di negara berkembang
(Firmansyah, Lukman, & Mambangsari, 2017). Di Asia Tenggara, prevalensi
hipertensi secara umum mencapai 36%. Indonesia merupakan negara
peringkat kelima untuk kasus kejadian hipertensi (Darnindro & Sarwono,
2017).
Saat ini penyakit degeneratif dan kardiovaskular merupakan salah satu
masalah kesehatan di Indonesia, terutama hipertensi. Berdasarkan hasil Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, prevalensi hipertensi pada penduduk
usia ≥18 tahun di Indonesia sebesar 25,8%. Penderita hipertensi yang
terdiagnosis oleh tenaga kesehatan atau memiliki riwayat minum obat hanya
sebesar 9,5%, Hal ini menunjukkan sekitar 16,3% kasus hipertensi di
Indonesia belum terdiagnosis dan belum terjangkau pelayanan kesehatan
(Kementrian Kesehatan RI, 2014). Pada tahun 2016, kasus hipertensi di
Indonesia mengalami peningkatan yang signifikan. Berdasarkan data Survei
Indikator Kesehatan Nasional (Sirkesnas) tahun 2016, prevalensi hipertensi
berdasarkan pengukuran tekanan darah mencapai 30,9% (Kementrian
Kesehatan RI, 2017). Angka hipertensi di Jawa Barat 29,4%. Jumlah pasien
hipertensi di Kota Bandung, menurut data Dinas Kesehatan Kabupaten
Bandung Barat tahun 2018 sebanyak 165.483 jiwa. Menurut IKS DTP
Cikalongwetan, angka hipertensinya mencapai 14,5%.

Seiring dengan peningkatan kasus hipertensi, komplikasi dapat terjadi


jika hipertensi tidak ditangani dengan tepat (Yanti, 2016). Kebijakan
pemerintah Indonesia yaitu dengan memberikan perhatian serius dalam
pencegahan dan penanggulangan hipertensi. Hal ini dibuktikan dengan
dibentuknya Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular berdasarkan
Peraturan Menteri Kesehatan No. 1575 Tahun 2005 dalam melaksanakan
pencegahan dan penanggulangan penyakit jantung dan pembuluh darah
(Zurrahman, Wati, & Sari, 2014). Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS) juga mengadakan Program Pengelolaan Penyakit Kronis (Prolanis).
Program ini dilaksanakan secara terintegrasi dalam rangka pemeliharaan
kesehatan bagi penderita hipertensi (BPJS Kesehatan, 2015). Meskipun sudah
dibentuknya badan tersebut, angka penderita hipertensi Indonesia masih
mengalami peningkatan setiap tahunnya (Tjekyan, 2014)
Pandangan masyarakat terhadap penyakit hipertensi justru dianggap
sebagai suatu penyakit biasa. Banyak persepsi yang salah dari masyarakat
mengenai penyakit hipertensi, yaitu penyakit hipertensi tidak perlu penangan
serius, hipertensi mudah sembuh, hipertensi identik dengan pemarah, terlalu
sering makan obat hipertensi akan mengakibatkan sakit ginjal, tidak perlu
mengatur diet dan semakin tua semakin tinggi batas tekanan darah normalnya.
Anggapan tersebut membuat penyakit hipertensi sering diabaikan dan tidak
perlu serius dalam mengobatinya (Hermawan, 2014).
Salah satu faktor risiko yang menyebabkan terjadinya peningkatan
angka kejadian hipertensi merupakan ketidakpatuhan pasien dalam
melaksanakan program terapi yang dianjurkan oleh tenaga kesehatan.
Ketidakpatuhan pada program terapi merupakan masalah yang besar pada
pasien hipertensi (Triguna, 2013). Program terapi untuk pasien hipertensi
terdiri dari terapi farmakologis dan non farmakologis (Harwandy, 2017). Obat
hipertensi terbukti dapat mengontrol tekanan darah penderita hipertensi.
Sehingga, tingkat keberhasilan pengobatan pasien hipertensi yang ditandai
dengan terkontrolnya tekanan darah dipengaruhi oleh kepatuhan pasien dalam
minum obat hipertensi (Noorhidayah, 2016). Hal ini sesuai dengan penelitian
yang menunjukan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat
kepatuhan minum obat antihipertensi dengan tekanan darah terkontrol
(Hairunisa, 2014).
Kepatuhan minum obat pasien hipertensi merupakan hal yang harus
diperhatikan karena hipertensi merupakan penyakit harus selalu dikontrol
(Puspita, 2017). Pada penderita yang tidak terkontrol tekanan darahnya, 50%
diantaranya dikarenakan memiliki masalah kepatuhan terhadap minum obat
(Harijianto, 2015). Tidak terkontrolnya tekanan darah dalam waktu yang lama
bisa menyebabkan komplikasi penyakit hipertensi seperti stroke dan penyakit
jantung. Pasien hipertensi yang berhenti minum obat kemungkinan 5 kali lebih
besar terkena stroke (Harwandy, 2017).
Terjadinya ketidakpatuhan dikarenakan keadaan pasien yang merasa
bosan harus minum obat setiap hari dan juga harus menerapkan perilaku hidup
sehat setiap hari (Utami, 2016). Selain dari hal tersebut, ketidakpatuhan pada
minum obat hipertensi mencapai 30-50%, juga disebabkan oleh beberapa
faktor seperti pemilihan obat, biaya pengobatan, kurangnya dukungan
keluarga dan sosial, dan kondisi sosio-ekonomi (Darnindro & Sarwono, 2017).
Penelitian yang dilakukan oleh Puspita menunjukkan bahwa faktor tingkat
pendidikan terakhir, lama menderita hipertensi, tingkat pengetahuan tentang
hipertensi, dukungan keluarga, peran petugas kesehatan, motivasi berobat,
memiliki hubungan dengan kepatuhan dalam menjalani pengobatan hipertensi
(Puspita, 2017).
Penderita hipertensi membutuhkan orang lain untuk memberikan
dukungan guna memperoleh kenyamanannya. Pasien hipertensi dengan
tingkat dukungan keluarga yang tinggi akan meningkatkan tingkat kepatuhan
pasien (Susanto, 2015). Berdasarkan hasil penelitian dari Sumantra (2017),
terdapat hubungan antara dukungan keluarga dengan kepatuhan minum obat
pada lansia hipertensi. Hal ini sejalan dengan penelitian Ahda (2016),
dukungan keluarga responden berhubungan secara signifikan, positif dan kuat
terhadap tingkat kepatuhan minum obat pasien hipertensi. semakin tinggi
dukungan keluarga pasien maka semakin tinggi tingkat kepatuhan pasien
dalam minum obat hipertensi.
Dukungan keluarga merupakan salah satu faktor yang tidak dapat
diabaikan begitu saja, karena dukungan keluarga merupakan salah satu dari
faktor yang memiliki kontribusi yang cukup berarti dan sebagai faktor penguat
yang mempengaruhi kepatuhan pasien (Zainuri, 2015). Dukungan keluarga
dalam hal ini mendorong penderita untuk patuh meminum obatnya,
menunjukkan simpati dan kepedulian. Dalam memberikan dukungan terhadap
salah satu anggota yang menderita penyakit, dukungan dari seluruh anggota
keluarga sangat penting untuk proses penyembuhan dan pemulihan penderita
(Irnawati, 2016). Keluarga memiliki peranan penting dalam proses
pengawasan, pemeliharaan dan pencegahan terjadinya komplikasi hipertensi
di rumah. Selain itu, keluarga juga dapat memberikan dukungan dan membuat
keputusan mengenai perawatan yang dilakukan oleh penderita hipertensi
(Imran, 2017).

