Anda di halaman 1dari 109

TESIS

ANALISIS FAKTOR INSTRINSIK YANG MEMPENGARUHI


KEJADIAN STUNTING BALITA USIA 24-59 BULAN
DI WILAYAH DESA PULUNG
KABUPATEN PONOROGO

Oleh
KATINI
NIM :1952B0026

PEMINATAN KESEHATAN IBU DAN ANAK


PROGRAM STUDI S-2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
DIREKTORAT PASCA SARJANA
INSTITUT ILMU KESEHATAN STRADA INDONESIA
KEDIRI
2021
ANALISIS FAKTOR INSTRINSIK YANG MEMPENGARUHI
KEJADIAN STUNTING BALITA USIA 24-59 BULAN
DI WILAYAH DESA PULUNG
KABUPATEN PONOROGO

TESIS

Untuk Persyaratan Memperoleh Gelar Magister Kesehatan ( M.Kes ) Pada

Prodi S – 2 Ilmu Kesehatan Masyarakat IIK STRADA INDONESIA

Oleh
KATINI
NIM :1952B0026

PEMINATAN KESEHATAN IBU DAN ANAK


PROGRAM STUDI S-2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
DIREKTORAT PASCA SARJANA
INSTITUT ILMU KESEHATAN STRADA INDONESIA
KEDIRI

2
2021

3
LEMBAR PERSETUJUAN

ANALISIS FAKTOR INSTRINSIK YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN


STUNTING BALITA USIA 24-59 BULAN DI WILAYAH
DESA PULUNG KABUPATEN PONOROGO

Diajukan Oleh:
KATINI
NIM :1952B0026

TELAH DISETUJUI UNTUK DILAKUKAN UJIAN

Kediri, 18 September 2021


Dosen Pembimbing

Yenny Puspitasari, S.Kep, Ns., M.Kes


NIDN :0723038001

MENGETAHUI,
Institut Ilmu Kesehatan STRADA Indonesia
Direktur Pascasarjana,

Dr. Yuly Peristiowati, S.Kep.,Ns.,M.Kes


NIDN. 0706077601

i
LEMBAR PENGESAHAN

ANALISIS FAKTOR INSTRINSIK YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN


STUNTING BALITA USIA 24-59 BULAN DI WILAYAH
DESA PULUNG KABUPATEN PONOROGO

Oleh:
KATINI
NIM: 1952B0026

Tesis ini telah diuji dan dinilai oleh Panitia Penguji


Program Studi S-2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Kediri, tanggal ..... September 2021

DEWAN PENGUJI

Ketua Dr. Yuly Peristiowati, S.Kep.,Ns.,M.Kes (........................)

Anggota Dr Siti Farida Noor Layla, S.Pd., M.Pd (........................)

Yenny Puspitasari, S.Kep., Ns., M.Kes (........................)

MENGETAHUI,
Institut Ilmu Kesehatan STRADA Indonesia
Direktur Pascasarjana,

DR. Yuly Peristiowati, S.Kep.,Ns.,M.Kes


NIDN. 0706077601

ANALISIS FAKTOR INSTRINSIK YANG MEMPENGARUHI

ii
KEJADIAN STUNTING BALITA USIA 24-59 BULAN DI WILAYAH DESA
PULUNG KABUPATEN PONOROGO
Katini¹, Yenny Puspitasari²
INSTITUT ILMU KESEHATAN STRADA INDONESIA KEDIRI
fauziahkatini@gmail.com

ABSTRAK
Latar belakang : Hasil riset studi status gizi balita Indonesia (SSGBI) 2019 mencatat
bahwa jumlah balita stunting di Indonesia saat ini mencapai 27,67 persen. Balita yang
mengalami stunting meningkatkan risiko penurunan kemampuan intelektual,
menghambatnya kemampuan motorik, produktivitas, dan peningkatan risiko penyakit
degeneratif di masa mendatang.
Tujuan : Menganalisis faktor Intrinsik kejadian stunting pada balita usia 24-59 bulan
diwilayah Desa Pulung, Ponorogo.
Metode : Penelitian kuantitaif dengan menggunakan pendekatan cross sectional.
Sampel dikumpulkan dengan cara teknik purposive sampling, sebanyak 162 ibu balita
dengan usia 24-59 bulan di wilayah pulung.
Hasil : Faktor Intrinsik yang paling berpengaruh terhadap kejadian stunting pada
balita usia 24-59 bulan Berdasarkan nilai beta dan nilai p value didapatkan bahwa
variabel Riwayat KEK memiliki nilai < α yaitu 0.000 dan nilai beta -,280, maka
variabel yang paling dominan adalah Riwayat KEK.
Kesimpulan: Faktor yang paling bepengaruh adalah riwayat ibu KEK. Dalam hal ini
maka perlu diadakannya sosialisasi tentang pentingnya gizi ibu dalam upaya
mencegah terjadinya ibu hamil KEK kepada klas catin
Kata Kunci: Riwayat ANC, Riwayat Status Gizi, Riwayat Anemia, Riwayat
BBLR, Riwayat ASI Ekslusif, Riwayat MPASI, Stunting

ANALYSIS OF INSTRINSIC FACTORS AFFECTING

iii
STUNTING EVENTS OF TOOLS AGED 24-59 MONTHS IN THE REGION
OF PULUNG VILLAGE, PONOROGO REGENCY
Katini¹, Yenny Puspitasari²
INSTITUT ILMU KESEHATAN STRADA INDONESIA KEDIRI
fauziahkatini@gmail.com

ABSTRACT

Background: The research results of the 2019 Indonesian toddler nutritional status
study (SSGBI) noted that the number of stunting toddlers in Indonesia currently
reaches 27.67 percent. Toddlers who experience stunting increase the risk of declining
intellectual abilities, inhibiting motor skills, productivity, and increasing the risk of
degenerative diseases in the future.
Objective: To analyze the intrinsic factors of stunting in toddlers aged 24-59 months
in the Pulung Village area, Ponorogo.
Methods: Quantitative research using a cross sectional approach. Samples were
collected by means of purposive sampling technique, as many as 162 mothers of
toddlers aged 24-59 months in the pulung area.
Results: The most influential intrinsic factor on the incidence of stunting in toddlers
aged 24-59 months. Based on the beta value and p value, it was found that the KEK
history variable had a value < i.e. 0.000 and a beta value of -.280, then the most
dominant variable was the history of SEZ. .
Conclusion: The most influential factor is the mother's history of KEK. In this case, it
is necessary to hold socialization about the importance of maternal nutrition in an
effort to prevent the occurrence of SEZ pregnant women to the catin class
Keywords: History of ANC, History of Nutritional Status, History of Anemia,
History of LBW, History of Exclusive Breastfeeding, History of MPASI, Stunting

PERNYATAAN ORISINALITAS TESIS

iv
v
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur peneliti panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan berkat-Nya sehingga tesis dengan judul “Analisis Faktor Instrinsik Yang
Mempengaruhi Kejadian Stunting Balita Usia 24-59 Bulan Di Wilayah Desa Pulung
Tahun 2021” dapat terwujud.

Tesis ini disusun untuk memenuhi ketentuan kegiatan penyusunan tesis sebagai
persyaratan memperoleh gelar akademik MAGISTER KESEHATAN /M.Kes dan
terwujud atas bimbingan, arahan, dan bantuan dari berbagai pihak yang tak bisa
disebutkan satu persatu. Pada kesempatan ini, peneliti menyampaikan penghargaan
dan terimakasih kepada:

1. Dr. Sentot Imam Suprapto, dr., MM, selaku Rektor Institut Ilmu Kesehatan
Strada Indonesia yang telah memberikan izin dan kemudahan sehingga
peneliti dapat menyelesaikan studi di Program Pascasarjana
2. Ibu Dr. Yuly Peristiowati, S.Kep., Ns., M.Kes.selaku Direktur Pasca Sarjana
IIK STRADA Indonesia dan penguji 2 yang telah memberikan dukungan dan
arahan sehingga peneliti dapat menyelesaikan studi di Program Pascasarjana
3. Ibu Yenny Puspitasari S.Kep.Ns.,M.Kes selaku pembimbing yang telah
memberikan masukan dan saran demi kesempurnaan tesis ini yang telah
mengarahkan dan membimbing peneliti selama penyusunan tesis ini.
4. dr Endah Purwati selaku Kepala Puskesmas Pulung, Kabupaten Ponorogo
yang telah memberikan ijin untuk penelitian di wilayah Pulung
5. Semua responden yang telah bersedia menjadi renponden penelitian ini
6. Suami dan anak – anak tercinta yang telah memberikan semangat dan
motivasi dalam u tesis ini agar bisa selesai dengan baik.
7. Semua dosen dan staf Insitut Ilmu Kesehatan Strada Indonesia yang telah
memberikan dukungan dan bantuan dalam penyusunan tesis ini.
8. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah membantu
penyusunan tesis ini.

Dengan keterbatasan pengalaman, ilmu maupun pustaka yang ditinjau, peneliti


menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan dan pengembangan lanjut agar

vi
benar benar bermanfaat. Oleh sebab itu, peneliti sangat mengharapkan kritik dan saran
agar tesis ini lebih sempurna serta sebagai masukan bagi peneliti untuk penelitian dan
penulisan karya ilmiah di masa yang akan datang.

Kediri, September 2021

Peneliti

vii
DAFTAR ISI

TESIS 1
TESIS 2
LEMBAR PERSETUJUAN i
LEMBAR PENGESAHAN ii
ABSTRAK iii
ABSTRACT iv
PERNYATAAN ORISINALITAS TESIS v
UCAPAN TERIMA KASIH vi
DAFTAR ISI viii
DAFTAR TABEL xi
DAFTAR GAMBAR xii
DAFTAR LAMPIRAN xiii
RINGKASAN xiv
SUMMARY xvii
BAB I 1
PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 6
C. Tujuan Penelitian 6
D. Manfaat Penelitian 7
E. Keaslian Penelitian 8
BAB II 11
KONSEP TEORI 11
A. Konsep Stunting 11
1. Pengertian Stunting...........................................................................................................11
2. Penyebab Stunting.............................................................................................................12
3. Klasifikasi Stunting...........................................................................................................19
4. Cara Pengukuran Balita Stunting......................................................................................21
5. Dampak Stunting...............................................................................................................23
6. Pencegahan Stunting.........................................................................................................24
B. Kerangka Teori 26
C. Kerangka Konsep 27

viii
D. Hipotesis Penelitian 27
BAB III 29
METODE PENELITIAN 29
A. Desain Penelitian 29
B. Populasi dan Sampel 29
C. Teknik Sampling 31
D. Tempat dan Waktu Penelitian 31
E. Variabel Penelitian 31
F. Definisi Operasional 32
G. Instrumen Penelitian 35
H. Uji Validitas dan Reliabilitas 36
I. Pengumpulan Data dan Pengolahan Data 37
J. Analisis data 39
K. Etik Dalam Penelitian 40
L. Keterbatasan Penelitian 41
BAB IV 42
HASIL PENELITIAN 42
A. Data Demografi 42
B. Hasil Penelitian 42
BAB V 51
PEMBAHASAN 51
A. Analisis riwayat ANC ibu terhadap kejadian stunting pada balita usia 24-59 bulan. 51
B. Menganalisis riwayat status gizi ibu saat hamil terhadap kejadian stunting pada balita usia
24-59 bulan 53
C. Riwayat anemia ibu saat hamil terhadap kejadian stunting pada balita usia 24-59 bulan
54
D. Riwayat berat badan lahir terhadap kejadian stunting pada balita usia 24-59 bulan. 56
E. Riwayat pemberian ASI Ekslusif terhadap kejadian stunting pada balita usia 24-59 bulan
57
F. Riwayat pemberian makanan pendamping ASI terhadap kejadian stunting pada balita usia
24-59 bulan 58
G. Faktor Intrinsik yang paling berpengaruh terhadap kejadian stunting pada balita usia 24-59
bulan 60
BAB VI 62
SIMPULAN, SARAN 62
A. Kesimpulan62

ix
B. Saran 63
DAFTAR PUSTAKA 65

x
DAFTAR TABEL
Tabel 1 1 Keaslian Penelitian Faktor Determinan yang Mempengaruhi Kejadian
Stunting di Desa Pulung, Ponorogo 2021…………………………………….7

Tabel 2 1 Klasifikasi Status gizi (Kemenkes,2013)…………………………….........19

Tabel 3 1 Definisi operasional Faktor determinan yang mempengaruhi kejadian


stunting pada balita usia 24-59 bulan diwilayah Desa Pulung, Kecamatan
Pulung, Kabupaten Ponorogo tahun 2020……………………………...........29

Tabel 4 1 Distribusi Frekuensi variabel Faktor Intrinsik yang Mempengaruhi


Kejadian Stunting di Desa Pulung, Ponorogo 2021…………………………39

Tabel 4 2 Riwayat ANC Ibu terhadap kejadian Stunting pada balita usia 24 – 59 bulan
di wilayah desa Pulung, Kabupaten Ponorogo 2021………………………...41

Tabel 4 3 Riwayat status gizi ibu saat hamil terhadap kejadian stunting pada balita
usia 24-59 bulan di wilayah desa Pulung, Kabupaten Ponorogo 2021...........41

Tabel 4 4 Riwayat anemia saat hamil terhadap kejadian stunting pada balita usia 24-
59 bulan di wilayah desa Pulung, Kabupaten Ponorogo 2021………………42

Tabel 4 5 Riwayat BBLR terhadap kejadian stunting pada balita usia 24-59 bulan di
wilayah desa Pulung, Kabupaten Ponorogo
2021…………………………....42

Tabel 4 6 Riwayat pemberian ASI Ekslusif terhadap kejadian stunting pada balita usia
24-59 bulan di wilayah desa Pulung, Kabupaten Ponorogo 2021…………...43

Tabel 4 7 Riwayat pemberian MP-ASI terhadap kejadian stunting pada balita usia 24-
59 bulan di wilayah desa Pulung, Kabupaten Ponorogo 2021……………….43

Tabel 4 8 Faktor Intrinsik yang paling berpengaruh terhadap kejadian stunting pada
balita usia 24-59 bulan……………………………………………………….44

xi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka teori Kerangka teori tentang Kejadian stunting sumber logical
framework of the nutritonal problem Unicef tahun 2013 (UNICEF,2013)
............................................................................…………………..23
Gambar 2.2 Kerangka Konseptual tentang Faktor Intrinsik yang Mempengaruhi
Kejadian Stunting di Desa Pulung, Ponorogo 2021.........................24

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 SURAT PERIJINAN TESIS


Lampiran 2 SURAT REKOMENDASI IJIN PENELITIAN DINKES PONOROGO
Lampran 3 LEMBAR PERSETUJUAN SUBJEK PENELITIAN
Lampiran 4 SURAT PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN
Lampiran 5 LEMBAR KUESIONER
Lampiran 6 CEKLIST POLA MAKAN
Lampiran 7 HASIL REKAPITULASI DATA PENELITIAN
Lampiran 8 HASIL UJI STATISTIC PENELITIAN
Lampiran 9 DOKUMENTASI PENGAMBILAN DATA
Lampiran 10 LEMBAR KONSULTASI

xiii
RINGKASAN
ANALISIS FAKTOR INSTRINSIK YANG MEMPENGARUHI
KEJADIAN STUNTING BALITA USIA 24-59 BULAN DI WILAYAH DESA
PULUNG KABUPATEN PONOROGO

Stunting adalah kondisi kurang gizi kronis yang ditandai dengan tubuh pendek
pada anak balita (di bawah 5 tahun). Anak yang mengalami stunting akan terlihat pada
saat menginjak usia 2 tahun. Seorang anak dikatakan mengalami stunting apabila
tinggi badan dan panjang tubuhnya minus 2 dari standar Multicentre Growth
Reference Study  atau standar deviasi median standar pertumbuhan anak dari WHO.

Dampak yang terjadi bila seorang anak mengalami gizi buruk adalah
meningkatnya angka morbiditas (kesakitan), mortalitas (kematian) dan disabilitas. Hal
tersebut merupakan dampak jangka pendek. Sedangkan dampak jangka panjang yaitu
berupa tidak tercapainya potensi saat dewasa, perawakan pendek, berpengaruh
terhadap sistem kekebalan tubuh, menurunkan kecerdasan, meningkatkan risiko
berbagai penyakit lain pada saat dewasa (hipertensi, penyakit jantung, keganasan dan
penyakit degeneratif lain).

Kejadian balita pendek atau biasa di sebut dengan stunting merupakan kejadian
yang sedang di alami oleh balita di dunia saat ini. Hasil riset studi status gizi balita
Indonesia (SSGBI) 2019 mencatat bahwa jumlah balita stunting di Indonesia saat ini
mencapai 27,67 persen. Artinya, terdapat 6.3 juta dari populasi 23 juta balita di
Indonesia yang mengidap masalah stunting. Jumlah yang telah melampaui nilai
standar maksimal dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yakni sebesar 20 persen
atau seperlima dari jumlah total anak balita dalam suatu negara.

Beberapa faktor yang diduga menjadi penyebab terjadinya stunting adalah


riwayat kehamilan ibu yang meliputi postur tubuh ibu (pendek), jarak kehamilan yang

xiv
terlalu dekat, jumlah melahirkan terlalu banyak, usia ibu saat hamil terlalu tua, usia ibu
saat hamil terlalu muda (dibawah 20 tahun) berisiko melahirkan bayi dengan BBLR,
serta asupan nutrisi yang kurang selama masa kehamilan. Faktor lainnya adalah tidak
terlaksananya Inisiasi Menyusu Dini (IMD), gagalnya pemberian ASI Eksklusif dan
proses penyapihan dini. Selain beberapa faktor tersebut, faktor kondisi sosial ekonomi
dan sanitasi juga berkaitan dengan terjadinya stunting (Kemenkes RI 2018). Pola asuh
yang kurang baik terutama pada perilaku dan praktik pemberian makan kepada anak
juga menjadi penyebab anak stunting apabila ibu tidak memberikan asupan gizi yang
cukup dan baik.

Untuk mencegahnya, perbanyak makan makanan bergizi yang berasal dari


buah dan sayur lokal sejak dalam kandungan. Kemudian diperlukan pula kecukupan
gizi remaja perempuan agar ketika dia mengandung ketika dewasa tidak kekurangan
gizi. Selain itu butuh perhatian pada lingkungan untuk menciptakan akses sanitasi dan
air bersih.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan kepada balita usia 24-59 bulan
yang mengalami kejadian stunting (12 responden) dan balita tidak stunting (150
responden) di wilayah desa Pulung, Kabupaten Ponorogo, maka dapat disimpulkan
riwayat ANC ibu, riwayat anemia ibu saat hamil, riwayat pemberian makanan
pendamping ASI tidak berpengaruh terhadap kejadian stunting pada balita usia 24-59
bulan. Riwayat status gizi ibu saat hamil, riwayat berat badan lahir, riwayat pemberian
ASI Ekslusif, Riwayat ibu KEK mempunyai pengaruh terhadap kejadian stunting pada
balita usia 24-59 bulan. Berdasarkan nilai beta dan nilai p value didapatkan bahwa
variabel Riwayat KEK memiliki nilai < α yaitu 0.000 dan nilai beta -,280, maka
variabel yang paling dominan berpengaruh terhadap kejadian stunting pada balita usia
24- 59 bulan.

Ibu hamil yang mengalami KEK berisiko mengalami penurunan kekuatan


otot yang membantunya dalam proses persalinan, hal ini dapat menimbulkan kematian
pada janin, lahir prematur, lahir cacat, lahir dengan berat bayi lahir rendah (BBLR),
selain itu ibu hamil KEK juga dapat mengakibatkan terganggunya tumbuh kembang
anak yaitu pertumbuhan fisik (balita stunting), perkembangan otak dan gangguan
metabolisme yang dapat meningkatkan morbiditas saat dewasa (Kemenkes RI, 2017).

xv
Kurang energi dan protein pada ibu hamil dapat diketahui dengan mengukur lingkar
lengan atas (LILA) dari ibu hamil risiko KEK pada ibu hamil terjadi bila hasil ukur
LILA menunjukkan < 23,5 cm

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan kepada balita usia 24-59 bulan
yang mengalami kejadian stunting (12 responden) dan balita tidak stunting (150
responden) di wilayah desa Pulung, Kabupaten Ponorogo, maka dapat disimpulkan
riwayat ANC ibu, riwayat anemia ibu saat hamil, riwayat pemberian makanan
pendamping ASI tidak berpengaruh terhadap kejadian stunting pada balita usia 24-59
bulan. Riwayat status gizi ibu saat hamil, riwayat berat badan lahir, riwayat pemberian
ASI Ekslusif riwayat ibu hamil KEK berpengaruh terhadap kejadian stunting pada
balita usia 24-59 bulan. Berdasarkan nilai beta dan nilai p value didapatkan bahwa
variabel memiliki nilai < α yaitu 0.000 dan nilai beta -,280, maka variabel yang paling
dominan adalah riwayat ibu hamil KEK.

