Anda di halaman 1dari 42

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hipertensi merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan

peningkatan tekanan darah dari normal. Hipertensi juga disebut

sebagai silent killer karena termasuk penyakit yang mematikan.

Bahkan, hipertensi tidak dapat membunuh secara langsung melainkan

hipertensi memicu terjadinya penyakit lain seperti, serangan jantung,

gagal jantung, stroke dan gagal ginjal (Pudiastuti, 2013).

Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2015 sekitar

1,13 milyar orang di dunia menderita hipertensi. Artinya 1 dari 3 orang

di dunia menderita hipertensi. Hipertensi memberikan kontribusi untuk

hampir 9,4 juta kematian akibat penyakit kardiovaskuler setiap tahun.

Hal ini juga berakibat meningkatkan risiko penyakit jantung koroner,

yaitu sebesar 12% dan meningkatkan risiko stroke sebesar 24%. Data

Global Status Report on Noncommunicable Diseases tahun 2014

menyebutkan 40% negara ekonomi berkembang memiliki penderita

hipertensi sedangkan negara maju hanya 35%. Kawasan Asia

Tenggara, terdapat 36% orang dewasa yang menderita Hipertensi dan

telah membunuh 1,5 juta orang setiap tahunnya. Jumlah penderita

hipertensi akan terus meningkat tajam, diprediksikan pada tahun 2025

sekitar 29% atau sekitar 1,6 miliar orang dewasa di seluruh dunia

menderita hipertensi (WHO, 2017).


2

Menurut data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Provinsi

Nusa Tenggara Barat tahun 2016 menunjukkan bahwa jumlah kasus

hipertensi pada laki-laki mencapai 43,92% dan pada perempuan

mencapai 40,18%. Jika dirata-ratakan maka prevalensi hipertensi

mencapai 41,89% (Dinas Kesehatan Provinsi NTB, 2016).

Prevalensi hipertensi tertinggi di dunia berada di negara Afrika

(51% orang dewasa) sedangkan prevalensi terendah ditemukan di

negara Amerika (39% orang dewasa) menurut WHO (2017). Data

tersebut dapat dipastikan bahwa negara yang berpenghasilan tinggi

memiliki prevalensi rendah hipertensi (32% orang dewasa)

dibandingkan kelompok pendapatan rendah dan menengah (39%

orang dewasa) berkat kebijakan publik multisektoral sukses dan akses

yang lebih baik ke perawatan kesehatan bagi negara dengan

penghasilan tinggi (WHO, 2017).

Data Riset Kesehatan Dasar atau Riskesdas tahun 2018

menunjukkan prevalensi hipertensi secara nasional sebanyak 34,1%.

Populasi penduduk beresiko usia >18 tahun yang dilakukan

pengukuran tekanan darah. Data tersebut mengalami kenaikan yang

cukup signifikan dibandingkan dengan data hasil Riskesdas tahun

2013 yaitu, sebanyak 25,8%. Hal ini perlu diwaspadai mengingat

hipertensi merupakan salah satu penyakit degeneratif yang menjadi

salah satu faktor resiko utama penyakit kardiovaskuler (Riskesdas,

2018).
3

Berdasarkan survey pendahuluan yang telah dilakukan di

Puskesmas Praya menunjukkan bahwa dari 10 pasien yang

mengalami hipertensi, 7 diantaranya mengatakan tidak patuh terhadap

diet yang dianjurkan oleh dokter, hal ini dipengaruhi oleh tidak adanya

pendampingan dari keluarga, selain itu disebabkan karena pasien tidak

mengetahui tentang diet hipertensi sehingga pasien tidak patuh dalam

melakukan diet sedangkan 3 diantaranya mengatakan patuh terhadap

diet yang dianjurkan oleh dokter.

Hipertensi sangat erat hubungannya dengan faktor gaya hidup

dan pola makan. Gaya hidup sangat berpengaruh pada bentuk

perilaku atau kebiasaan seseorang yang mempunyai pengaruh positif

maupun negatif pada kesehatan. Hipertensi belum banyak diketahui

sebagai penyakit yang berbahaya, padahal hipertensi termasuk

penyakit pembunuh diam-diam, karena penderita hipertensi merasa

sehat dan tanpa keluhan berarti sehingga menganggap ringan

penyakitnya. Sehingga pemeriksaan hipertensi ditemukan ketika

dilakukan pemeriksaan rutin/saat pasien datang dengan keluhan lain .

Sejauh ini banyak penderita penyakit hipertensi yang tidak patuh

melaksanakan yang di berikan dari pihak Rumah Sakit karena

kurangnya dukungan dari keluarga tentang diet hipertensi (Rosyid &

Effendi, 2011)

Dukungan keluarga merupakan salah satu sikap, tindakan dan

penerimaan keluarga terhadap anggotanya. Selain itu dukungan


4

keluarga memiliki kontribusi yang cukup berarti dan sebagai faktor

penguat terbesar yang mempengaruhi kepatuhan diit pasien.

Dukungan keluarga menjadi salah satu faktor yang menentukan tingkat

kepatuhan pasien dalan menjalankan proses diet (Bastable, 2012).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kusmitasari (2017)

mengatakan bahwa pasien hipertensi tidak sepenuhnya mematuhi diet

dengan alasan karena kurang mendapatkan perhatian dari keluarga

berupa perhatian emosional dan informasi dalam mendampingi pasien

di saat menghadapi masalah, mendengarkan keluhan pasien tentang

perkembangan penyakitnya, mengurus keperluan sehari-hari seperti

menyiapkan makanan sesuai program diet, mengingatkan makanan

yang bisa memperburuk penyakitnya, sehinga hasil dalam penelitian

tersebut terdapat adanya hubungan antara dukungan sosial keluarga

dengan kepatuhan pasien dalam melaksanakan program diet.

Kepatuhan diet hipertensi dapat menurunkan tekanan darah,

yaitu dengan makan DASH (Dietary Approaches to Stop

Hypertension). Kepatuhan diet DASH ini dapat mencegah dan

memanajemen penyakit hipertensi dengan prinsipnya yaitu kaya akan

kalium, magnesium, dan kalsium. Makanan diet DASH terdiri dari

banyak mengkonsumsi buahbuahan, sayur-sayuran, susu rendah

lemak dan hasil olahnya, serta kacang-kacangan, dan rendah

natrium.Kalium dan magnesium berfungsi sebagai vasodilator alami


5

karena memiliki kemampuan menghambat kontraksi otot polos

(Heryudarini, 2009).

