Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

EPIDEMOLOGI
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas
keperawatan komunitas 1 semester 5
Dengan dosen : Suharyoto, SKM., M.Kes

Disusun Oleh :
ADITYA SUKMA HADI
A2R17002

PRODI SARJANA KEPERAWATAN STIKES HUTAMA ABDI


HUSADA TULUNGAGUNG TAHUN AJARAN
2020/2021

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Transisi epidemiologi yang terjadi di dunia saat ini telah mengakibatkan

berbagai perubahan pola penyakit, yaitu dari penyakit menular ke penyakit tidak

menular. Peningkatan kejadian penyakit tidak menular berhubungan dengan

peningkatan faktor risiko akibat perubahan gaya hidup seiring dengan

perkembangan dunia yang makin modern, pertumbuhan populasi dan peningkatan

usia harapan hidup (Kemenkes RI, 2012).

Di dunia, penyakit tidak menular telah menyumbang 3 juta kematian pada

tahun 2005 dimana 60% kematian diantaranya terjadi pada penduduk berumur

dibawah 70 tahun. Penyakit tidak menular yang cukup banyak mempengaruhi

angka kesakitan dan angka kematian dunia adalah Penyakit Kardiovaskuler (PKV)

(Kemenkes RI, 2012). World Health Organization mengestimasi di dunia terdapat

1/3 (15,3 juta) kematian yang disebabkan oleh Penyakit Kardiovaskuler (PKV)

yang terjadi di negara berkembang dan negara yang berpenghasilan menengah ke

bawah (WHO, 2003).

Membicarakan PKV tentunya tidak lepas dari hipertensi. Hipertensi

adalah keadaan meningkatnya tekanan darah sistolik lebih besar dari 140mmHg

dan atau diastolik lebih besar dari 90mmHg pada dua kali pengukuran dengan

selang waktu 5 menit dalam keadaan cukup istirahat/tenang (Depkes, 2007).

2
Kriteria hipertensi yang digunakan pada penetapan kasus merujuk pada kriteria

diagnosis JNC VII 2003 yang mana berlaku untuk umur ≥18 tahun (Kemenkes RI,

2013). Hipertensi adalah salah satu penyakit tidak menular yang menjadi masalah

kesehatan diseluruh dunia karena prevalensinya yang tinggi dan juga asosiasinya

terhadap kejadian PKV seperti penyakit jantung dan stroke. Berdasarkan

penelitian NHANES III (The Third National Health and Nutrition Examination

Survey), hipertensi mampu meningkatkan resiko penyakit jantung koroner sebesar

12% dan meningkatkan resiko sroke sebesar 24% (Brown, 2000).

Menurut catatan WHO tahun 2011 ada satu milyar orang di dunia

menderita hipertensi dan dua per-tiga diantaranya berada di negara berkembang

yang berpenghasilan rendah-sedang. Prevalensi hipertensi diperkirakan akan terus

meningkat, dan diprediksi pada tahun 2025 sebanyak 29% orang dewasa di

seluruh dunia menderita hipertensi (Kemenkes RI, 2013). Sementara itu,

prevalensi hipertensi di Indonesia yang didapat melalui pengukuran pada umur

≥18 tahun adalah sebesar 25,8% pada tahun 2013 (Kemenkes RI, 2013).

Berdasarkan hasil survei dari Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan

Penyehatan Lingkungan (P2PL), hipertensi merupakan penyakit kategori tidak

menular yang menempati urutan pertama pada rawatan jalan dan peringkat kedua

pada layanan rawat inap (Kemenkes, 2012).

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2013 menunjukkan

hipertensi berada pada peringkat ketiga penyebab kematian di Indonesia setelah

stroke dan tuberkulosis, yaitu mencapai 6,7% dari populasi kematian pada semua

umur di Indonesia (Kemenkes RI, 2013). Menurut Bambang (2011), saat ini

terdapat kecenderungan pola penyakit hipertensi tidak lagi didominasi kelompok

lansia, karena penyakit hipertensi banyak terjadi pada kelompok usia produktif di

3
bawah 50 tahun yang terkena hipertensi dan menderita komplikasi stroke sehingga

banyak dijumpai kematian mendadak atau disfungsi gerak, bicara dan memori.

