Anda di halaman 1dari 103

ANALISIS FAKTOR FAKTOR KEJADIAN RUPTUR PERINEUM

PADA IBU BERSALIN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS


KECAMATAN SOBANG KABUPATEN LEBAK
PROVINSI BANTEN TAHUN 2022

SKRIPSI

Oleh :
DETI NURHAYATI
215401446175

UNIVERSITAS NASIONAL
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KEBIDANAN
JAKARTA
2023
ANALISIS FAKTOR FAKTOR KEJADIAN RUPTUR PERINEUM
PADA IBU BERSALIN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
KECAMATAN SOBANG KABUPATEN LEBAK
PROVINSI BANTEN TAHUN 2022

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Terapan Kebidanan


pada Program Studi Kebidanan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Nasional
Jakarta

Oleh :
DETI NURHAYATI
25401446175

UNIVERSITAS NASIONAL
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KEBIDANAN
JAKARTA
2023
SKRIPSI

ANALISIS FAKTOR FAKTOR KEJADIAN RUPTUR PERINEUM


PADA IBU BERSALIN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
KECAMATAN SOBANG KABUPATEN LEBAK
PROVINSI BANTEN TAHUN 2022

Oleh :
DETI NURHAYATI
25401446175

Pembimbing 1 Pembimbing 2

(Ns. Aisyiah, M.Kep.,Sp.K) (Ns. Tommy J.F Wowor, S)

Mengesahkan,
Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan

Dr. Retno Widowati, M.Si

HALAMAN PERSETUJUAN
Judul Skripsi : Analisis Faktor-Faktor Kejadian Ruptur Perineum Pada
Ibu Bersalin di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan
Sobang Kabupaten Lebak Provinsi Banten Tahun 2022
Nama Mahasiswa : Deti Nurhayati
NPM : 25401446175

Menyetujui,

Penguji I : Dr. Retno Widowati, M.Si ___________________

Penguji II : Dr. Retno Widowati, M.Si ___________________

Penguji III : Dr. Retno Widowati, M.Si ___________________

HALAMAN PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini saya:

Nama : Deti Nurhayati


NPM : 25401446175

Menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk
memperoleh gelar kesarjanaan yang lain atau di perguruan tinggi lain. Sepanjang
pengetahuan saya, juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau
diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan
disebut dalam daftar pustaka.

Jakarta, Februari 2023

(Deti Nurhayati)

KATA PENGANTAR
Segala puji dan puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan

semua umat, Tuhan seluruh alam dan Tuhan dari segala hal yang telah memberi

rahmat dan karuniaNya sehingga saya dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan

judul “Analisis Faktor-Faktor Kejadian Ruptur Perineum Pada Ibu Bersalin di

Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Sobang Kabupaten Lebak Provinsi Banten

Tahun 2022”.

Saya menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak akan terselesaikan tanpa

adanya Ridho Illahi, dukungan, bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, untuk itu

pada kesempatan ini dengan rendah hati dan rasa hormat yang besar saya

mengucapkan Allhamdulillahirobbil‘alamin beserta terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada

1. Dr. Retno Widowati, M.Si, selaku dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas

Nasional.

2. Ns. Aisyiah, M.Kep.,Sp.Kep.Kom, selaku ketua Program Studi Ilmu Kebidanan

Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Nasional yang telah memberi dorongan,

saran dan ilmu dalam proses penyusunan skripsi

3. Ns. Tommy J.F Wowor, S.Kep.,MM, selaku pembimbing 1 yang telah bersabar

dan memberikan dukungan penuh dalam proses penyusunan skripsi.

4. Ns. Tommy J.F Wowor, S.Kep.,MM, selaku pembimbing 2 yang telah bersabar

dan memberikan dukungan penuh dalam proses penyusunan skripsi.

5. , selaku kepala Puskesmas Sobang yang telah memberikan ijin tempat untuk

dilakukannya penelitian.
6. Seluruh dosen dan staf karyawan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Nasional

yang telah mendidik dan memfasilitasi proses pembelajaran di kampus.

7. Rekan-rekan mahasiswa S1 Kebidanan Universitas Nasional yang selalu saling

memberikan dukungan serta saling memberi masukan dalam penyelesaian skripsi

ini.

Penulis menyadari, bahwa skripsi ini masih banyak kekurangannya walaupun

penulis telah berusaha semaksimal mungkin untuk hasil yang terbaik, akhir kata kritik

dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan untuk pembuatan skripsi yang

baik dan benar.

Jakarta, Februari 2023

Deti Nurhayati
ABSTRAK

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN


KEPATUHAN MINUM OBAT ANTIHIPERTENSI DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS MAJA KABUPATEN LEBAK
PROVINSI BANTEN TAHUN 2018

Muhamad Fadli Hasbullah, Aisyiah, Tommy J.F Wowor

Latar Belakang : Hipertensi merupakan salah satu penyakit yang dapat dikontrol,
untuk itu kepatuhan dalam meminum obat antihipertensi merupakan salah satu kunci
dari keberhasilan dari pengendalian hipertensi. Diperlukan berbagai upaya untuk
meningkatkan kepatuhan pasien terhadap terapi obat demi mencapai target tekanan
darah yang diinginkan diantaranya pengetahuan dan dukungan keluarga yang baik.
Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan
dukungan keluarga dengan kepatuhan minum obat antihipertensi di Puskesmas Maja
Kabupaten Lebak tahun 2019.
Metodologi : Desain penelitian menggunakan metode cross sectional, pengambilan
sampel dilakukan dengan proporsi yaitu mengambil di masing-masing desa sesuai
jumlah yang telah ditentukan, dengan jumlah keseluruhan sampel sebanyak 108
orang. Analisis hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen
menggunakan uji chi square.
Hasil penelitian : Diketahui bahwa kepatuhan minum obat antihipertensi mayoritas
sedang yaitu sebanyak 50 orang (46,3%), pengetahuan mayoritas kurang baik yaitu
sebanyak 56 orang (51,9%), dukungan keluarga mayoritas baik yaitu sebanyak 57
orang (52,8%), dan hasil uji chi square menunjukan adanya hubungan yang bermakna
antara tingkat pengetahuan dengan kepatuhan minum obat antihipertensi di
Puskesmas Maja Tahun 2019 (p=0,026), dan dukungan keluarga dengan kepatuhan
minum obat antihipertensi di Puskesmas Maja Tahun 2019 (p=0,011).
Simpulan dan Saran: Pengetahuan dan dukungan keluarga berhubungan dengan
kepatuhan minum obat antihipertensi di Puskesmas Maja Kabupaten Lebak. Saran
penelitian ini diharapkan dapat memberikan pendidikan kesehatan kepada penderita
hipertensi dan keluarga, serta menjadi dasar penelitian selanjutnya tentang kepatuhan
minum obat.

Kata kunci : Kepatuhan Minum Obat, Pengetahuan dan dukungan keluarga.


Daftar Pustaka : 34 (2007-2017)
Jumlah Kata : 230 kata
ABSTRACT

RELATIONSHIP OF KNOWLEDGE AND FAMILY SUPPORT WITH THE


COMPLIANCE OF DRINKING ANTIHYPERTENSION DRUGS IN THE
WORKING AREA OF MAJA PUSKESMAS, LEBAK DISTRICT
BANTEN PROVINCE IN 2018

Muhamad Fadli Hasbullah, Aisyiah, Tommy J.F Wowor

Background : Hypertension is one of the diseases that can be controlled, so that


adherence in taking antihypertensive drugs is one of the keys to the success of
controlling hypertension. Various efforts are needed to improve patient adherence to
drug therapy in order to achieve the desired blood pressure target including good
family knowledge and support
Aim : This study aims to determine the relationship of knowledge and family support
with adherence to taking antihypertensive drugs at the Puskesmas Maja Lebak
Regency in 2019
Methods : The study design used a cross sectional method, sampling was done in
proportion, namely taking in each village according to a predetermined number, with
a total sample of 108 people. Analysis of the relationship between independent
variables and dependent variables using the chi square test
Result : It is known that the compliance with taking antihypertensive drugs is mostly
moderate, namely as many as 50 people (46.3%), the majority of knowledge is not
good as many as 56 people (51.9%), majority family support is good as many as 57
people (52.8%), and Chi square test results showed a significant relationship
between the level of knowledge with adherence to taking antihypertensive drugs in
Maja Public Health Center in 2019 (p = 0.026), and family support with adherence
to taking antihypertensive drugs in Maja Health Center in 2019 (p = 0.011)
Conclusion and suggestion : Family knowledge and support is related to adherence
to taking antihypertensive drugs at the Maja Public Health Center, Lebak Regency.
Suggestions for this research are expected to provide health education to people with
hypertension and families, and become the basis for further research on medication
compliance

Keywords : Compliance with Medication, Knowledge and family support.


References : 34 (2007-2017)
Words Count : 230 words
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL
HALAMAN JUDUL............................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ii
HALAMAN PERSETUJUAN............................................................................iii
HALAMAN PERNYATAAN.............................................................................iv
KATA PENGANTAR.........................................................................................v
ABSTRAK............................................................................................................vii
ABSTRACT.........................................................................................................viii
DAFTAR ISI........................................................................................................ix
DAFTAR TABEL............................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR...........................................................................................xii
DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................xiii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.....................................................................................1
1.2 Perumusan Masalah.............................................................................6
1.3 Tujuan Penelitian.................................................................................6
1.4 Manfaat Penelitian ..............................................................................7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Kajian Teori........................................................................................8
2.1.1 Hipertensi...................................................................................8
2.1.2 Kepatuhan...................................................................................31
2.1.3 Pengetahuan ...............................................................................35
2.1.4 Dukungan Keluarga....................................................................43
2.2 Kerangka Teori....................................................................................47
2.3 Kerangka Konsep................................................................................48
2.4 Hipotesis..............................................................................................48

BAB III METODOLOGI PENELITIAN


3.1 Desain Penelitian................................................................................49
3.2 Populasi dan Sampel...........................................................................49
3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian..............................................................51
3.4 Variabel Penelitian..............................................................................51
3.5 Definisi Operasional...........................................................................51
3.6 Instrumen Penelitian...........................................................................52
3.7 Validitas dan Reliabilitas....................................................................52
3.8 Prosedur Pengumpulan Data...............................................................54
3.9 Pengolahan Data.................................................................................54
3.10 Analisis Data......................................................................................55
3.11 Etika Penelitian..................................................................................57

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


4.1 Hasil Penelitian...................................................................................59
4.1.1 Analisis Univariat......................................................................59
4.1.2 Analisis Bivariat........................................................................60
4.2 Pembahasan Penelitian.......................................................................62
4.2.1 Pembahasan Univariat...............................................................62
4.2.2 Pembahasan Bivariat.................................................................65
4.3 Keterbatasan Penelitian......................................................................68

BAB V SIMPULAN DAN SARAN


5.1 Simpulan..............................................................................................69
5.2 Saran....................................................................................................69
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................71
LAMPIRAN.........................................................................................................74
DAFTAR TABEL

Hal
Tabel 2.1. Batasan Hipertensi berdasarkan JNC VIII........................................... 9

Tabel 2.2. Kategori Hipertensi berdasarkan ANA................................................ 9

Tabel 3.1. Definisi Operasional............................................................................ 51

Tabel 4.1. Kepatuhan Minum Obat Antihipertensi............................................... 59

Tabel 4.2. Pengetahuan ........................................................................................ 59

Tabel 4.3. Dukungan Keluarga............................................................................. 60

Tabel 4.4. Hubungan Pengetahuan Dengan Kepatuhan........................................ 60

Tabel 4.5. Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kepatuhan............................ 61


DAFTAR GAMBAR

Hal
Gambar 2.1. Patofisiologi Hipertensi................................................................. 14

Gambar 2.2. Kerangka Teori............................................................................. 47

Gambar 2.3. Kerangka Konsep.......................................................................... 48


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Lembar Bimbingan Skripsi

Lampiran 2. Persetujuan Responden

Lampiran 3. Kuesioner Penelitian

Lampiran 4. Surat Izin Penelitian

Lampiran 5. Rekomendasi Ijin Penelitian

Lampiran 6. Uji Validitas dan Reliabilitas

Lampiran 7. Tabulasi Data Responden

Lampiran 8. Output Pengolahan data

Lampiran 9. Riwayat Hidup


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Berdasarkan Hasil Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun

2007, jumlah Angka Kematian Ibu (AKI) sebesar 228/100.000 Kelahiran Hidup (KH)

dan mengalami peningkatan pada tahun 2012 sebesar 359/100.000 KH. Angka ini

masih tinggi bila dibandingkan dengan target Sustainable Development Goals

(SDG’S) tahun 2019 AKI sebesar 306/100.000 KH (WHO, 2019)

Adapun Target global SDGs (Suitainable Development Goals) adalah

menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) menjadi 70 per 100.000 KH. Mengacu dari

kondisi saat ini, potensi untuk mencapai target SDGs untuk menurunkan AKI adalah

off track, artinya diperlukan kerja keras dan sungguh sungguh untuk mencapainya.

Pada kenyataannya, Angka Kematian Ibu turun dari 4.999 tahun 2018 menjadi 4912

di tahun 2019 dan di tahun 2020 sebanyak 1712 kasus. Penyebab kematian ibu adalah

komplikasi kehamilan seperti anemia, hipertensi. Gangguan persalinan langsung

misalnya perdarahan sebesar 28%, infeksi sebesar 11%, eklamsia sebesar 24%, dan

partus macet (lama) sebesar 5% (Kemkes RI, 2020). Penyebab tingginya AKI adalah

perdarahan dan penyebab terjadinya perdarahan adalah atonia uteri, ruptur perineum,

dan sisa plasenta (Ariani, 2020).

Kejadian ruptur perineum pada ibu bersalin di Dunia pada tahun 2020 sebanyak

2,7 juta kasus, dimana angka ini di perkirakan akan mencapai 6,3 juta pada tahun
2050. Di Benua Asia sendiri 50% ibu bersalin mengalami ruptur perineum (Rita,

2021).

Pada tahun 2019 kematian ibu di Indonesia sebanyak 4.221 kasus, kematian ibu

terbanyak adalah disebabkan oleh perdarahan (1.280 kasus) (Kementrian Kesehatan

RI, 2019). Pada tahun 2020 di ketahui di Indonesia angka kejadian ruptur perineum

pada ibu bersalin di alami oleh 83% ibu melahirkan pervaginam, ditemukan dari total

3.791 ibu yang melahirkan spontan pervaginam, 63% ibu mendapatkan jahitan

perineum yaitu 42% karena episiotomi dan 38% karena robekan spontan (Kemenkes

RI, 2021)

Menurut Dinkes Provinsi Banten jumlah kasus kematian ibu di Banten masih

tinggi. Angka Kematian Ibu di Provinsi Banten pada tahun 2018 terdapat 247 kasus.

Kabupaten/kota dengan kasus kematian ibu tertinggi adalah Kabupaten Serang yaitu

58 kasus, diikuti Kabupaten Tangerang 43 kasus, dan Lebak 40 kasus.

Kabupaten/kota dengan kasus kematian ibu terendah adalah Kota Tangerang yaitu 7

kasus, diikuti Kota Cilegon 12 kasus, dan Kota Serang 13 kasus. Penyebab kematian

ibu disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya perdarahan 38% dan hipertensi

dalam kehamilan 19% (Dinkes Banten, 2018).

Di Negara berkembang penyebab utama kematian ibu adalah faktor obstetri

langsung, yaitu perdarahan postpartum, infeksi dan eklamsia. Ruptur perineum dapat

menyebabkan perdarahan postpartum. Perdarahan postpartum merupakan salah satu

masalah penting karena berhubungan dengan kesehatan ibu yang dapat menyebabkan

kematian. Walaupun angka kematian maternal telah menurun dari tahun ke tahun
dengan adanya pemeriksaan dan perawatan kehamilan, persalinan dirumah sakit serta

adanya fasilitas transfusi darah, namun perdarahan masih tetap merupakan faktor

utama dalam kematian ibu (Anggraini, 2018).

Laserasi jalan lahir pada perineum dapat menimbulkan perdarahan,

menambah dalamnya laserasi perineum, menambah rasa sakit pada hari-hari

pertama masa postpartum, dan meningkatkan resiko infeksi. Ruptur perineum

umumnya terjadi pada persalinan dimana kepala janin terlalu cepat lahir,

persalinan tidak dipimpin sebagaimana mestinya, terdapat jaringan parut pada

perineum, pada persalinan dengan distosia bahu (Wiknjosastro, 2018)

Faktor etiologi ruptur uteri dapat dibedakan menjadi 3 yaitu faktor trauma pada

uterus, faktor jaringan parut pada uterus, dan faktor yang terjadi secara spontan.

Faktor prediposisi terjadinya ruptur uteri dipengaruhi oleh faktor uterus, ibu, janin,

plasenta, dan persalinan. Ruptur uteri merupakan peristiwa yang gawat bagi ibu dan

terutama untuk janin. Apabila ruptur uteri terjadi dirumah sakit dan pertolongan dapat

diberikan dengan segera, angka mortalitas ibu dapat ditekan sampai beberapa persen.