Dampak yang ditimbulkan jika pasien tidak patuh dalam

menjalankan diet hipertensi terhadap tubuh dapat menyebabkan gejala

stroke, jika keadaan ini tidak diketahui sejak dini maka tidak menutup

kemungkinan hal ini dapat mengakibatkan terjadi kerusakan permanen

pada otak. Selain stroke bisa juga menyebabkan gagal jantung,

dimana ada penurunan gerak jantung dalam memompa darah

sehingga jantung dalam memompa darah tidak dapat memenuhi

keperluan tubuh yang terus menerus membutuhkan oksigen dan zat

nutrisi (Martuti, 2009).

Salah satu program yang digunakan untuk menangani

hipertensi adalah dengan menerapkan prinsip diet kaya serat dan

mineral, diet rendah garam, rendah kolesterol, rendah lemak.

Membatasi asupan garam dapur hingga 3 gram/hari, memperhatikan

pemberian mineral seperti kalsium, kalium dan magnesium menurut

angka kecukupan gizi (AKG) serta membatasi bahan aditif pangan

akan membantu penurunan tekanan darah. Pengontrolan tekanan

darah dan pencegahan komplikasi hipertensi dipengaruhi oleh

beberapa faktor antara lain pengetahuan pasien tentang hipertensi dan

pola makan. Namun, masih banyak penderita hipertensi yang masih

mempunyai perilaku diet hipertensi yang kurang baik. Penderita

hipertensi harus tetap menjalankan diet hipertensi setiap hari dengan


6

ada atau tidaknya sakit dan gejala yang timbul. Hal ini di maksudkan

agar tekanan darah penderita hipertensi tetap stabil sehingga dapat

terhindar dari penyakit hipertensi dan komplikasinya (Agrina, 2011).

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut diatas, maka

peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang : “Pengaruh

Pendampingan Keluarga dalam Perilaku Diet Hipertensi terhadap

Kepatuhan Diet Pada Penderita Hipertensi di Puskesmas Praya Tahun

2019”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah diatas maka

rumusan masalah penelitian ini adalah “Apakah Ada Pengaruh

Pendampingan Keluarga dalam Perilaku Diet Hipertensi terhadap

Kepatuhan Diet Pada Penderita Hipertensi di Puskesmas Praya Tahun

2019?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh pendampingan keluarga dalam

perilaku diet hipertensi terhadap kepatuhan diet pada penderita

hipertensi di Puskesmas Praya Tahun 2019.

2. Tujuan Khusus
7

a. Mengidentifikasi kepatuhan diet pada penderita hipertensi

sebelum diberikan pendampingan keluarga di Puskesmas Praya

Tahun 2019.

b. Mengidentifikasi kepatuhan diet pada penderita hipertensi

setelah diberikan pendampingan keluarga di Puskesmas Praya

Tahun 2019.

D. Hipotesis Penelitian

Hipotesa penelitian adalah jawaban sementara penelitian,

patokan duga, atau dalil sementara, yang kebenarannya akan

dibuktikan dalam penelitian. (Notoatmojo, 2012).

Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada pengaruh

pendampingan keluarga dalam perilaku diet hipertensi terhadap

kepatuhan diet pada penderita hipertensi di Puskesmas Praya Tahun

2019.

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan

Diharapkan hasil penelitian dapat dijadikan sebagai bahan

acuan untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan terutama

dalam pemberian edukasi melakukan asupan natrium penderita

hipertensi pada pasien penderita hipertensi.

2. Bagi Masyarakat

Diharapkan agar hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai

tambahan pengetahuan bagi masyarakat terutama pasien


8

hipertensi dalam menjalankan kepatuhan diet, aktifitas fisik, gaya

hidup yang akan mempengaruhi terjadinya komplikasi hipertensi.

3. Bagi Peneliti Lain

Diharapkan agar hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai

literatur atau bahan acuan untuk melakukan penelitian lebih lanjut

tentang pengaruh pendampingan keluarga dalam perilaku diet

hipertensi terhadap kepatuhan diet pada penderita hipertensi

dengan menambahkan beberapa variabel yang belum diteliti.


9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Teori

1. Konsep Dasar Pendampingan

a. Definisi Pendampingan

Pendampingan adalah proses perjumpaan pertolongan

antara pendamping dan orang yang didampingi. Perjumpaan itu

bertujuan untuk menolong orang yang didampingi agar dapat

menghayati keberadaannya dan mengalami pengalamannya

secara penuh dan utuh, sehingga dapat menggunakan umber-

sumber yang tersedia untuk berubah, bertumbuh, dan berfungsi

penuh secara fisik mental, spiritual dan sosial. Pendampingan

terutama mengacu pada semangat, tindakan memedulikan dan

mendampingi secara generik. Biasanya, pendampingan

mengacu pada hubungan bantuan psikologis secara informal

sebagai lawan pada hubungan bantuan psikologis secara formal

dan profesional. Pendampingan bisa dihubungkan dengan sikap

dan tindakan yang dilakukan oleh orang yang tidak berprofesi

bantuan psikologis secara penuh waktu, namun menginginkan

layanannya lebih manusiawi (Wiryasaputra, 2016)

b. Tujuan Pendampingan

Tugas utama seorang pendamping adalah membantu

orang yang didampingi untuk mengalami pengalamannya


10

secara penuh dan utuh. Dengan demikian pendamping

membantu orang yang didampingi merayakan suka dan duka

kehidupan secara penuh dan utuh. Adapun beberapa tujuan

dari pendampingan itu sendiri menurut (Wiryasaputra, 2016)

adalah :

1) Berubah menuju pertumbuhan

Dalam pendampingan, pendamping secara

berkesinambungan memfasilitasi orang yang didampingi

menjadi agen perubahan bagi dirinya dan lingkungannya.

2) Mencapai pemahaman diri secara penuh dan utuh

Sebuah perubahan untuk pertumbuhan secara penuh

dan utuh adalah mengalami pengalamannya secara pebuh

dan utuh. Antara lain dengan memahami kekuatan dan

kelemahan yang ada dalam dirinya, serta kesempatan dan

tantangan yang ada di luar dirinya.

