PENDAHULUAN
1
2
Lansia atau menua merupakan suatu kondisi yang terjadi dalam kehidupan
seseorang. Penuaan adalah proses seumur hidup yang tidak hanya dimulai pada
waktu tertentu, tetapi dimulai pada awal kehidupan. Penuaan adalah proses alami,
artinya seseorang telah melewati tiga tahap kehidupan: anak-anak, dewasa, dan
lanjut usia. (Nasrullah, 2016). Fungsi makan secara sosial, psikologis dan
fisiologis pada lansia berpengaruh terhadap kebiasaan makan lansia. Lemak,
terutama lemak jenuh, sebaiknya dihindari karena tinggi kalori dan dapat
menyebabkan aterosklerosis. Pengurangan garam juga dianjurkan, karena
pengurangan natrium telah terbukti mengurangi hipertensi (Smelter, 2016). Faktor
resiko utama aterosklerosis adalah tekanan darah tinggi (Ponznyak AV, 2022)
Pola Makan atau Diet adalah cara kita mengatur asupan makanan seimbang
dan apa yang dibutuhkan tubuh. Diet atau pengaturan pola makan merupakan
salah satu cara pengobatan hipertensi tanpa efek samping yang serius, karena cara
pengendaliannya lebih alami dibandingkan dengan obat antihipertensi, yang dapat
membantu pasien menjadi tergantung secara permanen terhadap obat tersebut.
Gizi buruk merupakan salah satu faktor risiko yang meningkatkan hipertensi.
Faktor makanan modern merupakan penyebab utama hipertensi (Mahmudah et al,
2015). Pola makan merupakan hal terpenting yang dapat mempengaruhi status
gizi kesehatan. Hal ini karena kuantitas dan kualitas makanan dan minuman yang
dikonsumsi mempengaruhi gizi dengan cara yang mempengaruhi kesehatan
individu dan masyarakat. Nutrisi yang optimal sangat penting untuk pertumbuhan
normal dan perkembangan fisik dan mental bayi, anak-anak dan semua umur.
(Permenkes RI No.41, 2014).
Salah satu faktor penyebab masalah tekanan darah tinggi pada lansia adalah
pola makan yang tidak baik dan mengkonsumsi makanan pemicu tekanan darah
tinggi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh (Choirun, 2014) menunjukkan bahwa
sebagian besar (70%) responden penderita hipertensi memiliki kebiasaan makan
yang tidak sesuai dengan diet hipertensi. Penelitian lain yang dilakukan oleh
(Elvia, 2012) menunjukkan bahwa sebagian besar jenis makanan yang di
konsumsi lansia tidak baik, yaitu sebesar 66,2% dan frekuensi makan pada lansia
juga tidak teratur. Kecukupan makanan sehat sangat penting pada usia dewasa
3
pertengahan (Middle Age). Lansia yang berusia antara 45 dan 59 tahun memiliki
nafsu makan yang berkurang, sehingga mereka mencoba makan makanan sehat
dan bergizi di usia paruh baya. Semakin bertambahnya usia melemahkan indera
perasa. Lansia yang memasuki usia (Middle Age) memilih makanan atau makanan
yang rasanya sangat manis atau asin. Faktanya, menambahkan terlalu banyak
garam ke dalam makanan Anda dapat meningkatkan tekanan darah, Mereka
membutuhkan perencanaan menu yang tepat, seperti makanan rendah lemak dan
asin (Anggala R, 2019).
Penelitian dilakukan oleh (Janu Purwono et al, 2020). Tingginya angka
hipertensi dipengaruhi oleh pola makan yang buruk, stress, pengetahuan,
konsumsi lemak, alkohol berlebihan, obesitas. Akibat kelebihan garam pada lansia
dapat menyebabkan stroke, hipertrofi ventrikel kiri dan proteinuria. Penelitian
yang dilakukan oleh (Sistikawati et al, 2021) juga terdapat faktor-faktor yang
dapat meningkatkan risiko hipertensi, salah satunya adalah pola makan (pola
konsumsi lemak, natrium dan kalium), oleh karena itu salah satu cara untuk
mencegah tekanan darah tinggi adalah mengatur kebiasaan makan, misalnya. diet
dengan kadar garam rendah, kendalikan obesitas. Diet sehat bisa berupa menu dan
memilih diet seimbang. Dari faktor diet salah satunya terlihat pada tingkat
kelebihan asupan natrium.