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat
tentang hipertensi dan diet hipertensi serta memberi edukasi sekaligus
penerapan senam lansia yang benar.
2. Tujuan Khusus
Setelah mengikuti kegiatan ini diharapkan Kelompok Lansia
Hipertensi mampu:
a) Kelompok lansia hipertensi mengerti dan mengetahui tentang
hipertensi
b) Kelompok lansia mampu mengimplementasikan diet hipertensi di
rumah
c) Kelompok lansia mengerti dan memahami kebutuhan nutrisi
lansia dengan hipertensi

C. Kriteria Hasil
1. Proses
a. Pelaksanaan kegiatan sesuai dengan waktu yang telah direncanakan
b. Kelompok lansia mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir
c. Kelompok lansia berperan aktif selama jalannya kegiatan
2. Hasil
a. Kegiatan berjalan lancar dan Kelompok lansia mengikuti kegiatan
dari awal sampai akhir.
b. Kelompok lansia mengerti tentang penyakit hipertensi dan mampu
menjelaskan apa itu penyakit hipertensi dengan baik.
c. Kelompok lansia mampu menjelaskan cara diet hipertensi.
BAB II
LANDASAN TEORITIS

A. Konsep Dasar Lansia


1. Pengertian Lanjut Usia
Menua atau menjadi tua adalah suatu proses keadaan yang terjadi
di dalam kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang
hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak
permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan suatu proses alamiah yang
berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya, yaitu anak,
dewasa, dan tua. Tiga tahap ini berbeda baik secara psikologis maupun
biologis. Memasuki usia tua berarti mengalami kemunduran, misalnya
kemunduran fisik yang ditandai dengan kulit mengendur, rambut memutih,
gigi mulai ompong, pendengaran kurang jelas, penglihatan semakin
memburuk. Gerakan lamban dan figur tubuh yang tidak profesional.
(Nugroho, 2008)

Usia lanjut bukan merupakan suatu penyakit dalam proses menua


tersebut bukanlah merupakan suatu penyakit yang harus ditolak dan
dihindari, sebab proses menuanya menusia merupakan proses yang alami
dan kemunduran hukum alam yang pasti terjadi. Sebagaimana yang
terdapat dalam buku tata laksana perawatan kesehatan masyarakat
dijelaskan bahwa beberapa teori tentang lanjut usia yaitu :

a. Teori psikodinamis, menyatakan bahwa proses ketuaan merupakan


masa penurunan bertahap dan masa puncak kedewasaan seseorang
sampai kematian.
b. Teori pemisahan diri, menyatakan situasi menjadi usia lanjut secara
normal adalah merupakan suatu pemisahan (pengunduran) diri dan
orang lain dalam sistem sosial.
c. Teori Kegiatan, mengemukakan moril tinggi pada para usia ianjut
dapat dipertahankan apabila mereka ikut aktif dalam kegiatan sehari-
hari
d. Konsep pengembangan, menyatakan bahwa proses menjadi tua adalah
merupakan tahap pengembangan yang normal dan memiliki ciri-ciri
tersendiri sebagaimana tahap perkembangan sebelumnya.
2. Batas-Batas Lanjut Usia
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia.

