Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit Tidak Menular disingkat PTM adalah penyakit yang tidak bisa
ditularkan dari orang ke orang, yang perkembangannya berjalan perlahan
dalam jangka waktu yang panjang (kronis).. Biasanya ditemukan pada stadium
lanjut sehingga sulit untuk disembuhkan dan berakhir dengan kecacatan atau
kematian dini. Peningkatan PTM sejalan dengan peningkatan faktor risiko
yaitu antara lain peningkatan tekanan darah, gula darah, indeks massa tubuh
atau obesitas, pola makan tidak sehat, kurang aktivitas fisik, dan merokok
serta minum alcohol ( Kemenkes RI,2015 )
Hipertensi adalah salah satu masalah kesehatan utama baik di negara
berkembang maupun negara maju. Hipertensi merupakan penyebab kematian
terbanyak di seluruh dunia setiap tahun, hipertensi merupakan salah satu
penyakit yang umum banyak diidap masyarakat. Hipertensi adalah terjadinya
peningkatan tekanan darah sistolik ≥140 mmHg dan diastolik ≥90 mmHg
dalam dua kali pengukuran dengan selang waktu 5 menit dalam keadaan
istirahat/tenang. Peningkatan tekanan darah yang berlangsung dalam jangka
waktu lama (persisten) dapat menimbulkan kerusakan pada ginjal (gagal
ginjal), jantung (penyakit jantung koroner) dan otak (menyebabkan) bila tidak
dideteksi secara dini dan mendapat pengobatan yang memadai (Kemenkes RI,
2014).
Data dunia melalui World Health Organization (WHO) menjelaskan
bahwa penderita hipertensi pada tahun 2021 terdapat sebanyak 1,13 miliyar.
Dengan klasifikasi 1 dari 4 pria dan 1 dari 5 wanita menderita hipertensi pada
tahun 2015 dan kurang dari 1 dari 5 orang memiliki masalah hipertensi yang
terkendali. Hipertensi adalah 3 penyebab utama kematian dini di seluruh
dunia, diperkirakan menyebabkan 9,4 juta kematian yakni sekitar 23,7% dari
total seluruh kematian dan merupakan persentase terbesar (WHO, 2020).
Menurut Data World Health Organization (WHO) tahun 2018 terdapat
sekitar 1,13 Miliar orang di dunia menderita hipertensi, satu dari tiga orang di
dunia terdiagnosis penyakit hipertensi. Jumlah penderita hipertensi setiap
tahun terus mengalami peningkatan, diprediksi tahun 2025 terdapat 1,5 Miliar
penderita hipertensi. Jumlah kematian hipertensi dan komplikasinya mencapai
10,44 juta orang.
Hipertensi sering disebut sebagai “the silent killer” atau “pembunuh diam-
diam” karena gejalanya sering tanpa keluhan. Umumnya penderita tidak
mengetahui kalau dirinya mengidap hipertensi sebelum memeriksakan tekanan
darahnya dan baru diketahui setelah terjadinya komplikasi. Tanpa disadari
penderita mengalami komplikasi pada organ-organ vital seperti jantung, otak
ataupun ginjal. Maka dari itu, tidak dapat dipungkiri jika penyakit hipertensi
menjadi salah satu penyebab kematian tertinggi di Indonesia. (Salma, 2017).
Secara umum prevalensi hipertensi sebagian besar terjadi pada usia lanjut,
tetapi pada usia remaja hingga dewasa juga tidak menutup kemungkinana bisa
menderita hipertensi. Sample Registration System (SRS) Indonesia pada tahun
2014 melaporkan bahwa penyebab kematian kelima pada semua kelompok
umur disebabkan oleh hipertensi dengan komplikasi (5,3%). Hipertensi
merupakan suatu penyakit dengan angka mortalitas dan morbiditas yang
sangat tinggi di dunia.Penyakit hipertensi telah menjadi masalah utama
dalam kesehatan masyarakat yang ada di Indonesia maupun di beberapa
negara yang ada didunia. Diperkirakan sekitar 80% kenaikan kasus