Faktor resiko yang menyebabkan terjadinya hipertensi diantaranya usia,

jenis kelamin, keturunan (genetik), kegemukan, stress, aktivitas fisik, merokok,

pola konsumsi (konsumsi alkohol yang berlebihan, konsumsi garam yang

berlebihan), dan diet yang tidak seimbang (Lipoeto, 2006). Faktor resiko ini dapat

dikendalikan dengan melakukan penanganan terhadap pasien hipertensi. Penangan

yang berkelanjutan diantaranya terapi pengobatan dan pengaturan makan serta

gaya hidup. Langkah terpenting yang harus dilakukan adalah mengikuti gaya

hidup sehat dan mengkonsumsi obat sesuai petunjuk dokter (Yayasan Jantung

Indonesia, 2006).

Keefektifan penanganan berkelanjutan atau terapi ditentukan oleh

kepatuhan (Poskota News, 2012). Tingkat kepatuhan yang tinggi terhadap terapi

akan meningkatkan efektivitas pengobatan serta mencegah dampak buruk dari

penyakit ini. Kepatuhan terhadap terapi dalam jangka panjang mampu

menurunkan morbiditas dan mortalitas penderitanya. Dengan patuh minum obat

antihipertensi dan patuh terhadap diet hipertensi, maka dapat mencegah kerusakan

organ dan menurunkan resiko kerusakan organ yang dapat memicu terjadinya

kematian (Yayasan Jantung Indonesia, 2006).

Menurut Sunarto (2007) dalam Suhadi (2011), masyarakat pada

umumnya belum peduli terhadap tekanan darahnya, dan diperkirakan sebesar 76%

kejadian hipertensi dimasyarakat belum terdiagnosis. Kondisi ini menyebabkan

hipertensi di masyarakat sebagai pembunuh diam atau The Silent Killer, karena

hipertensi pada umumnya terjadi tanpa gejala apapun atau asimptomatis. Hal ini

berlangsung bertahun-tahun, sampai akhirnya penderita yang tidak merasa

4
menderita hipertensi tersebut jatuh kedalam kondisi komplikasi yang berbahaya

seperti penyakit gagal jantung, gagal ginjal dan stroke sehingga dapat

menyebabkan kematian mendadak.

Penelitian sebelumnya mendapatkan bahwa sekitar 50%-70% pasien

tidak patuh terhadap pengobatan hipertensi yang dianjurkan (Morsiky, 2010).

Kepatuhan rata-rata pasien pada terapi jangka panjang penyakit kronis di negara

maju hanya sebesar 50%, sementara di negara berkembang kemungkinan jauh

lebih rendah. Rendahnya kepatuhan terhadap terapi penyakit hipertensi ini

berpotensi menjadi penghalang tercapainya tekanan darah yang terkontrol dan

dapat dihubungkan dengan peningkatan biaya pengobatan/rawat inap serta

komplikasi penyakit jantung (WHO, 2003).

Banyak teori yang telah digunakan untuk mempelajari perilaku

kepatuhan yaitu antara lain health belief model, theory of reasoned action, theory

of planned behavior, integrated behavioral, dan health belief model adalah yang

paling sering digunakan (Glanz, 2008; Walker, 2004; Hayden, 2009). Health

belief model (HBM) adalah suatu konsep pengembangan dalam bidang kepatuhan

berhubungan dengan interaksi perilaku dengan kepercayaan kesehatan seseorang

(Suhadi, 2011). Adapun variabel kunci dari teori HBM antara lain: kerentanan

(suceptibility), keseriusan (seriousness), manfaat (benefit) dan rintangan (barriers)

untuk melakukan sebuah perilaku kesehatan, serta isyarat untuk bertindak (cues to

action) (Notoatmodjo, 2007). Konsep Health Belief Model ini juga telah dijadikan

sebagai dasar dalam studi mengenai kepatuhan terhadap modifikasi gaya hidup

dan minum obat antihipertensi. Hal ini mengacu pada pemahaman bahwa

penanganan tekanan darah tinggi melibatkan terapi obat dan perubahan gaya hidup

(Joho, 2012).

