Anda di halaman 1dari 5

HIPERTENSI

Hipertensi adalah suatu keadan ketika tekanan darah di pembulu darah


meningkat secara kronis. Hal ini dapat terjadi karena jantung bekerja lebih keras
memompa darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi tubuh (Herawati,
2020). Kriteria hipertensi yang digunakan pada penetapan kasus merujuk pada
kriteria diagnosis Juoint National Committee (JNC) VII tahun 2013, yaitu hasil
pengukuran tekanan darah sistolik 140 mmHg atau tekanan darah diastolik 90
mmHg (Kemenkes RI, 2013). Penyakit kardiovaskular ini menyebabkan sekitar
17 juta kematian per tahun. Dari jumlah tersebut, komplikasi hipertensi sebesar
9,4 juta kematian di seluruh dunia setiap tahun (Abdurrachim, et al., 2016).
Sampai saat ini hipertensi masih menjadi suatu masalah yang cukup besar,
berdasarkan data dari WHO (World Health Organization), penyakit ini
menyerang 22% penduduk dunia. Sedangkan di Asia tenggara, angka kejadian
hipertensi mencapai 36% (Tirtasari & Kodim, 2019). World Health Organization
(WHO) menunjukkan sekitar 1,13 Miliar orang di dunia menyandang hipertensi,
artinya 1 dari 3 orang di dunia terdiagnosis hipertensi. Jumlah penyandang
hipertensi terus meningkat setiap tahunnya, diperkirakan pada tahun 2025 akan
ada 1,5 Miliar. Di Indonesia estimasi jumlah kasus hipertensi sebesar 63.309.620
orang, sedangkan angka kematian di Indonesia akibat hipertensi sebesar 427.218
kematian. Hipertensi terjadi pada kelompok umur 31-44 tahun (31,6%), umur 45-
54 tahun (45,3%), umur 55-64 tahun (55,2%) (Kementerian Kesehatan RI, 2018).
Prevalensi hipertensi di Indonesia pada tahun 2013 sebesar 25,8% dengan
sebaran kasus di Bangka Belitung (30,9%), Kalimantan Selatan (30,8%),
Kalimantan Timur (29,6%), dan Jawa Barat (29,4%) (Kemenkes RI, 2013).
Kemudian, berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2018
menunjukkan angka prevalensi hipertensi, dengan angka prevalensi tertinggi di
Provinsi Kalimantan Selatan sebesar 44,1% dan terendah di provinsi Papua
sebesar 22,2% (Kemenkes RI, 2018). Data ini menunjukan ada perbedaan
prevalensi hipertensi di setiap provinsi di Indonesia. Perbedaan ini diduga karena
beberapa faktor termasuk sosiologi, ekonomi, budaya, pribadi, pendidikan, dan
psikologi, selain itu ada beberapa faktor lain yang juga berpengaruh seperti gaya
hidup yang tidak sehat dan kebiasaan merokok. Juga pengontrolan hipertensi yang
belum adekuat meskipun obat-obatan yang efektif banyak tersedia.
Hipertensi sering tanpa keluhan sehingga penderita tidak mengetahui
dirinya menyandang hipertensi dan baru diketahui setelah terjadi komplikasi.
Kerusakan organ target akibat komplikasi Hipertensi akan tergantung kepada
besarnya peningkatan tekanan darah dan lamanya kondisi tekanan darah yang
tidak terdiagnosis dan tidak diobati. Organ-organ tubuh yang menjadi target
antara lain otak, mata, jantung, ginjal, dan dapat juga berakibat kepada pembuluh
darah arteri perifer (P2PTM Kemenkes RI, 2019). Hipertensi menjadi faktor
resiko utama untuk terjadinya penyakit jantung, gagal jantung kongesif, stroke,
gangguan penglihatan dan penyakit ginjal. Tekanan darah yang tinggi umumnya
meningkatkan risiko terjadinya komplikasi tersebut. Hipertensi yang tidak di
identifikasi secara dini dan tidak mendapakan pengobatan yang memadai akan
mempengaruhi semua sistem organ dan akhirnya memperpendek harapan hidup
sebesar 10-20 tahun (Harsismanto et al., 2020).
Adapun klasifikasi hipertensi terbagi menjadi (Simatupang, 2018;
Kemenkes RI, 2014):
a. Berdasarkan penyebab
1. Hipertensi Primer/Hipertensi Esensial
Hipertensi yang penyebabnya tidak diketahui (idiopatik), walaupun
dikaitkan dengan kombinasi faktor gaya hid up seperti kurang bergerak
(inaktivitas) dan pola makan. Terjadi pada sekitar 90% penderita hipertensi.
2. Hipertensi Sekunder/Hipertensi Non Esensial
Hipertensi yang diketahui penyebabnya. Pada sekitar 5-10% penderita
hipertensi, penyebabnya adalah penyakit ginjal. Pada sekitar 1-2%, penyebabnya
adalah kelainan hormonal atau pemakaian obat tertentu (misalnya pil KB).
b. Berdasarkan bentuk Hipertensi
1. Hipertensi diastolik (diastolic hypertension)
2. Hipertensi campuran (sistol dan diastol yang meninggi)
3. Hipertensi sistolik (isolated systolic hypertension).

