Anda di halaman 1dari 54

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hipertensi merupakan penyakit degeneratif atau kerusakan atau gangguan
fungsi organ tubuh manusia. Hipertensi merupakan penyakit kronis untuk
berbagai umur karena merupakan faktor risiko berbagai penyakit lanjutan lainnya
seperti penyakit jantung, stroke, penyakit ginjal dan lain-lain. Hipertensi sendiri
merupakan gangguan pada sistem peredaran darah ketika tekanan berada di atas
nilai normal yaitu 140/90 mmHg (Dinas Kesehatan, 2020). Usia lansia
pertengahan (Middle Age) merupakan usia awal memasuki masa pralansia dimana
kondisi tubuh mulai mengalami penurunan sehingga sangat mudah mengalami
penyakit kronis salah satunya hipertensi (Faujiah & Ardiani, 2020). Hipertensi
pada usia lansia pertengahan (Middle Age) memiliki prevalensi yang tinggi dari
pada populasi lansia yang lain (Allameh M et al, 2022)
Hipertensi berarti tekanan darah sistolik di atas 140 mmHg dan tekanan
darah diastolik di atas 90 mmHg berdasarkan dua pengukuran atau lebih. (Brunner
dan Suddarth, 2013). Orang lanjut usia biasanya mengalami peningkatan tekanan
darah sistolik yang berhubungan dengan berkurangnya elastisitas pembuluh darah,
namun tekanan darah di atas 140/90 didefinisikan sebagai tekanan darah tinggi
dan meningkatkan risiko penyakit yang berhubungan dengan tekanan darah.
(Potter & Perry, 2010).
Hipertensi sendiri merupakan kondisi dimana tekanan darah seseorang
meningkat di atas normal, yang ditunjukkan dengan angka sistolik dan diastolik.
Tekanan darah manusia normal adalah 100-120 mmHg untuk tekanan sistolik dan
60-90 mmHg untuk tekanan diastolik, yaitu resistensi insulin. Krisis hipertensi
dapat terjadi pada pasien yang tidak mengontrol tekanan darahnya dengan baik,
yang memiliki hipertensi yang tidak terdiagnosis, atau yang menghentikan
pengobatan secara tiba-tiba (Smelter, 2016).

1
2

Lansia atau menua merupakan suatu kondisi yang terjadi dalam kehidupan
seseorang. Penuaan adalah proses seumur hidup yang tidak hanya dimulai pada
waktu tertentu, tetapi dimulai pada awal kehidupan. Penuaan adalah proses alami,
artinya seseorang telah melewati tiga tahap kehidupan: anak-anak, dewasa, dan
lanjut usia. (Nasrullah, 2016). Fungsi makan secara sosial, psikologis dan
fisiologis pada lansia berpengaruh terhadap kebiasaan makan lansia. Lemak,
terutama lemak jenuh, sebaiknya dihindari karena tinggi kalori dan dapat
menyebabkan aterosklerosis. Pengurangan garam juga dianjurkan, karena
pengurangan natrium telah terbukti mengurangi hipertensi (Smelter, 2016). Faktor
resiko utama aterosklerosis adalah tekanan darah tinggi (Ponznyak AV, 2022)
Pola Makan atau Diet adalah cara kita mengatur asupan makanan seimbang
dan apa yang dibutuhkan tubuh. Diet atau pengaturan pola makan merupakan
salah satu cara pengobatan hipertensi tanpa efek samping yang serius, karena cara
pengendaliannya lebih alami dibandingkan dengan obat antihipertensi, yang dapat
membantu pasien menjadi tergantung secara permanen terhadap obat tersebut.
Gizi buruk merupakan salah satu faktor risiko yang meningkatkan hipertensi.
Faktor makanan modern merupakan penyebab utama hipertensi (Mahmudah et al,
2015). Pola makan merupakan hal terpenting yang dapat mempengaruhi status
gizi kesehatan. Hal ini karena kuantitas dan kualitas makanan dan minuman yang
dikonsumsi mempengaruhi gizi dengan cara yang mempengaruhi kesehatan
individu dan masyarakat. Nutrisi yang optimal sangat penting untuk pertumbuhan
normal dan perkembangan fisik dan mental bayi, anak-anak dan semua umur.
(Permenkes RI No.41, 2014).
Salah satu faktor penyebab masalah tekanan darah tinggi pada lansia adalah
pola makan yang tidak baik dan mengkonsumsi makanan pemicu tekanan darah
tinggi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh (Choirun, 2014) menunjukkan bahwa
sebagian besar (70%) responden penderita hipertensi memiliki kebiasaan makan
yang tidak sesuai dengan diet hipertensi. Penelitian lain yang dilakukan oleh
(Elvia, 2012) menunjukkan bahwa sebagian besar jenis makanan yang di
konsumsi lansia tidak baik, yaitu sebesar 66,2% dan frekuensi makan pada lansia
juga tidak teratur. Kecukupan makanan sehat sangat penting pada usia dewasa
3

pertengahan (Middle Age). Lansia yang berusia antara 45 dan 59 tahun memiliki
nafsu makan yang berkurang, sehingga mereka mencoba makan makanan sehat
dan bergizi di usia paruh baya. Semakin bertambahnya usia melemahkan indera
perasa. Lansia yang memasuki usia (Middle Age) memilih makanan atau makanan
yang rasanya sangat manis atau asin. Faktanya, menambahkan terlalu banyak
garam ke dalam makanan Anda dapat meningkatkan tekanan darah, Mereka
membutuhkan perencanaan menu yang tepat, seperti makanan rendah lemak dan
asin (Anggala R, 2019).
Penelitian dilakukan oleh (Janu Purwono et al, 2020). Tingginya angka
hipertensi dipengaruhi oleh pola makan yang buruk, stress, pengetahuan,
konsumsi lemak, alkohol berlebihan, obesitas. Akibat kelebihan garam pada lansia
dapat menyebabkan stroke, hipertrofi ventrikel kiri dan proteinuria. Penelitian
yang dilakukan oleh (Sistikawati et al, 2021) juga terdapat faktor-faktor yang
dapat meningkatkan risiko hipertensi, salah satunya adalah pola makan (pola
konsumsi lemak, natrium dan kalium), oleh karena itu salah satu cara untuk
mencegah tekanan darah tinggi adalah mengatur kebiasaan makan, misalnya. diet
dengan kadar garam rendah, kendalikan obesitas. Diet sehat bisa berupa menu dan
memilih diet seimbang. Dari faktor diet salah satunya terlihat pada tingkat
kelebihan asupan natrium.
Kasus hipertensi menurut Data WHO 2015 menunjukkan sekitar 1,13 miliar
orang di dunia menderita hipertensi, yang berarti setiap 1 dari 3 orang di dunia
terdiagnosis menderita hipertensi, hanya 36,8% di antaranya yang minum obat.
Jumlah penderita hipertensi di dunia terus meningkat setiap tahunnya.
Diperkirakan pada 2025 akan ada 1,5 miliar orang yang terkena hipertensi serta
setiap tahun ada 9,4 juta orang meninggal akibat hipertensi dan komplikasi.
Estimasi jumlah kasus hipertensi di Indonesia sebesar 63.309.620 orang,
sedangkan angka kematian di Indonesia akibat hipertensi sebesar 427.218
kematian (Riskesdas, 2018)
4

Cakupan pelayanan kesehatan penderita hipertensi berdasarkan hasil


pengukuran tekanan darah di Jawa Barat Tahun 2021 sebesar 34,5%. Berdasarkan
hasil Riskesdas 2018, prevalensi hipertensi berdasarkan hasil pengukuran pada
penduduk umur >18 tahun sebesar 39,6 mengalami peningkatan dibandingkan
hasil Riskesdas Tahun 2013 yaitu sebesar 29,4 (Dinkes Jawa Barat, 2022)
Estimasi penderita hipertensi di Kota Bandung sebanyak 696.372 orang.
Sebanyak 137.754 orang penderita hipertensi (19,78%) telah mendapatkan
layanan kesehatan hipertensi. Sehingga hipertensi menjadi penyebab kematian
tertinggi di Kota Bandung dengan angka kematian sebanyak 10,45% atau 121
kasus kematian. (Dinkes Kota Bandung, 2022)
Puskesmas Pasirkaliki merupakan Puskesmas yang terletak di Jl. Pasir
Kaliki no. 188, RT.02/RW.01, Pasir Kaliki, Kec. Cicendo, Kota Bandung, Jawa
Barat 40171. Puskesmas Pasirkaliki adalah sebuah fasilitas pelayanan kesehatan
yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan
perorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan
preventif di wilayah kerjanya. Puskesmas Pasirkaliki memiliki wilayah kerja
sebesar 688,84 ha yang terdiri dari 6 Kelurahan, yaitu kelurahan Pasirkaliki,
Arjuna, Pajajaran, Pamoyanan, Husen Sastranegara dan Sukaraja dengan jumlah
penduduk 138 jiwa per ha. UPT Puskesmas Pasirkaliki juga melakukan upaya
kesehatan masyarakat seperti pelayanan promosi kesehatan, pelayanan kesehatan
lingkungan, pelayanan gizi, serta pelayanan pencegahan dan pengendalian
penyakit. Namun berdasarkan data dari Puskesmas Pasirkaliki pada tahun 2023
terdapat 1.496 penderita hipertensi pada usia 45-59 tahun.
Studi pendahuluan yang dilakukan pada 25 Febuari 2023 terhadap 10 lansia
umur 45 tahun sampai 59 tahun ditemukan bahwa 9 dari 10 lansia menderita
hipertensi, Hasil wawancara dan pengisian kuesioner menunjukan lansia tersebut
mempunyai pola makan yang tidak sehat seperti masih banyak yang
mengkonsumsi jenis makanan dengan kadar garam yang terlalu tinggi, konsumsi
lemak yang berlebih. Hal ini menjadi salah satu faktor penyebab tingginya angka
kejadian hipertensi di Puskesmas Pasirkaliki.
5

Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian


tentang Hubungan pola makan dengan kejadian hipertensi pada usia lansia
pertengahan (Middle Age) di Puskesmas Pasirkaliki.

1.2 Identifikasi Masalah


Penyakit hipertensi merupakan penyakit degeneratif atau rusak /
menurunnya fungsi dari organ-organ tubuh manusia. Penyakit hipertensi menjadi
penyakit yang paling diperhatikan oleh berbagai kalangan karena merupakan
faktor risiko terjadinya banyak kejadian penyakit lanjutan lainnya seperti penyakit
jantung, stroke, ginjal dan lain-lain. Lansia biasanya mengalami peningkatan
tekanan darah karena elastisitas pembuluh darah yang menurun, Hipertensi
berarti tekanan darah sistolik di atas 140/90 mmHg, hipertensi.
Mengatur pola makan atau disebut diet adalah salah satu cara untuk
mengatasi hipertensi tanpa efek samping yang serius, Karena metode
pengendaliannya lebih alami, jika dibandingkan dengan obat penurun tekanan
darah yang dapat membantu pasiennya menjadi tergantung seterusnya pada obat
tersebut. Pola makan yang salah merupakan salah satu faktor resiko yang
meningkatkan penyakit hipertensi. Pola makan merupakan perilaku paling penting
yang dapat mempengaruhi keadaan gizi. Hal ini disebabkan karena kuantitas dan
kualitas makanan dan minuman yang dikonsumsi akan mempengaruhi asupan gizi
sehingga akan mempengaruhi kesehatan individu dan masyarakat.