Tindakan yang relatif ampuh dilakukan untuk mencegah stunting pada anak
adalah selalu memenuhi gizi sejak masa kehamilan. Lembaga kesehatan Millenium
Challenge Account Indonesia menyarankan agar ibu yang sedang mengandung selalu
mengonsumsi makanan sehat nan bergizi maupun suplemen atas anjuran dokter.
Selain itu, perempuan yang sedang menjalani proses kehamilan juga sebaiknya rutin
memeriksakan kesehatannya ke dokter atau bidan. (kemenkes,2019)

xvi
SUMMARY
ANALYSIS OF INSTRINSIC FACTORS AFFECTING
STUNTING EVENTS OF TOOLS AGED 24-59 MONTHS IN THE REGION
OF PULUNG VILLAGE, PONOROGO REGENCY

Stunting is a chronic malnutrition condition characterized by short stature in


children under 5 years old. Children who experience stunting will be seen at the age of
2 years. A child is said to be stunted if his height and body length are minus 2 from the
Multicentre Growth Reference Study standard or the median standard deviation of the
WHO child growth standard.

The impact that occurs when a child is malnourished is an increase in


morbidity (illness), mortality (death) and disability. This is a short term impact. While
the long-term impact is in the form of not achieving potential as an adult, short stature,
affecting the immune system, decreasing intelligence, increasing the risk of various
other diseases in adulthood (hypertension, heart disease, malignancy and other
degenerative diseases).

The incidence of short toddlers or commonly called stunting is an event that is


being experienced by toddlers in the world today. The research results of the 2019
Indonesian toddler nutritional status study (SSGBI) noted that the number of stunting
toddlers in Indonesia currently reaches 27.67 percent. This means that 6.3 million out
of a population of 23 million children under five in Indonesia suffer from stunting.
The number that has exceeded the maximum standard value of the World Health
Organization (WHO) is 20 percent or one-fifth of the total number of children under
five in a country.

Several factors that are suspected to be the cause of stunting are the mother's
pregnancy history which includes the mother's posture (short), the distance between

xvii
pregnancies is too close, the number of births is too many, the mother's age when
pregnant is too old, the mother's age when pregnant is too young (under 20 years). risk
of giving birth to babies with low birth weight, as well as lack of nutritional intake
during pregnancy. Other factors are the failure to implement Early Breastfeeding
Initiation (IMD), the failure of exclusive breastfeeding and the early weaning process.
In addition to these several factors, socio-economic conditions and sanitation are also
related to stunting (Kemenkes RI 2018). Poor parenting, especially in the behavior and
practice of feeding children, is also the cause of stunting when the mother does not
provide adequate and good nutrition.

To prevent this, eat more nutritious foods that come from local fruits and
vegetables from the time you are in the womb. Then the nutritional adequacy of
adolescent girls is also needed so that when she is pregnant as an adult she is not
malnourished. In addition, it requires attention to the environment to create access to
sanitation and clean water.

Based on the results of research conducted on toddlers aged 24-59 months who
experienced stunting (12 respondents) and non-stunted toddlers (150 respondents) in
the Pulung village area, Ponorogo Regency, it can be concluded that the history of
maternal ANC, history of maternal anemia during pregnancy, history of the provision
of complementary feeding of breast milk has no effect on the incidence of stunting in
toddlers aged 24-59 months. History of maternal nutritional status during pregnancy,
history of birth weight, history of exclusive breastfeeding, maternal history of SEZ
have an influence on the incidence of stunting in toddlers aged 24-59 months. Based
on the beta value and p value, it was found that the KEK history variable had a value
of < which was 0.000 and a beta value of -.280, so the most dominant variable affected
the incidence of stunting in toddlers aged 24- 59 months.

Pregnant women who experience CED are at risk of decreased muscle strength
that helps them in the delivery process, this can cause fetal death, premature birth,
birth defects, birth with low birth weight (LBW), besides that, KEK pregnant women
can also cause growth disorders. child development, namely physical growth (stunted
toddlers), brain development and metabolic disorders that can increase morbidity as
adults (Kemenkes RI, 2017). Lack of energy and protein in pregnant women can be

xviii
identified by measuring the upper arm circumference (LILA) of pregnant women. The
risk of CED in pregnant women occurs when the LILA measurement results show <
23.5 cm

Based on the results of research conducted on toddlers aged 24-59 months who
experienced stunting (12 respondents) and non-stunted toddlers (150 respondents) in
the Pulung village area, Ponorogo Regency, it can be concluded that the history of
maternal ANC, history of maternal anemia during pregnancy, history of the provision
of complementary feeding of breast milk has no effect on the incidence of stunting in
toddlers aged 24-59 months. History of maternal nutritional status during pregnancy,
history of birth weight, history of exclusive breastfeeding, history of pregnant women
with SEZ affect the incidence of stunting in toddlers aged 24-59 months. Based on the
beta value and p value, it was found that the variable had a value of < which was 0.000
and a beta value of -.280, so the most dominant variable was the history of pregnant
women with KEK.

A relatively effective action to prevent stunting in children is to always fulfill


nutrition since pregnancy. The Indonesian Millennium Challenge Account health
agency recommends that pregnant women always eat healthy and nutritious foods or
supplements on the advice of a doctor. In addition, women who are undergoing the
process of pregnancy should also regularly check their health with a doctor or
midwife. (Kemenkes, 2019)

xix
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Stunting atau gagal tumbuh adalah suatu kondisi yang menggambarkan
status gizi kurang yang memiliki sifat kronis pada masa pertumbuhan dan
perkembangan anak sejak awal masa kehidupan yang dipresentasikan dengan
nilai z-score tinggi badan menurut umur kurang dari minus dua standar deviasi
berdasarkan standar pertumbuhan menurut WHO (Ni’mah, 2015: 13). Kondisi
stunting dapat dilihat sejak anak berusia dua tahun (Lailatul and Ni’mah.
2015).

Balita yang mengalami stunting meningkatkan risiko penurunan


kemampuan intelektual, menghambatnya kemampuan motorik, produktivitas,
dan peningkatan risiko penyakit degeneratif di masa mendatang. Hal ini
dikarenakan anak stunting cenderung lebih rentan menjadi obesitas, karena
orang dengan tubuh pendek berat badan idealnya juga rendah. Kenaikan berat
badan beberapa kilogram saja bisa menjadikan Indeks Massa Tubuh (IMT)
orang tersebut naik melebihi batas normal (Paramashanti, Hadi, and Gunawan
2016).

Beberapa faktor yang diduga menjadi penyebab terjadinya stunting


adalah riwayat kehamilan ibu yang meliputi postur tubuh ibu (pendek), jarak
kehamilan yang terlalu dekat, jumlah melahirkan terlalu banyak, usia ibu saat
hamil terlalu tua, usia ibu saat hamil terlalu muda (dibawah 20 tahun) berisiko
melahirkan bayi dengan BBLR, serta asupan nutrisi yang kurang selama masa
kehamilan. Faktor lainnya adalah tidak terlaksananya Inisiasi Menyusu Dini
(IMD), gagalnya pemberian ASI Eksklusif dan proses penyapihan dini. Selain
beberapa faktor tersebut, faktor kondisi sosial ekonomi dan sanitasi juga
berkaitan dengan terjadinya stunting (Kemenkes RI 2018)

1
Dampak yang terjadi akibat stunting adalah perkembangan kognitif,
motorik, dan verbal pada anak tidak optimal, peningkatan kejadian kesakitan
dan kematian, postur tubuh yang tidak optimal saat dewasa (lebih pendek
dibandingkan pada umumnya) dan kapasitas belajar dan performa yang
kurang optimal saat masa sekolah.(WHO 2018). Hambatan perkembangan
kognitif dan motoric, gangguan metabolisme sehingga beresiko mempunyai
penyakit tidak menular (diabetes, obesitas, stoke, penyakit jantung)
(Kemenkes RI, 2019).

Data prevalensi anak balita stunting yang dikumpulkan World Health


Organization (WHO) yang dirilis tahun 2018 menyebutkan Indonesia
termasuk ke dalam negara ketiga dengan prevalensi tertinggi di South-East
Asian Region setelah Timor Leste (50,5%) dan India (38,4%) yaitu sebesar
36,4% (Pusat Data dan Informasi Kemenkes, 2018). Angka prevalensi
stunting di Indonesia masih di atas 20%, artinya belum mencapai target WHO
yang di bawah 20%.

Menurut hasil Riskesdas (2018), bahwa proporsi status gizi sangat


pendek dan pendek dari hasil riskesdas tahun 2013 mengalami penurunan,
yaitu pada tahun 2013 sebesar 37,2% dan pada tahun 2018 sebesar 30,8%.
Pada RPJMN 2020-2024 pemerintah dalam agendanya adalah dengan
meningkatkan sumber daya manusia berkualitas dan berdaya saing dalam
meningkatkan kualitas anak, perempuan, dan pemuda yang mana didukung
projek Mayor salah satunya percepatan penurunan kematian ibu dan stunting.
Indikator pembangunan kesehatan tahun 2020 – 2024 adalah prevalensi
stunting balita kurang dari 27,7% (Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI,
2020).

Kejadian balita pendek atau biasa di sebut dengan stunting merupakan


kejadian yang sedang di alami oleh balita di dunia saat ini. Hasil riset studi
status gizi balita Indonesia (SSGBI) 2019 mencatat bahwa jumlah balita
stunting di Indonesia saat ini mencapai 27,67 persen. Artinya, terdapat 6.3 juta

2
dari populasi 23 juta balita di Indonesia yang mengidap masalah stunting.
Jumlah yang telah melampaui nilai standar maksimal dari Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) yakni sebesar 20 persen atau seperlima dari jumlah
total anak balita dalam suatu negara. Menurut data pendahuluan yang di Dinas
Kesehatan Ponorogo didapatkan jumlah balita stunting pada rakapitulasi bulan
desember 2020 adalah 6654 atau 17,48 % dari jumlah balita dan pulung
merupakan perimgkat ke 10 terbanyak yaitu 18, 87 %. Dibandingkan tahun-
tahun sebelumnya sudah mengalami penuruman, dimana tahun 2019 di angka
17,8 % dan 2018 diangka 21,72 %. Wilayah Puskesmas pulung pada tahun
2019 masih tinggi kejadian stunting dibanding angka standar WHO yaitu
35,7% dari jumlah balita.

Melihat angka kejadian stunting masih tinggi dan belum mengalami


penurunan secara signifikan, maka pemerintah membuat upaya -upaya
intervensi gizi spesifik untuk balita pendek yang paling efektif pada
kelompok 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) yang meliputi 270 hari
selama kehamilan dan 730 hari pertama setelah lahir. 1000 HPK
merupakan periode yang menentukan kualitas kehidupan, karena jika
pada periode ini terdapat masalah gizi akan berdampak pada
perkembangan otak, kecerdasan, gangguan pertumbuhan fisik, dan
gangguan metabolisme dalam tubuh (Kemenko PMK RI 2018)

Masalah kekurangan gizi 1000 HPK diawali dengan perlambatan atau


retardasi pertumbuhan janin yang dikenal sebagai IUGR (Intra Uterine
Growth Retardation). Janin akan tumbuh dan berkembang melalui
pertambahan berat dan panjang badan, perkembangan otak serta organ-organ
lainnya. Janin mempunyai plastisitas yang tinggi, artinya janin akan dengan
mudah menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungannya baik yang
menguntungkan maupun yang merugikan pada saat itu. Sekali perubahan
tersebut terjadi, maka tidak dapat kembali ke keadaan semula. Perubahan
tersebut merupakan interaksi antara gen yang sudah dibawa sejak awal
kehidupan, dengan lingkungan barunya (Kemenko PMK RI 2018)
3
Sewaktu bayi dilahirkan, sebagian besar perubahan tersebut menetap
atau selesai. Kekurangan gizi yang terjadi dalam kandungan dan awal
kehidupan menyebabkan janin melakukan reaksi penyesuaian. Penyesuaian
tersebut meliputi perlambatan pertumbuhan dengan pengurangan jumlah dan
pengembangan sel-sel tubuh termasuk sel otak dan organ tubuh lainnya. Hasil
reaksi penyesuaian akibat kekurangan gizi di ekspresikan pada usia dewasa
dalam bentuk tubuh yang pendek, rendahnya kemampuan kognitif atau
kecerdasan sebagai akibat tidak optimalnya pertumbuhan dan perkembangan
otak (Kemenko PMK RI 2018)

Kekurangan gizi pada pra-hamil dan ibu hamil berdampak pada


lahirnya anak yang IUGR dan BBLR. Kondisi IUGR hampir separuhnya
terkait dengan status gizi ibu, yaitu berat badan (BB) ibu pra-hamil yang tidak
sesuai dengan tinggi badan ibu atau bertubuh pendek, dan pertambahan berat
badan selama kehamilannya (PBBH) yang kurang dari seharusnya. Ibu yang
pendek waktu usia 2 tahun cenderung bertubuh pendek pada saat meninjak
dewasa. Apabila hamil ibu pendek akan cenderung melahirkan bayi yang
BBLR. Apabila tidak ada perbaikan terjadinya IUGR dan BBLR akan terus
berlangsung di generasi selanjutnya, sehingga terjadi masalah anak pendek
intergenerasi (Kemenko PMK RI 2018)

Kendala Penyelenggaraan Percepatan Pencegahan Stunting adalah


belum efektifnya program-program pencegahan stunting. belum optimalnya
koordinasi penyelenggaraan intervensi gizi spesifik dan sensitif di semua
tingkatan- terkait dengan perencanaan dan penganggaran, penyelenggaraan,
dan pemantauan dan evaluasi, belum efektif dan efisiennya pengalokasian dan
pemanfaatan sumber daya dan sumber dana, keterbatasan kapasitas dan
kualitas penyelenggaraan program ,masih minimnya advokasi, kampanye, dan
diseminasi terkait stunting, dan berbagai upaya pencegahannya. (Kemenko
PMK RI 2018)

4
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Bwalya, Lemba,
Christopher, & Mutomto (2015), yaitu faktor usia ibu, berat lahir, ibu yang
tidak mengkonsumsi zat besi selama hamil dan riwayat ASI Eksklusif
berhubungan dengan kejadian stunting pada balita usia 6-23 bulan di Zambia.
Sedangkan menurut hasil penelitian Akombi, Agho, Hall, Merom, Burt, &
Renzaho (2017), faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting
yaitu jenis kelamin, berat lahir, status ekonomi keluarga, durasi menyusui
(lebih dari 12 bulan), zona geopolitikal, dan riwayat diare anak selama 2
minggu.

Di Indonesia berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Indriani,


Dewi, Murti, & Qadrijati (2018), bahwa faktor-faktor yang berhubungan
dengan stunting meliputi tinggi badan ibu, tinggi badan balita saat lahir,
jumlah anggota keluarga dan pengaruh posyandu. Menurut penelitian yang
dilakukan oleh Setiawan, Machmud, & Masrul (2018), bahwa hasilnya adalah
asupan protein, frekuensi sakit, status imunisasi dasar, tingkat pengetahuan
ibu, jumlah keluarga dan ASI Eksklusif tidak memiliki hubungan bermakna
dengan kejadian stunting. Yang berhubungan yaitu asupan energi, durasi sakit,
berat badan lahir, tingkat pendidikan ibu dan tingkat pendapatan keluarga

Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut, diketahui bahwa dampak


stunting pada anak sangat bervariasi mulai dampak yang masih dapat
ditangani (reversible) hingga dampak yang tidak dapat ditangani (irreversible).
Oleh karena itu sangat penting untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang
berpengaruh sehingga anak mengalami stunting. Beberapa faktor sepert
Riwayat kehamilan ibu (riwayat ANC, Riwayat Anemia, Riwayat Gizi Ibu),
Riwayat Balita (Riwayat BBL, Pemberian ASI Eksklusif Riwayat, Pemberian
M.PASI diduga berpengaruh terhadap kejadian stunting. Keseluruhan faktor
ini tergolong faktor intrinsik. Berdasarkan permasalahan tersebut peneliti
bermaksud untuk melakukan penelitian tentang Analisis faktor Intrinsik Yang
Mempengaruhi kejadian stunting pada balita usia 24-59 bulan di wilayah kerja
Desa Pulung, Kecamatan Pulung, Kabupaten Ponorogo.
5
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas dapat disusun


rumusan masalah sebagai berikut: Apakah Faktor Intrinsik yang mempengaruhi
kejadian stunting pada balita usia 24-59 bulan diwilayah Desa Pulung,
Kecamatan Pulung, Kabupaten Ponorogo tahun 2021?

C. Tujuan Penelitian

a. Umum :

Menganalisis faktor Intrinsik kejadian stunting pada balita usia 24-59 bulan
diwilayah Desa Pulung, Kecamatan Pulung, Kabupaten Ponorogo tahun
2021?

b. Khusus :
1. Menganalisis riwayat ANC ibu terhadap kejadian stunting pada balita
usia 24-59 bulan

2. Menganalisis riwayat status gizi ibu saat hamil terhadap kejadian


stunting pada balita usia 24-59 bulan

3. Menganalisis riwayat anemia ibu saat hamil terhadap kejadian stunting


pada balita usia 24-59 bulan

4. Menganalisis riwayat berat badan lahir terhadap kejadian stunting pada


balita usia 24-59 bulan.

5. Menganalisis riwayat pemberian ASI Ekslusif terhadap kejadian


stunting pada balita usia 24-59 bulan

6. Menganalisis riwayat pemberian makanan pendamping ASI terhadap


kejadian stunting pada balita usia 24-59 bulan

7. Menganalisis factor Intrinsik yang paling berpengaruh terhadap


kejadian stunting pada balita usia 24-59 bulan

6
D. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian yang hendak dicapai, maka penelitian ini
diharapkan mempunyai manfaat dalam pendidikan baik secara langsung
maupun tidak langsung. Adapun manfaat penelitian ini sebagai berikut:

1. Manfaat teoritis

a. Menambah kajian pengetahuan tentang analisis faktor Intrinsik


penyebab stunting

b. Menambah pengetahuan cara mencegah stunting serta


penatalaksanaan balita stunting

2. Manfaat praktis

a. Bagi Peneliti

Dengan dilakukan penelitian tentang analisis faktor kejadian


stunting diharapkan menambah ilmu dalam upaya pencegahan dan
penatalaksanaan balita stunting.

b. Bagi Institusi tempat penelitian

1) Bagi Puskesmas

Hasil penelitian ini diharapkan sebagai masukan dalam


menentukan program penanggulangan stunting pada balita usia
24-59 bulan.

2) Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Ponorogo

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan masukan


informasi dalam menyusun kebijakan dan strategi program
kesehatan untuk menanggulangi masalah stunting

c. Bagi Profesi

7
Dengan dilakukan penelitian tentang analisis faktor
Intrinsik kejadian stunting diharapkan menjadi bahan masukan dan
evaluasi bagi tenaga kesehatan dalam upaya mencegah terjadinya
stunting.

E. Keaslian Penelitian

Tabel 1 1 Keaslian Penelitian Faktor Determinan yang Mempengaruhi


Kejadian Stunting di Desa Pulung, Ponorogo 2021

No Peneliti sebelumnya Perbedaan penelitian


Perbedaan pada judul:
1 Penetitian Ali, et al tahun 2017
menggunakan metode cross Faktor determinan yang

sectional dengan judul The Effect of mempengaruhi kejadian

maternal and child factors on stunting pada balita usia 24-59

stunting, wasting, and underweight bulan yaitu pada variabel

among preschool children in independen dan tempat

Northen Ghana. Hasil penelitian penelitian.

menunjukan bahwa faktor-faktor


yang berhubungan dengan stunting
yaitu anak yang berjenis kelamin
laki-laki dan ibu dengan tinggi
badan kurang dari 150cm.