Akan tetapi di Indonesia, seringkali penderita dibawa ke rumah sakit dalam keadaan

syok, dehidrasi, atau sudah adanya infeksi intrapartum sehingga angka kematian ibu

menjadi sangat tinggi. Kematian ibu segera setelah terjadinya ruptur uteri umumnya

karena perdarahan, sedangkan kematian ibu yang terjadi kemudian umumnya karena

infeksi (misalnya peritonitis). Ruptur uteri inkomplit prognosisnya lebih baik

daripada ruptur uteri komplit. Prognosis yang lebih baik ini terjadi karena pada ruptur
uteri inkomplit, cairan dari kavum uteri tidak masuk ke rongga abdomen

(Wiknjosastro, 2018)

Faktor lain yang berpengaruh adalah berat bayi lahir, semakin besar bayi yang

dilahirkan meningkatkan resiko terjadinya ruptur perineum dari pada bayi yang

dilahirkan dengan berat badan sekitar 2500 – 4000 gr (Sarwono, 2014). Disamping

itu, posisi meneran ada beberapa macam antara lain posisi merangkak/tidur miring,

posisi jongkok atau berdiri, posisi duduk/setengah duduk dan posisi

terlentang/supine. Meneran dengan posisi miring dapat mengurangi risiko terjadinya

ruptur perineum. Sedangkan meneran dengan posisi terlentang risiko terjadinya

ruptur perineum lebih besar (JNPK-KR, 2018).

Untuk mencegah timbulnya infeksi atau komplikasi lainnya pada masa nifas

utamanya dengan ruptur pada perineum dapat dilakukan dengan peningkatan mutu

pelayanan kesehatan antara lain perawatan perineum secara intensif. Persalinan

dengan ruptur perineum apabila tidak ditangani secara efektif menyebabkan

pendarahan dan infeksi menjadi lebih berat, serta pada jangka waktu panjang dapat

mengganggu kenyamanan ibu dalam hal hubungan seksual (Wiknjosastro, 2018)

Hasil peneliti (Sumarni, 2020), menyatakan bahwa ruptur perineum merupakan

kondisi dimana terjadinaya robekan perineum yang disebabkan oleh faktor-faktor

seperti faktor maternal antara lain umur ibu, persalinan presipitatus,

mengejan terlalu kuat, perineum yang rapuh, oedema paritas dan kesehatan mental

ibu. Pada faktor janin meliputi berat bayi lahir, presentasi defleksi, letak sungsang,

distosia bahu dan kelainan kongenital. Faktor penolong meliputi cara mengejan,
dukungan bidan serta keterampilan penolong saat menahan perineum. Faktor

dukungan suami juga memiliki andil yang kuat pada kejadian rupture perineum

tersebut. Ruptur perineum dialami 85% wanita yang melahirkan pervaginam. Ruptur

perineum perlu mendapatkan perhatian karena dapat menyebabkan disfungsi organ

reproduksi wanita seperti perdarahan, infeksi yang kemungkinan dapat menyebabkan

kematian karena perdarahan atau sepsis.

Dampak terjadinya ruptur perineum pada ibu antara lain terjadinya infeksi

pada luka jahitan dimana dapat berakibat munculnya infeksi kandung kemih

maupun infeksi pada jalan lahir. Selain itu juga dapat terjadi perdarahan bahkan

jika penanganannya lambat dapat menyebabkan kematian (Wiknjosastro, 2018).

Berdasarkan hasil penelitian dari (Keintjem & Purwandari & Lantaa, 2018)

faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian ruptur perineum adalah partus

presipitatus, didapatkan hasil dari 167 responden, terdapat 109 (65%) yang

mengalami ruptur perineum dibanding dengan yang tidak megalami kejadian

rupture perineum yaitu 58 (35%). Karakteristik menurut paritas kasus terbanyak

yang mengalami rupture perineum pada multipara sebesar 113 (68%) dan

karakteristik menurut berat bayi lahir responden terbanyak adalah BBL 2500-4000

gram dengan hasil 90 (66%)

Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Yanti (2019) dengan jumlah

Populasi yaitu ibu dengan persalinan normal yang dirawat di RS Bhayangkara

Mappaouddang Makassar Tahun 2014 berjumlah 230 orang. Pengambilan sampel

dengan teknik purposive Sampling berjumlah 120 sampel. Data dengan menggunakan
uji statistik Chi-Square dengan p value < 0,05, terdapat pengaruh berat badan lahir

bayi terhadap Ruptur Perineum persalinan normal (p value = 0,003 < 0,05).

Penelitian yang dilakukan oleh Febriana (2020), dengan uji statistik chi square

yang telah dilakukan pada bulan agustus 2020 menunjukkan ada hubungan antara

berat badan bayi lahir dengan kejadian ruptur perineum (p value 0,000), tidak ada

hubungan antara paritas dengan kejadian ruptur perineum (p value 0,377) dan tidak

ada hubungan antara jarak kelahiran dengan kejadian ruptur perineum (p value

0,289).

Sesuai dengan hasil studi pendahuluan yang lakukan di puskesmas kecamatan

sobang, tahun 2019 jumlah ibu bersalin sebanyak 213 orang dan ibu yang mengalami

rupture perineum sebanyak 60 orang (28 %), pada tahun 2020 diperoleh data ibu

bersalin sebanyak 201 orang dan yang terjadi rupture perineum 54 orang (26 %), dan

tahun 2021 didapatkan jumlah ibu bersalin sebanyak 147 orang dan yang mengalami

rupture perineum sebanyak 45 orang (30 %). Sedangkan pada tahun 2022 angka

persalinan sebanyak 149 ibu dan yang mengalami kejadian ruptur perineum sebanyak

80 (75,4%). Saat dilakukan wawancara terhadap beberapa ibu pasca persalinan

mengatakan mengalami robekan perineum dengan rata-rata derajat 2 dan dalam hal

ini ibu mengatakan memiliki riwayat persalinan dengan ruptur perineum juga, dalam

wawancara yang dilakukan terhadap penolong persalinan ruptur perineum terjadi

karena adanya berat badan janin yang besar dan kurang paham nya ibu dalam

mengedan sehingga menyebabkan ruptur uteri atau kehmilan dengan resiko tinggi

yang kurang di perhatikan saat pemeriksaan ANC.


Berdasarkan studi pendahuluan di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian tentang “Analisis Faktor-Faktor Kejadian Ruptur Perineum Pada Ibu

Bersalin di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Sobang Kabupaten Lebak Provinsi

Banten Tahun 2022”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini

adalah “Apa Saja Faktor Kejadian Ruptur Perineum Pada Ibu Bersalin di Wilayah

Kerja Puskesmas Kecamatan Sobang Kabupaten Lebak Provinsi Banten Tahun 2022”

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor-faktor kejadian ruptur perineum pada ibu bersalin di

wilayah kerja puskesmas kecamatan Sobang kabupaten Lebak provinsi

Banten tahun 2022

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui distribusi frekuensi kejadian ruptur perineum, berat

badan bayi lahir, jarak kehamilan, kesehatan mental, dukungan suami,

dukungan bidan di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Sobang

Kabupaten Lebak.

2. Untuk mengetahui hubungan berat badan bayi lahir dengan kejadian

ruptur perineum di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Sobang

Kabupaten Lebak.
3. Untuk mengetahui hubungan jarak persalinan dengan kejadian ruptur

prrineum di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Sobang Kabupaten

Lebak.

4. Untuk mengetahui hubungan kesehatan mental ibu dengan kejadian ruptur

perineum di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Sobang Kabupaten

Lebak.

5. Untuk mengetahui hubungan dukungan suami dengan kejadian ruptur

perineum di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Sobang Kabupaten

Lebak.

6. Untuk mengetahui hubungan dukungan bidan dengan kejadian ruptur

perineum di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Sobang Kabupaten

Lebak.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Responden

Penelitian ini dapat dijadikan sumber informasi dan pengetahuan bagi ibu

untuk mencegah terjadinya ruptur perineum pada ibu bersalin.

1.4.2 Bagi Penulis

Penelitian ini memberikan wawasan pengetahuan serta adanya pengalaman

bagi peneliti mengenai faktor-faktor terjadinya ruptur perineum dan

memberikan informasi kepada ibu hamil/bersalin untuk mengendan dengan

baik dan benar saat bersalin untuk mencegah terjadinya ruptur.


1.4.3 Bagi Institusi Pendidikan

Data maupun hasil dari penelitian ini dapat dijadikan tambahan kepustakaan

agar membantu peneliti selanjutnya sebagai bahan referensi dalam melakukan

penelitian dalam bidang yang sama.

1.4.4 Bagi Masyarakat

Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi dan pengetahuan

kepada masyarakat terutama ibu mengenai pentingnya mengetahui faktor

faktor risiko terjadinya ruptur perineum untuk upaya pencegahan

1.4.5 Bagi Peneliti Selanjutnya

Dengan dilakukan penelitian ini dapat dijadikan sumber informasi dan

referensi bagi peneliti selanjutnya yang ingin melakukan penelitian dengan

judul yang sama namun diharapkan mampu ditambahkan dengan variabel

yang berbeda
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ruptur Perineum

2.1.1 Definisi Ruptur Perineum

Perineum merupakan bagian permukaan dari pintu bawah panggul yang

terletak dari vulva dan anus, dengan panjang kira-kira 4 cm. Perineum terdiri dari

otot dan fascia urogenitalis serta diafragma pelvis. Perineum merupakan dasar

pelvis dan struktur sekitarnya yang menempati pintu bawah panggul, disebelah

anterior dibatasi oleh tube iskiadikum, disebelah posterior dibatasi oleh tulang

koksigeous (Shinta, 2019)

Perineum merupakan ruang berbentuk jajaran genjang yang terletak dibawah

dasar panggul perineum merupakan bagian dari pintu bawah panggul yang berada di

antara vulva dan anus. Perinuem terdiri dari otot dan fascia urogenitalis, serta

diafragma pelvis (Harry Oxorn & William R. Forte, 2018) Batas-batasnya adalah :

1. Superior dasar panggul (dasar panggul yang terdiri dari musculus levator

dan musculus Coccygeus).

2. Lateral (tulang dan ligament yang membentuk pintu bawah panggul (exitus

pelvis): yakni dari depan kebelakang angulus subpubius, ramus

ischiopuicus, tuber ischiadicum, ligamentum sacrotuberosum, os koksigeous).


3. Inferior : kulit dan fascia.Ruptur adalah robek atau koyaknya jaringan secara

paksa. Luka perineum yang di akibatkan oleh rusaknya jaringan secara

alamiah karena proses desakan kepala janin atau bahu secara alamiah

karena proses persalinan (Fatimah, 2019).

Ruptur perineum adalah robeknya perineum pada saat bayi lahir secara spontan

maupun dengan alat atau tindakan, terjadi hampir pada semua persalinan pertama

dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya, tempat yang paling sering

mengalami perlukaan akibat persalinan adalah perineum (Fatimah, 2019).

Ruptur perineum merupakan salah satu dari komplikasi persalinan kala II

yang dapat menyebabkan disfungsi organ reproduksi wanita yaitu perdarahan dan

laserasi. Ruptur perineum adanya perlukaan jalan lahir yang terjadi pada saat

persalinan spontan atau menggunakan alat. Robekan jalan lahir sering terjadi pada

primipara maupun multipara karena pada saat proses persalinan tidak mendapatkan

tegangan yang kuat sehingga menyebabkan robekan perineum (Syamsiah & Malinda,

2019).

2.1.2 Klasifikasi Ruptur Perineum

Dalam buku Acuan Nasional pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal

Robekan perineum dibagi menjadi 4 tingkat (Wiknjosastro, 2018).

1. Derajat I : Robekan terjadi hanya pada selaput lendir vagina dengan ataupun

tanpa mengenai kulit perineum.


2. Derajat II : Robekan mengenai selaput lender vaguna dan otot perineum

granversalis, tetapi tidak mengenai otot sfingter ani.

3. Derajat III : Robekan mengenai perineum sampai dengan otot sfingter ani.

4. Derajat IV : Robekan mengenai perineum sampai dengan otot sfingter ani

dan mukosa rectum

2.1.3 Faktor Penyebab terjadinya Ruptur perineum

1. Faktor Ibu atau faktor maternal terdiri dari :

a) Umur

Menurut penelitian (Pasiowan, 2018) mengatakan bahwa umur adalah

jumlah hari, bulan dan tahun yang telah di lalui sejak lahir sampai

dengan waktu tertentu, usia individu yang terhitung mulai saat dilahirkan

sampai saat beberapa tahun. Dalam kurun reproduksi sehat dikenal

bahwa usia aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 20-30 tahun.

Wanita melahirkan anak pada usia <20 tahun atau >35 tahun merupakan

faktor risiko terjadinya perdarahan pasca persalinan yang dapat

mengakibatkan kematian maternal. Hal ini dikarenakan pada usia di

bawah 20 tahun, fungsi reproduks iseorang wanita belum berkembang

dengan sempurna. Pada usia >35 tahun fungsi reproduksi seorang wanita

sudah mengalami penurunan dibandingkan fungsi reproduksi normal

sehingga komplikasi pasca persalinan terutama perdarahan akan lebih besar.


Hasil penelitian (Rahayu Puspito, 2016) Hubungan umur ibu dengan

ruptur perineum, ibu umur <20 dan >35 tahun mengalami ruptur perineum

sebesar 206 (91.2%), sedangkan ibu dengan kategori umur 20-35 tahun

sebesar 163 (93.1%).

b) Paritas

Paritas adalah keadaan wanita yang berkaitan dengan jumlah anak

yang pernah dilahirkan, paritas merupakan faktor penting yang dapat

mempengaruhi kehamilan dan persalinan. Paritas adalah jumlah kehamilan

terdahulu yang telah mencapai batas variabilitas dan telah dilahirkan, tanpa

mengingat jumlah anak, seperti halnya kelahiran kembar tiga hanya dihitung

satu paritas. Paritas adalah anak yang dilahirkan oleh seorang ibu, baik hidup

atau mati. Paritas mempunyai pengaruh terhadap ruptur perineum. Pada ibu

primipara memiliki resiko lebih besar untuk mengalami robekan perineum

dari pada multipara. Hal ini karena jalan lahir belum pernah dilalui oleh

kepala bayi sehingga otot-otot perineum belum meregang (Fatimah, 2019).

Paritas menurut (Wiknjosastro, 2018) dibagi menjadi tiga yaitu :

1. Primipara adalah wanita yang telah melahirkan seorang bayi dengan

cukup umur dan hidup sehat.

2. Multipara adalah wanita yang telah melahirkan seorang bayi hidup lebih

dari satu kali

3. Grandemultipara adalah wanita yang pernah melahirkan sebanyak lima

kali atau lebih.


Paritas mempunyai resiko 9x lebih besar terhadap penyebab

terjadinya ruptur perineum terutama pada primipara.

c) Jarak Persalinan

Jarak persalinan adalah rentang waktu antara kelahiran anak sekarang

dengan kelahiran anak sebelumnya. Jarak persalinan kurang dari 2 tahun

tergolong resiko tinggi karena dapat menimbulkan komplikasi pada

persalinan. Pada jarak persalinan 2-3 tahun merupakan jarak yang lebih

aman bagi ibu dan janin. Keadaan jalan lahir yang mungkin pada

persalinan terdahulu mengalami robekan perineum, sehingga pemulihan

belum kembalin sempurna dan ruptur perineum dapat terjadi. (Shinta,

2019).

Dalam penelitian (Lase, 2019) menyatakan bahwa jarak kelahiran

adalah rentang waktu antara kelahiran sekarang dengan kelahiran anak

sebelumnya. Jarak lahir kurang dari dua tahun termasuk pada jarak yang

beresiko tinggi karena dapat menimbulkan komplikasi pada persalinan.

Jarak kelahiran 2-3 tahun adalah jarak kelahiran yang lebih aman bagi ibu

dan janin. Hal ini berpengaruh pada keadaanjalan lahir yang mungkin pada

persalinan pertama mengalami robekan jalan lahir, sehingga proses

pemulihan belum sempurna (Shinta, 2019)

d) Lama Persalinan
Waktu dimulainya kala 1 persalinan sampai dengan lahirnyabayi, lama

persalinan dapat mempengaruhi terjadinya ruptur perineum, hal ini

dikarenakan lama persalinan yang terlalu cepat atau terlalu lama.Lama

persalinan kala 1 pada primigravida maksimal terjadi selama 12 jam dan

pada multigravida terjadi maksimal selama 8 jam, sedang kan pada

persalinan kala II pada primigravida maskimal 2 jam dan pada

multigravida terjadi maksimla 1 jam (Sumarni, 2020).