Usia lanjut meliputi :

a. Usia pertengah (Middle Age) ialah kelompok usia antara 45 s/d 59


tahun.
b. Lanjut usia (elderly) ialah antara 60 s/d 74 tahun
c. Lanjut usia tua (Old) ialah antara 75 s/d 90 tahun
d. Usia sangat tua (Very Old) ialah diatas 90 tahun
3. Perubahan - perubahan yang terjadi pada Lanjut Usia.
a. Perubahan Fisik
Perobahan Fisik seperti rambut memutih, kulit
berkerut,penglihatan dan pendengaran berkurang,tulang mudah patah,
persendian menjadi kaku dan kurang jelas, kemampuan berpikir
menurun, kekuatan jantung dan paru berkurang, sering buang air besar,
cepat lelah dan sebagamya atau secara umumnya seluruh sistem organ
tubuh fungsinya menurun.

b. Perubahan Mental
Akibat Manifestasi kemunduran kerja otak dan susunan
persyarafan orang tua sering mengeluh pelupa, tetapi mereka senang
menceritakan apa-apa pengalamannya berulang. Hal ini sering
dijumpai adalah disorientasi Perobahan waktu, tempat, dan seseorang.
Bila perobahan fungsi mental belum mengalami kelainan patologik
maka belum dikatkan dimensia. Untuk itu besar sekali peran keluarga
dan pengasuh atau perawat menerima usia lanjut.

c. Perubahan Sosial.
Perobahan sosial terutama bagi mereka memasuki usia pensiun
yang dianggap sudah terputus dengan dunia pekerjaannya sehingga
setatus sosial mereka berkurang, tingkat penghasilan rendah, dikaitkan
dengan peranan dalam pekerjaan. Bagi mereka yang kurang siap
menerima kenyataan ini mengalami kegoncangan yang berakibat
kurang senang berhubungan dengan tetangga, teman sebaya dan
senang menyendin serta hubungan sosial terputus.

Menurut Buku Pedoman Pembinaan Usia Lanjut bagi petugas


puskesmas dinyatakan permasalahan yang khusus yang terjadi pada
Lanjut usia

1) Proses ketuaan yang terjadi secara alami dengan Konsekwensi


timbulnya masalah mental fisik dan sosial.
2) Perobahan Sisialisasi karena Produktifitas yang mulai menurun,
berkurangnya kesibukan sosial dan integrasi dengan lingkungan.
3) Produktifitas yang menurun dengan keterampilan menurun,
namun kebutuhan hidup terus meningkat.
4) Kebutuhan pelayanan kesehatan terutama untuk kelainan
degeneratif yang memerlukan biaya tinggi.
5) Perubahan sosial masyarakat yang mengarah kepada tatanan
masyarakat Individualistic
Para lanjut usia kurang mendapatkan perhatian sehingga tersisih
dari kehidupan masyarakat dan menjadi terlantar.

Berbagai upaya pembinaan kesehatan lansia telah dicanangkan


oleh pemerintah untuk kesejahteraan bagi lansia terutama lansia yang
terlantar seperti dengan menyelenggarakan Panti Jompo, sarana
pengobatan gerontik, posyandu lansia yang dilaksanakan setiap bulan
dan sebagainya.yang semuanya itu adalah untuk kesejahteraan bagi
lansia menghadapi usia lanjut yang bahagia.

B. Konsep Dasar Hipertensi


1. Pengertian Hipertensi
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah di
atas normal atau tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya di atas
140 mmHg dan tekanan diastoliknya di atas 90 mmHg. Pada populasi
manula, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan
tekanan diastolik 90 mmHg. Hipertensi merupakan penyebab utama gagal
jantung, stroke, dan gagal ginjal. Disebut sebagai “pembunuh diam-diam”
karena orang dengan hipertensi sering tidak menampakkan gejala. Separuh
orang yang menderita hipertensi tidak sadar akan kondisinya. Begitu
penyakit ini diderita, tekanan darah pasien harus dipantau dengan interval
teratur karena hipertensi merupakan kondisi seumur hidup.
Hipertensi adalah nama lain dari tekanan darah tinggi. Tekanan darah itu
sendiri adalah kekuatan aliran darah dari jantung yang mendorong dinding
pembuluh darah (arteri). Kekuatan tekanan darah ini bisa berubah dari waktu
ke waktu, dipengaruhi oleh aktivitas apa yang sedang dilakukan jantung
(misalnya sedang berolahraga atau dalam keadaan normal/istirahat) dan daya
tahan pembuluh darahnya. Hipertensi adalah kondisi di mana tekanan darah
lebih tinggi dari 140/90 milimeter merkuri (mmHG).
Angka 140 mmHG merujuk pada bacaan sistolik, ketika jantung
memompa darah ke seluruh tubuh. Sementara itu, angka 90 mmHG mengacu
pada bacaan diastolik, ketika jantung dalam keadaan rileks sembari mengisi
ulang bilik-biliknya dengan darah. Perlu diketahui bahwa tekanan sistolik
adalah tekanan maksimal karena jantung berkontraksi, sementara tekanan
diastolik adalah tekanan terendah di antara kontraksi (jantung beristirahat).
Hipertensi adalah gangguan pada sistem pembuluh darah yang ditandai
dengan meningkatnya tekanan darah ≥ 140/90 mmHg.
Hipertensi atau istilah medisnya HTN dikenal sebagai gangguan tekanan
darah, yakni tekanan darah tinggi. Biasanya dikategorikan yang mengidap
hipertensi bila tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg. (Brunner Suddarth,
2015).