2 Penelitian Ni Ketut Aryastami et al Perbedaan pada judul:


tahun 2017 menggunakan metode
Faktor determinan yang
cross sectional dengan judul Low
mempengaruhi kejadian stunting
birth weight was the most dominant
pada balita usia 24-59 bulan
predictor associated with stunting
yaitu pada variabel independen
among children aged 12-23 months
dan tempat penelitian. Usia
in Indonesia. Hasil penelitian
responden yang diteliti, tempat
8
menunjukan faktor-faktor yang penelitian juga berbeda.
menyebabkan terjadinya stunting
yaitu BBLR, jenis kelamin laki-laki,
bayi dengan riwayat penyakit, dan
tingkat ekonomi yang rendah.

3 Nahdya Putri Octavina (Octavina, Perbedaan pada judul:


2018) menggunakan metode Case
Faktor determinan yang
Control dengan judul Faktor yang
mempengaruhi kejadian stunting
Berhubungan dengan Kejadian
pada balita usia 24-59 bulan
Stunting pada Balita Usia 2-3 Tahun
yaitu pada variabel independen
di Wilayah Pesisir, Kecamatan
dan tempat penelitian. Usia
Siwalan, Kabupaten Pekalongan.
responden yang diteliti, tempat
Hasil penelitian menunjukkan faktor
penelitian juga berbeda.
yang berhubungan dengan kejadian
stunting pada balita usia 2-3 tahun
adalah asupan protein, status diare,
ASI Eksklusif, status imunisasi,
pendidikan ibu, dan pendapatan
perkapita

4 Yeni Sostinengari (Sostinengari, Perbedaan pada judul:


2018) menggunakan metode Case
Faktor determinan yang
Control dengan judul Faktor
mempengaruhi kejadian stunting
Determinan Kejadian Stunting pada
pada balita usia 24-59 bulan
Balita Usia 6-59 Bulan di Kabupaten
yaitu pada variabel independen
Konawe Kepulauan. Hasil penelitian
dan tempat penelitian. Usia
menunjukkan tidak ada ada
responden yang diteliti, tempat
hubungan antara ASI Eksklusif,
penelitian juga berbeda.
Tinggi badan ibu terhadap kejadian
9
stunting

BAB II
KONSEP TEORI
A. Konsep Stunting
1. Pengertian Stunting
Balita pendek (Stunting) adalah masalah kurang gizi kronis yang
disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu cukup lama akibat
pemberian makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi. Stunting
dapat terjadi mulai janin masih dalam kandungan dan baru nampak saat
anak berusia dua tahun. Stunting adalah status gizi yang didasarkan pada
indeks BB/U atau TB/U dimana dalam standar antropometri penilaian

10
status gizi anak, hasil pengukuran tersebut berada pada ambang batas (Z-
Score) <-2 SD sampai dengan -3 SD (pendek/stunted) dan <-3 SD (sangat
pendek/severely stunted).(Trihono et al. 2015)
Menurut Eko (2018), didalam buku saku desa penanganan stunting,
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan
gizi kronis sehingga anak terlalu pendek untuk usianya. Stunting
disebabkan oleh Faktor Multi Dimensi. Intervensi paling menentukan pada
1.000 HPK (1000 Hari Pertama Kehidupan).(Sandjojo 2017)
Stunting juga merupakan masalah kurang gizi kronis yang
disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu cukup lama akibat
pemberian makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi. Masalah
stunting merupakan masalah kesehatan masyarakat yang berhubungan
dengan meningkatnya risiko kesakitan, kematian dan hambatan pada
pertumbuhan baik motorik maupun mental. Stunting dibentuk oleh growth
faltering dan catcth up growth (tumbuh kejar) yang tidak memadai yang
mencerminkan ketidakmampuan untuk mencapai pertumbuhan optimal, hal
tersebut mengungkapkan bahwa kelompok balita yang lahir dengan berat
badan normal dapat mengalami stunting bila pemenuhan kebutuhan
selanjutnya tidak terpenuhi dengan baik.(Maryunani 2018)
2. Penyebab Stunting
a. Pola asuh orang tua
Faktor pola asuh yang tidak baik dalam keluarga merupakan
salah satu penyebab timbulnya permasalahan gizi. Pola asuh meliputi
kemampuan keluarga untuk menyediakan waktu, perhatian dan
dukungan dalam memenuhi kebutuhan fisik, mental dan sosial dari
anak yang sedang tumbuh dalam keluarga. Pola asuh terhadap anak
dimanifestasikan dalam beberapa hal berupa pemberian ASI dan
makanan pendamping, rangsangan psikososial, praktek kebersihan
/hygiene dan sanitasi lingkungan, perawatan anak dalam keadaan sakit
berupa praktek kesehatan di rumah dan pola pencarian pelayanan

11
kesehatan. Kebiasaan yang ada didalam keluarga berupa praktik
pemberian makan, rangsangan psikososial, praktik kebersihan
/hygiene, sanitasi lingkungan dan pemanfaatan pelayanan kesehatan
mempunyai hubungan yang signifikan dengan kejadian stunting anak
usia 24 – 59 bulan
b. Makanan Pendamping ASI (MP–ASI)
Masalah gizi kurang pada bayi dapat terjadi setelah bayi
berumur di atas 6 bulan akibat air susu ibu (ASI) yang diberikan tidak
lagi mencukupi kebutuhan fisiologi bayi untuk tumbuh dan
berkembang. Lama pemberian ASI eksklusif pada bayi sampai umur 6
bulan, setelah itu periode pemberian makanan pendamping ASI (MP–
ASI) atau ASI tetap diberikan sampai usia 24 bulan.(Prabantini 2010)
MP ASI diberikan ketika balita berusia diatas 6 bulan karena
berfungsi untuk pengenalan makanan jenis baru pada balita MP-ASI
juga juga berperan sebagai makanan yang dapat mencukupi nutris
pada bayi serta membentuk daya tahan tubuh dan perkembangan
sistem imunologi anak terhadap makanan maupun minuman (Wenden
2017).
c. Pendapatan Orang Tua
Anak-anak kemungkinan akan mengalami stunting lebih besar
berasal dari keluarga dengan pendapatan yang relatif rendah, karna
kurang mampu memenuhi kebutuhan gizi pada anak. Hasil penelitian
Torlesse, Cronin, Sebayang, & Nandy (2016) menunjukkan bahwa
balita dari keluarga dengan status ekonomi rendah (40,10%) lebih
banyak mengalami stunting dibandingkan dengan keluarga dengan
status ekonomi tinggi (19,20%)(Torlesse et al. 2016). Keluarga yang
berpendapatan tinggi akan lebih mudah dalam memenuhi kebutuhan
gizi dan layanan kesehatan. Pada keluarga berpendapatan rendah,
ketersediaan makanan dalam rumah tangga belum tentu mencukupi,
akan tetapi ibu yang mengerti cara mengasuh anak dapat

12
memanfaatkan sumber daya yang terbatas agar dapat menjamin
pertumbuhan anak mencapai kondisi optimal (Rachmi et al. 2016)
d. Pendidikan orang tua
Tingkat memahami dan daya serap informasi mengenai
pengetahun gizi dari seorang ibu dapat ditentukan salah satunya dari
tingkat pendidikan. Pengetahuan mengenai gizi merupakan proses
awal dalam peningkatan status gizi, sehingga pengetahuan ibu tentang
gizi akan menentukan perilaku ibu dalam menyediakan makanan
untuk anaknya(Aridiyah, Rohmawati, and Ririanty 2015)
e. Faktor gizi buruk
Protein, iron, zinc, dan kalsium merupakan asupan gizi penting
yang menjadi salah satu faktor yang berpengaruh secara langsung
pada balita stunting dan pada ibu selama hamil, Protein, iron, zinc,
dan kalsium dapat di peroleh dari makanan Pendamping – Air Susu
Ibu dan yang paling bagus adalah air Susu Ibu atau ASI, ketepatan
pemberian kedua hal tersebut berpengaruh secara signifikan pada
peningkatan tinggi badan anak balita dari usia 6 sampai 24 bulan
(Astari et al, 2006; Utami et al, 2017).
f. Berat badan lahir
Kesehatan dan perkembangan janin sangat dipengaruhi oleh
status gizi ibu hamil karena bayi berat lahir rendah merupakan
gangguan pertumbuhan dalam kandungan.(World Health Organization
2014). Penelitian di Nepal menunjukkan kejadian stunting terjadi
lebih sering pada bayi lahir berberat badan rendah. Stunting juga dapat
dipengaruhi dari panjang badan bayi, hal ini sesuai dengan penelitian
yang dilakukan di Kendal(Ni`mah Khoirun and Nadhiroh 2015)
g. Status ekonomi
Status atau tingkat sosial ekonomi rumah tangga seseorang
juga merupakan faktor yang berpengaruh penting terhadap status
kesehatan. Status ekonomi yang baik akan memperoleh pelayanan

13
yang baik seperti pendidikan, pelayanan kesehatan, akses jalan yang
akan dapat mempengaruhi status gizi anak. Makanan akan menjadi
lebih baik karena mendapatkan akses daya beli yang tinggi (Ketut
Aryastami and Tarigan 2017).
h. Kurangnya akses air bersih dan sanitasi
Stunting pada anak balita merupakan konsekuensi dari
beberapa faktor yang sering dikaitkan sanitasi dan lingkungan
(Rochmawati, Marlenywati, and Waliyo 2016). Keadaan sanitasi
lingkungan yang kurang baik memungkinkan terjadinya berbagai
jenis penyakit antara lain diare, kecacingan, dan infeksi saluran
pencernaan. Apabila anak menderita infeksi saluran pencernaan,
penyerapan zat gizi akan terganggu yang menyebabkan terjadinya
kekurangan zat gizi. Seseorang yang kekurangan zat gizi akan
mudah terserang penyakit dan mengalami gangguan pertumbuhan
(Supriasa 2012).
i. Riwayat Penyakit Infeksi
Balita yang pernah mengalami penyakit infeksi saat usia < 24
bulan atau 1 tahun terakhir dapat mempengaruhi status gizi dan jika
dibiarkan akan mengganggu proses absorbsi zat gizi sehingga dapat
meningkatkan resiko stunting pada balita (Dewi Fitria Permatasari
2018).
Rendahnya sanitasi dan kebersihan lingkungan pun memicu
gangguan saluran pencernaan, yang membuat energi untuk
pertumbuhan teralihkan kepada perlawanan tubuh menghadapi
infeksi (Schmidt 2014). Sebuah riset lain menemukan bahwa
semakin sering seorang anak menderita diare, maka semakin besar
pula ancaman stunting untuknya (Unicef 2015). Selain itu, saat anak
sakit, lazimnya selera makan mereka pun berkurang, sehingga
asupan gizi makin rendah. Maka, pertumbuhan sel otak yang
seharusnya sangat pesat dalam dua tahun pertama seorang anak

14
menjadi terhambat. Dampaknya, anak tersebut terancam menderita
stunting, yang mengakibatkan pertumbuhan mental dan fisiknya
terganggu, sehingga potensinya tak dapat berkembang dengan
maksimal (MCA Indonesia 2013).
j. Riwayat Kehamilan
1) Usia Ibu Hamil
Usia ibu mempunyai hubungan erat dengan berat bayi
lahir, pada usia ibu yang masih muda, perkembangan organ-
organ reproduksi dan fungsi fisiologisnya belum optimal. Selain
itu emosi dan kejiwaannya belum cukup matang, sehingga pada
saat kehamilan ibu tersebut belum dapat menghadapi
kehamilannya secara sempurna, dan sering terjadi komplikasi-
komplikasi. Telah dibuktikan pula bahwa angka kejadian
persalinan kurang bulan akan tinggi pada usia dibawah 20 tahun
dan kejadian paling rendah pada usia 26–35 tahun, semakin
muda usia ibu maka yang dilahirkan akan semakin ringan. Risiko
kehamilan akan terjadi pada ibu yang melahirkan dengan usia
kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun erat kaitannya
dengan terjadinya kanker rahim dan BBLR. Usia ibu yang
beresiko akan berpotensi untuk melahirkan bayi BBLR, bayi
yang BBLR akan berpotensi untuk menjadi stunting (Depkes RI,
2013)
2) Hamil dengan KEK (Kurang Energi Kronis)
Kurang energi kronis merupakan keadaan di mana ibu
penderita kekurangan makanan yang berlangsung menahun
(kronis) yang mengakibatkan timbulnya gangguan kesehatan
pada ibu (Kemenkes 2017). Kekurangan energi kronik dapat
terjadi pada wanita usia subur (WUS) dan pada ibu hamil
(bumil). Kurang gizi akut disebabkan oleh tidak mengkonsumsi
makanan dalam jumlah yang cukup atau makanan yang baik

15
(dari segi kandungan gizi) untuk satu periode tertentu untuk
mendapatkan tambahan kalori dan protein (untuk melawan)
muntah dan mencret (muntaber) dan infeksi lainnya. Lingkar
Lengan Atas (LILA) sudah digunakan secara umum di Indonesia
untuk mengidentifikas ibu hamil risiko Kurang Energi Kronis
(KEK).
Menurut Departemen kesehatan batas ibu hamil yang
disebut resiko KEK jika ukuran LILA < 23,5 cm, dalam
pedoman Depkes tersebut disebutkan intervensi yang diperlukan
untuk WUS atau ibu hamil yang menderita risiko KEK. Sampai
saat ini masih banyak ibu hamil yang mengalami masalah gizi,
khususnya gizi kurang seperti KEK dan anemia, sehingga
mempunyai kecenderungan melahirkan bayi dengan berat badan
lahir kurang.
Gizi kurang pada ibu hamil dapat menyebabkan resiko
dan komplikasi pada ibu, antara lain anemia, perdarahan,
mempersulit persalinan sehingga terjadi persalinan lama,
prematuritas, perdarahan setelah persalinan, bahkan kematian ibu
(Muliarini 2014). Asupan energi dan protein yang tidak
mencukupi pada hamil dapat menyebabkan KEK. Wanita hamil
berisiko mengalami KEK jika memiliki Lingkar Lengan Atas
(LILA) < 23,5cm. Ibu hamil dengan KEK berisiko melahirkan
bayi berat lahir rendah (BBLR) yang jika tidak segera ditangani
dengan baik akan berisiko mengalami stunting (Pusat Data dan
Informasi Kemenkes RI 2016).
3) Kadar Hb (Hemoglobin)
Masa kehamilan sering sekali terjadi kekurangan zat besi
dalam tubuh. Zat besi merupakan mineral yang sangat
dibutuhkan untuk membentuk sel darah merah (hemoglobin).
Selain itu mineral ini juga berperan sebagai komponen untuk

16
membentuk mioglobin (protein yang membawa oksigen ke otot),
kolagen (protein yang terdapat ditulang, tulang rawan, dan
jaringan penyambung) serta enzim zat besi juga berfungsi dalam
sistem pertahanan tubuh (Dewi, 2013).
Saat hamil kebutuhan zat besi meningkat dua kali lipat
dari kebutuhan sebelum hamil. Hal ini terjadi karena selama
hamil, volume darah meningkat sampai 50% sehingga perlu lebih
banyak zat besi untuk membentuk hemoglobin. Volume darah
meningkat disebabkan karena terjadi pengenceran darah,
kebutuhan pembentukan plasenta, dan pertumbuhan janin.
Hemoglobin (sel darah merah) yang disingkat dengan Hb adalah
metaloprotein atau protein yang mengandung zat besi dalam sel
darah merah yang berfungsi mengangkut oksigen dari paru–paru
ke seluruh tubuh. Selain itu hemoglobin juga memainkan peran
penting dalam menjaga bentuk sel darah merah. Pada dasarnya,
berat bayi lahir memang tidak mutlak dipengaruhi oleh kadar
hemoglobin ibu hamil.
Berat bayi lahir dipengaruhi oleh dua faktor ibu yang
mempengaruhi pertumbuhan janin intrauterin, yaitu faktor
internal dan eksternal ibu hamil. Kadar hemoglobin termasuk ke
dalam faktor internal ibu hamil (Nurkhasanah, 2008). Kadar Hb
wanita sehat seharusnya punya kadar Hb sekitar 12mg/dl.
Kekurangan Hb biasanya disebut anemia. Kadar hemoglobin
menggunakan satuan gram/dl, yang artinya banyaknya gram
hemoglobin dalam 100 mililiter. Dikatakan anemia ringan pada
keadaan Hb dibawah 11gr%, yaitu 9-11 gr%, dan anemia berat
yaitu Hb dibawah 7 gr%. Anemia pada kehamilan dapat
berakibat persalinan prematuritas, abortus, infeksi, mola
hidatidosa, hiperemesis gravidarum, dan KPD.

17
Pemeriksaan Hb dilakukan minimal dua kali selama
kehamilan yaitu pada trimester I dan trimester ke III. Tinggi
rendahnya kadar hemoglobin selama kehamilan mempunyai
pengaruh terhadap berat bayi lahir karena dapat mengakibatkan
gangguan pertumbuhan janin di dalam kandungan. Suatu
penelitian cohort prospective di Kota Semarang saat trimester III
kehamilan menemukan bahwa terdapat hubungan yang bermakna
antara kadar hemoglobin ibu hamil dengan berat bayi lahir.
Trimester III kehamilan memang merupakan masa dimana
terjadinya pertumbuhan janin yang lebih cepat dibandingkan
trimester sebelumnya. Kadar hemoglobin ibu hamil trimester III
yang rendah dapat mengakibatkan pertumbuhan janin
terhambat/kecil/BBLR dan berpotensi stunting. (Susiloningtyas
2012)
4) Frekuensi Antenatal Care (ANC)
Frekuensi antenatal care yang dilakukan oleh ibu selama
hamil memiliki hubungan dengan kejadian stunting, pada ibu
yang melakukan antenatal care lebih dari 4 kali dapat
menurunkan risiko memiliki anak umur 0-23 yang stunting
(OR=0,41; 95% CI 0,23-0,73; p=0,003) (Tiwari, Ausman, and
Agho 2014).
Antenatal care sangat penting untuk dilakukan karena
dalam prosesnya akan diberikan informasi mengenai pemberian
ASI eksklusif, pemberian mpasi, dan prawatan bayi baru lahir
yang komprehensif (Tiwari, Ausman, and Agho 2014).
Pelayanan ANC yang diberikan kepada ibu hamil sesuai
dengan pedoman pelayanan KIA yaitu pemeriksaan antenatal
care minimal 4 kali selama kehamilan dengan ketentuan 1 kali
pada tribulan I, 1 kali pada tribulan II, dan 2 kali pada tribulan III
(Direktur Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat 2015).

