Anda di halaman 1dari 71

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pesatnya perubahan gaya hidup dimasyarakat membuat pola hidup

masyarakat ikut berubah diantaranya lebih banyak mengkonsumsi makanan

yang tinggi akan lemak, tinggi garam, serta perilaku masyarakat yang masih

melakukan kebiasaan merokok dan juga aktivitas yang tidak mengenal batas

waktu (Evadewi dan Luh, 2013). Kemajuan teknologi berbasis “ online

shop” yang sedang trend saat ini dapat mengurangi aktiftas fisik masyarakat

dalam memenuhi kebutuhannya (Evadewi dan Luh, 2013). Hal tersebut

mengakibatkan individu kurang bergerak dan sistem indra yang cenderung

tidak digunakan secara maksimal. Kurangnya aktivitas fisik berdampak pada

munculnya berbagai penyakit kronis yang ada dimasyarakat, salah satunya

adalah hipertensi atau sering dikenal dengan tekanan darah tinggi (Corwin,

2009).

Hipertensi adalah tekanan darah tinggi diatas batas normal tekanan

darah seseorang dan diukur paling tidak ada tiga kesempatan yang berbeda.

Joint National Committee On Prevention Detection, Evolation and

Treatment of High Blood Pressure yang ke VIII telah mempublikasikan nilai

tekanan darah sistolik dan diastolik (The Joint National Committee (JNC

VIII) Hypertension Guidelines An In Depth Guide). Tekanan darah

dikatakan dalam keadaan normal bila tekanan darah hasil sistolik 120

mmHg sedangkan untuk hasil diastolik didapatkan hasil 80 mmHg jadi

120/80 mmHg sedangkan untuk tekanan darah dianggap hipertensi adalah

1
hasil dari siastolik lebih dari 140 mmHg dan untuk hasil diastolik lebih dari

90 mmHg seperti 140/100 mmHg (Corwin, 2009).

Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2012 Hipertensi

memberikan kontribusi untuk hampir 9,4 juta kematian akibat penyakit

kardiovaskuler setiap tahun. Hal ini juga meningkatkan risiko penyakit

jantung koroner sebesar 12% dan meningkatkan risiko stroke sebesar 24%

(WHO, 2012). Data Global Status Report on Noncommunicable Diseases

2010 dari WHO, menyebutkan 40% negara ekonomi berkembang memiliki

penderita hipertensi, sedangkan negara maju hanya 35%. Kawasan Asia

Tenggara, terdapat 36% orang dewasa yang menderita hipertensi dan telah

membunuh 1,5 juta orang setiap tahunnya. Jumlah penderita hipertensi akan

terus meningkat tajam, diprediksikan pada tahun 2025 sekitar 29% atau

sekitar 1,6 miliar orang dewasa di seluruh dunia menderita hipertensi

(Kemenkes RI, 2013).

Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Indonesia tahun

2013 prevalensi hipertensi di Indonesia yang didapat melalui pengukuran

pada umur ≥18 tahun sebesar 25,8%, tetapi yang terdiagnosis oleh tenaga

kesehatan atau riwayat minum obat hanya sebesar 9,5%. Hal ini

menandakan bahwa sebagian besar kasus hipertensi di masyarakat belum

terdiagnosis dan terjangkau pelayanan kesehatan, dan juga merupakan

penyebab kematian ke-3 di Indonesia pada semua umur dengan proporsi

kematian 6,8% (Kemenkes RI, 2013)

Berdasarkan data kesakitan di Provinsi Banten prevalensi hipertensi

didapat melalui pengukuran pada umur > 18 tahun sebesar 23,0%,

2
prevalensi tertinggi terdapat di kota Tangerang (24,5%), diikuti kabupaten

Tangerang (23,6%), kabupaten Pandeglang (23,2%) dan kabupaten Lebak

(22,7%). Prevalensi hipertensi di Banten berdasarkan diagnosis tenaga

kesehatan mencapai 8,8% (Kemenkes RI, 2013).

Banyak faktor yang menyebabkan tingginya angka kejadian

hipertensi, diantaranya masih kurangnya pengetahuan dan juga dukungan

dari keluarga pada penderita hipertensi. Keluarga dapat menjadi faktor yang

sangat berpengaruh dalam program pengobatan tekanan darah. Bimbingan

penyuluh dan dorongan secara terus-menerus biasanya diperlukan agar

penderita hipertensi tersebut mampu melaksanakan rencana yang dapat

diterima untuk bertahan hidup dengan hipertensi dan mematuhi aturan

terapinya, serta pentingnya pengetahuan pasien tentang pengobatan

hipertensi secara teratur untuk mengendalikan tekanan darah.

Selain pengetahuan dan dukungan keluarga, faktor penting lainnya

adalah kepatuhan individu terhadap pengobatan atau program yang

diberikan. Kepatuhan merupakan ketaatan melakukan sesuatu yang

dianjurkan. Kepatuhan dapat diukur dari individu yang memenuhi atau

mentaati karena telah memahami makna suatu ketentuan yang berlaku

(Sahara, 2010). Kepatuhan minum obat sangat penting untuk meningkatkan

efektifitas pengobatan dan mencegah komplikasi.

Kurang patuhnya konsumsi obat merupakan penyebab paling sering

untuk kegagalan terapi antihipertensi. Problem ketidakpatuhan minum obat

umum dijumpai dalam pengobatan penyakit kronis yang memerlukan

pengobatan jangka panjang seperti hipertensi. Obat-obat antihipertensi yang

3
ada saat ini telah terbukti dapat mengontrol tekanan darah pada pasien

hipertensi, dan juga sangat berperan dalam menurunkan risiko

berkembangnya komplikasi kardiovaskular. Namun demikian, penggunaan

antihipertensi saja terbukti tidak cukup untuk menghasilkan efek

pengontrolan tekanan darah jangka panjang apabila tidak didukung dengan

kepatuhan dalam menggunakan antihipertensi tersebut (Saepudin dkk,

2011).

Manajemen penatalaksanaan hipertensi sangat penting untuk

mencegah kerusakan organ, termasuk stroke dan gagal jantung dan

menurunkan risiko penyakit kardiovaskular. Intervensi pada keluarga

penderita hipertensi dan penataaksanaan secara farmakoterapi juga

merupakan bentuk dasar dari manajemen penatalaksanaan hipertensi. Hanya

dua pertiga pasien dengan hipertensi yang menyadari status hipertensi

mereka, yang berarti bahwa sebagian besar segmen dari populasi mengalami

hipertensi yang belum terdiagnosis dan tidak di obati. Bahkan pada pasien

dengan hipertensi, ada juga yang tidak diobati karena berbagai alasan.

Terdapat beberapa faktor yang berhubungan dengan kepatuhan

pengobatan untuk mencapai keberhasilan pengobatan diantaranya

pendidikan, pengetahuan, lama menderita hipertensi, dukungan keluarga,

peran petugas, dan motivasi berobat pasien hipertensi. Berdasarkan

penelitian yang dilakukan oleh Mangendai (2017) menyebutkan bahwa

faktor yang mempengaruhi kepatuhan klien hipertensi dalam menjalani

pengobatan hipertensi yaitu pengetahuan, tingkat motivasi dan dukungan

keluarga. Hal ini sependapat dengan penelitian yang dilakukan oleh Puspita

4
(2016) bahwa faktor pendidikan dan pengetahuan mempunyai hubungan

yang signifikan dengan kepatuhan penderita hipertensi dalam menjalani

pengobatan.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Pujiyanto (2007)

menyebutkan bahwa anggota keluarga yang menunjukan sikap peduli

terhadap anggota keluarga yang sakit hipertensi berperan penting terhadap

kepatuhan minum obat antihipertensi. Hal ini sependapat dengan penelitian

Ahda (2016) bahwa ada hubungan antara Pendidikan dan dukungan keluarga

dengan kepatuhan minum obat antihipertensi. Kebanyakan dari pasien yang

sudah lama mengalami hipertensi tidak pernah/jarang minum obat karena

merasa bosan menjalani pengobatan, sedangkan tingkat kesembuhan yang

diinginkan pasien hipertensi tidak sesuai dengan yang diharapkan.

Kebanyakan dari pasien tersebut kurang memahami tentang pentingnya

pengobatan serta dipengaruhi oleh kurangnya dukungan dan motivasi dari

keluarga untuk pasien berobat sehingga membuat pasien tidak terlalu

memperdulikan penyakitnya.

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti terhadap 20

penderita hipertensi di desa Maja wilayah Puskesmas Maja diketahui bahwa

65% (13 responden) memiliki tingkat kepatuhan yang rendah dan jarang

melakukan kontrol pengobatan dengan alasan 62% (8 responden)

menyatakan tidak merasakan adanya keluhan kembali/merasa sehat (over

estimated), 23% (3 responden) lupa mengingat waktu kontrol pengobatan

dan 15% (2 responden) sibuk dengan aktivitas atau pekerjaanya.

5
Pentingnya pengetahuan tentang penyakit hipertensi dan dukungan

keluarga dalam pengawasan pengobatan anggota keluarga yang sakit

menjadi hal yang penting untuk kesembuhan pasien. Berdasarkan uraian

diatas, maka menjadi daya tarik peneliti untuk melakukan penelitian tentang

“Hubungan pengetahuan dan dukungan keluarga dengan kepatuhan minum

obat antihipertensi di Puskesmas Maja Kabupaten Lebak.”.

1.2 Perumusan Masalah

Hipertensi merupakan salah satu penyakit yang dapat di kontrol, untuk

itu kepatuhan dalam meminum obat antihipertensi merupakan salah satu

kunci dari keberhasilan dari pengendalian hipertensi. Diperlukan berbagai

upaya untuk meningkatkan kepatuhan pasien terhadap terapi obat demi

mencapai target tekanan darah yang diinginkan. Berdasarkan latar belakang

diatas peneliti ingin mengetahui sejauh mana hubungan pengetahuan dan

dukungan keluarga dengan kepatuhan minum obat antihipertensi di

Puskesmas Maja Kabupaten Lebak tahun 2019.

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan dukungan keluarga dengan

kepatuhan minum obat antihipertensi di Puskesmas Maja Kabupaten

Lebak tahun 2019.

1.3.2 Tujuan Khusus

1.3.2.1 Diketahuinya gambaran kepatuhan minum obat antihipertensi di

Puskesmas Maja Kabupaten Lebak tahun 2019.

6
1.3.2.2 Diketahuinya gambaran pengetahuan penderita hipertensi tentang

pentingnya obat antihipertensi di Puskesmas Maja Kabupaten Lebak

tahun 2019.

1.3.2.3 Diketahuinya gambaran dukungan keluarga penderita hipertensi di

Puskesmas Maja Kabupaten Lebak tahun 2019.

1.3.2.4 Diketahuinya hubungan antara pengetahuan dan dukungan keluarga

dengan kepatuhan minum obat antihipertensi di Puskesmas Maja

Kabupaten Lebak tahun 2019.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Peneliti

Meningkatkan wawasan ilmu pengetahuan kesehatan masyarakat,

khususnya mengenai hubungan pengetahuan dan dukungan keluarga

dengan kepatuhan minum obat antihipertensi serta menambah pengalaman

dalam menerapkan ilmu pengetahuan yang didapat selama perkuliahan.

1.4.2 Bagi Puskesmas

Memberikan informasi mengenai hubungan pengetahuan dan

dukungan keluarga dengan kepatuhan minum obat antihipertensi di

wilayah kerja Puskesmas Maja sebagai bahan pertimbangan dalam

melakukan upaya peningkatan kepatuhan kepatuhan minum obat pada

penderita hipertensi.

1.4.3 Bagi Universitas Nasional Jakarta

Sebagai sumbangan pemikiran dalam bentuk bahan bacaan untuk

perpustakaan di lingkungan Universitas Nasional Jakarta.

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Hipertensi

2.1.1.1 Pengertian

Menurut Joint National Committe on Prevention Detection,

Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure VII/ JNC 2003

hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah sistolik ≥140

mmHg dan tekanan diastolik ≥90 mmHg (Kemenkes RI, 2013). Hipertensi

adalah suatu gangguan pada pembuluh darah yang mengakibatkan suplai

oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah terhambat sampai ke jaringan

tubuh yang membutuhkanya. Penyakit ini seakan menjadi ancaman karena

dengan tiba-tiba seseorang dapat divonis menderita darah tinggi (Dewi dan

Familia, 2012).

Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu peningkatan

abnormal tekanan darah dalam pembuluh darah arteri yang mengangkut

darah dari jantung dan memompa keseluruh jaringan dan organ–organ

tubuh secara terus–menerus lebih dari suatu periode (Irianto, 2014). Hal ini

terjadi bila arteriol–arteriol konstriksi. Konstriksi arterioli membuat darah

sulit mengalir dan meningkatkan tekanan melawan dinding arteri.

Hipertensi menambah beban kerja jantung dan arteri yang bila berlanjut

dapat menimbulkan kerusakan jantung dan pembuluh darah (Udjianti,

2010).

8
2.1.1.2 Klasifikasi

Menurut WHO (2013), batas normal tekanan darah adalah tekanan

darah sistolik kurang dari 120 mmHg dan tekanan darah diastolik kurang

dari 80 mmHg. Seseorang yang dikatakan hipertensi bila tekanan darah

sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg.

Berdasarkan The Joint National Commite VIII (2014) tekanan darah

dapat diklasifikasikan berdasarkan usia dan penyakit tertentu.

Diantaranya adalah:

Tabel 2.1
Batasan Hipertensi Berdasarkan The Joint National Commite VIII
Tahun 2014
Batasan Tekanan Darah Kategori
(mmHg)
> 150/90 mmHg Usia > 60 tahun tanpa penyakit diabetes dan
cronic kidney disease
> 140/90 mmHg Usia 19-59 tahun tanpa penyakit penyerta
> 140/90 mmHg Usia 18 tahun dengan penyakit ginjal
> 140/90 mmHg Usia 18 tahun dengan penyakit diabetes

American Heart Association (2014) menggolongkan hasil pengukuran


tekanan darah menjadi :
Tabel 2.2
Kategori tekanan darah berdasarkan American Heart Association (2014)
Kategori Tekanan Tekanan Darah Tekanan Darah
Darah Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Normal < 120 < 80
Prehipertensi 120-139 80-89
Hipertensi Stage 1 140-159 90-99
Hipertensi Stage 2 > 160 > 100
Hipertensi Stage 3 > 180 > 110

9
Klasifikasi hipertensi berdasarkan penyebabnya yaitu hipertensi

primer dan hipertensi sekunder (Udjianti, 2010). Hipertensi primer adalah

peningkatan tekanan darah yang tidak diketahui penyebabnya. Dari 90%

kasus hipertensi merupakan hipertensi primer. Beberapa faktor yang

diduga berkaitan dengan berkembangnya hipertensi primer adalah

genetik, jenis kelamin, usia, diet, berat badan, gaya hidup. Hipertensi

sekunder adalah peningkatan tekanan darah karena suatu kondisi fisik

yang ada sebelumnya seperti penyakit ginjal atau gangguan tiroid. Dari

10% kasus hipertensi merupakan hipertensi sekunder. Faktor pencetus

munculnya hipertensi sekunder antara lain: penggunaan kontrasepsi oral,

kehamilan, peningkatan volume intravaskular, luka bakar dan stres

(Udjianti, 2010).

2.1.1.3 Etiologi

Menurut Corwin (2009) etiologi hipertensi dapat dikelompokan

menjadi dua golongan yaitu :

1. Hipertensi Esensial/primer

Lebih dari 90%-95% pasien dengan hipertensi merupakan

hipertensi essensial (hipertensi primer). Beberapa mekanisme yang

mungkin berkontribusi untuk terjadinya hipertensi ini telah

diidentifikasi, namun belum satupun teori yang tegas menyatakan

patogenesis hipertensi primer tersebut. Hipertensi sering turun temurun

dalam suatu keluarga, hal ini setidaknya menunjukkan bahwa faktor

genetik memegang peranan penting pada patogenesis hipertensi

primer. Menurut data, bila ditemukan gambaran bentuk disregulasi

10
tekanan darah yang monogenik dan poligenik mempunyai

kecenderungan timbulnya hipertensi essensial. Faktor-faktor lain yang

dapat dimasukan dalam daftar penyebab hipertensi jenis ini adalah

lingkungan, kelainan metabolisme intra seluler, dan faktor-faktor yang

meningkatkan risikonya seperti obesitas, konsumsi alkohol, merokok

dan kelainan darah.

2. Hipertensi Renal/Sekunder

Hipertensi sekunder merupakan penyakit ikutan dari penyakit

yang sebelumnya diderita. Kurang dari 10% penderita hipertensi

merupakan sekunder dari gangguan hormonal, diabetes, ginjal,

penyakit pembuluh, penyakit jantung atau obat-obat tertentu yang

dapat meningkatkan tekanan darah. Pada kebanyakan kasus, disfungsi

renal akibat penyakit ginjal kronis atau penyakit renovaskular adalah

penyebab sekunder yang paling sering. Obat-obat tertentu, baik secara

langsung ataupun tidak, dapat menyebabkan hipertensi atau

memperberat hipertensi dengan menaikkan tekanan darah. Apabila

penyebab sekunder dapat diidentifikasi, maka dengan menghentikan

obat yang bersangkutan atau mengobati/mengoreksi kondisi komorbid

yang menyertainya sudah merupakan tahap pertama dalam penanganan

hipertensi sekunder.

2.1.1.4 Patofisiologi

Tekanan arteri sistemik adalah hasil dari perkalian cardiac output

(curah jantung) dengan total tahanan prifer. Cardiac output (curah

jantung) diperoleh dari perkalian antara stroke volume dengan heart rate

11
(denyut jantug). Pengaturan tahanan perifer dipertahankan oleh sistem

saraf otonom dan sirkulasi hormon. Empat sistem kontrol yang berperan

dalam mempertahankan tekanan darah antara lain sistem baroreseptor

arteri, pengaturan volume cairan tubuh, sistem renin angiotensin dan

autoregulasi vaskular (Udjianti, 2010).

Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh

darah terletak di vasomotor, pada medulla diotak. Pusat vasomotor ini

bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah korda spinalis dan

keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan

abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk implus

yang bergerak kebawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis.

Titik neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang

serabut saraf paska ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan

dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah

(Padila, 2013).

Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat

mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsangan

vasokontriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap

norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut

bisa terjadi (Padila, 2013). Meski etiologi hipertensi masih belum jelas,

banyak faktor diduga memegang peranan dalam genesis hiepertensi

seperti yang sudah dijelaskan dan faktor psikis, sistem saraf, ginjal,

jantung pembuluh darah, kortikosteroid, katekolamin, angiotensin,

sodium, dan air (Syamsudin, 2011).

12
Sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respon

rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan

tambahan aktivitas vasokontriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin,

yang menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol

dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respon vasokonstriktor

pembuluh darah (Padila, 2013).

Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran keginjal,

menyebabkan pelepasan rennin. Renin merangsang pembentukan

angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu

vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron

oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air

oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler.

Semua faktor ini cendrung mencetuskan keadaan hipertensi (Padila,

2013).

13
Renin

Angiotensin I

Angiotensin I Converting Enzyme (ACE)

Angiotensin II

↑ Sekresi hormone ADH rasa haus Stimulasi sekresi aldosteron dari


korteks adrenal
Urin sedikit → pekat & ↑osmolaritas
↓ Ekskresi NaCl (garam) dengan
mereabsorpsinya di tubulus ginjal
Mengentalkan
↑ Konsentrasi NaCl
di pembuluh darah
Menarik cairan intraseluler → ekstraseluler

Diencerkan dengan ↑ volume


Volume darah ↑ ekstraseluler

↑ Tekanan darah
↑ Volume darah

↑ Tekanan darah

Gambar 2.1. Patofisiologi Hipertensi.


(Sumber: Rusdi & Nurlaela Isnawati, 2009)

2.1.1.5 Manifestasi

Pemeriksaan fisik pada pasien yang menderita hipertensi tidak

dijumpai kelainan apapun selain tekanan darah yang tinggi. Tetapi dapat

ditemukan perubahan pada retina, seperti pendarahan, eksudat (kumpulan

cairan), penyempitan pembuluh darah, dan pada kasus berat terdapat

edema pupil (edema pada diskus optikus).

14
Tahapan awal pasien kebanyakan tidak memiliki keluhan. Keadaan

simtomatik maka pasien biasanya peningkatan tekanan darah disertai

berdebar–debar, rasa melayang (dizzy) dan impoten. Hipertensi vaskuler

terasa tubuh cepat untuk merasakan capek, sesak nafas, sakit pada bagian

dada, bengkak pada kedua kaki atau perut.. Gejala yang muncul sakit

kepala, pendarahan pada hidung, pusing, wajah kemerahan, dan kelelahan

yang bisa terjadi saat orang menderita hipertensi (Irianto, 2014).

Hipertensi dasar seperti hipertensi sekunder akan mengakibatkan

penderita tersebut mengalami kelemahan otot pada aldosteronisme primer,

mengalami peningkatan berat badan dengan emosi yang labil pada

sindrom cushing, polidipsia, poliuria. Feokromositoma dapat muncul

dengan keluhan episode sakit kepala, palpitasi, banyak keringat dan rasa

melayang saat berdiri (postural dizzy). Saat hipertensi terjadi sudah lama

pada penderita atau hipertensi sudah dalam keadaan yang berat dan tidak

diobati gejala yang timbul yaitu sakit kepala, kelelahan, mual, muntah,

sesak nafas, gelisah, pandangan menjadi kabur (Irianto, 2014).

Semua itu terjadi karena adanya kerusakan pada otak, mata, jantung

dan ginjal. Pada penderita hipertensi berat mengalami penurunan

kesadaran dan bahkan mengakibatkan penderita mengalami koma karena

terjadi pembengkakan pada bagian otak. Keadaan tersebut merupakan

keadaan ensefalopati hipertensi (Irianto, 2014).

15
2.1.1.6 Penatalaksanaan

1. Pengaturan diet

Mengkonsumsi gizi yang seimbang dengan diet rendah garam dan

rendah lemak sangat dianjurkan bagi penderita hipertensi untuk dapat

mengendalikan tekanan darahnya dan secara tidak langsung

menurunkan resiko terjadinya komplikasi hipertensi. Selain itu juga

perlu mengkonsumsi buah-buahan segar sepeti pisang, sari jeruk dan

sebagainya yang tinggi kalium dan menghindari konsumsi makanan

awetan dalam kaleng karena meningkatkan kadar natrium dalam

makanan (Vitahealth, 2008).

Modifikasi gaya hidup yang dapat menurunkan resiko penyakit

kardiovaskuler. Mengurangi asupan lemak jenuh dan mengantinya

dangan lemak polyunsaturated atau monounsaturated dapat

menurunkan resiko tersebut. Meningkatkan konsumsi ikan, terutama

ikan yang masih segar yang belum diawetkan dan tidak diberi

kandungan garam yang berlebih (Syamsudin, 2011)

2. Perubahan gaya hidup

Gaya hidup dapat merugikan kesehatan dan meningkatkan resiko

komplikasi hipertensi seperti merokok, mengkonsumsi alkohol, minum

kopi, mengkonsumsi makanan cepat saji (junk food), malas

berolahraga (Junaidi, 2002), makanan yang diawetkan didalam kaleng

memiliki kadar natrium yang tinggi didalamnya. Gaya hidup itulah

yang meningkatkan resiko terjadinya komplikasi hipertensi karena jika

pasien memiliki tekanan darah tinggi tetapi tidak mengontrol dan

16
merubah gaya hidup menjadi lebih baik maka akan banyak komplikasi

yang akan terjadi (Vitahealth, 2008).

Penurunan berat badan merupakan modifikasi gaya hidup yang

baik bagi penderita penyakit hipertensi. Menurunkan berat badan

hingga berat badan ideal dengan munggurangi asupan lemak berlebih

atau kalori total. Kurangi konsumsi garam dalam konsumsi harian juga

dapat mengontrol tekanan darah dalam batas normal. Perbanyak buah

dan sayuran yang masih segar dalam konsumsi harian (Syamsudin,

2011).