hipertensi terutama di negara berkembang tahun 2025 dari sejumlah 639 juta
kasus di tahun 2000, diperkirakan menjadi 1,15 milyar kasus di tahun 2025
(Sinuraya et al, 2018).
Prevalensi hipertensi tertinggi di negara berkembang terdapat di Afrika
(46%) sedangkan di negara maju Amerika (36%). Ditinjau dari negara
indonesia sendiri proporsi hipertensi negara masih dikatakan meningkat
dengan jumlah 32% dari seluruh dunia. Terjadi peningkatan tren di indonesai
pada penderita hipertensi pada tahun 2007 sebanyak 31,7% terjadi penurunan
signifikan pada tahun 2013 sebesar 25,5% kemudian pada tahun 2018
mengalami kenaikan sebanyak 34,1%. Kalimantan Selatan merupakan
Provinsi tertinggi dengan hipertensi sebesar (44.1%), Papua sebagai provinsi
terendah sebesar (22,2%), sedangkan di Provinsi Jambi (28,9%).
Berdasarkan data Profil Kesehatan Provinsi Jambi Prevalensi hipertensi di
Provinsi Jambi mengalami fluktuasi yaitu tahun 2016 ( 13,69%), 2017
( 14,47%) 2018 (13,50%), 2019 (18,50%), dan 2020 (23,63%) dan penyakit
hipertensi berada pada urutan 1 atau dari 10 penyakit terbanyak. Prevalensi
hipertensi berdasarkan Data Riskesdas 2018 di Provinsi Jambi, menyatakan
bahwa hipertensi tertinggi terdapat di Kab/Kota Kerinci sebesar 37,74 % dan
terendah berada di Sarolangun 19,55%. Sedangkan di Kota Jambi 26,28%.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Jambi pada tahun 2020 jumlah
penderita hipertensi sebanyak 23,63% kasus. Dengan kasus tertinggi berada di
wilayah Puskesmas Putri Ayu dengan jumlah sebanyak 4.136 kasus
(51,85%) , dan kasus terendah berada di wilayah kerja Puskesmas Talang
Bakung sebanyak 199 kasus (4,38%).
Ada dua terapi yang dilakukan untuk mengobati hipertensi yaitu
terapi non farmakologis dan terapi farmakologis. Terapi non farmakologis
dapat dilakukan dengan modifikasi gaya hidup yang meliputi berhenti
merokok, melakuan diet berat badan, menghindari alkohol, serta yang
mencakup psikis antara lain menghindari stres, melakukan olahraga, dan
istirahat yang cukup. Sedangkan terapi farmakologis menggunakan obat-
obatan antihipertensi yang dapat menurunkan tekanan darah. Golongan
obat antihipertensi antara lain beta blocker, angiotensin II receptor
blocker (ARB), angiostensin converting enzym inhibitor (ACEI), diuretic,
dan calcium channel blocker dianggap sebagai obat antihipertensi utama
dan salah satunya obat amlodipin untuk pengendalian tekanan darah tinggi.
Amlodipin merupakan obat antihipertensi yang sering digunakan
untuk terapi hipertensi. Amlodipin tergolong dalam obat antagonis
kalsium golongan dihidropiridin (antagonis ion kalsium). Amlodipin obat
yang dikonsumsi dalam jangka panjang, maka diperlukan kepatuhan
pasien dalam menggunakan obat ini (Soenarto et al, 2015).
Kepatuhan minum obat amlodipin sangat penting karena dengan
minum obat antihipertensi secara teratur dapat mengontrol tekanan darah
penderita hipertensi. Sehingga dalam jangka panjang risiko kerusakan
organ-organ penting tubuh seperti jantung, ginjal, dan otak dapat
dikurangi. Oleh karena itu, diperlukan pemilihan obat yang tepat agar dapat
meningkatkan kepatuhan dan mengurangi risiko kematian (Gama et al,
2014)
Menurut Lawrance Green perilaku kesehatan di pengaruhi oleh 3
faktor utama yaitu faktor predisposisi, faktor pendukung, dan faktor
pendorong. Faktor predisposisi terdiri dari pengetahuan dan sikap.
Pengetahuan merupakan pengindraan melalui panca indra manusia,
yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba.