18
3. Klasifikasi Stunting
Stunting didefinisikan sebagai kondisi balita, dimana tinggi badan
menurut umur berada di bawah minus 2 Standar Deviasi (<-2SD) dari
standar median WHO. Penilaian status gizi balita yang paling sering
dilakukan adalah dengan cara penilaian antropometri. Secara umum
antropometri berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi
tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi.
Antropometri digunakan untuk melihat ketidak seimbangan asupan protein
dan energi. Beberapa indeks antropometri yang sering digunakan adalah
berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U),
berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) yang dinyatakan dengan standar
deviasi unit Z (Z- score) dimana hasil pengukuran antropometri
menunjukkan Z-score kurang dari -2SD sampai dengan -3SD
(pendek/stunted) dan kurang dari -3SD (sangat pendek / stunted)
(Kementerian Kesehatan RI 2018).
Stunting dapat diketahui bila seorang balita sudah ditimbang berat
badannya dan diukur panjang atau tinggi badannya, lalu dibandingkan
dengan standar, dan hasilnya berada dibawah normal. Jadi secara fisik
balita akan lebih pendek 9 dibandingkan balita seumurnya. Penghitungan
ini menggunakan standar Z score dari WHO. Normal, pendek dan Sangat
Pendek adalah status gizi yang didasarkan pada indeks Panjang Badan
menurut Umur (PB/U) atau Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) yang
merupakan padanan istilah stunted (pendek) dan severely stunted (sangat
pendek).
Menurut Kemenkes R1 (2013), klasifikasi status gizi akan
dijelaskan pada tabel berikut:
Tabel 2 1 Klasifikasi Status gizi (Kemenkes,2013)

INDEKS STATUS Z-Score


GIZI
Gizi buruk ≤ -3 SD

19
Gizi kurang ≥ -3 SD dengan ≤ -2
SD
Berat badan menurut
umur (BB/U) Gizi baik ≥ -2 SD dengan ≤ -2
SD
Gizi lebih ≥ 2 SD
Sangat pendek ≤- 3 SD
Tinggi Badan menurut Pendek -3 SD dengan < -2 SD
Umur (TB/U)
Normal -2 SD
Sangat kurus ≤- 3 SD
Berat Badan Menurut Kurus ≥ -3 SD dengan ≤ -2
Tinggi Badan (BB/TB) SD
SD
Normal ≥ -2 SD dengan ≤ -2
Gemuk ≥ 2 SD
Sangat kurus ≤-3SD
Indeks masa tubuh Kurus -3SD sampai ≤-2 SD
meenurut umur
Normal -2SD sampai 2SD
(IMT/U)
Gemuk ≥2 SD

Sumber: Kemenkes, 2013


4. Cara Pengukuran Balita Stunting
Antropometri berasal dari kata anthropos dan mentros. Anthoropos
artinya tubuh dan metros artinya ukuran. Jadi, antropometri adalah ukuran
tubuh (Supriasa 2012). Menurut NHANES (National Health And Nutrition
Examination Survey), antropometri adalah studi tentang pengukuran tubuh
manusia dalam hal dimensi tulang otot, dan jaringan adiposa atau lemak.
Karena tubuh dapat mengasumsikan berbagai postur, antropometri selalu
berkaitan dengan posisi anatomi tubuh. Pengukuran antropometri
merupakan metode yang meliputi pengukuran ukuran fisik dan komposisi
tubuh. Pengukuran dibedakan berdasarkan umur (dan kadang juga
berdasarkan jenis kelamin dan ras) dan tingkat kebutuhan gizi. Metode ini
dapat mendeteksi terjadinya malnutrisi sedang dan berat, namun metode ini
20
tidak dapat menunjukkan secara spesifik zat gizi yang mengalami
defisiensi. Pengukuran antropometri dapat memberikan informasi terhadap
status gizi di masa lampau (Gibson 1992). Tujuan yang hendak dicapai
dalam pemeriksaan antropometri adalah besaran komposisi tubuh yang
dapat dijadikan isyarat dini perubahan status gizi. Tujuan ini dapat
dikelompokkan menjadi tiga, yaitu untuk penapisan status gizi, survei
status gizi, dan pemantauan status gizi. Pemantauan bermanfaat sebagai
pemberi gambar perubahan status gizi dari waktu ke waktu (Arisman,
2008).
Indeks antropometri untuk balita:
a. Indeks berat badan menurut umur (BB/U).
Berat badan adalah parameter yang memberikan gambaran
massa tubuh. Massa tubuh yang sangat sensitif teerhadap perubahan
perubahan yang mendadak, misal karna terserang penyakit infeksi
menurut nafsu makan atau menurunnya jumlah makanan yang
dikonsumsi. Dalam keadaan normal dimana keadaaan kesehatan baik
dan seimbang anatara konsumsi dan kebutuhan gizi terjamin, maka
berat badan berkembang mengikuti pertambahan umur. Sebaliknya
dalam keadaan abnormal, terdapat 2 kemungkinan perkembangan
berat badan yaitu dapat berkembang cepat atau lebih lambat dalam
keadaan normal (Supriasa 2012).
b. Tinggi badan menurut umur (TB/U)
Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan
keadaan pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi badan
tumbuh seiring dengan pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan
tak seperti berat badan relati kurang sensitif terhadap masalah kurang
12 gizi dalam waktu pendek. Pengaruh defisiensi terhadap tinggi
badan akan nampak dalam waktu yang relati lama. Indikator TB/U
memberikan indikasi masalah gizi yang kronis sebagai akibat dari
keadaan yang berlangsung lama, misal : kemiskinan, perilaku hidup

21
sehat dan pola asuh / pemberian makan yang kurang baik dari sejak
anak dilahirkan yang mengakibatkan anak menjadi pendek
(Kementrian Kesehatan 2010)
c. Berat badan menurut tinggi badan BB/TB
Berat badan memiliki hubungan yang linier dengan tinggi
badan. Dalam keadaan normal, perkembangan berat badan akan
searah dengan perkembangan tinggi badan dengan kecepatan tertentu.
Indeks BB/TB merupakan indikator yang baik untuk menilai status
gizi saat ini, (Supriasa 2012) dari berbagai jenis indeks tersebut, untuk
menginterpretasikan dibutuhkan ambang batas, penentuan ambang
batas diperlukan kesepakatan antar ahli gizi.
Disamping untuk identifikasi masalah kekurusan dan indikator
BB/TB dan IMT/U dapat juga meberikan identifikasi masalah
kegemukan. Masalah kekurusan dan kegemukan pada usia dini dapat
berakibat pada rentannya terhadap berbagai penyakit degenerati pada
usia dewasa(Kementrian Kesehatan 2010)
d. Lingkar lengan atas menurut umur (LILA/U)
Menurut data baku WHO-NCHS indeks BB/U, TB/U dan
BB/TB disajikan dalam dua versi yakni persentil (persentile) dan skor
simpang baku (standart deviation score = Z). Anak-anak di
negaranegara yang populasinya relatif baik (Well-nourished) sebaikna
digunakan “persentil”, sedangkan dinegara untuk anak-anak yang
populasinya kurang (under nourished) lebih baik menggunakan skor
simpang baku (SSB) sebagai persen terhadap media baku rujukan
5. Dampak Stunting
Balita yang mengalami stunting akan mengalami kecerdasan dan
pertumbuhan yang tidak optimal dan menjadikan anak lebih rentan
terhadap penyakit, di masa depan dapat beresiko menurunya tingkat
produktifitas. Sehingga secara luas stunting dapat menghambat

22
pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kemiskinan dan ketimpangan sosial
(TNP2K 2017)
Konsekuensi balita stunting dapat meningkatkan morbidibitas dan
mortalitas, rendahnya fungsi kognitif dan fungsi psikologis pada masa
sekolah stunting juga dapat merugikan kesehatan jangka pendek dan jangka
panjang dan pada saat dewasa dapat mempengeruhi produktifitas kerja,
meningkatkan resiko kegemukan, penyakit metabolik, penyakit jantung
koroner, diabetes melitus dan penyakit lainya. (Sumiahadi et al. 2017)
Adapun dampak dampak stunting jangka pendek dan jangka panjang yaitu :
1) Dampak Jangka Pendek
a. Peningkatan kejadian kesakitan dan kematian.
b. Perkembangan kognitif, motorik, dan verbal pada anak tidak
optimal
c. Peningkatan biaya kesehatan
2) Dampak Jangka Panjang
a. Postur tubuh yang tidak optimal saat dewasa (lebih pendek
dibandingka umurnya).
b. Meningkatnya resiko obesitas dan penyakit lainya.
c. Menurunnya kesehatan Reproduksi.
d. Kapasitas Belajar dan performa yang kurang optimal saat masa
sekolah.
e. Produktifitas dan kapasitas kerja yang tidak optimal. (Kementerian
PPN/ Bappenas 2018)
6. Pencegahan Stunting
Upaya intervensi untuk balita stunting difokuskan pada 1000 Hari
Pertama Kehidupan (HPK) yaitu pada masa ibu hamil, ibu menyusui, dan
anak dari usia 0 – 23 bulan, pada masa inilah penanganan balita pendek
paling efektif dilakukan. 1000 hari pertama kehidupan ini meliputi 270 hari
selama kehamilan dan 730 hari pertama setelah bayi dilahirkan yang telah
dibuktikan secara ilmiah merupakan periode yang menentukan kualitas

23
kehidupan. Oleh karena itu periode disebut dengan “periode emas”,
“periode kritis” atau “window of opportuntiy” (Pusat Data dan Informasi
Kemenkes RI 2016).
Perkembangan otak, kecerdasan, ganggguan pertumbuhan fisik
seperti stunting, dan gangguan metabolisme dalam tubuh merupakan akibat
buruk yang akan timbulkan akibat permasalahan gizi pada periode tersebut
dalam jangka panjang. Upaya intervensi untuk mengatasi masalah diatas
antara lain:
a. Ibu hamil
Cara terbaik unutk mengatasi stunting yaitu memperbaiki
kesehatan dan gizi ibu hamil, saat ibu hamil mengalami masalah
kesehatan Kurang Energi Kronis maka harus segera diberikan
makanan tambahan kepada ibu hamil tersebut dan mendapatkan
makanan dengan kandungan gizi yang bagus. Tablet penambah
darah perlu sekali diberikan kepada ibu ketika hamil, minimal 90
tablet selama proses kehamilan serta perlunya menjaga kondisi
kesehatan tubuh ibu hamil.
b. Bayi lahir
Bayi ketika persalinan yang di tolong oleh bidan atau dokter
terlatih dan begitu bayi lahir melakukan Inisiasi Menyusui Dini
(IMD), dan bayi sampai usia 6 bulan diberi ASI Eksklusif saja.
c. Bayi berusia 6 bulan sampai dengan 2 tahun
Bayi yang sudah berusia 6 bulan diberikan Makanan
Pendamping ASI. Pemberian ASI dilakukan sampai bayi berusia 2
tahun atau lebih, dan anak diberikan imuniasi lengkap dan vitamin A
d. Upaya yang sangat strategis untuk mendeteksi dini terjadinya
gangguan pertumbuhan adalah memantau pertumbuhan Balita di
Posyandu.
e. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) harus dilaksanakan oleh
setiap rumah tangga termasuk meningkatkan akses air bersih dan

24
fasilitas sanitasi, dan menjaga kebersihan lingkungan. PHBS akan
menurunkan kejadian sakit terutama penyakit infeksi yang dapat
membuat energi pertumbuhan dialihkan kepada perlawanan tubuh
menghadapi infeksi, dan gizi sulit diserap oleh tubuh dan
terlambatnya pertumbuhan
B. Kerangka Teori

Pendapatan Daya Beli Asupan Balita (MP-


ASI)

Pendidikan Pengetahuan Ibu ASI Eksklusif

KEJADIAN
Frekuensi ANC Penyakit STUNTING
Infeksi

Status Gizi Ibu


(LILA)
Pola Asuh

BBLR

Gambar 2 1 Kerangka teori tentang Kejadian stunting sumber logical framework of the
nutritonal problem Unicef tahun 2013, UNICEF, 2013

25
C. Kerangka Konsep
Input Proses Output

Faktor Ibu:
Faktor Intrinsik Ibu:
1.Usia 1. Riwayat ANC
2. Pendidikan 2. Status gizi KEJADIAN
3. Pengetahuan ibu/KEK STUNTING
4. Paritas 3. Riwayat anemia
5.Sosial Ekonomi Faktor Intrinsik Balita
1. Berat badan
Faktor Balita lahir
1. Penyakit Infeksi 2. Pemberian ASI
2. Kelainan Ekslusif
Kongenetal 3. MP- ASI

Faktor Lain:
1.Sanitasi Lingkungan
Gambar 1.2
Gambar 2 2 Kerangka Konseptual tentang Faktor Intrinsik yang Mempengaruhi
Kejadian Stunting di Desa Pulung, Ponorogo 2021

1) Variabel Dependen / terikat: Kejadian stunting


2) Variabel independent / bebas: riwayat ANC, status gizi ibu, riwayat
anemia, BBLR, Pemberian ASI Eksklusif, MP-ASI

D. Hipotesis Penelitian
1. Riwayat ANC ibu merupakan faktor Instrinsik kejadian stunting pada
balita usia 24-59 bulan

2. Riwayat status gizi ibu saat hamil merupakan faktor Intrinsik kejadian
stunting pada balita usia 24-59 bulan

3. Riwayat anemia ibu saat hamil merupakan faktor Intrinsik terhadap


kejadian stunting pada balita usia 24-59 bulan

26
4. Riwayat berat badan lahir merupakan faktor Intrinsik kejadian stunting
pada balita usia 24-59 bulan.

5. Riwayat pemberian ASI Ekslusif merupakan faktor Intrinsik kejadian


stunting pada balita usia 24-59 bulan

6. Riwayat pemberian makanan pendamping ASI merupakan faktor


Intrinsik kejadian stunting pada balita usia 24-59 bulan

7. Factor Intrinsik yang paling berpengaruh terhadap kejadian stunting pada


balita usia 24-59 bulan

27
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
survey analitik dengan pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif
digunakan untuk menguji suatu teori, menyajikan suatu fakta atau
mendeskripsikan statistik untuk menunjukan hubungan antar variabel,
mengembangkan konsep, mengembangkan pemahaman atau mendeskripsikan
banyak hal dalam penelitian. Rancangan yang digunakan Observasional
dengan menggunakan pendekatan Cross sectional, yaitu suatu penelitian yang
menekankan waktu pengukuran / observasi data variabel independen dan
dependen hanya satu kali pada satu waktu. Cara pengambilan data variabel-
variabel tersebut dilakukan sekali waktu pada saat yang bersamaan
(Sujarweni, 2014). (Suyanto and Susila 2014). Dalam penelitian ini untuk
mengetahui Faktor Intrinsik yang mempengaruhi kejadian stunting pada
balita usia 24-59 bulan diwilayah Desa Pulung, Kecamatan Pulung,
Kabupaten Ponorogo tahun 2020.
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang akan
diteliti(Notoatmodjo 2018) . Populasi yang digunakan dalam penelitian ini
adalah seluruh ibu balita usia 24-59 bulan yaitu 271 pada bulan September
2020 di 4 posyandu.
2. Sampel
Sampel yaitu bagian dari populasi yang memenuhi kriteria
penelitian sehingga dapat mewakili dari populasi tersebut (Notoatmodjo
2018). Pengertian lain menyatakan bahwa sampel adalah wakil dari

28
populasi yang akan diteliti (Arikunto 2012). Penentuan besar sampel
dengan menggunakan rumus Slovin untuk menentukan sampel adalah
sebagai berikut:

Keterangan:
n = Ukuran sampel/jumlah responden
N = Ukuran populasi
E = Presentase kelonggaran ketelitian kesalahan pengambilan sampel yang
masih bisa ditolerir; e=5 %
Berdasarkan rumus tersebut, maka besar sampel dalam penelitian
ini adalah:
n=N/ (1+N (e)²)
n= 271/ (1+271(0, 05) ²
n= 271/ (1+271(0,0025)
n= 271/ (1+0,678)
n= 271/1,678
n=161,5
Jadi, besar sampel dalam penelitian ini adalah 162 ibu balita usia
24-59 bulan. Namun, dalam penelitian ini terdapat beberapa kriteria
sebagai berikut:
1) Kriteria inklusi meliputi:
a. Anak balita usia 24-59 bulan tidak cacat fisik dan mental.
b. Anak balita usia 24-59 bulan yang mempunyai buku KIA
c. Anak balita usia 24-59 bulan yang mempunyai ibu yang tidak cacat
mental.
d. Orang tua bersedia diikutsertakan dalam penelitian
2) Kriteria eksklusi meliputi:
a. Anak usia 24-59 bulan dengan kelainan bawaan
b. Anak usia 24-59 bulan dengan penyakit kronis
29
C. Teknik Sampling
Sampling merupakan proses menyeleksi jumlah populasi yang
dapat mewakili populasi yang ada, sedangkan teknik sampling merupakan
metode dapat dilakukan dalam menentukan sampel yang sesuai dengan
subjek penelitian (Nursalam 2015). Teknik sampling adalah teknik
pengambilan sampel. Pengambilan sampel dalam penelitian ini
menggunakan teknik purposive sampling yaitu teknik pengambilan sampel
teknik non-probabilitas yang sering digunakan karena kemudahannya.
Langkah awal yang harus dilakukan adalah menentukan kriteria sampel
yang sesuai dengan penelitian. (Sudaryono 2019).

D. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja desa Pulung, Kecamatan
Pulung, Kabupaten Ponorogo pada bulan Maret s/d April 2021

E. Variabel Penelitian

Variabel merupakan segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang


ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi
tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya. Variabel dapat
diartikan sebagai sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat, atau ukuran
yang dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang suatu konsep
tertentu .(Notoatmodjo 2018)

Variabel dalam penelitian ini adalah:


a. Variabel Bebas (Independent variable)
Independent variable atau variabel bebas merupakan variabel
yang menjadi sebab perubahan atau timbulnya dependent variable
(terikat). Variabel bebas artinya bebas dalam mempengaruhi variabel
lain (Aziz Alimul Hidayat 2014). Variabel bebas penelitian ini adalah
riwayat ANC, status gizi ibu, riwayat anemia, BBLR, Pemberian ASI
Eksklusif, MP-ASI
30
b. Variabel Terikat (Dependent variable)

Dependent variable atau variabel terikat merupakan variabel


yang dipengaruhi atau menjadi akibat karena variabel bebas (Aziz
Alimul Hidayat 2014). Variabel Dependen penelitian ini adalah
kejadian Stunting yaitu keadaan status gizi seseorang berdasarkan z-
skor tinggi badan (TB) terhadap umur (U) dimana terletak pada <-2
SD.

F. Definisi Operasional
Tabel 3 1 Definisi operasional Faktor determinan yang mempengaruhi
kejadian stunting pada balita usia 24-59 bulan diwilayah Desa
Pulung, Kecamatan Pulung, Kabupaten Ponorogo tahun 2020
Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Cara Ukur Kategori Skala

Variabel dependen
Kejadian Suatu keadaan Metline Microtoice, 1. Stunting: Nomi
stunting dimana tinggi badan melihat buku Zscore TB/U <- nal
anak tidak sesuai KIA, riwayat TB 2,0 SD 2. Tidak
dengan usia (lebih menurut umur stunting Zscore
pendek dari tinggi TB/U ≥ -2,0
usia nomal). Stunting
didasarkan pada
indeks panjang badan
dibanding umur
(PB/U) atau tinggi
badan dibanding
umur (TB/U) dengan
batas (z-score)
kurang dari - 2 SD

Variabel Independent
Riwayat Antenatal Care Dilihat dari ANC Tepat: Jika Dinyatakan Nomi
ANC (ANC) merupakan Buku KIA melakukan ANC skor. 0: tidak nal
pelayanan kesehatan minimal 1 kali tepat
yang diberikan oleh trimester I, 1 kali
tenaga kesehatan trimester II, 2 kali 1: ANC tepat
untuk ibu selama trimester III.
kehamilannya dan
dilaksanakan sesuai Tidak tepat: jika
dengan standar tidak melakukan
pelayanan kunjungan ANC 1
kali trimester I, 1
kali trimester II,
dan 2 kali
31
trimester III.

Status Kondisi ibu hamil Metlin Melihat Buku 1: KEK = LLA


Gizi/ yang mengalami KIA < 23, 5 cm
risiko kurang energi Nomi
KEK kronis yang ditandai 2: Tidak KEK
nal
dengan LLA < 23, 5 LLA > 23, 5 cm
cm pada trimester I.

Riwayat Kondisi ibu hamil Heamomet Melihat buku KIA 1: Anemia = Hb Nomi
Anemia yang mengalami er, Buku < 11 dl/mg nal
anemia saat KIA
kehamilan dengan 2: Tidak anemia
indikator kadar Hb < Hb > 11 dl/mg
11 dl/mg trimester I
dan III,

Riwayat Berat balita pada saat Timbangan Melihat buku KIA 1= Berat Badan Nomi
Berat dilahirkan yang bayi, Buku Lahir Normal (≥ nal
Badan dilihat menggunakan KIA 2500 gr)
Lahir KMS balita.
2= Berat Badan
Lahir Rendah (<
2500 gr)

riwayat Memberikan hanya Kuesioner Ekslusif: Jika dari 1= eksklusif Nomi


ASI ASI saja kepada bayi lahir sampai usia nal
eksklusif sejak dilahirkan bayi sekarang 2= Tidak
sampai 6 bulan, tanpa pada saat eksklusif
menambahkan pengambilan data
dengan makanan hanya diberikan
/minuman lain ASI saja tanpa
(kecuali obat, vitamin ada tambahan
dan mineral) cairan atau
makanan padat
selain obatobatan
dan vitamin.
Tidak ekslusif:
Jika dari bayi
lahir sampai usia
bayi sekarang
pada saat
pengambilan data
pernah diberikan
tambahan cairan
atau makanan
padat selain
obatobatan dan
vitamin.