3. Manajemen stress

Stres atau ketegangan jiwa (rasa tertekan, rasa marah, murung,

dendam, rasa takut, rasa bersalah) merupakan faktor terjadinya

komplikasi hipertensi. Peran keluarga terhadap penderita hipertensi

diharapkan mampu mengendalikan stres, menyediakan waktu untuk

relaksasi, dan istrirahat. Olahraga teratur dapat mengurangi stres

dimana dengan olahraga teratur membuat badan lebih rileks dan sering

melakukan relaksasi (Muawanah, 2012).

Ada 8 tehnik yang dapat digunakan dalam penanganan stres untuk

mencegah terjadinya kekambuhan yang bisa terjadi pada pasien

hipertensi yaitu dengan cara : scan tubuh, meditasi pernafasan,

meditasi kesadaran, hipnotis atau visualisasi kreatif, senam yoga,

relaksasi otot progresif, olahraga dan terapi musik (Sutaryo, 2011).

17
4. Mengontrol kesehatan

Penting bagi penderita hipertensi untuk selalu memonitor tekanan

darah. Kebanyakan penderita hipertensi tidak sadar dan mereka baru

menyadari saat pemeriksaan tekanan darah. Penderita hipertensi

dianjurkan untuk rutin memeriksakan diri sebelum timbul komplikasi

lebih lanjut. Keteraturan berobat sangat penting untuk menjaga

tekanan darah pasien dalam batas normal dan untuk menghindari

komplikasi yang dapat terjadi akibat penyakit hipertensi yang tidak

terkontrol (Annisa, Wahiduddin, dan Jumriani, 2013).

5. Olahraga teratur

Olahraga secara teratur dapat menyerap atau menghilangkan

endapan kolestrol pada pembuluh darah nadi. Olahraga yang dimaksut

adalah latihan menggerakan semua nadi dan otot tubuh seperti gerak

jalan, berenang, naik sepeda, aerobik. Oleh karena itu olahraga secara

teratur dapat menghindari terjadinya komplikasi hipertensi. Latihan

fisik regular dirancang untuk meningkatkan kebugaran dan kesehatan

pasien dimana latihan ini dirancang sedinamis mungkin bukan bersifat

isometris (latihan berat) latihan yang dimaksud yaitu latihan ringan

seperti berjalan dengan cepat (Syamsudin, 2011).

6. Manajemen Pengobatan

1) Prinsip pengobatan dengan antihipertensi adalah sebagai berikut :

a) Tujuan pengobatan hipertensi yaitu untuk mencegah terjadinya

morbiditas dan mortalitas akibat tekanan darah tinggi.

18
b) Manfaat terapi hipertensi menurunkan tekanan darah dengan

antihipertensi yang telah terbukti menurunkan morbiditas dan

mortalitas kardiovaskular, yaitu stroke, iskemia jantung, gagal

jantung kongestif, dan memberatnya hipertensi.

c) Memutuskan untuk memulai pengobatan hipertensi tidak hanya

ditentukan dengan tingginya tekanan darah tetapi adanya faktor

rsiko penyakit kardiovaskuler lainnya.

d) Mulai pengobatan dengan suatu obat dosis rendah (jika tekanan

darah tidak dikendalikan). Penderita hipertensi pada tahap awal

atau tahap 1 memulai dengan jenis obat antihipertensi diuretik,

β- bloker, penghambat ACE, antagonis Kalsium dan α - bloker

dengan memodifikasi pola hidup serta menjonsumsi obat

monoterapi antihipertensi.

e) Mulai dengan satu obat juga bisa mengobati dan atau tidak

mengganggu suatu kondisi yang ada contoh obat yang bisa

digunakan yaitu jenis diuretik: diuretik tiazid (hidroklorotiazid,

klortalidon, bendroflumetiazid, indapamid, Xipamid), beta

bloker (kardioselektif: asebutolol, atenolol, bisopronol,

metoprolol, Nonselektif: alprenolol, karteolol,

nedolol,oksprenolol), Alfa bloker: Doxazosin, prazosin,

terazosin, terazosin, bunazosin, labetalol, Penghambat ACE:

kaptropil, lisinopril, enalapril, benazepril, delapril, fosinopril,

kuinapril, perinderopil, ramipril, silazapril, Antagonis kalsium:

Verapamil, diltiazem, nifedipin).

19
f) Tambahkan obat kedua dari kelas obat yang berbeda

(pelengkap) jika tekanan darah tidak dikontrol dengan dosis

sedang untuk agen pertama, obat antihipertensi lainnya yang

bisa digunakan yaitu vasodilator langsung, adrenolitik sentral

(α2 agonis) dan penghambat saraf adrenergik ini semua bukan

jenis obat monoterapi tahapan pertama antihipertensi tetapi

merupakan obat antihipertensi tambahan.

g) Mulai dengan obat yang mungkin paling mudah ditoleransi

oleh pasien. Kepatuhan jangka panjang berkaitan dengan

tolerabilitas dan khasiat obat pertama yang digunakan.

Rekomendasi yang diberikan WHO menganjurkan lima jenis

obat yaitu diuretik, β- bloker, penghambat ACE, antagonis

Kalsium dan α - bloker.

h) Gunakan terapi diuretik jika ada dua obat yang digunakan,

berlaku untuk hampir semua kasus.

i) Gunakan diuretik tiazid hanya dengan dosis rendah 25mg/ hari

untuk hidroklorotiazida atau obat yang ekuivalen, kecuali ada

alasan yang mendesak.

j) Gunakan terapi kombinasi dosis rendah, jika diperlukan,

sebagai terapi awal.

k) Suatu diuretik dengan penyekat β (beta), ACE inhibitor , atau

antagonis angiotensin II.

l) Suatu kalsium antagonis denga ACE inhibitor atau penyekat β

(beta).

20
m) Satu atau dua obat akan mengendalikan tekanan darah pada

90% pasien hipertensi. Cara untuk mendapatkan tekanan darah

diastolik < 90 mmHg, sekitar 70% kasus memerlukan dua obat.

n) Jika terjadi komplikasi yang terjadi jika hipertensi dengan

diabetes kombinasi obat memiliki resistensi insulin. Pada kasus

ini digunakan suatu penghambat ACE atau β-bloker selektif.

Jika terdapat kontraindikasi terhadap kelompok ini, dianjurkan

untuk obat-obat lain seperti alfa-bloker dan angiotensin

kalsium. Komplikasi yang disertai gagal jantung dengan

diuretika, β-bloker, atau ACE inhibitor. Hipertensi dengan

angina pectoris dengan β-bloker, atau antagonis kalsium.

Reniopati diabetes dengan hipertensi bisa menggunakan ACE

inhibitor. Hipertensi disertai infark jantung menggunakan β-

bloker, atau ACE Inhibitor.

2) Obat antihipertensi

Antihipertensi adalah agen yang menurunkan tekanan darah

tinggi (Dorland, 2012). Rekomendasi obat antihipertensi menurut

World Health Organization (WHO) 2003 dan The Joint National

Committee (JNC VIII) tahun 2014 adalah :

a) Diuretik

Diuretik adalah obat yang menghambat reabsorbsi natrium

dan air di bagian asenden ansa henle (Dorland, 2012).

Diuretika adalah senyawa yang dapat menyebabkan ekskresi

urin yang lebih banyak. Menghambat reabsorpsi garam di

21
tubulus distal dan membantu reabsopsi kalium. Jika pada

peningkatan ekskesi air, terjadi juga peningkatan ekskresi

garam–garam, maka diuretika ini dinamakan saluretika atau

natriuretika (Gray dkk 2005).

Terdapat tiga faktor utama yang mempengaruhi respon

diuretik. Pertama, diuretik mereabsorpsi sedikit sodium akan

memberi efek yang lebih kecil bila dibandingkan dengan

diuretik yang bekerja pada daerah yang mereabsorpsi banyak

sodium. Kedua, status fisiologi organ akan memberikan

respons yang berbeda dengan diuretik. Misalnya dekompensasi

jantung, sirosis hati, dan gagal ginjal. Ketiga, interaksi anatara

obat dengan reseptor (Syamsudin, 2011).

b) Penyekat α (α-Blocker)

Obat golongan ini bekerja dengan menghambat reseptor α,

tetap hambatan reseptor α (alpha) tergantung dari perbedaan

profil farmakokinetiknya. Obat golongan ini bekerja dengan

menghambat efek vasokonstriktor epinefrin dan norepinefrin.

Efek ini menyebabkan vasodilatasi arteriola dan resistensi

vascular perifer yang lemah. Kombinasi efek penurunan

resistensi vascular perifer dan penurunan kembalinya pembuluh

vena menyebabkan terjadinya hipotensi ortostatik khususnya

pada dosis awal (first dose effect). Efek antihipertensi dari

penyekat α dapat menurunkan tekanan darah 10/10 mmHg dan

meningkatkan kadar HDL. Prazosin dapat digunakan pada

22
penderita asma sebab memiliki efek sebagai relaksan ringan

pada otot polos bronkus. Penyekat α dapat digunakan pada

hipertensi dengan prostatis sebab penyekat α dapat mengurangi

gejala urinary hesitancy dan spasme leher kandung kemih yang

berhubungan dengan hipertrofi prostat (Syamsudin, 2011).

c) Penyekat β (β-Blocker)

Golongan obat ini memiliki efek kronotropik dan inotropik

negative yang menyebabkan penurunan tekanan darah dan

menurunkan curah jantung dan resistensi vascular perifer. Efek

penghambatan terhadap reseptor β2 yang terdapat dipermukaan

membrane sel jukstaglomruler dapat menyebabkan penurunan

sekresi renin yang berperan didalam sistem renin angiotensin

aldosteron dan menurunkan tekanan darah (Syamsudin, 2011)

d) ACE Inhibitor

Angiotensin converting enzim (ACE) inhibitor memiliki

efek dalam penurunan tekanan darah melalui penurunan

resistansi perifer tanpa disertai dengan perubahan curah

jantung, denyut jantung, maupun laju filtrasi glomerolus.

Penurunan tekanan darah melalui penghambatan sistem renin

angiotensin aldosteron (RAA). Renin merupakan enzim yang

disekresi terutama dari sel jukstaglomeruler di bagian arteriol

aferen ginjal dan menyebabkan perangsangan pada sitem RAA

sehingga menurunkan tekanan darah, penurunan konsentrasi

ion Na+ sehingga dapat menurunkan tekanan darah, nyeri, dan

23
stres. Pada sistem RAA, kerja ACE inhibitor adalah

menghambat enzim ACE yaitu suatu enzim yang dapat

menguraikan angiotensin I menjadi angitensin II. Angiotensin

II merupakan suatu vasokonstriktor yang pontensial

merangsang korteks adrenal untuk menyitesis dan menyekresi

aldosteron dan secara langsung menekan pelepasan renin.

Enzim ACE juga dapat mendegradasi bradikinin dari

bentuk aktif. ACE Inhibitor dapat menyebabkan bradikinin

tidak terdegradasi dan terakumulasi di saluran pernafasan dan

paru sehingga menimbulkan batuk kering. Batuk kering

merupakan efek samping yang paling sering terjadi, insidennya

sampai 10 – 20% lebih sering pada wanita dan terjadi pada

malam hari (Syamsudin, 2011).

e) Antagonis Reseptor Angiotensin II

Obat-bat yang mempengaruhi jalur sistem renin angiotensin

(RAS) antara lain adalah ACE inhibitor dan A II RA.

Tampaknya A II RA merupakan obat yang mempunyai prospek

yang baik karena obat ini mampu memblok kerja semua

angiotensin II yang terbentuk baik melalui jalur ACE atau non-

ACE. A II RA dapat secara selektif memblok kerja Angiotensin

II pada reseptor AT, sehingga A II RA disamping menurunkan

tekanan darah juga mempunyai kemampuan melindungi organ-

organ lain (end organ protection).