Kasus hipertensi menurut Data WHO 2015 menunjukkan sekitar 1,13 miliar
orang di dunia menderita hipertensi, yang berarti setiap 1 dari 3 orang di dunia
terdiagnosis menderita hipertensi, hanya 36,8% di antaranya yang minum obat.
Jumlah penderita hipertensi di dunia terus meningkat setiap tahunnya.
Diperkirakan pada 2025 akan ada 1,5 miliar orang yang terkena hipertensi serta
setiap tahun ada 9,4 juta orang meninggal akibat hipertensi dan komplikasi.
Estimasi jumlah kasus hipertensi di Indonesia sebesar 63.309.620 orang,
sedangkan angka kematian di Indonesia akibat hipertensi sebesar 427.218
kematian (Riskesdas, 2018)
4
8
1.1.1
9
9
.
Kandungan energi makanan diukur dalam satuan kalori. Kandungan
kalori makanan tergantung pada kandungan karbohidrat, protein dan
lemak. Lemak menghasilkan kalori paling banyak menurut beratnya - 9
kalori per gram. Nutrisi lain tidak mempengaruhi kandungan energi
makanan. Oleh karena itu, makanan yang kaya lemak tinggi kalori.
Sebaliknya, makanan dengan kandungan air yang tinggi, seperti sayuran
dan buah-buahan, rendah. Konsumsi lemak dibatasi agar kolesterol dalam
darah tidak terlalu tinggi. Kolesterol darah yang tinggi dapat menyebabkan
kolesterol mengendap pada dinding pembuluh darah. Ketika kolesterol
menumpuk, itu menyumbat arteri dan mengganggu aliran darah. Sehingga
membebani hati dan secara tidak langsung memperburuknya (Almatsier,
2011).
2. Perubahan Fungsional
Lansia memiliki fungsi fisik, psikososial, kognitif dan sosial. Penurunan
fungsi pada lansia biasanya berhubungan dengan penyakit dan
tingkat keparahannya, yang mempengaruhi kemampuan fungsional
dan kesejahteraan lansia. Status fungsional lanjut usia mengacu pada
kemampuan dan perilaku aman dalam aktivitas kehidupan sehari-
hari (ADL). ADL sangat penting dalam menentukan kemandirian
pada lansia. Perubahan nilai ADL yang tiba-tiba merupakan tanda
penyakit akut atau memburuknya masalah kesehatan.
3. Perubahan kognitif
Perubahan struktur dan fisiologi otak yang berhubungan dengan
gangguan kognitif (penurunan jumlah sel dan konsentrasi
neurotransmitter) terjadi dengan atau tanpa gangguan kognitif.
Gejala penurunan kognitif, seperti distraksi, kehilangan kemampuan
bahasa dan berhitung, dan penilaian yang buruk, bukanlah bagian
dari proses penuaan yang normal.
4. Perubahan Psikososial
Perubahan psikososial yang terjadi pada proses penuaan meliputi proses
perubahan hidup dan kehilangan. Semakin panjang usia, semakin
banyak transisi dan kerugian yang harus dihadapi. Perubahan hidup,
sebagian besar dibentuk oleh pengalaman kehilangan, termasuk
pensiun dan perubahan keadaan keuangan, perubahan peran dan
hubungan, perubahan kesehatan, fungsi dan jaringan sosial.
Lansia memiliki tugas perkembangan khusus. (Potter dan Perry, 2005). Lima
kategori tugas perkembangan lansia meliputi:
1. Menyesuaikan diri terhadap penurunan kekuatan fisik.
Lansia meningkatkan kesehatan dan mencegah penyakit dengan pola
hidup sehat, ketika lansia menyesuaikan diri saat terjadinya
perubahan normal tubuh seiring terjadinya penuaan sistem tubuh,
perubahan penampilan dan fungsi tubuh.