1.3 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas , maka penelitian merumuskan masalah
penelitian ini : “Adakah Hubungan Pola Makan dengan Kejadian Hipertensi Pada
Usia Lansia Pertengahan (Middle Age) di Puskesmas Pasirkaliki ?”
6

1.4 Tujuan Penelitian


1.4.1 Tujuan umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
hubungan pola makan dengan kejadian hipertensi pada usia lansia
pertengahan (middle age) di Puskesmas Pasirkaliki
1.4.2 Tujuan khusus.
1. Mengidenfikasi pola makan pada usia lansia pertengahan
(middle age).
2. Mengidentifikasi kejadian hipertensi pada usia lansia
pertengahan (middle age).
3. Menganalisis hubungan pola makan dengan kejadian hipertensi
pada usia lansia pertengahan (middle age) di Puskesmas
Pasirkaliki.

1.5 Hipotesis Penelitian


Hipotesis merupakan jawaban sementara dari suatu penelitian ini biasanya
disebut hipotesis. Jadi hipotesis dalam penelitian ini adalah suatau pernyataan
asumsi tentang hubungan antara dua atau lebih variabel yang diharapkan bisa
menjawab suatu pertanyaan dalam penelitian. Setiap hipotesis terdiri atas suatu
unit atau bagian dari pemasalahan (Nursalam,2013).
Ha : Ada Hubungan Pola Makan dengan Tekanan Darah Pada Lansia

1.6 Manfaat penelitian


1.1.1. Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan untuk
mengembangkan ilmu pengetahuan serta penelitian di bidang
Keperawatan khusunya keperawatan gerontik, keperawatan medikal
bedah dengan penyakit hipertensi.
7

1.1.1. Manfaat Praktis


1. Bagi Masyarakat
Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi kepada
masyarakat tentang pentingnya pola makan dalam meminimalisir
kekambuhan dan mengurangi terjadinya penyakit hipertensi.
2. Bagi pasien
Menambah informasi dan memberikan pengetahuan bagi pasien
agar menjaga pola makan, juga untuk mengurangi angka kejadian
penyakit hipertensi akibat pola makan yang buruk.
3. Bagi Puskesmas
Diharapkan hasil penelitian dapat menjadi masukan dan bahan
evaluasi bagi Puskesmas Pasirkaliki dalam pengendalian penyakit
hipertensi khususnya pada lansia..
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Pola Makan Hipertensi


1.1.2. Definisi Pola Makan
Pola makan atau Diet berarti kebiasaan atau upaya untuk
menerapkan kebiasaan makan yang sehat. Penyelenggaraan diet sehat
meliputi pengaturan kesesuaian makanan, jenis makanan dan jadwal
makan, tugasnya menjaga kesehatan (Almatsier, 2005). Gizi adalah ikatan
kimia yang dibutuhkan tubuh untuk menjalankan fungsinya, yaitu
menghasilkan energi, membangun dan memelihara jaringan, serta
mengatur proses kehidupan (Almatsier, 2011) Pola makan merupakan
perilaku terpenting yang dapat mempengaruhi status gizi. Hal ini karena
kuantitas dan kualitas makanan dan minuman yang dikonsumsi
mempengaruhi gizi dengan cara yang mempengaruhi kesehatan individu
dan masyarakat. Nutrisi yang optimal sangat penting untuk pertumbuhan
normal dan perkembangan fisik dan mental bayi, anak-anak dan semua
kelompok umur. (Permenkes RI No.14, 2014).
Modifikasi gaya hidup diet untuk hipertensi berfokus pada
pengurangan asupan natrium, menjaga asupan kalium dan kalsium yang
cukup, dan mengurangi asupan lemak. Pembatasan natrium dapat
mengurangi dan meningkatkan efek obat antihipertensi pada beberapa
pasien hipertensi. (LeMone, 2015 Hipertensi). Pola makan adalah salah
satu faktor risiko yang dapat dimodifikasi yang paling penting untuk
hipertensi. Pola makan tinggi daging merah dan olahan , makanan cepat
saji, makanan berlemak dan makanan penutup dapat meningkatkan
tekanan darah, tetapi pola makan kaya sayuran, biji-bijian, buah-buahan
dan daging tanpa lemak dikaitkan dengan penurunan tekanan darah.
(Firdaus & Suryingrat, 2020)

8
1.1.1

9
9

1.1.2 Tujuan Diet Hipertensi


Membantu menghilangkan retensi garam atau air dalam jaringan tubuh
dan menurunkan tekanan darah pada hipertensi (Almatsier, 2005).
Sedangkan menurut (Ramayulis, 2011) tujuan diet hipertensi yaitu :
Untuk menurunkan tekanan darah tinggi atau tekanan darah tinggi dengan
cara mengurangi konsumsi garam, sebaiknya menggunakan garam - 1
sendok teh per hari dan menambah makanan kaya serat, banyak makan
sayuran untuk memperlancar buang air besar dan mempertahankannya
secara maksimal, hentikan kebiasaan buruk seperti merokok, karena dapat
meningkatkan kerusakan pembuluh darah dengan menumpuknya
kolesterol di pembuluh darah, sehingga pembuluh darah menyempit,
minum alkohol dan kopi dapat membuat jantung berdetak lebih kencang.
Dan perbanyak konsumsi kalium untuk mengatasi kelebihan natrium
dalam tubuh, makanlah makanan yang mengandung magnesium, karena
magnesium dapat menurunkan tekanan darah tinggi, kebutuhan kalsium
tubuh harus terpenuhi untuk menghindari komplikasi hipertensi, begitu
juga sayur dan jamu. memeriksa tekanan darah. Ada juga berbagai jenis
diet hipertensi yang menurunkan tekanan darah tinggi yaitu: diet rendah
garam, mengurangi garam, diet rendah kalori, diet tinggi serat dan tinggi
kolesterol, membatasi konsumsi alkohol dan berhenti merokok.

1.1.1 Diet Rendah Garam


Diet rendah garam bertujuan untuk membantu menghilangkan retensi
garam atau air dalam jaringan tubuh dan menurunkan tekanan darah pada
pasien hipertensi (Almatsier, 2011). WHO menganjurkan pembatasan
konsumsi garam dapur hingga 6 gram sehari (ekuivalen dengan 2400 mg
natrium). Diet rendah garam dapat memengaruhi tekanan darah pada
orang dengan tekanan darah tinggi. Garam meja mengandung natrium,
yang dibutuhkan tubuh untuk menjalankan fungsi tubuh. Natrium
mengatur volume darah, tekanan darah, kadar air dan fungsi sel. Namun,
garam tidak boleh berlebihan, garam yang berlebihan menyebabkan
10

tekanan darah tinggi yang terus-menerus. Ginjal menyimpan natrium


ketika tubuh kekurangan natrium. Sebaliknya, ketika kadar natrium dalam
tubuh tinggi, ginjal mengeluarkan urin dalam jumlah yang berlebihan. Jika
fungsi ginjal tidak optimal, kelebihan natrium tidak dapat dihilangkan dan
menumpuk di dalam darah. Jumlah cairan dalam tubuh meningkat dan
membuat jantung dan pembuluh darah bekerja lebih keras untuk
memompa darah dan mengedarkannya ke seluruh tubuh. Tekanan darah
meningkat, ini terjadi dengan hipertensi. Selama konsumsi garam tidak
berlebihan dan sesuai kebutuhan, pembuluh darah dalam keadaan baik,
ginjal bekerja dengan baik serta proses kimia dan fisiologis tubuh berjalan
normal, tanpa gangguan (Sutomo, 2009 dalam buku Hipertensi).
Macam – Macam Diet Garam Rendah yaitu :
1. Diet Garam Rendah I (200-400 mg)
Diet ini diberikan pada pasien dengan oedema, asitesis, dan hipertensi
berat. Pada pengolahan makanannya tidak ditambahkan garam
dapur, hindari makanan tinggi natrium.
2. Diet Garam Rendah II (600-800 mg)
Diet ini berlaku kepada pasien odema, asitesis, dan hipertensi tidak
1
terlalu berat. Dalam pengolahan makanannya boleh menggunakan
2
sendok teh garam dapur (2 gr).
3. Diet Garam Rendah III (1000-1200 mg Na)
Diet ini diberikan pada pasien dengan oedema atau hipertensi ringan.
Dalam pengolahan makanan menggunakan garam 1 sendok teh (6
gr) garam dapur (Almatsier, 2005).
Hasil penelitian (Mardiyati, 2009) menunjukkan bahwa penderita hipertensi
yang mengikuti diet rendah garam, makan makanan rendah garam, dapat
terhindar dari tekanan darah tinggi atau hipertensi
11

1.1.1. Diet Tinggi Serat


Diet rendah garam dapat memengaruhi tekanan darah pada orang
dengan tekanan darah tinggi. Garam meja mengandung natrium, yang
dibutuhkan tubuh untuk menjalankan fungsi tubuh. Natrium mengatur
volume darah, tekanan darah, kadar air dan fungsi sel. Namun, garam
tidak boleh berlebihan, garam yang berlebihan menyebabkan tekanan
darah tinggi yang terus-menerus. Ginjal menyimpan natrium ketika tubuh
kekurangan natrium. Sebaliknya, ketika kadar natrium dalam tubuh tinggi,
ginjal mengeluarkan urin dalam jumlah yang berlebihan. Jika fungsi ginjal
tidak optimal, kelebihan natrium tidak dapat dihilangkan dan menumpuk
di dalam darah. Jumlah cairan dalam tubuh meningkat dan membuat
jantung dan pembuluh darah bekerja lebih keras untuk memompa darah
dan mengedarkannya ke seluruh tubuh. Tekanan darah meningkat, ini
terjadi dengan hipertensi. Selama konsumsi garam tidak berlebihan dan
sesuai kebutuhan, pembuluh darah dalam keadaan baik, ginjal bekerja
dengan baik serta proses kimia dan fisiologis tubuh berjalan normal, tanpa
gangguan (Sutomo, 2009 dalam buku Hipertensi).
Sayuran yang bermanfaat untuk mengontrol tekanan darah antara lain;
tomat, wortel, seledri (setidaknya 1 potong sehari dalam sup atau hidangan
lainnya), bawang putih (setidaknya cengkeh/hari. Anda juga bisa
menggunakan bawang merah dan daun bawang), kunyit, lada hitam, adas,
kemangi, dan rempah-rempah lainnya. Prediktor kuat lain dari tekanan
darah adalah kadar kolesterol, LDL dan/atau HDL yang tidak normal.
Serat larut muncul untuk mengurangi penyerapan kolesterol dalam saluran
pencernaan dengan cara mengikat empedu (yang mengandung kolesterol)
dan kolesterol makanan sehingga dapat dikeluarkan dari tubuh. Percobaan
intervensi serat dengan dedak gandum dan kacang-kacangan, di mana
serat dikombinasikan dengan diet rendah lemak, menurunkan kolesterol
total sebesar 8-26%. Studi lain menunjukkan bahwa 5-10 gram serat larut
per hari dapat menurunkan kolesterol LDL sekitar 5%. Semua manfaat ini
12

terjadi tanpa adanya perubahan kandungan lemak. Sebuah studi


eksperimental menggunakan kelompok rendah lemak dan rendah lemak,
serat tinggi menemukan bahwa kelompok serat tinggi memiliki penurunan
kolesterol total yang lebih besar (13%) daripada kelompok rendah lemak
(9%) dan reguler (7%)
Menurut hasil penelitian (Cholifah N, 2022). Terdapat pengaruh yang
signifikan antara terapi diet tinggi serat dengan kejadian hipertensi,
terdapat penrnan rata-rata tekanan darah sistolik dari 158,00 menjadi
143,33 setelah terapi diet tinggi serat dan penrunan nilai rata-rata tekanan
darah diastolik dari 94,67 menjadi 89,33 setelah melakukan terapi diet
tinggi serat. Hal ini juga diperjelas oleh penelitian yang dilakukan (Lutfi
M, 2019). Ada hubuungan antara diet tinggi serat dengan derajat
hipertensi, dan disarankan untuk pasien yang menderita hipertensi
mengkonsumsi makanan tinggi serat secara teratur, agar hipertensi yang
diderita tidak menjadi kronis dan dapat menrunkan derajat hipertensi.