Dalam teori dan penelitian (Sumarni, 2020) Persalinan pada kala 1

normal berlangusng 6-8jam, persalinan yang berlangsung kurang dari 6

jam dan lebih dari 8 jam akan menimbulkan komplikasi yang dapat

membahayakan ibu dan bayi. Menunjukkan bahwa sebagian ibu dengan kala

1 normal 6-8 jam mengalami ruptur perineum sebesar 61.9%, sedangkan

ibu dengan kala 1 cepat kurang dari 6 jam sebagan besar tidak

mengalami ruptur perineum sebesar 55.6%.

e) Partus Presipitatus

Partus presipitatus dimana keadaan memperbesar kemungkinan

terjadinya ruptur perineum, dimana kejadian laserasi akan meningkat jika

bayi dilahirkan terlalu cepat dan tidak terkendali (Shinta, 2019) Menyatakan

bahwa robekan perineum spontan terjadi karena ketegangan didaerah

vagina pada saat persalinan, dan adanya perbedaan ukuran antara jalan lahir

dan janin serta psikologis ibu dalam menghadapi persalinan. Paritas juga

memiliki pengaruh terhadap ruptur perineum, tanpa penatalaksanaan yang


tepat, akan menyebabkan rasa tidak nyaman, perdarahan, termasuk

kematian pada ibu nifas (Noviani & Adnyani, 2020)

Menyatakan bahwa robekan perineum spontan terjadi karena

ketegangan didaerah vagina pada saat persalinan, dan adanya perbedaan

ukuran antara jalan lahir dan janin serta psikologis ibu dalam menghadapi

persalinan. Paritas juga memiliki pengaruh terhadap ruptur eperineum,

tanpa penatalaksanaan yang tepat, akan menyebabkan rasa tidak nyaman,

perdarahan, termasuk kematian pada ibu nifas (Noviani & Adnyani, 2020)

Dalam teori penelitian yang dilakukan oleh (Keintjem & Purwandari &

Lantaa, 2018) Partus presipitatus dapat menyebabkan ruptur perineum

bahkan robekan serviks yang dapat mengakibatkan perdarahan postpartum.

Partus presipitatus merupakan partus yang sudah selesai kurang dari tiga

jam. His yang terlalu kuat menyebabkan persalinan dalam waktu yang

sangat singkat. Pada partus presipitatus keadaan diawasi dengan cermat dan

episiotomy dilakukan pada waktu yang tepat untuk menghindari ruptur

perineum tingkat ketiga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden

yang mengalami partus presipitatus mengalami ruptur perineum terbanyak

dibanding yang tidak terjadi ruptur perineum (Shinta, 2019)

f) Partus lama

Partus lama adalah proses persalinan berlangusng lebih dari 24 jam

pada primigravida, 18 jam pada multigravida,persalinan yang lebih 24jam.

Partus lama dapat menimbulkan bahaya baik bagi ibu ataupun janin,
beratnya cidera makin meningkat dengan semakin lamanya proses

persalinan seperti meningkatnya insiden atonia uteri, laserasi, perdarahan,

infeksi yang merupakan penyebab faktor kematian ibu. Persalinan pada

primi biasanya lebih lama 5-6 jam daripada multi. Bila persalinan lama dapat

menimbulkan komplikasi-komplikasi baik terhadap ibu maupun terhadap

anak, dan dapat meningkatkan angka kematian ibu dan anak (Noviani &

Adnyani, 2020)

g) Persalinan kala II lama

Persalinan kala II lama dimana persalinan yang berlangsung maksimal

2 jam pada primigravida dan 1 jam pada multigravida. Lama persalinan

mempengaruhi rupture perineum, seperti pada kasus partus presipitatus

yaitu persalinan yang terjadi kurang dari 3 jam, persalinan yang terlalu

cepat menyebabkan ibu mengejan tidak terkontrol. Ruptur perineum

merupakan perlukaan pada otot perineum selama proses persalinan kala

II, hal ini dapat berulang pada persalinan berikutnya (Juliati, 2020)

Kepala janin yang akan lahir jangan ditahan terlalu lama, karena hal

ini akan menyebabkan asfiksia pada janin dan perdarahan dalam

tengkorak janin dan juga melemahkan otot-otot dan fasia pada dasar panggul

karena direnggangkan terlalu lama (Noviani & Adnyani, 2020)

Dalam penelitian (Noviani & Adiyani, 2020) Persalinan kala II lama

adalah persalinan yang sudah dipimpin meneran sampai 3 jam apabila

digunakan analgesia regional, sedangkan pada multigravida dibatasi 1 jam


dan diperpanjang sampai 2 jam apabila digunakan analgesia regional. Hasil

penelitian yang telah dilakukan bahwa prenatal yoga efektif dalam

memperpendek lama kala II persalinan.

h) Kesehatan Mental

Etymologis mental hygiene berasal dari kata: mental dan hygiene.

Hygeia ialah nama dewi kesehatan Yunani. Dan hygiene berarti: ilmu

kesehatan. Sedang mental (dari kata latin mens, mentis) artinya: jiwa,

nyawa, sukma, roh, semangat. Mental hygiene sering disebut pula sebagai

psiko-hygiene. Psyche (dari kata yunani psuche) artinya nafas, asas

kehidupan, hidup, jiwa, roh, sukma, semangat (Noviani & Adnyani, 2020)

Kesehatan jiwa adalah keadaan sejahtera di mana individu menyadari

potensi yang dimilikinya, mampu menanggulangi tekanan hidup normal,

bekerja secara produktif, serta mampu memberikan kontribusi bagi

lingkungannya. Dengan demikian, kesehatan jiwa mencakup aspek-aspek

fisik, psikologis, social (Noviani & Adnyani, 2020)

Kesehatan mental adalah pengetahuan dan perbuatan yang bertujuan

untuk mengembangkan dan memanfaatkan segala potensi, bakat dan

pembawaan yang semaksimal mungkin, sehingga membawa kepada

kebahagian diri dan orang lain, serta terhindar dari gangguan-gangguan dan

penyakit jiwa. Dapat dikatakan bahwa kesehatan mental adalah terhindarnya

seseorang dari gejala-gejala gangguan dan penyakit jiwa, dapat

menyesuaikan diri, dapat memanfaatkan segala potensi bakat yang ada


semaksimal mungkin dan membawa kepada kebahagian bersama serta

tercapainya keharmonisan jiwa dalam hidup. Faktor yang mempengaruhi

kesehatan mental sebagai berikut: (Noviani & Adnyani, 2020)

1) Biologis

Para ahli telah banyak melakukan studi tentang hubungan dimensi

biologis kesehatan mental. Berbagai penelitian itu telah memberikan

kesimpulan yang menyakinkan bahwa faktor biologis memberikan

kontribusi sangat besar bagi kesehatan mental. Karena itu, kesehatan

manusia khususnya di sini adalah kesehatan mental, tentunya tidak

terlepas dari dimensi biologis ini. Pada bagian ini akan dijelaskan tentang

hubungan tersebut khususnya beberapa aspek biologis yang secara

langsung berpengaru terhadap kesehatan mental, diantaranya otak, sistem

endokrin, genetik, sensori, kondisi ibu selama kehamilan

2) Psikologis

Aspek psikis manusia merupakan satu kesatuan dengan sistem biologis.

Sebagai subsistem dari eksistensi manusia, maka aspek psikis selalu

berinteraksi dengan keseluruhan aspek kemanusiaa. Karena itulah aspek

psikis tidak dapat dipisahkan dari aspek yang lain dalam kehidupan

manusia, diantaranya pengalaman awal, proses pembelajaran, kebutuhan

3) Sosial budaya

Lingkungan sosial sangat besar pengaruhnya terhadap kesehatan mental.

Lingkungan sosial tertentu dapat menopang bagi kuatnya kesehatan


mental sehingga membentuk kesehatan mental yang positif tetapi pada

aspek lain kehidupan sosial itu dapat pula menjadi stessor yang dapat

mengganggu kesehatan mental.

4) Lingkungan

Interaksi manusia dengan lingkungannya berhubungan dengan

kesehatannya. Kondisi lingkungan yang sehat akan mendukung kesehatan

manusia itu sendiri, dan sebaliknya kondisi lingkungan yang tidak sehat

dapat mengganggu kesehatannya termasuk dalam konteks kesehatan

mental

2. Faktor Janin

a) Berat Badan Bayi Baru Lahir

1) Pengertian

Berat badan janin dapat mengakibatkan terjadinya ruptur perineum

yaitu berat badan lebih dari 3500 gram, karena risiko trauma partus

melalui vagina seperti distosia bahu dan kerusakan jaringan luka pada

ibu (Fatimah, 2019).

2) Klasifikasi berat badan lahir rendah/kurang/lebih (Septiana, 2020).

 Bayi berat badan lahir rendah kurang dari 2500 gram.

 Bayi berat badan lahir cukup, memiliki berat lahir antara 2500-

4000 gram.

 Bayi berat badan lahir lebih > 4000 gram.


3) Faktor yang mempengaruhi berat badan lahir

Salah satu cara untuk menilai kualitas bayi adalah dengan

mengukur berat bayi pada saat lahir. Seorang ibu hamil akan melahirkan

bayi yang sehat bila tingkat kesehatan dan gizinya berada pada kondisi

yang baik. Status gizi ibu sebelum dan selama hamil dapat

mempengaruhi pertumbuhan janin yang sedang dikandung. Bila gtatus

gizi ibu normal pada masa sebelum dan selama hamil kemungkinan

besar akan melahirkan bayi yang sehat, cukup bulan dengan berat badan

normal. Dengan kata lain kualitas bayi yang dilahirkan sangat

tergantung pada keadaan gizi ibu sebelum dan selama hamil (Noviani &

Adnyani, 2020)

- Gizi makanan ibu berpengaruh pada pertumbuhan janin.

Pengaturan gizi yang baik akan berpengaruh positif, sedangkan bila

kurang baik maka pengaruhnya negatif. Pengaruh ini tampak jelas

pada bayi yang baru lahir dalam hal panjang dan besarnya. Panjang

dan besarnya bayi dalam keadaan normal bila gizi juga baik. Gizi

yang berlebihan mengakibatkan bayi terlalu panjang dan terlalu

besar. Bayi yang terlalu panjang dan terlalu besar bisa menyulitkan
proses kelahiran. Sedangkan ibu yang kekurangan gizi, bayinya

pendek, kecil, dan kondisi kesehatannya kurang baik.

- Aktifitas Fisik

Pada saat hamil ibu tetap perlu melakukan aktiftas fisik, Tetapi

terbatas pada aktifitas ringan. Aktifitas fisik yang berat bisa

menyebabkan keguguran kandungan, apalagi bila dilakukan pada

bulan-bulan awal kehamilan. Aktifitas fisik yang berat bisa

mengakibatkan kelelahan. Ibu hamil yang terlalu sering mengalami

kelelahan fisik, besarnya janin akan menyusut atau berkembangan

nya tidak baik.

- Kondisi Emosional

Suasana hati yang kelam dan emosi yang meledak-ledak dapat

mempengaruhi detak jantung, tekanan darah, produksi adrenalin,

aktivitas kelenjar keringat, sekresi asam lambung, dan lain-lain.

Perubahan yang terjadi pada fisik mempengaruhi aspek psikologis

dan sebaliknya, maka mudah bagi ibu hamil untuk mengalami

trauma. Menurut Shinto, trauma ini ternyata dapat dirasakan juga

oleh janin.

4) Hubungan berat badan lahir dengan kejadian rutur perineum

Dalam penelitian (Haryanti, 2018) mengatakan bahwa bayi baru

lahir normal adalah bayi lahir pada usia 37-42 minggu dan berat badan
lahir 2500-4000 gram, Berat badan janin dapat mengakibatkan

terjadinya rupture perineum yaitu berat badan janin>3500 gram, hal ini

dikarenakan resiko trauma partus melalui vagina seperti distosia bahu

serta kerusakan jaringan lunak pada ibu. Berat bayi lahir merupakan

faktor penyebab terjadinya ruptur perineum. Semaikin besar bayi

yang dilahirkan beresiko terjadinya ruptur perineum (Nikmah, 2018).

Menurut teori dan peneliti (Juliati,2020) berat bayi lahir yaitu

berat badan bayi yag ditimbang sesaat setelah bayi dilahirkan. Semakin

besar bayi yang dilahirkan meningkatkan resiko terjadinya ruptur

perineum, hasil penelitian yang dilakukan hubungan berat bayi lahir

dengan kejadia ruptur perineum bahwa dari 97 responden yang

dilakukan penelitian mayonritas dengan berat bayi lahir >2500-

4000 gram, sebanyak 43 responden (44.3%) menurut peneliti semakin

besar bayi yang lahir melalui jalan lahir ibu, maka

dimungkinkan semakin besar mengalami ruptur perineum. Berat

bayi lahir berpengaruh pada peregangan perineum sehingga pada

perineum yang kaku mudah terjadi ruptur (Juliati, 2020).

Hasil penelitian (Haryanti, 2018) mengatakan bahwa bayi baru

lahir normal adalah bayi lahir pada usia 37-42 minggu dan berat

badan lahir 2500-4000 gram, Berat badan janin dapat mengakibatkan

terjadinya ruptur perineum yaitu berat badan janin 22>3500 gram,


hak ini dikarenakan resiko trauma partus melalui vagina seperti

distosia bahu serta kerusakan jaringan lunak pada ibu.

5) Presentasi Janin

Presentasi digunakan untuk menentukan bagian yang ada di

bagian bawah rahim yang dijumpai pada palpasi atau pada

pemeriksaan dalam, macam-macam presentasi antara lain: presentasi

kepala, muka, dahi, dan bokong.

 Presentasi belakang kepala

Dalam teori penelitian (Rahayu Puspito, 2016) disebutkan

bahwa ruptur perineum terjadi pada saat pengeluaran bayi atau

pada kala II persalinan, bagian kepala janin berada didasar panggul,

sehingga memberi tempat bagian terdepan kepala janin perineum

teregang, periuem tersebut harus ditahan dengan tangan penolong

persalinan untuk menghindari terjadinya ruptur perineum. Selain

menahan perineum yang meregang bidan dapat menhan

subocciput janin agar tidak terlalu cepat melakukan defleksi. Hasil

penelitian distribusi presentsai janin sebagian besar masuk dalam

kategori normal (belakang kepala) yang mengalami ruptur perineum

sebanyak 357 (92%) dan ibu dengan preesntasi tidak normal


(dahi, muka, bokong yang mengalami rupture perineum sebanyak

12 responden.

 Presentasi defleksi

Malpresentasi berpengaruh terhadap persalinan, adaptasi bagian

terendah janin dengan servix dan panggul yang kurang simetris

merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi efisiensi

persalinan, pengaruh pada ibu pada persalinan berjalan lama,

perineum dan jaringan lunak lebih tegang, sehingga terjadi robekan

pada uterus servix dan vagina (Noviani & Adnyani, 2020)

Presentasi defleksi dibagi menjadi 3 : defleksi ringan (puncak

kepala), defleksi sedang (presentasi dahi) dan defleksi maksimal

(presentasi muka). Pada sikap defleksi sedang, janin dengan

ukuran normal tidak mungkin dapat dilahirkan secara pervaginam

Presentasi muka dapat lahir spontan bila dagu di depan. Pada

umumnya partus lebih lama kemungkinan ruptur perineum lebih

besar. Jika letak dahi menetap, prognosis buruk, kecuali jika

anak kecil. Persalinan letak dahi sebaiknya dengan seksio

sesarea, mengingat bahaya-bahaya untuk ibu dan anak. Dalam

penelitian (Nikmah, 2018). Faktor janin yang menyebabkan

terjadinya ruptur perineum antara lain kepala janin besar dan

janin besar, presentasi defleksi, letak sungsang dan after


coming head, macrosomia, distosia bahu, berat badan bayi (Noviani

& Adnyani, 2020)

 Presentasi bokong

Presentasi bokong memiliki letak memanjang dengan kelainan

dalam polaritas. Presentasi bokong dapat dibedakan menjadi 4

macam yaitu, presentasi bokong murni, bokong murni, presentasi

bokong kaki dan presentasi bokong lutut. Kesulitan pada persalinan

bokong adalah terdapat peningkatan resiko infeksi pada ibu. Berbagai

perasat intra uteri, khususnya segmen bawah uterus yang sudah tipis

atau persalinan setelah coming head lewat servik yang belum

berdilatasi lengkap, dapat mengakibatkan rupture uteri, laserasi

serviks, ataupun keduanya (Juliati, 2020).

3. Riwayat Persalinan

Episiotomi adalah suatu tindakan insisi pada perineum yang menyebabkan

terpotongnya selaput lender vagina, cincin selaput dara, jaringan pada

septum rectovaginal, otot-otot dan fasia perineum dan kulit sebelah depan

perineum, episiotomy dilakukan karena indikasi janin pada persalinan

prematur, persalinan letak sungsang, untuk mencegah terjadinya trauma

berlebihan pada kepala janin (Juliati, 2020).

4. Dukungan Bidan

a. Pengertian
Bidan adalah seseorang yang mampu dan berwenang dalam

memberikan asuhan persalinan. Pemimpin persalinan merupakan salah

satu penyebab terjadinya ruptur perineum, sehingga sangat diperlukan kerja

sama dengan ibu dan penggunaan perasat manual yang dapat mengatur

ekspulsi kepala, bahu dan seluruh tubuh bayi untuk mencegah laserasi (Juliati,

2020).

Bidan merupakan seseorang yang dihargai dan dihormati oleh masyarakat

karena mereka berstatus sesuai dengan tingkat pendidikannya. Perannya

dalam kesehatan sangat dibutuhkan, maka dari itu petugas kesehatan harus

mampu memberikan kondisi yang dapat mempengaruhi perilaku positif

terhadap kesehatan, salah satunya pada ibu-ibu dalam proses pendamipingan

dalam persalinan. Pengaruh tersebut tergantung pada komunikasi persuasif

yang ditujukan pada ibu, yang meliputi perhatian, pemahaman (Noviani &

Adnyani, 2020)

b. Hubungan dukungan bidan terhadap terjadinya ruptur perineum

Bidan adalah peletak dasar kecerdasan anak-anak Indonesia karena

membimbing ibu untuk meminimalisir terjadinya komplikasi pada persalinan.