5
Menurut teori health belief model, seseorang akan patuh melakukan

modifikasi gaya hidup dan minum obat antihipertensi apabila terdapat 5

komponen persepsi sebagai berikut: merasa rentan terhadap risiko terkena

penyakit hipertensi atau komplikasi dari hipertensi yang tidak terkontrol seperti

serangan jantung, gagal ginjal, atau stroke (komponen persepsi kerentanan);

berpendapat bahwa hipertensi merupakan penyakit yang serius dapat

menyebabkan morbiditas, kecacatan atau kematian (komponen persepsi keseriusan

penyakit); merasa yakin bahwa manfaat pengobatan dan perubahan gaya hidup

lebih besar daripada hambatan untuk melakukannya (komponen persepsi

hambatan); merasa bahwa perubahan gaya hidup dan minum obat antihipertensi

adalah perilaku yang dibutuhkan untuk menjaga kesehatan (komponen persepsi

manfaat); munculnya tanda-tanda dan gejala penyakit, iklan media massa atau

pendidikan kesehatan yang efektif diarahkan pada kelompok sasaran seperti dari

program radio, program televisi, dan saran dari saudara, teman dan penyedia

layanan kesehatan (komponen isyarat untuk bertindak) (Joho, 2012).

Rumah sakit Dr. M. Djamil Padang merupakan rumah sakit terbesar di

Sumatra Barat dan sebagai rumah sakit rujukan di wilayah Sumatera Bagian

Tengah (Sumatera Barat, Riau dan Jambi) (Wikipedia.org). Berdasarkan data dari

rekamedik RSUP Dr.M.Djamil Padang, penyakit hipertensi menempati urutan

ketiga dari penyakit terbanyak kategori rawat jalan, selama tahun 2013 terdapat

2.401 pasien yang berkunjung ke poliklinik RSUP Dr.M.Djamil Padang (Data

Rekamedik RSUP Dr. M. Djamil, 2013).

Dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 8 Mei 2014 di

ruangan poliklinik khusus hipertensi RSUP DR.M.Djamil Padang, dengan

melakukan wawancara pada 5 orang pasien yang menderita hipertensi diperoleh

6
informasi antara lain: 2 orang klien tidak teratur minum obat karena terkadang

lupa jadwal minum obat; 4 orang menghentikan pengobatan sendiri jika tidak ada

keluhan hipertensi yang dirasakan. Masalah lain terkait gaya hidup diantaranya

adalah ke 5 orang klien sulit untuk menghindari konsumsi makanan yang dimasak

dengan garam serta suka mengkonsumsi makanan yang berlemak dan bersantan

sehingga sulit mengontrol asupan diet hipertensi; dan juga alasan kesibukan

sehingga tidak ada waktu untuk berolahraga.

Berdasarkan penjelasan diatas dan didukung oleh berbagai data dan

sumber, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Gambaran

penerapan teori health belief model dalam kepatuhan pasien hipertensi di

poliklinik khusus hipertensi RSUP dr.M.Djamil Padang”.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka dapat dirumuskan

masalah penelitian sebagai berikut : “bagaimana gambaran penerapan teori health

belief model dalam kepatuhan pasien hipertensi di poliklinik khusus hipertensi

RSUP dr.M.Djamil Padang?”.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran penerapan teori health belief model

dalam kepatuhan pasien hipertensi di poliklinik khusus hipertensi RSUP

dr.M.Djamil Padang.

7
2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui distribusi frekuensi dari persepsi kerentanan yang

dirasakan pada responden.

b. Untuk mengetahui distribusi frekuensi persepsi keseriusan penyakit

yang dirasakan pada responden.

c. Untuk mengetahui distribusi frekuensi dari persepsi manfaat yang

dirasakan pada responden.

d. Untuk mengetahui distribusi frekuansi persepsi hambatan yang

dirasakan pada responden.

e. Untuk mengetahui distribusi frekuensi dari cues to action pada

responden.