2. Etiologi Hipertensi
Berdasarkan etiologinya hipertensi dibagi menjadi dua golongan,
yaitu:
a. Hipertensi esensial atau hipertensi primer
Hipertensi ini merupakan hipertensi yang tidak diketahui
peyebabnya atau disebut juga hipertensi idiopatik. Terdapat 95%
kasus (Smeltzer&Bare, 2001). Banyak faktor yang mempengaruhinya,
seperti jenis kelamin, genetik, usia, lingkungan, sistem
reninangiotensin dan sistem saraf otonom.Faktor-faktor lainya yaitu
merokok, konsumsi garam berlebih, alkohol, obesitas, stres dan
kurang berolahraga/aktivitas fisik. (Lauralee, 2001; dalamRahmadani,
2011).
b. Hipertensi sekunder
Hipertensi ini terdapat sekitar 5% kasus dari semua prevalensi
hipertensi. Penyebab spesifiknya diketahui, misalnya; penyakit ginjal
(glomerulonefritis akut, nefritis kronis, penyakit poliartritis, diabetes
nefropati), penyakit endokrin (hipotiroid, hiperkalsemia, akromegali),
koarktasioaorta, hipertensi pada kehamilan, kelainan neurologi, obat-
obat dan zat-zat lain (Lauralee, 2001; dalamRahmadani, 2011).
Hipertensi primer terdapat pada lebih dari 90 % penderita
hipertensi, sedangkan 10 % sisanya disebabkan oleh hipertensi
sekunder (Gunawan, 2001). Meskipun hipertensi primer belum
diketahui dengan pasti penyebabnya, data-data penelitian telah
menemukan beberapa faktor yang sering menyebabkan terjadinya
hipertensi. Faktor tersebut adalah sebagai berikut :
c. Faktor keturunan
Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki
kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang
tuanya adalah penderita hipertensi.
d. Ciri perseorangan
Ciri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi
adalah:
1) Umur (jika umur bertambah maka TD meningkat)
2) Jenis kelamin (laki-laki lebih tinggi dari perempuan)
3) Ras (ras kulit hitam lebih banyak dari kulit putih)

Pada umunya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik.


Hipertensi terjadi sebagai respon peningkatan cardiac output atau
peningkatan tekanan perifer. Namun ada beberapa faktor yang
mempengaruhi terjadinya hipertensi:
a. Genetik: Respon nerologi terhadap stress atau kelainan eksresi
atautransport Na.
b. Obesitas, terkait dengan level insulin yang tinggi yang mengakibatkan
tekanan darah meningkat.
c. Stress Lingkungan.
d. Hilangnya Elastisitas jaringan dan arterisklerosis pada orang tua serta
pelebaran pembuluh darah.
Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah
terjadinya perubahan - perubahan pada :
a. Elastisitas dinding aorta menurun
b. Katub jantung menebal dan menjadi kaku
c. Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun
sesudah berumur 20 tahun kemampuan jantung memompa darah
menurun menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.
d. Kehilangan elastisitas pembuluh darah
Hal ini terjadi karenakurangnya efektifitas pembuluh darah perifer
untuk oksigenasi
Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer

3. Patofisiologi Hipertensi
Menurut Smeltzer & Bare (2002:898) mengatakan bahwa mekanisme
yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat
vasomotor pada medulla oblongata di otak dimana dari vasomotor ini mulai
saraf simpatik yang berlanjut ke bawah korda spinalis dan keluar dari kolomna
medulla ke ganglia simpatis di torax dan abdomen, rangsangan pusat
vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui
sistem saraf simpatis . Pada titik ganglion ini neuron preganglion melepaskan
asetilkolin yang merangsang serabut saraf paska ganglion ke pembuluh darah,
dimana dengan melepaskannya norepinefrine mengakibatkan konstriksi
pembuluh darah.
Faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon
pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriktif yang menyebabkan
vasokonstriksi pembuluh darah akibat aliran darah yang ke ginjal menjadi
berkurang atau menurun dan berakibat diproduksinya renin, renin akan
merangsang pembentukan angiostensin I yang kemudian diubah menjadi
angiostensin II yang merupakan vasokonstriktor yang kuat yang merangsang
sekresi aldosteron oleh korteks adrenal dimana hormon aldosteron ini
menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal dan menyebabkan
peningkatan volume cairan intra vaskuler yang menyebabkan hipertensi.
Terjadinya hipertensi dapat disebabkan oleh beberapa faktor sebagai berikut :
a. Curah jantung dan tahanan perifer
Mempertahankan tekanan darah yang normal bergantung kepada
keseimbangan antara curah jantung dan tahanan vaskular perifer. Sebagian
terbesar pasien dengan hipertensi esensial mempunyai curah jantung yang
normal, namun tahanan perifernya meningkat. Tahanan perifer ditentukan
bukan oleh arteri yang besar atau kapiler, melainkan oleh arteriola kecil,
yang dindingnya mengandung sel otot polos. Kontraksi sel otot polos
diduga berkaitan dengan peningkatan konsentrasi kalsium intraseluler
(Lumbantobing, 2008). Kontriksi otot polos berlangsung lama diduga
menginduksi perubahan sruktural dengan penebalan dinding pembuluh
darah arteriola, mungkin dimediasi oleh angiotensin, dan dapat
mengakibatkan peningkatan tahanan perifer yang irreversible. Pada
hipertensi yang sangat dini, tahanan perifer tidak meningkat dan
peningkatan tekanan darah disebabkan oleh meningkatnya curah jantung,
yang berkaitan dengan overaktivitas simpatis. Peningkatan tahanan peifer
yang terjadi kemungkinan merupakan kompensasi untuk mencegah agar
peningkatan tekanan tidak disebarluaskan ke jaringan pembuluh darah
kapiler, yang akan dapat mengganggu homeostasis sel secara substansial
(Lumbantobing, 2008).
b. Sistem renin-angiotensin
Sistem renin-angiotensin mungkin merupakan sistem endokrin yang paling
penting dalam mengontrol tekanan darah. Renin disekresi dari aparat
juxtaglomerular ginjal sebagai jawaban terhadap kurang perfusi
glomerular atau kurang asupan garam. Ia juga dilepas sebagai jawaban
terhadap stimulasi dan sistem saraf simpatis (Lumbantobing, 2008). Renin
bertanggung jawab mengkonversi substrat renin (angiotensinogen)
menjadi angotensin II di paru-paru oleh angiotensin converting enzyme
(ACE). Angiotensin II merupakan vasokontriktor yang kuat dan
mengakibatkan peningkatan tekanan darah (Lumbantobing, 2008).
c. Sistem saraf otonom
Stimulasi sistem saraf otonom dapat menyebabkan konstriksi arteriola dan
dilatasi arteriola. Jadi sistem saraf otonom mempunyai peranan yang
penting dalam mempertahankan tekanan darah yang normal. Ia juga
mempunyai peranan penting dalam memediasi perubahan yang
berlangsung singkat pada tekanan darah sebagai jawaban terhadap stres
dan kerja fisik (Lumbantobing, 2008).
d. Peptida atrium natriuretik (atrial natriuretic pept ide /ANP)
ANP merupakan hormon yang diproduksi oleh atrium jantung sebagai
jawaban terhadap peningkatan volum darah. Efeknya ialah meningkatkan
ekskresi garam dan air dari ginjal, jadi sebagai semacam diuretik alamiah.
Gangguan pada sistem ini dapat mengakibatkan retensi cairan dan
hipertensi (Lumbantobing, 2008).