2. Menyesuaikan diri terhadap masa pensiun dan penurunan
pendapatan.
Lansia umumnya pensiun dari pekerjaan purna sehingga harus
menyesuaikan diri dan membuat perubahan karena hilangnya peran
bekerja.
3. Menyesuaikan diri terhadap kematian pasangan.
Mayoritas lansia dihadapkan pada kematian pasangan, teman, dan
kadang anak. Kehilangan ini kadang sulit untuk diselesaikan, apalagi
pada lansia yang menggantungkan hidupnya dari seseorang yang
meninggal dan sangat berarti bagi dirinya.
4. Menerima diri sendiri sebagai individu lansia.
Beberapa lansia kesulitan untuk menerima diri sendiri selama penuaan.
Mereka memperlihatkan ketidakmampuannya sebagai koping dan
menyangkal penurunan fungsi, meminta cucunya untuk tidak
memanggil mereka “nenek/kakek” atau menolak bantuan
5. Mempertahankan kepuasan pengaturan hidup.
Lansia dapat merubah rencana kehidupannya. Beberapa masalah
kesehatan mengharuskan lansia untuk tinggal dengan keluarga atau
temannya. Perubahan rencana kehidupan lansia membutuhkan
periode penyesuaian yang lama, selama lansia memerlukan bantuan
dan dukungan professional perawatan kesehatan dan keluarga.
(mmHg) (mmHg)
Optimal Normal Normal-Tinggi
<120 <80
<130 <85
130-139 85-89
Tingkat 1 (Hipertensi Ringan) 140-159 90-99
Sub-group: perbatasan 140-149 90-94
setelah terjadi komplikasi pada organ target seperti pada ginjal, mata, tak
dan jantung (Manjoer, 2000 dalam buku Hipertensi)
Pada awal perkembangan hipertensi, tidak ada manifestasi yang
dicatat oleh klien atau praktisi kesehatan. Pada akhirnya tekanan darah
akan naik, dan jika keadaan ini tidak terdeteksi selama pemeriksaan rutin,
klien akan tetap tidak sadar bahwa tekanan darahnya naik. Jika keadaan ini
dibiarkan tidak terdiagnosis, tekanan darah akan terus naik, manifestasi
klinis akan menjadi jelas, dan klien pada akhirnya akan datang ke rumah
sakit dan mengeluhkan sakit kepala terus menerus, kelelahan, pusing,
berdebar-debar sesak, pandangan kabur atau penglihatan ganda, atau
mimisan (Joyce M.Black, 2014).
Menurut (Brunner & Suddarth, 2014) manifestasi klinis hipertensi yaitu :
1. Pemeriksaan fisik dapat mengungkap bahwa tidak ada abnormalitas
lain selain tekanan darah tinggi
2. Perubahan pada retina disertai dengan hemoragi, eksudat,
penyempitan arteriol, dan bintik katun wol (cottton-wool spots)
(infarksio kecil), dan papiledema dapat terlihat pada kasus hipertensi
berat.
3. Gejala biasanya mengindikasikan kerusakan vaskular yang
berhubungan dengan sistem organ yang dialiri oleh pembuluh
darah yang terganggu.
4. Penyakit arteri koroner dengan angina atau infark miokardium
adalah dampak yang paling sering terjadi.
5. Hipertrofi ventrikel kiri dapat terjadi, berikutnya akan terjadi
gagal jantung.
6. Perubahan patologis dapat terkadi di ginjal (nokturia dan
peningkatan BUN dan kadar kreatinin).
7. Dapat terjadi gangguan serebrovaskular (stroke atau serangan
iskemik transien (TIA) (perubahan dalam penglihatan atau
kemampuan bicara, pening, kelemahan, jatuh mendadak atau
hemiplegia transien atau permanen
25
d. Nutrisi
Konsumsi natrium bisa menjadi faktor penting dalam perkembangan
27
33
(middle age) di Puskesmas Pasirkaliki.