Pendamping membantu orang yang didampingi untuk

mencapai tingkat kedewasaan dan kepribadian yang penuh

dan utuh seperti diharapkan, sehingga tidak memiliki

kepribadian yang terpecah lagi dan mampu

mengaktualisasikan diri secara lebih maksimal.

3) Belajar berkomunikasi yang lebih sehat

Pendampingan dapat membantu orang untuk

menciptakan komunikasi yang sehat. Pendamping dapat


11

dipakai sebagai media pelatihan bagi orang yang didampingi

untuk berkomunikasi secara lebih sehat dengan

lingkungannya.

c. Fungsi Pendampingan

Menurut Wiryasaputra (2016), dalam menanggapi

keprihatinan itu pada dasarnya pendamping sebagai fasilitator

perubahan dalam proses pendampingan yang dapat

memfungsikan diri dalam berbagai cara :

1) Menyembuhkan

Fungsi ini dipakai oleh pendamping ketika melihat

keadaan yang perlu dikembalikan ke keadaan semula. Hal

ini untuk membantu orang yang yang didampingi

menghilangkan gejala atau tingkah laku yang disfungsional.

2) Menopang

Fungsi ini untuk membantu orang yang didampingi

menerima keadaan sekarang sebagaimana adanya.

Misalnya peristiwa kehilangan seseorang yang dicintainya.

Klien dibantu agar tidak larut kedalam halusinasi atau delusi

yang berkepanjangan, melainkan dibantu untuk

menghilangkan rasa kehilangan dan kedukaannya secara

penuh dan utuh sehingga dapat menerima keadaan yang

baru.

3) Membimbing
12

Fungsi membimbing ini dilakukan pada waktu orang

harus mengambil keputusan tertentu tentang masa

depannya. Dalam hal ini bersama orang yang didampingi

melihat segi positif dan negative setiap kemungkinan

pemecahan masalah.

4) Memperbaiki hubungan

Fungsi ini dipakai oleh pendamping untuk membantu

orang yang didampingi bila mengalami konflik batin dengan

pihak lain yang mengakibatkan putusnya atau rusaknya

hubungan. Dalam fungsi ini pendamping berperan sebagai

mediator atau penengah yang memfasilitasi pihak yang

terlibat dalam konflik untuk membicarakannya.

5) Memberdayakan/memperkuat

Fungsi ini dipakai untuk membantu orang yang

didampingi menjadi penolong bagi dirinya sendiri pada masa

depan ketika menghadapi kesulitan kembali. Dengan

demikian orang yang didampingi diharapkan tidak selalu

tergantung pada pertolongan orang lain.

2. Konsep Dasar Keluarga

a. Definisi Keluarga

Keluarga adalah sekumpulan orang yang dihubungkan oleh

ikatan perkawinan, adopsi, kelahiran yang bertujuan

menciptakan dan mempertahankan budaya yang umum;


13

meningkatkan perkembangan fisik, mental emosional, dan

sosial dari tiap anggota (Santoso, 2009)

b. Tujuan Dasar Keluarga

Tujuan dasar pembentukan keluarga adalah:

1) Keluarga merupakan unit dasar yang memiliki pengaruh kuat

terhadap perkembangan individu

2) Keluarga sebagai perantara bagi kebutuhan dan harapan

anggota keluarga dengan kebutuhan dan tuntutan

masyarakat,

3) Keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhankebutuhan

anggota keluarga dengan menstabilkan kebutuhan kasih

sayang, sosio-ekonomi dan kebutuhan seksual,

4) Keluarga memiliki pengaruh yang penting terhadap

pembentukan identitas seorang individu dan perasaan harga

diri (Andarmoyo, 2012)

c. Tipe Keluarga

Seiring dengan tuntutan keluarga untuk beradaptasi

dengan lingkungan sosial dan budaya maka bentuk keluarga

pun akan berubah sesuai dengan

tuntutan tersebut. Berbagai bentuk keluarga menggambarkan

adaptasi terhadap keluarga yang terbeban pada orang dan

keluarga. Setiap keluarga mempunyai kekuatan sendiri untuk

dipengaruhi lingkungan (Andarmoyo, 2012).


14

Dalam sosiologi keluarga, berbagai bentuk keluarga

digolongkan menjadi dua bagian besar yaitu bentuk tradisional

dan nontradisional atau sebagai bentuk normatif dan

nonnormative serta bentuk keluarga varian. Bentuk keluarga

varian digunakan untuk menyebut bentuk keluarga yang

merupakan variasi dari bentuk normatif yaitu semua bentuk

deviasi dari keluarga inti tradisional.

d. Fungsi dan Tugas Keluarga

Dalam suatu keluarga ada beberapa fungsi dan tugas

keluarga yang dapat dijalankan. Fungsi keluarga adalah

sebagai berikut (Harmoko, 2012)

1) Fungsi Biologis, yaitu fungsi untuk meneruskan keturunan,

memelihara dan membesarkan anak, serta memenuhi

kebutuhan gizi keluarga.

2) Fungsi psikologis, yaitu memberikan kasih sayang dan rasa

aman bagi keluarga, memberikan perhatian diantara

keluarga, memberikan kedewasaan kepribadian anggota

keluarga, serta memberikan identitas pada keluarga.

3) Fungsi sosialisasi pada anak, membentuk norma-norma

tingkah laku sesuai dengan tingkat perkembangan masing-

masing dan meneruskan nilai-nilai budaya.

4) Fungsi ekonomi, yaitu mencari sumber-sumber penghasilan

untuk memenuhi kebutuhan keluarga saat ini dan menabung


15

untuk memenuhi kebutuhan keluarga dimasa yang akan

datang.

5) Fungi pendidikan, yaitu menyekolahkan anak untuk

memberikan pengetahuan, ketrampilan, membentuk perilaku

anak sesuai dengan bakat dan minat yang dimilikinya,

mempersiapkan anak untuk kehidupan dewasa yang akan

datang dalam memenuhi peranannya sebagai orang

dewasa, serta mendidik anak sesuai dengan tingat

perkembangannya.

3. Konsep Dasar Perilaku Diet

a. Pengertian Perilaku Diet

Perilaku adalah suatu respon atau reaksi organisme terhadap

stimulus dari lingkungan sekitar. Lewin (dalam Azwar, 2015)

menyatakan bahwa perilaku adalah fungsi karakteristik individu

dengan lingkungan. Karakteristik individu meliputi berbagai variabel

seperti motif, nilai-nilai, sifat kepribadian, dan sikap yang saling

berinteraksi satu sama lain dan kemudian berinteraksi juga dengan

faktor-faktor lingkungan yang menentukan perilaku seseorang.