24
Terdapat dua tipe reseptor yaitu AT1 dan AT2 dengan efek

kerja yang berbeda. Angiotensin II yang seharusnya bekerja

pada reseptor AT1 akan diblokade oleh A II RA sehingga

terjadi penurunan tekanan darah, penurunan retensi air dan

sodium, serta penurunan aktivitas seluler yang merugikan

(antaralain hiperetrofi sel dan lain-lain). Angiotensin II yang

terakumulasi akan kerja di reseptor AT2 dengan efek berupa

vasodilatasi dan antiproliferasi. Akhirnya rangsangan reseptor

AT2 akan bekerja sinergis dengan efek hambatan pada reseptor

AT1 (Syamsudin, 2011).

f) Antagonis Kalsium

Penghambat kanal kalsium merupakan senyawa heterogen

yang memiliki efek bervariasi pada otot jantung, nodus, SA,

konduksi AV, pembuluh darah perifer, dan sirkulasi koroner.

Senyawa penghambat kanal kalsium tersebut adalah nifedipin,

nikardipin, nimodipin, felodipin, isradipin, amlodipin,

verapamil, diltiazem, bepridil, dan mibefradil. Ion kalsium

berperan penting dalam mengatur kontraksi otot polos dan

rangka, serta tampilan jantung normal dan sakit. Antagonis

kalsium banyak digunakan untuk pengobatan hipertensi dengan

cara mengambat masuknya ion kalsium kedalam sel otot polos

melalui penghambatan kanal ion kalsium yang bergantung pada

tegangan (tipe I).

25
Ada dua macam kanal ion kalsium pada membrane sel

eksitabel yaitu voltage operated channel (VCO) yang terbuka

oleh depolarisasi dan receptor operated channel (ROC) yaitu

kalsium yang terbuka oleh neurotransmitter tanpa terjadi

depolarisasi. Selanjutnya VOC dapat dapat dibedakan atas tiga

jenis, yaitu kanal N(neuronal), T(transien), dan L (long

lasting). Kanal N terutama terutama terdapat pada jaringan

saraf, sedangkan kanal T terdapat pada pacemaker dan jaringan

konduksi. Kanal N dan T tidak sensitive terhadap antagonis

kalsium sedangkan kanal L sangat sensitive terhadap antagonis

kalsium dan terdapat pada otak, jantung, otot polos, serta otot

rangka. Kanal L terdiri atas lima subunit yaitu α1, α2,β,γ dan δ

sedangkan reseptor antagonis kalsium terdapat pada subunit α1

(Syamsudin, 2011).

2.1.1.7 Komplikasi

Hipertensi yang tidak teratasi, dapat menimbulkan komplikasi yang

berbahaya menurut Corwin (2009) dalam Irianto (2014) seperti :

1. Payah jantung

Payah jantung (Congestive heart failure) adalah kondisi jantung

tidak mampu lagi memompa darah yang dibutuhkan tubuh. Kondisi ini

terjadi karena kerusakan otot jantung atau sistem listrik jantung.

2. Stroke

Hipertensi adalah faktor penyebab utama terjadi stroke, karena

tekanan darah yang terlalu tinggi dapat menyebabkan pembuluh darah

26
yang sudah lemah menjadi pecah. Bila hal ini terjadi pada pembuluh

darah otak, maka terjadi pendarahan otak yang dapat berakibat

kematian. Stroke juga dapat terjadi akibat sumbatan dari gumpalan

darah yang macet dipembuluh yang sudah menyempit.

3. Kerusakan ginjal

Hipertensi dapat menyempitkan dan menebalkan aliran darah

yang menuju ginjal, yang berfungsi sebagai penyaring kotoran tubuh.

Dengan adanya gangguan tersebut, ginjal menyaring lebih sedikit cairan

dan membuangnya kembali kedarah.

4. Kerusakan penglihatan

Hipertensi dapat menyebabkan pecahnya pembuluh darah di mata,

sehingga mengakibatkan pengelihatan menjadi kabur atau buta.

Pendarahan pada retina mengakibatkan pandangan menjadi kabur,

kerusakan organ mata dengan memeriksa fundus mata untuk

menemukan perubahan yang berkaitan dengan hipertensi yaitu

retinopati pada hipertensi. Kerusakan yang terjadi pada bagaian otak,

jantung, ginjal dan juga mata yang mengakibatkan penderita hipertensi

mengalami kerusanan organ mata yaitu pandangan menjadi kabur.

Komplikasi yang bisa terjadi dari penyakit hipertensi menurut

Departemen Kesehatan (DepKes, 2006) adalah tekanan darah tinggi

dalam jangka waktu yang lama akan merusak endotel arteri dan

mempercepat atherosclerosis. Komplikasi dari hipertensi termasuk

rusaknya organ tubuh seperti jantung, mata, ginjal, otak, dan pembuluh

darah besar. Hipertensi adalah faktor resiko utama untuk penyakit

27
serebrovaskular (stroke, transient ischemic attack), penyakit arteri

koroner (infark miokard, angina), gagal ginjal, dementia, dan atrial

fibrilasi.

2.1.1.8 Faktor Risiko

Menurut Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular faktor

risiko hipertensi yang tidak ditangani dengan baik dibedakan menjadi dua

kelompok, yaitu faktor risiko yang tidak dapat diubah dan faktor risiko

yang dapat diubah.

1. Faktor risiko yang tidak dapat diubah

a. Umur

Umur mempengaruhi terjadinya hipertensi. Dengan bertambahnya

umur, risiko terkena hipertensi menjadi lebih besar. Pada usia

lanjut, hipertensi terutama ditemukan hanya berupa kenaikan

tekanan darah sistolik. Kejadian ini disebabkan oleh perubahan

struktur pada pembuluh darah besar (Kemenkes RI, 2013).

b. Jenis Kelamin

Jenis kelamin berpengaruh pada terjadinya hipertensi. Pria

mempunyai risiko sekitar 2,3 kali lebih banyak mengalami

peningkatan tekanan darah sistolik dibandingkan dengan

perempuan, karena pria diduga memiliki gaya hidup yang

cenderung meningkatkan tekanan darah. Namun setelah memasuki

menopause, prevalensi hipertensi pada perempuan meningkat

(Kemenkes RI, 2013).

28
c. Keturunan

Riwayat keluarga dekat yang menderita hipertensi (faktor

keturunan) juga meningkatkan risiko hipertensi, terutama

hipertensi primer (essensial). Faktor genetik juga berkaitan dengan

metabolisme pengaturan garam dan renin membran sel (Kemenkes

RI, 2013).

2. Faktor risiko yang dapat diubah

a. Kegemukan (obesitas)

Berat badan dan indeks masa tubuh (IMT) berkolerasi langsung

dengan tekanan darah, terutama tekanan darah sistolik dimana

risiko relatif untuk menderita hipertensi pada orang-orang gemuk 5

kali lebih tinggi untuk menderita hipertensi dibandingkan dengan

seorang yang badanya normal. Sedangkan, pada penderita

hipertensi ditemukan sekitar 20-30% memilki berat badan lebih

(overweight) (Kemenkes RI, 2013)

b. Merokok

Zat-zat kimia beracun seperti nikotin dan karbon monoksida yang

dihisap melalui rokok yang measuk melalui aliran darah dapat

mengakibatkan tekanan darah tinggi. Merokok akan meningkatkan

denyut jantung, sehingga kebutuhan oksigen otot-otot jantung

bertambah (Kemenkes RI, 2013)

c. Kurang Aktivitas Fisik

Olahraga yang teratur dapat membantu menurunkan tekanan darah

dan bermanfaat bagi penderita hipertensi ringan. Dengan

29
melakukan olahraga aerobik yang teratur tekanan darah dapat

turun, meskipun berat badan belum turun (Kemenkes RI, 2013).

d. Konsumsi Garam Berlebihan

Garam menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh karena

menarik cairan diluar sel agar tidak dikeluarkan, sehingga akan

meningkatkan volume tekanan darah (Kemenkes RI, 2013).

e. Dislipidemia

Kolesterol merupakan faktor penting dalam terjadinya

aterosklerosis, yang kemudian mengakibatkan peningkatan tahanan

perifer pembuluh darah sehingga tekanan darah meningkat

(Kemenkes RI, 2013).

f. Konsumsi Alkohol Berlebih

Pengaruh alkohol terhadap kenaikan tekanan darah telah

dibuktikan. Diduga peningkatan kadar kortisol, peningkatan

volume sel darah merah dan peningkatankekentalan darah berperan

dalam menaikan tekanan darah (Kemenkes RI, 2013).

g. Psikososial dan Stress

Stress atau ketegangan jiwa (rasa tertekan, murung, marah,

dendam, rasa takut, rasa bersalah) dapat merangsang kelenjar anak

ginjal melepaskan hormon adrenalin dan memacu jantung

berdenyut lebih cepat serta kuat, sehingga tekanan darah meningkat

(Kemenkes RI, 2013).

30
2.1.2 Kepatuhan

2.1.2.1 Pengertian

Kepatuhan atau ketaatan (compliance atau adherence) sebagai

tingkat pasien melaksanakan cara pengobatan dan perilaku yang

disarankan oleh dokternya atau oleh tim medis lainnya. Perilaku pasien

yang mentaati semua nasihat dan petunjuk yang dianjurkan oleh kalangan

tenaga medis. Segala sesuatu yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan

pengobatan, salah satunya adalah kepatuhan minum obat (Evadewi dan

Luh, 2013).

Menurut World Health Organization (WHO 2003) Kepatuhan

adalah tingkatan prilaku seseorang yang mendapatkan pengobatan

mengikuti diet dan atau melaksanakan gaya hidup sesuai dengan

rekomendasi pemberi pelayanan kesehatan. Kepatuhan adalah secara

sederhana sebagai perluasan prilaku individu yang berhubungan dengan

minum obat, mengikuti diet dan merubah gaya hidup yang sesuai dengan

petunjuk medis yang sudah dianjurkan (Annisa, Wahiduddin, dan Ansar,

2013).

Istilah kepatuhan digunakan untuk menggambarkan perilaku pasien

dalam minum obat secara benar sesuai dosis, frekuensi, dan waktunya.

Ketaatan sendiri memiliki arti pasien menjalankan apa yang telah

dianjurkan oleh dokter atau apotekernya.

31
2.1.2.2 Aspek-Aspek Kepatuhan

Aryono (2008) mengemukakan aspek kepatuhan minum obat yang

antara lain:

1. Minum obat sesuai dengan waktu yang dianjurkan, yaitu dengan tidak

mengubah jam minum obat yang telah ditentukan.

2. Tidak mengganti obat dengan obat lain yang tidak dianjurkan, yaitu

dengan tidak melakukan penggantian obat dengan obat lain yang tidak

dianjurkan tanpa sepengetahuan dokter.

3. Jumlah obat yang dikonsumsi sesuai dengan dosis yang ditentukan,

yaitu dengan tidak mengurangi atau menambah jumlah dosis yang

dikonsumsi.

2.1.2.3 Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan

Menurut Kozier (2010), faktor yang mempengaruhi kepatuhan adalah

sebagai berikut:

1. Motivasi klien untuk sembuh

2. Tingkat perubahan gaya hidup yang dibutuhkan

3. Persepsi keparahan masalah kesehatan

4. Nilai upaya mengurangi ancaman penyakit

5. Kesulitan memahami dan melakukan perilaku khusus

6. Tingkat gangguan penyakit atau rangkaian terapi

7. Keyakinan bahwa terapi yang diprogramkan akan membantu atau tidak

membantu

8. Kerumitan , efek samping yang diajukan

32
9. Warisan budaya tertentu yang membuat kepatuhan menjadi sulit

dilakukan

10. Tingkat kepuasan dan kualitas serta jenis hubungan dengan penyediaan

layanan kesehatan

Niven (2008) menambahkan faktor-faktor yang mempengaruhi

kepatuhan adalah:

1. Faktor penderita atau individu

a. Sikap atau motivasi ingin sembuh

Sikap atau motivasi yang paling kuat berasal dari individu sendiri.

Motivasi individu ingin tetap mempertahankan kesehatannya, ini

sangat berpengaruh terhdap faktor-faktor yang berhubungan

dengan perilaku pasien dalam mengontrol penyakitnya.

b. Keyakinan

Keyakinan adalah suatu dimensi spiritual untuk dapat menjalani

kehidupan. Individu yang berpegang teguh terhadap keyakinannya

akan memiliki jiwa yang tabah dan tidak mudah putus asa serta

dapat menerima keadaannya. Demikian pula cara perilaku akan

lebih baik. Kemampuan untuk melakukan kontrol terhadap

penyakitnya dapat dipengaruhi oleh keyakinan individu. Individu

yang memiliki keyakinan kuat akan lebih tabah terhadap anjuran

dan larangan jika mengetahui akibatnya.