34
34
: Diteliti
: Hubungan
2. Kriteria Ekslusi
Kriteria eksklusi merupakan karakteristik yang menghilangkan
atau mengeluarkan subjek yang memenuhi kriteria inklusi dari studi
karena berbagai sebab (Nursalam, 2015). Kriteria eksklusi dalam
penelitian ini adalah :
a. Lansia dengan umur diatas 59 tahun tahun baik laki-laki maupun
perempuan yang berobat di Puskesmas Pasir kaliki
b. Lansia usia pertengahan (middle age) 45-59 tahun dengan
penyakit penyerta.
N
n= 2
1+ N (e)
124
n= 2
1+ 124(0 ,05)
124
n=
1+ 124(0,0025)
124
n=
1, 31
n = 95
Keterangan :
n = Jumlah sampel yang dicari
N = Ukuran populasi
e = nilai margin of error (besar kesalahan) dari ukuran populasi
Maka setelah dihitung dengan rumus Slovin besar sampel
didapatkan sebesar 95 sampel
2. Uji Reabilitas
Reliabilitas adalah indeks yang menujukkan sejauh mana suatu
alat pengukur dapat dipercaya ataupun diandalkan. Hal ini
menunjukan sejauh mana hasil pengukuran itu tetap konsisten apabila
dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala maupun
penggunaan alat ukur yang sama (Notoatmodjo, 2018). Keputusan uji
reabilitas yaitu bila nilai Cronbah’s Alpha > Konstanta (0,6), maka
pertanyaan reliabel dan apabila nilai Cronbah’s Alpha < konstanta
maka pertanyaan tersebut tidak reliabel. kuesioner Food Frequency
Questionnaire (FFQ) indeks reabilitasnya 0,77 (FAO, 2018).
Upaya yang dilakukan penulis untuk meningkatkan reabilitas
alat ukur dengan menggunakan spygmomanometer yang di validasi
oleh alat osilometer yang dikalibrasi setiap 6-12 bulan, serta
pengecekan kembali kode diagnosis hipertensi (ICD-10) pada sistem
informasi kesehatan (Diskes Jabar, 2022)
2. Pelaksanaan
a. Mendapatkan izin melakukan penelitian dari Institut
Kesehatan Rajawali Bandung
b. Mendapatkan izin untuk melakukan studi pendahuluan
kepada lansia dan pengambilan data di Puskesmas
Pasirkaliki
c. Melakukan penelitian di Puskesmas Pasirkaliki sesuai
kriteria inklusi yang telah ditentukan
d. Melakukan informed consent dengan menjelaskan tujuan
dilakukannya penelitian
e. Penyebaran lembar kuesioner kepada lansia untuk diisi dan
didampingi oleh peneliti.
3. Tahap Akhir
a. Menyusun laporan hasil penelitian
b. Persentasi hasil penelitian
c. Perbaikan dokumentasi
d. Pendokumentasian hasil penelitian
d. Pembersihan data Apabila semua data dari setiap sumber data atau
responden telah selesai dimasukkan, kemudian perlu dilakukan cek
ulang untuk melihat kemungkinan adanya kesalahan yang terjadi
pada kode atau ketidaklengkapan data sehingga dilakukan
pembetulan atau koreksi.
43
2. Analisa Data
Analisis data pada suatu penelitian akan melalui prosedur
bertahap diantaranya sebagai berikut:
1. Analisa Univariat
Analisis univariat adalah suatu analisis yang dapat
menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik pada setiap
variabel penelitian (Notoatmodjo, 2018). Dalam penelitian ini
peneliti melihat gambaran distribusi frekuensi untuk variabel
pola makan dan hipertensi.