1.1.1. Diet Rendah Energi dan Lemak


Diet rendah energi dan rendah lemak adalah diet yang mengandung
lebih sedikit energi dan lemak dari biasanya, mengandung cukup vitamin
dan mineral serta banyak serat, yang berguna untuk menurunkan berat
badan. Diet ini dirancang untuk menurunkan berat badan, yang dikurangi
secara bertahap, dengan memperhatikan kebiasaan makan dari segi
kualitas dan kuantitas. Lemak sedang (20-25%) berasal dari makanan
tinggi lemak tak jenuh. Kandungan karbohidrat yang rendah (55-65%) dari
total kebutuhan energi diperoleh dari makanan sumber karbohidrat
kompleks, yang memberikan rasa kenyang dan mencegah sembelit.
Sebagai alternatif, gula buatan dapat digunakan sebagai pengganti gula
sederhana (Almatsier, 2013)
13

.
Kandungan energi makanan diukur dalam satuan kalori. Kandungan
kalori makanan tergantung pada kandungan karbohidrat, protein dan
lemak. Lemak menghasilkan kalori paling banyak menurut beratnya - 9
kalori per gram. Nutrisi lain tidak mempengaruhi kandungan energi
makanan. Oleh karena itu, makanan yang kaya lemak tinggi kalori.
Sebaliknya, makanan dengan kandungan air yang tinggi, seperti sayuran
dan buah-buahan, rendah. Konsumsi lemak dibatasi agar kolesterol dalam
darah tidak terlalu tinggi. Kolesterol darah yang tinggi dapat menyebabkan
kolesterol mengendap pada dinding pembuluh darah. Ketika kolesterol
menumpuk, itu menyumbat arteri dan mengganggu aliran darah. Sehingga
membebani hati dan secara tidak langsung memperburuknya (Almatsier,
2011).

Tabel 2.1 Bahan makanan yang dianjurkan dan tidak dianjurkan


Bahan Makanan Dianjurkan Tidak Dianjurkan
Sumber Karbohidrat Beras, kentang, terigu,
Makanan yang diolah dari
tapioka, hunkwe, gula, sumber hidrat arang
makanan yang diolah dari dengan penambahan
bahan makanan tersebut garam dapur baking
tanpa garam dapur atau powder atau soda kue
soda. seperti roti, biskuit, mie
bihun, makaroni, kue
kering.

Sumber Protein Hewani Daging, ayam dan ikan


Otak, ginjal, lidah, sardin,
maksimal 100 gram daging berlemak, ikan
sehari, telur maksimal 1 asin, makanan kalengan,
butir sehari, susu telur asin, daging asap,
maksimal 200 gram sosis, ham, bacon,
sehari. dendeng, abon, keju,
14

kornet, ebi dan udang


kering.

Sumber Protein Nabati Semua kacang-kacangan dan


Keju, kacang tanah, dan
hasilnya yang diolah dan semua kacang –
dimasak tanpa garam kacangan yang dimasak
dapur. dengan garam atau
bahan natrium lainnnya.

Sayuran Semua sayuran segar, sayuran


Sayuran yang dimasak dan
yang tidak diolah diawetkan dengan
menggunakan garam garam dapur dan ikatan
dapur atau natrium natrium lainnya, seperti
benzoat. sayuran dalam kaleng,
sawi asin, asinan dan
acar.

Buah – buahan Semua buah-buahan yang


Buah buahan yang
segar, buah yang diawetkan dengan
diawetkan tanpa garam garam dapur dan
dapur dan natrium natrium seperti buah
benzoat. dalam kaleng.

Lemak Minyak goreng, margarin,


Margarin dan mentega
dan mentega tanpa biasa.
garam/unsalted.

Minuman Teh, jus buah, jus sayuran, air


Minuman ringan, coklat,
putih. cafein, alkohol

Bumbu-bumbu Semua bumbu-bumbu kering


Garam dapur, baking
15

yang tidak mengandung powder, soda kue, vetsin


garam dapur dan sumber dan bumbu-bumbu yang
natrium lain. mengandung garam
dapur seperti kecap,
terasi, kaldu balok,
kaldu bubuk, saus tomat,
petis, dan tauco.

Sumber : Sutomo, 2009.

2.2 Konsep Dasar Lansia


2.2.1 Definisi Lansia
Definisi usia tua berbeda-beda tergantung dari sudut pandang
seseorang. Orang tua berusia 35 tahun dapat dianggap tua bagi anaknya
dan dianggap muda bagi orang tuanya. Orang berusia 65 tahun yang sehat
dan aktif dapat menghitung 75 sebagai permulaan usia tua. (Brunner dan
Suddarth, 2013). Usia pra lansia 45-59 tahun merupakan usia awal
dimulainya usia tua, dimana kondisi tubuh mulai menurun sehingga sangat
mudah mengalami penyakit kronis salah satunya hipertensi (Faujiah dan
Ardiani, 2020).
Penuaan (aging) adalah suatu keadaan yang terjadi dalam kehidupan
seseorang. Proses menua merupakan proses seumur hidup yang tidak
dimulai begitu saja pada waktu tertentu, tetapi dimulai pada awal
kehidupan. Penuaan merupakan proses alami, artinya seseorang telah
melewati tahapan kehidupan yaitu bayi baru lahir, balita, prasekolah,
sekolah, muda, dewasa dan tua. Tahapan berbeda ini dimulai baik secara
biologis maupun psikologis (Padila, 2013).
16

Seiring berjalannya waktu, setiap orang pasti mengalami proses


penuaan yang ditandai dengan penurunan fungsi, kemampuan dan daya
tahan tubuh. Pada masa ini, tubuh mengalami berbagai kemunduran baik
secara fisik maupun psikis. Oleh karena itu diperlukan intervensi
khususnya dalam bidang kesehatan agar lansia dapat hidup sehat dan
bermakna. (Dinkes, 2021)
Lansia yang berusia 65 tahun ke atas yang kebutuhan energinya
berkurang karena metabolisme melambat seiring bertambahnya usia.
Namun, kebutuhan vitamin dan mineral tetap tidak berubah sejak usia
paruh baya (Joyce M. Black, 2014 ). Usia 63 tahun ke atas didefinisikan
sebagai permulaan usia tua (old age) di Jerman pada abad ke-19. Batas
usia 65 tahun termasuk dalam kategori lansia (Potter dan Perry, 2009).

1.1.2 Klasifikasi Lansia


Menurut World Health Organization (WHO, 2017). Batasan usia lansia
dikelompokan menjadi 4 kelompok yaitu :
1. Lansia usia pertengahan (Middle Age) usia 45 sampai 59 tahun.
2. Lansia (Eldery) usia 60 sampai 74 tahun.
3. Lansia tua (Old) usia 75 sampai 90 tahun.
4. Lansia usia sangat tua (Very Old) usia diatas 90 tahun.

Lansia dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa golongan. Menurut


(Departermen Kesehatan Republik Indonesia, 2003), ada lima klasifikasi
pada lansia yang terdiri dari :
1. Pralansia (prasenilis) yaitu seseorang yang berusia antara 45-59
tahun,
2. Lansia adalah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih,
3. Lansia resiko tinggi adalah seseorang yang berusia 70 tahun atau
lebih/seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah
kesehatan.
17

4. Lansia potensial adalah lansia yang masih mampu melakukan


pekerjaan dan atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang
atau jasa.
5. Lansia tidak potensial adalah lansia yang tidak berdaya mencari
nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.

1.1.1 Perubahan Pada Lansia


Penuaan atau (Aging) terdapat perubahan baik secara fisik, sosial,
mental dan moral spiritual, yang semuanya saling terkait. Dan harus kita
ingat bahwa setiap perubahan membutuhkan adaptasi, walaupun
sebenarnya semakin tua usia kita semakin kurang fleksibel dalam
beradaptasi dengan berbagai perubahan yang terjadi, dan disini kita semua
harus menghadapi berbagai kebingungan. bagi lansia meliputi perubahan
fisik dan perubahan sosial (Padila, 2017).
Menurut (Potter & Perry, 2009). proses menua mengakibatkan terjadinya
banyak perubahan pada lansia yang meliputi :
1. Perubahan Fisiologis
Memahami kesehatan lansia biasanya tergantung pada pemahaman
pribadi mereka tentang fungsi tubuh mereka. Lansia yang memiliki
rutinitas atau rutinitas sehari-hari cenderung menganggap diri
mereka sehat, sedangkan lansia yang memiliki gangguan fisik,
emosional, atau sosial yang menghalangi mereka untuk berfungsi
cenderung menganggap diri mereka sakit. Perubahan fisiologis pada
lansia meliputi kulit kering, rambut menipis, gangguan pendengaran,
refleks batuk yang memburuk, sekresi lendir, penurunan curah
jantung, dll. Perubahan tersebut tidak bersifat patologis, namun
dapat membuat lansia lebih rentan terhadap beberapa penyakit.
Perubahan tubuh terjadi terus menerus seiring bertambahnya usia
dan dipengaruhi oleh status kesehatan, gaya hidup, stress dan
lingkungan.
18

2. Perubahan Fungsional
Lansia memiliki fungsi fisik, psikososial, kognitif dan sosial. Penurunan
fungsi pada lansia biasanya berhubungan dengan penyakit dan
tingkat keparahannya, yang mempengaruhi kemampuan fungsional
dan kesejahteraan lansia. Status fungsional lanjut usia mengacu pada
kemampuan dan perilaku aman dalam aktivitas kehidupan sehari-
hari (ADL). ADL sangat penting dalam menentukan kemandirian
pada lansia. Perubahan nilai ADL yang tiba-tiba merupakan tanda
penyakit akut atau memburuknya masalah kesehatan.
3. Perubahan kognitif
Perubahan struktur dan fisiologi otak yang berhubungan dengan
gangguan kognitif (penurunan jumlah sel dan konsentrasi
neurotransmitter) terjadi dengan atau tanpa gangguan kognitif.
Gejala penurunan kognitif, seperti distraksi, kehilangan kemampuan
bahasa dan berhitung, dan penilaian yang buruk, bukanlah bagian
dari proses penuaan yang normal.
4. Perubahan Psikososial
Perubahan psikososial yang terjadi pada proses penuaan meliputi proses
perubahan hidup dan kehilangan. Semakin panjang usia, semakin
banyak transisi dan kerugian yang harus dihadapi. Perubahan hidup,
sebagian besar dibentuk oleh pengalaman kehilangan, termasuk
pensiun dan perubahan keadaan keuangan, perubahan peran dan
hubungan, perubahan kesehatan, fungsi dan jaringan sosial.