Sikap dan perilaku bidan dapat menjadi contoh atau acuan bagi masyarakat

tentang hidup sehat. Melihat dari hasil penelitian, diupayakan selain adanya

dukungan dari bidan, dan dukungan dari dalam ibu sendiri tentang pentingnya

dukungan dalam persalinan dan cara mengejan untuk meminimalisir

terjadinya ruptur (Lestari, 2017).


c. Cara pengukuran dukungan bidan

Dalam mengukur dukungan bidan yang di jadikan acua atau rumus untuk

di gunakan untuk menghitung berapa besar peran atau dukungan bidan dalam

keberlangsungan dalam proses persalinan yaitu:

 Tidak Mendukung (skor = 4 median)

 Mendukung (skor > 4 median)

5. Dukungan Suami

a. Pengertian

Dukungan suami adalah komunikasi verbal dan non-verbal, saran,

bantuan yang nyata atau tingkah laku yang diberikan oleh suami terhadap ibu

hamil didalam lingkungan sosialnya. Dukungan suami juga nerupakan

pemberian perhatian akan membantu istri dalam mendapatkan kepercayaan

diri dan harga diri sebagai seorang istri dimana perhatian suami membuat istri

merasa lebih yakin sehingga istri bahagia menjadi ibu bagi anaknya (Adhim,

2016).

b. Fungsi dukungan suami

Suami memiliki beberapa fungsi dukungan yaitu (Friedman, 2015) :

1) Dukungan Emosional

Dukungan emosional adalah tingkah laku yang berhubungan dengan rasa

tenang, senang, rasa memiliki, kasih sayang pada anggota keluarga baik
pada anak maupun orang tua. Dukungan emosional mencakup ungkapan

empati, kepedulian, dan perhatian terhadap orang yang bersangkutan

2) Dukungan Informasional

Dukungan informasional adalah tingkah laku yang berhubungan dengan

pemberian informasi dan nasehat. Dukungan informasional yaitu

memberikan penjelasan tentang situasi dan gejala sesuatu yang

berhubungan dengan masalah yang sedang dihadapi oleh individu.

Dukungan ini mencangkup; pemberian nasihat, saran, pengetahuan, dan

informasi serta petunjuk

3) Dukungan Instrumental

Dukungan instrumental adalah dukungan yang bersifat nyata dan dalam

bentuk materi dan waktu yang bertujuan untuk meringankan beban bagi

individu yang membutuhkan orang lain untuk memenuhinya. Suaminya

harus mengetahui jika istri dapat bergantung padanya jika istri

memerlukan bantuan. Bantuan mencangkup memberikan bantuan yang

nyata dan pelayanan yang diberikan secara langsung bisa membantu

seseorang yang membutuhkan

4) Dukungan Penghargaan

Dukungan penghargaan yaitu dukungan yang terjadi lewat ungkapan

hormat atau penghargaan positif untuk orang lain, dorongan maju atau

persetujuan dengan gagasan atau perasaan seseorang, dan perbandingan


positif antara orang tersebut denganorang lain yang bertujuan

meningkatkan penghargaan diri orang tersebut.

c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Dukungan Suami

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi dukungan suami adalah sebagai

berikut (Noviani & Adnyani, 2020):

1) Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan akan mempengaruhi wawasan dan pengetahuan

suami sebagai kepala rumah tangga semakin rendah pengetahuan suami

maka akses terhadap informasi kesehatan istrinya akan berkurang

sehingga suami akan kesulitan mengambil keputusan secara cepat dan

efektif

2) Pendapatan

Pada masyarakat kebanyakan 75%-100% pengahasilannya digunakan

untuk membiayai keperluan hidupnya bahkan banyak keluarga rendah

yang setiap bulan bersaldo rendah sehingga pada akhirnya ibu hamil tidak

diperiksakan ke pelayanan kesehatan karena tidak mempunyai

kemampuan untuk membiayai.

3) Budaya

Diberbagai wilayah Indonesia terutama di dalam masyarakat yang masih

tradisional menganggap istri adalah konco wingking, yang artinya bahwa


kaum wanita tidak sederajat dengan kaumpria, dan wanita hanyalah

bertugas untuk melayani kebutuhan dan keinginan suami saja

4) Status Perkawinan

Pasangan dengan status perkawinan yang tidak sah akan berkurang

bentuk dukunganya terhadap pasangannya, dibanding dengan pasangan

yang status perkawinan yang sah

5) Status Sosial

Ekonomi Suami yang mempunyai status sosial ekonomi yang baik akan

lebih mampu berperan dalam memberikan dukungan pada istrinya

(Noviani & Adnyani, 2020)

6. Dukungan Emosional

Mencakup ungkapan empati, kepedulian, dan perhatian terhadap individu

yang bersangkutan serta memberikan rasa aman, rasa saling memiliki dan rasa

dicintai (Juliati, 2020).

2.1.4 Tanda Dan Gejala Robekan Jalan Lahir

Menurut (Juliati, 2020) tanda dan gejala robekan jalan lahir adalah sebagai

berkut:

1) Perdarahan segera

2) Darah segar yang mengalir segera setelah bayi lahir


3) Uterus kontraksi baik

4) Plasenta baik

5) Pucat

6) Lemah

7) Menggigil

2.1.5 Komplikasi Robekan Jalan Lahir

Menurut (Fatimah, 2019), risiko komplikasi yang mungkin terjadi jika

rupture perineum tidak segera di atasi :

1) Perdarahan

Dalam teori peneliti (Bahiyatun, Widyawati, 2015) Salah satu

penyebab perdarahan setelah melahirkan adalah kontraksi uterus yang

lemah, yang terjadi karena ibu kelelahan saat meneran selama persalinan

berlangsung. Penyebab perdarahan post partum adalah atonia uteri

60%,plasenta restan 24%, retensio plasenta 17 %, laserasi jalan lahir 5%,

dan kelainan darah 0,8%. Seorang wanita dapat meninggal karena

perdarahan pasca persalinan dalam waktu satu jam setelah melahirkan.

Penilaian dan penatalaksanaan yang amat cermat selama kala satu persalinan

dan kala empat persalinan yang sangat penting. Pada luka robekan yang

kecil dan superfisial tidak terjadi perdarahan yang banyak, akan tetapi jika

robekan lebar dan dalam, mengenai pembuluh darah dapat menimbulkan


perdarahan yang hebat bila tidak ditangani dengan segera. (Wiknjosastro,

2018).

2) Hematoma

Hematom dapat terjadi akibat trauma partus pada persalinan karena

adanya penekanan kepala janin serta tindakan persalinan yang ditandai

dengan rasa nyeri pada perineum dan vulva berwarna biru dan merah.

Hematoma terjadi karena robeknya pembuluh darah terutama vena yang

terletak di bawah kulit alat kelamin luar dan selaput lendir vagina, hal ini

terjadi pada pengeluaran, atau setelah penjahitan luka robekan yang tidak

sempurna (Wiknjosastro, 2018)

3) Fistula

Fistula dapat terjadi tanpa diketahui penyebabnya karena perlukaan

pada vagina menembus kandung kencing atau rektum. Jika kandung

kencing luka, maka air kencing akan segera keluar dari vagina. Fistula dapat

menekan kandung kencing atau rectum yang lama antara kepala janin dan

panggul, sehingga terjadi iskemia. Fistula dapat terjadi pada persalinan lama,

dinding dan dasar vesika urinaria tertekan dalam waktu lama antara kepala

dan tulang paggul, sehingga menyebabkan terjadinya nekrosis jaringan,

sehingga terjadi fistula antara vesika urinaria dengan vagina) (Wiknjosastro,

2018)

4) Infeksi
Infeksi pada masa nifas adalah peradangan disekitar alat genitalia

pada kala nifas. Perlukaan pada persalinan merupakan tempat masuknya

kuman kedalam tubuh sehingga dapat menimbulkan infeksi. Jika robekan

tidak ditangani dengan semestinya dapat terjadi infeksi bahkan dapat

menimbulkan sistemik (Saifuddin, 2018)

2.1.6 Penjahitan Robekan Perineum

Menurut (Fatimah, 2019) teknik penjahitan robekan perineum sebagai berikut:

1) Pengertian Penjahitan

Luka adalah suatu tindakan untuk mendekatkan tepi luka dengan

benang sampai sembuh dan cukup untuk menahan beban fisiologis.

2) Tujuan Penjahitan Luka adalah :

a. Menutup ruang pada jaringan yang mati.

b. Meminimalkan terjadinya risiko perdarahan dan infeksi luka.

c. Mendekatkan antara tepi kulit yang terluka untuk hasil yang lebih estetika

dan fungsional)

d. Mendukung dan memperkuat penyembuhan luka sampai meningkatkan

kekuatan tarik luka.

3) Prinsip Penjahitan Luka perineuma


Ibu dalam posisi litotomi, penggunaan cahaya yang cukup terang,

tindakan cepat, teknik yang sterile. Bekerja hati-hati kassa jangan sampai

tertinggal divagina.

4) Tujuan Penjahitan Luka

Untuk mendekatkan jaringan-jaringan perlukaan sehingga proses

penyembuhan bias terjadi, proses penyembuhan itu bukanlah hasil dari

penjahitan tetapi dari hasil pertumbuhan jaringan untuk menghentikan

perdarahan

2.2 Persalinan Pervaginam

2.2.1 Definisi Persalinan

Adalah proses pengeluaran bayi dengan usia kehamilan cukup bulan, letak

memanjang atau sumbu badan, presentasi belakang kepala, keseimbangan diameter

kepala bayi dan panggul, serta dengan tenaga ibu sendiri (Wiknjosastro, 2018b).

Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan plasenta) yang

telah cukup bulan atau dapat hidup diluar kandungan melalui jalan lahir atau

jalan lain, dengan bantuan atau tanpa bantuan yaitu dengan kekuatan sendiri

(Rosyati, 2017).

Persalinan normal yaitu suatu proses alamiah yang dialami oleh ibu hamil,

untuk mengeluarkan hasil konsepsi yang telah menjadi janin, proses alamaiah terjadi

di latasi serviks, lahirnya bayi dan plasenta dari Rahim ibu. Persalinan adalah
lahirnya bayi dan plasenta melalui Rahim ibu dengan menggunakan jalan lahir

(Wahyuni & Hardayanti, 2018).

2.2.2 Faktor Faktor yang Mempengaruhi Persalinan

Faktor-faktor yang mempengaruhi persalinan

a. Passenger (janin dan plasenta)

Malpresentasi atau malformasi janin dapat mempengaruhi persalinan

normal. Pada faktor passenger terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi

yaitu ukuran kepala janin, presentasi, letak, sikap dan posisi janin. Karena

plasenta juga harus melalui jalan lahir, maka ia dianggap sebagai penumpang

yang menyertai janin (Yulizawati, Aldina, 2017).

b. Passage away (jalan lahir)

Jalan lahir terdiri dari panggul ibu, yakni tulang padat, dasar

panggul, vagina, dan introitus (lubang luar vagina). Meskipun jaringan lunak

khususnya lapisan-lapisan otot dasar panggil ikut menunjang keluarnya

bayi, tetapi panggul ibu jauh lebih berperan dalam proses persalinan. Janin

harus berhasil menyesuaikan dirinya terhadap jalan lahir yang relatif

kaku (Yulizawati, Aldina, 2017).

c. Power (kekuatan)

His adalah salah satu kekuatan pada ibu yang menyebabkan serviks

membuka dan mendorong janin ke bawah. Pada presentasi kepala, bila his
sudah cukup kuat, kepala akan turun dan mulai masuk ke dalam panggul

(Yulizawati, Aldina, 2017)

d. Position

Posisi ibu mempengaruhi adaptasi anatomi fisiologi persalinan. Posisi

tegak memberi sejumlah keuntungan. Mengubah posisi membuat rasa letih

hilang, memberi rasa nyaman, dan memperbaiki sirkulasi. Posisi tegak

meliputi posisi berdiri, berjalan, duduk dan jongkok (Yulizawati, Aldina,

2017).

e. Psycologic Respon

Proses persalinan adalah saat yang menegangkan dan mencemaskan

bagi wanita dan keluarganya. Rasa takut, tegang dan cemas mungkin

mengakibatkan proses kelahiran berlangsung lambat. Respon tegang dapat

membuat perineum menjadi kaku dikarenakan adanya pengaturan nafas dan

mengejan yang tidak mengikuti instruksi dari petugas kesehatan yang

mengakibatkan ibu menjadi tegang dan perineum menjadi kaku. (Rosyati,

2017).

2.2.3 Tahapan Persalinan

Tahap –tahap persalinan dibagi menjadi empat yaitu:

1. Kala I (Pembukaan jalan Lahir)

Kala I persalinan dimulai sejak kontraksi uterus yang teratur dan diakhiri

dengan dilatasi serviks lengkap. Dilatasi lengkap dapat berlangsung kurang


dari satu jam pada sebagian kehamilan multipara. Pada kehamilan

pertama, dilatasi serviks jarang terjadi dalam waktu kurang dari 24 jam.

Proses membukanya serviks sebagai akibat his dalam 2 fase, yaitu : (Noviani

& Adnyani, 2020)

a. Fase laten, berlangsung selama 8 jam. Pembukaan terjadi sangat lambat

sampai mencapai ukuran diameter 3cm. fase laten diawali dengan mulai

timbulnya kontraksi uterus yang teratur yang menghasilkan perubahan

serviks.

b. Fase aktif dibagi dalam 3 fase, yakni:

 Fase akselerasi. Dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm menjadi 4

cm.

 Fase dilatasi maksimal. Dalam waktu 2 jam pembukaan

berlangsung sangat cepat, dari 4 cm menjadi 9 cm.

 Pembukaan deselerasi. Pembukaan menjadi lambat kembali. Dalam

waktu 2 jam pembukaan dari 9 cm menjadi lengkap.Fase-fase

tersebut dijumpai pada primigravida. Pada multigravida pun

dijumpai demikian akan tetapi terjadi dalam waktu yang lebih

pendek.

2. Kala II

Kala II persalinan adalah tahap dimana janin dilahirkan. Pada kala

II his menjadi lebih kuat dan lebih cepat, kira-kira 2 sampai 3 menit.
Saat kepala janin sudah masuk diruang panggul, maka pada his dirasakan

tekanan pada otot-otot dasar panggul. Yang secara reflektoris menimbulkan

rasa mengedan.

3. Kala III

Kala III persalinan berlangsung sejak janin lahir sampai plasenta

lahir. Setelah bayi lahor, uterus teraba dengan fundus uteri agak di atas pusat.

Beberapa menit kemudian, uterus berkontraksi lagi untuk melepaskan

plasenta dari dindingya. Biasanya plasenta lepas 6 sampai 15 menit setelah

bayi lahir dan keluar spontan atau degan tekanan pada fundus uteri

(Wiknjosastro, 2018).

4. Kala IV

Kala IV persalinan ditetaplan berlangsung kira-kira dua jam plasenta

lahir. Periode ini merupakan masa pemulihan yang terjadi segera jika

homoestasis berlangsung dengan baik. Pada tahap ini, kontraksi otot rahim

meningkat sehingga pembuluh darah terjepit untuk menghentikan

perdarahan. Pada kala ini dilakukan observasi terhadap tekanan

darah,pernapasan, nadi, kontraksi otot rahim dan perdarahan selama 2 jam

pertama. Setelah 2 jam bila keadaan baik, ibu dipindahkan ke ruangan

bersama bayinya (Wiknjosastro, 2018).


2.3 Kerangka Teori

Berdasarkan kajian teori yang telah diuraikan di atas, maka kerangka teori

dalam penelitian ini dapat di visualisasikan sebagai mana yang terlihat pada

Gambar 2.1 berikut:

Tabel 2.1

Kerangka Teori

Faktor Terjadinya Ruptur Perineum :

Faktor Ibu

Umur, Paritas, Faktor Janin


Jarak Persalinan, Episiotomy
Lama Persalinan kala I Berat lahir bayi Dukungan Bidan
Persalinan kala 2, lama Presentasi janin Dukungan Bidan
Persalinan, presipitatus, Posisi janin
Partus Lama,
Kesehatan Mental
Sumber: Fatimah, 2019 dan Bobak 2014

2.4 Kerangka Konsep

Kerangka konsep merupakan abstraksi yang berbentuk oleh generalisasi dari

hal-hal yang khusus, oleh karena itu konsep merupakan abstraksi, maka konsep

tidak langsung diamati atau diukur (Wiknjosastro, 2018).