8
D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Institusi Pelayanan

Penelitian ini diharapkan dapat membantu perawat dan tenaga

kesehatan lainnya khususnya di RSUP Dr. M. Djamil dalam merencanakan

program promosi kesehatan yang lebih efektif guna meningkatkan kepatuhan

pada pasien hipertensi baik kepatuhan minum obat antihipertensi maupun

kepatuhan dalam memodifikasi gaya hidup.

2. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan literatur bagi

mahasiswa dan institusi pendidikan Fakultas Keperawatan Universitas

Andalas dengan tinjauan ilmu keperawatan berupa promosi kesehataan, untuk

meningkatkan kepatuhan pada pasien hipertensi melalui pendekatan teori

health belief model.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dan perbandingan

dalam melakukan penelitian lebih lanjut tentang penerapan teori health belief

model dalam kepatuhan pasien hipertensi.

9
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Definisi Epidemiologi


Definisi epidemiologi yang paling berguna dikemukakan oleh John M.
Last. Epidemiologi (epidemiology) adalah “ilmu tentang distribusi dan
determinan keadaan dan peristiwa yang terkait kesehatan pada populasi
tertentu, dan penerapan ilmu itu untuk mengendalikan masalah kesehatan”
(Last, 2000). Epidemiologi mempelajari distribusi kondisi kesehatan
(penyakit dan berbagai akibatnya) pada populasi dan meneliti risiko atau
kausa yang berhubungan dengan kondisi-kondisi itu. Hasil studi
epidemiologi dapat digunakan untuk pembuatan kebijakan dan
mengembangkan intervensi kesehatan masyarakat yang berbasis bukti
ilmiah, dengan cara mengidentifikasi kausa dari penyakit, determinan status
kesehatan populasi, dan menentukan sasaran intervensi kesehatan
masyarakat.

2.2. Tujuan epidemiologi


Terdapat tiga tujuan umum studi epidemiologi, yaitu:
1. Menjelaskan etiologi
Etiologi adalaj studi tentang penyebab penyakit. Dengan epidemiologi
bisa menjelaskan etiologi satu penyakit atau sekelompok penyakit.
Bagaimana kondisi, gangguan, efek, ketidakmampuan, atau kematian
melalui analisis terhadap data medis dan epidemiologi dengan
menggunakan manajemen informasi yang berasal dari setiap bidang.
2. Menentukan data
Apakah data epidemiologi yang ada, konsisten dengan hipotesis yang
diajukan dan dengan ilmu pengetahuan, ilmu perilaku, dan ilmu
biomedis yang terbaru.
3. Menentukan pengendalian
Untuk memberikan dasar bagi pengembangan langkah pengendalian dan
prosedur pencegahan bagi kelompok yang beresiko. Selain itu sebagai

10
langkah kesehatan masyarakat untuk mengevaluasi keberhasilan
langkah, kegiatan, dan program intervensi.

2.3. Pola penyakit


Dalam sejarahnya, epidemiologi dikembangkan dengan menggunakan
epidemik penyakit menular sebagai suatu model studi. Epidemiologi
digunakan untuk menentukan kebutuhan akan program pengendalian
penyakit. Selain itu untuk mengembangkan program pencegahan dan
kegiatan perencanaan kesehatan. Epidemiologi juga digunakan untuk
menetapkan pola penyakit, yaitu:
1. Endemi
Endemi adalah berlangsungnya suatu penyakit pada tingkatan yang
sama. Bisa dikatakan juga arti endemi, keberadaan suatu penyakit
yang terus-menerus di dalam populasi atau wilayah tertentu.
Prevalensi suatu penyakit yang biasa berlangsung di satu wilayah
atau kelompok tertentu.
2. Hiperendemi
Hiperendemi adalah menunjukkan keberadaan penyakit menular
dengan tingkat insidensi yang tinggi dan melebihi angka prevalensi
normal dalam populasi. Selain itu penyakit yang menyebar merata
pada semua usia dan kelompok.
3. Holoendemi
Istilah holoendemi, menggambarkan suatu penyakit dalam populasi
sangat banyak dan umumnya didapat di awal kehidupan sebagian
anak-anak. Prevalensi penyakit menurun sejalan dengan
pertambahan usia, sehingga penyakit lebih sedikit muncul pada
orang dewasa dibandingkan anak-anak.
4. Epidemi
Epidemi adalah wabah atau munculnya penyakit tertentu yang
berasal dari satu sumber tunggal dalam satu kelompok, populasi
masyarakat atau wilayah yang melebihi tingkat kebiasaan yang
diperkirakan. Epidemi terjadi jika kasus baru melebihi prevalensi