Sedangkan merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari
seseorang terhadap suatu stimulus atau objek.Perilaku yang didasari
oleh pengetahuan yang baik dan sikap yang positif akan menghasilkan
perilaku yang berlangsung lama (Notoadmodjo, 2012).
Pengetahuan pada pasien penderita hipertensi dapat mencegah terjadinya
komplikasi melalui perawatan hipertensi. Pengetahuan menjadi kebutuhan
mendasar dalam upaya meningkatkan perilaku pencegahan komplikasi
hipertensi. Kurangnya pengetahuan tentang komplikasi hipertensi dapat
mempengaruhi perilaku pencegahan komplikasi hipertensi yang diakibatkan
oleh perubahan gaya hidup, mengonsumsi makanan tinggi lemak, kolesterol,
merokok dan stress yang tinggi (Kardiyudiani dan Susanti, 2019).
Kepatuhan dan ketidakpatuhan pasien dalam menjalani pengobatan dapat
mempengaruhi kesembuhan pasien. Melalui kepatuhan maka pasien dapat
mencapai efektivitas terapi sehingga mampu meningkatkan kualitas hidup.
Sedangkan ketidakpatuhan pasien dalam mengonsumsi obat adalah salah satu
faktor utama penyebab kegagalan terapi (Sinuraya, Rano K., dkk, 2018)
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dewi Anggriani, dkk (2019)
dengan judul penelitian “Hubungan Pengetahuan Penderita Hipertensi
Tentang Hipertensi Dengan Kepatuhan Minum Obat Antihipertensi di
Wilayah Kerja Puskesmas Kampa Tahun 2019” didapatkan hasil bahwa dari
47 responden yang berpengetahuan baik, terdapat 16 orang (34,0%) tidak
patuh minum obat, sedangkan 23 responden pengetahuan kurang, terdapat 8
orang (34,8%) patuh dalam minum obat antihipertensi. Hasil penelitian juga
menunjukkan bahwa terdapat hubungan pengetahuan penderita hipertensi
dengan kepatuhan minum obat anti hipertensi di wilayah kerja Puskesmas
Kampa. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pengetahuan dari seluruh aspek
secara bersama-sama akan mempengaruhi tingkat kepatuhan minum obat.
Apabila pengetahuan responden mengenai penyakitnya dan pengendalian
penyakitnya ditingkatkan bersamaan dengan pengetahuan mengenai obat
antihipertensinya maka kepatuhan minum obat antihipertensi akan meningkat.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Taufik Haldi, dkk (2021)
dengan judul penelitian “Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Penderita
Terhadap Kepatuhan Penggunaan Obat antihipertensi Di Puskesmas Arjuno
Kota Malang” didapatkan hasil bahwa dari 76 responden, terdapat 45
responden (59%) yang memiliki pengetahuan baik, 14 responden (18%) yang
memiliki pengetahuan cukup baik, 9 responden (12%) yang memiliki
pengetahuan kurang baik, dan 8 responden (11%) yang memiliki pengetahuan
tidak baik, sedangkan 45 responden (59%) yang bersikap positif dan 31
responden (41%) yang bersikap negatif, sedangkan 56 responden (74%) yang
patuh dalam menggunakan obat amlodipin dan 20 responden (26%) yang
tergolong tidak patuh dalam menggunakan obat antihipertensi. Hasil
penelitian juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan
dan sikap secara bersamasama terhadap kepatuhan.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah:
a) Bagaimanakah tingkat pengetahuan pada pasien hipertensi diwilayah kerja
Puskesmas Putri Ayu?
b) Bagaimanakah kepatuhan pengobatan pada pasien hipertensi diwilayah
kerja Puskesmas Putri Ayu?
c) Apakah terdapat hubungan tingkat pengetahuan terhadap kepatuhan
pengobatan pada pasien hipertensi diwilayah kerja Puskesmas Putri Ayu?