Tabel 2.2
Kerangka Konsep
Variabel Independen Variabel Dependen
1) Berat Lahir Bayi
2) Jarak Persalinan Kejadian Ruptur Perineum
3) Kesehatan Mental Ibu Pada Ibu bersalin
4) Dukungan Suami
5) Dukungan Bidan

2.5 Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah jawaban awal yang berasal dari penelitian, tolak ukur,

atau pernyataan sebelumnya, yang kebenarannya akan dibuktikan dengan penelitian

(Notoatmodjo, 2018). Hipotesis dari penelitian ini adalah:

1. Ha:
a. Ada hubungan berat badan bayi lahir dengan kejadian ruptur perineum di

wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Sobang Kabupaten Lebak

b. Ada hubungan jarak persalinan dengan kejadian ruptur perineum di

wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Sobang Kabupaten Lebak

c. Ada hubungan kesehatan mental ibu dengan kejadian ruptur perineum

wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Sobang Kabupaten Lebak

d. Ada hubungan dukungan suami dengan kejadian ruptur perineum di

Puskesmas Kecamatan Sobang Banten

e. Ada hubungan dukungan bidan dengan kejadian ruptur perineum di

Puskesmas Kecamatan Sobang Banten

2. Ho:

a. Tidak ada hubungan berat badan bayi lahir dengan kejadian ruptur

perineum di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Sobang Kabupaten

Lebak

b. Tidak ada hubungan jarak persalinan dengan kejadian ruptur perineum di

wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Sobang Kabupaten Lebak

c. Tidak ada hubungan kesehatan mental ibu dengan kejadian ruptur

perineum wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Sobang Kabupaten Lebak

d. Tidak ada hubungan dukungan suami dengan kejadian ruptur perineum di

Puskesmas Kecamatan Sobang Banten

e. Tidak ada hubungan dukungan bidan dengan kejadian ruptur perineum di

Puskesmas Kecamatan Sobang Banten


BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Desain penelitian adalah sesuatu yang sangat penting dalam penelitian,

memungkinkan pengontrolan maksimal beberapa faktor yang dapat mempengaruhi

akurasi hasil. Desain penelitian ini adalah penelitian analitik yang dilakukan dengan

menganalisa hubungan/pengaruh antara variabel independen dengan variabel

dependen melalui pendekatan “Cross sectional” yaitu rancangan penelitian yang

pengukuran dan pengamatannya dilakukan secara simultan (Sugiyono, 2019).

Tujuannya untuk mengetahui faktor-faktor kejadian ruptur perineum pada ibu

bersalin di wilayah kerja puskesmas kecamatan Sobang kabupaten Lebak provinsi

Banten tahun 2022. Adapun variabel independen (bebas) yaitu berat badan lahir

(BBL), jarak persalinan, kesehatan mental ibu, dukungan suami dan dukungan bidan

sedangkan variabel dependen (terikat) yaitu kejadian ruptur perineum.

3.2 Populasi dan Sampel

3.2.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian atau obyek yang diteliti

(Notoatmodjo, 2018). Populasi dalam penelitian ini adalah ibu bersalin normal

di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Sobang Kabupaten Lebak. Jumlah

populasi dalam penelitian ini sebanyak 149 orang.


3.2.2 Sampel

Sampel merupakan representasi populasi yang dijadikan sumber informasi

bagi semua data. Menentukan besar sampel merupakan aspek penting dalam

rancangan penelitian, dan dalam penelitian ini menggunakan rumus sebagai

berikut (Notoatmodjo, 2018).

N
n=
1+N (d 2 )

Keterangan :

n : Jumlah sampel

N : Besar populasi
d : Tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan (0,05)

149
n=
1+149(0 , 05 ) 2

149
n=
1+149(0,00025 )
149
n=
1+0, 3725
149
n=
1,3725

n = 108,5
n = 108 Orang
1.

Berdasarkan perhitungan diatas, maka sampel yang digunakan adalah 108

responden.

Subjek yang memenuhi syarat untuk berpartisipasi dalam penelitian ini

disaring berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditetapkan.

a. Kriteria Inklusi

Kriteria Inklusi adalah karakteristik umum subjek peneliti dari suatu

populasi target yang terjangkau dan akan di teliti (Nursalam, 2013).

Adapun kriteria inklusi dari responden yang dapat menjadi sampel

peelitian adalah:

1) Ibu bersalin pervaginam

2) Umur kehamilan 36-42 minggu

3) Bersedia untuk dijadikan responden.

b. Kriteria Eksklusi

Kriteria ekslusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan subjek yang

memnuhi kriteria inklusi ( Nursalam, 2013). Adapun kriteria eksklusi dari

penelitian ini adalah catatan medik yang tidak lengkap.

1) Ibu bersalin bukan pervaginam

2) Umur kehamilan < 36 minggu


3) Tidak bersedia untuk dijadikan responden.

3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.3.1 Lokasi

Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Sobang

Kabupaten Lebak, Banten

3.3.2 Waktu

Penelitian ini dilakukan dimulai pada bulan November 2022 sampai dengan

Desember 2022.

3.4 Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal

tersebut, kemudian ditarik kesimpulan (Sugiono, 2019). Variabel dalam

penelitian ini adalah:

1) Variabel Independen adalah Berat lahir bayi, jarak persalinan, kesehatan

mental ibu, dukungan suami, dukungan bidan.

2) Variabel Dependen adalah kejadian ruptur perinium pada ibu bersalin


3.5 Definisi Operasional

Klasifikasi variabel dan definisi operasional dibuat dalam bentuk table

dengan rincian sebagai berikut:

No Variabel Definisi Alat Ukur Cara ukur Hasil Ukur Skala


Operasional

1 Dependen

Ruptur Robeknya perineum Kuesioner Observasi 0: Ruptur perineum Ordinal


Perineum saat bayi lahir dan Rekam 1: Tidak ruptur
secara spontan Medis perineum
(Noviani, 2020) (Wiknjosastro, 2018).

2 Independen
Berat lahir Berat badan bayi Kuesioner Observasi 0: Tidak normal Ordinal
bayi yang ditimbang 24 dan Rekam (<2500 gram)
jam pertama Medis 1: Normal (2500-
4000 gram)
melahirkan
(Wiknjosastro, 2018).
(Manuaba, 2016)
Jarak Rentang waktu Kuesioner Wawancara 0: Jarak kehamilan Ordinal
Persalinan persalinan pertama < 2 tahun
dengan persalinan 1: Jarak kehamilan
>2tahun
berikutnya (Rahayu,
(Rahayu, 2018)
2018)
Kesehatan Kesehatan jiwa ibu Kuesioner Wawancara 0: Tidak baik jika Ordinal
Mental Ibu pada saat proses skor < median
bersalin 1: Baik, jika skor
> median
(Notoadmodjo,
2018)
Dukungan Dukungan yang Kuesioner Wawancara 0: Tidak baik, jika Ordinal
Suami diberikan suami skor < median
pada saat ibu proses 1: Baik, jika skor
> median
bersalin
(Notoadmodjo,
2018)
Dukungan Dukungan yang Kuesioner Wawancara 0: Tidak Baik jika Ordinal
Bidan diberikan bidan pada skor < median
saat ibu proses 1: Baik, jika skor
> median
bersalin
(Notoadmodjo,
2018)
3.5 Prosedur Pengumpulan Data

a. Data primer

Peneliti mengumpulkan data primer secara formal kepada responden

yang dimana menggunakan kuesioner, yang berisikan beberapa pertanyaan

dan observasi kepada responden sehingga data yang didapat langsung

meliputi; data identitas responden meliputi nama, umur, alamat dan pekerjaan,

faktor faktor terjadinya ruptur perineum (Notoadmodjo, 2018)

b. Data sekunder

Data sekunder merupakan data yang didapatkan secara tidak langsung

sehingga hanya diperoleh dengan mengumpulkan data awal melalui buku

laporan yang ada di Puskesmas Kecamatan Sobang Kabupaten Lebak.

3.6 Uji Validitas dan Reablitas

Salah satu masalah dalam suatu penelitian adalah bagaimana data yang

diperoleh adalah akurat dan objektif. Hal ini sangat penting dalam penelitian

karena kesimpulan peneliti yang akan dapat dipercaya (akurat). Data yang kira

kumpulkan tidak akan berguna bila mana alat pengukuran yang digunakan untuk

mengumpulkan data penelitian tidak mempunyai validitas dan reabilitas yang

tinggi (Notoadmodjo, 2018).


3.6.1 Uji Validitas

Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana

ketepatan suatu alat ukur dalam mengukur suatu data. Misalnya bila seseorang

akan mengukur cincin maka dia harus menggunakan timbangan emas. Dilain

pihak bila seseorang ingin menimbang berat badan, maka dia harus

menggunakan timbangan berat badan. Jadi dapat disimpulkan bahwa

timbangan emas valid untuk mengukur berat cincin, tapi timbangan emas

tidak valid untuk menimbang berat badan.

Untuk mengetahui validitas suatu instrumen (dalam hal ini kuesioner)

dilakukan dengan cara melakukan korelasi antara skor masing-masing

variabel dengan skor totalnya. Suatu variabel (pertanyaan) dikatakan valid

bila skor variabel tersebut berkorelasi secara signifikan dengan skor totalnya.

Keputusan uji validitas yaitu sebagai berikut: (Notoadmodjo, 2018)

1. Bilai nilai r hitung lebih besar dari r tabel yang artinya variabel valid

2. Bila nilai r hitung lebih kecil atau sama dengan r tabel yang artinya

variabel tidak valid


3.6.2 Uji Reliabilitas

Reliabilitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan sejauh mana hasil

pengukuran tetap konsisten bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih

terhadap gejala yang sama dan dengan alat ukur yang sama. Misalnya

seseorang ingin mengukur jarak dari satu tempat ketempat lain dengan

menggunakan dua jenis alat ukur, yang bertama dengan meteran yang dibuat

dari logam, sedangkan alat ukur kedua dengan menghitung langkah kaki.

Pengukuran dengan meteran logam akan mendapatkan hasil yang sama kalau

pengukurannya di ulang dua kali atau lebih. Sebaliknya pengukuran yang

dilakukan dengan kaki, nesar kemungkinan akan didapatkan hasil yang

berbeda kalau pengukurannya diulang dua kali atau lebih. Dari ilustrasi ini

bearti meteran logam lebih reliabel dibandingkan langkah kaki untuk

mengukur jarak (Notoadmodjo, 2018)

Pertanyaan dikatakan reliabel jika jawaban seseorang terdapat

pertanyaan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Jadi jika

misalnya responden menjawab “tidak setuju” terhadap prilaku meroko dapat

mempertinggi kepercayaan diri maka jika beberapa waktu kemudian ia

ditanya lagi untuk hal yang sama, maka seharusnya tetap konsisten pada

jawaban semua yaitu tidak setuju. Pengukuran reabilitas pada dasarnya dapat

dilakukan dengan dua cara:


1. Repeated measure atau ukur ulang. Pertanyaan ditanyakan pada

responden berulang pada waktu yang berbeda (misal sebulan kemudian)

dan kemudian dilihat apakah ia tetap konsisten dengan jawabannya.

2. One shot atau diukur sekali saja. Disini pengukurannya hanya sekali dan

kemudian hasilnya dibandingkan dengan perntanyaan lain. Pada

umumnya pengukuran dilakukan dengan one shot dengan beberapa

pertanyaan.

Pengujian reabilitas dimulai dengan menguji validitas terlebih dahulu.

Jadi jika pertanyaan tidak valid, maka pertanyaan tersebut dibuang.

Pertanyaan-pertanyaan yang sudah valid kemudian baru secara bersama-sama

diukur reabilitasnya. Untuk mengetahui reabilitas dilakukan dengan cara

melakukan uji Crombach Alpha dengan hasil uji keputusan:

1. Crombach Alpha >0,06 artinya variabel reliabel

2. Crombach Alpha <0,06 artinya variabel tidak reliabel

3.7 Pengolahan Data

Menurut Notoatmodjo (2018), dalam proses pengolahan data terdapat

langkah-langkah yang harus ditempuh sebagai berikut:

a. Editing (penyuntingan data)

Hasil yang didapatkan dari wawancara atau angket yang didapatkan dan

dikumpulkan melalui kuesioner alangkah baiknya diedit terlebih dahulu. Jika


terdapat data ataupun informasi yang kurang lengkap dan tidak mungkin

dilakukan wawancara ulang, maka kuesioner tersebut dikeluarkan (dropout).

b. Coding

Lembaran atau kartu kode merupakan suatu instrumen yang berupa kolom-

kolom untuk merekam data secara manual. Pada lembaran atau kode-kode

tersebut berisi nomor responden dan nomor-nomor dari pertanyaan. Dalam

penelitian ini peneliti menggunakan beberapa kode pada bagian-bagian

tertentu agar mempermudah pada tahap pentabulasi dan analisa data.

c. Scoring

Scoring merupakan hasil yang didapatkan dari perhitungan skor berdasarkan

setiap jawaban yang diisi oleh responden. Tahap ini dilakukan oleh peneliti

apabila responden telah memberikan jawaban dari pertanyaan yang terdapat

pada kuesioner. (Notoatmodjo, 2018)

d. Tabulasi (Penyusunan Data)

Tabulasi yaitu proses memasukan data pada tabel-tabel yang telah disesuaikan

dengan variabel dan mengatur angka tersebut untuk selanjutnya dihitung.

3.8 Analisis Data

1. Analisis Univariat

Analisis univariat merupakan analisis yang dilakukan pada sebuah

variabel. Pada suatu penelitian yang dilakukan baik yang didapatkan melalui

wawancara, observasi, kuesioner maupun dokumentasi, analisis univariat


dapat disajikan dalam bentuk; tendensi sentral, distribusi frekuensi dan nilai

sebar dari variabel. (Hasmi, 2016).

2. Analisis Bivariat

Setelah data dianalisis secara univariat kemudian dilanjutkan dengan

analisis bivariat dari hasil penelitian terkumpul selanjutnya dilakukan analisis

data dengan software, analisis data dapat dilakukan dengan cara kuantitatif

dengan menggunakan uji kuadrat (chi square). Analisa bivariat dalam

penelitian ini bertujuan untuk menganalisa mengenai faktor-faktor yang

mempengaruhi terjadinya ruptur perineum di Puskesmas Kecamatan Sobang

Kabupaten lebak Tahun 2022. Selanjutnya uji signifikansi antara data pada

variabel dependen dan variabel independen menggunakan batas kemaknaan

(α= 0,05) artinya bila diperoleh p ≤ α berarti signifikan ada hubungan antara

variabe dependen dan variabel independen, namun apabila nilai p>α berarti

tidak ada hubungan antara variabel dependen dan variabel independen.


3.9 Etika Penelitian

Etika merupakan ilmu ataupun wawasan yang membahas manusia, dalam hal

ini memiliki keterkaitan dengan perilakunya terhadap sesama manusia. Dalam

kegiatan keilmuan yang berupa suatu penelitian dengan melibatkan sesama

manusia sebagai objek dari penelitian juga tidak terlepas dari sopan santun atau

etika. (Notoatmodjo, 2018)

Pada penelitian yang dilakukan, maka peneliti menyertakan pengajuan

permohonan izin kepada instansi tempat penelitian dalam hal ini di Puskesmas

Kecamatan Sobang Banten. Setelah mendapat persetujuan selanjutnya dilakukan

penelitian dengan menerapkan etika penelitian yang meliputi:

1. Informed Consent

Informed consent berupa lembar persetujuan untuk menjadi responden, tujuan

pemberiannya agar subjek mengerti maksud dan tujuan penelitian dan

mengetahui dampaknya. Jika subjek bersedia, maka mereka harus

menandatangani lembar persetujuan dan jika responden tidak bersedia, maka

peneliti harus menghormati hak pasien.

2. Anonymity (tanpa nama)

Anonymity menjelaskan bentuk penulisan kuesioner dengan tidak perlu

mencantumkan nama pada lembar pengumpulan data, hanya menuliskan kode

pada lembar pengumpulan data.