11
suatu penyakit. Kejaidan Luar Biasa (KLB) akut biasanya juga
disebut sebagai epidemi.
5. Pandemi
Pandemi adalah epidemi yang menyebar luas melintasi negara,
benua atau populasi yang besar, kemungkinan ke seluruh dunia.

2.4. Manfaat epidemiologi


Bidang kesehatan mayarakat membuktikan bahwa epidemiologi sangat
membantu dalam melindungi kesehatan populasi maupun kelompok
masyarakat. Berikut manfaat epidemiologi:
1. Mempelajari riwayat penyakit. Epidemiologi mepelajari tren
penyakit untuk memprediksi tren penyakit yang mungkin akan
terjadi.
2. Hasil penelitiannya dapat digunakan dalam perencanaan pelayanan
kesehatan masyarakat.
3. Diagnosis penyakit, gangguan, cedera dan lainnya, yang
menyebabkan kesakitan, masalah kesehatan, atau kematian dalam
suatu wilayah.
4. Epidemiologi dibutuhkan untuk mengkaji risiko yang ada pada
setiap individu karena mereka dapat memengaruhi kelompok
maupun populasi.
5. Pengkajian, evaluasi, dan penelitian ketersediaan layanan kesehatan.
6. Menentukan penyebab dan sumber penyakit dari temuan
epidemiologi, sehingga bisa dilakukan pengendalian, pencegahan,
dan pemusnahan.

2.5. Ruang Lingkup Epidemiologi


1. Etiologi: mengidentifikasi penyebab penyakit dan masalah kesehatan
lainya.
2. Efikasi: efek atau daya optimal yg dapat diperoleh dari adanya
intervensi kesehatan, Ex: efikasi pemberian faksin malaria adh 40 %

12
3. Efektifitas: besarnya hasil yg dpt diperoleh dari suatu tindakan
(pengetahuan atau intervensi0 dan besarnya perbedaan dari suatu
tindakan yg satu dengan yg lainya
4. Evisiensi: sebuah konsep ekonomi yg melihat pengaruh yg dapat
diperoleh berdasarkan besarnya biaya yg diberikan.
5. Evaluasi: penilaian secara keseluruhan keberhasilan suatu pengobatan
atau program kesehatan masyarakat.
6. Edukasi: intervensi berupa peningkatan pengetahuan tentang kesehatan
masyarakat sebagai bagian dari upaya pencegahan penyakit.

2.6. Pernanan Epidemiologi dalam Bidang Kesehatan


1. Mengidentifikasi faktor-faktor yg berperan terjadinya penyakit atau
masalah kesehatan dalam masyarakat.
2. Menyediakan data yg diperlukan utk perencanaan kesehatan dan
pengambilan keputusan
3. Membantu melakukan evaluasi terhadap program kesehatan yang
sedang atau telah dilakukan.
4. Mengembangkan metodologi untuk menganalisis keadaan suatu
penyakit dalam upaya untuk mengatasi atau menanggulanginya.
5. Mengarahkan intervensi yang diperlukan untuk menanggulangi masalah
yang perlu dipecahkan.

13
DAFTAR PUSTAKA

https://www.alodokter.com/memahami-epidemiologi-dan-istilah-istilahnya

https://id.wikipedia.org/wiki/Epidemiologi

https://www.kompas.com/skola/read/2020/03/18/121500169/konsep-
epidemiologi?page=all

http://theicph.com/id_ID/id_ID/icph/peran-epidemiologi/

14

Anda mungkin juga menyukai