2. Dukungan Keluarga

Dukungan keluarga merupakan wilayah sosial paling dekat dengan

individu/penderita yang tidak dapat terpisahkan. Apabila mendapatkan

33
perhatian dan dukungan dari keluarga, individu atau penderita akan

merasa senang dan tentram, karena dengan dukungan tersebut akan

menimbulkan kepercayaan dirinya untuk menghadapi ataupun

mengelola penyakitnya dengan lebih baik. Serta individu mau

menuruti saran-saran yang diberikan oleh keluarga sebagai penunjang

pengelolaan penyakitnya.

3. Dukungan sosial

Dalam hal ini dukungan emosional dari anggota keluarga lain

merupakan faktor-faktor yang penting dalam kepatuhan terhadap

program-program yang diberikan medis. Keluarga dapat mengurangi

kecemasan yang disebabkan oleh penyakit tertentu dan dapat

mengurangi godaan terhadap ketidakpatuhan.

4. Dukungan petugas kesehatan

Dukungan petugas kesehatan/medis merupakan faktor lain yang dapat

mempengaruhi kepatuhan. Dukungan mereka terutama berguna saat

pasien dalam menghadapi tentang perilaku sehat yang baru tersebut

merupakan hal yang penting, begitu pula mereka dapat mempengaruhi

perilaku pasien dengan cara menyampaikan antusias mereka terhadap

tindakan tertentu dari pasien, dan secara berkelanjutan memberikan

penghargaan yang positif bagi pasien yang telah mampu beradaptasi

dengan program pengobatannya.

2.1.2.4 Cara Meningkatkan Kepatuhan Minum Obat (Lailatushifah, 2012) :

1. Memberikan informasi kepada pasien akan manfaat dan pentingnya

kepatuhan untuk mencapai keberhasilan pengobatan.

34
2. Mengingatkan pasien untuk melakukan segala sesuatu yang harus

dilakukan demi keberhasilan pengobatan melalui telepon atau alat

komunikasi lain.

3. Menunjukan kepada pasien kemasan yang sebenarnya atau dengan

cara menunjukan obat aslinya.

4. Memberikan keyakinan kepada pasien akan efektivitas obat dalam

penyembuhan.

5. Memberikan informasi resiko ketidakpatuhan.

6. Memberikan layanan kefarmasian dengan observasi langsung,

mengunjungi rumah pasien dan memberikan konsultasi kesehatan.

7. Menggunakan alat bantu kepatuhan seperti multikomponen atau

sejenisnya.

8. Adanya dukungan dari pihak keluarga, teman dan orang-orang

disekitarnya untuk selalu mengingatkan pasien agar teratur minum

obat demi keberhasilan pengobatan.

9. Apabila obat yang digunakan hanya dikonsumsi sehari satu kali,

kemudian pemberian obat yang digunakan lebih dari satu kali dalam

sehari mengakibatkan pasien sering lupa, akibatnya menyebabkan

tidak teratur minum obat.

2.1.3 Pengetahuan

2.1.3.1 Pengertian

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, dan hasil tahu

seseorang terhadap obyek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung,

telinga, dan sebagainya) dengan sendirinya, pada waktu penginderaan

35
sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh

intensitas perhatian dan persepsi terhadap obyek. Sebagian besar

pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera pendengaran (telinga),

dan indera penglihatan (mata) (Notoatmodjo, 2012).

Menurut pendekatan konstruktivistik, pengetahuan bukanlah fakta

dari suatu kenyataan yang sedang dipelajari, melainkan sebagai konstruksi

kognitif seseorang terhadap objek, pengalaman, maupun lingkungannya.

Pengetahuan adalah sebagai suatu pembentukan yang terus menerus oleh

seseorang yang setiap saat mengalami reorganisasi karena adanya

pemahaman-pemahaman baru. Pengetahuan dapat diperoleh seseorang

secara alami atau diintervensi baik langsung maupun tidak langsung

(Budiman dan Agus, 2013).

2.1.3.2 Tingkatan

Ada 6 tingkatan pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif,

yakni :

1. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai suatu materi yang dipelajari sebelumnya

termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengikat kembali

(recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh badan yang

dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu “tahu”

ini adalah merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata

kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari

antara lain : menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan

dan sebagainya.

36
2. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan

secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat

menginterprestasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah

paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan,

menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya

terhadap objek yang dipelajari.

3. Aplikasi (aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menjelaskan materi

yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi yang sebenarnya.

Aplikasi ini dapat diartikan aplikasi atau penggunaaan hukum-hukum,

rumus, metode, prinsip, sebagainya dalam konteks atau situasi lain.

Misalnya dapat menggunakan rumus statistik dalam perhitungan hasil

penelitian dapat menggunakan prinsip-prinsip siklus pemecahan

masalah (Problem solving cycle) didalam pemecahan kesehatan dari

kasus yang diberikan.

4. Analisa (Analysis)

Analisa adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau

suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih dalam satu

struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lainya.

Kemampuan analisa ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja:

dapat menggambar (membuat bagan), membedakan, memisahkan,

mengelompokan,dan sebagainya.

37
5. Sintesis ( synthesis)

Sintesis menunjukan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian- bagian didalam bentuk keseluruhan yang

baru. Dengan kata lain sintetis itu suatu kemampuan untuk menyusun

formula baru dari formula-formula yang ada misalnya dapat

menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkas, dapat

menyelesaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan

rumusan yang telah ada.

6. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan

justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek atau materi. Penilaian-

penilaian ini didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri

atau menggunakan kriteria-kriteria yang sudah ada.

2.1.3.3 Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan

Pengetahuan dapat mempengaruhi prilaku dan sikap seseorang,

namun banyak faktor yang dapat mempengaruhi pengetahuan itu sendiri.

Adapun menurut Budiman & Agus (2013) menjelaskan tentang faktor-

faktor yang mempengaruhi pengetahuan diantaranya sebagai berikut:

1. Pendidikan

Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan pendidikan di mana

diharapkan seseorang dengan pendididkan tinggi, orang tersebut akan

semakin luas pengetahuannya. Namun, perlu ditekankan bahwa

seorang yang berpendidikan rendah tidak berarti mutlak

berpengetahuan rendah pula. Peningkatan pengetahuan tidak mutlak

38
diperoleh di pendidikan formal, akan tetapi dapat diperoleh juga pada

pendidikan nonformal. Pengetahuan seseorang tentang suatu objek

juga mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan negatif. Kedua

aspek inilah yang akhirnya akan menentukan sikap seseorang terhadap

objek tertentu. Semakin banyak aspek positif terhadap objek yang

diketahui, maka akan menumbuhkan sikap yang semakin positif

terhadap objek tersebut.

Pendidikan dijelaskan sebagai suatu usaha untuk

mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar

sekoalah (baik formal maupun nonformal), berlangsung seumur hidup.

Pendidikan mempengaruhi proses belajar maka dari itu, semakin

seseorang memiliki pendidikan yang tinggi, maka semakin mudah

orang tersebut untuk menerima informasi. Dengan pendidikan yang

tinggi, maka seseorang akan cenderung untuk mendapatkan informasi,

baik dari orang lain maupun dari media masa. Semakin banyak

informasi yang masuk maka semakin banyak pula pengetahuan yang

didapatkan tentang kesehatan.

2. Informasi

Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun

nonformal dapat memberikan pengaruh jangka pendek (immediate

impact) sehingga menghasilkan perubahan atau peningkatan

pengetahuan. Berkembangnya teknologi akan menyediakan

bermacam-macam media massa yang dapat mempengaruhi

pengetahuan masyarakat tentang inovasi baru. Dalam penyampaian

39
informasi sebagai tugas pokoknya, media massa juga membawa pesan-

pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang.

Adanya informasi baru mengenai suatu hal memberikan landasan

kognitif baru bagi terbentukanya pengetahuan terhadap hal tersebut.

Informasi adalah “that of which one is apprised or told:

intelligence, news.” (Oxford English Dictionary). Kamus lain

menyatakan bahwa informasi adalah sesuatu yang dapat diketahui,

namun ada pula yang menekankan informasi sebagai transfer

pengetahuan. Adanya perbedaan definisi informasi pada hakikatnya

dikarenakan sifatnya yang tidak dapat diuraikan (intangible),

sedangkan informasi tersebut dapat dijumpai dalam kehidupan sehari-

hari, yang diperoleh dari data dan pengamatan terhadap dunia sekitar

kita, serta diteruskan melalui komunikasi. Informasi mencakup data,

teks, gambar, suara, kode, program komputer, dan basis data.

3. Sosial, budaya dan ekonomi

Status ekonomi seseorang juga akan menentukan tersedianya

suatu fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu sehingga status

sosial ekonomi ini akan mempengaruhi pengetahuan seseorang.

Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa melalui

penalaran apakah yang dilakukannya baik atau buruk. Dengan

demikian, seseorang akan bertambah pengetahuannya walaupun tidak

melakukan.

40
4. Lingkungan

Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan

ke dalam individu yang berada dalam lingkungan tersebut. Hal ini

terjadi karena adanya interaksi timbal balik ataupun tidak, yang akan

direspon sebagai pengetahuan oleh setiap individu. Lingkungan adalah

segala sesuatu yang ada di sekitar individu, baik lingkungan fisik,

biologis, maupun sosial.

5. Pengalaman

Pengalaman belajar dalam bekerja yang dikembangkan akan

memberikan pengetahuan dan keterampilan profesional, serta dapat

mengembangkan kemampuan mengambil keputusan yang merupakan

manifestasi dari keterpaduan menalar secara ilmiah dan etik yang

bertolak dari masalah nyata dalam bidang kerjanya. Pengalaman

sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk memperoleh

kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengetahuan

yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi masa lalu.

6. Usia

Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya

tangkap dan pola pikirnya sehingga pengetahuan yang diperolehnya

semakin membaik. Pada usia madya, individu akan lebih berperan

aktif dalam masyarakat dan kehidupan sosial, serta lebih banyak

melakukan persiapan demi suksesnya upaya menyesuaikan diri menuju

usia tua. Selain itu, orang usia madya akan lebih banyak menggunakan

banyak waktu utnuk membaca. Kemampuan intelektual, pemecahan

41
masalah, dan kemampuan verbal dilaporkan hampir tidak ada

penurunan pada usia dini. Usia mempengaruhi daya tangkap dan pola

pikir seseorang.

2.1.3.4 Jenis Pengetahuan

Pemahaman masyarakat mengenai pengetahuan dalam konteks

kesehatan sangat beraneka ragam. Pengetahuan merupakan bagian

perilaku kesehatan. Penjelasan tentang jenis pengetahuan menurut

Budiman & Agus (2013) di antaranya sebagai berikut:

1. Pengetahuan implisist

Pengetahuan implisist adalah pengetahuan yang masih tertanam

dalam bentuk pengalaman seseorang dan berisi faktorfaktor yang

tidak bersifat nyata, seperti keyakinan pribadi, prespektif, dan prinsip.

Pengetahuan seseorang biasanya sulit unuk ditransfer ke orang lain

baik secara tertulis maupun lisan. Pengetahuan implisit sering kali

berisi kebiasaan dan budaya bahkan bisa tidak disadari. Contoh:

seseorang mengetahui tentang bahaya merokok bagi kesehatan,

namun ternyata dia merokok.

2. Pengetahuan eksplisit

Pengetahuan eksplisit adalah pengetahuan yang telah

didokumentasikan atau disimpan dalam wujud nyata, bisa dalam

wujud perilaku kesehatan. Pengetahuan nyata dideskripsikan dalam

tindakan-tindakan yang berhubungan dengan kesehatan. Contoh:

seseorang yang telah mengetahui tentang bahaya merokok bagi

kesehatan dan ternyata dia tidak merokok.