1.1.1 Tugas Perkembangan Lansia


19

Lansia memiliki tugas perkembangan khusus. (Potter dan Perry, 2005). Lima
kategori tugas perkembangan lansia meliputi:
1. Menyesuaikan diri terhadap penurunan kekuatan fisik.
Lansia meningkatkan kesehatan dan mencegah penyakit dengan pola
hidup sehat, ketika lansia menyesuaikan diri saat terjadinya
perubahan normal tubuh seiring terjadinya penuaan sistem tubuh,
perubahan penampilan dan fungsi tubuh.
2. Menyesuaikan diri terhadap masa pensiun dan penurunan
pendapatan.
Lansia umumnya pensiun dari pekerjaan purna sehingga harus
menyesuaikan diri dan membuat perubahan karena hilangnya peran
bekerja.
3. Menyesuaikan diri terhadap kematian pasangan.
Mayoritas lansia dihadapkan pada kematian pasangan, teman, dan
kadang anak. Kehilangan ini kadang sulit untuk diselesaikan, apalagi
pada lansia yang menggantungkan hidupnya dari seseorang yang
meninggal dan sangat berarti bagi dirinya.
4. Menerima diri sendiri sebagai individu lansia.
Beberapa lansia kesulitan untuk menerima diri sendiri selama penuaan.
Mereka memperlihatkan ketidakmampuannya sebagai koping dan
menyangkal penurunan fungsi, meminta cucunya untuk tidak
memanggil mereka “nenek/kakek” atau menolak bantuan
5. Mempertahankan kepuasan pengaturan hidup.
Lansia dapat merubah rencana kehidupannya. Beberapa masalah
kesehatan mengharuskan lansia untuk tinggal dengan keluarga atau
temannya. Perubahan rencana kehidupan lansia membutuhkan
periode penyesuaian yang lama, selama lansia memerlukan bantuan
dan dukungan professional perawatan kesehatan dan keluarga.

1.1. Hipertensi Pada Lansia


1.1.1 Definisi Hipertensi
20

Hipertensi adalah suatu keadaan di mana tekanan darah menjadi naik


yaitu tekanan darah sistolik >140mmHg dan atau tekanan darah diastolik
>90mmHg karena gangguan pada pembuluh darah yang mengakibatkan
suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah terhambat sampai ke
jaringan tubuh yang membutuhkannya (Apriyani Puji Astuti, 2022).
Hipertensi adalah kondisi tekanan darah yang berada diatas batas-
batas tekanan darah normal. Hipertensi adalah penyakit yang harus selalu
di pantau secara berkala karena penyakit ini merupakan penyakit yang
akan dialami penderita seumur hidup. Hipertensi sering menyertai faktor
resiko yang lain seperti penyakit jantung, diabetes militus, sindrome
metabolik, akan tetapi penyakit hipertensi juga merupakan sebuah jantung
utama terhadap kematian dari cerebrovaskuler, ginjal dan penyakit
vaskular perifer (Brunner & Suddarth, 2010).
Hipertensi (HT) adalah peningkatan tekanan darah arteri sistemik
secara terus-menerus. HT merupakan kasus yang terbanyak didiagnosis
pada pemeriksaan awal. Kasus hipertensi primer bertambah sesuai dengan
pertambahan usia. Mayoritas kasus hipertensi adalah hipertensi primer
(disebut juga sebagai hipertensi essensial atau hipertensi idiopatik). 92%-
95% kasus hipertensi adalah hipertensi primer. Hipertensi sekunder kira
kira sebanyak 5%-8% dari seluruh kasus hipertensi. Hipertensi primer
merupakan akibat dari interaksi kompleks antara faktor genetik dengan
lingkungan yang dimediasi oleh kondisi neurohormonal seseorang (Sue E.
Huether, 2019).

2.3.1 Klasifikasi Hipertensi


1. Klasifikasi menurut Joint National Commit 8.
21

Tabel 2.2 Klasifikasi menurut JNC (Joint National Commite on Prevention,


Detection, Evaluatin, and Treatment of High Blood Pressure)
Klasifikasi Tekanan Darah Sistolik Tekanan Darah

Tekanan Darah (mmHg) Diastolik (mmHg)


Normal <120 <80
Prehipertensi 120 – 139 80 – 89
Hipertensi stage I 140 – 159 90 – 99
Hipertensi stage II >160 >100
Sumber : James, et al., 2014.

Data terbaru menunjukan bahwa nilai tekanan darah yang


sebelumnya dipertimbangkan normal ternyata menyebabkan peningkatan
resiko komplikasi kardiovaskuler. Data ini mendorong pembuatan
klasifikasi baru yang disebut pra hipertensi (Sani, 2008).

2. Klasifikasi menurut WHO


WHO dan International Society of Hypertension Working Group
(ISHWG) telah mengelompokkan hipertensi dalam klasifikasi optimal,
normal, normal-tinggi, hipertensi ringan, hipertensi sedang, dan hipertensi
berat (Sani, 2008

Tabel 2.3 Klasifikasi Hipertensi menurut WHO-ISH 2003.


Kategori Tekanan Darah Sistol Tekanan Darah Diastol
22

(mmHg) (mmHg)
Optimal Normal Normal-Tinggi
<120 <80
<130 <85
130-139 85-89
Tingkat 1 (Hipertensi Ringan) 140-159 90-99
Sub-group: perbatasan 140-149 90-94

Tingkat 2 (Hipertensi Sedang) 160-179 100-109


Tingkat 3 (Hipertensi Berat) >180 >110
Hipertensi sistol terisolasi >140 <90
(Isolated systolic hypertension)
Sub-group: perbatasan 140-149 <90
Sumber : Sani, 2008

2.3.2 Etiologi Hipertensi


Etiologi hipertensi menurut sebabnya dibagi menjadi dua yaitu
sekunder dan primer. Hipertensi sekunder merupakan jenis yang penyebab
spesifiknya dapat diketahui (Sustranidan Alam, 2004 dalam buku
Hipertensi)
Hipertensi Esensial (Primer) Dasar-dasar patologis yang tepat dari
hipertensi primer tetap harus disusun. Hipertensi primer kemungkinan
besar terjadi karena kerusakan atau malfungsi pada beberapa atau semua
sistem ini yaitu: 1. Sistem baroreseptor dan kemoreseptor arteri; 2.
Pengaturan volume cairan tubuh; 3. Sistem renin-angiotensin; 4. Auto
regulasi vaskular (Joyce M.Black, 2014). Hipertensi Sekunder dicirikan
dengan peningkatan tekanan darah disertai dengan penyebab spesifik,
seperti penyempitan arteri renalis, penyakit parenkim renal,
hiperaldosteronisme (hipertensi meneralokortikoid), medikasi tertentu,
kehamilan dan koarkrtasi aorta. (Brunner & Suddarth, 2014)
Etiologi hipertensi menurut gejala dibedakan menjadi 2 yaitu
Hipertensi Benigna dan Hipertensi Maligna. Hipertensi Benigna adalah
23

keadaan hipertensi yang tidak menimbulkan gejala-gejala, biasanya


ditemukan pada saat penderita di cek up. Hipertensi Maligna adalah
keadaan hipertensi yang membahayakan biasanya disertai dengan keadaan
kegawatan yang merupakan akibat komplikasi organ – organ seperti otak,
jantung dan ginjal (Azam, 2005)
Menurut (Harisson, 2000 dalam buku Hipertensi) Penyebab
hipertensi primer (essensial) yaitu :
1. Herediter atau faktor genetic.
2. Lingkungan, termasuk asupan garam, obesitas, pekerjaan,
kurang olahraga, asupan alkohol, stress psikososial, jenis
kelamin dan usia.
3. Sistem renin, angiotensin dan aldosteron.
4. Defek membran sel dalam ekskresi Na, yaitu penurunan
pengeluaran Na dari dalam sel yang disebabkan oleh kelainan
pada sistem Na+K+ATPase dan Na+K+H+exchanger.
5. Restitensi insulin atau hiperinsulinemia mengakibatkan retensi
natrium ginjal, meningkatkan aktivitas saraf simpatis,
meningkatkan tekanan darah arteri, dan hipertrofi otot polos.

2.3.3 Manisfestasi Klinis


Tekanan darah yang tinggi merupakan salah satu penyebab dari
gejala hipertensi. Gejala muncul ketika terjadi komplikasi pada ginjal,
otak, mata dan jantung. Penyebab lain yang sering kita jumpai pada
masyarakat seperti sakit kepala, pusing, wajah kemerahan, mengalami
pendarahan pada hidung, mual muntah, gelisa, sesak nafas, pandangan
menjadi kabur, kelelahan, sulit tidur dan rasa berat ditengkuk. Keadaan
enselopati hypertensive atau penderita hipertensi berat dapat mengalami
penurunan kesadaran bahkan koma karena terjadi pembengkakan pada
otak (Anisah and Soleha, 2018).
Tingginya tekanan darah kadang merupakan satu-satunya gejala.
Kadang hipertensi primer berjalan tanpa gejala dan baru timbul gejala
24

setelah terjadi komplikasi pada organ target seperti pada ginjal, mata, tak
dan jantung (Manjoer, 2000 dalam buku Hipertensi)
Pada awal perkembangan hipertensi, tidak ada manifestasi yang
dicatat oleh klien atau praktisi kesehatan. Pada akhirnya tekanan darah
akan naik, dan jika keadaan ini tidak terdeteksi selama pemeriksaan rutin,
klien akan tetap tidak sadar bahwa tekanan darahnya naik. Jika keadaan ini
dibiarkan tidak terdiagnosis, tekanan darah akan terus naik, manifestasi
klinis akan menjadi jelas, dan klien pada akhirnya akan datang ke rumah
sakit dan mengeluhkan sakit kepala terus menerus, kelelahan, pusing,
berdebar-debar sesak, pandangan kabur atau penglihatan ganda, atau
mimisan (Joyce M.Black, 2014).
Menurut (Brunner & Suddarth, 2014) manifestasi klinis hipertensi yaitu :
1. Pemeriksaan fisik dapat mengungkap bahwa tidak ada abnormalitas
lain selain tekanan darah tinggi
2. Perubahan pada retina disertai dengan hemoragi, eksudat,
penyempitan arteriol, dan bintik katun wol (cottton-wool spots)
(infarksio kecil), dan papiledema dapat terlihat pada kasus hipertensi
berat.
3. Gejala biasanya mengindikasikan kerusakan vaskular yang
berhubungan dengan sistem organ yang dialiri oleh pembuluh
darah yang terganggu.
4. Penyakit arteri koroner dengan angina atau infark miokardium
adalah dampak yang paling sering terjadi.
5. Hipertrofi ventrikel kiri dapat terjadi, berikutnya akan terjadi
gagal jantung.
6. Perubahan patologis dapat terkadi di ginjal (nokturia dan
peningkatan BUN dan kadar kreatinin).
7. Dapat terjadi gangguan serebrovaskular (stroke atau serangan
iskemik transien (TIA) (perubahan dalam penglihatan atau
kemampuan bicara, pening, kelemahan, jatuh mendadak atau
hemiplegia transien atau permanen
25