4. Tanda dan Gejala Hipertensi


Manifestasi klinis pada klien dengan hipertensi adalah :
a. Peningkatan tekanan darah > 140/90 mmHg
b. Sakit kepala
c. Epistaksis
d. Pusing / migrain
e. Rasa berat ditengkuk
f. Sukar tidur
g. Mata berkunang kunang
h. Lemah dan lelah
i. Muka pucat
j. Suhu tubuh rendah
k. Mudah marah
l. Telinga berdengung
m. Terasa sakit di tengkuk
Sebagian besar pasien dengan hipertensi biasanya tidak
mempunyai gejala spesifik yang menunjukkan kenaikan tekanan darahnya
dan hanya diidentifikasi dengan pemeriksaan tekanan darah saja (Kurt,
2000; dalam Sari 2011). Seseorang dapat menganggap sakit kepala, pusing
atau hidung berdarah merupakantanda-tanda meningkatnya tekanan darah,
padahal gejala tersebut hanya sebagian kecil yangterjadi akibat hipertensi
(Sheps, 2005; dalam Sari, 2011).Sebuah penelitian menemukan tidak ada
hubungan antara sakit kepaladengan meningkatnya tekanan darah, bahkan
sebagian orang tidak merasakan tanda atau gejala apapun.
Tanda dan gejala lain yang sering dihubungkan dengan hipertensi
seperti keringat berlebihan, kejang otot, sering berkemih dan
denyutjantung yang cepat dan tidak beraturan atau palpitasi (Sheps, 2005;
dalam Sari, 2011). Gejala lain yang umumnya terjadi pada penderita
hipertensi yaitu pusing, muka merah, sakit kepala, keluar darah dari
hidung secara tiba-tiba, tengkuk terasa pegal dan lain-lain
(Wiryowidagdo,2002; dalam Sagala, 2010). Kushartanti (2008)
menyebutkan gejala hipertensi yakni meliputi pusing, kaku tengkuk, kaku
bahu, kesemutan, mual, lemas, sakit pinggang dan sesak nafas.Menurut
Smeltzer&Bare (2001) faktor yang mempengaruhi gejala hipertensi yaitu
adanya kerusakan/gangguan vaskuler dengan manifestasi yang khas sesuai
dengan sistem organ yang divaskularisasi.
5. Penatalaksanaan Hipertensi
a. Terapi nonfarmakologi
Menerapkan gaya hidup sehat bagi setiap orang sangat penting
untuk mencegah tekanan darah tinggi dan merupakan bagian yang penting
dalam penanganan hipertensi. Semua pasien dengan prehipertensi dan
hipertensi harus melakukan perubahan gaya hidup. Perubahan yang sudah
terlihat menurunkan tekanan darah dapat terlihat pada tabel 4 sesuai
dengan rekomendasi dari JNC VII. Disamping menurunkan tekanan darah
pada pasien-pasien dengan hipertensi, modifikasi gaya hidup juga dapat
mengurangi berlanjutnya tekanan darah ke hipertensi pada pasien-pasien
dengan tekanan darah prehipertensi.12 Modifikasi gaya hidup yang
penting yang terlihat menurunkan tekanan darah adalah mengurangi berat
badan untuk individu yang obes atau gemuk; mengadopsi pola makan
DASH (Dietary Approach to Stop Hypertension) yang kaya akan kalium
dan kalsium; diet rendah natrium; aktifitas fisik; dan mengkonsumsi
alkohol sedikit saja. Pada sejumlah pasien dengan pengontrolan tekanan
darah cukup baik dengan terapi satu obat antihipertensi; mengurangi
garam dan berat badan dapat membebaskan pasien dari menggunakan
obat. 10 Program diet yang mudah diterima adalah yang didisain untuk
menurunkan berat badan secara perlahan-lahan pada pasien yang gemuk
dan obes disertai pembatasan pemasukan natrium dan alkohol. Untuk ini
diperlukan pendidikan ke pasien, dan dorongan moril. Fakta-fakta berikut
dapat diberitahu kepada pasien supaya pasien mengerti rasionalitas