1.3 Tujuan Penelitian


1. Tujuan Umum
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan umum dari penelitian ini
adalah untuk mengetahui Hubungan Pengetahuan dan Sikap Pasien
Hipertensi Terhadap Kepatuhan Penggunaan Obat Amlodipin Di Puskesmas
Putri Ayu.
2. Tujuan Khusus
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan khusus penelitian ini
adalah:
a) Untuk mengetahui tingkat pengetahuan pada pasien diwilayah kerja
Puskesmas Putri Ayu
b) Untuk mengetahui kepatuhan pengobatan pada pasien hipertensi di
diwilayah kerja Puskesmas Putri Ayu
c) Untuk mengetahui adanya hubungan tingkat pengetahuan terhadap
kepatuhan pengobatan pada pasien hipertensi diwilayah kerja Puskesmas
Putri Ayu

1.4 Manfaat Penelitian


1. Bagi Mahasiswa

Berkaitan dengan aspek pengembangan ilmu, penelitian ini berguna


untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan mahasiswa keperawatan tentang
hubungan tingkat pengetahuan terhadap kepatuhan pengobatan pada pasien
hipertensi.

2. Bagi Pasien dan Masyarakat


Dapat memberikan informasi kepada pasien khususnya pasien hipertensi
dalam usaha untuk meningkatkan pengetahuan tentang pengobatan dan
perilaku pengobatan
3. Bagi Peneliti
Untuk menambah wawasan dan pengetahuan dalam mengembangkan
penelitian lebih lanjut terutama dalam usaha meningkatkan pengetahuan pasien
agar tercapainya terapi pengobatan dan meningkatnya kualitas hidup pasien.
1.5 Batasan Masalah
Agar pembahasan penelitian ini tidak melebar ke dalam masalah yang
dimaksudkan untuk dibahas maka diperlukan pembatasan masalah. Adapun
batasan tersebut adalah:

1. Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Putri Ayu Kota Jambi
2. Kuesioner yang digunakan untuk mengukur kepatuhan yakni Kuesioner
MMAS-8
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hipertensi

2.1.1 Definisi Hipertensi

Menurut WHO, Hipertensi adalah suatu kondisi dimana pembuluh


darah memiliki tekanan darah tinggi (tekanan darah sistolik ≥140 mmHg
atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg) (Sunarwinadi, 2017).
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah
sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90
mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam
keadaan cukup istirahat/ tenang (InfoDATIN, Kemenkes RI).

Hipertensi adalah kondisi dimana seorang individu mengalami


peningkatan tekanan darah di atas normal dalam jangka waktu yang
lama. Alat untuk mengukur tekanan darah dapat dilakukan dengan
menggunakan sphygmomanometer. Dapat dikataan seseorang menderita
hipertensi apabila tekanan sistoliknya ≥140 mmHg dan tekanan
diastoliknya ≥90 mmHg (PDHI, 2019).

Hipertensi atau penyakit tekanan darah tinggi adalah suatu keadaan


kronis yang ditandai dengan meningkatnya tekanan darah pada dinding
pembuluh darah arteri. Keadaan tersebut mengankibatkan jantung
bekerja lebih keras untuk mengedarkan darah ke seluruh tubuh melalui
pembuluh darah, merusak pembuluh darah, bahkan menyebabkan
penyakit degeneratif hingga kematian. Hipertensi juga dijuluki sebagai
silent killer atau pembunuh secara diak-diam karena penyakit ini tidak
memiliki gejala yang spesifik serta dapat menyerang siapa saja dan
dimana saja (Yanita N.I.S, 2017).

2.1.2 Klasifikasi Hipertensi

Anda mungkin juga menyukai