2.3.4 Faktor yang Mempengaruhi Hipertensi


Berbagai faktor terlibat dalam patogenesis retensi natrium pada
penderita hipertensi. Faktor-faktor ini menyebabkan ekskresi natrium
melalui ginjal menjadi lebih rendah pada penderita hipertensi. Kondisi ini
dinamakan sebagai pergeseran pada hubungan tekanan-natriuresis (shift in
the pressure-natriuresis relationship). Kondisi ini merupakan faktor utama
patogenesis hipertensi primer (Sue E. Huether, 2019).
Menurut (Joyce M.Black, 2014) faktor – faktor risiko digolongkan
menjadi yang dapat diubah dan tidak dapat diubah :
1. Faktor yang tidak dapat diubah
a. Riwayat Keluarga
Kecenderungan genetis yang membuat keluarga tertentu lebih rentan
terhadap hipertensi mungkin berhubungan dengan peningkatan
kadar natrium intraseluler dan raasio kalsium-natrium, yang lebih
sering ditemukan pada orang berkulit hitam. Klien dengan orang
tua yang memiliki hipertensi berada pada risiko hipertensi yang
lebih tinggi pada usia muda.
b. Usia
Hipertensi primer biasanya muncul antara usia 30-50 tahun. Peristiwa
hipertensi meningkat dengan usia 50-60% klien yang berumur
lebih dari 60 tahun memiliki tekanan darah lebih dari 140/90
mmHg. Hipertensi sistolik terisolasi umumnya terjadi pada orang
yang berusia lebih dari 50 tahun, dengan hampir 24% dari semua
orang yang terkena pada usia 80 tahun.
c. Jenis Kelamin
Pada keseluruhan insiden, hipertensi lebih banyak terjadi pada pria
dibandingkan wanita sampai kira kira usia 55 tahun. Risiko pada
pria dan wanita hampir sama antara usia 55 sampai 74 tahun
kemudian setelah usia 74 tahun, wanita beresiko lebih besar.
d. Etnis
26

Statistik mortalitas mengindikasikan bahwa angka kematian pada


wanita berkulit putih dewasa dengan hipertensi lebih rendah pada
angka 4,7% pria berkulit putih pada tingkat terendah berikutnya
yaitu 6,3% dan pria berkulit hitam pada tingkat terendah
berikutnya yaitu 22,5% angka kematian tertinggi pada wanita
berkulit hitam pada angka 29,3%. Alasan peningkatan prevalensi
hipertensi di antara orang berkulit hitam tidaklah jelas, akan
tetapi peningkatannya dikaitkan dengan kadar renin yang lebih
rendah, sensitivitas yang lebih besar terhadap vasopresin,
tingginya asupan garam dan tingginya stress lingkungan.
2. Faktor risiko yang dapat diubah
a. Diabetes
Hipertensi telah terbukti terjadi lebih dari dua kali lipat pada klien
diabetes menurut beberapa studi penelitian terkini diabetes
mempercepat aterosklerosis dan menyebabkan hipertensi karena
kerusakan pada pembuluh darah besar.
b. Stress
Stress meningkatkan resistansi vaskular perifer dan curah jantung
serta menstimulasi aktivitas sistem saraf simpatis. Oleh karena itu
stress adalah permasalahan presepsi, iterpretasi orang terhadap
kejadian yang menciptakan banyak stresor dan respon stress
c. Obesitas
Orang dengan kelebihan berat badan tetapi mempunyai kelebihan
paling banyak di pantat, pinggul dan paha (tubuh berbentuk
“pear”) berada pada resiko jauh lebih sedikit untuk
pengembangan hipertensi sekunder daaripada peningkatan berat
badan saja

d. Nutrisi
Konsumsi natrium bisa menjadi faktor penting dalam perkembangan
27

hipertensi esensial. Paling tidak 40% dari klien yang akhirnya


terkena hipertensi akan sensitif terhadap garam dan kelebihan
garam mungkin menjadi penyebab pencetus hipertensi pada
individu ini. Diet tinggi garam mungkin menyebabkan pelepasan
hormon natriuretik yang berlebihan, yang mungkin secara tidak
langsung meningkatkan tekanan darah. Muatan natrium juga
menstimulasi mekanisme vasopresor di dalam sistem saraf pusat
(SSP).
e. Penyalahgunaaan Obat
Merokok sigaret, mengkonsumsi banyak alkohol, dan beberapa
penggunaan obat terlarang merupakan faktor risiko hipertensi.
Pada dosis tertentu nikotin dalam rokok sigaret serta obat seperti
kokain dapat menyebabkan naiknya tekanan darah secara
langsung.

2.3.5 Penatalaksanaan Hipertensi


Menurut (Brunner dan Suddarth, 2014 ), pendekatan non-
farmakologis untuk mengobati hipertensi meliputi penurunan berat
badan, pembatasan alkohol dan natrium, olahraga teratur, dan
relaksasi. Diet untuk Menghentikan Hipertensi yaitu diet yang
banyak mengandung buah-buahan, sayuran, dan produk susu rendah
lemak, telah terbukti dapat menurunkan tekanan darah tinggi. Untuk
pengobatan, pilihlah golongan obat yang memiliki efektivitas paling
besar, efek samping paling sedikit, dan peluang paling besar untuk
diterima oleh pasien. Dua kelompok obat tersedia sebagai
pengobatan lini pertama: diuretik dan beta-blocker. Dan tingkatkan
kepatuhan dengan menghindari komplikasi. Tekanan darah tinggi
dapat diobati dengan pengobatan atau perubahan gaya hidup.
Perubahan gaya hidup dapat dilakukan dengan membatasi konsumsi
garam maksimal satu sendok teh (6 gram per hari), menurunkan
berat badan, menghindari minuman berkafein, rokok dan minuman
28

beralkohol (Apriyani Puji Astuti, 2022).


Pengobatan hipertensi primer ditentukan oleh tingkat
keparahan gangguan yang menyebabkannya, JNC-8 mencatat bahwa
pengobatan dimulai dengan perubahan gaya hidup, karena sangat
berguna dalam mencegah dan mengobati hipertensi. Perubahan gaya
hidup meliputi program olahraga, perubahan pola makan, tidak
merokok, penurunan berat badan, termasuk mengurangi asupan
natrium. Mengurangi asupan garam adalah bagian penting dari
modifikasi diet, karena dapat menurunkan tekanan darah secara
signifikan pada pasien hipertensi dan normotensi. Pengobatan
hipertensi dengan obat mengurangi risiko kerusakan organ yang
disebabkan oleh tekanan darah dan mencegah penyakit yang
disebabkan oleh tekanan darah tinggi, seperti infark miokard dan
stroke. JNC-8 merekomendasikan untuk memulai pengobatan
dengan diuretik thiazide (diuretik thiazide) sendiri atau dalam
kombinasi dengan penghambat angiotensin II atau penghambat
saluran kalsium. Beta blocker bukan pilihan pertama dalam
pengobatan hipertensi karena beta blocker berkorelasi dengan
kejadian stroke yang lebih tinggi dibandingkan dengan angiotensin
II blocker. Pasien dengan gagal jantung, gagal ginjal kronis, infark
miokard atau hipertensi terkait stroke harus diobati dengan
penghambat ACE atau penghambat reseptor angiotensin. Dalam
beberapa kasus hipertensi, dua atau lebih kombinasi obat
antihipertensi digunakan untuk mencapai tujuan pengobatan
hipertensi. Berdasarkan JNC-8, tujuan pengobatan untuk hipertensi
tanpa komplikasi 18-59 tahun atau pada pasien hipertensi yang
berusia lebih dari 60 tahun dengan DM atau PGK, tujuan untuk
mengontrol tekanan darah adalah 60 tahun. tanpa diabetes, tanpa
gagal ginjal kronis, tujuan pengobatan adalah <150/90 mmHg.
Rekomendasi JNC-8 ini menghasilkan penurunan jumlah pasien
hipertensi yang dirawat dibandingkan dengan rekomendasi JNC
29

sebelumnya. Denervasi ginjal berbasis kateter dapat dilakukan dalam


pengobatan tekanan darah hipertensi. Jenegiatan ini dapat
menurunkan tekanan darah tinggi secara signifikan, namun masih
banyak yang harus dievaluasi dalam jenis prosedur ini, seperti
apakah aman dalam jangka panjang, bagaimana mekanisme kegiatan
ini, pasien mana yang tepat. melakukan jenis kegiatan ini. Hal lain
yang juga harus dievaluasi dalam pengobatan hipertensi adalah
kepatuhan pengobatan, respon pengobatan, efek samping pengobatan
dan efek samping pengobatan (Sue E. Huether, 2019).

2.3.6 Patofisiologi Hipertensi


Faktor patofisiologi yang berhubungan dengan terjadinya
hipertensi seperti peningkatan sistem saraf simpatis, peningkatan
hormon retensi natrium dan vasokonstriktor, asupan tinggi natrium,
asupan kalium dan kalsium yang tidak adekuat dalam makanan,
peningkatan sekresi renin dengan mengakibatkan peningkatan
angiotensin II dan aldosteron, kurangnya vasodilator seperti nitric
oxide dan prostasiklin, diabetes melitus, resistensi insulin, obesitas,
dll (Pardede and Sari, 2018).
Menurut (Guyton A, 2007 dalam buku Hipertensi) menjelaskan
tekanan darah berarti tenaga yang digunakan oleh darah terhadap
setiap satuan daerah dinding pembuluh darah tersebut. Tekanan
darah dipengaruhi oleh curah jantung dan tahanan perifer. Berbagai
faktor yang mempengaruhi curah jantung dan tahanan perifer akan
mempengaruhi tekanan darah. Pada dasarnya, awal dari suatu
kelainan tekanan darah tinggi disebabkan oleh peningkatan aktifitas
pusat vasomotor dan meningkatnya kadar norepineprin plasma
sehingga terjadi kegagalan sistem pengendalian tekanan darah yang
meliputi, tidak berfungsinya reflek baroreseptor ataupun
kemoreseptor.
Patofisiologi hipertensi terjadi akibat resistensi perifer yang
30

terus menerus tinggi (vasokonstriksi arteriol), akibat peningkatan


volume darah dalam sirkulasi, atau akibat kedua hal tersebut di atas.
Beberapa faktor genetik berkontribusi terhadap kejadian hipertensi.
Interaksi antara faktor-faktor genetik dengan lingkungan
menyebabkan terjadinya disfungsi neurohumoral sehingga memicu
terjadinya inflamasi dan retensi insulin. Resistensi insulin bersama
dengan disfungsi neurohumoral menyebabkan vasokontriksi sistemik
yang berkepanjangan dan meningkatkan resistensi perifer. Inflamasi
menyebabkan terjadinya disfungsi renal. Disfungsi renal ini bersama
dengan perubahan neurohumoral menyebabkan terjadinya retensi
garam dan air, sehingga memicu peningkatan volume darah hal itu
merupakan dua konsisi utama penyebab hipertensi (Sue E. Huether,
2019).