intervensi diet:
a) Hipertensi 2 – 3 kali lebih sering pada orang gemuk dibanding orang
dengan berat badan ideal
b) Lebih dari 60 % pasien dengan hipertensi adalah gemuk (overweight)
c) Penurunan berat badan, hanya dengan 10 pound (4.5 kg) dapat
menurunkan tekanan darah secara bermakna pada orang gemuk
d) Obesitas abdomen dikaitkan dengan sindroma metabolik, yang juga
prekursor dari hipertensi dan sindroma resisten insulin yang dapat
berlanjut ke DM tipe 2, dislipidemia, dan selanjutnya ke penyakit
kardiovaskular.
e) Diet kaya dengan buah dan sayuran dan rendah lemak jenuh dapat
menurunkan tekanan darah pada individu dengan hipertensi.
f) Walaupun ada pasien hipertensi yang tidak sensitif terhadap garam,
kebanyakan pasien mengalami penurunaan tekanan darah sistolik
dengan pembatasan natrium.
JNC VII menyarankan pola makan DASH yaitu diet yang kaya
dengan buah, sayur, dan produk susu redah lemak dengan kadar total
lemak dan lemak jenuh berkurang. Natrium yang direkomendasikan < 2.4
g (100 mEq)/hari. Aktifitas fisik dapat menurunkan tekanan darah. Olah
raga aerobik secara teratur paling tidak 30 menit/hari beberapa hari per
minggu ideal untuk kebanyakan pasien. Studi menunjukkan kalau olah
raga aerobik, seperti jogging, berenang, jalan kaki, dan menggunakan
sepeda, dapat menurunkan tekanan darah.
Keuntungan ini dapat terjadi walaupun tanpa disertai penurunan
berat badan. Pasien harus konsultasi dengan dokter untuk mengetahui jenis
olah-raga mana yang terbaik terutama untuk pasien dengan kerusakan
organ target. Merokok merupakan faktor resiko utama independen untuk
penyakit kardiovaskular. Pasien hipertensi yang merokok harus
dikonseling berhubungan dengan resiko lain yang dapat diakibatkan oleh
merokok.
6. Komplikasi Hipertensi
a. Gangguan Neurologi / syaraf (kelumpuhan), Serangan otak /stroke
b. Gangguan ginjal
c. Kematian
d. Penebalan dan pengerasan dinding pembuluh darah
e. Penyakit jantung
f. Pengelihatan menurun atau pandangan buram
g. Gangguan gerak dan keseimbangan
h. Kematian
7. Cara Pencegahan Hipertensi
a. Memperhatikan menu makanan
1) Kurangi makanan yang mengandung lemak dan garam
2) Makanlah makanan yang cukup mengandung kalori protein,
vitamin dan mineral
3) Makanlah makanan yang mengandung tinggi serat dan minum
yang cukup minimal 1-6 gelas perhari
4) Diit Rendah Garam I (200-400 mg Na)
Dalam memasak makanan yang tidak ditambahkan garam
dapur, bahan makanan mengandung tinggi natrium
dihindarkan dan diberikan pada penderita hipertensi berat
5) Diit Rendah Garam II (600-800 mg Na)
6) Boleh ditambahkan seperempat sendok teh garam (1gram)
bahan makanan tinggi natrium dihindarkan dan diberikan pada
hipertensi sedang.
7) Diit Rendah Garam III (1000-1200 mg Na)
Boleh digunakan setengah sendok teh garam dapur (2
gram) bahan makanan tinggi natrium dhindarkan dan diberikan
pada hipertensi ringan
b. Menjaga berat badan secara stabil
c. Olah raga yang cukup
d. Senam relaksasi otot progresif
e. Istirahat yang cukup
f. Hindari stress
g. Kontrol secara teratur ke pelayanan Kesehatan untuk pencegahan
komplikasi
h. Makan makanan yang bergizi
i. Mengubah kebiasaan hidup (kurangi merokok, minum kopi)
j. Kurangi makan berlemak tinggi dan tinggi bergaram
k. Dekatkan diri pada Tuhan