1. Dampak Hipertensi
Hipertensi berkonstribusi hampir 9,4 juta kematian akibat penyakit
kardiovaskuler setiap tahunnya. Batas tekanan darah yang dapat digunakan
sebagai acuan untuk menentukan normal atau tidaknya tekanan darah adalah
tekanan sistolik dan diastolik. Hipertensi menambah beban kerja jantung dan
arteri yang bila berlanjut dapat menimbulkan kerusakan jantung dan pembuluh
darah. Hipertensi merupakan satu masalah kesehatan utama setiap negeri karena
bisa menimbulkan penyakit jantung dan stroke otak yang mematikan (Kemenkes
RI, 2014).
Kejadian - kejadian sindrom koroner akut seperti serangan jantung masih
tetap menjadi akibat dari hipertensi yang paling umum. Hipertensi juga
berhubungan dengan keparahan aterosklerosis, stroke, nefropati, penyakit
vaskular periferal, aneurisma aorta, dan gagal jantung. Hampir semua orang
dengan gagal jantung telah didahului oleh hipertensi. Jika hipertensi dibiarkan
tanpa pengobatan, hampir separuh penderita hipertensi akan meninggal karena
penyakit jantung, dan sisa 10 – 15 % akan meninggal karena gagal ginjal
(Simatupang, 2018).

2. Gejala Hipertensi
Gejala yang dialami pada hipertensi adalah dengan adanya peningkatan
tekanan darah atau tergantung pada tinggi rendahnya tekanan darah. Gejala
hipertensi yang timbul bisa berbeda, bahkan terkadang penderita hipertensi tidak
memiliki keluhan. Namun karena sering kali penderita hipertensi tidak menyadari
adanya gejala, hal tersebut dapat timbulnya keluhan pada saat sudah terjadinya
komplikasi yang spesifik pada organ seperti otak, mata, ginjal, jantung, pembuluh
darah, atau organ vital lainnya (Simatupang, 2018).
Untuk beberapa orang, gejala hipertensi tidak ditunjukkan pada beberapa
tahun. Jika adanya gejala hanya pusing atau sakit kepala. Namun jika pada
penderita hipertensi berat, gejala yang muncul dapat berupa sakit kepala, mual dan
muntah, gelisah, mata berkunang, mudah lelah, sesak nafas, penglihatan yang
kabur telinga berdengung, susah tidur, nyeri dada, rasa berat pada tengkuk,
ataupun denyut jantung yang semakin kuat atau tidak teratur (Simatupang, 2018).
Cara menghindari dan mencegah terjadinya hipertensi baik yang telah
berulang sebaiknya merubah pola hidup baik dengan mengatur pola makan seperti
menghidari makanan belemak tinggi sehingga menimbulkan arteriosklerosis dan
mematuhi diet yang telah ditentukan dan melakukan olahraga rutin dan
pemeriksaan tekanan darah secara rutin. Hipertensi dapat diatasi salah satunya
dengan cara mengendalikan faktor resiko hipertensi seperti obesitas, stres dan
aktivitas fisik dan juga dapat dicegah dan ditangani dengan cara menjaga pola
makan sehat, yaitu dengan diet sehat dan gizi seimbang (Asrina, et al., 2020).
Modifikasi pola asupan makanan sehari-hari merupakan salah satu
komponen perubahan gaya hidup yang mempunyai peran paling besar dalam
menurunkan tekanan darah. Modifikasi pola asupan makanan dimaksud adalah
mengikuti pedoman umum gizi seimbang juga sesuai dengan Dietary Approach to
Stop Hypertension (DASH), yaitu tinggi sayuran dan buah, bahan makanan tinggi
serat, susu rendah lemak, daging, dan kacang-kacangan dan yang menjadi
perhatian juga adalah asupan energi, jumlah dan jenis protein, serta komponen
lemak dan karbohidrat. Bahan makanan kaya akan mineral dan vitamin, serta
nutrien spesifik, seperti asam lemak tak jenuh omega 3 mempunyai peran dalam
pencegahan dan penatalaksanaan hipertensi. Pengaturan pola maka dengan
metode DASH, merupakan diet sayuran serta buah yang banyak mengandung
serat pangan (30 gram/ hari) dan mineral (kalium, magnesium serta kalsium)
sementara asupan garamnya di batasi. Diet DASH ini didesain mengikuti panduan
pemeliharaan kesehatan jantung untuk membatasi lemak jenuh dan kolesterol, dan
membatasi natrium yang dapat meningkatkan tekanan darah (Asrina, et al., 2020).
DAFTAR PUSTAKA

Abdurrachim, R., Hariyawti, I., & Suryani, N. (2018). Asupan Natrium, Frekuensi
Dan Durasi Aktivitas Fisik Berdampak Terhadap Tekanan Darah Lansia Di
Panti Sosial Kota Banjarbaru. Jurnal Riset Pangan dan Gizi, 1(1).
Asrina N, Andriani D, Anisa D. (2020). Hubungan Pengetahuan Dengan
Kepatuhan Diet Hipertensi Pada Lansia Hipertensi di Puskesmas Lawe Dua
Kecamatan Bukit Tusam Kabupaten Aceh Tenggara. J Ners Nurul
Hasanah ;8(2):1–7.
Harsismanto, J., Andri, J., Payana, T. D., Andrianto, M. B., & Sartika, A. (2020).
Kualitas Tidur Berhubungan dengan Perubahan Tekanan Darah pada
Lansia. Jurnal Kesmas Asclepius, 2(1), 1-11.
Kementerian Kesehatan RI, Riset Kesehatan Daser, (2013). Jakarta, Badan
Penelitan dan Pengembangan Kesehatan Dasar Kementerian Kesehatan RI.
Kementerian Kesehatan RI. (2018). Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar.
Jakarta: Kementerian Kesehatan, 2018.
Simatupang A. (2018). Fakultas kedokteran universitas kristen indonesia 2020.
Tirtasari, S., & Kodim, N. (2019). Prevalensi dan karakteristik hipertensi pada
usia dewasa muda di Indonesia. Tarumanagara Medical Journal, 1(2), 395-
402.

Anda mungkin juga menyukai