Perilaku merupakan setiap tindakan yang dipergunakan sebagai

alat atau cara untuk mencapai tujuantertentu sehingga kebutuhan

terpenuhi.

Menurut Hawks (2008) perilaku diet adalah usaha sadar

seseorang dalam membatasi dan mengontrol makanan yang akan


16

dimakan dengan tujuan untuk mengurangi dan mempertahankan

berat badan. Berdasarkan uraian di atas, maka yang dimaksud

dengan perilaku diet adalah sebagai kegiatan membatasi dan

mengontrol makanan atau kalori yang akandimakan dengan tujuan

untuk mengurangi berat badan.

b. Aspek-aspek Perilaku Diet

Aspek diet menurut Herman dan Polivy (menurut Ruderman,

2013) terdiri dari :

1) Aspek eksternal

Aspek eskternal mencakup situasi yang berkaitan dengan

cara makan dan faktor makan itu sendiri, baik dari segi rasa,

bau, dan penampilan makanan. Bagi pendiet, aspek eksternal

ini akan lebih bernilai apabila makanan yang tersedia adalah

makanan yang lezat.

2) Aspek emosional

Aspek emosional menunjuk emosi yang lebih berperan

dalam perilaku makan adalah emosi negatif, seperti kecewa,

cemas, depresi, dan sebagainya. Rasa cemas, rasa takut, dan

khawatir yang timbul akan melahirkan sikap yang berbeda-beda

pada setiap orang. Ada yang mengatasi keadaan stres dengan

tidur, melakukan berbagai aktivitas fisik seperti olah raga, jalan-

jalan, meminum minuman keras, mengkonsumsi obat-obat

tertentu atau mengalihkan perhatiannya dengan memakan


17

makanan sesukanya. Khusus untuk memakan makanan

sesukanya itu, jika keadaan berlangsung lama dan tidak

terkontrol maka akan menyebabkan dampak negatif pada

tubuh, terlebih jika makanan yang dimakan banyak

mengandung kalori, karbohidrat, dan lemak yang tinggi. Kondisi

ini bisa menjadi kebiasaan makan yang salah karena dapat

menaikkan berat badan.

3) Aspek restraint

Istilah restraint menurut kamus kedokteran berarti

pengekangan atau pembatasan. Aspek restraint ini kemudian

dikembangan oleh Herman dan Polvy (2012) yang

mengungkapkan bahwa pola makan individu dipengaruhi oleh

keseimbangan antara faktor-faktor psikologis yaitu desakan

terhadap keinginan pada makanan dan usaha secara kognitif

untuk melawan keinginan tersebut. Usaha secara kognitif inilah

yang disebut restraint.

c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Diet

Menurut Denny Santoso (2013) faktor-faktor yang

mempengaruhi perilaku diet adalah :

1) Jenis kelamin

Jenis kelamin mempengaruhi kebutuhan gizi laki-laki

biasanya memerlukan kalori lebih banyak karena mempunyai

masa otot yang lebih besar daripada perempuan.


18

2) Usia

Faktor kedua adalah usia. Kebutuhan gizi remaja berada

pada angka yang paling tinggi karena masa ini adalah masa

transisi dari kecil menuju dewasa jika kebutuhan gizi remaja

tercukupi maka akan menentukan kematangan mereka di umur

mendatang.

3) Aktifitas

Semakin banyak aktifitas yang dilakukan maka angka gizi

yang diperlukan semakin banyak. Tentu saja angka kebutuhan

gizi seorang mahasiswa berbeda dengan angka kebutuhan gizi

tukang bangunan.

4. Konsep Dasar Kepatuhan Diet Hipertensi

a. Definisi

Kepatuhan adalah tingkat perilaku pasien yang tertuju

terhadap intruksi atau petunjuk yang diberikan dalam bentuk terapi

apapun yang ditentukan, baik diet, latihan, pengobatan atau

menepati janji pertemuan dengan dokter (Stanley,2007).

Kepatuhan adalah merupakan suatu perubahan perilaku dari

perilaku yang tidak mentaati peraturan ke perilaku yang mentaati

peraturan (Lawrence Green dalam Notoatmodjo, 2007).

Kepatuhan adalah tingkat seseorang dalam melaksanakan

suatu aturan dan perilaku yang disarankan. Kepatuhan ini

dibedakan menjadi dua yaitu kepatuhan penuh (total compliance)


19

dimana pada kondisi ini penderita hipertensi patuh secara sungguh-

sungguh terhadap diet, dan penderita yang tidak patuh (non

compliance) dimana pada keadaan ini penderita tidak melakukan

diet terhadap hipertensi.

b. Faktor yang mempengaruhi kepatuhan

Menurut Feuer Stein (2009), ada beberapa faktor yang

mendukung sikap patuh, diantaranya :

1) Pendidikan

Pendidikan adalah suatu kegiatan, usaha manusia

meningkatkan kepribadian atau proses perubahan perilaku

menuju kedewasaan dan penyempurnaan kehidupan manusia

dengan jalan membina dan mengembangkan potensi

kepribadiannya, yang berupa rohni 7 (cipta, rasa, karsa) dan

jasmani. Domain pendidikan dapat diukur dari (Notoatmodjo,

2007) :

a) Pengetahuan terhadap pendidikan yang diberikan

(knowledge).

b) Sikap atau tanggapan terhadap materi pendidikan yang

diberikan (attitude).

c) Praktek atau tindakan sehubungan dengan materi

pendidikan yang diberikan.

2) Akomodasi
20

Suatu usaha harus dilakukan untuk memahami ciri

kepribadian pasien yang dapat mempengaruhi kepatuhan.

Pasien yang mandiri harus dilibatkan secara aktif dalam

program pengobatan.

3) Modifikasi faktor lingkungan dan sosial.

Membangun dukungan sosial dari keluarga dan teman –

teman sangat penting, kelompok pendukung dapat dibentuk

untuk membantu memahami kepatuhan terhadap program

pengobatan.

4) Perubahan model terapi

Program pengobatan dapat dibuat sesederhana mungkin

dan pasien terlibat aktif dalam pembuatan program tersebut.