C. Konsep Dasar Diet Hipertensi


1. Asupan
a. Asupan Natrium
1) Pengertian Natrium
Natrium adalah kation utama dalam cairan extraseluler
konsentrasi serum normal adalah 136 sampai 145 mEg / L,
Natrium berfungsi menjaga keseimbangan cairan dalam
kompartemen tersebut dan keseimbangan asam basa tubuh serta
berperan dalam transfusi saraf dan kontraksi otot.
Garam dapur atau garam dalam pengertian sehari-hari, terdiri
dari unsur mineral natrium (Na) alias sodium dan klorida (Cl),
yang bergabung menjadi satu molekul bernama natrium klorida
(NaCl). Jumlah sodium dalam garam dapur sekitar 40 persen, dan
sisanya adalah ion klorida.
Natrium dalam garam (NaCl) sebenarnya bermanfaat untuk
menjaga regulasi volume dan tekanan darah, menjaga kontraksi
otot, transmisi sel syaraf, serta membantu keseimbangan air, asam
dan basa dalam tubuh. Namun, berdasarkan Panduan Umum Gizi
Seimbang 2003, konsumsi garam tidak boleh lebih dari 6 gram (1
sendok teh) dalam 1 hari, atau sama dengan 2.300 mg natrium
untuk kebutuhan tiap orang. Garam sangat erat dengan hipertensi.
Setengah sendok teh garam saja, bisa menaikkan tekanan sistolik
sebesar 5 poin dan tekanan diastolik naik 3 poin. (Susanto, 2010).
Asupan garam yang tinggi ini berkaitan erat dengan
terjadinya tekanan darah tinggi. Riset menunjukkan kenaikan 1/2
sendok teh garam akan menaikkan tekanan sistolik 5 poin dan
tekanan diastolik 3 poin. Sebaliknya mengurangi garam menjadi
kurang dari 1 sendok teh akan menurunkan tekanan sistolik 7 poin
dan diastolik 4 poin.
Selain memicu hipertensi konsumsi garam yang tinggi juga
bisa mengganggu kerja ginjal. Sebenarnya tubuh punya mekanisme
untuk mengeluarkan kelebihan garam, tapi karena tingginya garam
yang diasup ginjal jadi kesulitan untuk mengeluarkan. Akibatnya
jumlah natrium di dalam tubuh sangat banyak. Padahal, natrium
memiliki sifat mengikat cairan (retensi cairan) (Susanto, 2010).
Ketika jumlah natrium dalam tubuh tinggi, maka jumlah
cairannya ikut meningkat sehingga volume darah bertambah dan
tekanannya semakin besar. Jika ditambah dengan konsumsi lemak
berlebih yang mengakibatkan pembuluh darahnya mengecil.
Akibatnya bisa fatal karena pembuluh darahnya bisa pecah
(Kompas, 2011).
Perhimpunan Hipertensi Indonesia (Ina SH) mencatat,
konsumsi garam rata-rata orang Indonesia tiga kali lebih besar dari
anjuran badan kesehatan dunia (WHO) yang maksimal 5 gram atau
satu sendok teh seharian. Konsumsi garam rata-rata masyarakat
Indonesia sebesar 15 gram per hari.
2) Bahaya garam bagi kesehatan.
Garam, khususnya ion natrium, yang masuk ke tubuh akan
langsung diserap ke dalam pembuluh darah, sehingga konsentrasi
ion natrium dalam darah akan meningkat. Ion natrium itu
mempunyai sifat retensi air (menahan air), sehingga menyebabkan
volume darah menjadi naik dan hal itu secara otomatis
menyebabkan tekanan darah menjadi naik.
Mengonsumsi terlalu banyak garam dapat menyebabkan
masalah kesehatan yang serius. Ada tujuh langkah yang perlu
ketahui agar bisa mengurangi jumlah garam dalam makanan.
a) Baca terlebih dahulu kandungan nutrisi pada kemasan
makanan. Ini merupakan cara termudah untuk mengurangi
konsumsi garam. Jika kadar garam atau sodium dalam
makanan tinggi, Anda harus menghindari membelinya.
b) Perhatikan label dalam kemasan makanan. Jika makanan
tersebut bebas dari natrium, tidak mengandung garam atau
kadar sodium yang terbatas maka makanan tersebut lebih baik
daripada makanan lain dengan kadar garam yang lebih tinggi.
c) Disiplin dengan jumalah natriun yang Anda kosnsumsi.
American Heart Association hingga National Academy of
Science di Amerika Serikat menganjurkan konsumsi garam
dibatasi tidak lebih dari 2.400 mg dalam sehari.
d) Selalu perhatikan makanan Anda. Daging tanpa kulit, susu
skim, buah dan sayuran segar. Daging tanpa kulit, susu skim,
buah dan sayuran segar mengandung sedikit garam. Sementara
sayuran, buah, sup dan daging dalam kemasan memiliki
salinitas yang jauh lebih tinggi.
e) Sajikan makanan tanpa menggunakan garam. Saat Anda
memasak, sebaiknya gunakan berbagai macam bumbu dapur
untuk memperkaya rasa masakan bukan dengan menambahkan
banyak garam.
f) Hindari menaruh garam diatas meja makan. (Medicastore,
2010)
b. Asupan Kalium
Kalium merupakan ion utama dalam cairan intraseluler, cara
kerja kalium adalah kebalikan dari Na. konsumsi kalium yang
banyak akan meningkatkan konsentrasinya di dalam cairan
intraseluler, sehingga cenderung menarik cairan dari bagian
ekstraseluler dan menurunkan tekanan darah.

c. Asupan Magnesium
Magnesium merupakan inhibitor yang kuat terhadap
kontraksi vaskuler otot halus dan diduga berperan sebagai
vasodilator dalam regulasi tekanan darah. The joint national
Committee on Prevention, detection, Evaluation and Treatment of
High Blood Presure (JNC) melaporkan bahwa terdapat hubungan
timbal balik antara magnesium dan tekanan darah.

d. Kalsium
Sejumlah penelitian menyebutkan bahwa tidak ada hubungan
yang signifikan antara diet kalsium dengan prevalensi hipertensi.
Hubungan diet kalsiun dengan hipertensi tampak pada perempuan
ras Afrika Amerika. Peningkatan konsumsi per hari (untuk total
asupan kalsium 1500 mg per hari) tidak memberikan pengaruh
terhadap tekanan darah pada laki-laki. Dengan demikian, peran
suplementasi kalsium untuk mencegah hipertensi tidak terbukti.
Namun, JNC VI merekomendasikan peningkatan asupan kalium,
magnesium dan kalsium untuk pencegahan dan pengelolaan
hipertensi. Asupan kalsium yang direkomendasikan sebesar 1000
sampai 2000mg perhari.
BAB III
PERENCANAAN KEGIATAN
A. Pelaksanaan Kegiatan
1. Topik / Judul Kegiatan

Penyuluhan kesehatan tentang Hipertensi di Puskesmas Cikalongwetan.