Pemberia Perilaku ibu dalam Kuesioner MPASI: 1. Tidak sesuai Nomi


n MP- memberikan (jika cara nal
ASI makanan tambahan  Sesuai: 6 pemberian
32
lain selain ASI dan bulan MP-ASI
obat-obatan. seluruhnya
 Tidak sesuai: atau salah
6 bulan satunya
Jenis MP-ASI tidak sesuai)
yang diberikan 2. Sesuai (jika
sesuai jika: cara
pemberian
 6-8 bulan: ASI
MP-ASI
dan makanan
sesuai
lumat
berdasarkan
 9-11 bulan: waktu
ASI dan pemberian,
makanan jenis,
lembik atau frekuensi
cincang dan
kandungan)
 12-24 bulan:
ASI dan
makanan
keluarga

Frekuensi
pemberian MP-
ASI, sesuai jika

1. 6 bulan:
teruskan AS I
dan makanan
lumat 2 kali
sehari

2. 7-8 bulan:
teruskan ASI
dan makanan
lumat 3 kali
sehari

3. 9-11 bulan:
teruskan ASI
dan makanan
lembik 3 kali
sehari
ditambah
makanan
selingan 2 kali
sehari

4. 12-24 bulan:
teruskan ASI
dan makanan

33
keluarga 3 kali
sehari
ditambah
makanan
selingan 2 kali
sehari.

5. Kandungan
MP-ASI:
Sesuai jika
mengandung
protein, kalori,
lemak,
vitamin dan
mineral

G. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah perangkat yang digunakan untuk
mengungkap data, sehingga data dapat dianalisis dan akhirnya dapat
mencapai tujuan yang diinginkan (Notoatmodjo Soekidjo 2012). Instrumen
penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Kuesioner
Kuesioner dapat diartikan sebagai daftar pertanyaan yang
sudah tersusun dengan baik, sudah matang, di mana responden tinggal
memberikan jawaban atau dengan memberikan tanda-tanda tertentu
(Sugiono 2014). Kuesioner merupakan daftar pertanyaan untuk
wawancara terstruktur oleh peneliti dengan responden (Imron and
Munif 2010). Pentingnya kuesioner sebagai alat pengumpul data
adalah untuk memperoleh suatu data yang sesuai dengan tujuan
penelitian.
2. Buku KIA

H. Uji Validitas dan Reliabilitas


Sebelum instrument (kuesioner) penelitian ini digunakan sebagai alat
pengumpul data terlebih dahulu dilakukan uji coba untuk mengetahui

34
ketepatan kuesioner dalam mengukur suatu data. Uji yang dilakukan untuk
mengetahui validitas dan reliabilitas kuesioner adalah sebagai berikut:
1. Uji Validitas
Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukut
(instrument) itu benar-benar mengukur apa yang seharusnya diukur
(Notoatmodjo, 2012 dalam Sugiyono 2017). Uji validitas digunakan untuk
mengetahui kelayakan butir-butir dalam suatu daftar pertanyaan dalam
mengidentifikasi suatu variabel, daftar variabel ini pada umumnya
mendukung suatu kelompok variabel tertentu. Validitas kuesioner dapat
diketahui dengan cara melakukan korelasi antar skor masing-
masingvariabel dengan skor totalnya. Hasi r hitung kita bandingkan
dengan r tabel dimana df=n-2 dengan sig 5%. Jika r tabel < r hitung mak
valid (Wiratna Sujarweni, 2012). Teknik korelasi yang digunakan adalah
korelasi pearson product moment menggunakan program aplikasi data
statistik SPSS 16.0.
2. Uji Reliabilitas
Reliabilitas (keandalan) merupakan ukuran suatu kestabilan dan
konsistensi responden dalam menjawab pertanyaan yang merupakan
dimensi suatu variabel dan disusun dalam suatu bentuk kuesioner (Wiratna
Sujarweni, 2012). Uji reabilitas pada penelitian ini menggunakan teknik
koefisien Alpha Cronbach’s, jika nilai cronbach’s alpha > 0,60 maka
kontruk pertanyaan yang merupakan dimensi variabel adalah
reliabel(Wiratna Sujarweni, 2012) dengan menggunakan pengolah data
SPSS 16.0.
I. Pengumpulan Data dan Pengolahan Data
1. Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menyebar
kuesioner. Peneliti melakukan penelitian di Posyandu wilayah kerja
Puskesmas Pulung sesuai jadwal posyandu. Adapun langkah-langkah
dalam pengumpulan data sebagai berikut:

35
a. Tahap persiapan yaitu mengurus perizinan, setelah surat
permohonan izin peneitian dikeluarkan IIK STRADA Jurusan
Kesehatan Ibu dan Anak, kemudian melakukan perijinan kepada
pihak terkait (Bupati Ponorogo cq Kesbangpol Ponorogo dan
Dinas Kesehatan Ponorogo). Selanjutnya menyerahkan surat izin
penelitian ke Puskesmas Pulung.
b. Peneliti membentuk tim untuk membantu jalannya penelitian yang
terdiri dari 2 bidan desa, 1 petugas gizi dan melakukan penyamaan
persepsi mengenai proses, sampel penelitian dan cara pengisian
kuesioner.
c. Peneliti datang ke posyandu sesuai jadwal yang telah ditentukan
dengan dibantu tim, meminta ibu-ibu yang mempunyai usia 24 -
59 bulan yang sesuai kriteria inklusi untuk meluangkan waktunya
untuk berpartisipasi dalam penelitian, dengan jumlah sampel
sesuai yang ditentukan.
d. Meminta ibu yang bersedia menjadi responden untuk mengisi
lembar informed concent.
e. Menjelaskan cara pengisian kuesioner
f. Selanjutnya responden mengisi kuesioner yang telah disiapkan
dengan didampingi peneliti atau tim, diisi saat itu juga, diperlukan
waktu ± 60 menit.
g. Setelah responden selesai mengisi dan menjawab semua kuesioner,
peneliti dan tim mengisi data yang diperlukan dari buku KIA
2. Tahapan Pengolahan Data
a. Penyuntingan Data (Editing)
Pada tahap ini dilakukan pemeriksaan terhadap semua
item pertanyaan dalam kuesioner. Editing dilakukan pada saat
pengumpulan data atau setelah data terkumpul dengan memeriksa
jumlah kuesioner, kelengkapan identitas, lembar kuesioner,
kelengkapan isian kuesioner, serta kejelasan jawaban.

36
b. Pengkodean (Coding)
Pengkodean merupakan pemberian kode atau angka pada
variabel yang diteliti untuk memudahkan pengolahan data.
c. Pemberian nilai (Scoring)
Pada tahap scoring dilakukan pemberian nilai untuk setiap
kuesioner yang dikerjakan oleh respon denngan menghitung
persentase jumlah jawaban benar sehingga diketahui nilai yang
dimiliki masing-masing responden. Skor yang didapatkan
responden dari pengisian kuesioner dan data dari buku kia.
1) Stunting:
0: Stunting Zscore TB/U <- 2,0 SD
1: Tidak stunting Zscore TB/U ≥ -2,0
2) Riwayat ANC
0: tidak tepat
1: ANC tepat
3) KEK
0: KEK = LLA < 23, 5 cm
1: Tidak KEK = LLA > 23, 5 cm
4) Anemia
0: Anemia = Hb < 11 dl/mg
1: Tidak anemia = Hb >
5) BBL
0: Berat Badan Lahir Rendah (< 2500 gr)11 dl/mg
1: Berat Badan Lahir Normal (≥ 2500 gr)
6) Riwayat ASI Ekslusif
0: Tidak eksklusif
1: Eksklusif
7) Pemberian MP-ASI
0: Tidak sesuai (jika cara pemberian MP-ASI seluruhnya atau
salah satunya tidak sesuai)

37
1: Sesuai (jika cara pemberian MP-ASI sesuai berdasarkan
waktu pemberian, jenis, frekuensi dan kandungan)
d. Memasukkan Data (Entry Data)
Memasukkan data yang telah diperoleh menggunakan
fasilitas computer. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan
program SPSS 18.0.
e. Pentabulasian (Tabulating)
Kegiatan pentabulasian dalam penelitian ini meliputi,
pengelompokkan data sesuai dengan tujuan penelitian, kemudian
dimasukkan kedalam tabel-tabel yang telah ditentukkan,
berdasarkan kuisoner yang telah ditentukan skor atau kodenya.
Dalam penelitian ini peneliti melakukan tabulasi data
menggunakan program aplikasi data statistik SPSS 18.0

J. Analisis data
Data yang telah diperoleh dari penelitian ini kemudian dianalisis
dengan menggunakan program aplikasi pengolah data statistik 18.0. analisis
data pada penelitian ini adalah:

a. Analisa Univariat
Analisa yang digunakan untuk melihat distribusi frekuensi
dari setiap variabel yang bertujuan untuk menggambarkan
distribusi dari frekuensi berbagai variabel yang diteliti, baik
variabel bebas yaitu dukungan keluarga maupun variabel terikat
yaitu kejadian stunting. Analisis ini digunakan untuk
mendeskripsikan tentang riwayat kehamilan ibu meliputi riwayat
anc, riwayat KEK, riwayat Anemia dan riwayat balita yaitu riwayat
BBL, riwayat pemberian ASI ekslusif dan pemberian ASI ekslusif.

b. Analisis multivariat

38
Analisi multivariate menggunakan uji regresi logistik ganda untuk
mengetahui variabel independen yang memiliki hubungan paling
dominan dengan variabel dependen.

K. Etik Dalam Penelitian


Penelitian ini menggunakan subjek manusia, sehingga peneliti harus
memahami prinsip etika dalam penelitian. Dalam melaksanakan penelitian,
perlu melakukan uji kelayakan etik penelitian ini, peneliti akan mengajukan
uji etik ke komisi etik Institut Ilmu Kesehatan STRADA Indonesia. Setelah
dilakukan uji etik, penelitian ini akan dinyatakan layak etik dengan bukti
sertifikat etik, kemudian peneliti melakukan penelitian dengan
memperhatikan masalah etik penelitian yang meliputi:
1. Lembar persetujuan (informed consent)
Penelitian dilakukan dengan terlebih dahulu memberikan lembar
persetujuan (informed consent) serta penjelasan mengenai penelitian
kepada sampel penelitian. Jika ibu bersedia menjadi sampel, maka
dipersilakan menandatangani lembar persetujuan.Jika menolak, maka
peneliti tidak diperbolehkan memaksa dan tetap menghormati hak
sampel.
2. Tanpa nama(anonimity)
Untuk menjaga kerahasiaan identitas sampel, peneliti akan
menggunakan kode dalam bentuk huruf pada masing-masing lembar
pengumpulan data tanpa menuliskan nama sampel pada lembar
pengumpulan data dan hasil penelitian.
3. Kerahasiaan(confidentiality)
Kerahasiaan informasi yang diberikan sampel akan dijamin oleh
peneliti dengan tidak memberitahukan hasil observasi pada orang lain.
Hasil riset akan disajikan tanpa memperlihatkan hasil perorangan.

L. Keterbatasan Penelitian

39
Keterbatasan Peneliti Penelitian ini tidak terlepas dari segala
kekurangan dalam hal penulisan, cara analisis, ataupun proses penelitian
adapun keterbatasan dari penelitian ini sebagai berikut:
1. Penelitian ini hanya di uji dengan data kuantitatif berupa kuesioner
yang disebarkan kepada responden dan juga belum sepenuhnya merata
ke seluruh balita di wilayah puskesmas sehingga mungkin jika lebih
menyeluruh akan memberikan hasil yang lebih baik
2. Kuesioner pemberian MPASI yang digunakan dalam penelitian ini
masih ada instrumen yang mungkin dapat menimbulkan bias atau
kesinambungan dalam penelitian ini dan penelitian selanjutnya,
dikarenakan mungkin jawaban dari responden kadang-kadang ada
yang tidak mencerminkan keadaan sesungguhnya.
3. Kuesioner diberikan pada responden saat janji temu dengan kader dan
bidan, dimana tidak semua janji temu di damping peneliti sehingga
tidak bisa memastikan jawaban responden sesuai dengan yang
diharapkan peneliti.

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Data Demografi

Penelitian ini dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Pulung,


Ponorogo. Puskesmas Pulung adalah Puskesmas rawat inap yang merupakan
salah satu dari 31 Puskesmas yang ada di Ponorogo. Puskesmas Pulung
berada pada daerah pegunungan dengan ketinggian rata-rata 492 meter di atas
permukaan laut. Penelitian ini dilakukan di desa pulung yang merupakan
pusat pemerintahan tingkat kecamatan yang berjarak sekitar 0,1 km dari

40
ibukota kecamatan dan terletak di 7,8762 lintang selatan, 111,6174 bujur
timur.

Berdasarkan data administrasi pemerintahan desa tahun 2020, jumlah


penduduk desa Pulung adalah dengan total 4.581 yang terdiri dari jumlah
laki-laki 2.276 jiwa dan 2.305 jiwa perempuan. Mata pencaharian warga desa
pulung di dominasi dengan petani dan pedagang.

B. Hasil Penelitian

Penelitian dilakukan dari bulan maret sampai dengan april 2021.


Penelitian ini menanganalisis faktor intrinsik yang dianggap ikut berpengaruh
terhadap kejadian stunting di wilayah Puskesmas Pulung. Sampel sebanyak
162 balita berusia 24 bulan sampai dengan 59 bulan baik yang stunting
maupun tidak stunting. Dalam rangka menjawab penelitian dan mencapai
tujuan penelitian yang telah ditetapkan peneliti telah melakukan pengumpulan
data. Data yang telah dikumpulkan kemudian dianalisis sebagai berikut:

1. Analisa Univariat

Distribusi frekuensi variabel Faktor Intrinsik yang Mempengaruhi


Kejadian Stunting di Desa Pulung, Ponorogo 2021digambarkan seperti
tabel dibawah ini :

Tabel 4 1 Distribusi Frekuensi variabel Faktor Intrinsik yang


Mempengaruhi Kejadian Stunting di Desa Pulung, Ponorogo 2021
Variable Frekuensi ( n ) Persen ( % )

Jenis Kelamin
Perempuan 77 47,5
laki-laki 85 52,5
Jumlah 162 100
Riwayat BBLR
BBLR 19 11,7
Tidak BBLR 143 88,3
Jumlah 162 100
Riwayat ANC
41
ANC sesuai 149 92
ANC tidak sesuai 13 8
Jumlah 162 100
Riwayat KEK
KEK 39 24,1
Tidak KEK 123 75,9
Jumlah 162 100
Riwayat ANEMIA
Anemia 25 15,4
Tidak Anemia 137 84,6
Jumlah 162 100
Jenis MPASI
Sesuai 132 81,5
Tidak Sesuai 30 18,5
Jumlah 162 100
Frekuensi MPASI
Sesuai 128 79
Tidak Sesuai 34 21
Jumlah 162 100
Jumlah MPASI
Sesuai 128 79
Tidak Sesuai 34 21
Jumlah 162 100
Stunting
Stunting 12 7,4
Tidak Stunting 150 92,6
Jumlah 162 100

Pada Tabel 4.1 menunjukan bahwa jenis kelamin balita


adalah lebih banyak laki-laki atau 52,5 %, dan mempunyai riwayat
BBLR sejumlah 11,7 %. Sebagian besar responden menpunyai
riwayat sesuai pemberian MPASI dilihat dari segi jenis (81,5 %),
frekuensi (79 %), dan jumlah MPASI 79 %) pada masa berusia
sebelum 24 bulan. Balita yang diteliti mengalami stunting sejumlah
7,4 % atau 12 balita.

Dari ibu balita menunjukan bahwa riwayat ANC mayoritas


sudah sesuai (92 %), yang menunjukan riwayat KEK sejumlah
24,1 % dan yang menunjukan riwayat anemia adalah 15,4 %.

42
2. Analisis Multivariat

Variabel yang dimasukkan dalam uji regresi logistik adalah


variabel yang mempunyai nilai p < 0,05. Dalam penelitian ini ada dua
acuan yang dapat kita pakai sebagai dasar pengambilan keputusan,
pertama dengan melihat nilai signifikansi (Sig), dan kedua
membandingkan antara nilai t hitung dengan t tabel.

1) Berdasarkan Nilai Signifikansi (Sig.)

i. Jika nilai Signifikansi (Sig). < probabilitas 0,05 maka ada


pengaruh variabel bebas (X) terhadap variabel terikat (Y) atau
hipotesis diterima.
ii. Jika nilai Signifikansi (Sig). > probabilitas 0,05 maka tidak ada
pengaruh variabel bebas (X) terhadap variabel terikat (Y) atau
hipotesis ditolak.

2) Berdasarkan Perbandingan Nilai t hitung dengan t tabel:

i. Jika nilai t hitung > t tabel maka ada pengaruh variabel


bebas (X) terhadap variabel terikat (Y) atau hipotesis
diterima.
ii. Jika nilai t hitung < t tabel maka tidak ada pengaruh
variabel bebas (X) terhadap variabel terikat (Y) atau
hipotesis ditolak

a. Riwayat ANC ibu terhadap kejadian stunting pada balita usia 24-59
bulan. Berikut ini adalah hasil analisis antara Riwayat ANC ibu
terhadap kejadian stunting:

Tabel 4 2 Riwayat ANC Ibu terhadap kejadian Stunting pada balita usia
24 – 59 bulan di wilayah desa Pulung, Kabupaten Ponorogo
2021
Variabel Tidak Stunting Total P value
Stunting

43
N % n % n % t
Riwayat ANC
ANC tidak tepat 11 7,3 2 16,7 13 8

ANC tepat 139 92,7 10 83,3 149 92 -,281 0,779

Berdasarkan uji statistik diperoleh nilai yang p value > 0,05,


adalah riwayat ANC (0,779), maka Ho diterima yang berarti riwayat
ANC tidak mempengaruhi kejadian stunting pada anak balita usia 24-59
bulan di wilayah desa Pulung.

b. Riwayat status gizi ibu saat hamil terhadap kejadian stunting pada balita
usia 24-59 bulan. Berikut ini adalah hasil analisis antara Riwayat status
gizi ibu terhadap kejadian stunting:

Tabel 4 3 Riwayat status gizi ibu saat hamil terhadap kejadian stunting pada balita usia
24-59 bulan di wilayah desa Pulung, Kabupaten Ponorogo 2021

Tidak P
Stunting Total
Variabel Stunting T value
N % n % n %
Riwayat KEK
KEK 1 -4,049
29 19,3 83,3 39 24
0 0,000

Tidak KEK 121 80,7 2 16,7 123 76


Nilai p value Riwayat KEK pada uji statistik ini adalah (0,000)
atau < 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa Riwayat KEK
mempengaruhi / ada pengaruh pada kejadian stunting pada anak balita
usia 24-59 bulan di wilayah desa Pulung.

c. Riwayat anemia ibu saat hamil terhadap kejadian stunting pada balita
usia 24-59 bulan, analisisnya bisa dilihat dari tabel dibawah ini:

Tabel 4 4 Riwayat anemia saat hamil terhadap kejadian stunting pada


balita usia 24-59 bulan di wilayah desa Pulung, Kabupaten
Ponorogo 2021
44
Tidak P
Stunting Total
Variabel Stunting value
t
N % n % n %
Riwayat ANEMIA
Anemia 20 13,3 5 41,7 25 15,4 -,577 0,5
64

Tidak Anemia 130 86,7 7 58,3 137 84,6

Berdasarkan uji statistik diperoleh nilai yang p value riwayat


anemia adalah (0,564) atau > 0,05, maka Ho diterima yang berarti
riwayat anemia tidak mempengaruhi kejadian stunting pada anak balita
usia 24-59 bulan di wilayah desa Pulung.

d. Riwayat berat badan lahir terhadap kejadian stunting pada balita usia
24-59 bulan, analisisnya bisa dilihat dari tabel dibawah ini:

Tabel 4 5 Riwayat BBLR terhadap kejadian stunting pada balita usia 24-59 bulan di
wilayah desa Pulung, Kabupaten Ponorogo 2021

Tidak
Stunting Total P value
Variabel Stunting
T
n % n % n %
Riwayat BBLR
BBLR 14 9,3 5 41,7 19 11,7 -2,106
0,037