2. Analisa Bivariat
Analisis bivariat digunakan dalam menyatakan analisis
terhadap dua variabel yang diduga berhubungan atau
berkorelasi (Notoatmodjo, 2018). Penelitian ini digunakan Uji
Spearman untuk menghubungkan variable terikat
(independent) dan variable bebas (dependent) yaitu untuk
mencari hubungan pola makan dengan kejadian hipertensi
pada usia dewasa pertenghan (Middle Age) di Puskesmas
Pasirkaliki. Uji Spearman adalah uji parametik untuk menguji
hubungan keeratan antara 2 variabel dengan skala
pengukuran nominal dan nominal (Sugiyono, 2009)
44
1.1.2. Gambaran Kejadian Hipertensi di Puskesmas Pasir Kaliki
Tabel 4.2 Gambaran Distribusi Responden Berdasarkan Kejadian
Hipertensi di Puskesmas Pasir Kaliki
No Hipertensi Frekuensi Presentase
1 Hipertensi 90 94.7
2 Tidak Hipertensi 5 5.3
Total 95 100.0
Berdasarkan Tabel 4.5 diperoleh hasil uji spearman rank dari 95 responden
dengan p value <.001 < a 0,05 maka H0 ditolak yang dapat ditarik kesimpulan
bahwa dalam penelitian ini ada hubungan pola makan dengan kejadian hipertensi
pada usia dewasa pertengahan (Middle Age) di Puskesmas Pasir Kaliki.
44
1.1. Pembahasan
1.1.1. Pola Makan Responden di Puskesmas Pasir Kaliki
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan peneliti di Puskesmas
Pasir Kaliki diketahui bahwa frekuensi responden berdasarkan pola makan
tertinggi memiliki kebiasaan pola makan yang buruk yaitu sebanyak 77
orang (81,1%) dan frekuensi responden dengan pola makan terendah
dengan kategori pola makan baik sebanyak 18 orang (18,9%). Hasil ini
dapat dilihat dengan mengisi kuesioner pola makan
Berdasarkan variabel pola makan sampel yang ada di Puskesmas
Pasirkaliki lebih banyak mempunyai kebiasaan pola makan yang buruk,
diperoleh dari data hasil kuesioner responden lebih sering mengkonsumsi
makanan tinggi natrium, yaitu Ikan Asin yang dikonsumsi (4-6x/minggu).
Karena bahan makanan tersebut murah dan mudah didapatkan. Responden
juga sering mengkonsumsi makanan yang tinggi lemak seperti gorengan
daging olahan dan jeroan dengan frekuensi makan makanan tersebut (4-
6x/minggu), dan juga responden sering mengkonsumsi makanan tinggi
natrium dan lemak yaitu biskuit dan krakers asin (Setiap Hari) untuk
cemilan saat bekerja atau bersantai di rumah.
Berdasarkan uraian diatas penulis menyimpulkan bahwa umur 45-59
tahun adalah usia yang rentan memiliki pola makan yang buruk. Lansia
(Middle Age) atau umur 45-59 tahun cenderung mempunyai kebiasaan
mengkonsumsi makanan yang tinggi natrium dan tinggi lemak yang dapat
menyebabkan tekanan darah meningkat.
44
Hipertensi primer biasanya muncul antara usia 30-50 tahun. Peristiwa
hipertensi meningkat dengan usia 50-60% klien yang berumur lebih dari
60 tahun memiliki tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg. Hipertensi
sistolik terisolasi umumnya terjadi pada orang yang berusia lebih dari 50
tahun, dengan hampir 24% dari semua orang yang terkena pada usia 80
tahun. (Joyce M. Black, 2014). Menurut (Saladini Francesca et al, 2011)
usia (Middle Age) lebih rentan terkena hipertensi dibanding usia lainnya
karena saat dimana seseorang memasuki usia (Middle Age) artau usia 45-
59 tahun kondisi tubuh mengalami penurunan fungsi organ. Bertambahnya
umur mengakibatkan tekanan darah meningkat, karena dinding arteri pada
lansia mengalami penebalan yang dapat mengakibatkan penumpukan zat
kolagen pada lapisan otot, sehingga pembuluh darahakan perlahan
menyempit dan menjadi kaku (Anggraeni et al, 2009).