2.3.7 Keterkaitan pola makan dengan Tekanan Darah


Menurut Morrell (Sukri et al, 2019), kebiasaan makan yang
tidak sehat dapat menyebabkan hipertensi. Pada umumnya masyarakat
menyukai makanan yang asin dan asin seperti balad, rendang, santan,
junk food atau aneka olahan daging yang menyebabkan kolesterol
tinggi, serta makanan cepat saji yang tinggi lemak jenuh dan garam.
Beberapa makanan di atas merupakan kebiasaan makan yang tidak
sehat. Makanan berlemak, makanan siap saji dan makanan yang
mengandung serat atau potasium. Konsumsi lemak yang berlebihan
atau berlebihan dapat menyebabkan resiko hipertensi, terutama dapat
meningkatkan kadar kolesterol dalam darah. Kolesterol menempel
pada dinding pembuluh darah, yang seiring waktu menyebabkan
penyumbatan pembuluh darah karena plak menumpuk di dalam darah,
yang mempersempit aliran darah, mengakibatkan peningkatan volume
darah dan tekanan darah.
Na merupakan unsur yang dapat dikonsumsi sebagai garam
dalam jumlah kecil maupun besar, yaitu garam meja (NaCl). Orang
31

mengkonsumsi rata-rata 15 gram garam per hari. Tingginya kadar


garam atau sodium yang dikonsumsi orang menyebabkan hipertensi.
Natrium yang diserap ke dalam pembuluh darah berasal dari asupan
garam yang tinggi, yang menyebabkan retensi air, yang meningkatkan
volume darah dalam tubuh. Asupan natrium yang tinggi menyebabkan
konsumsi hormon natriuretik berlebihan, yang secara tidak langsung
menyebabkan peningkatan tekanan darah (Purwono et al., 2020).
Menurut (Faujiah dan Ardiani, 2020) umur 45-59 tahun (Middle
Age), yaitu awal transisi seseorang menuju masa tua atau pra-tua, saat
kondisi tubuh mulai memburuk. Lansia usia pertengahan (Middle
Age) atau 5-59 tahun sangat rentan terhadap penyakit. Menurut (Sari
dan Susanti, 2016), bertambahnya usia meningkatkan tekanan darah,
yang disebabkan oleh peningkatan ketebalan arteri, serta peningkatan
disfungsi jaringan endotel. Keadaan ini menyebabkan penumpukan zat
kolagen pada lapisan otot, pembuluh darah perlahan menyempit dan
menjadi tidak elastis. Penelitian ini sejalan dengan penelitian (Ikhwan,
2017). Makanan dengan lemak jenuh dan rendah serat mulai merebak
terutama di kota-kota besar Indonesia. Terakhir, melihat keadaan di
atas termasuk faktor risiko hipertensi (Apriyani Puji Astuti, 2022).
Usia juga dapat mempengaruhi tekanan darah seseorang, semakin tua
semakin tinggi tekanan darahnya. Populasi yang mengonsumsi diet
natrium tinggi memiliki insiden hipertensi yang tinggi. Akumulasi
garam menyebabkan retensi air dan meningkatkan volume darah, yang
dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah (Sue E. Huether,
2019).
Berdasarkan uraian di atas, pola makan dapat mempengaruhi
tekanan darah jika makanan yang tidak sehat dimakan dalam waktu
yang lama atau berulang kali. Kebiasaan makan yang tidak sehat yang
dapat menyebabkan tekanan darah tinggi, sering mengonsumsi
makanan dengan sodium dan lemak dalam porsi besar atau lebih dari
yang diperlukan. Makanan tinggi sodium dan lemak menyebabkan
32

lemak menumpuk di dalam tubuh dan menyumbat sirkulasi. Karena


penumpukan lemak, darah tidak bisa mengalir ke jantung.
Penumpukan lemak menyebabkan tekanan darah tinggi atau disebut
hipertensi. Seiring bertambahnya usia, kebutuhan masyarakat akan
makanan atau kebutuhan gizi semakin meningkat, dan seiring
bertambahnya usia, mereka mengalami peningkatan tekanan darah.

1.1. Kerangka teori penelitian


Kerangka teori merupakan seperangkat konstruk (konsep),
definisi dan proporsi yang berguna untuk melihat fenomena sacara
sistematik melalui spesifikasi hubungan antara variabel, sehingga
dapat berguna dalam menjelaskan dan meramalkan fenomena.
(Sugiyono, 2010).

Faktor – faktor yang


mempengaruhi
hipertensi :
a. Faktor yang tidak
dapat diubah
1. Riwayat Keluarga
2. Pertambahan usia
3. Jenis Kelamin
4. Etnis

b. Faktor yang dapat


diubah
1. Merokok
2. Stress
3. Pola Makan (Diet) Kejadian Hipertensi
4. Penyalahgunaan
obat

Gambar 2.1 Kerangka Teori


Sumber : Huether SE, McCance KL, editors. Buku Ajar Patofisiologi.
6th ed. Charlottesville: Elsevier; 2019.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

1.1. Rancangan Penelitian


Rancangan penelitian merupakan suatu strategi untuk
mencapai tujuan penelitian yang telah ditetapkan dan memiliki
peran sebagai pedoman atau penuntun peneliti dalam seluruh proses
penelitian (Nursalam, 2015). Penelitian ini merupakan penelitian
kuantitatif dengan menggunakan metode deskriptif korelatif dengan
pendekatan cross sectional yaitu suatu penelitian yang mempelajari
dinamika kolerasi antara faktor- faktor risiko dengan efek, dengan
cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus dalam
suatu saat (point time approach), sehingga dapat disimpulkan tiap
subjek dapat diobservasi sekali saja dan pengukuran terhadap status
karakter atau variabel subjek saat pemeriksaan (Notoatmodjo,
2018). Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif korelatif
sesuai dengan tujuan penelitian yaitu hubungan pola makan dengan
kejadian hipertensi pada lansia usia pertengahan (middle age) di
Puskesmas Pasirkaliki yang diukur menggunakan kuisioner dalam
satu waktu.

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 3.1 Rancangan Penelitian

3.2. Kerangka Penelitian


Kerangka konsep penelitian adalah suatu uraian dan visualisasi hubungan
antara konsep satu dengan konsep yang lainnya, atau antara variabel satu dengan
variabel lain dari masalah yang akan diteliti (Notoatmodjo, 2018). Sesuai dengan
tujuan penelitian, kerangka konsep dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui
hubungan pola makan dengan kejadian hipertensi pada lansia usia pertengahan

33
(middle age) di Puskesmas Pasirkaliki.

34
34

Variabel Independen Variabel Dependen

Pola Makan Kejadian Hipertensi

Gambar 3.2 Kerangka Konsep Penelitian


Keterangan :

: Diteliti

: Hubungan

3.3. Variabel Penelitian


Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang,
obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari kemudian ditarik kesimpulannya. (Sugiyono, 2017).
Variabel ini terdiri dari variabel bebas (Independent) dan variabel terikat
(Dependent).
1.1.1 Variabel Independen
Variabel bebas adalah merupakan variabel yang mempengaruhi
atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel
dependen (terikat) (Sugiyono, 2017). Variabel independent atau
bebas dari penelitian ini adalah pola makan.
3.3.1. Variabel dependent
Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang
menjadi akibat, karena adanya variabel bebas (Sugoyono, 2017).
Variabel dependent atau terikat dari penelitian ini adalah kejadian
hipertensi pada lansia pertengahan (middle age) di Puskesmas
Pasirkaliki.
35

3.4. Definisi Operasional


Definisi operasional pada variabel adalah definisi terhadap variabel yang
berdasarkan pada konsep teori namun bersifat operasional, agar variabel tersebut
dapat diukur atau bahkan dapat diuji baik oleh peneliti maupun peneliti lain
(Nursalam, 2017)

Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel


No Variabel Definisi Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Operasional
1. Pola Makan Pola makan Kuesioner Kriteria Nominal
menurut responden FFQ (Food Penilaian
adalah cara untuk Frequency 1. Tidak
mengatur jenis Questionnaire) Baik jika
ataupun jumlah Dengan skor 15-50
makanan yang kategori pola 2. Baik jika
sesuai dengan makan : skor 0-14
proporsi kebutuhan Konsumsi (FAO,
untuk sumber 2018)
mempertahankan karbohidrat
kesehatan, (makanan
kebutuhan nutrisi utama),
dan mencegah sumber protein
terjadinya penyakit. (lauk pauk),
(Dinkes, 2020) sumber lemak
(susu,dan lauk
pauk)
2. Kejadian Hipertensi di 1. Diagnosa Kriteria Nominal
definisikan sebagai
Hipertensi Medis Penilaian :
tekanan darah
sistolik lebih dari 1.Hipertensi
140 mmHg dan
>140/90 mmHg
tekanan diastolik
lebih dari 90 2.Tidak
mmHg,
Hipertensi
berdasarkan pada
dua kali <140/90 mmHg
36

pengukuran atau (ESH


lebih. (Brunner &
Hypertension
Suddarth, 2013).
Guidelines,
2018)

3.5. Populasi dan Sampel Penelitian


3.5.1. Populasi Penelitian
Populasi penelitian merupakan subjek (misalnya manusia) yang
dapat memenuhi kriteria yang telah ditetapkan (Nursalam, 2015).
Populasi yang terdapat dalam penelitian ini adalah pasien hipertensi
yang berobat di Puskesmas Pasirkaliki pada bulan April tahun 2023
dengan jumlah sebanyak 124 populasi.

3.5.2. Sampel Penelitian


Sampel adalah objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh
populasi (Notoatmodjo, 2018). Sampel terdiri atas bagian dari
populasi terjangkau yang dapat dipergunakan sebagai subjek
penelitian melalui sampling. Umumnya terdapat dua syarat yang
harus dipenuhi saat menetapkan sampel, yakni representatif atau
mewakili dan sampel harus cukup banyak. Sampel dari penelitian
ini adalah 95 pasien hipertensi yang berobat di Puskesmas
Pasirkaliki.

3.5.3. Kriteria Sampel


1. Kriteria Inklusi
Menurut Notoatmodjo (2018) Kriteria inklusi adalah kriteria ataupun
ciri-ciri yang perlu dipenuhi oleh anggota populasi yang dapat diambil
sebagai sampel. Kriteria inklusi merupakan karakteristik umum subjek
penelitian dari suatu populasi target yang terjangkau dan yang akan
37

diteliti (Nursalam, 2015). Dalam penelitian ini yang termasuk kriteria


inklusi diantaranya:
a. Lansia usia pertengahan (middle age) 45-59 tahun baik laki-laki
maupun perempuan yang berobat di Puskesmas Pasir kaliki
b. Lansia usia pertengahan (middle age) 45-59 tahun yang bersedia
mengisi kuesioner

2. Kriteria Ekslusi
Kriteria eksklusi merupakan karakteristik yang menghilangkan
atau mengeluarkan subjek yang memenuhi kriteria inklusi dari studi
karena berbagai sebab (Nursalam, 2015). Kriteria eksklusi dalam
penelitian ini adalah :
a. Lansia dengan umur diatas 59 tahun tahun baik laki-laki maupun
perempuan yang berobat di Puskesmas Pasir kaliki
b. Lansia usia pertengahan (middle age) 45-59 tahun dengan
penyakit penyerta.

3.5.4. Besar Sampel


Menetapkan besarnya atau jumlah sampel dalam suatu penelitian
tergantung pada sumber-sumber yang dapat digunakan untuk
menentukan batas maksimal dari besarnya sampel dan kebutuhan
dari rencana analisis yang menentukan batas minimal dari
besarnya sampel (Notoatmodjo, 2018).
38

N
n= 2
1+ N (e)
124
n= 2
1+ 124(0 ,05)
124
n=
1+ 124(0,0025)
124
n=
1, 31
n = 95

Keterangan :
n = Jumlah sampel yang dicari
N = Ukuran populasi
e = nilai margin of error (besar kesalahan) dari ukuran populasi
Maka setelah dihitung dengan rumus Slovin besar sampel
didapatkan sebesar 95 sampel

3.5.5. Teknik Sampling


Teknik penelitian ini adalah Quota Sampling, Teknik Quota
Sampling menentukan setiap strata populasi berdasarkan
karakteristik yang paling besar pengaruhnya terhadap variabel yang
diteliti (Notoatmodjo, 2018).