Tidak BBLR 136 90,7 7 58,3 143 88,3


Nilai p value Riwayat BBLR pada uji statistik ini adalah 0,037 atau <
0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa Riwayat BBLR
mempengaruhi / ada pengaruh pada kejadian stunting pada anak balita
usia 24-59 bulan di wilayah desa Pulung.

e. Menganalisis riwayat pemberian ASI Ekslusif terhadap kejadian


stunting pada balita usia 24-59 bulan, analisisnya bisa dilihat dari tabel
dibawah ini:
45
Tabel 4 6 Riwayat pemberian ASI Ekslusif terhadap kejadian stunting
pada balita usia 24-59 bulan di wilayah desa Pulung,
Kabupaten Ponorogo 2021
P
Tidak value
Stunting Total t
Variabel Stunting

n % n % n %
Riwayat ASI Ekslusif
18 12 6 50 24 14,8 -2,009
Tidak Asi Ekslusif 0,046

Asi Ekslusif 132 88 6 50 138 85,2

Dari tabel diatas dapat diketahui nilai p value Riwayat ASI


Ekslusif adalah 0,046 atau < 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa
Riwayat ASI Ekslusif mempengaruhi / ada pengaruh pada kejadian
stunting pada anak balita usia 24-59 bulan di wilayah desa Pulung.

f. Riwayat pemberian makanan pendamping ASI terhadap kejadian


stunting pada balita usia 24-59 bulan
Tabel 4 7 Riwayat pemberian MP-ASI terhadap kejadian stunting pada
balita usia 24-59 bulan di wilayah desa Pulung, Kabupaten
Ponorogo 2021
Tidak P
Stunting Total
Variabel Stunting value
t
N % n % n %

Jenis MPASI
Sesuai 25 16,7 5 41,7 30 18,5 -1,356
0,177
Tidak Sesuai 125 83,3 7 58,3 132 81,5
Frekuensi MPASI
Sesuai 25 16,7 9 75 34 21 -3,972
0,000
Tidak Sesuai 125 83,3 3 25 128 79
Jumlah MPASI
Sesuai 25 16,7 9 75 34 21 -3,746 0,000

46
Tidak Sesuai 125 83,3 3 25 128 79

Berdasarkan uji statistik diperoleh nilai yang p value > 0,05,


adalah jenis MPASI (0,177) maka Ho diterima maka jenis MPASI tidak
mempengaruhi kejadian stunting pada anak balita usia 24-59 bulan di
wilayah desa Pulung. Sedangkan nilai p value < 0,05 pada uji statistik
ini adalah Frekuensi MPASI (0,000) dan Jumlah MPASI (0,000),
Sehingga dapat disimpulkan bahwa Frekuensi MPASI dan Jumlah
MPASI mempengaruhi / ada pengaruh pada kejadian stunting pada
anak balita usia 24-59 bulan di wilayah desa Pulung.

g. Faktor Intrinsik yang paling berpengaruh terhadap kejadian stunting


pada balita usia 24-59 bulan.
Besaran pengaruh variabel independen terhadap variabel
dependen dilambangkan dengan Beta (β). β dapat bernilai negatif
maupun positif. Nilai β inilah yang menunjukkan variabel mana yang
paling dominan. Selain itu, signifikan atau tidak signifikan juga
mempengaruhi pemilihan variabel mana yang paling dominan.

Tabel 4 8 Faktor Intrinsik yang paling berpengaruh terhadap kejadian


stunting pada balita usia 24-59 bulan.
Variabel Beta P-Value
Riwayat BBLR -.147 0,037
Riwayat ASI Ekslusif -.128 0,046
Riwayat KEK -.280 0,000
Riwayat Anemia -.038 0,564
Riwayat ANC -.025 0,779
Jenis MPASI -.098 0,177
Jumlah MPASI -.252 0,000
Frekuensi MPASI -.260 0,000

47
Dalam kondisi ini, untuk menentukan variabel mana yang paling
dominan adalah sebagai berikut:

1. Apakah variabel tersebut berpengaruh signifikan atau tidak.


Caranya bandingkan P-Value dengan α. Pada tabel Riwayat BBLR,
Riwayat ASI Ekslusif, Riwayat KEK, Jumlah MPASI, Frekuensi
MPASI berpengaruh signifikan karena P-Value ketiganya < α.

2. Bandingkan nilai β. Semakin β menjauhi nol (0), maka variabel


tersebut semakin berpengaruh (dominan). Pada table diatas
β Riwayat KEK semakin menjauhi nol (0). Dengan demikian,
variabel yang paling dominan adalah Riwayat KEK

48
BAB V

PEMBAHASAN

Penelitian mengenai analisis faktor intrinsik yang mempengaruhi kejadian


stunting pada balita usia 24 – 59 bulan ini dilaksanakan dari bulan Maret – April
2021 di wilayah desa Pulung, Ponorogo. Pengambilan sampel dilakukan dengan
cara mengetahui terlebih dahulu umur balita, kemudian menemui orang tua balita
untuk menandatangani informed consent dan wawancara guna mengisi kuisioner.

Setelah dilakukan analisis multivariat dengan uji regresi logistik, sebagian


variabel bebas menunjukkan hasil yang signifikan secara statistik dengan p value
< 0,05 yaitu jenis kelamin, Riwayat BBLR, Riwayat ASI Ekslusif, Riwayat KEK,
Frekuensi MPASI, Jumlah MPASI, sehingga dapat disimpulkan bahwa ada
hubungan dengan kejadian stunting pada anak balita usia 24-59 bulan di wilayah
desa Pulung. Sebagian variabel uji statistik diperoleh nilai yang p value > 0,05,
adalah riwayat ANC, riwayat anemia dan jenis MPASI maka Ho diterima yang
berarti tidak ada hubungan kejadian stunting pada anak balita usia 24-59 bulan di
wilayah desa Pulung.

A. Analisis riwayat ANC ibu terhadap kejadian stunting pada balita usia 24-
59 bulan.

Hasil analisis data penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar


responden yang melakukan ANC tepat atau 139 responden memiliki balita
usia 24-59 bulan tidak stunting dan 10 ibu yang melakukan ANC tepat yang
mengalami stunting. Ibu yang memiliki Riwayat ANC tidak tepat 11 yang
tidak stunting dan 2 yang mengalami stunting. Berdasarkan uji statistik

49
diperoleh nilai yang p value > 0,05, adalah riwayat ANC (0,779), maka Ho
diterima yang berarti riwayat ANC tidak mempengaruhi kejadian stunting
pada anak balita usia 24-59 bulan di wilayah desa Pulung.

Sebuah penelitian menyatakan bahwa ibu yang melakukan perawatan


antenatal kurang dari tiga kali dan tidak memeriksakan kehamilannya kepada
dokter, perawat maupun bidan dapat memiliki risiko untuk terjadi stunting
pada anak-anak mereka. Kunjungan ANC yang dilakukan secara teratur dapat
mendeteksi dini risiko kehamilan yang ada pada seorang ibu dan janinnya,
terutama yang berkaitan dengan masalah gizi (Aguayo, 2014).

Melihat pentingnya kunjungan ANC terhadap balita stunting maka


diharapkan masyarakat terutama ibu hamil agar memanfaatkan fasilitas
pemeriksaan kehamilan semaksimal mungkin agar permasalahan kehamilan
terutama yang berhubungan dengan permasalahan nutrisi dapat diketahui sejak
awal sehingga dapat dilakukan intervensi lebih. Hasil penelitian ini tidak
sejalan dengan penelitian yang menyatakan bahwa ibu yang melakukan
kunjungan ANC tidak standar memiliki risiko mempunyai balita stunting 2,4
kali dibandingkan ibu yang melakukan kunjungan ANC terstandar (Najahah
2013).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sholikin (2015),


menyatakan bahwa kualitas ANC kurang dan kunjungan ANC berisiko
memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian bayi berat badan lahir
rendah (BBLR). Kualitas ANC yang kurang dan kunjungan ANC berisiko
memiliki risiko 6 kali lebih besar untuk melahirkan bayi berat lahir rendah
karena BBLR merupakan faktor yang berperan dalam kejadian stunting.

Pencegahan stunting sebaiknya dilakukan sejak masa prekonsepsi dan


selama kehamilan untuk mencegah status gizi kurang sejak masa kehamilan
dan prekonsepsi. Kunjungan ANC yang dilakukan secara teratur dapat
mendeteksi dini risiko kehamilan yang ada pada seorang ibu terutama yang
berkaitan dengan masalah nutrisinya. Pada penelitian ini ditemukan bahwa ibu
50
yang melakukan kunjungan ANC tidak berpengaruh pada kejadian stunting.
Kunjungan ANC tidak standar dilihat dari masih ada ibu yang datang
memeriksakan kehamilannya ke petugas kesehatan setelah usia kehamilan
empat bulan dan tujuh bulan. Jenis pelayanan ANC pada kunjungan tidak
standar yang tidak didapatkan ibu selama kehamilan adalah pemeriksaan
tinggi badan dan pemeriksaan darah (hemoglobin).

B. Menganalisis riwayat status gizi ibu saat hamil terhadap kejadian


stunting pada balita usia 24-59 bulan

Hasil dari uji multivariat pada penelitian ini menunjukan Nilai p value
Riwayat KEK pada uji statistik ini adalah (0,000) atau < 0,05 sehingga dapat
disimpulkan bahwa Riwayat KEK mempengaruhi / ada pengaruh pada
kejadian stunting pada anak balita usia 24-59 bulan di wilayah desa Pulung.
Hasil penelitian yang diperoleh sejalan dengan penelitian Ningrum (2017)
yang menemukan bahwa status ibu hamil yang mengalami KEK 6,2 kali lebih
berisiko mempunyai anak yang pendek bila dibandingkan dengan ibu hamil
yang tidak mengalami KEK (CI95% 1,529 – 31,377). Penelitian lain di
Gunung Kidul menemukan bahwa KEK selama kehamilan 2,7 kali lebih
berisiko mengalami kejadian stunting (OR 2,789, CI 95% 1,143 - 6,792)
dengan nilai p = 0,024 (Febrina et al., 2017). Penelitian ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Sartono (2013) yang menyebutkan bahwa ada
hubungan bermakna antara KEK pada ibu hamil dengan kejadian stunting
pada balita usia 6-24 bulan dengan p 0,042 dan OR=1,74. Kekurangan energi
secara kronis dapat membuat ibu hamil tidak memiliki cadangan zat gizi yang
adekuat sesuai kebutuhan fisiologis selama kehamilan. Ibu yang mengalami
gangguan nutrisi selama kehamilan akan membuat volume darah menurun dan
menyebabkan cardiac output tidak adekuat. Sehingga aliran darah ke plasenta
menurun dan membuat ukuran plasenta menjadi kecil dari biasanya. Plasenta
yang lebih kecil akan membuat suplay zat-zat gizi dari ibu ke janin menjadi
berkurang yang pada akhirnya mengakibatkan pertumbuhan janin menjadi

51
terhambat (Soetjiningsih & Ranuh, 2013) meskipun pada dasarnya gen dalam
sel janin memiliki potensi untuk tumbuh secara normal.

Kekurangan energi secara kronis menyebabkan cadangan zat gizi yang


dibutuhkan oleh janin dalam kandungan tidak adekuat untuk menyediakan
kebutuhan fisiologis kehamilan. Sementara itu di dalam kandungan, janin
akan tumbuh dan berkembang. Janin mempunyai plastisitas yang tinggi,
artinya janin akan dengan mudah menyesuaikan diri terhadap perubahan
lingkungannya baik yang menguntungkan maupun yang merugikan.
Kekurangan gizi yang terjadi dalam kandungan dan awal kehidupan
menyebabkan janin melakukan reaksi penyesuaian. Secara paralel
penyesuaian tersebut meliputi perlambatan pertumbuhan dengan pengurangan
jumlah dan pengembangan sel-sel tubuh. Hasil reaksi penyesuaian akibat
kekurangan gizi diekspresikan pada usia dewasa dalam bentuk tubuh yang
pendek.

C. Riwayat anemia ibu saat hamil terhadap kejadian stunting pada balita
usia 24-59 bulan

Hasil penelitian diperoleh nilai yang p value riwayat anemia adalah


(0,564) atau > 0,05, maka Ho diterima yang berarti riwayat anemia tidak
mempengaruhi kejadian stunting pada anak balita usia 24-59 bulan di wilayah
desa Pulung. Sejalan dengan penelitian Ruaida (2013) yaitu, anemia gizi besi
pada ibu hamil berhubungan dengan kejadian stunting (p>0,05) pada anak usia
6- 24 bulan. Penelitian ini juga menunjukkan adanya hubungan antara riwayat
anemia gizi besi pada ibu hamil trimester III dengan status gizi (BB/PB)
(p=0,04) dengan nilai koefisiensi korelasi lemah positif (r= 0,984), yang
berarti semakin tinggi kadar Hb ibu hamil trimester III maka semakin baik
status gizi (BB/PB) bayi.

Pertumbuhan anak telah dimulai sejak di dalam kandungan, gizi ibu


hamil terutama pada trimester akhir kehamilan akan menentukan pertumbuhan
janin. Kejadian KEK pada ibu hamil menggambarkan kekurangan energi dan
52
protein dalam makanan sehari-hari, yang diikuti dengan kekurangan zat gizi
lain, diantaranya zat besi (Darlina, 2013). Ibu hamil dengan status gizi kurang
akan berisiko 3 kali menderita anemia daripada ibu hamil dengan status gizi
baik (Marlapan et al., 2013).

Pada umumnya penyebab anemia pada ibu hamil adalah kurangnya


gizi, kurangnya zat besi dalam makanan yang dikonsumsi, penyerapan yang
kurang baik dan penyakit-penyakit kronik (seperti TBC, paru-paru, cacing
usus, dan malaria). Ibu hamil dikategorikan mengalami anemia jika kadar
haemoglobin pada pemeriksaan laboratorium < 11 gr% dan pada anamnesa
didapatkan keluhan cepat lelah, sering pusing, mata berkunang-kunang dan
muntah yang lebih hebat pada kehamilan muda (Sulistyoningsih,
2011).

Anemia dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan pemeriksaan


hematologi yaitu apabila ditemukan penurunan kadar Hb. Secara fisiologis,
kadar hemoglobin dapat bervariasi tergantung pada usia, jenis kelamin, adanya
kehamilan dan tingginya tempat tinggal (Sylvia, 2015). Menurut (Manuba,
2010) Pada wanita dewasa yang jika kadar hemoglobinnya berada di bawah
11 g/dl. Hal ini didukung dari teori yang menyatakan Ibu hamil yang anemia
gizi akan menimbulkan disfungsi pada otaknya dan gangguan proses tumbuh
kembang otak. Selanjutnya, maka ibu hamil dianjurkan mengkonsumsi zat
besi sebanyak 60-100mg/hari. Keanekaragaman konsumsi makanan berperan
penting dalam membantu meningkatkan penyerapan Fe di dalam tubuh.
Kehadiran protein hewani, Vitamin C, Vitamin A, Zn, Asam folat, Zat gizi
mikro lain dapat meningkatkan penyerapan zat besi dalam tubuh.
Maanfaat lain dari mengkonsumsi makanan sumber zat besi adalah
terpenuhinya kecukupan vitamin A, karena makanan sumber zat besi
biasanya juga merupakan sumber Vitamin A (Waryana, 2010)

Berdasarkan pembahasan diatas peneliti menyimpulkan bahwa


riwayat anemia pada ibu hamil masih tinggi. Pada kejadian ini disebabkan

53
karena kurangnya status gizi dan asupan energy kurang. Salah satu
permasalahan kesehatan yang sangat rentang terjadi selama kehamilan
yaitu kadar Hb yang kurang dari 11 g/dl mengindikasikan ibu hamil
menderita anemia. Anemia pada ibu hamil meningkatkan resiko
mendapatkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR), panjang badan lahir pendek
atau stunting, resiko perdarahan sebelum dan saat persalinan bahkan dapat
menyebabkan kematian pada ibu dan bayinya jika ibu tersebut menderita
anemia berat.

D. Riwayat berat badan lahir terhadap kejadian stunting pada balita usia
24-59 bulan.

Dari hasil uji statistik didapatkan nilai p 0,037 (p > 0.05) sehingga
dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh antara BBLR dengan stunting pada
Balita di Wilayah desa Pulung. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Arifin
(2012) menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara BBLR dengan kejadian
stunting pada anak usia 6-59 bulan yaitu 2,3 kali lebih berisiko untuk
mengalami kejadian stunting pada anak dengan riwayat BBLR. Selain itu
penelitian Nasution, et.al (2014) menunjukkan bahwa Anak dengan riwayat
BBLR 5,6 kali lebih berisiko mengalami kejadian stunting.

Pada penelitian ini terdapat balita dengan riwayat BBLR tetapi tidak
stunting sebanyak 14 Balita (9,3 %), hal ini dapat disebabkan karena
dimungkinkan pada masa windows Critical anak mendapatkan gizi yang
optimal sehingga dapat mendongkrak pertumbuhannya. Masa windows critical
yaitu masa perkembangan otak atau kecerdasan dan pertumbuhan badan yang
cepat pada anak, asupan gizi yang optimal merupakan faktor langsung dari
permasalahan gizi pada anak seorang anak akan tumbuh dengan baik jika
diberikan asupan yang cukup sesuai dengan kebutuhannya (Johnson
&Brookstone, 2012).

Berat lahir pada umumnya sangat terkait dengan pertumbuhan dan


perkembangan jangka panjang. Sehingga, dampak lanjutan dari BBLR dapat
54
berupa gagal tumbuh (grouth faltering). Seseorang bayi yang lahir dengan
BBLR akan sulit dalam mengejar ketertinggalan pertumbuhan awal.
Pertumbuhan yang tertinggal dari yang normal akan menyebabkan anak
tersebut menjadi stunting.

E. Riwayat pemberian ASI Ekslusif terhadap kejadian stunting pada balita


usia 24-59 bulan

Dalam penelitian ini pemberian ASI ekslusif dengan kejadian stunting


pada balita menunjukan hubungan yang bermakna p-value 0,046. Penilitian ini
sejalan dengan penelitian indrawati (2016) yakni ada pengaruh antara
pemberian ASI ekslusif dengan kejadian stunting Hasil yang sama juga
ditemukan pada penelitian Arifin (2012) yang mengatakan ada hubungan yang
bermakna antara ASI ekslusif dengan kejadian stunting. Bayi yang tidak diberi
ASI ekslusif berisiko 3 kali menjadi stunting dibandingkan yang diberi ASI
ekslusif.

Salah satu manfaat ASI eksklusif adalah mendukung pertumbuhan


bayi terutama tinggi badan karena kalsium ASI lebih efisien diserap dibanding
susu pengganti ASI atau susu formula. Sehingga bayi yang diberikan ASI
Eksklusif cenderung memiliki tinggi badan yang lebih tinggi dan sesuai
dengan kurva pertumbuhan dibanding dengan bayi yang diberikan susu
formula. ASI mengandung kalsium yang lebih banyak dan dapat diserap tubuh
dengan baik sehingga dapat memaksimalkan pertumbuhan terutama tinggi
badan dan dapat terhindar dari resiko stunting.

Menurut hasil studi Sulistianingsih 2018 , faktor penyebab terjadinya


stunting paling dominan adalah riwayat pemberian ASI eksklusif . Balita yang
memperoleh ASI eksklusif berisiko 9,3 kali lebih kecil untuk terjadinya
stunting dibandingkan balita yang tidak memperoleh ASI eksklusif atau ASI
eksklusif memberikan efek proteksi terhadap terjadinya stunting pada balita

55
Hal ini disebabkan oleh proporsi masalah stunting lebih banyak
ditemukan pada umur kurang dari 2 tahun. Idealnya seorang anak yang
mendapat ASI eksklusif sampai usia 6 bulan. Setelah usia 6 bulan ke atas,
anak mulai mendapat makanan pendamping ASI (MP-ASI) dan mulai
bertambah perkembangan motorik kasarnya sehingga anak membutuhkan zat
gizi lebih banyak. Namun, beberapa masalah yang timbul adalah balita susah
makan dibarengi dengan kualitas dan kuantitas ASI yang semakin berkurang
dengan bertambahnya umur anak sehingga sampai usia 24 bulan bisa dianggap
sebagai masa adaptasi untuk dapat mengonsumsi makanan yang sesuai dengan
zat gizi. Setelah balita disapih, pada usia 24 bulan ke atas balita akan mulai
mampu beradaptasi untuk konsumsi makanan lebih banyak dibandingkan
sebelum disapih. Oleh karena itu, masalah gizi termasuk stunting tidak banyak
dialami oleh anak usia lebih dari 24 bulan (Setyawati VAV ,2018).