Berdasarkan uraian diatas penulis menyimpulkan bahwa umur 45-59
tahun adalah usia yang rentan terkena penyakit kronis, salah satunya
adalah hipertensi. Seiring bertambahnya umur lansia akan menyebabkan
arteri kehilangan elasitasnya sehinga menyebabkan adanya perubahan
struktural dan fungsional pada pembuluh darah.
44
pada usia dewasa pertengahan (Middle Age) di Puskesmas Pasir Kaliki
dengan hasil kolerasi 0,456 yang menunjukan terdapat hubungan kuat
antara pola makan dengan kejadian hipertensi.
Berdasarkan hasil penelitian jenis kelamin yang beresiko memiliki
hipertensi perempuan juga didapatkan data bahwa hampir seluruh
responden yang mengalami hipertensi yaitu perempuan 69 (72.6%)
dibandikan laki laki sebanyak 26 (27,4%) Menurut (Nadiyah, 2023), jenis
kelamin merupakan faktor yang mempengaruhi hipertensi. Jenis kelamin
wanita lebih memiliki tekanan darah tinggi lebih sering daripada laki-laki.
Karena wanita memiliki peningkatan risiko terkena hipertensi. Wanita
juga mengalami menopause. hipertensi yang dimiliki wanita hubungan
yang sangat erat dengan tekanan darah yang disebabkan oleh hormon,
wanita juga berisiko tinggi terkena tekanan darah tinggi karena: Kelebihan
berat badan (obesitas). Menurut penelitian (Purwono et al., 2020),
penelitian ini tentang perempuan memiliki tekanan darah tinggi lebih
sering daripada laki-laki. Wanita memiliki peningkatan risiko terkena
tekanan darah tinggi karena menopause terjadi pada usia di atas 45 tahun.
wanita berpengalaman Selama menopause, ada kadar estrogen yang
meningkat dan dapat menyebabkan High Density Lipoprotein (HDL) yang
berperan untuk menjaga kesehatan pembuluh darah Tingkat HDL yang
tinggi meningkatkan tekanan darah tinggi dan menyebabkan
aterosklerosis
Konsumsi natrium bisa menjadi faktor penting dalam perkembangan
hipertensi esensial. Paling tidak 40% dari klien yang akhirnya terkena
hipertensi akan sensitif terhadap garam dan kelebihan garam mungkin
menjadi penyebab pencetus hipertensi pada individu ini. Diet tinggi garam
mungkin menyebabkan pelepasan hormon natriuretik yang berlebihan,
yang mungkin secara tidak langsung meningkatkan tekanan darah. Muatan
natrium juga menstimulasi mekanisme vasopresor di dalam sistem saraf
pusat (SSP). (Joyce M.Black, 2014) Natrium mempunyai sifat mengikat
air sehingga dapat menyebabkan beban darah masuk ke jantung lebih berat
44
sehingga dapat mengakibatkan kenaikan tekanan darah (Damanik, 2011),
sementara lemak dapat menyebabkan pembuluh darah menjadi tebal atau
menjadi endapan keras pada dinding arteri, sehingga pembuluh darah
bekerja lebih keras untuk memompa darah, jika saluran darah menjadi
menyempit aliran darah menjadi tidak lancardan dapat menyebabkan
penyakit arterosklorosis (Rihiantoro, 2017)
Lemak berfungsi sebagai sumber energi pada tubuh, merupakan
sumber asam lemak essensial, alat pengangkut vitamin larut lemak,
penghemat protein, sebagai pelumas makanan, memberi rasa kenyang,
pelindung organ dan pemelihara suhu tubuh (Anggraiani, 2016) Makanan
berlemak mengandung lemak jenuh dan kolesterol. Tugas kadar lemak
yang tinggi dalam darah menyebabkan penyempitan pembuluh darah,
yang menyebabkan gangguan pada sistem penyakit kardiovaskular dan
secara tidak sengaja dapat menyebabkan tekanan darah menjadi meningkat
(Ramayulis, 2010). Sebagian besar makanan berlemak dimakan oleh
responden yang berobat di Puskesmas Pasikaliki gorengan dan daging
berlemak saat sering makan maksimal 3-6 kali seminggu. Karena daging
adalah makanan yang tinggi lemak (kolesterol) memiliki daging
Lipoprotein densitas sangat rendah (VLDL) dan densitas rendah
Lipoprotein tinggi (LDL) (lemak jahat) dengan Tingkat lipoprotein
densitas tinggi (HDL). Ketika kolesterol diturunkan pembuluh darah
tinggi, ini mengubah diameter pembuluh darahnya terbatas (Hermawati,
2014). Kandungan lemak yang tinggi dalam darah dapat menyebabkan
penyumbatan pembuluh darah karena banyaknya lemak yang menempel
pada dinding pembuluh darah. Kondisi seperti itu bisa membuat jantung
berdetak lebih cepat tekanan darah lebih kuat, yang memicu peningkatan
tekanan darah.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian (Ramayulis, 2010).