5) Meningkatkan interaksi profesional kesehatan dengan pasien.

6) Suatu hal yang penting untuk memberikan umpan balik pada

pasien setelah memperoleh informasi diagnosa.

Sementara menurut Notoatmodjo (2007) faktor yang

mempengaruhi kepatuhan terbagi menjadi :

1) Faktor predisposisi (faktor pendorong)

a) Kepercayaan atau agama yang dianut

Kepercayaan atau agama merupakan dimensi spiritual

yang dapat menjalani kehidupan. Penderita yang berpegang

teguh terhadap agamanya akan memiliki jiwa yang tabah

dan tidak 8 mudah putus asa serta dapat menerima


21

keadaannya, demikian juga cara akan lebih baik. Kemauan

untuk melakukan control penyakitnya dapat dipengaruhi oleh

kepercayaan penderita dimana penderita yang memiliki

kepercayaan yang kuat akan lebih patuh terhadap anjuran

dan larangan kalau tahu akibatnya.

b) Faktor geografis

Lingkungan yang jauh atau jarak yang juah dari

pelayanan kesehatan memberikan kontribusi rendahnya

kepatuhan.

c) Individu

1) Sikap individu yang ingin sembuh

Sikap merupakan hal yang paling kuat dalam diri

individu sendiri. Keinginan untuk tetap mempertahankan

kesehatannya sangat berpengaruh terhadap faktor-faktor

yang berhubungan dengan perilaku penderita dalam

kotrol penyakitnya.

2) Pengetahuan

Penderita dengan kepatuhan rendah adalah mereka

yang tidak teridentifikasi mempunyai gejala sakit. Mereka

berfikir bahwa dirinya sembuh dan sehat sehingga tidak

perlu melakukan kontrol terhadap kesehatannya.

2) Faktor reinforcing (Faktor penguat)

a) Dukungan petugas
22

Dukungan dari petugas sangatlah besar artinya bagi

penderita sebab petugas adalah pengelola penderita yang

paling sering berinteraksi sehingga pemahaman terhadap

kondisi fisik maupun psikis lebih baik, dengan sering

berinteraksi, sangatlah mempengaruhi rasa percaya dan

selalu menerima kehadiran petugas kesehatan termasuk

anjuran-anjuran yang diberikan.

b) Dukungan keluarga

Keluarga merupakan bagian dari penderita yang paling

dekat dan tidak dapat dipisahkan. Penderita akan merasa

senang dan tentram apabila mendapat perhatian dan

dukungan dari keluarganya, karena dengan dukungan

tersebut akan menimbulkan kepercayaan dirinya untuk

menghadapi atau mengelola penyakitnya dengan baik, serta

penderita mau menuruti saran-saran yang diberikan oleh

keluarga untuk penunjang pengelolaan penyakitnya

(Friedman, 2008).

3) Faktor enabling (Faktor pemungkin)

Fasilitas kesehatan merupakan sarana penting dalam

memberikan penyuluhan terhadap penderita yang diharapkan

dengan prasarana kesehatan yang lengkap dan mudah

terjangkau oleh penderita dapat lebih mendorong kepatuhan

penderita.
23

5. Konsep Dasar Hipertensi

1. Definisi Hipertensi

Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu

peningkatan abnormal tekanan darah dalam pembuluh darah

arteri yang mengangkut darah dari jantung dan memompa

keseluruh jaringan dan organ–organ tubuh secara terus–

menerus lebih dari suatu periode (Irianto, 2014).

2. Etiologi

Berdasarkan penyebabnya hipertensi terbagi menjadi dua

golongan menurut Padila (2013) :

a. Hipertensi esensial atau hipertensi primer.

Merupakan 90% dari seluruh kasus hipertensi adalah

hipertensi esensial yang didefinisikan sebagai peningkatan

tekanan darah yang tidak diketahui penyebabnya (Idiopatik).

Beberapa faktor diduga berkaitan dengan berkembangnya

hipertensi esensial seperti berikut ini:

1) Genetik:

Individu yang mempunyai riwayat keluarga dengan

hipertensi, beresiko tinggi untuk mendapatkan penyakit

ini. Faktor genetik ini tidak dapat dikendalikan, jika


24

memiliki riwayat keluarga yang memliki tekanan darah

tinggi.

2) Jenis kelamin dan usia:

Laki – laki berusia 35- 50 tahun dan wanita

menopause beresiko tinggi untuk mengalami hipertensi.

Jika usia bertambah maka tekanan darah meningkat

faktor ini tidak dapat dikendalikan serta jenis kelamin

laki–laki lebih tinggi dari pada perempuan.

3) Diet

Konsumsi diet tinggi garam atau lemak secara

langsung berhubungan dengan berkembangnya

hipertensi. Faktor ini bisa dikendalikan oleh penderita

dengan mengurangi konsumsinya karena dengan

mengkonsumsi banyak garam dapat meningkatkan

tekanan darah dengan cepat pada beberapa orang,

khususnya dengan pendeita hipertensi, diabetes, serta

orang dengan usia yang tua karena jika garam yang

dikonsumsi berlebihan, ginjal yang bertugas untuk

mengolah garam akan menahan cairan lebih banyak dari

pada yang seharusnya didalam tubuh.

4) Berat badan
25

Faktor ini dapat dikendalikan dimana bisa menjaga

berat badan dalam keadaan normal atau ideal. Obesitas

(>25% diatas BB ideal) dikaitkan dengan berkembangnya

peningkatan tekanan darah atau hipertensi.

5) Gaya hidup

Faktor ini dapat dikendalikan dengan pasien hidup

dengan pola hidup sehat dengan menghindari faktor

pemicu hipertensi itu terjadi yaitu merokok, dengan

merokok berkaitan dengan jumlah rokok yang dihisap

dalam waktu sehari dan dapat menghabiskan berapa

putung rokok dan lama merokok berpengaruh dengan

tekanan darah pasien. Konsumsi alkohol yang sering,

atau berlebihan dan terus menerus dapat meningkatkan

tekanan darah pasien sebaiknya jika memiliki tekanan

darah tinggi pasien diminta untuk menghindari alkohol

agar tekanan darah pasien dalam batas stabil dan

pelihara gaya hidup sehat penting agar terhindar dari

komplikasi yang bisa terjadi.

b. Hipertensi sekunder

Hipertensi sekunder merupakan 10% dari seluruh kasus

hipertensi adalah hipertensi sekunder, yang didefinisikan

sebagai peningkatan tekanan darah karena suatu kondisi

fisik yang ada sebelumnya seperti penyakit ginjal atau


26

gangguan tiroid, hipertensi endokrin, hipertensi renal,

kelainan saraf pusat yang dapat mengakibatkan hipertensi

dari penyakit tersebut karena hipertensi sekunder yang

terkait dengan ginjal disebut hipertensi ginjal (renal

hypertension).