1.1. Teknik Pengumpulan data dan Prosedur Penelitian


1.1.1. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan suatu proses pendekatan kepada
subjek dan proses pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan
pada suatu penelitian. (Nursalam, 2015). Penentuan responden yang
39

diteliti merupakan langkah awal dalam pengumpulan data. Data yang


didapatkan adalah data primer dan sekunder dimana data didapatkan
secara langsung pada apa yang diteliti kepada subyek dengan sumber
data yang diberikan pihak puskesmas. Kuesioner digunakan peneliti
dalam pengambilan data primer dari responden.

1.1.2. Instrumen Penelitian


Instrumen penelitian adalah alat pengumpulan data tergantung pada
macam dan tujuan penelitian beserta data yang akan diambil atau
diperoleh (Notoatmodjo, 2018).
Instrumen penelitian yang digunakan pada pola makan yaitu Food
Frequency Questioner (FFQ) keluaran WHO yang dirancang untuk
menilai diet kebiasaan dengan menanyakan tentang frekuensi konsumsi
makanan atau kelompok makanan tertentu selama periode referensi.
Food Frequency Questioner (FFQ) merupakan teknik survey makanan
dengan menggunakan kuesioner berisi 2 komponen yaitu daftar bahan
makanan dan frekuensi penggunaan/frekuensi (FAO, 2018).
Instrumen penelitian yang digunakan untuk kejadian hipertensi
yaitu dengan menggunakan data sekunder diagnosa hipertensi yang
didapatkan dari data Rekam Medik Kesehatan pasien (Diskes Jabar,
2022)

1.1.3. Uji Validitas dan Reabilitas Instrumen


1. Uji Validitas
Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu
benar- benar dapat mengukur apa yang diukur (Notoatmodjo, 2018).
Dua hal penting yang harus dipenuhi dalam menentukan validitas
40

pengukuran yaitu isi instrumen relevan, cara dan sasaran instrumen


harus relevan (Nursalam, 2013). Hasil Uji Validitas Kuesioner Food
Frequency Questionnaire (FFQ) adalah 0,33-0,77 (FAO, 2018). Pada
penelitian ini penulis menggunakan kuesioner Food Frequency
Questionnaire (FFQ) yang terstandar maka kuesioner ini sudah dapat
dinyatakan valid tanpa harus menguji validitas statistiknya.
Diagnosa yang didapatkan dari data rekam medik merupakan
sumber sekunder sehingga tidak perlu dilakukan uji validitasnya
(Diskes Jabar, 2022)

2. Uji Reabilitas
Reliabilitas adalah indeks yang menujukkan sejauh mana suatu
alat pengukur dapat dipercaya ataupun diandalkan. Hal ini
menunjukan sejauh mana hasil pengukuran itu tetap konsisten apabila
dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala maupun
penggunaan alat ukur yang sama (Notoatmodjo, 2018). Keputusan uji
reabilitas yaitu bila nilai Cronbah’s Alpha > Konstanta (0,6), maka
pertanyaan reliabel dan apabila nilai Cronbah’s Alpha < konstanta
maka pertanyaan tersebut tidak reliabel. kuesioner Food Frequency
Questionnaire (FFQ) indeks reabilitasnya 0,77 (FAO, 2018).
Upaya yang dilakukan penulis untuk meningkatkan reabilitas
alat ukur dengan menggunakan spygmomanometer yang di validasi
oleh alat osilometer yang dikalibrasi setiap 6-12 bulan, serta
pengecekan kembali kode diagnosis hipertensi (ICD-10) pada sistem
informasi kesehatan (Diskes Jabar, 2022)

1.1.4. Prosedur Penelitian


1. Persiapan Penelitian
a. Mencari fenomena yang terjadi berdasarkan masalah
b. Menentukan judul penelitian
c. Menentukan lahan penelitian
41

d. Studi kepustakaan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan


masalah penelitian dan penyusunan proposal penelitian
e. Mengurus perizinan untuk pelaksanaan penelitian
f. Seminar proposal
g. Perbaikan proposal

2. Pelaksanaan
a. Mendapatkan izin melakukan penelitian dari Institut
Kesehatan Rajawali Bandung
b. Mendapatkan izin untuk melakukan studi pendahuluan
kepada lansia dan pengambilan data di Puskesmas
Pasirkaliki
c. Melakukan penelitian di Puskesmas Pasirkaliki sesuai
kriteria inklusi yang telah ditentukan
d. Melakukan informed consent dengan menjelaskan tujuan
dilakukannya penelitian
e. Penyebaran lembar kuesioner kepada lansia untuk diisi dan
didampingi oleh peneliti.

3. Tahap Akhir
a. Menyusun laporan hasil penelitian
b. Persentasi hasil penelitian
c. Perbaikan dokumentasi
d. Pendokumentasian hasil penelitian

1.1. Pengolahan data dan Analisa Data


1. Pengolahan Data
Teknik analisis data merupakan suatu penyajian data sebagai
hasil yang berarti dan berkesimpulan baik, dalam Teknik pengolahan
data menurut Notoatmodjo (2018), proses pengolahan data terdiri dari:
42

a. Penyuntingan data (editing) Hasil dari wawancara ataupun angket


yang diperoleh ataupun dikumpulkan melalui kuesioner perlu
disunting (edit) telebih dahulu, pengeditan kuesioner dilakukan
langsung pada saat penelitian, apabila ternyata masih terdapat data
atau informasi yang tidak lengkap, maka peneliti dapat langsung
meminta responden untuk melengkapi.
b. Membuat lembaran kode (coding sheet) Lembaran atau kode
merupakan instrument berupa kolom-kolom untuk merekan data
secara manual. Pengolahan data menggunakan komputer umumnya
dapat melakukan coding yaitu mengubah data berbentuk kalimat
atau huruf menjadi data angka maupun bilangan. Teknik ini sangat
berguna dalam memasukkan data (data entry) dalam suatu
penelitian yang akan dilakukan peneliti.
a) Variabel pola makan
a. Setiap hari : 50
b. >4-6x/minggu : 25
c. >1-3x/minggu :5
d. Tidak Pernah :0
b) Variabel Hipertensi
a. Hipertensi :1
b. Tidak Hipertensi : 0
c. Memasukan data (data entry) Data yang diperoleh dari hasil
wawancara, yakni jawaban-jawaban dari masing-masing responden
dalam bentuk “kode” (angka atau huruf) dimasukkan ke dalah
program computer atau software pengelolaan statistik SPSS.

d. Pembersihan data Apabila semua data dari setiap sumber data atau
responden telah selesai dimasukkan, kemudian perlu dilakukan cek
ulang untuk melihat kemungkinan adanya kesalahan yang terjadi
pada kode atau ketidaklengkapan data sehingga dilakukan
pembetulan atau koreksi.
43

e. Tabulasi Suatu pembuatan tabel-tabel data, sesuai dengan tujuan


penelitian ataupun yang diinginkan oleh penulis.

2. Analisa Data
Analisis data pada suatu penelitian akan melalui prosedur
bertahap diantaranya sebagai berikut:
1. Analisa Univariat
Analisis univariat adalah suatu analisis yang dapat
menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik pada setiap
variabel penelitian (Notoatmodjo, 2018). Dalam penelitian ini
peneliti melihat gambaran distribusi frekuensi untuk variabel
pola makan dan hipertensi.
2. Analisa Bivariat
Analisis bivariat digunakan dalam menyatakan analisis
terhadap dua variabel yang diduga berhubungan atau
berkorelasi (Notoatmodjo, 2018). Penelitian ini digunakan Uji
Spearman untuk menghubungkan variable terikat
(independent) dan variable bebas (dependent) yaitu untuk
mencari hubungan pola makan dengan kejadian hipertensi
pada usia dewasa pertenghan (Middle Age) di Puskesmas
Pasirkaliki. Uji Spearman adalah uji parametik untuk menguji
hubungan keeratan antara 2 variabel dengan skala
pengukuran nominal dan nominal (Sugiyono, 2009)

1.2. Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian ini telah dilakukan di Puskesmas Pasir Kaliki pada bulan Juni
2023.
44
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

3.1. Hasil Penelitian


Penelitian ini memaparkan hasil penelitian dengan menentukan analisis
univariat dan bivariat. Dilakukan untuk mengetahui hubungan pola makan
dengan hipertensi. Berdasarkan pengumpulan dan pengolahan data sebagian
besar usia Middle Age di puskesmas Pasirkaliki pada usia 52-59 tahun
berjumlah 53 (55,8%) dan pada umur 45-51 tahun berjumlah 42 (44,2%)
juga untuk jenis kelamin penderita hipertensi didapatkan data bahwa hampir
seluruh responden yang mengalami hipertensi yaitu perempuan 69 (72.6%)
dan jenis kelamin laki laki sebanyak 26 (27,4%)

1.1.1. Gambaran Pola Makan di Puskesmas Pasir Kaliki:


Tabel 4.1 Gambaran Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan
Pola Makan di Puskesmas Pasir Kaliki
No Pola Makan Frekuensi Presentase
1 Baik 18 18,9
2 Buruk 77 81.1
Total 95 100.0

Berdasarkan tabel 4.3 menunjukan bahwa hampir seluruh responden 77 (81.1%)


memiliki pola makan buruk.

44
1.1.2. Gambaran Kejadian Hipertensi di Puskesmas Pasir Kaliki
Tabel 4.2 Gambaran Distribusi Responden Berdasarkan Kejadian
Hipertensi di Puskesmas Pasir Kaliki
No Hipertensi Frekuensi Presentase
1 Hipertensi 90 94.7
2 Tidak Hipertensi 5 5.3
Total 95 100.0

Berdasarkan tabel 4.4 Menunjukan bahwa hampir seluruh responden 90 (94,7%)


mengalami hipertensi.

Tabel 4.3 Hubungan Pola Makan Dengan Kejadian Hipertensi Pada


Usia Dewasa Pertengahan (Middle Age) di Puskesmas Pasir Kaliki
Pola Hipertensi Tidak Total P Value
Makan Hipertensi
f % F % f %
Baik 13 13.7 5 5.3 18 18.9
Buruk 77 81.1 0 0.0 77 81.1 <.001
Total 90 94.7 5 5.3 95 100.0

Berdasarkan Tabel 4.5 diperoleh hasil uji spearman rank dari 95 responden
dengan p value <.001 < a 0,05 maka H0 ditolak yang dapat ditarik kesimpulan
bahwa dalam penelitian ini ada hubungan pola makan dengan kejadian hipertensi
pada usia dewasa pertengahan (Middle Age) di Puskesmas Pasir Kaliki.

44
1.1. Pembahasan
1.1.1. Pola Makan Responden di Puskesmas Pasir Kaliki
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan peneliti di Puskesmas
Pasir Kaliki diketahui bahwa frekuensi responden berdasarkan pola makan
tertinggi memiliki kebiasaan pola makan yang buruk yaitu sebanyak 77
orang (81,1%) dan frekuensi responden dengan pola makan terendah
dengan kategori pola makan baik sebanyak 18 orang (18,9%). Hasil ini
dapat dilihat dengan mengisi kuesioner pola makan
Berdasarkan variabel pola makan sampel yang ada di Puskesmas
Pasirkaliki lebih banyak mempunyai kebiasaan pola makan yang buruk,
diperoleh dari data hasil kuesioner responden lebih sering mengkonsumsi
makanan tinggi natrium, yaitu Ikan Asin yang dikonsumsi (4-6x/minggu).
Karena bahan makanan tersebut murah dan mudah didapatkan. Responden
juga sering mengkonsumsi makanan yang tinggi lemak seperti gorengan
daging olahan dan jeroan dengan frekuensi makan makanan tersebut (4-
6x/minggu), dan juga responden sering mengkonsumsi makanan tinggi
natrium dan lemak yaitu biskuit dan krakers asin (Setiap Hari) untuk
cemilan saat bekerja atau bersantai di rumah.
Berdasarkan uraian diatas penulis menyimpulkan bahwa umur 45-59
tahun adalah usia yang rentan memiliki pola makan yang buruk. Lansia
(Middle Age) atau umur 45-59 tahun cenderung mempunyai kebiasaan
mengkonsumsi makanan yang tinggi natrium dan tinggi lemak yang dapat
menyebabkan tekanan darah meningkat.