3. Kerahasiaan

Menjelaskan masalah-masalah responden yang harus dirahasiakan dalam

penelitian. Kerahasiaan informasi yang telah dikumpulkan dijamin

kerahasiaan oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan

dalam hasil penelitian.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

2.6 Hasil Penelitian

1. Analisa Univariat

a. Distribusi Frekuensi Berat Badan Bayi Lahir Di Puskesmas Kecamatan

Sobang Banten tahun 2022

Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi Berat Badan Bayi Lahir Di Puskesmas Kecamatan
Sobang Bantentahun 2022

Berat badan lahir bayi Jumlah Presntase (%)


Tidak normal (<2500 dan >4000 gram) 44 47,8%
Normal (2500-4000gram) 48 52,2%
Total 92 100%
Berdasarkan tabel 4.1 diatas dapat dilihat bahwa frekuensi responden

berdasarkan berat badan lahir bayi di Puskesmas Kecamatan Sobang Banten

Tahun 2022 berat lahir bayi dengan kategori berat badan tidak normal

sebanyak 44 (47,8%) responden, berat badan bayi normal sebanyak 48

(52,2%) responden.

b. Distribusi Frekuensi Jarak Persalinan Di Puskesmas Kecamatan

Sobang Bantentahun 2022

Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Jarak Persalinan Di Puskesmas Kecamatan
Sobang Bantentahun 2022
Jarak persalinan Jumlah Presntase (%)
Jarak kelahiran 1 tahun 51 55,4%
Jarak kelahiran >2 tahun 41 44,6%
Total 92 100%
Berdasarkan tabel 4.2 diatas dapat dilihat bahwa frekuensi responden

berdasarkan jarak persalinan di Puskesmas Kecamatan Sobang Banten

Tahun 2022 dengan jarak kelahiran 1 tahun seanyak 51 (55,4,%) responden,

jarak kelahiran >2 tahun sebanyak 41 (44,6%) responden.

c. Distribusi Frekuensi Kesehatan Mental Ibu Di Puskesmas Kecamatan

Sobang Bantentahun 2022

Tabel 4.3
Distribusi Frekuensi Kesehatan Mental Ibu Di Puskesmas Kecamatan
Sobang Bantentahun 2022

Kesehatan mental ibu Jumlah Presntase (%)


Kesehatan mental tidak baik 49 53,3%
Kesehatan mental baik 43 46,7%
Total 92 100%
Berdasarkan tabel 4.3 diatas dapat dilihat bahwa frekuensi responden

berdasarkan jarak persalinan di Puskesmas Kecamatan Sobang Banten

Tahun 2022 dengan kateori kesehatan mental ibu baik sebanyak 49 (53,3%)

responden, kategori kesehatan mental tidak baik sebanyak 43 (46,7%)

responden.

d. Distribusi Frekuensi Dukungan Suami Di Puskesmas Kecamatan

Sobang Banten Tahun 2022

Tabel 4.4
Distribusi Frekuensi Dukungan Suami Di Puskesmas Kecamatan
Sobang Banten Tahun 2022
Dukungan suami Jumlah Presntase (%)
Dukungan suami tidak baik 46 50,0
Dukungan suami baik 46 50,0
Total 92 100%
Berdasarkan tabel 4.4 diatas dapat dilihat bahwa frekuensi responden

berdasarkan jarak persalinan di Puskesmas Kecamatan Sobang Banten


Tahun 2022 berdasarkan kategori dukungan suami dukungan suami baik

sebanyak 46 (50,0%) responden, dukungan suami dukungan suami tidak

baik sebanyak 46 (50,0%) responden

e. Distribusi Frekuensi Dukungan Bidan Di Puskesmas Kecamatan

Sobang Banten Tahun 2022

Tabel 4.5
Distribusi Frekuensi Dukungan Bidan Di PMB Suratini Amd. Keb
tahun 2022
Dukungan bidan Jumlah Presntase (%)
Dukungan bidan tidak baik 49 53,3%
Dukungan bidan baik 43 46,7%
Total 92 100%
Berdasarkan tabel 4.5 diatas dapat dilihat bahwa frekuensi responden

berdasarkan jarak persalinan di Puskesmas Kecamatan Sobang Banten

Tahun 2022 berdasarkan kategori dukungan bidan dengan kategori

dukungan bidan baik sebanyak 43 (46,7%) responden, dukungan bidan tidak

baik sebanyak 49 (53,3%) responden

f. Distribusi Frekuensi Kejadian Ruptur Perineum Di Puskesmas

Kecamatan Sobang Banten Tahun 2022

Tabel 4.6
Distribusi Frekuensi Kejadian Derajad Ruptur Perineum Di PMB
Suratini Amd. Keb tahun 2022
Ruptur uteri Jumlah Presntase (%)
Ruptur perineum 45 48,9%
Tidak ruptur perineum 47 51,1%
Total 92 100%
Berdasarkan tabel 4.6 diatas dapat dilihat bahwa frekuensi responden

berdasarkan derajad kejadian ruptur perineum di Puskesmas Kecamatan


Sobang Banten Tahun 2022 ruptur perineum sebanyak 45 (48,9%) dan yang

tidak mengalami ruptur perineum sebanyak 47 (51,1%)

2. Analisa Bivariat

a. Hubungan Berat Badan Bayi Lahir Dengan Kejadian Ruptur Perineum

Di Puskesmas Kecamatan Sobang Bantentahun 2022

Tabel 4.7
Hubungan Berat Badan Bayi Lahir Dengan Kejadian Ruptur
Perineum Di Puskesmas Kecamatan Sobang Bantentahun 2022
Berat badan lahir Kejadian ruptur perineum P value
Ruptur Tidak Total
perineum ruptur
N % N % N %
Berat badan tidak normal 27 29,3 17 18,5 44 47,8 0,022

Berat badan normal 18 19,6 30 32,6 48 52,2

Total 45 48,9 47 51,1 92 100

Berdasarkan tabel 4.7 diatas dapat diketahui dari jumlah responden

sebanyak 92 berdasarkan hubungan berat badan bayi lahir dengan kejadian

ruptur perineum di Puskesmas Kecamatan Sobang Banten Tahun 2022

dengan kategori berat badan bayi tidak normal dengan masalah kejadian

ruptur perineum terbanyak yaitu kategori ruptur perineum sebanyak 27

(29,3%) responden. Sedangkan berat badan normal dengan kejadian ruptur

perineum terbanyak dengan kategori tidak ruptur perineum 30 (32,6%)

responden.

Diketahui hasil nilai uji chi square untuk berat badan lahir bayi yaitu:

p-value 0,022< α (0,05) artinya Ha terima dan H0 ditolah yang artinya ada
hubungan berat badan bayi lahir dengan kejadian ruptur perineum di

Puskesmas Kecamatan Sobang Banten Tahun 2022

b. Hubungan Jarak Persalinan Dengan Kejadian Ruptur Perineum Di

Puskesmas Kecamatan Sobang Banten Tahun 2022

Tabel 4.8
Hubungan Jarak Persalinan Dengan Kejadian Ruptur Perineum
Di Puskesmas Kecamatan Sobang Banten Tahun 2022

Jarak persalinan Kejadian ruptur perineum P value


Ruptur Tidak Total
perineum ruptur
N % N % N %
Jarak persalinan 1 tahun 31 33,7 20 21,7 51 55,4 0,011

Jarak persalinan >2 tahun 14 15,2 27 29,3 41 44,6

Total 45 48,9 47 51,1 92 100

Berdasarkan tabel 4.8 diatas dapat diketahui dari jumlah responden

sebanyak 92 berdasarkan hubungan jarak perasalinan dengan kejadian ruptur

perineum di Puskesmas Kecamatan Sobang Banten Tahun 2022 dengan

kategori jarak kelahiran 1 tahun dengan masalah kejadian ruptur perineum

terbanyak yaitu kategori ruptur perineum sebanyak 31 (33,7%) responden.

Sedangkan kategori jarak kelahiran >2tahun dengan dengan kejadian ruptur

perineum terbanyak dengan kategori tidak ruptur perineum 27 (29,3%)

responden.

Diketahui hasil nilai uji chi square untuk berat badan lahir bayi yaitu:

p-value 0,011< α (0,05) artinya Ha terima dan H0 ditolah yang artinya ada
hubungan jarak persalinan dengan kejadian ruptur perineum di Puskesmas

Kecamatan Sobang BantenTahun 2022

c. Hubungan Kesehatan Mental Ibu Dengan Kejadian Ruptur Perineum

Di Puskesmas Kecamatan Sobang Banten Tahun 2022

Tabel 4.9
Hubungan Kesehatan Mental Ibu Dengan Kejadian Ruptur
Perineum Di Puskesmas Kecamatan Sobang Banten Tahun 2022
Kesehatan mental ibu Kejadian ruptur perineum P value
Ruptur Tidak Total
perineum ruptur
N % N % N %
Kesehatan mental tidak 32 34,8 17 18,5 49 53,3 0,001
baik

Kesehatan mental baik 13 14,1 30 32,6 43 46,7

Total 45 48,9 47 51,1 92 100

Berdasarkan tabel 4.10 diatas dapat diketahui dari jumlah responden

sebanyak 92 berdasarkan hubungan kesehatan mental ibu dengan kejadian

ruptur perineum di Puskesmas Kecamatan Sobang Banten Tahun 2022

dengan kategori kesehatan mental tidak baik dengan masalah kejadian ruptur

perineum terbanyak yaitu kategori truptur perineum sebanyak 32 (34,8%)

responden. Sedangkan kategori kesehatan mental baik dengan dengan

kejadian ruptur perineum terbanyak dengan kategori tidak ruptur perineum

30 (32,6%) responden.
Diketahui hasil nilai uji chi square untuk kesehatan mental ibu yaitu:

p-value 0,001< α (0,05) artinya Ha terima dan H0 ditolah yang artinya ada

hubungan kesehatan mental ibu dengan kejadian ruptur perineum di

Puskesmas Kecamatan Sobang BantenTahun 2022

d. Hubungan Dukungan Suami Dengan Kejadian Ruptur Perineum Di

Puskesmas Kecamatan Sobang Banten Tahun 2022

Tabel 4.10
Hubungan Dukungan Suami Dengan Kejadian Ruptur Perineum
Di Puskesmas Kecamatan Sobang Banten Tahun 2022
Dukungan suami Kejadian ruptur perineum P value
Ruptur Tidak Total
perineum ruptur
N % N % N %
Dukungan suami tidak baik 29 31,5 17 18,5 46 50,0 0,007

Dukungan suami baik 16 17,4 30 32,6 46 50,6

Total 45 48,9 47 51,1 92 100

Berdasarkan tabel 4.10 diatas dapat diketahui dari jumlah responden

sebanyak 92 berdasarkan dukungan suami dengan kejadian ruptur perineum

di Puskesmas Kecamatan Sobang Banten Tahun 2022 dengan kategori

dukungan suami tidak baik dengan masalah kejadian ruptur perineum

terbanyak yaitu kategori ruptur perineum sebanyak 29 (31,5%) responden.


Sedangkan kategori dukungan suami baik dengan dengan kejadian ruptur

perineum terbanyak dengan kategori tidak ruptur 30 (32,6%) responden.

Diketahui hasil nilai uji chi square untuk dukungan suami yaitu: p-

value 0,007< α (0,05) artinya Ha terima dan H0 ditolah yang artinya ada

hubungan dukungan suami dengan kejadian ruptur perineum di Puskesmas

Kecamatan Sobang BantenTahun 2022

e. Hubungan Dukungan Bidan Dengan Kejadian Ruptur Perineum Di

Puskesmas Kecamatan Sobang Banten Tahun 2022

Tabel 4.11
Hubungan Dukungan Bidan Dengan Kejadian Ruptur Perineum Di
Puskesmas Kecamatan Sobang Banten Tahun 2022

Dukungan bidan Kejadian ruptur perineum P value


Ruptur Tidak Total
perineum ruptur
N % N % N %
Dukungan bidan tidak baik 30 32,6 19 20,7 49 53,3 0,012

Dukungan bidan baik 15 16,3 28 30,4 43 46,7

Total 45 48,9 47 51,1 92 100

Berdasarkan tabel 4.10 diatas dapat diketahui dari jumlah responden

sebanyak 92 berdasarkan dukungan bidan dengan kejadian ruptur perineum

di Puskesmas Kecamatan Sobang Banten Tahun 2022 dengan kategori

dukungan bidan tidak baik dengan masalah kejadian ruptur perineum


terbanyak yaitu kategori ruptur perineum sebanyak 30 (32,6%) responden.

Sedangkan kategori dukungan bidan baik dengan dengan kejadian ruptur

perineum terbanyak dengan kategori tidak ruptur 28 (30,6%) responden.

Diketahui hasil nilai uji chi square untuk dukungan bidan yaitu: p-

value 0,012> α (0,05) artinya Ha diterima dan H0 ditolak yang artinya ada

hubungan dukungan bidan dengan kejadian ruptur perineum di Puskesmas

Kecamatan Sobang Banten Tahun 2022

2.7 Pembahasan

1. Analisa Univariat

a. Distribusi Frekuensi Berat Badan Bayi Lahir Di Puskesmas Kecamatan

Sobang Banten Tahun 2022

Dapat dilihat bahwa frekuensi responden berdasarkan berat badan lahir

bayi di Puskesmas Kecamatan Sobang Banten Tahun 2022 berat lahir bayi

dengan kategori berat badan tidak normal sebanyak 44 (47,8%) responden,

berat badan bayi normal sebanyak 48 (52,2%) responden.

Menurut teori dan peneliti (Juliati, 2020)berat bayi lahir yaitu berat

badan bayi yag ditimbang sesaat setelah bayi dilahirkan. Semakin besar bayi

yang dilahirkan meningkatkan resiko terjadinya ruptur perineum, hasil

penelitian yang dilakukan hubungan berat bayi lahir dengan kejadia ruptur
perineum bahwa dari 97 responden yang dilakukan penelitian mayonritas

dengan berat bayi lahir >2500-4000gram, sebanyak 43 responden (44.3%)

menurut peneliti semakin besar bayi yang lahir melalui jalan lahir ibu,

maka dimungkinkan semakin besar mengalami ruptur perineum. Berat bayi

lahir berpengaruh pada peregangan perineum sehingga pada perineum yang

kaku mudah terjadi ruptur (Juliati, 2020).

b. Distribusi Frekuensi Jarak Persalinan Di Puskesmas Kecamatan

Sobang Banten Tahun 2022

Dapat dapat dilihat bahwa frekuensi responden berdasarkan jarak

persalinan di Puskesmas Kecamatan Sobang Banten Tahun 2022 dengan

jarak kelahiran 1 tahun seanyak 51 (55,4,%) responden, jarak kelahiran >2

tahun sebanyak 41 (44,6%) responden.

Jarak persalinan adalah rentang waktu antara kelahiran anak sekarang

dengan kelahiran anak sebelumnya. Jarak persalinan kurang dari 2

tahun tergolong resiko tinggi karena dapat menimbulkan komplikasi pada

persalinan, Pada jarak persalinan 2-3 tahun merupakan jarak yang lebih

aman bagi ibu dan janin. Keadaan jalan lahir yang mungkin pada persalinan

terdahulu mengalami robekan perineum, sehingga pemulihan belum

kembali sempurnadan rupture perineum dapat terjadi.(Shinta, 2019).

Pengaturan jarak kehamilan yang ideal juga akan berdampak terhadap

kesehatan ibu. Kesehatan reproduksi ibu akan mengalami pemulihan yang

optimal jika jarak kehamilan tidak terlalu dekat. Akan tetapi jika jarak terlalu
jauh atau terlalu lama juga kurang bagus bagi kesehatan ibu. Hal ini dapat

terlihat dari hasil penelitian bahwa ibu dengan jarak anak >5 tahun lebih

banyak mengalami ruptur perenium. Hal itu terjadi karena perenium sudah

kakudan otot tidak elastis seperti pada kehamilan kedua atau ketiga

(Sigalingging, 2018).

c. Distribusi Frekuensi Kesehatan Mental Ibu Di Puskesmas Kecamatan

Sobang Banten Tahun 2022

Dapat dilihat bahwa frekuensi responden berdasarkan jarak persalinan di

Puskesmas Kecamatan Sobang Banten Tahun 2022 dengan kateori kesehatan

mental ibu baik sebanyak 49 (53,3%) responden, kategori kesehatan mental

tidak baik sebanyak 43 (46,7%) responden.

Kesehatan mental adalah individu yang terbebas dari gejala psikiatri

atau penyakit mental, terwujudnya keharmonisan antar fungsi-fungsi jiwa

serta mempunyai kesanggupan untuk menghadapi problem-problem yang

terjadi dan merasakan secara positif kebahagiaan atas kemampuan dirinya,

kemampuan yang dimiliki untuk menyesuaikan diri antar manusia dengan

dirinya dan lingkungannya, berlandaskan keimanan dan ketakwaan, serta

bertujuan untuk mencapai hidup yang bermakna dan bahagia di dunia dan

akhirat (Bukhori, 2017)

d. Distribusi Frekuensi Dukungan Suami Di Puskesmas Kecamatan

Sobang Banten Tahun 2022


Dapat dilihat bahwa frekuensi responden berdasarkan dukungan bidan

di Puskesmas Kecamatan Sobang Banten Tahun 2022 berdasarkan kategori

dukungan suami dukungan suami baik sebanyak 46 (50,0%) responden,

dukungan suami dukungan suami tidak baik sebanyak 46 (50,0%) responden

Peran suami tidak hanya terbatas dalam proses pengambilan keputusan

saja, tetapi juga penting dalam memberikan dukungan moral kepada istri

sejak kehamilannya diketahui sampai masa persalinan dan nifas. Ternyata

keterlibatan suami dalam proses kehamilan dan persalinan sangat berarti

bagi perempuan. Dukungan yang berkelanjutan dari seorang pendamping

dan tenaga kesehatan merupakan dua faktor penting yang memungkinkan

seorang perempuan dalam mengatasi hal-hal selama persalinan. Sudah

banyak penelitian tentang kegunaan pendukung kelahiran dan hasilnya

seringkali mengejutkan (Maryuni, 2017).

e. Distribusi Frekuensi Dukungan Bidan Di Puskesmas Kecamatan

Sobang Banten Tahun 2022

Dapat dilihat bahwa frekuensi responden berdasarkan du di Puskesmas

Kecamatan Sobang Banten Tahun 2022 berdasarkan kategori dukungan

bidan dengan kategori dukungan bidan baik sebanyak 43 (46,7%) responden,

dukungan bidan tidak baik sebanyak 49 (53,3%) responden

Petugas kesehatan merupakan seseorang yang dihargai dan dihormati

oleh masyarakat karena mereka berstatus sesuai dengan tingkat

pendidikannya. Perannya dalam kesehatan sangat dibutuhkan, maka dari itu


petugas kesehatan harus mampu memberikan kondisi yang dapat

mempengaruhi perilaku positif terhadap kesehatan, salah satunya pada ibu-

ibu dalam pemberian ASI eksklusif. Pengaruh tersebut tergantung pada

komunikasi persuasif yang ditujukan pada ibu, yang meliputi perhatian,

pemahaman, ingatan penerima dan perubahan perilaku. Interaksi tersebut

akan tercipta suatu hubungan yang baik untuk mendorong atau memotivasi

ibu dalam melakukan ASI eksklusif (Charles, 1992 dalam Widdefrita,

2016).

f. Distribusi Frekuensi Kejadian Derajad Ruptur Uteri Di Puskesmas

Kecamatan Sobang Banten Tahun 2022

Dapat dilihat bahwa frekuensi responden berdasarkan derajad kejadian

ruptur uteri di Puskesmas Kecamatan Sobang Banten Tahun 2022 ruptur

perineum sebanyak 45 (48,9%) dan yang tidak mengalami ruptur perineum

sebanyak 47 (51,1%)

Hasil peneliti (Sumarni, 2020), menyatakan bahwa rupturperineum

merupakan kondisi dimana terjadinaya robekan perineum yang disebabkan

oleh faktor-faktor seperti faktor maternal antara lain umur ibu, persalinan

presipitatus, mengejan terlalu kuat, perineum yang rapuh, oedema paritas

dan kesehatan mental ibu.Pada faktor janin meliputi berat bayi lahir,

presentasi defleksi, letak sungsang, distosia bahu dan kelainan kongenital.