Gangguan ginjal yang paling banyak menyebabkan

tekanan darah tinggi karena adanya penyempitan pada arteri

ginjal, yang merupakan pembuluh darah utama penyuplai

darah ke kedua organ ginjal. Bila pasokan darah menurun

maka ginjal akan memproduksi berbagai zat yang

meningkatkan tekanan darah serta ganguuan yang terjadi

pada tiroid juga merangsang aktivitas jantung, meningkatkan

produksi darah yang mengakibtkan meningkatnya resistensi

pembuluh darah sehingga mengakibtkan hipertensi. Faktor

pencetus munculnya hipertensi sekunder antara lain:

penggunaan kontrasepsi oral, coarctation aorta, neurogenik

(tumor otak, ensefalitis, gangguan psikiatris), kehamilan,

peningkatan volume intravaskuler, luka bakar, dan 17 stress

karena stres bisa memicu sistem saraf simapatis sehingga

meningkatkan aktivitas jantung dan tekanan pada pembuluh

darah.

3. Klasifikasi
27

Klasifikasi hipertensi berdasarkan penyebabnya yaitu

hipertensi primer dan hipertensi sekunder (Smeltzer dan Bare,

2002, Udjianti, 2010). Hipertensi primer adalah peningkatan

tekanan darah yang tidak diketahui penyebabnya. Dari 90%

kasus hipertensi merupakan hipertensi primer. Beberapa faktor

yang diduga berkaitan dengan berkembangnya hipertensi

primer adalah genetik, jenis kelamin, usia, diet, berat badan,

gaya hidup. Hipertensi sekunder adalah peningkatan tekanan

darah karena suatu kondisi fisik yang ada sebelumnya seperti

penyakit ginjal atau gangguan tiroid. Dari 10% kasus hipertensi

merupakan hipertensi sekunder. Faktor pencetus munculnya

hipertensi sekunder antara lain: penggunaan kontrasepsi oral,

kehamilan, peningkatan volume intravaskular, luka bakar dan

stres (Udjianti, 2010).

4. Patofisiologi

Tekanan arteri sistemik adalah hasil dari perkalian cardiac

output (curah jantung) dengan total tahanan prifer. Cardiac

output (curah jantung) diperoleh dari perkalian antara stroke

volume dengan heart rate (denyut jantug). Pengaturan tahanan

perifer dipertahankan oleh sistem saraf otonom dan sirkulasi

hormon. Empat sistem kontrol yang berperan dalam

mempertahankan tekanan darah antara lain sistem baroreseptor


28

arteri, pengaturan volume cairan tubuh, sistem renin angiotensin

dan autoregulasi vaskular (Udjianti, 2010).

Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi

pembuluh darah terletak di vasomotor, pada medulla diotak.

Pusat vasomotor ini bermula jaras 19 saraf simpatis, yang

berlanjut ke bawah korda spinalis dan keluar dari kolumna

medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen.

Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk implus

yang bergerak kebawah melalui sistem saraf simpatis ke

ganglia simpatis. Titik neuron preganglion melepaskan

asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf paska ganglion

ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya

noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah

(Padila, 2013).

Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat

mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsangan

vasokontriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitif

terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas

mengapa hal tersebut bisa terjadi (Padila, 2013).

Meski etiologi hipertensi masih belum jelas, banyak faktor

diduga memegang peranan dalam genesis hiepertensi seperti

yang sudah dijelaskan dan faktor psikis, sistem saraf, ginjal,


29

jantung pembuluh darah, kortikosteroid, katekolamin,

angiotensin, sodium, dan air (Syamsudin, 2011).

Sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah

sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga

terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi.

Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan

vasokontriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid

lainnya, yang dapat memperkuat respon vasokonstriktor

pembuluh darah (Padila, 2013).

Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran

keginjal, menyebabkan pelepasan rennin. Rennin merangsang

pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi

angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya

merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon

ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal,

menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor

ini cendrung mencetuskan keadaan hipertensi (Padila, 2013).

Manifestasi Pemeriksaan fisik pada pasien yang menderita

hipertensi tidak dijumpai kelainan apapun selain tekanan darah

yang tinggi. Tetapi dapat ditemukan perubahan pada retina,

seperti pendarahan, eksudat (kumpulan cairan), penyempitan

pembuluh darah, dan pada kasus berat terdapat edema pupil

(edema pada diskus optikus) (Smeltzer dan Bare, 2012).


30

Tahapan awal pasien kebanyakan tidak memiliki keluhan.

Keadaan simtomatik maka pasien biasanya peningkatan

tekanan darah disertai berdebar–debar, rasa melayang (dizzy)

dan impoten. Hipertensi vaskuler terasa tubuh cepat untuk

merasakan capek, sesak nafas, sakit pada bagian dada,

bengkak pada kedua kaki atau perut (Setiati, Alwi, Sudoyo,

Simadibrata, Syam, 2014).

Gejala yang muncul sakit kepala, pendarahan pada hidung,

pusing, wajah kemerahan, dan kelelahan yang bisa terjadi saat

orang menderita hipertensi (Irianto, 2014).

Hipertensi dasar seperti hipertensi sekunder akan

mengakibatkan penderita tersebut mengalami kelemahan otot

pada aldosteronisme primer, mengalami peningkatan berat

badan dengan emosi yang labil pada sindrom cushing,

polidipsia, poliuria. Feokromositoma dapat muncul dengan

keluhan episode sakit kepala, palpitasi, banyak keringat dan

rasa melayang saat berdiri (postural dizzy) (Setiati, Alwi,

Sudoyo, Simadibrata, dan Syam, 2014).

Saat hipertensi terjadi sudah lama pada penderita atau

hipertensi sudah dalam keadaan yang berat dan tidak diobati

gejala yang timbul yaitu sakit kepala, kelelahan, mual, muntah,

sesak nafas, gelisah, pandangan menjadi kabur (Irianto, 2014).