2. Sub Topik

Diet Hipertensi

3. Sasaran / Target

Masyarakat (lansia)

4. Metode

a. Ceramah

b. Diskusi

c. Senam

5. Media dan Alat

a. Powerpoint

b. Leaflet

c. Poster
6. Waktu dan Tempat

Hari/Tanggal :

Waktu : 30 menit Jam 10.00-10.30

Tempat : Puskesmas Cikalongwetan

7. Proses Kegiatan Pendidikan Kesehatan

No Kegiatan Penyuluhan Kegiatan Peserta Waktu


1. Pembukaan
a. Mengucapkan a. Menjawab 5 Menit
salam salam
b. Memperkenalkan b. Menyimak
diri penjelasan
penyuluh
c. Menjelaskan tujuan c. Menyimak
penyuluhan penjelasan
penyuluh
d. Melakukan d. Menyimak
Apersepsi materi penjelasan
yang akan diberikan penyuluh

2. Inti
a. Menjelaskan a. Peserta 15 Menit
pengertian menyimak
hipertensi penjelasan
b. Menjelaskan penyuluh
penyebab hipertensi b. Peserta
c. Menjelaskan tanda menanyakan
gejala hipertensi apa yang belum
d. Meyebutkan bahaya dipahami
hipertensi
e. Menjelaskan
pencegahan
hipertensi
f. Memberi
kesempatan pada
peserta untuk
bertanya
3. Penutup
a. Melakukan evaluasi a. Peserta dapat 10 Menit
pendidikan menjawab
kesehatan pertanyaan
b. Memberikan b. Menyimak
kesimpulan kesimpulan
c. Mengucapkan yang
salam penutup disampaikan
c. Mengucapkan
salam penutup

8. Kriteria Hasil
a. Proses
1) Pelaksanaan kegiatan sesuai dengan waktu yang telah direncanakan
2) Kelompok lansia mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir
3) Kelompok lansia berperan aktif selama jalannya kegiatan

b. Hasil
1) Kegiatan berjalan lancar dan Kelompok lansia mengikuti kegiatan
dari awal sampai akhir
2) Kelompok lansia mengerti tentang penyakit hipertensi dan diet
hipertensi. Kelompok lansia mampu menjelaskan cara
penatalaksanaan dengan baik.
B. Susunan Kepanitiaan
1. Pelindung
Aan Somana., S.Kp., M.Pd., MNS
2. Penasehat
Ening., A.Md.Keb
3. Penanggungjawab
Sri Wahyuni., S.Pd., M.Kes., Ph.D
4. Ketua Pelaksanaan
Galuh Nazlul Furqon., A.Md.Kep., SKM
5. Sekretaris
Neng Dian Cahya Purnama., A.Md.Kep
6. Bendahara
Risma Asryanti., AMK
7. Humas
Galuh Nazlul Furqon., A.Md.Kep., SKM
8. Seksi Acara
a. Pembukaan
Galuh Nazlul Furqon., A.Md.Kep., SKM
b. Inti
Risma Asryanti., AMK
c. Penutupan
Neng Dian Cahya., A.Md.Kep
9. Logistik
Arie Risanto., A.Md.Kep
10. Konsumsi
Yopi Lisdawati., A.Md.Kep
Endang Hartati., A.Md.Kep
11. Dokumentasi
Ni Putu Nani Setiawati., A.Md.Kep
C. Rencana Anggaran Biaya
1. Honor

No Pelaksana Jumlah Jumlah Jam Honor/Jam Biaya

Kegiatan

1. Transport 1 1 Rp. 150.000 Rp. 150.000

Dosen

2. Transport 3 1 Rp. 100.000 Rp. 300.000

Mahasiswa

2. Bahan/Peralatan

No Bahan Volume Biaya satuan (Rp) Biaya (Rp)

1. Foto copy materi 25 5000 Rp. 100.000

penyuluhan

3. Perjalanan dan akomodasi

No Bahan Volume Biaya Satuan (Rp) Biaya (Rp)


1. Pertamax 1 kali penyuluhan Rp. 10.000 Rp. 100.000

Turbo

2. Snack 1 x 30 Rp. 5000 Rp. 150.000

3. Makan 1 x 15 Rp. 20.000 Rp. 300.000

Total Biaya Rp. 550.000

4. Total Pembiayaan

a. Honor  Rp. 450.000

b. Bahan/Peralatan  Rp. 100.000

c. Perjalanan dan Akomodasi  Rp. 550.000 +

Rp. 1.100.000
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah di atas
normal atau tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya di atas 140
mmHg dan tekanan diastoliknya di atas 90 mmHg. Hipertensi berdasarkan
penyebabnya dibagi menjadi 2, yaitu hipertensi primer atau merupakan
hipertensi dengan penyebab yang tidak diketahui secara pasti. Hipertensi
sekunder yaitu hipertensi yang disebabkan oleh penyebab spesifik tertentu,
misalnya penyakit ginjal (glomerulonefritis akut, nefritis kronis, penyakit
poliartritis, diabetes nefropati), penyakit endokrin (hipotiroid, hiperkalsemia,
akromegali), koarktasioaorta.

B. Saran
Adapun saran yang dapat kami berikan adalah Pengobatan hipertensi
dimulai dengan perubahan-perubahan gaya hidup untuk membantu
menurunkan tekanan darah dan mengurangi resiko terkena penyakit jantung.
Jika perubahan-perubahan itu tidak memberikan hasil, mungkin anda perlu
mengkonsumsi obat-obat untuk penderita hipertensi, tentu saja dengan
berkonsultasi dengan dokter. Bahkan jika harus mengkonsumsi obat-obatan,
lebih baik jika disertai dengan perubahan gaya hidup yang dapat membantu
anda mengurangi jumlah atau dosis obat-obatan yang anda konsumsi.

Anda mungkin juga menyukai