Peneliti berpendapat bahwa rendahnya pemberian ASI eksklusif


menjadi salah satu pemicu terjadinya stunting pada anak balita. ASI eksklusif
merupakan factor protektif terhadap kejadian stuntingpada balita sehingga
pemberian ASI eksklusif dapat menurunkan kejadian stunting.

F. Riwayat pemberian makanan pendamping ASI terhadap kejadian


stunting pada balita usia 24-59 bulan

Berdasarkan uji statistik diperoleh nilai yang p value > 0,05, adalah
jenis MPASI (0,177) maka Ho diterima maka jenis MPASI tidak
mempengaruhi kejadian stunting pada anak balita usia 24-59 bulan di wilayah
desa Pulung. Sedangkan nilai p value < 0,05 pada uji statistik ini adalah
Frekuensi MPASI (0,000) dan Jumlah MPASI (0,000), Sehingga dapat
disimpulkan bahwa Frekuensi MPASI dan Jumlah MPASI mempengaruhi /
ada pengaruh pada kejadian stunting pada anak balita usia 24-59 bulan di
wilayah desa Pulung. Kekurangan asupan energi pada usia 1-3 tahun 2,5 kali
lebih berisiko mengalami stunting (p = 0,035). Kekurangan zat gizi lainnya
seperti vitamin B2, vitamin B6, Fe, dan Zn dapat meningkatkan risiko

56
kejadian stunting (Hidayati & Kumara, 2010). Loya & Nuryanto (2017)
menemukan bahwa MPASI yang tidak variatif dan frekuensi pemberian
makan yang tidak sesuai dengan anjuran dapat menyebabkan kejadian
stunting.

Penelitian lain menunjukkan bahwa kurang beragamnya makanan pada


balita, 7 kali lebih berisiko mengalami kejadian stunting dibandingkan dengan
balita yang makanannya beragam di Bengkalis (OR = 7,031, 95% CI 2,068 –
23,910) (Mitra & Destriyani, 2014). Sejalan dengan penelitian Rahmad &
Miko (2016) yang menemukan bahwa pemberian makanan pendamping ASI
yang buruk, membuat balita 3,4 kali lebih berisiko mengalami stunting
dibandinkan dengan balita yang mendapatkan MPASI yang baik di kota
Banda Aceh (p = 0,007; OR = 3,4).

Balita yang mendapatkan makanan pendamping ASI (MPASI) yang


monoton 3,2 kali lebih berisiko mengalami kejadian stunting dibandingkan
dengan balita yang mendapatkan MPASI yang variatif. Variasi makanan yang
dimaksud adalah ragam bahan makanan yang diberikan kepada balita.
Keragaman makanan merupakan salah satu prinsip gizi seimbang untuk
memenuhi kebutuhan gizi balita yang nantinya dibutuhkan untuk
mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan balita. Variasi jenis
makanan yang diberikan juga dapat membantu meningkatkan nafsu makan.
Variasi jenis yang dimaksudkan dapat berupa nasi, lauk pauk, sayur, buah dan
susu yang diberikan kepada balita. Jenis makanan tersebut kaya akan zat gizi
yang memegang peranan penting dalam pertumbuhan (DEPKES, 2011).

Pemberian MPASI yang optimal baik dari segi kualitas maupun


kuantitas harus diberikan sebagai sumber utama asupan energi dan zat gizi
setelah usia 6 bulan bersama-sama dengan pemberian ASI. Pada bayi yang
berasal dari keluarga miskin, edukasi gizi tentang sumber MPASI yang
berkualitas dan dengan harga yang murah juga perlu diberikan. Selain itu,
pencegahan paling penting yaitu perbaikan status gizi sejak masa prekonsepsi

57
dan selama kehamilan untuk mencegah status gizi kurang sejak masa
kehamilan dan prekonsepsi.

G. Faktor Intrinsik yang paling berpengaruh terhadap kejadian stunting


pada balita usia 24-59 bulan
Berdasarkan nilai beta dan nilai p value didapatkan bahwa variabel
Riwayat KEK (memiliki nilai < α, maka variabel yang paling dominan
adalah Riwayat KEK. Permasalahan kekurangan gizi pada ibu hamil yang
masih menjadi fokus perhatian yaitu salah satunya adalah ibu hamil KEK.
Kekurangan energi dan protein pada masa kehamilan merupakan suatu akibat
dari kurangnya asupan zat gizi makro (karbohidrat, protein dan lemak)
maupun zat gizi mikro (vitamin A, vitamin D, asam folat, zat besi, seng,
kalsium, dan iodium) sejak sebelum masa kehamilan hingga hamil (Kemenkes
RI, 2017).

Hasil penelitian yang dilakukan di Kecamatan Soreang Kabupaten


Bandung menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan anatar ibu hamil KEK
dengan balita stunting (p=0,218) (Zaif et al., 2016). Ibu yang mengalami KEK
saat hamil memiliki risiko 6,2 kali (95% CI 1,5929-31,377) untuk melahirkan
anak dengan panjang badan stunting (Ningrum, 2017). Penelitian lain yang
serupa juga dilakukan di Kota Yogyakarta, menunjukkan bahwa terdapat
hubungan antara ibu hamil KEK dengan kejadian stunting pada anak umur 6-
24 bulan dan bermakna secara statistik (OR=1,79; 95% CI 1,01-2,977;
p=0,042) (Sartono, 2013). KEK pada ibu hamil yang diukur dengan
menggunakan ukuran LILA berhubungan dengan panjang bayi lahir yang
stunting (r=0,597; p=0,001) (Ruchayati, 2012). P

Ibu hamil yang mengalami KEK berisiko mengalami penurunan


kekuatan otot yang membantunya dalam proses persalinan, hal ini dapat
menimbulkan kematian pada janin, lahir prematur, lahir cacat, lahir dengan
berat bayi lahir rendah (BBLR), selain itu ibu hamil KEK juga dapat
mengakibatkan terganggunya tumbuh kembang anak yaitu pertumbuhan fisik

58
(balita stunting), perkembangan otak dan gangguan metabolisme yang dapat
meningkatkan morbiditas saat dewasa (Kemenkes RI, 2017). Kurang energi
dan protein pada ibu hamil dapat diketahui dengan mengukur lingkar lengan
atas (LILA) dari ibu hamil risiko KEK pada ibu hamil terjadi bila hasil ukur
LILA menunjukkan < 23,5 cm

BAB VI

SIMPULAN, SARAN

A. Kesimpulan

59
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan kepada balita usia 24-59
bulan yang mengalami kejadian stunting (12 responden) dan balita tidak
stunting (150 responden) di wilayah desa Pulung, Kabupaten Ponorogo, maka
dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Tidak pengaruh riwayat ANC ibu terhadap kejadian stunting pada


balita usia 24-59 bulan di wilayah desa Pulung, dengan nilai yang p
value > 0,05 yaitu 0,779

2. Ada pengaruh riwayat status gizi ibu saat hamil terhadap kejadian
stunting pada balita usia 24-59 bulan di wilayah desa Pulung, dengan
nilai p value (0,000) atau < 0,05

3. Tidak pengaruh riwayat anemia ibu saat hamil terhadap kejadian


stunting pada balita usia 24-59 bulan di wilayah desa Pulung dengan
nilai yang p value riwayat anemia adalah (0,564) atau > 0,05.

4. Ada pengaruh riwayat berat badan lahir terhadap kejadian stunting


pada balita usia 24-59 bulan di Wilayah desa Pulung dengan hasil uji
statistik didapatkan nilai p 0,037 (p > 0.05)

5. Ada pengaruh riwayat pemberian ASI Ekslusif terhadap kejadian


stunting pada balita usia 24-59 bulan di Wilayah desa Pulung dengan
hasil uji statistik didapatkan nilai p 0,046 (p > 0.05)

6. Tidak pengaruh riwayat pemberian makanan pendamping ASI


terhadap kejadian stunting pada anak balita usia 24-59 bulan di
wilayah desa Pulung. berdasarkan jenis MPASI, dengan nilai yang p
value > 0,05, yaitu 0,177. Sedangkan nilai p value < 0,05 pada uji
statistik ini adalah Frekuensi MPASI (0,000) dan Jumlah MPASI
(0,000), Sehingga dapat disimpulkan bahwa Frekuensi MPASI dan
Jumlah MPASI mempengaruhi / ada pengaruh pada kejadian stunting
pada anak balita usia 24-59 bulan di wilayah desa Pulung

60
7. Faktor Intrinsik yang paling berpengaruh terhadap kejadian stunting
pada balita usia 24-59 bulan

Berdasarkan nilai beta dan nilai p value didapatkan bahwa variabel


Riwayat KEK memiliki nilai < α yaitu 0.000 dan nilai beta -,280, maka
variabel yang paling dominan adalah Riwayat KEK.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka saran


yang dapat diberikan antara lain:

1. Bagi Orangtua/Keluarga Balita

a. Orangtua/keluarga yang mengasuh balita diharapkan untuk selalu


rutin membawa balita datang ke Posyandu untuk memantau
petumbuhan dan mengetahui sedini mungkin penyimpangan
pertumbuhan pada balita.

b. Orangtua/keluarga diharapkan untuk lebih memilah dalam


memberikan makanan atau minuman sehingga dapat bernilai gizi
kepada anak.

2. Bagi tenaga kesehatan

Diharapkan dengan adanya penelitian ini ada pembelajaran dan


penambahan ilmu yang bisa diterapkan di kegiatan posyandu dalam
upaya pencegahan stunting.

3. Bagi Puskesmas Pulung

a. Diharapkan untuk meningkatkan sosialisasi tentang pentingnya


gizi ibu dalam upaya mencegah terjadinya ibu hamil KEK
kepada klas catin.

61
b. Diharapkan untuk meningkatkan pengetahuan ibu tentang
pemberian MPASI, baik dari segi jenis, frekuensi maupun jumlah
sehingga terhindar dari stunting.

4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Peneliti selanjutnya diharapkan dapat melakukan penelitian


lanjutan untuk mengetahui faktor yang paling berisiko menyebabkan
stunting pada balita.

DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Dedi Zaenal.(2012). Distribution Analysis and Risk Factors for Stunting
Among Children: A Community Based Case Control Study In District
Purwakarta 2012.
Aridiyah, Farah Okky, Ninna Rohmawati, and Mury Ririanty. 2015. “Faktor-
Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Stunting Pada Anak Balita Di
Wilayah Pedesaan Dan Perkotaan (The Factors Affecting Stunting on
Toddlers in Rural and Urban Areas).” E-Jurnal Pustaka Kesehatan.
Arikunto, Suharsimi. 2012. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktik
(Edisi Revisi). Rineka Cipta.
Aziz Alimul Hidayat. 2014. Metode Penelitian Kebidanan Dan Teknik Analisis
62
Data. Narratives of Therapists’ Lives.
Dewi Fitria Permatasari, Sri Sumarmi. 2018. “Perbedaan Panjang Badan Lahir,
Riwayat Penyakit Infeksi, Dan Perkembangan Balita Stunting Dan Non
Stunting.” Jurnal Berkala Epidemiologi.
Direktur Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat. 2015. Pedoman Pelayanan
Antenatal Terpadu (Edisi Kedua). Pedoman Pelayanan Antenatal Terpadu
(Edisi Kedua).
Febrina, Y., Santoso, S., & Kurniati, A. (2017). Faktor Risiko Kejadian Stunting
Pada Bayi Baru Lahirdi RSUD Wonosari Kabupaten Gunungkidul Tahun
2016. Poltekkes Kemenkes Yogyakarta.
Indrawati S, Warsiti. Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan Kejadian
Stunting pada Anak Usia 2-3 Tahun di Desa Karangrejek. Fak Ilmu Kesehat
di Univ ‗Aisyiyah Yogyakarta. 2016;6–7.
Johnson M and Brookstone. (2012). Nutrition in The First 1,000 Days State Of
The World’s Mother’s 2012. Save The Children
Gibson. 1992. “Principlles Nutrional Assesment.” A Laboratory Manual.
Hasanah Z. Faktor – faktor penyebab kejadian stunting pada balita di wilayah
kerja Puskesmas Kotagede I Yogyakarta [Skripsi]. Yogyakarta: Universitas
’Aisyiyah; 2018 .
Imron, and Amrul Munif. 2010. Metodologi Penelitian Bidang Kesehatan: Bahan
Ajar Untuk Mahasiswa. Sugeng Seto.
Kemenkes. 2017. “Pedoman Pelaksanaan Pemantauan Status Gizi (PSG) Tahun
2017.” Direktorat Gizi Masyarakat.
Kemenkes RI. 2018. “Hasil Utama Riset Kesehatan Dasar Tahun 2018.”
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Kemenko PMK RI. 2018. “Strategi Nasional Percepatan Pencegahan Anak
Kerdil (Stunting) Periode 2018-2024.
Kementerian Kesehatan RI. 2018. “Buku Saku Pemantauan Status Gizi.” Buku
Saku Pemantauan Status Gizi Tahun 2017.
Kementerian PPN/ Bappenas. 2018. “Pedoman Pelaksanaan Intervensi
Penurunan Stunting Terintegrasi Di Kabupaten/Kota.” Rencana Aksi
Nasional Dalam Rangka Penurunan Stunting: Rembuk Stunting.
Kementrian Kesehatan. 2010. “Standar Antropometri Penilaian Status Gizi
Anak.” Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak.
Ketut Aryastami, Ni, and Ingan Tarigan. 2017. “Kajian Kebijakan Dan
Penanggulangan Masalah Gizi Stunting Di Indonesia Policy Analysis on
Stunting Prevention in Indonesia.” Buletin Penelitian Kesehatan.
63
Lailatul, Muniroh, and C. Ni’mah. 2015. “Hubungan Tingkat Pendidikan, Tingkat
Pengetahuan Dan Pola Asuh Ibu Dengan Wasting Dan Stunting Pada Balita
Keluarga Miskin.” Media Gizi Indonesia. https://doi.org/Vol. 10, No. 1
Maryunani, Anik. 2018. Asuhan Neonatus, Bayi, Balita & Anak Pra-Sekolah.
Asuhan Neonatus, Bayi, Balita & Anak Pra-Sekolah.
MCA Indonesia. 2013. “Stunting Dan Masa Depan Indonesia.” Millennium
Challenge Account - Indonesia.
Muliarini, Prita. 2014. “Pola Makan Dan Gaya Hidup Sehat Selama Kehamilan.”
Yogyakarta: Nuha Medika.
Nasution, D. Nurdiati, D. S, Huriyati.E. (2014)."Berat Badan Lahir Rendah
(BBLR) dengan Kejadian Stunting pada Anak Usia 6-24 Bulan" Jurnal Gizi
Klinik Indonesia Vol.11, No.
Ningrum, E. W. (2017). "Studi Korelasi Kurang Energi Kronik (Kek) Dengan
Berat Badan Dan Panjang Badan Bayi Baru Lahir." Jurnal Ilmu Kesehatan
(JIK) Bhamada, 8(2), 10.
Ni`mah Khoirun, and Siti Rahayu Nadhiroh. 2015. “Faktor Yang Berhubungan
Dengan Kejadian Stunting Pada Balita.” Media Gizi Indonesia.
Notoatmodjo. 2018. “Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.”
Notoatmodjo, S. (2018). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka
Cipta.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2005."Metodologi Penelitian Kesehatan Edisi Ke-3."
Rineka Cipta.
Notoatmodjo Soekidjo. 2012. “Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta:
Rineka Cipta.” Notoatmodjo, S. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan.
Jakarta: Rineka Cipta. 2012.
Nursalam. 2015. "Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan Edisi 2". Salemba Medika.
Paramashanti, Bunga Astria, Hamam Hadi, and I Made Alit Gunawan. 2016.
“Pemberian ASI Eksklusif Tidak Berhubungan Dengan Stunting Pada Anak
Usia 6–23 Bulan Di Indonesia.” Jurnal Gizi Dan Dietetik Indonesia
(Indonesian Journal of Nutrition and Dietetics).
Paramashanti BA, Hadi H, Gunawan IMA." Pemberian ASI eksklusif tidak
berhubungan dengan stunting pada anak usia 6–23 bulan di Indonesia.
Jurnal Gizi dan Dietetik Indonesia. 2015
Prasetyono. Buku Pintar ASI Eksklusif Pengenalan, Praktik, dan Kemanfaatan-
kemanfaatannya. Yogyakarta: DIVA press; 2009.
Prabantini, Dwi. 2010. “A to Z Makanan Pendamping ASI.” Andi Offset.
64
Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI. 2016. “Infodatin: Situasi Balita Pendek.”
ACM SIGAPL APL Quote Quad.
Rachmi, Cut Novianti, Kingsley E. Agho, Mu Li, and Louise Alison Baur. 2016.
“Stunting, Underweight and Overweight in Children Aged 2.0-4.9 Years in
Indonesia: Prevalence Trends and Associated Risk Factors.” PLoS ONE.
Rochmawati, Marlenywati, and Edy Waliyo. 2016. “Gizi Kurus ( Wasting ) Pada
Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Pontianak.” Vokasi Kesehatan.
Sandjojo, Eko putro. 2017. “Buku Saku Desa Dalam Penanganan Stunting.”
Buku Saku Desa Dalam Penanganan Stunting.
Schmidt, Charles W. 2014. “Beyond Malnutrition: The Role of Sanitation in
Stunted Growth.” Environmental Health Perspectives.
Sholikin, R. A. A. S. P. Hubungan Antenatal Care (ANC) dengan Kejadian Bayi
Berat Lahir Rendah di Kabupaten Purbalingga [Tesis]. Yogyakarta:
Program Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada; 2015.
Sudaryono. 2019. Kuliah Metodologi Penelitian I Dan II. Journal of Infection and
Public Health.
Sugiono, P.D. 2014. “Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif.Pdf.”
Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D.
Sumiahadi, A., R. Acar, Chuks Kenneth Odoh, Paul Emenike Martins, Uchenna
Kalu Akpi, Uchechukwu Okekeaji, Ugbede Shadrach Adobu, et al. 2017.
“Gambaran Status Gizi Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Sentolo 1 Kulon
Progo Tahun 2016.” Chemosphere.
Supriasa. 2012. “Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak.” In Penerbit
Buku Kedokteran: EGC.
Susiloningtyas, Is. 2012. “Pemberian Zat Besi (Fe) Dalam Kehamilan Oleh : Is
Susiloningtyas.” Majalah Ilmiah Sultan Agung.
Suyanto, and Susila. 2014. “Metode Penelitian Epidemiologi.” Journal of
Chemical Information and Modeling.
Soetjiningsih, & Ranuh, I. G. (2013). Tumbuh Kembang Anak (2nd ed.). Jakarta:
Buku Kedokteran EGC.
Najahah 2013, I. Faktor Risiko Balita Stunting Usia 12-36 Bulan Di Puskesmas
Dasan Agung, Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Sekretariat Public
Health Medicine Archive (PHPMA). No. 2 / Vol.1
Setyawati VAV. Kajian stunting berdasarkan umur dan jenis kelamin di Kota
Semarang.The 7th University Research Colloqium 2018 STIKES PKU
Muhammadiyah Surakarta
Sulistianingsih A, Sari R. ASI eksklusif dan berat lahir berpengaruh terhadap
65
stunting pada balita 2-5 tahun di Kabupaten Pesawaran. Jurnal Gizi Klinik
Indonesia.2018;.
Tiwari, Rina, Lynne M. Ausman, and Kingsley Emwinyore Agho. 2014.
“Determinants of Stunting and Severe Stunting among Under-Fives:
Evidence from the 2011 Nepal Demographic and Health Survey.” BMC
Pediatrics.
TNP2K. 2017. “100 Kabupaten/Kota Prioritas Untuk Intervensi Anak Kerdil
(Stunting): Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan.” Jakarta.
Torlesse, Harriet, Aidan Anthony Cronin, Susy Katikana Sebayang, and Robin
Nandy. 2016. “Determinants of Stunting in Indonesian Children: Evidence
from a Cross-Sectional Survey Indicate a Prominent Role for the Water,
Sanitation and Hygiene Sector in Stunting Reduction.” BMC Public Health.
Trihono, Atmarita, Dwi Hapsari Tjandrarini, Anies Irawati, Nur Handayani
Utami, Teti Tejayanti, and Iin Nurlinawati. 2015. Pendek (Stunting) Di
Indonesia, Masalah Dan Solusinya. Lembaga Penerbit Balitbangkes.
Unicef. 2015. “Stop Stunting in South Asia: A Common Narrative on Maternal
and Child Nutrition.” UNICEF South Asia Strategy 2014-2017.
WHO. 2018. “Reducing Stunting In Children.” Equity Considerations for
Achieving the Global Nutrition Targets 2025.
World Health Organization. 2014. “Global Nutrition Targets 2015 Anaemia
Policy Brief.” Global Nutrition Targets 2025.