42
2.1.3.5 Pengukuran Pengetahuan

Pengukuran tingkat pengetahuan dapat diukur melalui kuesioner atau

angket yang dijelaskan oleh Arikunto (2006) bahwa pengukuran

pengetahuan dapat diperoleh dari kuesioner atau angket yang

menanyakan isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau

responden. Kedalam pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur

dapat juga disesuaikan dengan tingkat pengetahuan tersebut di atas.

Sedangkan kualitas pengetahuan pada masing-masing tingkat

pengetahuan dapat dilakukan dengan scoring.

2.1.4 Dukungan Keluarga

2.1.4.1 Pengertian

Menurut Duvall, keluarga adalah sekumpulan orang yang

dihubungkan oleh ikatan perkawinan, adopsi, kelahiran yang bertujuan

menciptakan dan mempertahankan budaya yang umum, meningkatkan

perkembangan fisik, mental, emosional, dan sosial dari tiap anggota

(Mubarak, dkk 2009).

Dukungan keluarga adalah sikap, tindakan dan penerimaan keluarga

terhadap anggota keluarganya yang bersifat mendukung selalu siap

memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan. Dalam hal ini

penerima dukungan keluarga akan tahu bahwa ada orang lain yang

memperhatikan, menghargai dan mencintainya (Friedman, 2010).

2.1.4.2 Jenis

Friedman (2010) menjelaskan bahwa keluarga memiliki beberapa

jenis dukungan yaitu:

43
1. Dukungan instrumental yaitu keluarga merupakan sumber pertolongan

praktis dan konkrit.

2. Dukungan informasi yaitu keluarga berfungsi sebagai kolektor dan

diseminator (penyebab informasi).

3. Dukungan penilaian yaitu keluarga bertindak sebagai umpan balik,

membimbing dan menengahi pemecahan masalah dan sebagai sumber

dan validator identitas keluarga.

4. Dukungan emosional yaitu sebagai sebuah tempat yang aman dan

damai untuk istirahat dan pemulihan serta membantu penguasaan

terhadap emosi.

5. Dukungan finansial, stres finansial biasanya mempengaruhi sistem

keluarga dan mengakibatkan hancurnya keluarga.

6. Dukungan spiritual, sesungguhnya kepercayaan terhadap tuhan dan

berdoa diidentifikasikan oleh keluarga sebagai cam paling penting bagi

keluarga umtuk mengatasi suatu hal.

2.1.4.3 Fungsi Keluarga

Menurut Mubarak (2009) dalam suatu keluarga ada beberapa fungsi

keluarga yang dapat dijalankan yaitu :

1. Fungsi biologis adalah fungsi untuk meneruskan keturunan,

memelihara, dan membesarkan anak, serta memenuhi kebutuhan gizi

keluarga.

2. Fungsi psikologis adalah memberikan kasih sayang dan rasa aman bagi

keluarga, memberikan perhatian diantara keluarga, memberikan

44
kedewasaan kepribadian anggota keluarga, serta memberikan identitas

pada keluarga.

3. Fungsi sosialisasi adalah membina sosialisasi pada anak, membentuk

norma-norma tingkah laku sesuai dengan tingkat perkembangan

masing-masing dan meneruskan nilai-nilai budaya. Fungsi sosialisasi

adalah fungsi yang mengembagkan proses interaksi dalam keluarga

yang dimulai sejak lahir dan keluarga merupakan tempat individu

untuk belajar bersosialisasi.

4. Fungsi ekonomi adalah mencari sumber-sumber penghasilan untuk

memenuhi kebutuhan keluarga saat ini dan menabung untuk memenuhi

kebutuhan keluarga dimana yang akan datang. Fungsi ekonomi

merupakan fungsi keluarga untuk memenuhi kebutuhan seluruh

anggota keluarga termasuk sandang, pangan dan papan.

5. Fungsi pendidikan adalah menyekolahkan anak untuk memberikaan

pengetahuan, keterampilan, membentuk perilaku anak sesuai dengan

bakat dan minatyang dimilikinya, mempersiapkan anak untuk

kehidupan dewasa yang akan datang dalam memenuhi perannya

sebagai orang dewasa serta mendidik anak sesuai dengan tingkat

perkembanganya.

2.1.4.4 Ciri-ciri struktur keluarga

Friedman (2010) menjelaskan bahwa keluarga memiliki beberapa ciri

struktur yaitu:

1. Terorganisasi: saling berhubungan, saling ketergantungan antara

anggota keluarga.

45
2. Ada keterbatasan: setiap anggota memiliki kebebasan tetapi mereka

juga mempunyai keterbatasan dalam menjalankan fungsi dan tugasnya

masing-masing.

3. Ada perbedaan dan kekhususan: setiap anggota keluarga mempunyai

peranan dan fungsinya masing-masing.

2.1.4.5 Peran Keluarga

Peran keluarga menggambarkan seperangkat perilaku interpersonal,

sifat, kegiatan yang berhubungan dengan individu dalam posisi dan situasi

tertentu. Peran individu dalam keluarga didasari oleh harapan dan pola

perilaku dari keluarga, kelompok, dan masyarakat.

Friedman (2010) menjelaskan bahwa keluarga memiliki beberapa

peran yaitu sebagai berikut:

1. Peranan ayah: ayah sebagai suami dari istri dan anak-anaknya,

berperanan sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung, dan pemberi

rasa aman, sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya.

2. Peranan ibu: sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya, ibu mempunyai

peranan untuk mengurus rumah tangga, sebagai pengasuh dan

pendidik anak-anaknya, pelindung dan sebagai salah satu kelompok

dari peranan sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari

lingkungannya, disamping itu juga ibu dapat berperan sebagai pencari

nafkah tambahan dalam keluarganya.

3. Peran anak: anak-anak melaksanakan peran psiko-sosial sesuai dengan

tingkat perkembangannya baik fisik, mental, sosial dan spiritual.

46
2.2 Kerangka Teori

Berdasarkan kajian teori, studi kepustakaan dan hasil penelitian yang

sudah ada, maka secara skematis kerangka teori dalam penelitian ini dapat

digambarkan sebagai berikut :

Faktor Predisposisi:
1. Pendidikan
2. Pengetahuan
3. Pekerjaan
4. Sikap
5. Kepercayaan
6. Nilai-nilai persepsi

Faktor Pemungkin:
1. Ketersediaan Fasilitas Kepatuhan Minum Obat
2. Ketersediaan Sarana Antihipertensi

Faktor Penguat:
1. Sikap Petugas
Kesehatan
2. Dukungan Keluarga
3. Dukungan Masyarakat

Gambar 2.2 Kerangka Teori


Sumber : Green, Health Promotion Planning (1980)

47
2.3 Kerangka Konsep

Independen Dependen

(Variabel Bebas) (Variabel Terikat)

1. Pengetahuan
Kepatuhan Minum
2. DukunganObat
Keluarga
Antihipertensi

Gambar 2.3 Kerangka Konsep

2.4 Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah :

Ha1: Ada hubungan antara pengetahuan dengan kepatuhan minum obat

antihipertensi di Puskesmas Maja Kabupaten Lebak tahun 2019.

Ha2: Ada hubungan antara dukungan keluarga dengan kepatuhan minum

obat antihipertensi di Puskesmas Rangkasbitung Kabupaten Lebak

tahun 2019.

48
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik yang dilakukan dengan

menganalisa hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen

melalui pendekatan “Cross sectional” yaitu rancangan penelitian yang

pengukuran dan pengamatannya dilakukan secara simultan (Sugiyono, 2016).

Tujuannya untuk mendapatkan gambaran hubungan pengetahuan dan

dukungan keluarga dengan kepatuhan minum obat anti hipertensi di

Puskesmas Maja Kabupaten Lebak Tahun 2019. Adapun variabel independen

(bebas) yaitu pengetahuan dan dukungan keluarga, sedangkan variabel

dependen (terikat) yaitu kepatuhan minum obat.

3.2 Populasi Dan Sampel

3.2.1 Populasi

Populasi penelitian ini adalah seluruh kunjungan penderita hipertensi

yang tercatat dalam pencatatan dan pelaporan Puskesmas Maja Kabupaten

Lebak-Banten. Jumlah populasi dalam penelitian ini 3.463 orang.

3.2.2 Sampel

Sampel merupakan representasi populasi yang dijadikan sumber

informasi bagi semua data. Menentukan besar sampel merupakan aspek

penting dalam rancangan penelitian, dan dalam penelitian ini

menggunakan rumus sebagai berikut (Notoatmodjo, 2010).

49
Rumus :

N
n= 2
1+ N ( d )

Keterangan :

n : Jumlah sampel

N : Besar populasi
d : Tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan (0,1)

Besar sampel yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu :

3463
n=
2
1+3463(0,1)

n = 97,19

n = 98

Dalam penelitian besar kecilnya sampel akan mempengaruhi kevalidan

dari hasil penelitian. Polit dan Hungler menyatakan bahwa semakin besar

sampel yang digunakan semakin baik dan representatif hasil yang

diperoleh (Setiadi, 2008). Untuk itu peneliti menambahkan sampel sebesar

50
10% untuk mencegah penyimpangan (Bias) pada saat penelitian, maka

jumlah sampel minimal ditambah 10% dari sampel wajib.

Dengan perhitungan sebagai berikut :

Rumus :

n
n=
(1−f )
98
n=
(1−0.1)

n = 108

Keterangan :

n = Jumlah sampel

f = Tingkat kepercayaan (0,1)

3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.3.1 Lokasi

Lokasi penelitian dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Maja

Kabupaten Lebak Provinsi Banten Tahun 2019.

3.3.2 Waktu

Penelitian ini dilakukan pada bulan November 2018 s.d Januari 2019.

3.4 Variabel Penelitian

51
Variabel pada penelitian ini meliputi variabel independen (bebas) dan

variabel dependen (terikat), adapun yang menjadi variabel independen

meliputi pengetahuan dan dukungan keluarga sedangkan variabel dependen

yaitu kepatuhan minum obat antihipertensi

3.5 Definisi Operasional

Tabel 3.1
Definisi Operasional

No Variabel Definisi Alat Ukur Hasil Ukur Skala


Operasional
1 Dependen
Kepatuhan Perilaku Kuesioner 1. Rendah, jika skor Ordinal
Minum Obat penderita kepatuhan 0-5
hipertensi yang 2. Sedang, jika skor
sesuai dengan kepatuhan 6-7
ketentuan 3. Tinggi,jika skor
dalam minum kepatuhan 8
obat menggunakan
skala Morisky

2 Independen
Pengetahuan Segala sesuatu Kuesioner 0: Kurang baik, Ordinal
yang diketahui dan apabila nilai
dipahami oleh jawaban benar
pasien tentang < ukuran tengah
pentingnya (9)
pengobatan 1: Baik, apabila nilai
hipertensi jawaban benar >
ukuran tengah (9)
Dukungan Sokongan keluarga Kuesioner 1. Kurang baik, Ordinal
Keluarga pasien hipertensi apabila nilai
dalam menjalani dukungan
pengobatan keluarga
< ukuran tengah
(54)
2. Baik, apabila nilai
dukungan
keluarga > ukuran
tengah (54)

52
3.6 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat-alat yang digunakan untuk

pengumpulan data (Notoatmodjo, 2010). Instrumen yang digunakan dalam

penelitian ini adalah kuesioner yang mencakup pertanyaan tentang

pengetahuan, dukungan keluarga dan kepatuhan minum obat antihipertensi.

Kuesioner ini diadopsi dari penelitian sebelumnya yaitu oleh Puspita (2016)

dengan judul “Faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan berobat

pada penderita hipertensi dalam menjalani pengobatan di Puskesmas

Gunungpati Kota Semarang”.

3.7 Uji Validitas dan Reliabilitas

3.7.1 Uji Validitas


Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana

ketepatan suatu alat ukur dalam mengukur suatu data.