mengatakan bahwa pola makan yang salah dapat menyebabkan tekanan
darah naik, seperti kebiasaan makan makanan berlemak terutama jika
menyangkut asupan lemak jenuh dan kolesterol. Hasil penelitian ini juga
44
dikonfirmasi oleh (Emerita S, 2012), dimana terdapat keterkaitan antara
kebiasaan makan dengan kejadian Hipertensi pada lansia dan lanjut usia.
Namun penelitian ini bertolak belakang dengan penelitian (Harun O, 2019)
bahwa tidak terdapat hubungan antara pola makan dengan kejadian
hipertensi di puskesmas gunung bitung cianjur karena responden patuh
dalam menjalani diet hipertensi dan mengurangi konsumsi garam.
Berdasarkan uraian diatas penulis menyimpulkan bahwa pola makan
yang tidak sehat yang dapat menyebabkan tekanan darah tinggi meningkat,
karena sering mengkonsumsi makanan yang tinggi natrium dan tinggi
lemak dengan porsi besar atau melebihi dari kebutuhan. Makanan tinggi
natrium dan makanan yang berlemak akan menyebabkan lemak didalam
tubuh menumpuk dan mengakibatkan aliran darah terhambat sehingga
mengakibatkan hipertensi.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
1.3. Simpulan
1. Pola makan pada usia lansia pertengahan (Middle Age) di Puskesmas
Pasir Kaliki lebih banyak pada pola makan dengan kategori buruk
yaitu sebanyak 77 orang (81,1%) dan pada pola makan buruk yaitu
seebanyak 18 orang (18,9%)
2. Kejadian hipertensi pada usia lansia pertengahan (Middle Age) di
Puskesmas Pasir Kaliki lebih banyak dengan kategori hipertensi yaitu
44
sebanyak 90 orang (94,7%) dan pada responden yang memiliki
tekanan darah normal yaitu sebanyak 5 orang (5,3%)
3. Terdapat hubungan yang signifikan antara pola makan dengan
kejadian hipertensi pada usia lansia pertengahan (Middle Age) di
Puskesmas Pasir Kaliki dengan nilai p value <.001
1.4. Saran
1. Bagi Masyarakat
Hasil penelitian ini untuk masyarakat disarankan untuk
menerapkan pola makan yang sehat untuk meminimalisir terjadinya
kejadian hipertensi.
2. Bagi Pasien
Hasil penelitian ini penulis menyarankan kepada lansia untuk
memperhatikan pola makan dan mematuhi aturan yang telah
ditetapkan oleh petugas kesehatan sehingga kejadian hipertensi
juga tekanan darah dapat terkontrol.
3. Bagi Puskesmas
Bagi Puskesmas Pasir Kaliki disarankan untuk memberikan
kegiatan penyuluhan dan promosi kesehatan tentang penyakit tidak
menular khususnya penyakit hipertensi dan pola makan yang baik
pada penderita hipertensi dengan memperhatikan jenis makanan,
porsi makanan dan frekuensi makanan sehingga dapat
meminimalisir kejadian hipertensi di wilayah kerja Puskesmas
Pasir Kaliki.
44