66
Lampiran 1
SURAT REKOMENDASI KOMISI ETIK
INSTITUT ILMU KESEHATAN STRADA INDONESIA

Lampiran 2

1
SURAT REKOMENDASI IJIN PENELITIAN DINAS KESEHATAN
PONOROGO

Lampiran 3
SURAT REKOMENDASI BAKESBANGPOL

2
Lampiran 4
LEMBAR PERSETUJUAN SUBJEK PENELITIAN
(Informed Consent)
3
Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa saya telah
mendapat penjelasan secara rinci dan telah mengerti mengenai penelitian yang
akan dilakukan oleh Katini, S.ST dengan judul “Analisis Faktor Intrinsik Yang
Mempengaruhi Kejadian Stunting Balita Usia 24-59 Bulan Di Wilayah Desa
Pulung Tahun 2020”. Saya memutuskan setuju untuk ikut berpartisipasi pada
penelitian ini secara sukarela tanpa paksaan. Bila selama penelitian ini saya
menginginkan mengundurkan diri, maka saya dapat mengundurkan diri sewaktu-
waktu tanpa sanksi apapun.

Kediri, Maret 2021


Yang memberikan persetujuan

(.............................)

Lampiran 5

4
SURAT PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Assalamu’alaikum wr. wb Dengan hormat, Saya yang bertanda tangan di


bawah ini mahasiswa Program Studi Pasca Sarjana Peminatan Kesehatan Ibu Dan
Anak, Insitut Ilmu Kesehatan Strada Indonesia. :
Nama : Katini, S.ST
NIM : 1952B0026
Bermaksud melakukan penelitian dengan judul “Analisis Faktor Intrinsik
Yang Mempengaruhi Kejadian Stunting Balita Usia 24-59 Bulan Di Wilayah
Desa Pulung Tahun 2021”. Penelitian ini tidak menimbulkan akibat kerugian bagi
ibu dan anak sebagai responden, kerahasiaan semua informasi yang diberikan
akan dijaga dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian. Untuk itu saya
mohon kesediaan ibu dan anak untuk berpartisipasi dengan penelitian ini sebagai
responden. Demikian permohonan saya, atas kesediaan dan partisipasi Anda, saya
ucapkan terima kasih.

Hormat saya,

Katini, S.ST

Lampiran 6
LEMBAR KUESIONER

5
Analisis Faktor Intrinsik Yang Mempengaruhi Kejadian Stunting
Balita Usia 24-59 Bulan Di Wilayah Desa Pulung Tahun 2021
I. IDENTITAS BALITA
A. No Responden :_________________________________
C. Jenis kelamin balita :
a. 1= Laki-laki
b. 2= Perempuan
D. Umur balita :______________ bulan
II. RIWAYAT BBLR
Berapa berat badan lahir anak anda ?
a. 1= ≥2500 gram
b. 2= <2500 gram
.III. RIWAYAT PEMBERIAN ASI EKSLUSIF
Apakah anak ibu mendapatkan ASI saja tanpa makanan tambahan lain sampai
usia 6 bulan ?
a. 1= Ya
b. 2= Tidak
IV. RIWAYAT ANC IBU :
1. Berapa kali melakukan pemeriksaan hamil selama hamil
a. 4x (1,1,2)
b. 4x (tidak 1,1,2)
2. Ukuran LILA selama hamil :
a. Lila < 23,5 cm
b. Lila ≥ 23,5 cm
3. Anemia
a. 1 : Anemia = Hb < 11 dl/mg
b. 2 : Tidak anemia = Hb > 11 dl/mg

6
Lampiran 7
Cek list Pola MP-ASI
Umur Jenis MP-ASI Frekuensi MP-ASI Jumlah MP-ASI
Standar Sesuai Tidak Standar Sesuai Tidak Standar Sesuai Tidak
sesuai sesuai sesuai
6 ASI dan 2 kali sehari 2-3 sendok makan
bulan makanan lumat

7-8 ASI dan lumat 3 kali sehari 2-3 sendok makan


bulan makanan lumat

9-11 ASI dan makanan lembik 3 kali ½ mangkok kecil,


bulan makanan sehari ditambah dan cemilan
lembik atau makanan selingan 2
cincang kali sehari
12-24 ASI dan ASI dan makanan ¾ - 1 mangkok dan
makanan keluarga 3 kali sehari cemilan
keluarga ditambah makanan
selingan 2 kali sehari.

7
Lampiran 8
HASIL REKAPITULASI DATA PENELITIAN

JK BBLR ASI ANC LILA ANEMIA RIWAYAT MPASI Stunting


1 1 1 1 1 1 1 0 1 0
0 1 1 1 1 1 1 1 0 0
1 1 1 1 1 1 1 1 1 0
1 1 1 1 1 1 1 1 0 0
0 0 1 1 0 0 0 1 1 1
1 1 0 1 0 1 1 0 0 0
0 1 0 1 1 1 1 1 1 0
0 1 1 1 1 1 1 1 1 0
0 1 1 1 1 1 1 0 0 0
1 1 1 1 1 1 1 1 1 0
0 1 1 1 0 1 1 1 1 0
0 1 1 1 1 1 1 1 1 0
0 1 1 1 1 1 1 1 1 0
0 1 1 0 1 1 1 1 0 0
1 1 1 1 1 1 1 1 1 0
0 1 1 1 1 1 1 1 1 0
1 1 1 1 1 1 1 1 1 0
1 0 1 1 1 1 1 1 1 0
1 1 1 1 1 1 1 1 1 0
0 0 1 1 0 0 0 1 0 1
1 1 0 1 0 0 1 1 1 0
0 1 1 1 0 1 1 0 1 1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 0
1 0 1 1 0 0 1 1 1 0
0 1 1 1 1 1 1 1 1 0
1 1 1 1 1 1 1 1 1 0
1 1 1 1 1 1 1 0 1 0
1 1 0 1 1 1 0 1 1 0
0 1 1 1 0 1 1 1 1 0
1 1 1 1 1 1 1 1 1 0
0 1 1 1 1 1 1 1 0 0
1 1 1 1 1 1 0 0 1 0
1 1 1 1 1 1 1 1 1 0
1 1 1 1 1 1 1 1 1 0
1 1 0 1 1 1 1 0 1 0
1 0 1 1 0 1 1 0 0 1
1 1 0 1 0 0 1 0 0 1
1 1 1 1 1 0 0 1 1 0
1 1 1 1 1 1 1 1 1 0
8
1 0 1 1 1 1 0 1 1 0
1 1 1 0 1 1 1 1 0 0
1 1 1 1 1 1 1 0 1 0
0 1 1 1 1 1 1 1 1 0
0 1 0 1 1 1 1 1 1 0
1 1 1 1 1 1 0 1 1 0
0 1 1 1 1 1 1 1 1 0
0 1 1 0 1 1 1 1 0 0
1 1 1 1 1 1 1 1 1 0
1 1 1 1 1 1 1 0 1 0
1 1 1 1 1 1 1 1 1 0
0 1 1 1 1 1 1 1 0 0
1 1 1 1 1 1 1 1 1 0
1 1 0 1 1 1 1 0 1 0
1 1 0 1 0 0 0 0 0 1
1 1 1 0 1 1 1 0 0 0
0 1 1 1 1 1 0 1 1 0
1 1 1 1 1 1 1 1 1 0
0 1 1 1 1 1 1 1 1 0
1 1 1 1 1 1 1 1 1 0
1 1 1 1 0 1 1 1 1 0
0 0 0 1 0 0 0 1 0 1
0 1 1 1 1 1 0 1 1 0
0 1 1 1 1 1 1 0 1 0
1 1 1 1 1 1 1 1 1 0
1 1 1 1 1 1 1 1 1 0
1 1 0 1 0 1 1 0 1 0
0 1 1 1 1 1 1 1 1 0
0 1 1 1 1 0 1 1 0 0
1 0 1 1 1 1 0 1 1 0
0 1 1 1 1 0 1 1 1 0
1 1 1 1 1 1 1 1 1 0
1 1 1 1 1 1 1 1 1 0
0 1 0 1 0 1 1 1 1 0
1 1 1 0 1 1 1 1 0 0
1 0 1 1 1 1 0 1 1 0
0 1 1 1 1 1 1 1 1 0
1 1 1 1 1 1 1 1 1 0
0 1 1 1 1 1 1 0 1 0
0 1 1 1 1 1 1 1 1 0
1 1 1 1 1 1 0 0 1 0
1 1 1 1 1 1 1 1 1 0
0 1 1 1 0 1 1 1 1 0
9
0 1 1 1 1 1 1 1 1 0
1 1 1 1 1 1 0 1 1 0
1 1 0 1 0 1 1 1 1 0
0 1 1 1 1 1 0 1 1 0
1 1 1 1 1 0 1 1 1 0
0 1 1 1 1 1 1 1 0 0
0 1 1 1 1 0 1 0 1 0
0 1 1 1 1 1 1 1 1 0
0 0 1 1 0 1 0 0 0 1
1 1 1 1 1 1 1 1 0 0
0 1 1 0 0 0 1 1 1 0
1 1 1 1 0 1 0 1 1 0
1 1 1 0 1 1 1 1 0 0
0 1 1 1 1 1 1 1 1 0
0 1 1 1 1 1 1 1 1 0
0 1 0 1 1 1 1 1 1 0
0 1 1 1 1 1 0 1 1 0
1 1 1 1 1 1 1 1 0 0
1 1 1 1 0 1 1 1 1 0
1 0 1 1 0 0 1 0 0 0
1 0 1 1 1 1 0 1 1 0
1 1 1 1 1 1 1 1 1 0
1 1 0 0 1 1 1 0 1 0
0 1 1 1 1 0 1 1 1 0
0 1 1 1 1 1 1 1 1 0
0 0 1 1 1 0 1 1 1 0
0 1 1 1 1 1 0 1 0 0
0 1 1 1 0 1 1 1 1 0
1 1 1 1 1 1 1 1 1 0
0 1 1 1 0 1 1 1 1 0
0 1 1 1 0 1 1 1 1 0
1 1 0 0 1 1 1 0 0 1
1 1 1 1 0 1 0 1 1 0
0 1 1 1 1 1 1 0 1 0
0 1 1 1 1 1 1 1 1 0
0 1 1 0 1 0 1 1 0 0
1 1 1 1 1 1 1 1 1 0
0 0 1 1 1 1 0 0 1 0
0 1 1 1 0 1 1 1 1 0
0 1 1 1 0 1 0 1 1 0
0 0 1 1 1 0 0 1 1 0
1 1 1 1 1 0 1 1 1 0
0 1 0 1 1 1 1 0 1 0
10
1 1 1 1 1 1 1 1 1 0
1 1 1 1 0 0 1 1 1 0
0 1 1 1 1 1 1 1 1 0
1 1 1 1 1 1 1 1 1 0
1 1 1 1 1 1 1 0 0 0
1 1 0 1 1 1 1 1 1 0
0 1 0 1 0 1 1 1 0 0
1 1 1 1 1 1 1 1 1 0
0 0 1 1 0 1 0 1 1 0
1 1 1 1 1 0 0 0 1 0
0 1 0 0 1 1 1 0 1 1
0 1 1 1 1 1 1 1 1 0
0 1 0 1 0 1 1 0 0 1
1 1 1 1 0 1 1 1 1 0
0 1 1 1 1 1 1 1 1 0
0 1 1 1 1 1 1 1 1 0
0 0 1 1 1 1 1 1 1 0
0 1 1 0 1 1 1 1 0 0
1 1 1 1 0 1 1 1 1 0
1 1 1 1 1 1 1 1 1 0
1 1 1 1 1 1 1 1 1 0
1 1 0 1 1 0 1 0 1 0
1 0 1 1 1 0 0 0 1 0
1 1 1 1 1 1 1 1 0 0
1 0 1 1 0 1 1 1 1 0
0 1 1 1 0 1 1 0 0 1
0 1 1 1 1 1 1 1 1 0
0 1 1 0 1 0 0 1 1 0
0 1 1 1 1 1 1 1 1 0
0 1 1 1 1 1 1 1 1 0
1 1 0 1 1 1 1 0 1 0
1 1 1 1 0 1 1 1 0 0
0 1 1 1 0 1 1 1 1 0
0 1 1 1 1 1 0 1 1 0
1 1 1 1 1 1 1 1 1 0
1 1 0 1 1 0 1 1 0 0
0 1 1 1 0 1 1 1 1 0

11
Lampiran 9
HASIL UJI STATISTIK PENELITIAN

Jenis Kelamin
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Perempuan 77 47.5 47.5 47.5
Laki-laki 85 52.5 52.5 100.0
Total 162 100.0 100.0

12
Riwayat BBLR
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid BBLR 19 11.7 11.7 11.7
Tidak BBLR 143 88.3 88.3 100.0
Total 162 100.0 100.0

Riwayat ASI Ekslusif


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak ASI Ekslusif 24 14.8 14.8 14.8
ASI Ekslusif 138 85.2 85.2 100.0
Total 162 100.0 100.0

Riwayat KEK
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid KEK 39 24.1 24.1 24.1
Tidak KEK 123 75.9 75.9 100.0
Total 162 100.0 100.0

Riwayat Anemia
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Riwayat Anemia 25 15.4 15.4 15.4
Tidak Riwayat Anemia 137 84.6 84.6 100.0
Total 162 100.0 100.0

Riwayat ANC
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Riwayat ANC tidak tepat 13 8.0 8.0 8.0
Riwayat ANC tepat 149 92.0 92.0 100.0
Total 162 100.0 100.0

13
Jenis MPASI
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak sesuai 30 18.5 18.5 18.5
Sesuai 132 81.5 81.5 100.0
Total 162 100.0 100.0

Jumlah MPASI
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak Sesuai 34 21.0 21.0 21.0
Sesuai 128 79.0 79.0 100.0
Total 162 100.0 100.0

Frekuensi MPASI
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak sesuai 34 21.0 21.0 21.0
Sesuai 128 79.0 79.0 100.0
Total 162 100.0 100.0

Stunting
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak Stunting 150 92.6 92.6 92.6
Stunting 12 7.4 7.4 100.0
Total 162 100.0 100.0

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test


Freku
Riwayat Riwaya Jenis ensi
Riwayat ASI t Riwaya MPAS Jumlah MPAS Stun Riwaya
BBLR Ekslusif Anemia t ANC I MPASI I ting t KEK
N 162 162 162 162 162 162 162 162 162

14
Normal Mean .88 .85 .85 .92 .81 .79 .79 .07 .76
a,b
Parameters Std. .323 .356 .362 .273 .390 .408 .408 .263 .429
Deviation
Most Extreme Absolute .525 .513 .511 .536 .498 .486 .486 .537 .472
Differences Positive .358 .339 .335 .384 .317 .304 .304 .537 .287
Negative -.525 -.513 -.511 -.536 -.498 -.486 -.486 -.38 -.472
9
Test Statistic .525 .513 .511 .536 .498 .486 .486 .537 .472
c c c c c c c
Asymp. Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 . .000c
000c
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
c. Lilliefors Significance Correction.

Anti-image Matrices
Riwaya Riwaya
t ASI t Jenis Frekuen
Riwayat Ekslusi Riwayat Anemi Riwaya MPAS Jumlah si Stunt
BBLR f KEK a t ANC I MPASI MPASI ing
Anti-image Riwayat .722 .130 -.074 -.154 .077 -.265 -.009 -.011 .106
Covariance BBLR
Riwayat ASI .130 .808 -.091 -.084 -.019 .040 -.214 .012 .104
Ekslusif
Riwayat KEK -.074 -.091 .792 -.059 .132 .042 .093 -.032 .221

Riwayat -.154 -.084 -.059 .879 -.064 -.083 .011 -.032 .034
Anemia
Riwayat ANC .077 -.019 .132 -.064 .835 .022 .002 -.263 .021

Jenis MPASI -.265 .040 .042 -.083 .022 .799 .004 .078 .078

Jumlah -.009 -.214 .093 .011 .002 .004 .786 -.030 .198
MPASI
Frekuensi -.011 .012 -.032 -.032 -.263 .078 -.030 .747 .194
MPASI
Stunting .106 .104 .221 .034 .021 .078 .198 .194 .597

Anti-image Riwayat .620a .171 -.098 -.193 .099 -.349 -.012 -.015 .162
Correlation BBLR

15
Riwayat ASI .171 .644a -.114 -.099 -.023 .050 -.268 .016 .149
Ekslusif
Riwayat KEK -.098 -.114 .620a -.070 .163 .053 .118 -.042 .322

Riwayat -.193 -.099 -.070 .748a -.074 -.099 .013 -.039 .046
Anemia
Riwayat ANC .099 -.023 .163 -.074 .531a .027 .003 -.333 .030

Jenis MPASI -.349 .050 .053 -.099 .027 .618a .005 .101 .113

Jumlah -.012 -.268 .118 .013 .003 .005 .642a -.039 .289
MPASI
Frekuensi -.015 .016 -.042 -.039 -.333 .101 -.039 .623a .291
MPASI
Stunting .162 .149 .322 .046 .030 .113 .289 .291 .663a

a. Measures of Sampling Adequacy(MSA)

Coefficientsa
Standar
dized
Unstandardized Coeffici
Coefficients ents 95.0% Confidence Interval for B
Model B Std. Error Beta t Sig. Lower Bound Upper Bound
1 (Constant) .750 .093 8.072 .000 .567 .934
Riwayat BBLR -.120 .059 -.147 -2.031 .044 -.237 -.003
Riwayat ASI -.095 .051 -.128 -1.869 .064 -.195 .005
Ekslusif
Riwayat KEK -.171 .041 -.280 -4.209 .000 -.252 -.091
Riwayat Anemia -.028 .048 -.038 -.573 .568 -.123 .068
Riwayat ANC -.025 .066 -.025 -.372 .710 -.155 .106
Jenis MPASI -.066 .047 -.098 -1.406 .162 -.158 .027
Jumlah MPASI -.162 .043 -.252 -3.740 .000 -.248 -.076
Frekuensi MPASI -.167 .044 -.260 -3.762 .000 -.255 -.079
a. Dependent Variable: Stunting

16
Lampiran 10
DOKUMENTASI PENGAMBILAN DATA

17
Pengambilan data di posyandu dusun krajan , Desa Pulung

DOKUMENTASI PENGAMBILAN DATA

18
Pengambilan data di posyandu dusun kebon , Desa Pulung

Lampiran 11
LEMBAR KONSULTASI
Nama Mahasiswa : KATINI, S.ST
19
NIM : 1952B0026
Pembimbing : Yenny Puspitasari, S.Kep., Ns., M.Kes
Judul : Analisis Faktor Intrinsik Yang Mempengaruhi Kejadian
Stunting Balita Usia 24-59 Bulan Di Wilayah Desa Pulung
Tahun 2021
No Tanggal Uraian TTD
1 31 Update data stunting terbaru
Januari Perhitungan sampel dengan
2021 rumus lain (slovin)

2 8 Juni Daftar tabel


2021 Pembahasaan sesuai dengan
jumlah tujuan
Belum ada keterbatasan
penelitian
Daftar lampiran belum ada

3 23 Juli Penulisan Keterbatasan


2021 penelitian
Manfaat untuk tenaga
kesehatan
Abstrak
Abstract
Dokumentasi
Lembar Konsultasi
4 11 Penulisan Abstrak
Agustus Penulisan Abstract
2021 Halaman Lampiran
Daftar isi bab 6
5 18 Sept Ringkasan
2021 Lampiran
ACC Ujian Sidang Tesis

20
21

Anda mungkin juga menyukai