Adapun rumus uji validitas adalah sebagai berikut, (Notoatmodjo,

2010).

n(∑XY) - (∑X∑Y)
r=
√{n∑X²-(∑X)²}{n∑Y²-(∑Y)²}
Keterangan :
N : Jumlah Sampel
X : Skor pertanyaan yang diuji
Y : Skor total
XY : Skor pertanyaan yang diuji dikali skor total

Keputusan Uji :
Variabel Valid = r hasil lebih besar dari r tabel
Variabel Tidak Valid = r hasil lebih kecil dari r tabel

53
Adapun instrumen yang dilakukan uji validitas adalah instrumen

yang berisi pertanyaan pengetahuan dan dukungan keluarga. Uji coba

pertanyaan tersebut dilakukan oleh peneliti pada pasien rawat jalan yang

ada di Puskesmas Curug Bitung sebanyak 20 orang yang dilakukan pada

bulan Februari 2019 sebelum melakukan penelitian.

Untuk mengetahui validitas kuesioner dilakukan dengan

membandingkan nilai r tabel dengan nilai r hasil. Nilai r tabel dengan

menggunakan df = n-2, yaitu 20 - 2 = 18 pada tingkat kemaknaan 5 %

didapat angka r tabel (0,468), pertanyaan dinyatakan valid jika nilai r hasil

> nilai r tabel. Dari hasil analisis pengetahuan yang < r tabel (0,468) pada

nomor 5 dan 17, sedangkan pertanyaan dukungan keluarga yang < r tabel

(0,468) pada nomor 14 dan 20 sehingga peneliti menghapus soal yang

tidak valid.

3.7.2 Uji Reliabilitas

Reliabilitas adalah indeks yang menunjukan sejauh mana suatu alat

diandalkan (Notoatmodjo,2010). Uji reliabilitas yang digunakan dalam

penelitian ini adalah dengan menggunakan one shot atau sekali ukur.

Penghitungan dilakukan dengan system komputer. Suatu instrumen

dikatakan reliabilitas bila r alpha lebih besar dari r tabel.

Adapun uji reliabilitas dengan membandingkan nilai Cronbach Alpha

dengan nilai standar yaitu 0,468 ketentuannya bila Cronbach Alpha >

0,468 maka pertanyaan tersebut reliabel (Hastono,2007). Dari nilai hasil

uji statistik pertanyaan pengetahuan r hasil= 0,937, sedangkan dukungan r

hasil = 0,935.

54
3.8 Prosedur Pengumpulan Data

Pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner tentang kepatuhan

minum obat, pengetahuan dan dukungan keluarga, data yang dikumpulkan

merupakan data primer yang diperoleh langsung oleh peneliti dengan cara

menanyakan/wawancara kepada pasien hipertensi saat berkunjung ke

rumahnya yang menjadi responden dalam penelitian ini dengan menggunakan

kuesioner yang telah disusun

3.9 Pengolahan Data

Pengolahan data terlebih dahulu dilakukan secara manual, kemudian

secara statistik dengan menggunakan program komputerisasi dan melalui

beberapa tahap yaitu editing, coding, entry, dan cleaning.

1. Editing

Pada editing dilakukan pengecekan isian formulir atau kuesioner, apakah

jawaban yang ada di formulir/kuesioner sudah lengkap, jelas, relevan,dan

konsisten.

2. Coding

Yaitu klarifikasi bentuk jawaban-jawaban yang ada didasarkan dengan

jenis- jenisnya, kemudian diberi kode sesuai dengan karakter masing-

masing yang berupa angka untuk memudahkan dalam pengolahan data.

3. Proccesing

Setelah isian kuesioner terisi penuh dan benar, dan juga sudah melewati

pengkodingan, maka langkah selanjutnya adalah memproses data agar

55
dapat di analisis. Pengolahan data dilakukan dengan cara memasukan

data kuesioner ke paket program komputer.

4. Cleaning

Cleaning atau pembersihan data merupakan kegiatan pengecekan

kembali data yang sudah di entry apakah ada kesalahan atau tidak.

Yaitu data yang tidak perlu dihapus untuk memudahkan tabulasi.

3.10 Analisis Data

1. Univariat

Analisa univariat dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil

penelitian. Pada umumnya analisis ini hanya menghasilkan distribusi

frekuensi dan persentase dari tiap variabel (Notoatmodjo, 2010),

diantara variabel tersebut yaitu kepatuhan minum obat, pengetahuan

dan dukungan keluarga. Adapun untuk menghitung nilai dari masing-

masing variabel menggunakan rumus sebagai berikut :

Rumus :

f
P= x100
N

Keterangan :

P : Presentasi frekuensi

f : Frekuensi tiap kategori

N : Jumlah sampel

2. Bivariat

56
Analisa bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara

variabel independen dan variabel dependen. Analisa ini menggunakan

uji chi square karena variabel independen dan variabel dependen

adalah variabel kategorik. Adapun variabel yang akan di uji yaitu

hubungan antara pengetahuan dan dukungan keluarga dengan

kepatuhan minum obat. Dalam uji ini kemaknaan α = 0,05, pada

dasarnya uji ini digunakan untuk melihat antara frekuensi yang

diamati dengan frekuensi yang diharapkan dengan rumus sebagai

berikut:

Rumus

(O−E)²
X ²=∑
E

Keterangan :

X ² : Nilai Chi Square

∑ : Jumlah

O : Nilai Observasi

E : Nilai Ekspektatif

Untuk melihat kemaknaan hubungan secara statistik digunakan

batas kemaknaan alpha sebesar 0,05, dengan ketentuan :

1. Ha diterima dan Ho ditolak : jika P value < 0,05 artinya ada

hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen.

2. Ha ditolak dan Ho diterima : jika P value > 0,05 artinya tidak ada

hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen.

57
Aturan yang berlaku untuk uji Chi Square untuk program

komputerisasi seperti SPSS adalah sebagai berikut :

1. Bila pada tabel kontigency 2x2 dijumpai nilai e (harapan) kurang

dari 5, maka hasil yang digunakan adalah Fisher Exact Test,

2. Bila pada tabel kontigency 2x2 tidak dijumpai nilai e (harapan)

kurang dari 5, maka hasil yang digunakan adalah Continuity

Correction.

3. Bila pada tabel kontigency yang lebih dari 2x2 misalnya 3x2, 3x3

dan lain-lain, maka hasil yang digunakan adalah Pearson Chi-

Square

4. Bila pada tabel kontigency 3x2 ada sel dengan nilai frekuensi

harapan € kurang dari 5, maka akan dilakukan merger sehingga

menjadi tabel kontigency 2x2.

3.11 Etika Penelitian

Sebelum melakukan penelitian, peneliti memberikan surat ijin

permohonan penelitian kepada pihak Puskesmas Maja Kabupaten Lebak

dengan memperhatikan etika penelitian, yang meliputi (Hidayat, 2007):

1. Informed consent

Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti

dengan responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan.

Informed consent tersebut diberikan sebelum penelitian dengan

memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden. Tujuannya

adalah supaya subjek mengerti maksud dan tujuan penelitian. Jika subjek

58
bersedia, maka responden harus menandatangani lembar persetujuan, jika

responden tidak bersedia, maka peneliti harus menghormati hak

responden.

2. Anonimity (tanpa nama)

Dalam penggunaan subjek penelitian dilakukan dengan cara tidak

memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar kuesioner

dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil

penelitian yang akan disajikan.

3. Confidentiality (kerahasiaan)

Peneliti memberikan jaminan kerahasiaan hasil penelitian, baik

informasi maupun masalah-masalah lainnya yang berhubungan dengan

responden. Hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada

hasil riset.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Analisis Univariat

1. Kepatuhan Minum Obat Antihipertensi

Tabel 4.1
Distribusi Kepatuhan Minum Obat Antihipertensi
di Wilayah Kerja Puskesmas Maja Kabupaten Lebak
Tahun 2019
Kepatuhan Frekuensi (f) Persentase (%)
Rendah 13 12
Sedang 50 46,3

59
Tinggi 45 41,7
Total 108 100

Berdasarkan tabel 4.1 menunjukan bahwa kepatuhan minum obat

antihipertensi mayoritas sedang yaitu sebanyak 50 orang (46,3%),

sedangkan yang tinggi 45 orang (41,7%), dan rendah 13 orang (12%).

2. Pengetahuan

Tabel 4.2
Distribusi Tingkat Pengetahuan di Wilayah Kerja
Puskesmas Maja Kabupaten Lebak
Tahun 2019
Pengetahuan Frekuensi (f) Persentase (%)
Kurang 56 51,9
Baik 52 48,1
Total 108 100

Berdasarkan tabel 4.2 menunjukan bahwa tingkat pengetahuan tentang

hipertensi mayoritas kurang yaitu sebanyak 56 orang (51,9%), sedangkan

yang baik sebanyak 52 orang (48,1%).

3. Dukungan Keluarga

Tabel 4.3
Distribusi Dukungan Keluarga
di Puskesmas Maja Kabupaten Lebak
Tahun 2019
Dukungan Keluarga Frekuensi (f) Persentase (%)
Kurang 51 47,2
Baik 57 52,8
Total 108 100

60
Berdasarkan tabel 4.3 menunjukan bahwa dukungan keluarga mayoritas

baik yaitu sebanyak 57 orang (52,8%), sedangkan yang kurang baik

sebanyak 51 orang (47,2%)

4.1.2 Analisis Bivariat

1. Hubungan Pengetahuan dengan Kepatuhan Minum Obat Antihipertensi

Tabel 4.4
Hubungan Pengetahuan Dengan Kepatuhan Minum Obat
Antihipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Maja
Kabupaten Lebak Tahun 2019

Kepatuhan Minum Obat


Antihipertensi Jumlah
Pengetahuan P Value
Rendah Sedang Tinggi
F % F % F % F %
Kurang Baik 11 19,6 26 46,4 19 33,9 56 100
Baik 2 3,8 24 46,2 26 50 52 100 0,026
Jumlah 13 12 50 46,3 45 41,7 108 100
Berdasarkan tabel 4.4 menunjukkan bahwa dari 56 responden yang

pengetahuannya kurang baik terdapat 19 orang (33,9%) dengan tingkat

kepatuhan minum obat antihipertensi yang tinggi, sedangkan dari 52

responden yang pengetahuannya baik terdapat 26 orang (50%) dengan

tingkat kepatuhan minum obat antihipertensi yang tinggi. Hasil uji statistik

diatas diperoleh nilai P = 0,026, yaitu lebih kecil dari nilai alpha (0,05).

Berarti ada hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan dengan

kepatuhan minum obat antihipertensi.

2. Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan Minum Obat

Antihipertensi

61
Tabel 4.5
Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kepatuhan Minum Obat
Antihipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Maja
Kabupaten Lebak Tahun 2019

Kepatuhan Minum Obat


Dukungan Antihipertensi Jumlah
P Value
Keluarga Rendah Sedang Tinggi
F % F % F % F %
Kurang Baik 11 21,6 23 45,1 17 33,3 51 100
Baik 2 3,5 27 47,4 28 49,1 57 100 0,011
Jumlah 13 12 50 46,3 45 41,7 108 100

Berdasarkan tabel 4.5 menunjukkan bahwa dari 51 responden yang

dukungan keluarganya kurang baik terdapat 17 orang (33,3%) dengan

tingkat kepatuhan minum obat antihipertensi yang tinggi, sedangkan dari 57

responden yang pengetahuannya baik terdapat 28 orang (49,1%) dengan

tingkat kepatuhan minum obat antihipertensi yang tinggi. Hasil uji statistik

diatas diperoleh nilai P = 0,011, yaitu lebih kecil dari nilai alpha (0,05).

Berarti ada hubungan yang bermakna antara dukungan keluarga dengan

kepatuhan minum obat antihipertensi.

4.2 Pembahasan Penelitian

4.2.1 Pembahasan Univariat

4.2.1.1 Gambaran Kepatuhan Minum Obat Antihipertensi

Hasil penelitian menunjukan bahwa kepatuhan minum obat

antihipertensi mayoritas sedang yaitu sebanyak 50 orang (46,3%),

sedangkan yang tinggi 45 orang (41,7%), dan rendah 13 orang (12%).

Rendahnya tingkat kepatuhan pasien pada terapi penyakit hipertensi ini

62
dapat memberikan efek negatif yang sangat besar diantaranya

menyebabkan komplikasi pada penyakit hipertensi sehingga dapat

menyebabkan kerusakan organ meliputi otak, karena hipertensi yang tidak

terkontrol dapat meningkatkan risiko stroke kemudian kerusakan pada

jantung, hipertensi meningkatkan beban kerja jantung yang akan

menyebabkan pembesaran jantung sehingga meningkatkan risiko gagal

jantung dan serangan jantung (Suhardjono, 2008).