1.1.2. Kejadian Hipertensi Responden di Puskesmas Pasir Kaliki


Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti di
Puskesmas Pasir Kaliki, diketahui distribusi responden berdasarkan
tekanan darah di Puskesmas Pasirkaliki terdapat responden yang terkena
hipertensi sebesar 90 orang (94,7%) dan responden yang tidak hipertensi
sebesar 5 (5,8%). Hal ini terlihat dari hasil pengukuran tekanan darah,
dimana responden mengalami tekanan darah melebihi batas normal.

44
Hipertensi primer biasanya muncul antara usia 30-50 tahun. Peristiwa
hipertensi meningkat dengan usia 50-60% klien yang berumur lebih dari
60 tahun memiliki tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg. Hipertensi
sistolik terisolasi umumnya terjadi pada orang yang berusia lebih dari 50
tahun, dengan hampir 24% dari semua orang yang terkena pada usia 80
tahun. (Joyce M. Black, 2014). Menurut (Saladini Francesca et al, 2011)
usia (Middle Age) lebih rentan terkena hipertensi dibanding usia lainnya
karena saat dimana seseorang memasuki usia (Middle Age) artau usia 45-
59 tahun kondisi tubuh mengalami penurunan fungsi organ. Bertambahnya
umur mengakibatkan tekanan darah meningkat, karena dinding arteri pada
lansia mengalami penebalan yang dapat mengakibatkan penumpukan zat
kolagen pada lapisan otot, sehingga pembuluh darahakan perlahan
menyempit dan menjadi kaku (Anggraeni et al, 2009).
Berdasarkan uraian diatas penulis menyimpulkan bahwa umur 45-59
tahun adalah usia yang rentan terkena penyakit kronis, salah satunya
adalah hipertensi. Seiring bertambahnya umur lansia akan menyebabkan
arteri kehilangan elasitasnya sehinga menyebabkan adanya perubahan
struktural dan fungsional pada pembuluh darah.

1.1.3. Hubungan Pola Makan dengan Kejadian Hipertensi di


Puskesmas Pasir Kaliki
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti di
Puskesmas Pasirkaliki menunjukan bahwa sebagian besar responden yang
mengalami hipertensi mempunyai pola makan dengan kategori buruk
sebanyak 77 orang (81.1%) dibandingkan dengan responden yang
mempunyai pola makan dengan kategori baik sebanyak 13 orang (13.7%).
Hasil ini menunjukkan bahwa kebiasaan makan yang buruk umumnya
dikaitkan dengan risiko terkena hipertensi. Berdasarkan hasil analisis data
yang telah dilakukan dengan uji statistik (Spearman Rank) diperoleh nilai
p value <0.001, maka hal tersebut H0 ditolak Ha diterima yang artinya
dalam penelitian ini ada hubungan pola makan dengan kejadian hipertensi

44
pada usia dewasa pertengahan (Middle Age) di Puskesmas Pasir Kaliki
dengan hasil kolerasi 0,456 yang menunjukan terdapat hubungan kuat
antara pola makan dengan kejadian hipertensi.
Berdasarkan hasil penelitian jenis kelamin yang beresiko memiliki
hipertensi perempuan juga didapatkan data bahwa hampir seluruh
responden yang mengalami hipertensi yaitu perempuan 69 (72.6%)
dibandikan laki laki sebanyak 26 (27,4%) Menurut (Nadiyah, 2023), jenis
kelamin merupakan faktor yang mempengaruhi hipertensi. Jenis kelamin
wanita lebih memiliki tekanan darah tinggi lebih sering daripada laki-laki.
Karena wanita memiliki peningkatan risiko terkena hipertensi. Wanita
juga mengalami menopause. hipertensi yang dimiliki wanita hubungan
yang sangat erat dengan tekanan darah yang disebabkan oleh hormon,
wanita juga berisiko tinggi terkena tekanan darah tinggi karena: Kelebihan
berat badan (obesitas). Menurut penelitian (Purwono et al., 2020),
penelitian ini tentang perempuan memiliki tekanan darah tinggi lebih
sering daripada laki-laki. Wanita memiliki peningkatan risiko terkena
tekanan darah tinggi karena menopause terjadi pada usia di atas 45 tahun.
wanita berpengalaman Selama menopause, ada kadar estrogen yang
meningkat dan dapat menyebabkan High Density Lipoprotein (HDL) yang
berperan untuk menjaga kesehatan pembuluh darah Tingkat HDL yang
tinggi meningkatkan tekanan darah tinggi dan menyebabkan
aterosklerosis
Konsumsi natrium bisa menjadi faktor penting dalam perkembangan
hipertensi esensial. Paling tidak 40% dari klien yang akhirnya terkena
hipertensi akan sensitif terhadap garam dan kelebihan garam mungkin
menjadi penyebab pencetus hipertensi pada individu ini. Diet tinggi garam
mungkin menyebabkan pelepasan hormon natriuretik yang berlebihan,
yang mungkin secara tidak langsung meningkatkan tekanan darah. Muatan
natrium juga menstimulasi mekanisme vasopresor di dalam sistem saraf
pusat (SSP). (Joyce M.Black, 2014) Natrium mempunyai sifat mengikat
air sehingga dapat menyebabkan beban darah masuk ke jantung lebih berat

44
sehingga dapat mengakibatkan kenaikan tekanan darah (Damanik, 2011),
sementara lemak dapat menyebabkan pembuluh darah menjadi tebal atau
menjadi endapan keras pada dinding arteri, sehingga pembuluh darah
bekerja lebih keras untuk memompa darah, jika saluran darah menjadi
menyempit aliran darah menjadi tidak lancardan dapat menyebabkan
penyakit arterosklorosis (Rihiantoro, 2017)
Lemak berfungsi sebagai sumber energi pada tubuh, merupakan
sumber asam lemak essensial, alat pengangkut vitamin larut lemak,
penghemat protein, sebagai pelumas makanan, memberi rasa kenyang,
pelindung organ dan pemelihara suhu tubuh (Anggraiani, 2016) Makanan
berlemak mengandung lemak jenuh dan kolesterol. Tugas kadar lemak
yang tinggi dalam darah menyebabkan penyempitan pembuluh darah,
yang menyebabkan gangguan pada sistem penyakit kardiovaskular dan
secara tidak sengaja dapat menyebabkan tekanan darah menjadi meningkat
(Ramayulis, 2010). Sebagian besar makanan berlemak dimakan oleh
responden yang berobat di Puskesmas Pasikaliki gorengan dan daging
berlemak saat sering makan maksimal 3-6 kali seminggu. Karena daging
adalah makanan yang tinggi lemak (kolesterol) memiliki daging
Lipoprotein densitas sangat rendah (VLDL) dan densitas rendah
Lipoprotein tinggi (LDL) (lemak jahat) dengan Tingkat lipoprotein
densitas tinggi (HDL). Ketika kolesterol diturunkan pembuluh darah
tinggi, ini mengubah diameter pembuluh darahnya terbatas (Hermawati,
2014). Kandungan lemak yang tinggi dalam darah dapat menyebabkan
penyumbatan pembuluh darah karena banyaknya lemak yang menempel
pada dinding pembuluh darah. Kondisi seperti itu bisa membuat jantung
berdetak lebih cepat tekanan darah lebih kuat, yang memicu peningkatan
tekanan darah.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian (Ramayulis, 2010).
mengatakan bahwa pola makan yang salah dapat menyebabkan tekanan
darah naik, seperti kebiasaan makan makanan berlemak terutama jika
menyangkut asupan lemak jenuh dan kolesterol. Hasil penelitian ini juga

44
dikonfirmasi oleh (Emerita S, 2012), dimana terdapat keterkaitan antara
kebiasaan makan dengan kejadian Hipertensi pada lansia dan lanjut usia.
Namun penelitian ini bertolak belakang dengan penelitian (Harun O, 2019)
bahwa tidak terdapat hubungan antara pola makan dengan kejadian
hipertensi di puskesmas gunung bitung cianjur karena responden patuh
dalam menjalani diet hipertensi dan mengurangi konsumsi garam.
Berdasarkan uraian diatas penulis menyimpulkan bahwa pola makan
yang tidak sehat yang dapat menyebabkan tekanan darah tinggi meningkat,
karena sering mengkonsumsi makanan yang tinggi natrium dan tinggi
lemak dengan porsi besar atau melebihi dari kebutuhan. Makanan tinggi
natrium dan makanan yang berlemak akan menyebabkan lemak didalam
tubuh menumpuk dan mengakibatkan aliran darah terhambat sehingga
mengakibatkan hipertensi.

1.2. Keterbatasan Peneliti


Dalam penyusunan skripsi ini, terdapat keterbatasan yang dapat menjadi
kekurangan dalam penelitian ini yaitu tata cara pengumpulan data
menggunakan kuesioner kurang efektif sehingga memungkinkan
responden mengisi kuesioner dengan tidak jujur

BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

1.3. Simpulan
1. Pola makan pada usia lansia pertengahan (Middle Age) di Puskesmas
Pasir Kaliki lebih banyak pada pola makan dengan kategori buruk
yaitu sebanyak 77 orang (81,1%) dan pada pola makan buruk yaitu
seebanyak 18 orang (18,9%)
2. Kejadian hipertensi pada usia lansia pertengahan (Middle Age) di
Puskesmas Pasir Kaliki lebih banyak dengan kategori hipertensi yaitu

44
sebanyak 90 orang (94,7%) dan pada responden yang memiliki
tekanan darah normal yaitu sebanyak 5 orang (5,3%)
3. Terdapat hubungan yang signifikan antara pola makan dengan
kejadian hipertensi pada usia lansia pertengahan (Middle Age) di
Puskesmas Pasir Kaliki dengan nilai p value <.001

1.4. Saran
1. Bagi Masyarakat
Hasil penelitian ini untuk masyarakat disarankan untuk
menerapkan pola makan yang sehat untuk meminimalisir terjadinya
kejadian hipertensi.
2. Bagi Pasien
Hasil penelitian ini penulis menyarankan kepada lansia untuk
memperhatikan pola makan dan mematuhi aturan yang telah
ditetapkan oleh petugas kesehatan sehingga kejadian hipertensi
juga tekanan darah dapat terkontrol.
3. Bagi Puskesmas
Bagi Puskesmas Pasir Kaliki disarankan untuk memberikan
kegiatan penyuluhan dan promosi kesehatan tentang penyakit tidak
menular khususnya penyakit hipertensi dan pola makan yang baik
pada penderita hipertensi dengan memperhatikan jenis makanan,
porsi makanan dan frekuensi makanan sehingga dapat
meminimalisir kejadian hipertensi di wilayah kerja Puskesmas
Pasir Kaliki.

44

Anda mungkin juga menyukai