31

Semua itu terjadi karena adanya kerusakan pada otak,

mata, jantung dan ginjal. Pada penderita hipertensi berat

mengalami penurunan kesadaran dan bahkan mengakibatkan

penderita mengalami koma karena terjadi pembengkakan pada

bagian otak. Keadaan tersebut merupakan keadaan

ensefalopati hipertensi (Irianto, 2014).

5. Penatalaksanaan Hipertensi

a. Pengaturan diet

Mengkonsumsi gizi yang seimbang dengan diet rendah

garam dan rendah lemak sangat dianjurkan bagi penderita

hipertensi untuk dapat mengendalikan tekanan darahnya

dan secara tidak langsung menurunkan resiko terjadinya

komplikasi hipertensi. Selain itu juga perlu mengkonsumsi

buah-buahan segar sepeti pisang, sari jeruk dan

sebagainya yang tinggi kalium dan menghindari konsumsi

makanan awetan dalam kaleng karena meningkatkan kadar

natrium dalam makanan (Vitahealth, 2015).

Modifikasi gaya hidup yang dapat menurunkan resiko

penyakit kardiovaskuler. Mengurangi asupan lemak jenuh

dan mengantinya dangan lemak polyunsaturated atau

monounsaturated dapat menurunkan resiko tersebut.


32

Meningkatkan konsumsi ikan, terutama ikan yang masih

segar yang belum diawetkan dan tidak diberi kandungan

garam yang berlebih (Syamsudin, 2011).

b. Perubahan gaya hidup menjadi lebih sehat

Gaya hidup dapat merugikan kesehatan dan

meningkatkan resiko komplikasi hipertensi seperti merokok,

mengkonsumsi alkohol, minum kopi, mengkonsumsi

makanan cepat saji (junk food), malas berolahraga (Junaidi,

2012), makanan yang diawetkan didalam kaleng memiliki

kadar natrium yang tinggi didalamnya. Gaya hidup itulah

yang meningkatkan resiko terjadinya komplikasi hipertensi

karena jika pasien memiliki tekanan darah tinggi tetapi tidak

mengontrol dan merubah gaya hidup menjadi lebih baik

maka akan banyak komplikasi yang akan terjadi (Vitahealth,

2015).

Penurunan berat badan merupakan modifikasi gaya

hidup yang baik bagi penderita penyakit hipertensi.

Menurunkan berat badan hingga berat badan ideal dengan

munggurangi asupan lemak berlebih atau kalori total.

Kurangi konsumsi garam dalam konsumsi harian juga dapat

mengontrol tekanan darah dalam batas normal. Perbanyak

buah dan sayuran yang masih segar dalam konsumsi harian

(Syamsudin, 2011).
33

c. Menejemen Stres Stres atau ketegangan jiwa (rasa tertekan,

rasa marah, murung, dendam, rasa takut, rasa bersalah)

merupakan faktor terjadinya komplikasi hipertensi.

Peran keluarga terhadap penderita hipertensi

diharapkan mampu mengendalikan stres, menyediakan

waktu untuk relaksasi, dan istrirahat (Lumbantobing, 2003).

Olahraga teratur dapat mengurangi stres dimana dengan

olahraga teratur membuat badan lebih rileks dan sering

melakukan relaksasi (Muawanah, 2012).

Ada 8 tehnik yang dapat digunakan dalam penanganan

stres untuk mencegah terjadinya kekambuhan yang bisa

terjadi pada pasien hipertensi yaitu dengan cara : scan

tubuh, meditasi pernafasan, meditasi kesadaran, hipnotis

atau visualisasi kreatif, senam yoga, relaksasi otot progresif,

olahraga dan terapi musik (Sutaryo, 2011).

d. Mengontrol kesehatan

Penting bagi penderita hipertensi untuk selalu

memonitor tekanan darah. Kebanyakan penderita hipertensi

tidak sadar dan mereka baru menyadari saat pemeriksaan

tekanan darah. Penderita hipertensi dianjurkan untuk rutin

memeriksakan diri sebelum timbul komplikasi lebih lanjut.

Obat antihipertensi juga diperlukan untuk menunjang


34

keberhasilan pengendalian tekanan darah (Sudoyo,

Setiyohadi, Alwi, Simadibrata, dan Setiati, 2010).

Keteraturan berobat sangat penting untuk menjaga

tekanan darah pasien dalam batas normal dan untuk

menghindari komplikasi yang dapat terjadi akibat penyakit

hipertensi yang tidak terkontrol (Annisa, Wahiduddin, dan

Jumriani, 2013).

e. Olahraga teratur

Olahraga secara teratur dapat menyerap atau

menghilangkan endapan kolestrol pada pembuluh darah

nadi. Olahraga yang dimaksut adalah latihan menggerakan

semua nadi dan otot tubuh seperti gerak jalan, berenang,

naik sepeda, aerobik. Oleh karena itu olahraga secara

teratur dapat menghindari terjadinya komplikasi hipertensi

(Corwin, 2009).

Latihan fisik regular dirancang untuk meningkatkan

kebugaran dan kesehatan pasien dimana latihan ini

dirancang sedinamis mungkin bukan bersifat isometris

(latihan berat) latihan yang dimaksud yaitu latihan ringan

seperti berjalan dengan cepat (Syamsudin, 2011).


35

B. Kerangka Konsep

Pendampingan Keluarga

Kepatuhan Diet

Perilaku Diet Hipertensi


Penderita Hipertensi

Keterangan :

__________ : Variabel yang diteliti

Sumber : (Modifikasi Wiryasaputra, 2016 dan Irianto, 2014)

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian

C. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah “Pengaruh Pendampingan

Keluarga dalam Perilaku Diet Hipertensi terhadap Kepatuhan Diet

Pada Penderita Hipertensi di Puskesmas Praya Tahun 2019”.


36

BAB III

METODE PENELTIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Puskesmas Praya Tahun

2019, pemilihan lokasi tersebut dengan alasan sebagai berikut:

a.