Kepatuhan minum obat sangat penting untuk meningkatkan efektifitas

pengobatan, mencegah komplikasi. Kurang patuhnya konsumsi obat

merupakan penyebab paling sering untuk kegagalan terapi antihipertensi.

Banyak faktor yang mendorong pasien hipertensi untuk tidak patuh dalam

konsumsi obatnya sehingga penyakit pasien tersebut tidak terkontrol

dengan baik. Faktor tersebut terjadi karena adanya kebosanan dalam

menggunakan obat terus-menerus akibat lamanya pasien tersebut telah

menderita hipertensi.

Hipertensi dapat dikontrol dengan managemen diri yang baik serta

kepatuhan pola hidup sehat. Penanganan hipertensi dan lamanya

pengobatan dianggap kompleks, pengobatan jangka Panjang bahkan

mungkin seumur hidup terkadang menimbulkan kejenuhan dari pasien

(Triyanto, 2014).

4.2.1.2 Gambaran Pengetahuan

Hasil penelitian menunjukan bahwa tingkat pengetahuan tentang

hipertensi mayoritas kurang yaitu sebanyak 56 orang (51,9%), sedangkan

yang baik sebanyak 52 orang (48,1%). Kurangnya pengetahuan pasien

63
hipertensi akan membuat pasien hipertensi membiarkan pola hidup yang

tidak sehat tersebut berlangsung terus dalam kehidupan sehari - hari tanpa

tahu bahaya penyakit yang mengintai dibalik itu semua. Untuk itu

perawatan diri yang baik dan kemampuan dalam melakukan perawatan diri

sangat perlu dilakukan oleh pasien hipertensi dalam mengontrol

hipertensinya.

Pengetahuan tentang suatu objek dapat diperoleh dari pengalaman

guru, orang tua, teman, buku dan media massa. Dapat disimpulkan dari

teori tersebut bahwa pengetahuan penderita hipertensi dapat menjadi guru

yang baik bagi dirinya, dengan pengetahuan yang dimiliki akan

mempengaruhi kepatuhan penderita hipertensi tersebut dalam menjalani

pengobatan. Penderita yang mempunyai pengetahuan tinggi cenderung

lebih patuh berobat daripada penderita yang berpengetahuan rendah

(Notoatmodjo,2010).

Pengetahuan tentang hipertensi dan bagaimana penatalaksanaanya

sangat diperlukan oleh pasien hipertensi dalam mengontrol tekanan

darahnya dengan baik. Pengetahuan merupakan domain yang sangat

penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2010).

Seseorang yang paham tentang hipertensi, berbagai penyebabnya dan

bagaimana penatalaksanaannya maka akan melakukan tindakan sebaik

mungkin agar penyakitnya tidak berlanjut (Setiawan, 2008).

4.2.1.3 Gambaran Dukungan Keluarga

Hasil penelitian menunjukan bahwa dukungan keluarga mayoritas

baik yaitu sebanyak 57 orang (52,8%), sedangkan yang kurang baik

64
sebanyak 51 orang (47,2%). Ini menunjukan bahwa keluarga belum

berperan banyak dalam membantu anggota keluarga dalam penyembuhan

penyakit hipertensi. Dukungan keluarga sangat diperlukan oleh seorang

penderita, karena seseorang yang sedang sakit tentunya membutuhkan

perhatian dari keluarga. Keluarga dapat berperan sebagai motivator

terhadap anggota keluarganya yang sakit (penderita) sehingga mendorong

penderita untuk terus berpikir positif terhadap sakitnya dan patuh terhadap

pengobatan yang dianjurkan oleh tenaga kesehatan.

Keluarga merupakan sumber pertolongan praktis dan konkrit bagi

anggota keluarga yang mengalami masalah kesehatan, dukungan ini dapat

diberikan secara langsung yang meliputi dari dukungan informasional,

penilaian, instrumental, dan emosional. Dukungan ini bersifat memfasilitasi

yang diperlukan anggota keluarga yang mengalami masalah kesehatan,

memberi bantuan informasi yang disediakan agar dapat digunakan oleh

seseorang dalam menanggulangi persoalan-persoalan yang dihadapi oleh

anggota keluarga yang mengalami masalah kesehatan, dan mendengarkan

segala keluhan yang di rasakan oleh anggota keluarga yang mengalami

masalah kesehatan (house, 1994 dlm setiadi, 2008).

Dukungan keluarga yang dibutuhkan oleh pasien hipertensi seperti

sikap, tindakan dan penerimaan terhadap pasien hipertensi, membantu

mempersiapkan makan yang sehat untuk pasien hipertensi, mengingatkan

jadwal minum obat, mengingatkan pola hidup sehat.

4.2.2 Pembahasan Bivariat

65
4.2.2.1 Hubungan Pengetahuan dengan Kepatuhan Minum Obat

Antihipertensi

Hasil dalam penelitian menunjukkan bahwa dari 56 responden yang

pengetahuannya kurang baik terdapat 19 orang (33,9%) dengan tingkat

kepatuhan minum obat antihipertensi yang tinggi, sedangkan dari 52

responden yang pengetahuannya baik terdapat 26 orang (50%) dengan

tingkat kepatuhan minum obat antihipertensi yang tinggi. Hal tersebut

dikarenakan responden yang berpengetahuan tinggi tentang hipertensi lebih

memahami penyakit yang diderita serta tahu bagaimana pengobatan

hipertensi yang benar dan bahayanya apabila tidak rutin kontrol tekanan

darah sehingga lebih patuh dalam melakukan pengobatan dan mematuhi

anjuran dokter untuk meminum obat secara rutin. Patuhnya responden

dengan pendidikan tinggi juga terjadi karena tingginya motivasi berobat

yang ada dalam dirinya.

Berdasarkan uji statistik dengan menggunakan chi square didapatkan

nilai P= 0,026 yaitu lebih kecil dari nilai alpha (0,05). Dengan demikian

menunjukan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan

dengan kepatuhan minum obat antihipertensi di wilayah kerja Puskesmas

Maja Kabupaten Lebak tahun 2019. Hal ini sesuai dengan teori Lawrence

Green yang menyatakan bahwa perilaku patuh itu dipengaruhi oleh faktor-

faktor predisposisi, salah satunya pengetahuan responden

(Notoatmodjo,2010).

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Mangendai (2017) yang menunjukan bahwa ada hubungan antara

66
pengetahuan dengan kepatuhan berobat pada pasien hipertensi, begitupula

dengan penelitian yang dilakukan oleh Puspita (2016) bahwa faktor

pengetahuan mempunyai hubungan yang signifikan dengan kepatuhan

penderita hipertensi dalam menjalani pengobatan.

Asumsi peneliti terhadap hasil penelitian ini bahwa tingkat

pengetahuan yang baik tentang hipertensi dapat meningkatkan perilaku

untuk minum obat secara teratur, semakin tinggi tingkat pengetahuan

tentang hipertensi maka semakin benar cara penanganannya yang dilakukan,

terbukti dengan hasil ini yang menunjukan yang patuh minum obat lebih

banyak pada penderita hipertensi dengan pengetahuan yang baik tentang

hipertensi sebaliknya yang tidak patuh lebih banyak pada penderita yang

tingkat pengetahuannya kurang.

4.2.2.2 Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan Minum Obat

Antihipertensi

Hasil dalam penelitian menunjukkan bahwa dari 51 responden yang

dukungan keluarganya kurang baik terdapat 17 orang (33,3%) dengan

tingkat kepatuhan minum obat antihipertensi yang tinggi, sedangkan dari 57

responden yang pengetahuannya baik terdapat 28 orang (49,1%) dengan

tingkat kepatuhan minum obat antihipertensi yang tinggi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa anggota keluarga yang

memberikan dukungan secara baik serta menunjukkan sikap caring kepada

anggota keluarga yang menderita hipertensi memiliki peran penting dalam

kepatuhan berobat. Perhatian anggota keluarga mulai dari mengantarkan ke

pelayanan kesehatan, membantu pembiayaan berobat, mengingatkan minum

67
obat, terbukti lebih patuh menjalani pengobatan dibandingkan dengan

penderita hipertensi yang kurang mendapatkan perhatian dari anggota

keluarganya.

Berdasarkan uji statistik dengan menggunakan chi square didapatkan

nilai P= 0,011 yaitu lebih kecil dari nilai alpha (0,05). Dengan demikian

menunjukan bahwa ada hubungan yang bermakna antara dukungan keluarga

dengan kepatuhan minum obat antihipertensi di wilayah kerja Puskesmas

Maja Kabupaten Lebak tahun 2019. Hasil penelitian ini sejalan dengan

penelitian Ahda (2016 yang menunjukan terdapat hubungan antara

dukungan keluarga dengan kepatuhan minum obat hipertensi. Hal ini

dikarenakan responden yang dinyatakan patuh lebih banyak adalah mereka

yang memiliki dukungan keluarga yang baik.

Menurut Osamor (2015), penyakit kronis seperti hipertensi

membutuhkan pengobatan seumur hidup. Hal ini merupakan tantangan bagi

pasien dan keluarga agar dapat mempertahankan motivasi untuk mematuhi

pengo-batan selama bertahun-tahun. Salah satu cara untuk meningkatkan

motivasi adalah melalui dukungan keluarga.

Asumsi peneliti bahwa dukungan keluarga sangat berperan terhadap

cara penanganan pada penderita hipertensi diantaranya minum obat secara

teratur karena merasa mendapatkan dukungan, perhatian dan kasih sayang

yang lebih dari keluarga untuk dirinya, hal tersebut sesuai dengan penelitian

ini yang menunjukan bahwa mayoritas penderita dengan dukungan kurang

baik dari keluarga didapatkan kepatuhan minum obat yang rendah

dibandingkan dengan dukungan keluarga yang baik, sehingga hal ini peran

68
serta dukungan keluarga sangat berpengaruh pada penderita dalam

penatalaksanaan penyakitnya..

4.3 Keterbatasan Penelitian

Peneliti masih menemukan keterbatasan dalam penelitian diantaranya:

1. Waktu yang memerlukan waktu yang lebih dari perkiraan

2. Kondisi demografi yang sulit dicapai dengan kendaraan

3. Kurangnya keterbukaan responden sehingga menyulitkan peneliti dalam

menggali data.

BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil analisa didapatkan bahwa :

1. Sebagian responden memiliki tingkat kepatuhan minum obat

antihipertensi sedang yaitu sebesar 46,3%, dukungan keluarga baik

sebesar 52,8% dan pengetahuan yang kurang baik sebesar 51,9%.

2. Ada hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan dan

dukungan keluarga dengan kepatuhan minum obat antihipertensi di

wilayah kerja Puskesmas Maja Tahun 2019 (P value < α).

5.2 Saran

69
1. Bagi Tempat Penelitian

Puskesmas Maja dapat memberikan pendidikan kesehatan kepada

penderita hipertensi rawat jalan dan pendidikan kesehatan tersebut

sebaiknya tidak hanya diberikan kepada penderita hipertensi saja, namun

juga kepada keluarga dan orang terdekat penderita hipertensi agar dapat

ikut serta mengingatkan dan memberikan motivasi pada penderita

hipertensi.

2. Bagi Fakultas Ilmu Kesehatan

Mahasiswa/mahasiswi Program Studi S1 Keperawatan Universitas

Nasional dapat memperoleh wawasan baru dan pengetahuan sehingga dapat

meningkatkan pembelajaran tentang faktor-faktor yang berhubungan

dengan kepatuhan minum obat antihipertensi sehingga dapat

mengoptimalkan analisa dan tindakan yang lebih komprehensif

3. Bagi Peneliti Lain

Bagi peneliti lain yang hendak melakukan penelitian serupa,

diharapkan meneliti variabel lain yang mempengaruhi tingkat kepatuhan

minum obat pada pasien hipertensi seperti usia, jenis kelamin, sosial

ekonomi, motivasi ingin sembuh dan peran petugas kesehatan

70
71

Anda mungkin juga menyukai