Faktor penolong meliputi cara mengejan, dukungan bidan serta ketrampilan


penolong saat menahan perineum.faktor dukungan suami juga memiliki

andil yang kuat pada kejadian rupture perineum tersebut. Ruptur perineum

dialami 85% wanita yang melahirkan pervaginam. Ruptur perineum perlu

mendapatkan perhatian karena dapat menyebabkan disfungsi organ

reproduksi wanita seperti perdarahan, infeksi yang kemungkinan dapat

menyebabkan kematian karena perdarahan atau sepsis.

Perineum merupakan bagian permukaan dari pintu bawah panggul

yang terletak dari vulva dan anus, dengan panjang kira-kira 4 cm. Perineum

terdiri dari otot danfascia urogenitalis serta diafragma pelvis. Perineum

merupakan dasar pelvis dan struktur sekitarnya yang menempati pintu

bawah panggul, disebelah anterior dibatasi oleh tube iskiadikum, disebelah

posterior dibatasi oleh tulang koksigeous (Shinta, 2019).

2. Analisa Bivariat

a. Hubungan Berat Badan Bayi Lahir Dengan Kejadian Ruptur Perineum

Di Puskesmas Kecamatan Sobang Bantentahun 2022

Dari jumlah responden sebanyak 92 berdasarkan hubungan berat

badan bayi lahir dengan kejadian ruptur perineum di Puskesmas Kecamatan

Sobang Banten Tahun 2022 dengan kategori berat badan bayi tidak normal

dengan masalah kejadian ruptur perineum terbanyak yaitu kategori ruptur

perineum sebanyak 27 (29,3%) responden. Sedangkan berat badan normal

dengan kejadian ruptur perineum terbanyak dengan kategori tidak ruptur

perineum 30 (32,6%) responden.


Diketahui hasil nilai uji chi square untuk berat badan lahir bayi yaitu:

p-value 0,022< α (0,05) artinya Ha terima dan H0 ditolah yang artinya ada

hubungan berat badan bayi lahir dengan kejadian ruptur perineum di

Puskesmas Kecamatan Sobang Banten Tahun 2022

Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Yanti (2019) dengan

jumlah Populasi yaitu ibu dengan persalinan normal yang dirawat di RS

Bhayangkara Mappaouddang Makassar Tahun 2014 berjumlah 230 orang.

Pengambilan sampel dengan teknik purposive Sampling berjumlah 120

sampel. Data dengan menggunakan uji statistik Chi-Square dengan nilai P <

0,05), terdapat pengaruh berat badan lahir bayi terhadap Ruptur Perineum

persalinan normal (P-Value = 0,003 < 0,05).

Berdasarkan teori yang ada berat bayi yang dilahirkan ibu dapat

mempengaruhi terjadinya ruptur perineum terutama pada bayi lahir lebih

dari 4000 gram. Hal ini terjadi karena semakin besar bayi yang dilahirkan

akan meningkatkan resiko terjadinya ruptur perineum dikarenakan berat

badan lahir yang besar berhubungan dengan besarnya janin yang dapat

mengakibatkan perineum tidak cukup kuat menahan rengangan kepala bayi

dengan berat badan lahir yang besar sehingga pada proses kelahiran bayi

dengan berat bayi lahir yang besar sering terjadi ruptur perineum. Oxorn

(2017) juga menggungkapkan bahwa semakin besar bayi yang dilahirkan

meningkatkan resiko terjadinya ruptur perineum.


Berat badan janin dapat mengakibatkan terjadinya ruptur perineum

yaitu berat badan lebih dari 3500 gram, karena risiko trauma partus melalui

vagina seperti distosiabahu dan kerusakan jaringan lukapada ibu (Fatimah,

2019). Perineum merupakan ruang berbentuk jajaran genjang yang

terletak dibawah dasar panggul perineum merupakan bagian dari pintu

bawah panggul yang berada di antara vulva dan anus. Perinuem terdiri dari

otot dan fascia urogenitalsi, serta diafragma pelvis (Harry Oxorn & William

R. Forte, 2017).

Ruptur perineum adalah robeknya perineum pada saat bayi lahir secara

spontan maupun dengan alat atau tindakan, terjadi hampir pada semua

persalinan pertam dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya, tempat

yang paling sering mengalami perlukaan akibat persalinan adalah perineum

(Fatimah, 2019).

Dalam penelitian (Haryanti, 2018) mengatakan bahwa bayi baru

lahir normal adalah bayi lahir pada usia 37-42 minggu dan berat badan lahir

2500-4000 gram, Berat badan janin dapat mengakibatkan terjadinya ruptur

perineum yaitu berat badan janin >3500 gram, hal ini dikarenakan resiko

trauma partus melalui vagina seperti distosia bahu serta kerusakan

jaringan lunak pada ibu. Berat bayi lahir merupakan faktor penyebab

terjadinya ruptur perineum. Semakin besar bayi yang dilahirkan beresiko

terjadinya ruptur perineum (Nikmah, 2018).


Hasil penelitian (Haryanti, 2018)mengatakan bahwa bayi baru lahir

normal adalah bayi lahir pada usia 37-42 minggu dan berat badan lahir

2500-4000gram, Berat badan janin dapat mengakibatkan terjadinya rupture

perineum yaitu berat badan janin 22>3500 gram, hak ini dikarenakan

resiko trauma partus melalui vagina seperti distosia bahu serta kerusakan

jaringan lunak pada ibu.

Robekan perineum terjadi pada kelahiran dengan berat bayi lahir yang

besar. Hal ini terjadi karena semakin besar berat badan bayi yang dilahirkan

akan meningkatkan resiko terjadinya ruptur perineum karena perineum tidak

cukup kuat menahan renggangan kepala bayi dengan berat bayi yang besar,

sehingga pada proses kelahiran bayi dengan berat bayi lahir besar sering

terjadi ruptur perineum. Kelebihan berat badan dapat disebabkan oleh

beberapa hal diantaranya ibu menderita diabetes militus, ibu yang memiliki

riwayat melahirkan bayi besar, faktor genetik, pengaruh kecukupan gizi,

(Saifuddin, 2018).

Asumsi peneliti, adanya hubungan antara berat badan bayi lahir

dengan kejadian ruptur perineum, dimana berat badan bayi >4000 gram

menyebabkan ruptur perineum hal ini dikarenakan kepala bayi yang besar

atau kepala yang lebih keras (pada postmaturitas) dapat menyebabkan

distosia sehingga seringkali akan menyebabkan ruptur perineum. Semakin

besar berat badan bayi yang dilahirkan akan meningkatkan risiko terjadinya

ruptur perineum karena perineum tidak cukup kuat menahan regangan


kepala bayi dengan berat badan bayi yang besar, sehingga pada proses

kelahiran bayi dengan berat badan bayi lahir yang besar sering terjadi ruptur.

Begitu pula dengan berat badan bayi 2500-4000gram juga dapat mengalami

ruptur perineum yaitu lebih dominan dengan berat badan 3500 gram,

walaupun berat badan bayi dalam kategori normal tetapi ibu mengalami

ruptur perineum, hal ini disebabkan karena resiko trauma partus melalui

vagina seperti distosia bahu dan kerusakan jaringan lunak pada ibu.

b. Hubungan Jarak Persalinan Dengan Kejadian Ruptur Perineum Di

Puskesmas Kecamatan Sobang Banten Tahun 2022

Dari jumlah responden sebanyak 92 berdasarkan hubungan jarak

perasalinan dengan kejadian ruptur perineum di Puskesmas Kecamatan

Sobang BantenTahun 2022 dengan kategori jarak kelahiran 1 tahun dengan

masalah kejadian ruptur perineum terbanyak yaitu kategori ruptur perineum

sebanyak 31 (33,7%) responden. Sedangkan kategori jarak kelahiran

>2tahun dengan dengan kejadian ruptur perineum terbanyak dengan kategori

tidak ruptur perineum 27 (29,3%) responden.

Diketahui hasil nilai uji chi square untuk berat badan lahir bayi yaitu:

p-value 0,011< α (0,05) artinya Ha terima dan H0 ditolah yang artinya ada

hubungan jarak persalinan dengan kejadian ruptur perineum di Puskesmas

Kecamatan Sobang BantenTahun 2022

Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Febriana (2020)

Penelitian ini menggunakan survei analitik dengan pendekatan cross


sectional. Penelitian dilaksanakan di BPM Hj. Rosdiana, S.SiT Kecamatan

Jeunib Kabupaten Bireuen. Populasi dalam penelitian ini seluruh ibu nifas

berusia 0-44 hari yang melakukan persalinan normal di BPM Hj. Rosdiana,

S.SiT sebanyak 36 orang dengan teknik pengambilan sampel total

population yaitu seluruh populasi dijadikan sampel. Teknik pengumpulan

data menggunakan data primer dan sekunder dan diolah ke dalam analisis

univariat dan bivariat. Berdasarkan hasil penelitian dengan uji statistik chi

square yang telah dilakukan pada bulan agustus 2020 menunjukkan ada

hubungan antara berat badan bayi lahir dengan kejadian ruptur perineum

(nilai p value 0,000), tidak ada hubungan antara paritas dengan kejadian

ruptur perineum (nilai p value 0,377) dan tidak ada hubungan antara jarak

kelahiran dengan kejadian ruptur perineum (nilai p value 0,289).

Ruptur perinuem merupakan salah satu dari komplikasi persalinan

kala II yang dapat menyebabkan disfungsi organ reproduksi wanita yaitu

perdarahan dan laserasi (Savitri, 2017). Ruptur perineum adanya perlukaan

jalan lahir yang terjadi pada saat persalinan spontan atau menggunakan

alat. Robekan jalan lahir sering terjadi pada primipara maupun multipara

karena pada saat proses persalinan tidak mendapatkan tegangan yang kuat

sehingga menyebabkan robekan perineum (Syamsiah & Malinda, 2019).

Paritas adalah Jumlah kehamilan terdahulu yang telah mencapai

batas variabilitas dan telah dilahirkan, tanpa mengingat jumlah anak, seperti

halnya kelahiran kembar tiga hanya dihitung satu paritas. Paritas adalah anak
yang dilahirkan oleh seorang ibu, baik hidup atau mati. Paritas mempunyai

pengaruh terhadap ruptur perineum. Pada ibu primipara memilikiresiko lebih

besar untuk mengalami robekan perineum dari pada multipara. Hal ini

karena jalan lahir belum pernah dilalui oleh kepala bayi sehingga otot-otot

perineum belum meregang (Fatimah, 2019).

Jarak persalinan adalah rentan waktu antara kelahiran anak sekarang

dengan kelahiran anak sebelumnya. Jarak persalinan kurang dari 2 tahun

tergolong resiko tinggi karena dapat menimbulkan komplikasi pada

persalinan, Pada jarak persalinan 2-3 tahun merupakan jarak yang lebih

aman bagi ibu dan janin. Keadaan jalan lahir yang mungkin pada persalinan

terdahulu mengalami robekan perineum, sehingga pemulihan belum kembali

sempurna dan rupture perineum dapat terjadi.(Shinta, 2019).

Dalam penelitian (Lase, 2019) menyatakan bahwa jarak kelahiran

adalah rentang waktu antara kelahiran sekarang dengan kelahiran anak

sebelumnya. Jarak lahir kurang dari dua tahun termasuk pada jarak yang

beresiko tinggi karena dapat menimbulkan komplikasi pada persalinan.

Jarak kelahiran 2-3 tahun adalah jarak kelahiran yang lebih aman bagi ibu

dan janin. Hal ini berpengaruh pada keadaanjalan lahir yang mungkin pada

persalinan pertama mengalami robekan jalan lahir, sehingga proses

pemulihan belum sempurna.

Asumsi peneliti tidak ada hubungan paritas dengan kejadian ruptur

perineum hal ini disebabkan karena tidak selalu ibu dengan paritas sedikit
(primipara) mengalami rupture perineum dan paritas banyak (multipara dan

grande multipara) tidak mengalami rupture perineum. Hal ini bisa terjadi

karena setiap ibu mempunyai tingkat elastisitas perineum yang berbeda –

beda. Semakin elastis perineum maka kemungkinan tidak akan terjadi

rupture perineum dan juga sebagian karena berat badan bayi baru lahir,

kerapuhan perineum, asuhan sayang ibu yang kurang baik sehingga proses

persalinan kurang terkendali seperti ibu kelelahan, mengejan sebelum

waktunya sehingga partus menjadi macet / lambat.

c. Hubungan Kesehatan Mental Ibu Dengan Kejadian Ruptur Perineum

Di Puskesmas Kecamatan Sobang Banten Tahun 2022

Dapat diketahui dari jumlah responden sebanyak 92 berdasarkan

hubungan kesehatan mental ibu dengan kejadian ruptur perineum di

Puskesmas Kecamatan Sobang Banten Tahun 2022 dengan kategori

kesehatan mental tidak baik dengan masalah kejadian ruptur perineum

terbanyak yaitu kategori ruptur perineum sebanyak 32 (34,8%) responden.

Sedangkan kategori kesehatan mental baik dengan dengan kejadian ruptur

perineum terbanyak dengan kategori tidak ruptur perineum 30 (32,6%)

responden.

Diketahui hasil nilai uji chi square untuk kesehatan mental ibu yaitu:

p-value 0,001< α (0,05) artinya Ha terima dan H0 ditolah yang artinya ada
hubungan kesehatan mental ibu dengan kejadian ruptur perineum di

Puskesmas Kecamatan Sobang Banten Tahun 2022

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Yanti

(2019) Penelitian ini bersifat observasional analitik dengan pendekatan

“cross sectional study”. Populasi yaitu ibu dengan persalinan normal yang

dirawat di RS Bhayangkara Mappaouddang Makassar Tahun 2014

berjumlah 230 orang. Pengambilan sampel dengan teknik purposive

Sampling berjumlah 120 sampel. Data dengan menggunakan uji statistik

Chi-Square dengan nilai P <0,05). Hasil:Terdapat pengaruh umur ibu

terhadap Ruptur Perineum persalinan normal (P-Value= 0,003 < 0,05),

terdapat pengaruh berat badan lahir bayi terhadap Ruptur Perineum

persalinan normal (P-Value = 0,003 < 0,05). Kesimpulan: Ada pengaruh

umur ibu dan berat badan lahir bayi dengan terjadinya Ruptur Perineum

pada ibu bersalin normal.

Kesehatan jiwa adalah keadaan sejahtera di mana individu menyadari

potensi yang dimilikinya, mampu menanggulangi tekanan hidup normal,

bekerja secara produktif, serta mampu memberikan kontribusi bagi

lingkungannya. Dengan demikian, kesehatan jiwa mencakup aspek-aspek

fisik, psikologis, sosial.

Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nurpadaya (2016) hasil

penelitian didapatkan lebih dari setngah (58,2%) mengalami ruptur

perineum. Lebih dari setengah (52,7%) adalah ibu yang melahirkan bayi
dengan berat >4000 gram, lebih dari setengah (57,1%) ibu melahirkan

dengan Multipara, dan sebagian besar (64,1%) Ibu melahirkan dengan umur

<20->35 tahun. Semua terjadi pada persalinan normal di Rumah Sakit

Bhayangkara Makassar 2016 . Terdapat hubungan antara berat bayi Lahir

dengan Ruptur Perineum , terdapat hubungan antara Paritas dengan Ruptur

Perineum, dan terdapat Hubungan antara Umur Ibu dengan ruptur perineum

dpersalinan normal di Rumah Sakit Bhayangkara Makassar 2016. Hasil

penelitian tersebut menunjukkan bahwa berat bayi lahir, paritas, dan umur

ibu dapat menyebabkan ruptur perineum.