2. Waktu penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Agustus 2013.

B. Jenis dan Desain Penelitian

Penelitian ini menurut caranya termasuk penelitian

observasional analitik yaitu peneliti hanya mengamati fenomena atau

objek penelitian tanpa memberikan perlakuan tertentu dan peneliti

mencoba menarik suatu kesimpulan atau melihat pengaruh dari

fenomena atau objek yang diteliti (Notoatmodjo, 2010). Penelitian ini

mencoba mengidentifikasi beberapa variable yang diteliti yaitu

variabel independen yang meliputi Vakum Ekstraksi, serta variabel

dependen yakni asfiksia Neonatorum.

Sedangkan dari segi waktu rancangan penelitian ini termasuk

cross sectional dimana semua data yang merupakan variabel


37

penelitian dikumpulkan dalam satu saat tertentu (waktu yang

bersamaan) dan hanya diobservasi sekali saja, dan dari segi jenis

data penelitian ini menggunakan data sekunder.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi yang diteliti dalam penelitian ini adalah Semua Ibu

bersalin pervaginam di RSUD Sumbawa yang berjumlah 1020

orang pada tahun 2012.

2. Sampel penelitian

Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan

obyek yang di teliti dan dianggap mewakili seluruh populasi

(Notoatmojo, 2010).

Sampel dalam penelitian ini adalah semua ibu bersalin

pervaginam yang melahirkan bayi hidup.

Berdasarkan jumlah populasi tersebut, dapat dihitung besarnya

sampel berdasarkan rumus Notoatmodjo 2005 yaitu :

N
n= 2
1+ N (d )
Keterangan :

n = besar sampel

N = besar populasi
38

d = tingkat ketepatan / kepercayaan yang di inginkan (10%)

1020
n= 2
1+1020 (0 , 05 )
1020
n=
1+1020 (0,0025)
1020
n=
1+2 , 55
1020
n= =287 ,3
3 ,55

Dibulatkan menjadi 287, sehingga sampel yang diperoleh adalah

287 orang.

3. Cara pengambilan sampel

Pada penelitian ini tehnik pengambilan sampel

menggunakan systematic random sampling yaitu proses

pengambilan sampel dilakukan dengan memberikan nomor urut

pada populasi setelah itu mencari interval (K) dengan membagi

jumlah populasi dengan sampel (Notoadmodjo, 2010).

N
K=
n

1020
K=
287

K=3 ,5

Jadi interval dibulatkan menjadi 4.

Cara mengambilnya, yang pertama dengan memberikan

nomor urut pada semua populasi kemudian melakukan

pengundian secara acak, jika keluar nomor 2 maka dihitung


39

dengan kelipatan 4 yaitu 2,6,10,14,18 dan seterusnya sampai

mendapatkan sampel sebanyak 287 orang.

4. Kriteria sampel

a. Kriteria inklusi merupakan kriteria dimana subjek penelitian

dapat mewakili sampel penelitian yang memenuhi syarat

sebagai sampel. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah :

1) Persalinan aterm

2) Tunggal

3) Tidak fetal distress

b. Kriteria eksklusi merupakan kriteria dimana subjek penelitian

tidak dapat mewakili sampel penelitian yang memenuhi syarat

sebagai sampel. Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah :

1) Kelainan kongenital

2) Bayi dengan Berat badan lahir rendah.

D. Jenis Data yang Dikumpulkan

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data sekunder

yang meliputi :

1. Data jumlah ibu bersalin di ruang obsgyn RSUD Sumbawa pada

tahun 2012

2. Data jumlah persalinan dengan tindakan vakum ekstraksi di ruang

obsgyn RSUD Sumbawa tahun 2012.


40

3. Data jumlah bayi dengan asfiksia di ruang obsgyn RSUD

Sumbawa tahun 2012.

E. Cara Pengumpulan Data

1. Data jumlah persalinan di ruang obsgyn RSUD Sumbawa tahun

2012 dilakukan dengan penelusuran pada Rekam Medik.

2. Data persalinan dengan tindakan vakum ekstraksi di ruang obsgyn

RSUD Sumbawa tahun 2012 dilakukan dengan penelusuran pada

Rekam Medik.

3. Data bayi dengan asfiksia di ruang obsgyn RSUD Sumbawa

dilakukan dengan penelusuran pada Rekam Medik.

F. Variabel Penelitian

1. Variabel Independen

Variabel independen dalam penelitian ini adalah Vakum Ekstraksi.

2. Variabel Dependen

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kejadian Asfiksia.

G. Analisa Data

1. Analisa Univariat

Analisa univariat adalah analisis untuk satu variabel

penelitian. Pada penelitian ini analisis digunakan dengan

mengumpulkan data tentang persalinan dengan vakum ekstraksi

dan Asfiksia, setelah data tersebut terkumpul, ditabulasikan dan

dipresentasikan, ditampilkan dengan distribusi frekuensi.


41

2. Analisa Bivariat

Analisa bivariat adalah analisis yang digunakan untuk lebih

dari satu variabel. Adapun analisa bivariat dalam penelitian ini

adalah data mengenai Hubungan Vakum Ekstraksi dengan

Kejadian Asfiksia Neonaturum.

Pengelohan data akan menggunakan uji chi square test

karena kedua variabel menggunakan kategori skala nominal dan

dianalisa dengan alat bantu program SPSS. Hasil penelitian

perhitungan bilan p Value lebih kecil dari 0,05 maka Ho ditolak dan

bila p value lebih besar dari 0,05 maka Ho diterima.

H. Definisi Operasional

Tabel 3.1 Definisi operasional Hubungan Vakum Ekstraksi dengan


Kejadian Asfiksia Neonatorum di Rumah Sakit Umum
Daerah Sumbawa Tahun 2012.
Cara
No Variabel Definisi Operasional Hasil ukur Skala
pengukuran

1. Vakum Tindakan persalinan Melihat a. Vakum Nominal


Ekstraksi yang digunakan registrasi Ekstraksi
untuk membantu ruang b. Tidak Vakum
Ekstraksi
proses kelahiran obsgyn
bayi dengan cara RSUD
42

menarik Sumbawa
menggunakan
mangkuk.

Keadaan dimana
bayi baru dilahirkan Nilai apgar a. Asfiksia jika
tidak segera nilai afgar (0-
bardasarkan
bernafas secara 6)
dari register
spontan dan teratur b. Tidak
ruang
2. Asfiksia setelah dilahirkan. Asfiksia (7- Nominal
obsgyn 10)
neonatoru
RSUD
m
Sumbawa

Anda mungkin juga menyukai