Menurut asumsi peneliti kesehatan mental ibu selama kehamilan dan

persalinan harus diperhatikan karena jika ibu dengan masalah kesehatan

mental yang kurang baik dalam artian tidak menerima kehadiran bayi

dengan baik maka ibu tidak mau melakukan atau mendengarkan bimbingan

persalinan sehingga akan menyebabkan terjadinya ruptur perineum dan akan

menyebabkan perdarahan post partum.

d. Hubungan Dukungan Suami Dengan Kejadian Ruptur Perineum Di

Puskesmas Kecamatan Sobang Banten Tahun 2022

Jumlah responden sebanyak 92 berdasarkan dukungan suami dengan

kejadian ruptur perineum di Puskesmas Kecamatan Sobang Banten Tahun

2022 dengan kategori dukungan suami tidak baik dengan masalah kejadian

ruptur perineum terbanyak yaitu kategori ruptur perineum sebanyak 29

(31,5%) responden. Sedangkan kategori dukungan suami baik dengan


dengan kejadian ruptur perineum terbanyak dengan kategori tidak ruptur

perineum 30 (32,6%) responden.

Diketahui hasil nilai uji chi square untuk dukungan suami yaitu: p-

value 0,007< α (0,05) artinya Ha terima dan H0 ditolah yang artinya ada

hubungan dukungan suami dengan kejadian ruptur perineum di Puskesmas

Kecamatan Sobang Banten Tahun 2022

Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ferinawati (2020)

Berdasarkan hasil penelitian dengan uji statistik chi square yang telah

dilakukan pada bulan agustus 2020 menunjukkan ada hubungan antara berat

badan bayi lahir dengan kejadian ruptur perineum (nilai p value 0,000), tidak

ada hubungan antara paritas dengan kejadian ruptur perineum (nilai p value

0,377) dan tidak ada hubungan antara jarak kelahiran dengan kejadian ruptur

perineum (nilai p value 0,289).

Ruptur perenium adalah robeknya perineum pada saat janin lahir.

Robekan ini sifatnya traumatik karena perineum tidak kuat menahan

regangan pada saat janin lewat. Dampak dari terjadinya ruptur perineum

pada ibu dapat mengakibatkan terjadinya infeksi pada luka jahitan di

mana dapat merambat pada saluran kandung kemih ataupun pada jalan lahir

yang dapat berakibat pada munculnya komplikasi infeksi kandung kemih

maupun infeksi pada jalan lahir. Ruptur perineum juga dapat mengakibatkan

perdarahan karena terbukanya pembuluh darah yang tidak menutup

sempurna sehingga perdarahan terjadi terus menerus. Penanganan


komplikasi yang lambat dapat menyebabkan terjadinya kematian pada ibu

post partum mengingat kondisi fisik ibu post partum masih lemah

(Sumaryani, 2015).

Suami merupakan salah satu yang dapat membantu ibu dalam

persalinan untuk menghindari rupture, dengan dukungan suami maka ibu

dapat menjadi lebih rileks dan aman sehingga membuat ibu semakin nyaman

dan dapat membuat ibu tidak mengalami robekan pada jalan lahir.

Menurut asumsi peneliti dukungan suami sangat dibutuhkan dalam

persalinan dan dukungan suami merupakan semangat dan power ibu dalam

bersalin sehingga suami harus memberikan dukungan penuh pada ibu dan

menemani ibu dalam kondisi apapun.

e. Hubungan Dukungan Bidan Dengan Kejadian Ruptur Perineum Di

Puskesmas Kecamatan Sobang Banten Tahun 2022

Berdasarkan tabel 4.14 diatas dapat diketahui dari jumlah responden

sebanyak 92 berdasarkan dukungan bidan dengan kejadian ruptur perineum

di Puskesmas Kecamatan Sobang Banten Tahun 2022 dengan kategori

dukungan bidan tidak baik dengan masalah kejadian ruptur perineum

terbanyak yaitu kategori ruptur perineum sebanyak 30 (32,6%) responden.

Sedangkan kategori dukungan bidan baik dengan dengan kejadian ruptur

perineum terbanyak dengan kategori tidak ruptur perineum 28 (30,6%)

responden.
Diketahui hasil nilai uji chi square untuk dukungan bidan yaitu: p-

value 0,012> α (0,05) artinya Ha diterima dan H0 ditolak yang artinya ada

hubungan dukungan bidan dengan kejadian ruptur perineum di Puskesmas

Kecamatan Sobang Banten Tahun 2022.

Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Verinawati (2017)

penelitian ini menggunakan survei analitik dengan pendekatan cross

sectional. Penelitian dilaksanakan di BPM Hj. Rosdiana, S.SiT Kecamatan

Jeunib Kabupaten Bireuen. Populasi dalam penelitian ini seluruh ibu nifas

berusia 0-44 hari yang melakukan persalinan normal di BPM Hj. Rosdiana,

S.SiT sebanyak 36 orang dengan teknik pengambilan sampel total

population yaitu seluruh populasi dijadikan sampel. Teknik pengumpulan

data menggunakan data primer dan sekunder dan diolah ke dalam analisis

univariat dan bivariat. Berdasarkan hasil penelitian dengan uji statistik chi

square yantelah dilakukan pada bulan agustus 2020 menunjukkan ada

hubungan antara berat badan bayi lahirdengan kejadian ruptur perineum

(nilai p value 0,000), tidak ada hubungan antara paritas dengan kejadian

ruptur perineum (nilai p value 0,377) dan tidak ada hubungan antara jarak

kelahiran dengan kejadian ruptur perineum (nilai p value 0,289).

Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan

plasenta) yang telah cukup bulan atau dapat hidup diluar kandungan

melalui jalan lahir atau jalan lain, dengan bantuan atau tanpa bantuan

yaitu dengan kekuatan sendiri (Rosyati, 2017).


Dalam teori peneliti (Bahiyatun, Widyawati, 2018) Salah satu

penyebab perdarahan setelah melahirkan adalah kontraski uterus yang

lemah, yang terjadi karena ibu kelelahan saat meneranselama persalinan

berlangsung. Penyebab perdarahan post partum adalah atonia uteri

60%,plasenta restan 24%, retensio plasenta 17 %, laserasi jalan lahir 5%,

dan kelainan darah 0,8%. Seorang wanita dapat meninggal karena

perdarahan pasca persalinan dalam waktu satu jam setelah melahirkan.

Penilaian dan penatalaksanaan yang amat cermat selama kala satu persalinan

dan kala empat persalinan yang sangat penting. Pada luka robekan yang

kecil dan superfisial tidak terjadi perdarahan yang banyak, akan tetapi jika

robekan lebar dan dalam, mengenai pembuluh darah dapat menimbulkan

perdarahan yang hebat bila tidak ditangani dengan segera. (Wiknjosastro,

2018).

Robekan perineum dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor

maternal, factor janin dan faktor penolong. Faktor maternal meliputi partus

presipitatus yang tidak dikendalikan dan tidak ditolong. Pasien tidak mampu

berhenti mengejan, partus diselesaikan secara tergesa-gesa dengan dorongan

fundus yang berlebihan, edema dan kerapuhan pada perineum,

varikositasvulva melemahkan jaringan perineum, arcus pubis sempit dengan

pintu bawah panggul yang sempit pula sehingga menekan kepala bayi kearah

posterior, perluasan episiotomi. Faktor janin antara lain bayi yang besar,

posisi kepala yang abnormal (misalnya presentasi muka), kelahiran bokong,


ektraksi forcepsyang sukardistosia bahu, anomaly congenital, seperti

hydrosepalus. Faktor penolong yaitu posisi meneran pada posisi persalinan

(Anggraini, 2017).

Bidan adalah seseorang yang mampu dan berwenang dalam

memberikan asuhan persalinan. Pemimpin persalinan merupakan salah satu

penyebab terjadinya ruptur perineum, sehingga sangat diperlukan kerja

sama dengan ibu dan penggunaan perasat manual yang dapat mengatur

ekspulsi kepala, bahu dan seluruh tubuh bayi untuk mencegah laserasi.

Menurut asumsi peneliti dukungan dari bidan yang baik dapat

meningkatkan pengetahuan ibu dalam persalinan, dalam hal ini bidan

memberikan dukungan dengan bagaimana cara melakukan peneranan dan

persalinan yang baik dan benar untuk menurunkan kejadian ruptur pada uteri

2.8 Keterbatasan Peneliti

Dalam melakukan penelitian ini peneliti ada keterbatasan dalam melakukan

penelitian yaitu peneliti kesulitan untuk melakukan observasi langsung kepada

ibu partus dan penelitian untuk teknik memberikan kuesioner di berikan pada

saat ibu sudah didalam ruang perawatan. Untuk memenuhi sampel sesuai dengan

kriteria penulis melakukan penelitian langsung ke rumah responden jika

responden sudah pulang.


BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan ini didapatkan:

1. Ada hubungan signifikan berat badan bayi lahir dengan kejadian ruptur

perineum di Puskesmas Kecamatan Sobang Banten Tahun 2022

2. Ada hubungan signifikan jarak persalinan dengan kejadian ruptur perineum di

Puskesmas Kecamatan Sobang BantenTahun 2022

3. Ada hubungan signifikan kesehatan mental ibu dengan kejadian ruptur

perineum di Puskesmas Kecamatan Sobang Banten Tahun 2022

4. Ada hubungan signifikan dukungan suami dengan kejadian ruptur perineum di

Puskesmas Kecamatan Sobang Banten Tahun 2022


5. Ada hubungan signifikan dukungan bidan dengan kejadian ruptur perineum di

Puskesmas Kecamatan Sobang Banten Tahun 2022

5.2 Saran

1. Bagi Responden

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi pengetahuan atau dapat

meningkatkan pengetahuan untuk meminimalisir kejadian ruptur perineum,

dan meningkatkan derajat kesehatan ibu dan bayi

2. Bagi Penulis

Dengan melakukan penelitian ini dapat menjadi ilmu pengetahuan yang

lebih banyak dan dalam mengetahui tentang faktor apa saya yang menjadi

penyebab dari kejadian ruptur perineum

3. Bagi Institusi Pendidik

Diharapkan penelitian ini mampu di jadikan bahan refrensi bagi mahasiswa

dan mahasiswi selanjutnya yang akan melakukan penelitian mengenai

masalah faktor yang menyebabkan kejadian ruptur perineum

4. Bagi Masyarakat

Dengan dilakukan penelitian ini diharapkan masyarakat lebih

memperhatikan kesehatan ibu dan bayi untuk menurunkan angka kejadian

ruptur perineum

5. Bagi Peneliti Selanjutnya


Hasil penelitian ini diharapkan agar peneliti selanjutnya dapat melanjutkan

penelitian yang berhubungan dengan faktor yang menyebabkan kejadian

ruptur uteri dan mengkaji hal yang belum dapat dimuncul peneliti dalam

penelitian, dan disarankan untuk menggunakan sampel yang homogen serta

menambah variabel yang lebih banyak lagi

DAFTAR PUSTAKA

Bahiyatun, Widyawati, S. (2018). Perbedaan Lama Pelepasan Plasenta dan


Jumlah Perdarahan pada Ibu yang Melaksanakan dan Tidak Melaks. Jurnal
Riset Kesehatan, 4(1), 681–686.

Fatimah, L. (2019). Pijat Perineum Mengurangi Ruptur Perinuem. Pustaka Baru


Press.

Handayani & triwahyuni. (2016). Hubungan The Relationship Of Birth Position


With A Ruptured Perineum At The Birthing Mother. Jurnal KebidanaViii(02),
193–200.

Harry Oxorn & William R. Forte. (2018). Patofisiologi& Fisiologi Persalinan. C.V
ANDI OFFSET.

Haryanti, F. &\Amartani. (2018). Analisis Kejadian Rupture Perineum Persalinan


Normal pada Ibu Primigravida di RSUD Ade Muhammad Djoen
Sintang Tahun 2018. Prosiding Seminar Nasional Unimus, 1(0), 250–
255. http://prosiding.unimus.ac.id/index.php/semnas/article/view/128

Juliati, R. & R. (2020). Hubungan Jarak Kelahiran Dan Berat Bayi Lahir Dengan
Kejadian Ruptur Perineum Pada Persalinan Normal Di Rsu Tgk Chik Ditiro
tahun20196(1), 599–607.
http://www.jurnal.uui.ac.id/index.php/JHTM/article/view/931/457
Keintjem, & Purwandari & Lantaa. (2018). Faktor-Faktor Yang Berhubungan
Dengan Kejadian Ruptur Perineum Dalam Proses Persalinan Normal. JIDAN
(Jurnal Ilmiah Bidan), 5(2), 56–62. https://doi.org/10.47718/jib.v5i2.834

Kurniawan, Jingsung, Baeda, A. & S. (2020). The Risk factor of Pregnant Gymnam
on The Incidence of Ruptur perineum in Aliyah Hospital Kendari.
Jurnal Kebidanan Politeknik Kesehatan Semarang, 11(2), 47–54.

Nikmah, K. (2018). Hubungan Antara Berat Badan Bayi Baru Lahir Pada
PersalinanFisiologisDenganKejadianRuptur Perineum. Jurnal Kebidanan
Universitas Lamongan, 10(2), 28 https://doi.org/10.30736/midpro.v10i2.77

Notoadmodjo. (2018). Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta.

Noviani & Adnyani. (2020). Pengaruh prenatal yoga terhadap lama kala II
persalinan dan kejadian robekan perinium. 9(2), 115–122.
https://doi.org/10.26714/jk.9.2.2020.115-122.
Pangastuti, N. (2018). Robekan Perineum pada Persalinan Vaginal di Bidan Praktek
Swasta (BPS) Daerah Istimewa Yogyakarta Indonesia Tahun.Jurnal
Kesehatan Reproduksi, 179–187.

Pasiowan, L.& R. (2017). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Robekan


Jalan Lahir Pada Ibu Bersalin. Jurnal Ilmiah Bidan, 3(1), 90926.

Payadnya dan Jayantika. (2018). Panduan Penelitian Eksperimen Beserta Analisis


Statistik Dengan SPSS(Cetakan I). Deepublsh Publisher.

Rahayu Puspito. (2016). Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Ruptur


Perineum Di Puskesmas Mergangsan Kota Yogyakarta Tahun 2014.
Issn : 1907 -3887, XI(April), 22–30.

Rosyati, H. (2017). Modul Persalinan. Fkk Umj. Saifuddin. (2018). Buku Acuan
Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. P.T Bina Pustaka
sarwono Prawirohardjo.

Savitri, E.& Y. (2018). Pengaruh Pemijatan Perineum pada Primigravida


terhadap Kejadian Ruptur Perineum saat Persalinan di Bidan Praktek
Mandiri di Kota Bengkulu Tahun 2014. Jurnal Kesehatan Andalas, 4(1), 83–
88. https://doi.org/10.25077/jka.v4i1.204Septiana, R. (2020). Asuhan
Neonatus. CV. Penerbit

Qiara Media.Shinta, U. (2019). Pijat Perineum Selama Kehamilan Terhadap


Kejadian ruptur perineum (M. N.M (ed.)). CV. Jakad Publishing Surabaya.
Sri Rahayu, S. S. & U. (2018). Perbedaan hasil Massage perineum dan Kegel
exercise terhadap pencegahan Robekan Perinuem pada Persalinan di Bidan,
Politeknik Kesehatan DepKes Semarang. 4(2), 728–733.

Sugiono. (2019). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif. C.V Alfabeta.

Sulasmi, N. N. (2018). Angka Kejadian Ruptur Perineum Pada Ibu Bersalin. April,
13–18.

Sulistyaningsih. (2011). Metodologi Penelitian Kebidanan. Graha Imu.Sumarni.


(2020). Pengaruh faktor maternal dan neotanal Terhadap Ruptur
perineum. XVI(2), 1–14.

Syamsiah, S., & Malinda, R. (2019). Determinan Kejadian Ruptur Perineum Di


Bpm E.N Surabaya. Jurnal Ilmiah Kesehatan, 10(2), 190–
198.https://doi.org/10.37012/jik.v10i2.54
Tarelluan, A.& T. (2018). Analisis Faktor –Faktor Yang Berhubungan Dengan
Kejadian Ruptur Perineum Pada Persalinan Normal Di RSUD Dr. Sam
Ratulangi Tondano Kabupaten Minahasa. Poltekkes Kemenkes Manado.
Jurnal Ilmiah Bidan, 1(1), 90881.

Wahyuni, S., & Hardayanti. (2018). Gambaran kejadian rupture perineum


pada persalinan normal di puskesmas jumpandang baru tahun2017. Jurnal
Ilmiah Media Bidan, 3(2), 87–94.

Widyastuti, E. (2019). Perilaku Ibu Hamil Dengan Pre Eklampsi Dalam Upaya
Pencarian Pertolongan Kesehatan Di Rumah Sakit.Jurnal Kebidanan,
4(9), 13–23.
http://ejournal.poltekkes-smg.ac.id/ojs/index.php/jurkeb/article/view/977

Wiknjosastro. (2018). Ilmu Bedah Kebidanan. PT.Bina Pustaka Sarwono

Prawiroharjo.Yulizawati, Aldina, L. & F. (2017). Buku Ajar Asuhan Kebidanan Pada


Ibu Hamil.In Erka

Anda mungkin juga menyukai